Viabilitas Benih Mentimun (Cucumis sativus L.) Pada Kondisi Optimum dan Suboptimum setelah diberi Perlakuan Invigorasi

 
 

sativus L.)
V
VIABILIT
TAS BEN
NIH MENT
TIMUN (Cucumis
(
L
PADA KONDIS
SI OPTIM
MUM DAN
N SUBOP
PTIMUM
M SETELA
AH
DIB
BERI PER
RLAKUA

AN INVIG
GORASI

ANIT
TA PERM
MATASAR
RI
A24080
0168

EPARTEM
MEN AGR
RONOMII DAN HO
ORTIKU
ULTURA
DE
FAKU
ULTAS PE
ERTANIA
AN

IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
2013
3
 

RINGKASAN

ANITA PERMATASARI. Viabilitas Benih Mentimun (Cucumis sativus L.)
Pada Kondisi Optimum dan Suboptimum setelah diberi Perlakuan
Invigorasi. (Dibimbing oleh FAIZA C. SUWARNO).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi
dengan menggunakan GA3 dan air kelapa terhadap viabilitas benih bermutu tinggi
dan bermutu rendah pada kondisi optimum dan suboptimum. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi
dan Hortikultura, IPB, Dramaga. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari Agustus 2012.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa benih

mentimun varietas Harmoni dengan dua tingkat viabilitas, viabilitas tinggi (8595%) dan viabilitas rendah (60-75%). Lot benih dengan tingkat viabilitas rendah
(daya berkecambah 72%) diperoleh melalui pengusangan cepat menggunakan
etanol 96% pada suhu ± 29ºC selama 96 jam. Percobaan invigorasi menggunakan
air kelapa muda, GA3 80 ppm dan 100 ppm. Kondisi suboptimum (kekeringan)
disimulasi dengan menggunakan larutan Polyethylene glycol (PEG) 6000.
Percobaan utama (invigorasi) terdiri atas dua percobaan yaitu pengaruh
perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih mentimun pada kondisi optimum
dan pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih mentimun pada
kondisi suboptimum. Percobaan invigorasi menggunakan perlakuan dua lot benih,
yaitu benih dengan tingkat viabilitas tinggi (90%) dan viabilitas rendah (72%)
dengan perlakuan invigorasi yang terdiri atas perlakuan kontrol, air kelapa, GA3
80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa + GA3 80 ppm, dan air kelapa + GA3 100 ppm.
Percobaan ini disusun dengan menggunakan metode Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga kali ulangan. Apabila ada perlakuan yang
menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan
uji lanjut dengan menggunakan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada
taraf 5%.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa Benih dengan tingkat viabilitas
rendah (daya berkecambah 72%) maupun tinggi (daya berkecambah 90%) yang
 


diberi perlakuan invigorasi dengan GA3 80 ppm dan 100 ppm, air kelapa dan
kombinasi GA3 + air kelapa secara statistik tidak meningkat viabilitasnya baik
pada kondisi optimum maupun suboptimum (kekeringan dengan tekanan osmotik
-2 bar). Perlakuan invigorasi menggunakan air kelapa dan kombinasi air kelapa +
GA3 80 ppm maupun air kelapa + GA3 100 ppm menurunkan secara nyata
viabilitas benih bermutu rendah pada kondisi optimum maupun suboptimum.

VIABILITAS BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) PADA
KONDISI OPTIMUM DAN SUBOPTIMUM SETELAH DIBERI
PERLAKUAN INVIGORASI

Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
 
 
 
 
 

 
 
 

ANITA PERMATASARI
A24080168

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul

Nama

: VIABILITAS BENIH MENTIMUN (Cucumis
sativus L.) PADA KONDISI OPTIMUM DAN
SUBOPTIMUM SETELAH DIBERI PERLAKUAN
INVIGORASI

: ANITA PERMATASARI

NIM

: A24080168

Menyetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS
NIP. 19521008 198103 2 001

Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr
NIP. 19611101 198703 1 003

Tanggal Lulus :


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 24 November 1990 di Jakarta. Penulis
merupakan anak pertama dari pasangan M. Gazali dan Nina Herlina.
Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari taman kanak-kanak hingga
sekolah menengah atas di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Tahun 1996 penulis
menyelesaikan pendidikan di TK Mexindo, kemudian pada tahun 2002 penulis
menyelesaikan studi di SD Negeri 2 Semplak. Tahun 2005 lulus dari SMP
Angkasa, kemudian pada tahun 2008 lulus dari SMA PGRI 3 Bogor. Penulis
diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2008.
Selama kuliah, penulis aktif dalam organisasi Paduan Suara Mahasiswa
AGRIASWARA dan penulis sempat mengikuti organisasi UKM Tenis IPB.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat
kesehatan dan segala kemudahan yang diberikan-Nya kepada penulis sehingga
penulis bisa menyelesaikan penelitian yang berjudul ‘Viabilitas Benih Mentimun

(Cucumis sativus L.) pada Kondisi Optimum dan Suboptimum setelah diberi
Perlakuan Invigorasi’. Pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Dr. Ir. Faiza C. Suwarno MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan
skripsi ini.
2. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS dan Maryati Sari, SP MSi selaku dosen
penguji yang telah menguji dan memberi masukan dalam penulisan
skripsi.
3. Dr. Ir. Eny Widajati, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan pengarahan selama proses belajar.
4. Mama dan Papa yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril
maupun materil serta doa, kasih sayang dan sabar menunggu penulis
menyelesaikan studinya, serta kedua adikku A. Afandi, dan Farhan serta
seluruh keluarga besar, Amih, Abah, semua tante dan om, terimakasih atas
doa dan kasih sayangnya.
5. Niken, Emilia, Opi, Eki, Novita, Yeni, Rani, Rezky Abadi, Panjen grup,
Noval, serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura 45 (Indigenous45)
yang telah memberikan semangat kepada penulis dan berbagi keluh kesah.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi

yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2013

Penulis

DAFTAR ISI
 

 

 

 

 

 

 


Halaman

DAFTAR TABEL ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1
Latar Belakang..................................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................................. 2
Hipotesis .............................................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................3
Botani dan Syarat Tumbuh Mentimun ................................................................ 3
Definisi Benih...................................................................................................... 4
Viabilitas Dan Vigor Benih ................................................................................. 4
Peran Giberelin bagi Tumbuhan.......................................................................... 6
Air Kelapa ........................................................................................................... 7
Polyethylene Glycol ............................................................................................. 8
BAHAN DAN METODE ........................................................................................9
Tempat dan Waktu .............................................................................................. 9
Bahan dan Alat .................................................................................................... 9

Metode Penelitian ................................................................................................ 9
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi).................................................................. 9
Percobaan Utama (Invigorasi) ........................................................................... 10
Pelaksanaan Penelitian ...................................................................................... 12
Pengamatan........................................................................................................ 13
HASIL DAN PEMBAHASAN ..............................................................................16
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)................................................................ 16
Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Optimum ............................................. 17
Percobaan II. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Suboptimum ........................................ 23
KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................................29
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................30
LAMPIRAN ...........................................................................................................33 

DAFTAR TABEL
Nomor  
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

Halaman

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas,
perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih
pada kondisi optimum ......................................................................
Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya
berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi optimum ..............
Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat
kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi
optimum.............................................................................................
Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap
indeks vigor (%) benih mentimun pada kondisi optimum................

17

18

19

20

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap
kecepatan tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi
optimum.............................................................................................

21

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap
potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi
optimum.............................................................................................

22

Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas,
perlakuan invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih
pada kondisi suboptimum .................................................................

23

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya
berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi suboptimum ........

24

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat
kering kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi
suboptimum.......................................................................................

25

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap
kecepatan tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi
suboptimum.......................................................................................

25

Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap
potensi tumbuh maksimum (%) benih mentimun pada kondisi
suboptimum.......................................................................................

27

DAFTAR GAMBAR
 

Nomor  
 

1.

 
 

Halaman

Kurva penurunan daya berkecambah setelah diusangkan secara
kimiawi dengan etanol 96 % .........................................................

16

2.

Kecambah abnormal, benih mati dan kecambah normal ..............

22

4.

Benih yang mengalami serangan cendawan pada kondisi
suboptimum (kekeringan) .............................................................

27

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1.

Bagan alir pelaksanaan penelitian ....................................................

34

2.

Perhitungan tekanan osmotik ………...............................................

35

3.

Gambar percobaan utama (invigorasi) ..............................................

36

4.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter daya berkecambah pada kondisi optimum ........

37

5.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter berat kering kecambah normal pada kondisi
optimum ............................................................................................

37

6.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter indeks vigor pada kondisi optimum ..................

37

7.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter kecepatan tumbuh pada kondisi optimum .........

37

8.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter potensi tumbuh maksimum pada kondisi
optimum ............................................................................................

38

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter daya berkecambah pada kondisi suboptimum ..

38

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter berat kering kecambah normal pada kondisi
suboptimum ......................................................................................

38

11.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter indeks vigor pada kondisi suboptimum ............

39

12.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter kecepatan tumbuh pada kondisi suboptimum ...

39

13.

Analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas (TV) dan invigorasi (I)
terhadap parameter potensi tumbuh maksimum pada kondisi
suboptimum ......................................................................................

39

9.

10.

 
 

 

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mentimum (Cucumis sativus L.) merupakan tanaman semusim yang
bersifat menjalar atau memanjat dengan perantara alat pemegang berbentuk pilin
atau spiral. Mentimun merupakan tanaman sayuran yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia, bagian yang dimakan dari sayuran ini adalah buahnya.
Buah mentimun dimakan mentah sebagai lalap atau diasinkan sebagai teman nasi.
Tanaman metimun (Cucumis sativus L.) termasuk jenis tanaman sayuran
yang populer dan cepat dipanen hasilnya. Pemakaian benih unggul bermutu
sebagai paket teknologi pada tanaman mentimun dan tanaman hortikultura lainnya
masih menghadapi banyak permasalahan, seperti benih yang telah mengalami
penyimpanan belum tentu mempunyai vigor yang tetap tinggi meskipun viabilitas
potensial masih tetap tinggi. Penggunaan benih bervigor tinggi dapat
meningkatkan produktivitas mentimun. Benih yang bervigor tinggi adalah benih
yang mampu tumbuh secara baik pada kondisi optimum maupun suboptimum.
Vigor benih adalah kemampuan benih tumbuh normal pada kondisi
lapangan yang sebenarnya. Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan
bagaimana benih tumbuh pada kondisi lapangan yang bervariasi (AOSA, 2001).
Vigor merupakan ketahanan, kekuatan dan kesehatan benih yang diukur melalui
kondisi fisiologisnya, antara lain pengujian pada kondisi stres. Pengujian vigor
benih dapat memberikan informasi yang lebih banyak dibandingkan pengujian
DB, yang bermanfaat untuk melihat potensi daya simpan, estimasi nilai
penanaman atau performa pertumbuhan benih di lapang. Vigor biasanya
dicerminkan dengan keserempakan tumbuh, kecepatan tumbuh, dan keseragaman
tumbuh. Sejumlah karakter menentukan tingkat kemampuan aktivitas dan
penampilan benih selama perkecambahan. Secara ideal semua benih harus
memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi, sehingga bila ditanam pada kondisi
lapang yang beraneka ragam akan tetap tumbuh sehat dan kuat serta berproduksi
tinggi dengan kualitas yang baik.
Invigorasi dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas pada benih
dengan menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT). Salah satu ZPT alami adalah
 

2

air kelapa muda. Menurut Yong et al. (2009) air kelapa mengandung berbagai
jenis sitokinin alami yang dapat meningkatkan pembelahan sel dan merangsang
pertumbuhan. Harjadi (2009) menyatakan sitokinin berperan dalam meningkatkan
pembelahan sel dan fungsi pengaturan pertumbuhan, serta perkembangan mata
tunas dan pucuk.
Giberelin merupakan zat pengatur tubuh yang mempunyai banyak fungsi,
giberelin

merupakan

senyawa

organik

yang

berperan

dalam

proses

perkecambahan karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih
sehingga metabolisme sel meningkat. Penggunaan giberelin untuk mempercepat
perkecambahan telah banyak dilakukan. Perlakuan perendaman benih terung
dalam larutan GA3 200 ppm dalam 24 jam, menghasilkan viabilitas benih tertinggi
sehingga efektif sebagai perlakuan untuk meningkatkan viabilitas dan vigor benih
terung, dengan daya berkecambah 90.67% (Saut, 2002).
Larutan polietilen glikol (PEG) diketahui mampu menahan air sehingga
menjadi terbatas bagi pertumbuhan tanaman. Simulasi cekaman kekeringan
dengan menggunakan larutan Polyethylene Glycol (PEG) dapat mendeteksi dan
membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat
racun bagi tanaman. Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan PEG dapat
digunakan sebagai alternatif dalam seleksi pada kondisi cekaman kekeringan pada
fase perkecambahan (Ogawa dan Yamauchi, 2006).

Tujuan
Mengetahui pengaruh perlakuan invigorasi dengan menggunakan GA3 dan
air kelapa terhadap viabilitas benih bermutu tinggi dan bermutu rendah pada
kondisi optimum dan suboptimum.

Hipotesis
Perlakuan invigorasi dengan GA3 dan air kelapa dapat meningkatkan
viabilitas dan vigor benih mentimun dalam kondisi optimum dan kondisi
suboptimum.

 
 

 

TINJAUAN PUSTAKA

Botani dan Syarat Tumbuh Mentimun
Berdasarkan tingkat taksonomi tanaman mentimun diklasifikasikan dalam
famili

Cucurbitaceae

dan

genus

Cucumis.

Tanaman

mentimun

telah

dibudidayakan sejak berabad-abad lamanya dan tanaman ini merupakan sayuran
buah subtropik dan tropik daratan tinggi, namun banyak pula jenis yang dapat
tumbuh baik dan diusahakan secara luas di daratan rendah (Ashari, 2006).
Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu jenis sayuran yang cukup
populer di hampir semua negara. Mentimun berasal dari dataran tinggi Himalaya
dan pada saat ini budidayanya sudah meluas ke seluruh wilayah tropis dan
subtropis. Di Indonesia mentimun banyak ditanam di Jawa dan Sumatra.
Mentimun adalah tanaman setahun yang memiliki perilaku pertumbuhan
menjalar atau memanjat. Beberapa kultivar mentimun memiliki pertumbuhan
menyemak. Sistem perakaran tanaman ini dangkal. Batang tanaman ini dapat
tumbuh hingga 3 m dan memiliki sulur yang tidak bercabang. Daun tanaman
mentimun berbentuk jantung dengan permukaaan kasar berbulu dan bagian ujung
daun runcing. Bunga yang dihasilkan berwarna kuning berbentuk lonceng. Bunga
jantan tumbuh pada ketiak daun secara bergerombol dengan tangkai bunga
ramping. Bunga betina tumbuh tunggal pada ketiak daun dengan tangkai bunga
yang tebal. Buah mentimun yang dihasilkan dapat berbentuk bulat, kotak atau
lonjong dan ukuran yang beragam dengan posisi menggantung. Kulit buah
berwarna beragam dari hijau pucat hingga hijau sangat gelap. Begitu juga dengan
daging buah yang berwarna dari putih hingga putih kekuningan. Biji mentimun
berbentuk pipih dan berwarna putih dengan bobot 1 g per 50 biji (Rubatzky dan
Yamaguchi, 1997).
Tanaman mentimun mempunyai daya adaptasi yang luas yaitu dari dataran
tinggi hingga dataran rendah. Tanaman mentimun juga mempunyai peluang yang
tinggi untuk menjadi salah satu komoditas unggulan nasional mengingat
permintaan mentimun yang cenderung naik dari waktu ke waktu. Peluang
pengembangan tanaman mentimun menjadi semakin meningkat.

 

4

Budidaya mentimun relatif mudah dibanding dengan tanaman lainnya.
Tanaman mentimun akan tumbuh dengan optimal pada kondisi tanah yang
gembur, ketersediaan air yang cukup, kelembaban yang tinggi dan drainase yang
baik. Tanaman mentimun tidak tahan terhadap curah hujan yang tinggi. Tanaman
mentimun merupakan tanaman C3, sehingga tanaman mentimun tahan terhadap
naungan dan cahaya sinar matahari langsung.
Menurut Rukmana dalam Ryzall (2012) pada dasarnya hampir semua jenis
tanah yang digunakan untuk lahan pertanian cocok ditanami mentimun. Tanaman
mentimun membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus,
tidak menggenang (becek) dan pH-nya berkisar antara 6-7. Suhu udara yang
dikehendaki adalah 18-30 ºC dengan penyinaran cukup.

Definisi Benih
Dalam konteks agronomi, benih dapat diartikan menjadi empat macam
titik tolak pemikiran. Pertama, batasan struktural yang artinya mendasar pada segi
anatomi dari biji. Proses pembentukan biji pada berbagai jenis tanaman tidak
sama, baik disebabkan oleh faktor genetik maupun faktor lingkungan. Kedua,
batasan fungsional yaitu perbedaan antara fungsi benih dan biji. Benih adalah biji
tumbuhan yang digunakan oleh manusia untuk tujuan penanaman atau budidaya.
Ketiga, batasan agronomi yaitu batasan benih sebagai sarana agronomi
mendasarkan pengertian bahwa disamping penggunaan sarana produksi lainnya
yang maju, maka benih yang digunakan harus memiliki tingkat kekuatan tumbuh
dan daya kecambah yang tinggi sehingga mampu mencapai produksi maksimum.
Keempat, batasan teknologi yaitu memberikan pengertian kepada benih sebagai
suatu kehiduan biologi benih. Perlakuan teknologi sangat penting untuk
menyelamatkan benih dari kemunduran kualitasnya dengan memperhatikan sifatsifat kulit bijinya (Sadjad dalam Sutopo, 2010).

Viabilitas Dan Vigor Benih
Viabilitas benih menunjukkan daya hidup benih, aktif secara metabolis,
dan memiliki enzim yang dapat mengatalisis reaksi metabolis yang diperlukan

5

untuk perkecambahan dan pertumbuhan kecambah (germination capacity). Benih
disebut viabel atau nonviabel bergantung pada kemampuannya berkecambah dan
menghasilkan kecambah normal. Menurut seed physiologist, perkecambahan
didefinisikan sebagai munculnya radikula melalui kulit benih (testa). Bagi seed
analyst, perkecambahan adalah muncul dan berkembangnya struktur esensial
embrio yang menunjukkan kemampuan menghasilkan tanaman normal pada
kondisi favorable (optimum) (Ilyas, 2012).
Vigor adalah suatu indikator yang dapat menunjukkan bagaimana benih
tumbuh pada kondisi lapang yang bervariasi (AOSA, 2001). Copeland dan
McDonald (1995) menyatakan tantangan pengujian vigor adalah untuk dapat
mengidentifikasi satu atau lebih parameter yang terukur dan dapat menunjukkan
deteriorasi benih. Kejadian yang mengakibatkan turunnya perkecambahan dapat
menjadi dasar pengujian vigor. Parameter yang menunjukkan menurunnya
viabilitas benih lebih dini merupakan indeks vigor yang lebih peka.
Vigor

adalah

sejumlah

sifat-sifat

benih

yang

mengindikasikan

pertumbuhan dan perkembangan kecambah yang cepat dan seragam pada cakupan
kondisi lapang yang luas. Cakupan vigor benih meliputi aspek-aspek fisiologis
selama proses perkecambahan dan perkembangan kecambah. Vigor benih bukan
merupakan pengukuran sifat tunggal, tetapi merupakan sejumlah sifat tunggal
yang menggambarkan beberapa karakteristik yang berhubungan dengan
penampilan suatu lot benih berikut :
a.

Kecepatan dan keserempakan daya berkecambah dan pertumbuhan
kecambah.

b.

Kemampuan munculnya titik tumbuh kecambah pada kondisi lingkungan
yang tidak sesuai untuk pertumbuhan.

c.

Kemampuan benih untuk berkecambah setelah mengalami penyimpanan

(BPMBTPH, 2004).
Menurut Byrd (1968) kekuatan kecambah umumnya didefinisikan sebagai
suatu kemampuan kecambah-kecambah normal pada variasi keadaan yang tidak
menguntungkan. Meskipun kekuatan kecambah sangat susah untuk didefinisikan
secara tepat, kekuatan kecambah kurang lebih merupakan suatu ukuran potensial

6

benih untuk tumbuh di lapang atau kemampuannya untuk mempertahankan daya
berkecambah pada kondisi penyimpanan yang berlainan.

Peran Giberelin bagi Tumbuhan
ZPT menstimulasi pertumbuhan dengan memberi isyarat kepada sel target
untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan
dengan cara menghambat pembelahan atau perpanjangan sel. Terdapat lima jenis
zat pengatur tumbuh yaitu auksin, sitokinin, giberelin, inhibitor atau asam absisat
dan etilen.
Giberelin merupakan hormon yang dapat ditemukan pada hampir seluruh
siklus hidup tanaman. Giberelin dapat mempercepat perkecambahan biji, kuncup
tunas, pemanjangan batang, pertumbuhan daun, merangsang pembungaan,
perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan deferensiasi akar
(Campbell et al., 2003).
Giberelin adalah jenis hormon tumbuhan yang mula-mula diketemukan di
Jepang pada tahun 1930 an dari kajian terhadap padi yang sakit, yang tumbuh
terlalu tinggi (Salisbury dan Ross, 1985). Selanjutnya Arteca (1996) menyatakan
Giberelin merupakan zat yang dikeluarkan oleh cendawan Giberella fujikuroi
yang menyebabkan perpanjangan batang pada berbagai tanaman.
Terdapat bermacam-macam asam giberelin, saat ini sudah 136 macam
giberelin yang telah diidentifikasi dan berasal dari tanaman fungi dan bakteri, GA3
merupakan yang pertama kali dikenal dan diidentifikasi serta paling banyak
digunakan (Sengbusch, 2003). GA3 adalah giberelin pertama yang sangat aktif
dan mempunyai kisaran aktivitas biologi yang sangat lebar. Sumber GA3
komersial diperoleh dari kultur jamur, walaupun GA3 dan banyak GA lainnya
juga terdapat di antara tumbuhan tinggi (Gardner et al., 1991).
GA3 merupakan zat pengatur tumbuh yang mempunyai peranan fisiologis
antara lain: meningkatkan panjang batang, meningkatkan luas daun, menginduksi
pembungaan, meningkatkan panjang tangkai bunga serta memperbesar ukuran
bunga dan buah (Wattimena, 1988). GA3 berperan pada berbagai aspek
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti : pembelahan dan pembesaran
sel,

pembentukan

buah

partenokarpik,

perkecambahan

benih

dorman,

7

pertumbuhan tunas dorman, mobilisasi makanan dan unsur hara pada benih, dan
mengatur pembungaan (Lakitan, 1996). Penggunaan GA3 sebagai salah satu
fitohormon banyak berperan dalam merangsang perkecambahan dan pertumbuhan
tanaman telah banyak dilakukan. Namun tidak semua jenis tanaman memiliki
respon yang sama terhadap hormon dan senyawa kimia tersebut.

Air Kelapa
Salah satu ZPT alami yang pernah digunakan untuk perlakuan invigorasi
adalah air kelapa, air kelapa telah diketahui sebagai sumber yang dapat digunakan
untuk perkembangan embrio, diantaranya adalah sitokinin endogen (Wattimena,
1988). Air kelapa juga mengandung air, protein, lemak, karbohidrat, serat, gula,
alkohol, ion anorganik, vitamin, asam amino, asam organik, enzim, dan
fitohormon (Yong et al., 2009).
Fitohormon yang dapat ditemukan pada air kelapa yaitu sitokinin, auksin,
giberelin, dan asam absisat. Auksin dan sitokinin alami berperan dalam
morfogenesis tanaman dengan mengontrol formasi akar dan tunas yang terbentuk.
Selain itu, sitokinin berperan dalam pembelahan sel, merangsang bentuk dan
aktivitas meristem pucuk, induksi ekspresi gen fotosintesis, mobilisasi hara,
senesen, perkembahan biji, dan respon terhadap stress (Yong et al., 2009). Air
kelapa muda kaya akan senyawa yang merangsang pertumbuhan akar dan daun
(Lakitan, 1996). Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri
(2005), air kelapa muda terdapat kandungan Giberelin (0.460 ppm GA3, 0.255
ppm GA5, 0.053 ppm GA7), Sitokinin (0.441 ppm Kinetin, 0.247 ppm Zeatin)
dan Auksin (0.237 ppm IAA).
Penggunaan air kelapa dalam perbanyakan secara konvensional (non
kultur jaringan) belum banyak dilakukan. Hidayat (2000) melakukan penelitian
untuk mempercepat perkecambahan pinang dengan cara merendamnya dalam air
kelapa konsentrasi 100% selama 6, 12, 18, 24 dan 30 jam. Perlakuan perendaman
selama 24 jam dalam air kelapa memberikan hasil yang paling baik dalam
meningkatkan daya berkecambah biji pinang, dengan presentase perkecambahan
98.

66%.

Hal

ini

berbeda

perkecambahannya hanya 92%.

nyata

dengan

kontrol

yang

presentase

8

Polyethylene Glycol
Simulasi cekaman kekeringan banyak dilakukan dengan menggunakan
larutan osmotikum yang dapat mengontrol potensial air dalam media tanaman.
Terdapat tiga jenis bahan osmotikum yang sering digunakan yaitu melibiose,
mannitol dan PEG. Menurut Verslues et al. (2006) diantara ketiga bahan
osmotikum tersebut ternyata PEG merupakan bahan yang terbaik untuk
mengontrol potensial air dan tidak dapat diserap tanaman. PEG menyebabkan
penurunan potensial air secara homogen sehingga dapat digunakan untuk meniru
besarnya potensial air tanah (Michel dan Kaufman, 1973).
Asay dan Johnson (1983) menyatakan bahwa simulasi cekaman
kekeringan

dengan

menggunakan

larutan

PEG

dapat

mendeteksi

dan

membedakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan serta tidak bersifat
racun bagi tanaman. Keunggulan sifat PEG tersebut memungkinkan PEG dapat
digunakan sebagai alternatif dalam seleksi pada kondisi cekaman kekeringan pada
fase perkecambahan (Ogawa dan Yamauchi, 2006).
Tanaman

melakukan

beberapa

strategi

yang

dimulai

saat

fase

perkecambahan dan pertumbuhan awal vegetatif dalam menghadapi cekaman
kekeringan dengan membentuk formasi akar yang dalam dan percabangan akar
yang banyak. Selain itu tanaman juga dapat mempertahankan turgor sel dalam
kondisi cekaman kekeringan dengan mengakumulasi senyawa organik yang dapat
menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim yaitu prolin
(Tardieu dalam Sopandie, 2006).

 
 

 

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Dramaga. Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012.

Bahan dan Alat
Bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini berupa
satu

lot

benih

mentimun

varietas

Harmoni,

Percobaan

devigorasi

menggunakan etanol 96%. Percobaan invigorasi menggunakan air kelapa, GA3
80 ppm dan GA3 100 ppm, serta percobaan kondisi sub optimum
menggunakan Polyethylene glycol (PEG) 6000.
Alat-alat yang digunakan adalah gelas ukur, penyaring benih, pinset,
timbangan, kain strimin, alat pengaduk (stirer), kertas merang, germinator, alat
pengecambah benih (APB tipe 72-1), serta label.

Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri dari percobaan pendahuluan, dan dua percobaan
utama, yaitu pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih pada
kondisi optimum dan pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas benih
pada kondisi suboptimum.

Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)
Percobaan

devigorasi

dilakukan

untuk

menentukan

metode

pengusangan cepat yang dapat menghasilkan benih dengan tingkat viabilitas
rendah (60-75%). Benih diusangkan dengan menggunakan larutan etanol 96%
selama 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Setiap perlakuan diulang tiga kali.
Waktu pengusangan yang menghasilkan daya berkecambah rendah akan
digunakan untuk percobaan I dan II. Peubah yang diamati adalah daya
berkecambah.
 

10

Pada percobaan ini menggunakan regresi linier sederhana. Pendekatan
dengan analisis regresi linier sederhana bertujuan untuk mengetahui dan
membandingkan hubungan antara daya berkecambah dan waktu pengusangan
benih. Persamaan regresi yang diperoleh dari analisis tersebut yaitu :
Y = a + bX
Dengan :
Y = parameter daya berkecambah
a = titik potong garis dengan sumbu y
b = kemiringan atau koefisien regresi
X = waktu pengusangan benih (peubah tetap)
Hasil analisis regresi yang digunakan adalah analisis korelasi regresi
antara waktu pengusangan benih dengan parameter daya berkecambah. Nilai
koefisien korelasi (r) digunakan untuk melihat keeratan hubungan antara
waktu pengusangan benih dengan parameter daya berkecambah benih. Nilai
korelasi yang mendekati 1 (r ≈ 1) menggambarkan adanya keeratan hubungan
atau korelasi antara waktu pengusangan benih dengan berbagai parameter
daya berkecambah benih.

Percobaan Utama (Invigorasi)
Tahapan berikutnya merupakan percobaan invigorasi dengan benih
yang tingkat viabilitas rendah (60-75%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%).
Percobaan invigorasi menggunakan perlakuan: Kontrol, air kelapa muda, GA3
80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa muda + GA3 80 ppm, dan air kelapa muda +
GA3 100 ppm.

Percobaan I : Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Optimum
Percobaan I adalah pengaruh perlakuan invigorasi terhadap viabilitas
benih pada kondisi optimum dengan menggunakan Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT). Percobaan ini terdiri atas dua faktor. Faktor
pertama adalah viabilitas benih yang terdiri dari dua tingkat viabilitas yaitu :
viabilitas tinggi (85-95%) dan viabilitas rendah (60-75%). Faktor kedua adalah

11

perlakuan invigorasi yang terdiri atas enam taraf. Kombinasi perlakuan yang
dihasilkan adalah 12 percobaan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali
sehingga totalnya adalah 36 satuan percobaan. Satu satuan percobaan terdiri
atas 25 butir benih. Peubah yang diamati adalah daya berkecambah, berat
kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh, dan potensi tumbuh
maksimum.
Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + ɛij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j
μ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh ulangan ke-j
ɛij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan komposisi media ke-i dan
ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) pada selang kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Percobaan II: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Suboptimum
Percobaan II adalah percobaan yang dilakukan untuk simulasi kondisi
kekeringan menggunakan PEG 6000 dengan potensial air -2 bar. Pada
percobaan ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
dengan dua faktor, faktor pertama adalah viabilitas benih yang terdiri dari dua
tingkat viabilitas yaitu : viabilitas tinggi (85-95%) dan viabilitas rendah (6075%). Faktor kedua adalah perlakuan invigorasi yang terdiri atas enam taraf.
Kombinasi perlakuan yang dihasilkan adalah 12 percobaan. Setiap perlakuan
diulang sebanyak tiga kali sehingga totalnya adalah 36 satuan percobaan. Satu
satuan percobaan terdiri atas 25 butir benih. Peubah yang diamati adalah daya
berkecambah, berat kering kecambah normal, indeks vigor, kecepatan tumbuh,
dan potensi tumbuh maksimum.

12

Model linier yang digunakan adalah sebagai berikut :
Yij = μ + αi + βj + ɛij
Keterangan :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan komposisi media ke-i dan ulangan ke-j
μ = rataan umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh ulangan ke-j
ɛij = pengaruh galat percobaan pada perlakuan komposisi media ke-i dan
ulangan ke-j
Uji lanjut yang digunakan adalah Duncan’s Multiple Range Test
(DMRT) pada selang kepercayaan 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian
Percobaan Pendahuluan (Devigorasi)
Benih sebanyak 25 butir/ulangan dimasukkan kedalam gelas berisi
larutan etanol 96% sebanyak 500 ml. waktu penderaan dilakukan dengan
interval waktu 24 jam, 48 jam, 72 jam dan 96 jam. Pengujian dilakukan
dengan metode pengecambahan UKDdp (Uji Kertas Digulung Didirikan
dalam Plastik) dengan setiap perlakuan diulang tiga kali. Benih ditanam pada
media kertas merang yang telah dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat
pengecambah benih (APB 72-1). peubah yang diamati adalah daya
berkecambah.

Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Optimum
Percobaan invigorasi dilakukan setelah mendapatkan tingkat viabilitas
rendah (60-75%) hasil dari percobaan pendahuluan. Perlakuan invigorasi
menggunakan dua tingkat viabilitas benih yaitu tingkat viabilitas rendah (6075%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%) dengan berbagai perlakuan
iinvigorasi yaitu: kontrol (P0), benih direndam dalam larutan air kelapa muda
(P1), benih direndam dalam 80 ppm GA3 (P2), benih direndam dalam 100

13

ppm GA3 (P3), benih di rendam dalam larutan campuran air kelapa muda +
GA3 80 ppm (P4), dan benih direndam dalam larutan campuran air kelapa
muda + GA3 100 ppm (P5) selama 24 jam. Pengujian dilakukan dengan kertas
merang dilembabkan menggunakan air. Benih sebanyak 25 butir/ulangan
dikecambahkan dengan metode pengecambahan UKDdp dengan setiap
perlakuan diulang tiga kali. Benih ditanam pada media kertas merang yang
telah dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat pengecambah benih (APB
72-1).
Percobaan II. Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Suboptimum
Perlakuan invigorasi terhadap viabilitas pada kondisi suboptimum
yaitu mengkondisikan media tanam dengan kondisi kekeringan yang
disimulasikan menggunakan PEG 6000 dengan potensial air -2 bar (Lampiran
2). Pengujian dengan PEG 6000 dilakukan dengan kertas merang dilembabkan
menggunakan larutan PEG 6000 pada kondisi potensial air -2 bar. Perlakuan
invigorasi menggunakan dua tingkat viabilitas benih yaitu tingkat viabilitas
rendah (60-75%) dan tingkat viabilitas tinggi (85-95%) dan melakukan
perendaman benih dengan air (P0), benih direndam dalam larutan air kelapa
muda (P1), benih direndam dalam 80 ppm GA3 (P2), benih direndam dalam
100 ppm GA3 (P3), benih direndam dalam larutan campuran air kelapa muda +
GA3 80 ppm (P4), dan benih direndam dalam larutan campuran air kelapa
muda + GA3 100 ppm (P5) selama 24 jam. Perlakuan diulang sebanyak tiga
kali ulangan. Benih sebanyak 25 butir/ulangan dikecambahkan dengan metode
pengecambahan UKDdp. Benih ditanam pada media kertas merang yang telah
dilembabkan dan dimasukkan kedalam alat pengecambah benih (APB 72-1).

Pengamatan

1. Viabilitas potensial dengan tolok ukur daya berkecambah (DB)
Perhitungan persentase DB dilakuan dengan menghitung kecambah
normal pada perhitungan hari pertama (3 HST) dan hari kedua (5 HST)
dihitung dengan menggunakan rumus :

14

DB
Keterangan :

∑B

∑ KN I

KN II

x

%

Σ KN I = Jumlah kecambah normal pada pengamatan I
Σ KN II = Jumlah kecambah normal pada pengamatan II
2. Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Berat kering kecambah didapatkan dengan mengeringkan kecambah yang
telah berumur 5 hari setelah tanam dalam oven dengan suhu 60⁰ C selama
3x24 jam, kemudian bibit ditimbang.

3. Indeks Vigor (IV)
Pengamatan dilakukan terhadap jumlah kecambah normal pada hitungan
hari pengamatan pertama (3 HST).
Rumus yang digunakan adalah :
IV =

Σ

Σ KN

Keterangan:

I

x

%

IV = Indeks Vigor
Σ KN = Jumlah kecambah normal
4. Kecepatan Tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh benih (KCT) dihitung berdasarkan jumlah presentasi
pertambahan kecambah normal. Setiap kali pengamatan, jumlah presentase
kecambah normal dibagi dengan etmal (24 jam). Nilai etmal kumulatif
diperoleh dari saat benih ditanam sampai dengan waktu pengamatan.
Rumus yang digunakan adalah:

% KNi
waktu pengamantan ke

i

15

Keterangan :
KCT

= Kecepatan tumbuh benih (%/etmal)

KN

= Kecambah normal

i

= Etmal

5. Viabilitas total dengan tolok ukur potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih diperoleh dengan menghitung jumlah
benih yang berkecambah dengan kriteria perkecambahan yang ditinjau dari
aspek fisiologi. Berdasarkan tinjauan ini benih dinyatakan berkecambah
walaupun embrio baru memunculkan radikula (calon akar).
Rumus yang digunakan adalah :

Keterangan :

PTM = ∑

∑ KN + AN)

x 100%

PTM

: Persentase potensi tumbuh maksimum

∑ KN

: Jumlah kecambah normal

 
 

 

HASIL DAN PEM
MBAHAS
SAN

Percobaan Pendahu
uluan (Deviigorasi)
Meetode penguusangan ceppat kimia dilakukan
d
deengan menggusangkan benih
b
dilakukan perendam
man mengguunakan larrutan etanool 96%. W
Waktu pend
deraan
dilakukan dengan inteerval waktuu 24 jam, yaaitu 0, 24, 488, 72, dan 996 jam.
Haasil percobaaan pendahuuluan menu
unjukkan baahwa viabillitas benih dapat
diturunkann dari 94.666% menjaadi 45.33%
% melalui pengusanga
p
an cepat deengan
perendamaan dalam laarutan etanool 96% selam
ma 96 jam (Gambar
(
1)..

Gambar 1. Kurva penurunan daya berk
kecambah setelah diuusangkan secara
s
kimiawii dengan etaanol 96 %
Beerdasarkan Gambar
G
1 hasil pengu
usangan kim
miawi mengggunakan etanol
e
96%, bennih mentim
mun dapaat mencapaai viabilitaas 60% ppada perlaakuan
pengusanggan 85 jam
m 11 menit. Hal ini merujuk
m
padda pernyataaan Sadjad et al.
(1999) baahwa batas penurunan viabilitas benih
b
yang diberi penggusangan adalah
a
40% sehinngga viabilittas benih mencapai
m
60%
%.
Meetode penguusangan cepat (MPC) dengan peerlakuan perrendaman dalam
d
etanol 966% merupaakan salahh satu meetode yangg dapat diigunakan untuk
u
menurunkkan viabilittas benih selain
s
perlaakuan fisikk menggunnakan suhu
u dan
kelembabaan nisbi yaang tinggi. Hasil pen
nelitian Agustin (20100) menunju
ukkan
bahwa pennggunaan konsentrasi
k
e
etanol
20%
% dinilai paliing efektif ddigunakan untuk
u
membedakkan tingkat vigor ketahhanan benih
h kedelai teerhadap penngusangan cepat.
c
 

17

Manfaat dari pengusangan cepat benih secara kimia adalah waktu yang digunakan
dalam pelaksanaanya lebih cepat dan cendawan tidak mampu berkembang. Hasil
dari perlakuan pengusangan cepat juga digunakan sebagai indikator status vigor
benih berdasarkan laju/kecepatan penurunan viabilitas. Benih yang vigornya
tinggi akan memperlihatkan penurunan yang lebih lambat dibandingkan benih
yang vigornya rendah.

Percobaan I: Pengaruh Perlakuan Invigorasi terhadap Viabilitas Benih
Mentimun pada Kondisi Optimum
Sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan invigorasi dan
perlakuan tingkat viabilitas pada kondisi optimum berpengaruh sangat nyata
terhadap semua tolok ukur.
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis ragam pengaruh tingkat viabilitas, perlakuan
invigorasi dan interaksinya terhadap viabilitas benih pada kondisi
optimum.
Tolok ukur
Daya berkecambah
Berat kering kecambah normal
Indeks vigor
Kecepatan tumbuh
Potensi tumbuh maksimum

TV
**
**
**
**
**

Perlakuan
I
**
**
**
**
**

TVxI
**
*
**
**
**

Keterangan: TV = tingkat viabilias, I = invigorasi, * berpengaruh nyata pada taraf 5%, **
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

Pengaruh interaksi antara perlakuan tingkat viabilitas dan invigorasi
(TVxI) berpengaruh nyata terhadap berat kering kecambah normal (BKKN).
Interaksi tersebut juga berpengaruh sangat nyata terhadap daya berkecambah
(DB), indeks vigor (IV), kecepatan tumbuh (KCT), dan potensi tumbuh maksimum
(PTM).

Daya Berkecambah (DB)
Berdasarkan hasil uji lanjut pada Tabel 2 terlihat bahwa perlakuan air
kelapa pada kondisi optimum, dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1) dapat
meningkatkan daya berkecambah dari 90.667% menjadi 91.889% (Tabel 2)

18

walaupun tidak berbeda nyata. Air kelapa mengandung zeatin yang termasuk
kelompok sitokinin. Sitokinin yang terdapat dalam air kelapa terbukti mampu
mendorong pembelahan sel pada jaringan akar wortel (Salisbury dan Ross, 1995).

Tabel 2. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap daya
berkecambah (%) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi
Kontrol
Air kelapa
GA3 80 ppm
GA3 100 ppm
Air kelapa + GA3 80 ppm
Air kelapa + GA3 100 ppm
 

TV 1
90.67 a
91.89 a
90.00 a
84.00 a
89.33 a
85.33 a
88.54 P

Tingkat viabilitas
TV 2
72.00 a
28.00 b
70.67 a
65.33 a
00.00 c
04.00 bc
40.00 Q

Rata – rata
81.33 A
59.94 B
80.33 A
74.67 A
44.67 B
44.67 B

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum
dianalisis data ditransformasi ke dalam √
.5.

Pada tingkat viabilitas rendah (TV 2) tidak ada satu perlakuan yang dapat
meningkatkan daya berkecambah melebihi perlakuan kontrol. Daya berkecambah
mengalami penurunan dan tidak menunjukkan pertumbuhan kecambah normal
pada perlakuan air kelapa + GA3 80 ppm.
Rendahnya daya berkecambah pada perlakuan yang menggunakan air
kelapa bahkan pada perlakuan air kelapa + GA3 80 ppm tidak terjadi pertumbuhan
kecambah normal diduga karena air kelapa yang direndam dengan suhu ruang ±
29ºc selama 24 jam mengakibatkan air kelapa mengalami fermentasi dan
perubahan kimia, sehingga berpengaruh terhadap struktur dalam benih. Faktorfaktor lain yang mempengaruhi perkecambahan benih terdiri dari faktor luar dan
faktor dalam. Faktor luar yaitu faktor air, suhu, oksigen, media dan cahaya.
Sedangkan faktor dalam diantaranya tingkat kemasakan benih, ukuran benih,
dormansi dan penghambat berkecambahan (Sutopo, 2004)

Berat Kering Kecambah Normal (BKKN)
Hasil analisis Tabel 3 pada kondisi optimum dengan tingkat viabilitas
tinggi (TV1), GA3 100 ppm dapat meningkatkan berat kering kecambah normal

19

dari 0.516 g, menjadi 0.520 g. Dan pada viabilitas rendah (TV2), GA3 80 ppm
meningkatkan berat kering kecambah normal dari 0.350 g menjadi 0.380 g
walaupun sama-sama tidak berbeda secara nyata, begitupun dengan jumlah rataratanya.
Hasil analisis uji lanjut pada tingkat viablilitas rendah (TV2), perlakuan
menggunakan air kelapa muda menurun dibandingkan perlakuan menggunakan
GA3, pada percobaan ini (Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap berat kering
kecambah normal (g) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi
Kontrol
Air kelapa
GA3 80 ppm
GA3 100 ppm
Air kelapa + GA3 80 ppm
Air kelapa + GA3 100 ppm
Rata – rata

Tingkat viabilitas
TV 1
TV2
0.516 a
0.350 ab
0.513 a
0.170 cd
0.515 a
0.380 ab
0.520 a
0.330 bc
0.510 a
0.000 e
0.443 ab
0.013 de
0.503 P
0.207 Q

Rata – rata
0.433 A
0.341 AB
0.447 A
0.425 A
0.255 B
0.228 B

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.

Menurut Sadjad (1989) bobot kering kecambah normal merupakan tolok
ukur viabilitas potensial yang menggambarkan banyaknya cadangan makanan
yang tersedia sehingga bila dikondisikan pada lingkungan yang sesuai mampu
tumbuh dan berkembang dengan baik, bobot kering kecambah yang tinggi dapat
menggambarkan pemanfaatan cadangan makanan dalam benih yang efisien.

Indeks Vigor (IV)
Hasil analisis uji lanjut pada Tabel 4 menunjukkan tingkat viabilitas tinggi
(TV1) dengan perlakuan air kelapa, GA3 80 ppm, GA3 100 ppm, air kelapa + GA3
80 ppm, air kelapa + GA3 100 ppm mampu meningkatkan indeks vigor dari 60 %
menjadi 72.67%, 72.00%, 73.33%, 72.00%, dan 65.33% walaupun secara statistik
hal ini tidak berbeda secara nyata.

20

Berbeda dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1), tingkat viabilitas rendah
(TV2) tidak ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan indeks vigor, tetapi
pada perlakuan menggunakan GA3 80 ppm mampu mengimbangi kontrol yaitu
sebesar 53.33 %.

Tabel 4. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap indeks vigor
(%) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi
Kontrol
Air kelapa
GA3 80 ppm
GA3 100 ppm
Air kelapa + GA3 80 ppm
Air kelapa + GA3 100 ppm
Rata – rata

Tingkat viabilitas
TV 1
TV2
60.00 a
53.33 a
72.67 a
20.00 b
72.00 a
53.33 a
73.33 a
38.67 a
72.00 a
00.00 b
65.33 a
00.00 b
69.22 P
27.55 Q

Rata – rata
56.67 AB
46.33 BC
62.67 A
56.00 AB
36.00 C
32.67 C

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah. Sebelum
dianalisis data ditransformasi ke dalam √
.5.

Hormon tumbuh ada yang bersifat alami dan ada yang bersifat sintesis.
Giberelin merupakan hormon tumbuh pada tanaman yang bersifat sintesis dan
berperan mempercepat perkecambahan. Penggunaan giberelin untuk mempercepat
perkecambahan telah banyak dilakukan. Penelitian Murniati dan Zuhri (2002)
mengungkapkan bahwa giberelin mampu mempercepat perkecambahan biji kopi.
Giberelin merupakan senyawa organik yang berperan penting dalam proses
perkecambahan, karena dapat mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam benih. Air
kelapa juga mengandung giberelin alami dalam jumlah yang sangat sedikit.
Berdasarkan hasil analisis hormon yang dilakukan oleh Savitri (2005), air kelapa
muda mengandung Giberelin (0.460 ppm GA3, 0.255 ppm GA5, 0.053 ppm GA7),
Sitokinin (0.441 ppm Kinetin, 0.247 ppm Zeatin) dan Auksin (0.237 ppm IAA).

Kecepatan Tumbuh (KCT)
Hasil analisis ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa pada kondisi optimum
perlakuan menggunakan air kelapa, GA3 80 ppm, dan air kelapa + GA3 80 ppm

21

pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) meningkat dari 27.47 %/etmal menjadi 28.89
%/etmal, 28.50 %/etmal, dan 28.26 %/etmal walaupun tidak berbeda secara nyata.

Tabel 5. Pengaruh interaksi tingkat viabilitas dan invigorasi terhadap kecepatan
tumbuh (%/etmal) benih mentimun pada kondisi optimum.
Perlakuan invigorasi
Kontrol
Air kelapa
GA3 80 ppm
GA3 100 ppm
Air kelapa + GA3 80 ppm
Air kelapa + GA3 100 ppm
Rata – rata

TV 1
27.47 a
28.89 a
28.50 a
27.04 a
28.26 a
26.64 a
27.80 P

Tingkat viabilitas
TV2
22.11 a
08.67 b
22.11 a
19.35 a
00.00 b
00.86 b
12.18 Q

Rata – rata
24.79 A
18.78 AB
25.30 A
23.20 A
14.13 B
13.75 B

Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT
α = 0.05. TV1 = tingkat viabilitas tinggi. TV2 = tingkat viabilitas rendah.

Pada tingkat viabilitas rendah (TV2) tidak ada satu perlakuan invigorasi
yang dapat meningkatkan kecepatan tumbuh, tetapi pada perlakuan menggunakan
GA3 80 ppm mampu mengimbangi kontrol sebesar 22.11 %/etmal. Berdasarkan
hasil dari rata-rata tingkat viabilitas TV1 dan TV2 menunjukkan bahwa perlakuan
GA3 80 ppm cenderung dapat meningkatkan kecepatan tumbuh dari 24.79
%/etmal menjadi 25.30 %/etmal walaupun tidak berbeda nyata.

Potensi Tumbuh Maksimum (PTM)
Pada tingkat viabilitas tinggi (TV1) dan rendah (TV2) pada Tabel 6, tidak
ada satu perlakuan yang dapat meningkatkan potensi tumbuh maksimum, tetapi
pada perlakuan air kelapa+ GA3 80 ppm dengan tingkat viabilitas tinggi (TV1),
mampu mengimbangi kontrol yaitu sebesar 96%. Hal ini diduga karena benih
mengalami kemunduran yang tidak dapat balik kembali