Efektivitas Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Memperbaiki Produktivitas Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.) Berdasarkan Periode Pemanenan

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagian besar peternakan di Indonesia merupakan peternakan rakyat yang
memberikan pakan ternaknya berbasis hijauan. Masalah utama dari hijauan makanan
ternak (HMT) di Indonesia yakni rendahnya kandungan protein HMT untuk
mendukung produktivitas ternak ruminansia.
Salah satu jenis HMT yang produktif, kandungan gizinya baik, dan telah
banyak dikembangkan di peternakan rakyat yakni Pennisetum purpureum Schum.
atau yang lebih dikenal di Indonesia dengan rumput gajah. Produktivitas yang tinggi
pada rumput gajah perlu didukung oleh ketersediaan zat unsur hara yang seimbang.
Pemupukan yang dilakukan untuk meningkatkan produksi hijauan seringkali tidak
sebanding dengan tingkat produksi dan tingkat pencemaran pupuk yang dihasilkan.
Menurut Munawar (2011), beberapa jenis pupuk yang banyak dipakai dalam
pertanian, seperti yang mengandung amonium dan kalsium monofosfat merupakan
sumber kemasaman di dalam tanah karena lebih mudah teroksidasi. Pemberian fungi
mikoriza arbuskula diharapkan dapat menjadi alternatif teknologi ramah lingkungan
dan efisiensi biaya pupuk bagi peternak dalam meningkatkan produksi HMT.
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) adalah asosiasi simbiosis antara akar
tanaman dan fungi. Peran utama FMA adalah untuk meningkatkan serapan hara dan
air oleh tanaman inang (Karti et al., 2012). Pemberian FMA berpengaruh terhadap
peningkatan kualitas serapan P dan N total (Karti dan Setiadi, 2011). FMA dapat

digunakan sebagai pupuk hayati yang dapat meningkatkan produktivitas tanah dan
tanaman (Nurbaity et al., 2009). Oleh karena itu, perlu kajian mendalam terhadap
efektivitas FMA dalam memperbaiki produktivitas rumput gajah berdasarkan periode
pemanenan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat produksi rumput gajah
yang diinokulasi mikoriza berdasarkan periode panen berbeda dan mengetahui
produktivitas rumput gajah dengan pengurangan pupuk.

1

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Gajah (Pennisetum purpureum Schum.)
Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput untuk HMT unggul yang
dapat memberikan produksi dan nilai gizi yang tinggi serta mempunyai daya adaptasi
lingkungan yang cukup luas. Rumput ini berasal dari daerah Afrika tropis kemudian
menyebar keseluruh daerah tropis dan subtropis (Whiteman et al., 1974). Menurut
Reksohadiprodjo (1985), rumput gajah adalah tanaman tahunan, termasuk dalam
famili Graminae, genus Pennisetum dan spesies purpureum, tumbuh cepat dan tegak
mencapai 2-4 meter, perakarannya dalam dengan rizom-rizom yang pendek serta

membentuk rumpun dengan jumlah batang setiap rumpun berkisar antara 20-200
batang. Batang tebal mengeras bila menua, ditutupi seludang daun yang agak
berbulu. Daun berbentuk panjang seperti pita dan berbulu, panjang daun bisa
mencapai 30-120 cm dengan lebar kurang dari 30 cm (Hughes et al., 1976 dan
Humprey, 1974).
Kismono (1979) mengemukakan bahwa varietas rumput gajah yang terkenal
adalah: Varietas Afrika, Varietas Hawaii dan Varietas Capricorn. Rumput gajah
varietas Hawaii sangat produktif dibandingkan varietas lainnya. Kapasitas produksi
dapat mencapai 100 sampai 200 ton hijauan segar perhektar pertahun. Menurut
Mcllroy (1977) produksi dapat mencapai lebih dari 290 ton hijauan segar perhektar
pertahun, bila berada di daerah yang lembab dengan sistem irigasi.
Rumput gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau
sobekan rumpun. Panjang stek yang dianjurkan adalah 20-25 cm, minimal terdiri atas
dua buah buku dan diambil dari tanaman berumur 3-6 bulan (Reksohadiprodjo,
1985).
Pemupukan pada rumput gajah juga sangat menentukan tingkat produksi
yang dihasilkan. Menurut Sastrapradja dan Johar (1980), untuk merangsang
pertumbuhan daun rumput gajah biasanya diberikan pupuk nitrogen, phospor dan
kapur dalam keadaan seimbang. Hasil penelitian Susetyo (1980) di Bogor
menunjukkan bahwa pada tanah latosol, pemberian N sebesar 300 kg/ha, P dan K

masing-masing 200 kg/ha memberikan hasil rumput gajah terbaik, yaitu 32
ton/ha/panen produksi bobot kering dan 6,4% protein kasar tiap kali pemotongan.

2

Interval Pemanenan Rumput Gajah
Interval devoliasi 60 hari pada rumput gajah memberikan pertumbuhan dan
produksi rumput gajah paling tinggi, akan tetapi interval devoliasi 50 hari
menunjukkan respon yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produktivitas
rumput gajah yang berada dibawah tegakan pohon sengon (Vanis et al., 2007).
Reksohadiprodjo (1985) juga menyebutkan, pemotongan pertama dilakukan setelah
tanaman berumur 50-60 hari agar tanaman itu tumbuh anakan baru dan pemotongan
berikutnya adalah setiap 40 hari dimusim hujan dan 60 hari di musim kemarau
dengan meninggalkan batang setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah.
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)
Mikoriza berasal dari kata miko/mykes yang berarti jamur dan riza yang
berarti akar tanaman. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi system
perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehigga tanaman
yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam
penyerapan unsur hara (Rungkat, 2009). Menurut Smith dan Read (2008) Jamur

mikoriza vesicular arbuskula termasuk kelas zycomycetes ordo Glomales (Gambar 1)

Gambar 1. Taksonomi FMA
Sumber: Smith dan Read, 2008

3

Sekitar (82%) dari semua spesies tumbuhan tinggi dapat bersimbiosis dengan
jamur mikoriza (Brundrett, 2002). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh oleh
tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza antara lain, meningkatkan penyerapan
unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, tahan terhadap serangan
patogen akar, dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh, dan dapat
menggantikan sebagian dari kebutuhan pupuk (Setiadi, 1989).
Mikoriza vesicular arbuskular tidak membentuk sarung pelindung, infeksi
jamur di sistem perakaran pada kebanyakan tanaman yang ditanam biasanya
menyerbu beberapa lapisan terluar korteks akar. Hifa menembus sel-sel individu dan
membentuk arbuskula dalam sel dan vesicular disebelah luar sel inang (Gambar 2)
(Rungkat, 2009).

Gambar 2. Penampang Memanjang Anatomi Mikoriza yang Disederhanakan

Sumber: Brundrett, 2008

Berdasarkan struktur tubuhnya dan cara infeksi terhadap tanaman inang,
mikoriza dikelompokkan atas ektomikoriza, endomikoriza atau yang lebih dikenal
dengan Vesicular-Arbuscula Mycorrhiza (VAM) atau Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) dan ektendomikoriza (Setiadi, 1989). FMA memperoleh karbon dari tanaman
inangnya, dan sebagai imbalannya FMA meningkatkan penyerapan nutrien dan
berbagai manfaat lain seperti perlindungan terhadap patogen, dan stabilitas tanah.
Karbon ini digunakan selain untuk pembentukan hifa, digunakan pula untuk
kelanjutan kehidupan jamur, seperti pembentukan spora (Rooney et al., 2011).
Penyerapan nutrisi yang meningkat karena adanya interaksi yang sinergis
antara FMA dengan mikroorganisme tanah yang bermanfaat untuk membantu
pemecahan N dan pelarut P (Turk et al., 2006). Mikoriza dikenal efektif dalam
meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan biomassa dari banyak

4

tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009).
Peran utama dari FMA adalah menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena
infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mudah

penyerapannya di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam
bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mudah diserap seperti fosfor
organik dan kalsium fosfat (Turk et al., 2006). Menurut Fakuara et al. (1993), akar
yang mempunyai struktur mikoriza mempunyai kemampuan yang lebih banyak
dalam memanen P dan unsur-unsur lainnya karena mempunyai bidang kontak khusus
antara dinding sel korteks dengan hifa fungi pembentuk mikoriza.
Tanaman yang bermikoriza menurut Rungkat (2009), biasanya tumbuh lebih
baik daripada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut:
a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman
inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c)
mikoriza dapat berdaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza
dapat melindungi tanaman dari patogen akar, e) mikoriza dapat memperbaiki
produktivitas

tanah

dan

memantabkan


struktur

tanah.

Munawar

(2011)

menambahkan bahwa mikoriza mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
keracunan unsur, suhu ekstrem, dan pH rendah. Pada tanaman rumput pengaruh
mikoriza terhadap pertumbuhan juga cukup baik. Karti et al. (2012) menyatakan
bahwa inokulasi FMA pada Stylosanthes seabrana mampu meningkatkan berat
kering, proten kasar, produksi gas, dan kecernaan bahan organik dalam kondisi
kekeringan. Zhang et al. (2011), tanaman yang diinokulasi FMA memiliki tinggi
yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dalam tanah lapang
dengan penggunaan pupuk organik yang optimal sangat meningkatkan pertumbuhan
jagung dan serapan hara.
Intensitas infeksi FMA dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, meliputi
pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas cahaya, musim, kelembaban tanah,

pH kepadatan inokulum, dan tingkat kerentanan tanaman. Menurut Muhammad et al.
(2003) infeksi FMA yang diinokulasikan lebih dipengaruhi oleh faktor abiotik
termasuk tanah, kondisi lingkungan dan kegiatan pertanian, dan ditambahkan pula
oleh Muthukumar dan Udaiyan (2002) yakni faktor iklim dan edafis.

5

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Maret 2012.
Bertempat di Laboratorium Lapang Agrostologi Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor. Analisa infeksi akar dan jumlah spora dilakukan di Laboratorium
Agrostologi Fakultas Peternakan IPB.
Materi
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, stek Pennisetum
purpureum Schum., berasal dari Laboratorium Agrostologi, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor. Inokulum FMA yang digunakan dengan merk dagang
mycofer, diperoleh dari Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat
Penelitian Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Pupuk (Urea, KCl, SP-36, dan
organik). Peralatan yang digunakan meliputi: timbangan digital, sabit, traktor,

cangkul, tali rafia, selang air, sekop kecil, amplop coklat, penggaris kayu, dan oven.
Prosedur
Persiapan Lahan
Lahan yang akan digunakan dibersihkan dari sisa-sisa tanaman (land
clearing). Setelah itu dilanjutkan dengan pengolahan tanah yang meliputi kegiatan
membalik dan memecah tanah dengan menggunakan traktor, sehingga lahan siap
tanam. Kemudian dilakukan pemetakan lahan dengan ukuran panjang 4 m x lebar 2
m sebanyak 27 petak yang terdiri dari 3 perlakuan pemupukan, 3 perlakuan interval
pemanenan, dan 3 ulangan. Jarak antar petak adalah 1 m, sedangkan jarak tepi petak
terhadap tanaman paling pinggir adalah 0,5 m. Jarak antar tanaman dalam satu lajur
0,5 m, dalam satu petak terdapat 4 lajur sehingga keseluruhan tanaman dalam satu
petak sebanyak 16 tanaman.
Inokulasi FMA
Setelah penanaman stek rumput gajah pada tiap petak, kemudian didiamkan
selama 1 minggu, kemudian dilakukan inokulasi FMA dengan cara ditaburkan
melingkar di sekitar stek sebanyak 10 gram/tanaman.

6

Pemupukan

Tahap ini merupakan tahap perlakuan yaitu dengan memberikan pupuk pada
masing-masing petak sesuai dengan perlakuan. Dosis penuh (100%) untuk pupuk
SP36 150 kg/ha, pupuk KCl 150 kg/ha, dan pupuk kandang 4 ton/ha. Ketiga jenis
pupuk tersebut diberikan sebelum penanaman. Pemupukan urea pertama dilakukan
pada 14 hari setelah penanaman dan 10 hari setelah panen pertama, dengan dosis
penuh (100%) pupuk urea 200 kg/ha.
Penanaman dan Pemeliharaan
Stek rumput gajah ditanam dengan posisi miring 60o, dibenamkan dalam
tanah hingga pertengahan node pertama dan kedua. Pemeliharaan rumput gajah
dilakukan dengan penyiraman dan pembersihan gulma. Penyiraman dilakukan pada
pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut
gulma apabila terdapat invasi gulma pada bedengan.
Pemanenan
Masa adaptasi dilakukan selama 80 hari setelah tanam. Interval pemanenan
H30 dilakukan 30 hari setelah masa adaptasi, perlakuan H50 dilakukan 50 hari setelah
masa adaptasi dan perlakuan H60 dilakukan 60 hari setelah masa adaptasi. Periode
panen kembali (periode kedua) dilakukan setelah 30 hari untuk H30, 50 hari untuk
H50 dan 60 hari untuk H60.
Rancangan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri

dari 2 faktor dengan 3 kali ulangan. Faktor pertama adalah pemupukan, yakni P0
(kontrol), P1 (penggunaan dosis pupuk 100% tanpa FMA), dan P2 (penggunaan dosis
pupuk 50% + FMA). Faktor kedua adalah interval pemanenan, yaitu H30 (hari panen
ke 30), H50 (hari panen ke 50), dan H60 (hari panen ke 60).
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (analysis of variance)
dan jika hasilnya bersifat nyata akan dilanjutkan dengan uji jarak duncan (Steel and
Torrie, 1993). Analisis data menggunakan Program SPSS Statistics 20.0. Model
linier matematika untuk rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

7

Keterangan:
Yijk

= Hasil pengamatan dari perlakuan faktor A (pemupukan) taraf ke-i dan
faktor B (interval pemanenan) taraf ke –j dengan ulangan ke-k

µ

= Rataan umum

αi

= Pengaruh faktor pemupukan pada taraf ke-i

βj

= Pengaruh faktor interval pemanenan pada taraf ke-j

(αβ)ij = Pengaruh interaksi antara faktor pemupukan taraf ke-i dan faktor interval
pemanenan taraf ke-j
εijk

= Galat percobaan

Peubah yang Diamati
Pertambahan Tinggi Tanaman. Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman
dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan
menggunakan penggaris kayu atau pita ukur. Pertambahan tinggi tanaman diukur
seminggu setelah pemanenan periode pertama. Pertambahan tinggi tanaman diukur
dengan cara meluruskan daun, kemudian mengukur dari permukaan tanah hingga
daun yang terpanjang.
Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tm – T0
Keterangan :
T0 = tinggi vertikal awal (cm)
Tm = tinggi vertikal akhir (cm)
Berat Kering. Jumlah berat kering (BK) tiap tanaman diperoleh setelah dilakukan
pengovenan rumput hasil panen pada suhu 70oC selama 48 jam. Kemudian setelah di
oven rumput gajah kering ditimbang dan diperoleh berat kering dalam satuan
gram/tanaman.
Infeksi Akar. Banyak infeksi ini diukur dengan melihat persentase akar yang
terinfeksi oleh hifa. Sebelum menghitung jumlah infeksi oleh FMA, terlebih dahulu
dilakukan teknik pewarnaan akar yang dikembangkan oleh Philips dan Hayman
(1970) yang dimodifikasi oleh teknik Koske dan Gemma (1989). Pewarnaan akar
dilakukan dengan cara akar yang telah dipotong-potong kemudian dicuci dan

8

dimasukkan kedalam tabung, lalu ditambahkan larutan 2,5% KOH dan tabung
ditutup. Setelah 24 jam KOH dibuang dan diganti dengan yang baru kemudian
didiamkan selama 24 jam. Akar dicuci dan disaring dengan saringan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung, ditambahkan HCl 2% dan dibiarkan selama 24 jam.
Larutan diganti dengan larutan staining dibiarkan selama 24 jam dan simpan pada
tabung film. Untuk menghitung infeksi akar, potongan akar dengan panjang 1 cm
diambil sebanyak 10 buah, kemudian letakkan di gelas preparat dan tutup dengan
cover glass. Agar tidak goyang diberikan PVLG, bila belum dapat dihitung, akar
yang terinfeksi dapat disimpan dikulkas. Persentase jumlah akar yang terinfeksi
dapat dilihat menggunakan mikroskop stereo dengan rumus sebagai berikut:
%Infeksi akar =

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertambahan Tinggi Tiap Minggu
Pertambahan tinggi tanaman mempengaruhi peningkatan jumlah produksi.
Berdasarkan analisis ragam diketahui bahwa perlakuan pemupukan dan perlakuan
interval pemanenan berpengaruh sangat nyata (P

Dokumen yang terkait

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula Terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum Purpureum Schamach ) Pada Tanah Ultisol

4 134 56

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

0 43 56

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol

2 72 56

Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat (Studi Kasus Pada Hutan Pegunungan Sinabung Kabupaten Karo)

2 49 52

Biodiversitas Cendawan Mikoriza Arbuskula pada Rizosfer Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) di Bogor dan Lembang

0 7 62

Efektivitas Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA), Pupuk P dan N terhadap Pertumbuhan dan Produksi Rumput Gajah (Pennisefunz purpureum Schum)

0 10 73

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

0 0 15

PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach) PADA TANAH ULTISOL

0 0 12

Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol

0 0 15

PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach) PADA TANAH ULTISOL

0 0 12