Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol

(1)

PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT

GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach)

PADA TANAH ULTISOL

SKRIPSI

Oleh:

REZA PRABUDI 080306017

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(2)

PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN FUNGI MIKORIZA

ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT

GAJAH MINI (Pennisetum purpureum schamach)

PADA TANAH ULTISOL

SKRIPSI

Oleh:

REZA PRABUDI 080306017

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2014


(3)

Judul : Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach ) pada Tanah Ultisol

Nama : Reza Prabudi NIM : 080306017 Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. . Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

REZA PRABUDI, 2014: “PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum Schamach) PADA TANAH ULTISOL”. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pertumbuhan rumput gajah mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada tanah ultisol dengan pemberian berbagai tingkat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

Penelitian dilaksanakan di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2012. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan level mikoriza arbuskula terdiri dari P0 = 0 gr FMA/polybag (kontrol), P1 = 10 gr FMA/polybag, P2 = 20gr FMA/polybag dan P3 = 30gr FMA/polybag. Parameter yang diteliti adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi bahan kering, dan biomasa akar rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach).

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi rumput Gajah (Pennisetum purpureum) tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu pemberian level mikoriza arbuskula sebanyak 30 gr/polybag dengan hasil rataan tinggi tanaman (135,00 cm), jumlah anakan (12,60 rumpun), produksi bahan kering (20,91 gr), dan biomasa akar (111,33 gr).

Kata kunci: Rumput Gajah, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Tanah Ultisol, Produktivitas Rumput Gajah Mini


(5)

ABSTRACT

REZA PRABUDI, 2014: "EFFECT OF VARIOUS LEVELS ARBUSKULAR MYCORHIZA OF PRODUCTIVITY ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum) ON THE ULTISOL" . Under Supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA’RUF TAFSIN.

This study aimed to examined the growth of elephant grass (Pennisetum purpureum) on the ultisol by granting different levels of arbuscular

mycorrhizal. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, North Sumatera University in June to October 2012. The design used in the study was completely randomized design ( CRD ). Treatment consists of arbuscular mycorrhizal level P0 = 0 g FMA/polybag ( control ), P1 = 10 gr FMA/polybag , P2 = 20gr FMA/polybag and P3 = 30 grams FMA/polybag . The parameters studied were plant height, number of tillers, dry matter production, and root biomass of Elephant Grass (Pennisetum purpureum).The results showed that the production of elephant grass (Pennisetum purpureum) was highest at P3 treatment is the provision of arbuscular mycorrhizal level of 30 g / polybag with the results of the average plant height (135.00 cm), number of tillers (12.60 clumps), production dry matter (20.91 g), and root biomass (111.33 g) .

Keywords : Elephant Grass , Arbuscular Mycorrhizal, Ultisol , Elephant Grass Productivity


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 23 November 1990 dari Ayahanda Sugito, S.Pd.,SP dan Ibunda Susiawati. Penulis merupakan putra pertama dari 3 bersaudara.

Pada tahun 2008, penulis lulus dari SMA Swasta Istiqlal Deli Tua dan pada tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Mandiri UMB. Penulis memilih Program Studi Peternakan.

Penulis melaksanakan Pengabdian Masyarakat dan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) mulai Juni 2011 – Juli 2011 di Peternakan Rakyat Kerbau Perah Desa Sidodadi, Sibirubiru Delitua dan di PT. Adisa Lestari. Serta melaksanakan penelitian Skripsi pada Juli 2012 – Oktober 2012 di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian USU.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) mulai dari tahun 2009 – 2011. Selain itu, penulis juga aktif pada kegiatan Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP).


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini.

Adapun judul penelitian saya adalah “Pengaruh Berbagai Tingkatan Fungi Mikoriza Arbuskula terhadap Produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada Tanah Ultisol”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Dharma Bakti, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian USU dan Bapak

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, M.Si selaku Ketua Prodi Peternakan FP USU. Serta kepada Bapak Ir. Armyn Hakim Daulay, MBA dan Bapak Usman Budi, S.Pt., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan arahannya dalam penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat membantu memberikan informasi dan bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan serta pelaku usaha bidang peternakan.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol ... 4

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 5

Pengaruh FMA terhadap Tanaman ... 7

Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ... 9

Kualitas Hijauan Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) ... 13

Pertumbuhan Tanaman dan Pemotongan ... 15

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat Penelitian ... 19

Bahan ... 19

Alat ... 19

Metode Penelitian... 20

Peubah yang Diamati 1. Pertumbuhan Tinggi Vertikal Tanaman ... 20

2. Jumlah Anakan ... 21

3. Produksi Segar dan Kering ... 21

4. Biomasa Akar ... 21

Teknik Pelaksanaan ... 21

1. Teknik Persiapan ... 21

2. Penanaman dan Pemberian Inokulan ... 21

3. Perlakuan Trimming ... 22

4. Pemeliharaan ... 22

5. Pemanenan dan Pengambilan Sampel ... 22

Analisis Data ... 22

HASIL DAN PEMBAHSAN Tinggi Tanaman (cm) ... 23


(9)

Jumlah Anakan ... 26

Produksi Bahan Kering (g) ... 30

Biomasa Akar(g) ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 35

Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Analisa Beberapa Spesies Rerumputan pada Umur 3 - 4 Minggu ... 11

2. Rataan Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan I ... 22

3. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Tinggi Rumput (cm) pada Pemotogan I ... 22

4. Rataan Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan II ... 23

5. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan II ... 24

6. Rataan Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan III ... 25

7. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan III ... 26

8. Rataan Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan I ... 26

9. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan I ... 27

10. Rataan Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan II... 28

11. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan II... 29

12. Rataan Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan III ... 30

13. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan III ... 31

14. Rataan Produksi Bahan Kering (g) Rumput pada Pemotongan I ... 31

15. Rataan Produksi Bahan Kering (g) Rumput pada Pemotongan II ... 32


(11)

17. Rataan Biomasa Akar Rumput (g) ... 34 18. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan terhadap Biomasa Akar(g) Rumput. 35


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Analisis Keragaman Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan I ... 38

2. Analisis Keragaman Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan II ... 38

3. Analisis Keragaman Tinggi Rumput (cm) pada Pemotongan III………... 38

4. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan I ... 38

5. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan II ... 39

6. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput pada Pemotongan III ... 39

7. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput pada Pemotongan I ... 39

8. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput pada Pemotongan II ... 39

9. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput pada Pemotongan III…. 39 10. Analisis Keragaman Biomasa Akar (g) Rumput... 40


(13)

ABSTRAK

REZA PRABUDI, 2014: “PENGARUH BERBAGAI TINGKATAN MIKORIZA ARBUSKULA TERHADAP PRODUKTIVITAS RUMPUT GAJAH MINI (Pennisetum purpureum Schamach) PADA TANAH ULTISOL”. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan MA’RUF TAFSIN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pertumbuhan rumput gajah mini (Pennisetum purpureum Schamach ) pada tanah ultisol dengan pemberian berbagai tingkat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

Penelitian dilaksanakan di Lahan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Juni sampai dengan Oktober 2012. Rancangan yang dipakai dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Perlakuan level mikoriza arbuskula terdiri dari P0 = 0 gr FMA/polybag (kontrol), P1 = 10 gr FMA/polybag, P2 = 20gr FMA/polybag dan P3 = 30gr FMA/polybag. Parameter yang diteliti adalah tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi bahan kering, dan biomasa akar rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach).

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa produksi rumput Gajah (Pennisetum purpureum) tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu pemberian level mikoriza arbuskula sebanyak 30 gr/polybag dengan hasil rataan tinggi tanaman (135,00 cm), jumlah anakan (12,60 rumpun), produksi bahan kering (20,91 gr), dan biomasa akar (111,33 gr).

Kata kunci: Rumput Gajah, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), Tanah Ultisol, Produktivitas Rumput Gajah Mini


(14)

ABSTRACT

REZA PRABUDI, 2014: "EFFECT OF VARIOUS LEVELS ARBUSKULAR MYCORHIZA OF PRODUCTIVITY ELEPHANT GRASS (Pennisetum purpureum) ON THE ULTISOL" . Under Supervised by NEVY DIANA HANAFI and MA’RUF TAFSIN.

This study aimed to examined the growth of elephant grass (Pennisetum purpureum) on the ultisol by granting different levels of arbuscular

mycorrhizal. The experiment was conducted at the Agricultural Faculty, North Sumatera University in June to October 2012. The design used in the study was completely randomized design ( CRD ). Treatment consists of arbuscular mycorrhizal level P0 = 0 g FMA/polybag ( control ), P1 = 10 gr FMA/polybag , P2 = 20gr FMA/polybag and P3 = 30 grams FMA/polybag . The parameters studied were plant height, number of tillers, dry matter production, and root biomass of Elephant Grass (Pennisetum purpureum).The results showed that the production of elephant grass (Pennisetum purpureum) was highest at P3 treatment is the provision of arbuscular mycorrhizal level of 30 g / polybag with the results of the average plant height (135.00 cm), number of tillers (12.60 clumps), production dry matter (20.91 g), and root biomass (111.33 g) .

Keywords : Elephant Grass , Arbuscular Mycorrhizal, Ultisol , Elephant Grass Productivity


(15)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Dewasa ini jumlah populasi ternak ruminansia semakin meningkat setiap tahunnya, khususnya pada ternak sapi. Berdasarkan hasil pendataan sapi potong, sapi perah dan kerbau (PSPK) 2011, populasi sapi potong mencapai 14,8 juta ekor, sapi perah 597,1 ribu ekor dan kerbau 1,3 juta ekor. (Direktorat Jendral Peternakan, 2011). Penyediaan tanaman pakan ternak memiliki peranan penting dalam perkembangan ruminansia baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Ternak ruminansia lebih banyak mengkonsumsi pakan hijauan dari seluruh pakan yang dikonsumsinya. Permasalahan yang timbul dalam upaya penyediaan pakan hijauan yang berkualitas baik maupun kuantitas yang cukup dan tersedia sepanjang tahun yaitu rendahnya produktifitas lahan yang digunakan.

Ketersediaan pakan ternak, khususnya hijauan masih merupakan masalah yang sulit diatasi terutama pada musim kemarau. Lahan untuk hijauan pakan ternak juga semakin berkurang karena tergeser oleh penggunanan lahan pemukiman dan tanaman pangan. Hal ini menyebabkan pemanfaatan lahan-lahan kurang subur seperti tanah ultisol harus ditingkatkan untuk media tanam hijauan pakan ternak (Nursyamsi, et. al., 1997)

Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur dan memiliki tingkat kemasaman yang cukup tinggi (pH 5,5), tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala tersebut, misalnya dengan pemupukan dan penambahan bahan-bahan organik, misalnya mikoriza arbuskula (Ilham, 2007).


(16)

Keuntungan yang diharapkan dari penggunaan mikoriza ini kaitannya dengan pertumbuhan, kualitas dan produktivitas tanaman hijauan. Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dapat membantu akar tanaman dalam penyerapan unsur hara makro dan mikro terutama fosfat, meningkatkan penyerapan air oleh tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Fungi ini juga menghasilkan zat pengatur tunmbuh (hormon) yang dapat menstimulasi pertumbuhan tanaman (Husna, et. al., 2007).

Diharapkan dengan adanya penelitian ini, produksi Hijauan Makanan Ternak (HMT) dapat meningkat, sehingga kebutuhan pakan ternak khususnya ruminansia dapat terpenuhi secara maksimal. Tanah ultisol yang merupakan tanah marginal pun akan lebih baik kualitasnya dengan penggunaan Mikoriza Arbuskula. Hal ini disebabkan karena Mikoriza Arbuskula dapat membantu penyerapan hara oleh tanaman dan menstimulasi pertumbuhan tanaman serta dapat memperbaiki sifat tanah ultisol tersebut.

Tujuan Penelitian

Untuk melihat pertumbuhan Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach) pada tanah ultisol dengan pemberian berbagai tingkat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).

Kegunaan Penelitian

Untuk mengkaji level pemberian mikoriza yang lebih efektif terhadap produktivitas Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach) dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(17)

Hipotesis Penelitian

Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula dapat memperbaiki produktivitas Rumpuh Gajah Mini (Pennisetum purpureum Schamach) pada tanah ultisol.


(18)

TlNJAUAN PUSTAKA

Tanah Ultisol

Ultisol umunya bereaksi masam, produktifitasnya rendah, kapasitas tukar kation (KTK) dan kejenuhan basa (KB) yang rendah kejenuhan Aluminium (Al) yang tinggi, kandungan bahan organik rendah dan peka terhadap erosi. Masalah utama pada ultisol ini adalah jumlah kelarutan dan kejenuhan Al yang tinggi sehingga mengakibatkan fosfor (P) membentuk senyawa yang tidak larut dengan Al. Akibatnya ketersediaan P sangat rendah bagi tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terganggu (Sanchez, 1992).

Ciri morfologi dari tanah Ultisol yaitu: pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecokelatan hingga merah, tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar seperti liat berpasir, sedangkan tanah Ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus. Ciri morfologi yang penting pada Ultisol adalah adanya peningkatan fraksi liat daslam jumlah tertentu pada horizon seperti yang disyaratkan dalam Soil Taxonomy. Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Horizon tersebut dapat dikenali dari fraksi liat hasil analisis di laboratorium maupun dari penampang profil tanah. Horizon argilik umumnya kaya akan Al sehingga peka terhadap perkembangan akar tanaman, yang menyebabkan akar tanaman tidak dapat menembus horizon ini dan hanya bserkembang di atas horizon argilik (Hardjowigeno, 2003).


(19)

Kekahatan P di tanah ultisol merupakan masalah keharaan yang paling penting, sebab kekahatan P itu tidaklah semata-mata karena kandungan P tanah yang memang rendah akan tetapi juga karena sebagian besar P dalam keadaan tersemat (Hardjowigeno, 2003).

Lynch (1983), menyatakan bahwa teknologi tanah yang dikombinasikan dengan praktek-praktek usaha tani merupakan alat yang sangat penting untuk mengembangkan pertanian pada tanah mineral masam tropika. Teknologi ini mencakup segala upaya memanipulasi jasad renik tanah dan proses metabolik mereka untuk mengoptimumkan produksi tanaman. Penggunaan jasad renik mikoriza telah mulai diupayakan dalam kebijaksanaan pengelolaan tanah mineral masam tropika. Widada dan Kabirun (1995) menemukan bahwa mikoriza mempunyai peranan yang besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies mikoriza yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap kemasaman dan keracunan Al serta berpotensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)

Mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Endomikoriza dapat dibedakan dengan ektomikoriza dengan memperlihatkan karakteristik sbb : 1). Sistem perakaran yang kena infeksi tidak membesar (tidak merubah morfologi akar). 2). Cendawannya membentuk struktur lapisan hifa tipis dan tidak merata


(20)

pada permukaan akar. 3). Hifa menyerang ke dalam individu sampai jaringan korteks. 4). Pada umunya ditemukan struktur percabangan hifa yang disebut arbuskula dan struktur khusus berbentuk oval yang disebut dengan vesikel (Smith dan Read, 1997).

Diantara sel-sel terdapat hifa yang membelit atau struktur hifa yang bercabang-cabang yang disebut arbuskula. Pembengkakan yang terbentuk pada hifa yang berbentuk oval disebut vesikula. Arbuskula merupakan tempat pertukaran metabolit antara jamur dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting

untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman (Scannerini dan Bonfante-Fosolo, 1983 dalam Delvian, 2003), sedangkan

vesikula merupakan organ penyimpan makanan dan berfungsi sebagai propagul (organ reproduktif). Selanjutnya dikatakan bahwa seluruh endofit dan yang termasuk genus Gigaspora, Scutellospora, Glomus, Sclerocystis dan Acaulospora

mampu membentuk arbuskula.

Pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan secara umum dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan unsur hara, baik unsur hara makro maupun mikro. Selain dari pada itu akar yang bermikoriza

dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman (Gianina dan Diem, 1982).

Tanaman yang mampu tumbuh pada tempat dengan kondisi tanah yang tidak menguntungkan (ultisol) yaitu jenis tanaman yang akarnya bersimbiosis dengan jamur mikoriza, karena mikoriza mampu membantu tanaman dalam mengambil unsur hara (Noli, et. al., 1999).


(21)

Menurut Setiadi (1989) dalam Wicaksono dan Ricky (2010), mikoriza memberikan manfaat bagi tanaman diantaranya adalah: 1) meningkatkan serapan unsur hara, 2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, 3) kerusakan jaringan korteks akibat kekeringan pada perakaran bermikoriza tidak bersifat permanen, 4) memperluas penyebaran hifa dalam tanah sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak, serta 5) memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auxin, sitokinin, giberelin dan vitamin bagi inangnya.

Wicaksono dan Ricky (2010), dalam penelitiannya dengan level mikoriza 0g, 5g dan 10 g menyatakan bahwa penggunaan mikoriza level 10g memberikan hasil terbaik pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.), yang ditandai dengan tingkat kandungan protein tertinggi dan karbohidrat 22,48%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan cendawan mikoriza terhadap daya serap nutrient tanah dengan menggunakan indikator jumlah daun, tinggi tanaman, berat umbi, jumlah umbi yang terinfeksi akar serta pengaruhnya terhadap kandungan protein, k a r b o h i d r a t , l e m

Pengaruh Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada Tanaman

a k d a n s e r a t .

Fungi mikoriza arbuskula merupakan tipe mikoriza yang paling banyak mendapat perhatian, karena diketahui dapat bersimbiosis dengan sekitar 80% spesies tanaman (Brundrett et al., 1996). Secara alami terdapat asosiasi mikoriza antara fungi dan tanaman dalam bentuk simbiosis mutualisme. Manfaat fungsional yang diperoleh FMA dapat dilihat dari adanya pembentukan struktur arbuskula dan vesikula di dalam sel-sel akar serta produksi spora yang tinggi. Perkembangan FMA dan produksi spora membutuhkan energi yang diperoleh melalui


(22)

penyerapan karbon organik dari tanaman inang (Smith dan Read, 1997). Sementara itu, tanaman inang dapat memanfaatkan fungi simbiosis berupa hara mineral dan air yang penyerapannya dibantu oleh FMA sehingga pertumbuhan dan hasil tanaman meningkat.

Adanya fungi mikoriza sangat penting bagi ketersediaan unsur hara seperti P, Mg, K, Fe dan Mn untuk pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi melalui pembentukan hifa pada permukaan akar yang berfungsi sebagai perpanjangan akar terutama di daerah yang kondisinya miskin unsur hara, pH rendah dan kurang air. Akar tanaman bermikoriza ternyata meningkatkan penyerapan seng dan sulfur dari dalam tanah lebih cepat daripada tanaman yang tidak bermikoriza (Abbot dan Robson 1984). Manfaat fungi mikoriza ini secara nyata terlihat jika kondisi tanahnya miskin hara atau kondisi kering, sedangkan pada kondisi tanah yang subur peran fungi ini tidak begitu nyata (Setiadi, 2001 dalam Lakitan, 2000).

Menurut Marx (1982), hubungan antara jumlah spora dengan pertumbuhan tanaman menunjukkan hubungan positif dalam hal menyerap unsur hara. Hubungan yang positif tersebut cukup memberikan indikasi yang jelas tentang peluang penggunaan fungi mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman, membantu memperbaiki dan meningkatkan sifat-sifat struktur agregat tanah. Akar tanaman yang terbungkus oleh fungi mikoriza menyebabkan akar tersebut terhindar dari serangan penyakit dan hama. Infeksi patogen terhambat, disamping itu fungi mikoriza menggunakan semua kelebihan dan eksudat akar lainnya, sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen.

Adanya simbiosis dengan FMA telah banyak diketahui mampu memperbaiki hara tanaman inang melalui penyerapan hara dan air yang pada


(23)

akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Inokulasi FMA pada cabai dapat meningkatkan serapan P (Haryantini dan Santoso, 2001) dan meningkatkan adaptasi terhadap kekeringan. Fungi mikoriza arbuskula yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi jalinan hifa eksternal yang dapat tumbuh secara ekspansif dan menembus lapisan subsoil sehingga kapasitas akar dalam penyerapan hara dan air meningkat.

Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah (Rungkat, 2009).

Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach )

Rumput gajah merupakan salah satu rumput pakan berproduksi dan berkualitas tinggi serta bersifat palatabilitas atau disukai oleh ternak. Produksi rumput gajah pada kondisi ideal mencapai 290-300 ton bahan segar (BS)/ha/th (Soegiri dkk., 1982) dan menurut Reksohadiprodjo (1985) produksi hijauan rumput gajah (Pennisetum purpureum) mencapai 270 ton per ha di daerah basah dengan irigasi yang baik per tahunnya.

Reksohadiprodjo (1985), menyatakan bahwa rumput gajah secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-4 meter (bahkan mencapai


(24)

6-7 meter) dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas/buku. Rumput gajah merupakan tumbuhan yang memerlukan hari dengan waktu siang yang pendek dan fotoperiode kritis antara 13 - 12 jam. Serta rumput gajah diklasifikasikan sebagai berikut Kingdom: Plantae (Tumbuhan), Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi: Magnoliophyta, (Tumbuhan berbunga), Kelas: Liliopsida (berkeping satu/monokotil), SubKelas:

Commelinidae Ordo: Poales Family(suku rumput-rumputan), Genus:

Spesies: Pennisetum purpureum Schumacher.

Rumput gajah mini berasal dari Amerika, bahasa latinnya disebut pennisetum purpureum schamach. Rumput gajah mini memiliki karakter unik. Ciri-ciri rumput gajah mini

Rumput gajah mini (Pennisetum Purpureum schamach) adalah salah satu jenis rumput gajah yang baru dikembangkan sekarang ini. Ukurannya yang lebih kecil dari rumput gajah, membuatnya juga sering di sebut rumput gajah kerdil. Rumput ini dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, sampai liat alkalis, dan sangat responsif terhadap pemupukan.

adalah daunnya berwarna hijau pekat, dilihat dari pola pertumbuhannya, daun rumput gajah mini ini tumbuh menyamping, sehingga tampilan rumput jadi lebih bagus, tekstur daunnya tidak tinggi. Mirip rumput gajah biasa, namun pola hidupnya saja yang merayap atau menyamping.

Rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) merupakan jenis rumput unggul yang mempunyai produktivitas dan kandungan zat gizi yang cukup tinggi serta memiliki palatabilitas yang tinggi bagi ternak ruminansia.Tanaman ini merupakan salah satu jenis hijauan pakan ternak yang


(25)

berkualitas dan disukai ternak. Rumput ini dapat hidup diberbagai tempat, tahan lindungan, respon terhadap pemupukan, serta menghendaki tingkat kesuburan tanah yang tinggi. Rumput gajah mini tumbuh merumpun dengan perakaran serabut yang kompak, dan terus menghasilkan anakan apabila dipangkas secara teratur. Morfologi rumput gajah mini yang rimbun, dapat mencapai tinggi lebih dari 1meter sehingga dapat berperan sebagai penangkal angin (wind break) terhadap tanaman utama (Syarifuddin, 2006)

Rumput ini secara umum merupakan tanaman tahunan yang berdiri tegak, berakar dalam, dan tinggi dengan rimpang yang pendek. Tinggi batang dapat mencapai 2-3 m, dengan diameter batang dapat mencapai lebih dari 3 cm dan terdiri sampai 20 ruas / buku. Tumbuh berbentuk rumpun dengan lebar rumpun hingga 1 meter. Pelepah daun gundul hingga berbulu pendek, helai daun bergaris dengan dasar yang lebar, dan ujungnya runcing (Harrison et al, 1994).

Rumput gajah mini dibudidayakan dengan potongan batang (stek) atau sobekan rumpun (pols) sebagai bibit. Bahan stek berasal dari batang yang sehat dan tua, dengan panjang stek 20 – 25 cm (2 – 3 ruas atau paling sedikit 2 buku atau mata). Waktu yang terbaik untuk memotong tanaman yang akan dibuat silase

adalah pada fase vegetatif, sebelum pembentukan bunga (Reksohadiprodjo, 1994 dan Regan, 1997). Fase pertumbuhan tanaman pada

waktu pembuatan silase besar pengaruhnya terhadap kecernaan dan komposisi kimia silase (Harrison et al, 1994).

Rumput gajah mini ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang tinggi. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. Akan


(26)

tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah yang curah hujannya tinggi. Secara alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan (Rungkat, 2009).

Pada pemotongan batang rumput gajah mini sebaiknya ditinggalkan ± 10 cm dari permukaan tanah. Pemotongan batang tanaman yang terlalu pendek menyebabkan semakin lambatnya pertumbuhan kembali, namun jika batang yang ditinggalkan terlalu panjang maka tunas batang saja yang akan berkembang sedangkan jumlah anakan akan berkurang. Untuk mendapatkan hasil dan ketahanan tinggi, sebaiknya Rumput ini ditanam dengan pengairan yang teratur dan pemupukan yang cukup (Jonnes dan Mannetje, 2000).

Kekurangan secara umum dari rumput gajah mini ialah cepat menua sehingga kandungan nutrisi cepat menurun, dan cepat menghabiskan unsur hara yang terdapat didalam tanah . Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan dari rumput gajah mini maka dianjurkan dilakukan penanaman campuran dengan legum. Pertanaman campuran antara rumput-rumputan dengan legum merupakan salah satu upaya untuk

meningkatkan produksi, mutu hijauan dan memperbaiki kesuburan tanah (Dartius, 1995).

Kualitas Hijauan Rumput Gajah Mini (Pennisetum purpureum schamach)

Tabel 1. Analisa beberapa spesies rerumputan pada umur 3 - 4 minggu.

Spesies Protein Kasar Serat Kasar

3-4 Minggu Rataan 3-4 Minggu Rataan

Andropogon sp 13.2 7.6 26.9 31.0

Cloris gayana 14.9 8.4 27.4 30.1

Panicum maximum 13.5 8.2 28.3 33.8

Pennisetum sp 14 9.2 26 30

Setaria sp 10.9 6.5 30.8 33 Sumber : Mc Ilroy (1977).


(27)

Mutu hijauan ditentukan oleh kadar proteinnya. Di daerah tropis, seperti Indonesia dengan curah hujan dan intensitas sinar matahari yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan hijauan relatif cepat daripada di daerah subtropis. Rumput yang lebih cepat menua yang diakibatkan oleh tingginya intensitas sinar matahari akan memiliki nilai gizi yang rendah. Mutu hijauan erat kaitannya dengan zat gizi yang dikandungnya. Hijauan mempunyai kadar air 60%-90%, tergantung pada jenis dan umurnya. Disamping itu, selulosa yang banyak terdapat dalam rumput yang sudah menua dapat dimanfaatkan oleh ternak (Ditjennak, 1978).

Kadar protein kasar tanaman penggembalaan 8−10% dari bahan kering. Pada musim hujan dapat menghasilkan produksi yang tinggi karena batang akan cepat panjang dan fase berbunga akan terjadi sebelum musim kemarau. Tanaman akan berkurang kandungan protein, mineral dan karbohidratnya dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan kadar serat kasar dan lignin akan bertambah (Reksohadiprodjo, 1985). Pertumbuhan sebagai proses diferensiasi terutama pada akumulasi bahan kering yang digunakan sebagai karakteristik pertumbuhan tanaman (Dartius, 1995).

Pada saat tanaman rumput dipotong, bagian yang ditinggalkan tidak boleh terlalu pendek ataupun terlalu tinggi. Sebab semakin pendek bagian tanaman yang ditinggalkan dan semakin sering dipotong pertumbuhan kembali tanaman tersebut akan semakin lambat karena persediaan energi (karbohidrat) dan pati yang ditinggalkan pada tunggulpun semakin sedikit (Nasution, 1991).

Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya kelembaban


(28)

tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman serta cara pengolahan (Williamson and Payne, 1993).

Salah satu faktor yang mempengaruhi petumbuhan adalah persediaan karbohidrat di dalam akar yang ditinggalkan setelah pemotongan, kadar protein akan menurun sesuai dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan serat kasar semakin tinggi. Pada pemotongan 4 - 5 minggu batang rumput masih rendah, kandungan air dan proteinnya tinggi (Rismunandar, 1986).

Rumput gajah mini dapat dipanen sepanjang tahun. Biasanya rumput ini diberikan dalam bentuk segar, tetapi dapat juga diawetkan sebagai silase. Hasil bahan kering setiap tahun diharapkan berkisar 2 - 10 ton/hektar untuk tanaman yang tidak dipupuk atau dengan pupuk yang sedikit, tetapi yang menggunakan banyak pupuk N dan P hasilnya berkisar antara 6 - 40 ton/hektar. Prospek rumput gajah cukup baik bila dilakukan pemupukan yang baik pula. Dengan memanen pada pertumbuhan yang masih muda atau dengan menggunakan kultivar yang baik akan mencapai nilai pakan yang tinggi. Keuntungan dari jenis ini adalah kemampuannya berproduksi, dapat ditanam dalam jumlah besar atau kecil, dan dapat diusahakan secara mekanis atau juga untuk pertanian/peternakan skala kecil (Kusmiyati, dkk., 2000).

Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan adalah suatu perkembangan yang bersifat progressif dari suatu organisme. Pertumbuhan ini dapat dinyatakan dalam berbagai cara antara lain terhadap panajng lamina daun, tinggi tanaman, diameter batang atau seluruh organ tanaman seperti berat basah, produksi kering dan lain-lain. Perilaku


(29)

pertumbuhan tanaman antara lain merupakan respons terhadap macam-macam perlakuan termasuk pemupukan.

Rumput gajah dapat ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. Akan tetapi rumput ini tidak tahan hidup di daerah hujan yang terus menerus. Secara alamiah rumput ini dapat dijumpai terutama di sepanjang pinggiran hutan. Perkembang biakan vegetatif dilakukan baik dengan cara membagi rumpun akar dan bonggol maupun dengan stek batang (minimal 3 ruas, 2 ruas terbenam di tanah) (Sumarsono, et. al,. 2006.).

Petumbuhan tanaman ditunjukkan oleh adanya pertambahan ukuran dan bahan kering yang mencerminkan pertambahan dari protoplasma. Defoliasi sebaiknya dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif, karena pada masa pertumbuhan vegetatif ini tanaman mengalami tiga proses penting yaitu: pembelahan sel, perpanjangan sel dan diffrensiasi sel. Ketiga proses ini akan mengembangkan batang, daun dan sistim perakaran tanaman (Harjadi, 1983).

Selama hidupnya tanaman mengalami tiga masa pertumbuhan, yaitu: masa perkecambahan, pertumbuhan vegetatif dan masa pertumbuhan generatif. Defoliasi sebaiknya dilakukan pada masa pertumbuhan vegetatif karena tidak membahayakan pertumbuhan kembali, kandungan gizinya masih tinggi, kandungan serat kasarnya belum begitu tinggi serta rasanya masih enak (Deptan, 1989).


(30)

Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk melangsungkan proses pembelahan dan pembesaran sel yang terlihat dari pertambahan tinggi tanaman, diameter, perbanyakan daun, dan petumbuhan akar. Fitter dan Hay (1991) menyatakan bahwa cekaman air menyebabkan penurunan

turgor pada sel tanaman dan berakibat pada penurunan proses fisiologi. mempengaruhi produktivitas rumput yaitu faktor genetik dan faktor lingkungan

yang mencakup keadaan tanah dan kesuburannya, pengaruh iklim termasuk cuaca dan perlakuan manusia atau manajemen.

McIlroy (1977) menjelaskan bahwa produktivitas rumput tergantung pada faktor-faktor seperti persistensi, agresivitas, kemampuan tumbuh kembali, sifat tahan kering dan tahan dingin, penyebaran produksi musiman, kesuburan tanah, dan iklim. Proses fisiologi yang menunjukkan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan antara lain, mengurangi dehidrasi sel dengan merendahkan konduktansi stomata terhadap penguapan air, tekanan osmotik atau osmoregulasi, dan laju fotosintesis bersih.

Polakitan dan Agustinus (2009), dalam penelitiannya menyatakan bahwa produksi bahan segar rumput gajah tertinggi diperoleh pada pemotongan umur 60 HSP yaitu sebesar 26,72 kg/plot jika dibandingkan dengan produksi 40 HSP dan 50 HSP yang masing-masing sebesar 12,79 kg/plot dan 19,74 kg/plot.

Crowder and Chheda (1982) menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Ferkuensi pemotongan berlaku, bahwa pada batas tertentu frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan


(31)

produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering.

Susetyo (1980) mengatakan bahwa pemotongan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap produksi bahan segar, bahan kering, jumlah anakan, nilai gizi, daya cerna maupun tingkat konsumsi oleh ternak. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Nasution (1991) bahwa produksi segar hijauan terus mengalami peningkatan seiiring dengan meningkatnya interval pemotongan.

Dengan melakukan pemotongan berarti menghilangkan meristem apikal dibagian pucuk tanaman sebagai penghasil auxin, sehingga daya aktif auxin akan mengalami gangguan. Keadaan inilah yang akan merangsang berkembangnya tunas-tunas lateral (Prawiranata, et. al., 1981).

Lingga (2000) menyatakan bahwa untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimum maka hara dalam tanah harus tersedia bagi tanaman, bentuk larutan dalam air, dalam jumlah yang cukup dan berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman dalan bentuk dan dapat diserap oleh sistem perakaran.

Produksi bahan kering dari hijauan tiap unit tanah tergantung pada jenis tanaman yang dipakai, jumlah radiasi sinar matahari, tersedianya kelembaban

tanah dan zat-zat makanan untuk tanaman dan cara pengolahan (Williamson and Payne, 1993).

Pada musim penghujan secara umum rumput gajah sudah dapat dipanen pada usia 40-45 hari. Sedangkan pada musim kemarau berkisar 50-55 hari. Lebih dari waktu tersebut, kandungan nutrisi semakin turun dan batang semakin keras sehingga bahan yang terbuang (tidak dimakan oleh ternak) semakin banyak. Sedangkan mengenai panen pertama setelah tanam, menurut pengalaman kami


(32)

dapat dilakukan setelah rumput berumur minimal 60 hari. Apabila terlalu awal, tunas yang tumbuh kemudian tidak sebaik yang di panen lebih dari usia 2 bulan (Admin, 2011).

Guritno dan Soehono (1980), mengatakan bahwa untuk menanam rumput gajah hibrida dianjurkan suatu jarak tanam 60 cm - 90 cm dan untuk daerah tropik lembab jarak tanam lebih baik lebih sempit karena akan memberi hasil yang tinggi. Demikian penting sekali artinya mengatur jarak tanam atau pemakaian populasi tanaman untuk memperoleh hasil yang baik. Jumlah anakan tiap rumpun akan rendah dengan meningkatnya populasi tanaman.


(33)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada bulan Oktober 2012 sampai bulan Februari 2013.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach). Rumput ini diperoleh dari Laboratorium Sei Putih, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang diperoleh dari Laboratorium Institut Pertanian Bogor (IPB) dan tanah ultisol yang diperoleh dari Desa Kuala Bekala Kelurahan Simalingkar Kecamatan Pancur Batu deli serdang.

Alat

Alat yang digunakan antara lain : polybag plastik ukuran 5 kg sebagai wadah tanah untuk menanan hijauan, timbangan sebagai alat untuk menimbang berat tanah yang akan dimaukkanke dalam polybag, meteran sebagai alat untuk menghitung tinggi tanaman, ayakan tanah sebagai alat untuk memisahkan tekstur tanah yang kasar dan yang halus, gunting sebagai alat untuk memotong hijauan pada saat trimming, pisau sebagai alat untuk memotong hijauan pada saat penanaman dan masa panen serta oven sebagai alat untuk mengoven hijauan pada saat trimming dan panen, hal ini dilakukan untuk mengetahui produksi BK hijauan.


(34)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan lima ulangan, perlakuan yang diberikan yaitu perbedaan dosis mikoriza. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

P0

P

= 0 gram CMA (kontrol)/polybag

1

P

= 10 gram CMA /polybag

2

P

= 20 gram CMA/polybag

3

Penelitian ini terdiri atas 20 satuan percobaan. Penelitian ini dilakukan di lahan dengan menggunakan polybag. Dalam 1 polybag digunakan 5 kg tanah. Model linear yang akan digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model rancangan sebagai berikut:

= 30 gram CMA/polybag.

Dimana:

Yij : data yang disebabkan pengaruh perlakuan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j

µ : rataan atau nilai tengah

Ti : efek dari perlakuan pada taraf ke-i

€ij : efek error dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Yij = µ + Ti + €ij


(35)

Peubah yang Diamati

1. Pertumbuhan Tinggi Vertikal Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi dengan cara mengatupkan seluruh daun keatas dengan tangan sampai tegak lurus kemudian dilakukan pengukuran secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan tanah. Tanah tanaman diukur setiap 1 minggu sekali.

2. Jumlah Anakan

Anakan rumput yang dihitung adalah anakan yang muncul dari dalam tanah atau tumbuh pada rhizoma batang sesuai perlakuan. Jumlah anakan diukur setiap satu minggu sekali.

3. Produksi Bahan Kering

Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar dari setiap pemotongan umur 4 minggu, setelah pemotongan dilakukan penimbangan tiap petak percobaan. Dari penimbangan tersebut akan didapatkan data dari produksi segar. Kemudian sampel dioven untuk mendapatkan bobot kering.

4. Biomassa Akar

Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme (tumbuhan) per satuan unit area pada suatu saat. Biomassa bisa dinyatakan dalam ukuran berat, seperti berat kering dalam satuan gram, atau dalam kalori. Oleh karena kandungan air yang berbeda setiap tumbuhan, maka biomassa di ukur berdasarkan berat kering. Unit satuan biomassa adalah g per m2

Teknik Pelaksanaan


(36)

Teknik pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Tahap persiapan. Tanah ultisol dikering udarakan selama tiga hari kemudian di ayak dengan ayakan 10 mesh. Kemudian dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 5 kg/ polybag.

2. Penanaman dan pemberian inokulan. lnokulan mikoriza sesuai dengan perlakuan sebanyak 0 g, 10 g, 20 g dan 30 g/ polybag diletakkan 5 cm dibawah permukaan tanah dan sobekan rumpun (pols) rumput diambil yang seragam dan ditanam ke polybag.

3. Perlakuan Trimming. Pemangkasan dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam dan dengan cara memotong bagian atas tanaman supaya tingginya sama. Pertumbuhan setelah pemangkasan ini dianggap sebagai pengaruh dari perlakuan yang diberikan.

4. Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan penyiangan. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Penyiangan dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma yang tumbuh setiap hari.

5. Pemanenan dan pengambilan sampel. Pemanenan dilakukan dengan interval 4 minggu. Panen dilakukan sebanyak 4 kali.

Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah menggunakan analisis ragam (Annova). Jika hasil yang diperoleh nyata atau sangat nyata, maka dilanjutkan dengan Uji Duncan.


(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinggi Tanaman (cm)

Rataan tinggi rumput pada pemotongan I (interval 40 hari) dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Rataan Tinggi (cm) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 56.00 62.00 57.00 58.00 58.00 291.00 58.20 P₁ 41.00 54.00 53.00 63.00 55.00 266.00 53.20 P₂ 55.00 67.00 60.00 63.00 70.00 315.00 63.00 P₃ 57.00 52.00 55.00 54.00 55.00 273.00 54.60 Total 209.00 235.00 225.00 238.00 238.00 1145.00

Rataan tertinggi pada data di atas terdapat pada perlakuan P2 yaitu

sebesar 63,00 cm dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu

Hasil analisis keragaman tinggi rumput pada pemotongan I menunjukkan perbedaan yang nyata, dapat dilihat pada Lampiran 1 sehingga dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut ini.

sebesar 53,20 cm.

Tabel 3. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi (cm) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V

P0 56,00 62,00 57,00 58,00 58,00 58,20abc

P1 41,00 54,00 53,00 63,00 55,00 53,20

P

a

55,00

2 67,00 60,00 63,00 70,00 63,00

P

c

57,00

3 52,00 55,00 54,00 55,00 54,60ab

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Rataan tinggi rumput pada perlakuan P2 (63,00 cm) berbeda nyata


(38)

(58,20 cm), P3 (54,60 cm) dan P1 (53,20 cm) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap tinggi tanaman rumput gajah.

Pemotongan pertama dilakuakan setelah rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach) berumur 40 hari dengan tujuan untuk

menyeragamkan pertumbuhan dan untuk merangsang pertumbuhan anakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Polakitan dan Kairupan (2008), yang menyatakan bahwa Pemangkasan (trimming) pada rumput gajah sebaiknya dilakukan pada umur tanam 40 hari setelah tanam, untuk menyamakan pertumbuhan dan merangsang pertumbuhan jumlah anakan. Pemotongan berikutnya dilakukan sekali setiap 6 minggu, kecuali pada waktu musim kemarah waktu potong sebaiknya diperpanjang.

Tabel 4. Rataan Tinggi (cm) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 85,00 82,00 75,00 70,00 90,00 402,00 80.40 P₁ 60,00 90,00 50,00 53,00 55,00 308,00 61.60 P₂ 53,00 90,00 85,00 90,00 90,00 408,00 81.60 P₃ 91,00 85,00 90,00 160,00 90,00 516,00 103.20 Total 289,00 347,00 300,00 373,00 325,00 1634,00 326.80

Rataan tinggi rumput pada pemotongan II yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu 103,20 cm dan yang terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 61,60 cm.

Hasil analisis keragaman tinggi rumput pada pemotongan II menunjukkan perbedaan yang nyata, dapat dilihat pada Lampiran 2 sehingga dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan seperti yang tertera pada Tabel 5.

Tabel 5. AnalisisUji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Tinggi (cm) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.


(39)

Po 85,00 82,00 75,00 70,00 90,00 80,40ab

P1 60,00 90,00 50,00 53,00 55,00 61,60

P2

a

53,00 90,00 85,00 90,00 90,00 81,60 P3

ab

91,00 85,00 90,00 160,00 90,00 103,20b

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa perlakuan P3 (103,20cm) yaitu

dengan dosis mikoriza sebanyak 30 gr menunjukkan hasil yang nyata dibandingkan dengan perlakuan P1 (61,60 cm) tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan P0 dan P

Perlakuan P3 menunjukkan hasil terbaik pada tinggi rumput gajah mini pemotongan II yaitu dengan rataan sebesar 103,20 cm. Pemberian mikoriza memberikan hasil yang positif pada pertumbuhan rumput gajah, khususnya pada tinggi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gianina dan Diem (1982), yang menyatakan bahwa pengaruh mikoriza terhadap pertumbuhan secara umum dinyatakan bahwa tanaman yang bermikoriza tumbuh lebih baik dari tanaman tanpa mikoriza. Penyebab utama adalah mikoriza secara efektif dapat meningkatkan unsur hara, baik unsur hara makro maupun mikro. Selain dari pada itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia bagi tanaman.

2.

Tabel 6. Rataan Tinggi (cm) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 125.00 120.00 118.00 142.00 132.00 637.00 127.40 P₁ 98.00 161.00 88.00 87.00 94.00 528.00 105.60 P₂ 85.00 123.00 123.00 125.00 125.00 581.00 116.20 P₃ 128.00 115.00 124.00 178.00 130.00 675.00 135.00 Total 436.00 519.00 453.00 532.00 481.00 2421.00 484.20

Rataan tinggi tanaman tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar


(40)

sedangkan P0 (kontrol) menunjukkan rataan tinggi tanaman yang lebih baik jika

dibandingkan dengan P1 dan P2 yaitu masing-masing sebesar 127,40 cm, 116,20

cm dan 105,60 cm. Cuaca dan lingkungan sangat berpengaruh pada pertumbuhan rumput gajah mini. Penelitian ini dilakukan pada musim hujan (November – Februari), sehingga menyebabkan beberapa polybag tergenang oleh air hujan hingga menyebabkan perkembangbiakan mikoriza terhambat atau bahkan tidak berkembang sama sekali. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smith dan Read (1997), yang menyatakan bahwa mikoriza adalah suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualis antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza

Analisis keragaman tinggi tanaman rumput pada pemotongan III dapat dilihat ada Lampiran 3, hasilnya tidak berbeda nyata sehingga tidak dilanjutkan dengan analisis Uji Duncan.

) dari tumbuhan tingkat tinggi. Berdasarkan struktur dan cara infeksinya pada sistem perakaran inang maka mikoriza dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza.

Jumlah Anakan

Anakan rumput yang dihitung adalah anakan yang muncul dari dalam tanah atau tumbuh pada rhizoma batang sesuai perlakuan. Jumlah anakan diukur setiap satu minggu sekali. Dari Tabel 7 dapat kita lihat bahwa rumput gajah dengan rataan jumlah anakan tertinggi terdapat pada perlakuan P3 yaitu sebesar 5,80 buah anakan dan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu sebesar 1,80 buah anakan.

Tabel 7. Rataan Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada pemotongan I.


(41)

I II III IV V

P₀ 2,00 0,00 4,00 2,00 1,00 9,00 1.80

P₁ 8,00 7,00 1,00 1,00 0,00, 17,00 3.40

P₂ 3,00 7,00 1,00 2,00 7,00 20,00 4,00

P₃ 6,00 5,00 4,00 8,00 6,00 29,00 5.80

Total 19,00 19,00 10,00 13,00 14,00 75,00 15,00

Hasil analisis keragaman jumlah anakan rumput gajah pada pemotongan I dapat dilihat ada Lampiran 4, hasilnya tidak berbeda nyata sehingga tidak dilanjutkan dengan analisis Uji Duncan.

Rataan jumlah anakan rumput gajah mini pada pemotongan II dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Rataan Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada pemotongan II.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 4,00 4,00 7,00 5,00 4,00 24,00 4.80

P₁ 3,00 5,00 6,00 6,00 8,00 28,00 5.60

P₂ 8,00 11,00 6,00 13,00 14,00 52,00 10.40 P₃ 9,00 12,00 10,00 8,00 13,00 52,00 10.40 Total 24,00 32,00 29,00 32,00 39,00 156,00 31.20

Rataan jumlah anakan rumput tertinggi pada pemotongan II terdapat pada perlakuan P2 dan P3 yaitu sebesar 10,40 buah anakan dan yang terendah terdapat pada perlakuan 4,80 buah anakan.

Hasil analisis keragaman jumlah anakan pada pemotongan II menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, dapat dilihat pada Lampiran 3 sehingga dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan seperti yang tertera pada Tabel 9 berikut ini.


(42)

Tabel 9. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V

P₀ 4,00 4,00 7,00 5,00 4,00 4.80a

P₁ 3,00 5,00 6,00 6,00 8,00 5.60

P₂

ab

8,00 11,00 6,00 13,00 14,00 10.40

P₃

c

9,00 12,00 10,00 8,00 13,00 10.40c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Rataan jumlah anakan rumput gajah pada perlakuan P2 dan P3 yaitu sebesar 10,40 buah anakan berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan P1 dan P0 yaitu masing-masing sebesar 5,60 buah anakan dan 4,80 buah anakan. Dosis mikoriza yang tinggi memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan rumput gajah meskipun tanah yang digunakan disini adalah tanah jenis ultisol, yaitu tanah yang kandungan unsur haranya rendah (tanah masam). Karena salah satu manfaat fungi mikoriza arbuskula adalah dapat menghasilkan hormon pertumbuhan pada inangnya, sehingga tanaman bermikoriza dapat tumbuh lebih baik daripada yang tidak bermikoriza. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiadi (1989), yang menyatakan bahwa mikoriza memberikan manfaat bagi tanaman diantaranya adalah: meningkatkan serapan unsur hara, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auxin, sitokinin, giberelin dan vitamin bagi inangnya.

Pada Tabel 10 berikut ini, diketahui bahwa rataan jumlah anakan rumput gajah pemotongan III yang tertinggi terrdapat pada perlakuan P2 dan P3 yaitu sebesar 12,60 buah anakan dan yang terendah terdapat pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu sebesar 6,80 buah anakan. Penggunaan mikoriza membantu pertumbuhan rumput gajah mini meskipun ditanam pada tanah tanah ultisol


(43)

(tanah masam), yaitu jenis tanah dengan kandungan hara yang rendah. Karena mikoriza arbuskula dapat bertahan hidup dan bereaksi pada kondisi tanah masam. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widada dan Kabirun (1995), yang menyatakan bahwa mikoriza mempunyai peranan yang besar dalam pengelolaan tanah mineral masam tropika. Pada tanah-tanah tersebut ditemukan beberapa spesies mikoriza yang mempunyai ketahanan tinggi terhadap kemasaman dan keracunan Al serta berpotensi besar dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.

Tabel 10. Rataan Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada pemotongan III.

Perlakuan Ulangan Total

I II III IV V Rataan

P₀ 7,00 6,00 7,00 8,00 6,00 34,00 6.80

P₁ 5,00 7,00 8,00 9,00 10,00 39,00 7.80

P₂ 10,00 14,00 9,00 14,00 16,00 63,00 12.60 P₃ 12,00 13,00 13,00 11,00 14,00 63,00 12.60 Total 34,00 40,00 37,00 42,00 46,00 199,00 39.80

Perlakuan dosis mikoriza 20 gr dan 30 gr memberikan hasil rataan jumlah anakan tertinggi pada rumput gajah pemotongan III yaitu sebesar 12,60 buah anakan dan yang terendah terdapat pada kontrol (P0) atau tanpa perlakuan yaitu

sebesar 6,80 buah anakan. Ini menunjukkan bahwa rumput gajah mini dapat tumbuh di segala macam kondisi tanah, meskipun hasil pertumbuhannya tidak sama. Rumput gajah mini dikenal sebagai tanaman yang dapat beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang cukup ekstrim. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sumarsono, dkk, (2006), yang menyatakan bahwa rumput gajah mini dapat ditanam pada lingkungan hawa panas yang lembab, tetapi tahan terhadap musim panas yang cukup tinggi dan dapat tumbuh dalam keadaan yang tidak seberapa dingin. Rumput ini juga dapat tumbuh dan beradaptasi pada berbagai macam tanah meskipun hasilnya akan berbeda. . Perkembang biakan vegetatif dilakukan


(44)

baik dengan cara membagi rumpun akar dan bonggol maupun dengan stek batang (minimal 3 ruas, 2 ruas terbenam di tanah).

Tabel 11. Analisis Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Terhadap Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pad a Pemotong an III.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V

P₀ 7,00 6,00 7,00 8,00 6,00 6.80a

P₁ 5,00 7,00 8,00 9,00 10,00 7.80

P₂

ab

10,00 14,00 9,00 14,00 16,00 12.60

P₃

c

12,00 13,00 13,00 11,00 14,00 12.60c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Hasil analisis keragaman jumlah anakan pada pemotongan III menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, dapat dilihat pada Lampiran 4 sehingga dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan seperti yang tertera pada Tabel 11 diatas.

Rataan jumlah anakan rumput gajah pemotongan III pada perlakuan P3 dan P2 yaitu sebesar 12,60 buah anakan berbeda nyata (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P0 dan P1. Kemudian pada perlakuan P1 (6,80 buah anakan) dan P1 (7,80 buah anakan) tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap jumlah anakan rumput gajah pemotongan III.

Produksi Bahan Kering

Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar dari setiap pemotongan umur 4 minggu, setelah pemotongan dilakukan penimbangan tiap petak percobaan. Dari penimbangan tersebut akan didapatkan data dari produksi segar. Kemudian sampel dioven untuk mendapatkan bobot kering. Rataan produksi bahan kering rumput pada pemotongan I dapat dilihat pada Tabel 12


(45)

Tabel 12. Rataan Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 20.98 25.86 45.70 20.78 15.45 128.77 25.75 P₁ 49.86 16.80 18.78 45.30 20.85 151.59 30.32 P₂ 29.72 19.23 43.21 24.82 21.81 138.79 27.76 P₃ 18.25 12.43 17.15 25.67 29.81 103.31 20.66 Total 118.81 74.32 124.84 116.57 87.92 522.46 104.49

Perlakuan P1 (dosis mikoriza 10 gr) memiliki rataan produksi bahan kering tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya, yaitu sebesar 30,32 gr. , Hal ini dikarenakan adanya beda volume air pada waktu penyiraman, sehingga penerimaan akar terhadap air tidak seimbang mengakibatkan adanya perbedaan produksi bahan kering pada rumput. Fitter dan Hay (1991) menyatakan bahwa pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk melangsungkan proses pembelahan dan pembesaran sel yang terlihat dari pertambahan tinggi tanaman, diameter, perbanyakan daun dan petumbuhan akar. Cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada penurunan proses fisiologi yang mempengaruhi produktivitas rumput termasuk produksi bahan kering rumput.

Tabel 13. Rataan Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 28.56 20.23 22.72 22.98 26.53 121.02 24.20 P₁ 24.12 29.88 22.87 22.32 21.34 120.53 24.11 P₂ 25.43 21.67 26.58 23.15 23.11 119.94 23.99 P₃ 29.86 28.34 22.86 25.15 22.81 129.02 25.80 Total 107.97 100.12 95.03 93.60 93.79 490.51 98.10

Produksi bahan kering rumput gajah mini pada pemotongan II terdapat pada perlakuan P3 yaitu dengan rataan sebesar 25,80 gr . Hasil analisis


(46)

keragaman produksi bahan kering rumput gajah pada pemotongan II dapat dilihat pada Lampiran 8, hasilnya adalah tidak nyata sehingga tidak dilanjutkan dengan uji Duncan.

Data menegenai produksi bahan kering rumput gajah pada pemotongan III dapat dilihat pada Tabel 14 berikut ini

Tabel 14. Rataan Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 19.35 18.52 17.06 18.2 19.61 92.74 18.55 P₁ 17.34 17.25 17.03 16.87 18.01 86.50 17.30 P₂ 23.54 31.67 19.99 17.86 33.06 126.12 25.22 P₃ 18.89 25.33 21.05 20.98 18.32 104.57 20.91 Total 79.12 92.77 75.13 73.91 89.00 409.93 81.99

Dari Tabel diatas, dapat dilihat bahwa perlakuan P2 merupakan perlakuan

dengan produksi bahan kering tertinggi yaitu sebesar 25,22 gr dan yang terendah adalah perlakuan P1

Tabel 15. Anilisis Uji Jarak Berganda Duncan Perlakuan Terhadap Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah pada Pemotongan III.

yaitu sebesar 17,30 gr. Analisis keragaman produksi bahan kering rumput gajah pada pemotongan III dapat dilihat pada Lampiran 9, hasilnya adalah nyata sehingga dilanjutkan dengan Uji Duncan seperti yang tertera pada Tabel 15 berikut ini.

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V

P₀ 19.35 18.52 17.06 18.2 19.61 18.55a

P₁ 17.34 17.25 17.03 16.87 18.01 17.30

P₂

ab

23.54 31.67 19.99 17.86 33.06 25.22 P₃

ab

18.89 25.33 21.05 20.98 18.32 20.91c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Rataan produksi bahan kering rumput gajah mini pemotongan III pada perlakuan P3 (20,91 gr) berbeda nyata (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan


(47)

perlakuan lainnya. Sedangkan perlakuan P0, P1 dan P2 tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata terhadap nilai produksi bahan segar rumput gajah mini, yaitu masing-masing sebesar 18,55 gr; 17,30 gr dan 25,22 gr. Kandungan bahan kering pada tiap interval pemotongan terus mengalami perbahan untuk setiap perlakuan. Karena salah satu faktor yang berpengaruh terhadap bahan kering hijauan adalah interval pemotongan (trimming) yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Chowder dan Cheda (1982), yang menyatakan bahwa interval pemotongan berpengaruh terhadap produksi hijauan, nilai nutrisi, kemampuan untuk tumbuh kembali, komposisi botani dan ketahanan spesies. Ferkuensi pemotongan berlaku, bahwa pada batas tertentu frekuensi yang semakin rendah akan mengakibatkan produksi kumulatif bahan kering semakin tinggi dibandingkan produksi kumulatif oleh pemotongan yang lebih sering.

Biomasa Akar

Biomassa akar diperoleh dengan menimbang berat segar akar setelah pemotongan terakhir (ketiga) dan juga menimbang produksi kering akar setelah oven.

Rataan biomasa akar rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16. Rataan Biomasa Akar (g) Rumput Gajah.

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV V

P₀ 59.5 67.17 32.14 33.42 42.54 234.77 46.95 P₁ 35.15 38.19 42.97 95.12 60.81 272.24 54.45 P₂ 35.87 60.02 68.52 64.48 40.01 268.9 53.78 P₃ 100.01 89.84 70.62 158.52 137.67 556.66 111.33 Total 230.53 255.22 214.25 351.54 281.03 1332.57 266.514

Rataan biomasa akar rumput gajah tertinggi terdapat pada perlakuan P3 (dosis mikoriza 30 gr) yaitu sebesar 111,33 gr dan yang terendah terdapat pada


(48)

perlakuan P0 (kontrol) yaitu sebesar 46,95 gr. Semakin banyak dosis mikoriza yang diberikan pada tanaman, maka kan semakin besar pula bintil akar yang dihasilkan oleh tanaman inangnya tersebut. Ini disebabkan karena fungi mikoriza arbuskula bekerja pada akar inangnya seperti jaringan hifa yang semakin banyak . Hal ini sesuai dengan pernyataan Wicaksono dan Ricky (2010), yang menyatakan bahwa mikoriza memberikan manfaat bagi tanaman diantaranya adalah: 1) meningkatkan serapan unsur hara, 2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, 3) kerusakan jaringan korteks akibat kekeringan pada perakaran bermikoriza tidak bersifat permanen, 4) memperluas penyebaran hifa dalam tanah sehingga dapat mengambil air relatif lebih banyak, serta 5) memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh seperti auxin, sitokinin, giberelin dan vitamin bagi inangnya.

Analisis Uji Duncan pada biomasa akar rumput gajah dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Uji Duncan Biomasa Akar (g) Rumput.Gajah Mini

Perlakuan Ulangan Rataan

I II III IV V

P₀ 59.5 67.17 32.14 33.42 42.54 46.95a

P₁ 35.15 38.19 42.97 95.12 60.81 54.45

P₂

ab

35.87 60.02 68.52 64.48 40.01 53.78

P₃

ab

100.01 89.84 70.62 158.52 137.67 111.33c

Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom rataan menunjukkan pengaruh perlakuan yang berbeda nyata (p<0,05).

Dari Tabel diatas dapat dilihat bahwa perlakuan P3 (111,33 gr) berbeda nyata dengan perlakuan P0, P1 dan P2. Pada penelitian sebelumnya, Wicaksono dan Ricky (2010), menyatakan bahwa dengan level mikoriza 0g, 5g dan 10 g menyatakan bahwa penggunaan mikoriza level 10g memberikan hasil terbaik pada tanaman kentang (Solanum tuberosum L.), yang ditandai dengan tingkat


(49)

kandungan protein tertinggi dan karbohidrat 22,48%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan cendawan mikoriza terhadap daya serap nutrient tanah dengan menggunakan indikator jumlah daun, tinggi tanaman, berat umbi, jumlah umbi yang terinfeksi akar serta pengaruhnya terhadap kandungan protein, k a r b o h i d r a t , l e ma k d a n s e r a t .


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dengan dosis 30 gr/polybag menunjukkan hasil yang paling baik terhadap respon tinggi tanaman, jumlah anakan, produksi bahan kering dan biomasa akar rumput gajah mini (Pennisetum purpureum schamach). Selain itu, pemberian FMA juga dapat memeprbaiki atau meningkatkan kualitas tanah ultisol sebagai media tanam hijauan.

Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian yang memanfaatkan jenis tanah masam lainnya dengan perlakuan bahan organik, agar tanah-tanah dengan kadar hara yang rendah juga dapat dimanfaatkan sebagai media tanam yang baik, khususnya pada hijauan makanan ternak.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Chrowder, L. V and H. R Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Inc, London and New York.

Dartius, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Fitter A.H., Hay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta hlm. 321.

Gianinazzi-Pearson and H . G . Diem. 1982. Endomychorrizas in Tropics. Microbiology of Tropical Soils and Plant Productivity. 219-251.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Harjadi, S.S., 1993. Pengantar Agronomi. PT Gramedia, Jakarta.

Harrison, J. H., R. Blauwiekel and M. R. Stokes. 1994. Fermentation and Utilization of Grass Silage (Review). Journal of Dairy Science, 77(10), 3209 – 3235.

Havlin, J.L., J. P. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility dan Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice Hall. New Jersey.

Havlin, J.L., J. P. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility dan Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice Hall. New Jersey.

Hidayat, N., 2010. Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Produksi Bahan Kering, Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Varietas Thailand. Jurnal Ilmiah Inkoma, Vol. 21 (3).

Husna, dkk., 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Pertumbuhan Jati di Muna. Jurnal. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. FP Unhalu. Sulawesi Tenggara.

Ilham, M., 2011.Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, FP IPB. Bogor. Jones, U.S. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. 2nd ed. Reston Publ. Co. Reston


(52)

Jones, R.M. and Mannetje, L. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara.PT Balai Pustaka Jakarta. Prosea Indonesia.Bogor.

Kusmiyati, F., E. D. Purbayanti dan W. Slamet. 2000. Pengaruh Pemupukan Kalsium dan Nitrogen Terhadap Produksi dan Kualitas Hijauan Rumput Makanan Ternak Pada Tanah Salin. Dikti, Jakarta.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Lindsay, W.L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. Wiley Interscience. New York. Lingga. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Kanisius, Jakarta.

Lynch, J.M. 1983. Soil Biotecnology Microbiologycal Factor In Crop Productivity. Black Well. Scientific Publications. London. 191 hal

Mualim, L. 2009. Kajian Pemupukan NPK dan Jarak Tanam pada Produksi Antosianin Daun Kolesom. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mufahirin, A.,Lukiwati dan Sutarno, 2012. Pertumbuhan dan Bobot Bahan Kering Rumput Gajah dan Rumput Raja pada Perlakuan Aras Auksin yang Berbeda. Animal Agriculture Journal. Vol: 1 (2). Pp: 1 – 15.

Nasution, H. F. 1991. Pengaruh Interval dan Tinggi Pemotongan Terhadap Produksi Rumput Setaria. Skripsi FP USU, Medan.

Noli, Z. A., Syahbuddin, Murni, H. S., 1999. Pengaruh Inokulasi Ektomikoriza terhadap Pertumbuhan Anakan Melinjo pada Tanah Ultisol. FMIPA UNAND, Padang.

Nursyamsi, D., J. Sri Adiningsih, Sholeh dan A. Adimihardja, 1997. Penggunaan Bahan Organik untuk Meningkatkan Efisiensi Pupuk N pada Ultisol. Prosiding Kongres Nasional. Jakarta.

Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung., A.G. Amrah., A. Munawar., G.B. Hong dan Nurhayati Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. BKS/PTN/USAID Universitas of Kentucky WUAE Project.

Prawiranata, S., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Pertanian IPB, Bogor.

Polakitan, D. Dan K. Agustinus, 2009. Pertumbuhan dan Produktivitas Rumput Gajah DWARF (Pennisetum purpureum cv Mott) pada Umur Potong Berbeda. Jurnal. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. BPTP Sulut.


(53)

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.

Rismunandar. 1986. Mendayagunakan Tanaman Rumput. Sinar Baru, Bandung. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D.R.

Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan Amir Hamzah. ITB Bandung.

Septiningsih, E., 2007. Peningkatan produktivitas Tanah Pasir untuk Pertumbuhan Tanaman Kedelai dengan Inokulasi Mikoriza dan Rizhobium. Jurnal. FMIPA Undip, Semarang

Setiawan, G., 2010. Laporan Morfologi dan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. FP IPB, Bogor. Sumarsono, S. Anwar, S. Budiyanto, D. Permatasari, D. W. Widjajanto. 2006.

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Pola Integrasi Tanaman Ternak dalam Rangka Mendukung Kecukupan Daging 2010. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hal. 36-41.

Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan dan Pengelolaan Pastura dan Padang Rumput. FP IPB, Bogor.

Syarifuddin, N.A., 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum dan Setelah Enzilase Pada Berbagai Umur Pemotongan. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian UNLAM, Lampung.

Wicaksono, R. dan Ricky, 2010. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula pada pembibitan Kentang (Solanum tuberosum L.) untuk Meningkatkan Efisiensi daya Serap Nutrient dalam Tanah.

Williamson, E. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropik. Gajah Mada University–Press, Yogyakarta.

Yon, R. Md. 1994. Introduction. p. 1-4. In. : R. Md. Yon (Ed). Papaya Fruit Development, Postharvest, Physiology, Handling and Market in ASEAN. Yuli, A., 2009. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan . Universitas Negeri


(54)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Keragaman Tinggi Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 286.95 95.65 3.64* 3.24 5.29

Galat 16 420.80 26.30

Total 19 707.75

Keterangan : *= nyata

Lampiran 2. Analisis Keragaman Tinggi Tanaman Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 4339.80 1446.60 3.61* 3.24 5.29

Galat 16 6410.40 400.65

Total 19 10750.20

Keterangan : * = nyata

Lampiran 3. Analisis Keragaman Tinggi Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 2485.75 828.58 1.66tn 3.24 5.29

Galat 16 7965.2 497.83

Total 19 10450.95

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 4. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 40.95 13.65 2.05tn 3.24 5.29

Galat 16 106.8 6.675

Total 19 147.75


(55)

Lampiran 5. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 136.80 45.60 8.85** 3.24 5.29

Galat 16 82.40 5.15

Total 19 219.20

Keterangan: ** = sangat nyata

Lampiran 6. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 142.95 47.65 13.14** 3.24 5.29

Galat 16 58,00 3.63

Total 19 200.95

Keterangan: ** = sangat nyata

Lampiran 7. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 251.15 83.72 0.63 tn 3.24 5.29

Galat 16 2117.45 132.34

Total 19 2368.60

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 8. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 11.01 3.67 0.40 tn 3.24 5.29

Galat 16 146.17 9.14

Total 19 157.19

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 9. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01

Perlakuan 3 182.69 60.90 4.38* 3.24 5.29

Galat 16 222.63 13.91

Total 19 405.32


(56)

Lampiran 10. Analisis Keragaman Biomasa Akar (g) Tanaman Rumput Gajah Mini.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 13494.69 4498.23 7.58** 3.24 5.29

Galat 16 9500.40 593.77

Total 19 22995.08


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Chrowder, L. V and H. R Chheda. 1982. Tropical Grassland Husbandry. Longman Inc, London and New York.

Dartius, 1995. Fisiologi Tumbuhan. Universitas Sumatera Utara, Medan.

Fitter A.H., Hay R.K.M. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta hlm. 321.

Gianinazzi-Pearson and H . G . Diem. 1982. Endomychorrizas in Tropics. Microbiology of Tropical Soils and Plant Productivity. 219-251.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika Pressindo. Jakarta.

Harjadi, S.S., 1993. Pengantar Agronomi. PT Gramedia, Jakarta.

Harrison, J. H., R. Blauwiekel and M. R. Stokes. 1994. Fermentation and Utilization of Grass Silage (Review). Journal of Dairy Science, 77(10), 3209 – 3235.

Havlin, J.L., J. P. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility dan Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice Hall. New Jersey.

Havlin, J.L., J. P. Beaton., S.L. Tisdale., and W.L. Nelson. 1999. Soil Fertility dan Fertilizer. An Introduction to Nutrient Management. Sixth ed. Prentice Hall. New Jersey.

Hidayat, N., 2010. Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Produksi Bahan Kering, Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Rumput Gajah Varietas Thailand. Jurnal Ilmiah Inkoma, Vol. 21 (3).

Husna, dkk., 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Pertumbuhan Jati di Muna. Jurnal. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. FP Unhalu. Sulawesi Tenggara.

Ilham, M., 2011.Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, FP IPB. Bogor. Jones, U.S. 1982. Fertilizers and Soil Fertility. 2nd ed. Reston Publ. Co. Reston


(2)

Jones, R.M. and Mannetje, L. 2000. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara.PT Balai Pustaka Jakarta. Prosea Indonesia.Bogor.

Kusmiyati, F., E. D. Purbayanti dan W. Slamet. 2000. Pengaruh Pemupukan Kalsium dan Nitrogen Terhadap Produksi dan Kualitas Hijauan Rumput Makanan Ternak Pada Tanah Salin. Dikti, Jakarta.

Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Diktat Kuliah. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Lindsay, W.L. 1979. Chemical Equilibria in Soils. Wiley Interscience. New York. Lingga. 2000. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Kanisius, Jakarta.

Lynch, J.M. 1983. Soil Biotecnology Microbiologycal Factor In Crop Productivity. Black Well. Scientific Publications. London. 191 hal

Mualim, L. 2009. Kajian Pemupukan NPK dan Jarak Tanam pada Produksi Antosianin Daun Kolesom. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Mufahirin, A.,Lukiwati dan Sutarno, 2012. Pertumbuhan dan Bobot Bahan Kering Rumput Gajah dan Rumput Raja pada Perlakuan Aras Auksin yang Berbeda. Animal Agriculture Journal. Vol: 1 (2). Pp: 1 – 15.

Nasution, H. F. 1991. Pengaruh Interval dan Tinggi Pemotongan Terhadap Produksi Rumput Setaria. Skripsi FP USU, Medan.

Noli, Z. A., Syahbuddin, Murni, H. S., 1999. Pengaruh Inokulasi Ektomikoriza terhadap Pertumbuhan Anakan Melinjo pada Tanah Ultisol. FMIPA UNAND, Padang.

Nursyamsi, D., J. Sri Adiningsih, Sholeh dan A. Adimihardja, 1997. Penggunaan Bahan Organik untuk Meningkatkan Efisiensi Pupuk N pada Ultisol. Prosiding Kongres Nasional. Jakarta.

Nyakpa, M.Y., M.A. Pulung., A.G. Amrah., A. Munawar., G.B. Hong dan Nurhayati Hakim. 1988. Kesuburan Tanah. BKS/PTN/USAID Universitas of Kentucky WUAE Project.

Prawiranata, S., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1981. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Pertanian IPB, Bogor.

Polakitan, D. Dan K. Agustinus, 2009. Pertumbuhan dan Produktivitas Rumput Gajah DWARF (Pennisetum purpureum cv Mott) pada Umur Potong Berbeda. Jurnal. Seminar Regional Inovasi Teknologi Pertanian. BPTP Sulut.


(3)

Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropika. BPFE, Yogyakarta.

Rismunandar. 1986. Mendayagunakan Tanaman Rumput. Sinar Baru, Bandung. Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D.R.

Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung

Sanchez, P.A. 1992. Sifat dan pengelolaan Tanah Tropika. Terjemahan Amir Hamzah. ITB Bandung.

Septiningsih, E., 2007. Peningkatan produktivitas Tanah Pasir untuk Pertumbuhan Tanaman Kedelai dengan Inokulasi Mikoriza dan Rizhobium. Jurnal. FMIPA Undip, Semarang

Setiawan, G., 2010. Laporan Morfologi dan Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.

Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen Ilmu Tanah. FP IPB, Bogor. Sumarsono, S. Anwar, S. Budiyanto, D. Permatasari, D. W. Widjajanto. 2006.

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Usaha Pembibitan Ternak Pola Integrasi Tanaman Ternak dalam Rangka Mendukung Kecukupan Daging 2010. Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hal. 36-41.

Susetyo, S. 1980. Padang Penggembalaan dan Pengelolaan Pastura dan Padang Rumput. FP IPB, Bogor.

Syarifuddin, N.A., 2006. Nilai Gizi Rumput Gajah Sebelum dan Setelah Enzilase Pada Berbagai Umur Pemotongan. Produksi Ternak, Fakultas Pertanian UNLAM, Lampung.

Wicaksono, R. dan Ricky, 2010. Penggunaan Cendawan Mikoriza Arbuskula pada pembibitan Kentang (Solanum tuberosum L.) untuk Meningkatkan Efisiensi daya Serap Nutrient dalam Tanah.

Williamson, E. and W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropik. Gajah Mada University–Press, Yogyakarta.

Yon, R. Md. 1994. Introduction. p. 1-4. In. : R. Md. Yon (Ed). Papaya Fruit Development, Postharvest, Physiology, Handling and Market in ASEAN. Yuli, A., 2009. Pengertian Pertumbuhan dan Perkembangan . Universitas Negeri


(4)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Analisis Keragaman Tinggi Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 286.95 95.65 3.64* 3.24 5.29

Galat 16 420.80 26.30

Total 19 707.75

Keterangan : *= nyata

Lampiran 2. Analisis Keragaman Tinggi Tanaman Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 4339.80 1446.60 3.61* 3.24 5.29 Galat 16 6410.40 400.65

Total 19 10750.20

Keterangan : * = nyata

Lampiran 3. Analisis Keragaman Tinggi Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 2485.75 828.58 1.66tn 3.24 5.29 Galat 16 7965.2 497.83

Total 19 10450.95

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 4. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 40.95 13.65 2.05tn 3.24 5.29

Galat 16 106.8 6.675

Total 19 147.75


(5)

Lampiran 5. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 136.80 45.60 8.85** 3.24 5.29

Galat 16 82.40 5.15

Total 19 219.20

Keterangan: ** = sangat nyata

Lampiran 6. Analisis Keragaman Jumlah Anakan Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 142.95 47.65 13.14** 3.24 5.29

Galat 16 58,00 3.63

Total 19 200.95

Keterangan: ** = sangat nyata

Lampiran 7. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan I.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 251.15 83.72 0.63 tn 3.24 5.29 Galat 16 2117.45 132.34

Total 19 2368.60

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 8. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan II.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 11.01 3.67 0.40 tn 3.24 5.29

Galat 16 146.17 9.14

Total 19 157.19

Keterangan: tn = tidak nyata

Lampiran 9. Analisis Keragaman Produksi Bahan Kering (g) Rumput Gajah Mini pada Pemotongan III.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 182.69 60.90 4.38* 3.24 5.29

Galat 16 222.63 13.91

Total 19 405.32


(6)

Lampiran 10. Analisis Keragaman Biomasa Akar (g) Tanaman Rumput Gajah Mini.

SK Db JK KT F hit F tabel

0.05 0.01 Perlakuan 3 13494.69 4498.23 7.58** 3.24 5.29 Galat 16 9500.40 593.77

Total 19 22995.08