Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria terhadap Biologi dan Statistik Demografi Aphis glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae) pada Tanaman Kedelai

PENGARUH PLANT GROWTH PROMOTING
RHIZOBACTERIA TERHADAP BIOLOGI DAN STATISTIK
DEMOGRAFI Aphis glycines Matsumura (HEMIPTERA:
APHIDIDAE) PADA TANAMAN KEDELAI

ANGGUN AGUSTINI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK
ANGGUN AGUSTINI. Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria
terhadap Biologi dan Statistik Demografi Aphis glycines Matsumura (Hemiptera:
Aphididae) pada Tanaman Kedelai. Dibimbing oleh HERMANU TRIWIDODO.
Aplikasi Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) pada berbagai
tanaman diketahui dapat menekan perkembangan populasi organisme pengganggu
tanaman. Penelitian ini dimaksudkan untuk melihat pengaruh PGPR terhadap
biologi dan statistik demografi AphisglycinesMatsumura (Hemiptera: Aphididae)

pada tanaman kedelai. Penelitian dilakukandi Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dimulai bulan Januari sampai April
2013. Penggunaan PGPR, yang terdiri dari Bacillus polymyxa dan Pseudomonas
fluorescens dapat memperpanjang stadia nimfa instar 2 dan siklus hidup A.
glycines. Penggunaan PGPR tersebut juga berpengaruh terhadap statistik
demografi A. glycines. Pada tanaman yang diaplikasi dengan PGPR mempunyai
laju reproduksi kotor, laju reproduksi bersih dan laju pertumbuhan intrinsik A.
glycines lebih rendah dibandingkan dengan tanaman kontrol. Selain itu juga pada
tanaman aplikasi PGPR dapat memperpanjang lama generasi dan waktu berlipat
ganda A. glycines. Penggunaan PGPR dapat menghambat perkembangan populasi
A. glycinespada tanaman kedelai .
Kata kunci: plant growth promoting rhizobateria, Aphis glycines, kedelai, statistik
demografi.

ABSTRACT
ANGGUN AGUSTINI. Plant Growth Promoting Rhizobacteria Effect of
Biological and Statistic Demographic of Aphis glycines Matsumura (Hemiptera:
Aphididae) in Soybean. Supervised by HERMANU TRIWIDODO.
On various plants, Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR)
application known can suppress the development of plant pest population. This

research aimed at PGPR effects against biology and statistic demographic of
Aphis glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae) on soybean plant. This
research conducted in the Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture,
Bogor Agricultural University. PGPR application, which consists of Bacillus
polymyxa and Pseudomonas fluorescens can extend second instar nymphs stadia
and life cycle of A. glycines. PGPR application also can effect to statistic
demographic of Aphis glycines. The gross reproduction rate, net reproduction rate,
and intrinsic growth rate of A. glicines on PGPR application plant is lower than
non PGPR application plant. Moreover, PGPR application plant can extend long
generation and doubling time of A. glycines. The use of PGPR can inhibits the
development of A. glycines population on soybean plant.
Keywords:plant growth promoting rhizobateria, Aphis glycines, soybean, statistic
demographic.

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

PENGARUHPLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA
TERHADAP BIOLOGI DAN STATISTIK DEMOGRAFI Aphis
glycines Matsumura (HEMIPTERA: APHIDIDAE) PADA
TANAMAN KEDELAI

ANGGUN AGUSTINI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

: Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria terhadap
Biologi dan Statistik Demografi Aphis glycines Matsumura
(Hemiptera: Aphididae) pada Tanaman Kedelai
Nama Mahasiswa: Anggun Agustini
NIM
: A34090047
Judul

Disetujui oleh

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc.
Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
Ketua Departemen


Tanggal disetujui:

Judul

..
Nama M ahasiswa
NIM

P engaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria terhadap
Biologi dan Statistik Demografi Aphis glycines Matsumura
.(Hemiptera: Aphididae) pada Tanaman Kedelai
Anggun Agustini
A34090047

Disetuj ui oleh
,'

Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc.
Dosen Pembimbing


Tanggal disetujui:

0 \) sエNセ@

2\)\3

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1991 sebagai anak
bungsu dari tujuh bersaudara dari pasangan Dino David dan Maryatis. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMAN 27 Jakarta Pusat
pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Pertanian, Program Studi Proteksi Tanaman, melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Penanggung Jawab
Kelompok pada masa MPD poempa tahun 2011, Asisten Praktikum Pengendalian
Hayati dan Pengelolaan Habitat 2012, Pengajar Bimbingan Belajar di SMP
Terbuka 1 Cihideung ilir 2013, Pengajar Mengaji di Pijar Rumpin 2013. Selain itu
penulis pernah lolos dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang penelitian
mengenai Nematoda Entomopatogen.


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang atas segala
nikmat, rahmat, dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengaruh Plant Growth Promoting Rhizobacteria terhadap Biologi dan
Statistik Demografi Aphis glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae) pada
Tanaman Kedelai, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Penulis menghaturkan terima kasih kepada Ayahanda Dino David, Ibunda
Maryatis, keenamkakak penulis Novi Sofiyanti, SE., Nova Andraiyani,
Nopriyanto Tri Saputra, SE., Fitri Pratiwi, SE., Gina Oktaviyanti, dan Anggi
Mirawati, ST., serta keluarga besar yang telah mendoakan dan memberi dukungan
kepada penulis.Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada
Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc. selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah memberikan masukan, motivasi, dan
bimbingan,Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. selaku dosen penguji tamu atas
saran dan masukan, serta teman-teman seperjuangan di Departemen Poteksi
Tanaman Angkatan 46 Khususnya Nisa Rizki Poerwitasari, Enny Elok mawarni,
Arini, Eka Wijayanti, Aldila Rachmawati SP, Leni Mariana, Eliana, Pritha
Khrisrachmalia, Siti Fathur Racmawati,Kavy shobah, dan Gracia Mediana yang

telah membantu penelitian penulis dan juga telah memberikan persahatan dan
dukungan. Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Sodik dan Bapak Dadang
yang telah membantu penulis dalam penelitian.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan.Oleh karena
itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang insya Allah membangun demi
peningkatan yang lebih baik. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pertanian Indonesia dan menjadi acuan untuk penelitian
berikutnya. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih.

Bogor, Juni 2013

Anggun Agustini

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN ................................................. Error! Bookmark not defined.
Latar Belakang .............................................. Error! Bookmark not defined.
Tujuan Penelitian .......................................... Error! Bookmark not defined.
Manfaat Penelitian ........................................ Error! Bookmark not defined.
BAHAN DAN METODE ...................................... Error! Bookmark not defined.
Tempat dan Waktu ........................................ Error! Bookmark not defined.

Metode .......................................................... Error! Bookmark not defined.
Perbanyakan A. glycines ...................... Error! Bookmark not defined.
Pemeliharaan Kohort A. glycines ........ Error! Bookmark not defined.
Pengamatan Biologi A. glycines .......... Error! Bookmark not defined.
Neraca Kehidupan dan Statistik Demografi A. glycines ............. Error!
Bookmark not defined.
Rancangan Percobaan ......................... Error! Bookmark not defined.
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................. Error! Bookmark not defined.
Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Biologi A. glycines .... Error! Bookmark
not defined.
Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Statistik Demografi A. glycines .... Error!
Bookmark not defined.
Pembahasan Umum ...................................... Error! Bookmark not defined.
KESIMPULAN ...................................................... Error! Bookmark not defined.
Simpulan ....................................................... Error! Bookmark not defined.
Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ............................................ Error! Bookmark not defined.
LAMPIRAN ........................................................... Error! Bookmark not defined.
RIWAYAT HIDUP ................................................ Error! Bookmark not defined.


DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Tanaman kedelai dalam kurungan untuk perbanyakan A. glycines
3
Gambar 2Tanaman kedelai dalam kurungan kecil untuk penyediaan A. glycines
instar 1
4
Gambar 3Pemeliharaan kohort A. glycines pada tanaman kedelai
5
Gambar 4Morfologi antena(a),abdomen (b), kauda dan kornikel(c)A. glycines 7
Gambar 5Tinggi tanaman kedelai pada tanaman non PGPR (kontrol) dan tanaman
aplikasi PGPR
8
Gambar 6 Jumlah daun tanaman kedelai pada tanaman non PGPR (kontrol) dan
tanaman aplikasi PGPR
8
Gambar 7Peluang hidup dan keperidian harian A. glycines pada tanaman kedelai
non PGPR (kontrol) (a) dan tanaman kedelai aplikasi PGPR (b)
12
Gambar 8Peluang hidup A. glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol)dan
tanaman kedelai aplikasi PGPR

13
Gambar 9 Keperidianharian A. glycines pada tanaman kedelai non PGPR
(kontrol)dan tanaman kedelai aplikasi PGPR
13

DAFTAR TABEL

Tabel 1 BiologiA.glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol) dan
tanaman kedelaiaplikasi PGPR
9
Tabel 2 Statistik demografi A.glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol)
dan tanaman kedelai aplikasi PGPR
14
Tabel Lampiran 1Biologi A. glycines pada tanaman kedelai no PGPR (kontrol) 23
Tabel Lampiran 2Biologi A. glycines pada tanaman aplikasi PGPR
24
Tabel Lampiran 3Neraca KehidupanA. glycines pada tanaman kedelai non PGPR
(kontrol)
25
Tabel Lampiran 4Neraca KehidupanA. glycines pada tanaman aplikasi PGPR 26

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kedelai merupakan komoditas pertanian yang sangat dibutuhkan di
Indonesia baik sebagai bahan pangan manusia, pakan ternak, maupun bahan baku
industri. Kebutuhan kedelai dalam negeri dari tahun ke tahun cenderung terus
meningkat seiring pesatnya perkembangan industri pangan dan pakan olahan
berbahan baku kedelai, namun produksi kedelai dalam negeri mengalami
fluktuasi.
Produksi kedelai pada tahun 2010 sebesar 907 031 ton. Sedangkan pada
tahun 2011 produksi kedelai menurun menjadi sebesar 851 286 ton, dan data
terakhir produksi kedelai tahun 2012 mengalami kenaikan menjadi sebasar 851
647 ton. Berdasarkan hasil produksi kedelai dalam negeri pada tahun 2012 hanya
dapat memenuhi sekitar 30% dari kebutuhan nasional (BPS 2012).
Fluktuasinya produksi kedelai disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya
gangguan hama dan penyakit tanaman. Menurut Soekarno dan Harnoto (1985)
salah satu hama utama pada tanaman kedelai yaitu Aphis glycines (Hemiptera:
Aphididae). Kerusakan langsung yang disebabkan oleh A. glycines yaitu
menghisap daun dan batang tanaman, sehingga menurunkan kualitas dan kuantitas
produksi kedelai. Sedangkan kerusakan tidak langsung yang disebabkan oleh A.
glycines yaitu menjadi vektor dari beberapa virus penyebab penyakit tanaman,
diantaranya Soybean mosaic virus (SMV) dan Soybean dwarf virus (SbDV).
Kehilangan hasil tanaman kedelai yang disebabkan oleh penyakit SMV
yang ditularkan oleh A. glycines sekitar 80%, sedangkan kehilangan hasil akibat
serangan penyakit SbDV sekitar 40% (Burrows et al. 2005; Harrison et al. 2005).
Namun di Indonesia belum diketahui kehilangan hasil yang disebabkan oleh
kedua penyakit tersebut, tetapi dilaporkan penyakit tersebut telah menyebar di
Indonesia. Tingginya kehilangan hasil tanaman kedelai akibat penyakit yang
ditularkan oleh A. glycines, sehingga diperlukan pengendalian terhadap populasi
A. glycines sampai batas yang tidak merugikan secara ekonomi.
Langkah tercepat, efektif dan efisien dalam mengendalikan hama A.
glycines adalah dengan aplikasi pestisida. Namun penggunaan insektisida yang
berlebihan menimbulkan dampak negatif seperti terjadinya resistensi, resurjensi,
hama sekunder dan residu. Oleh karena itu, pendekatan lain yang lebih
berwawasan lingkungan perlu diupayakan untuk diterapkan dalam pengendalian
hama.
Pengendalian hama terpadu merupakan metode pengendalian hama yang
berwawasan lingkungan dan telah ditetapkan sebagai kebijakan utama
pengendalian hama dan penyakit tanaman di Indonesia, misalnya pengendalian
hayati. Pengendalian hayati merupakan metode pengendalian yang memanfaatan
agens hayati untuk mengurangi populasi hama sampai di bawah garis ambang
ekonomi. Salah satu pengendalian hayati yang sering digunakan untuk
menurunkan serangan hama dan penyakit tanaman ialah PGPR (Plant Growth
Promoting Rhizobacteria).
PGPR merupakan kelompok bakteri yang dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk hayati untuk membantu tanaman dalam suplai hara dan memperkuat

2
terhadap serangan hama maupun penyakit tanaman (Soesanto 2008). Kombinasi
Bradyrhizobium dan PGPR dapat meningkatkan serapan hara, pertumbuhan
vegetatif dan produktif tanaman kedelai (Haino 2009). Telah diketahui beberapa
mikroba potensial dapat memacu pertumbuhan tanaman, biokontrol dan pelarut
fosfat yaitu Bacillus sp. dan Pseudomonas sp., sehingga PGPR menjadi salah satu
pengendalian hayati yang memanfaatkan agens hayati.
Penelitian mengenai PGPR sebagai pengendalian hama dan penyakit
tanaman telah lama dilakukan. Menurut hasil penelitian Sentilraja et al. (2012)
menyatakan bahwa campuran bioformulasi PGPR yang mengandung P.
fluorescens dengan fungi entomopatogen Beauveria bassiana secara signifikan
dapat menekan hama leafminer Aproaerema modicella dan penyakit busuk yang
disebabkan oleh Sclerotium rolfsii pada kacang tanah. Selain itu pertahanan
tanaman terhadap serangga hama dan penyakit tanaman yang diinduksi oleh
PGPR juga dapat menurunkan makan kumbang Diabrotica undecimpunctata
howardi Barber dan keparahan penyakit layu yang sebabkan Erwinia carotovora
pada tanaman mentimun (Zehnder et al. 1997).
PGPR sebagai pengendalian hayati dapat menekan populasi hama dengan
menginduksi resistensi pada tanaman (Soesanto 2008). Resistensi adalah sifat
ketahanan tanaman yang memberikan pengaruh buruk terhadap hama. Ketahanan
terinduksi pada jaringan vegetatif tanaman sehingga dapat mengganggu proses
makan dan kehidupan hama. Proses makan yang terganggu akan memberikan
dampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi hama. Hal
ini merupakan salah satu faktor pembatas perkembangan populasi hama.
Kepadatan populasi serangga di suatu tempat mempunyai arti penting
karena akan menimbulkan permasalahan hama (Untung 1993). Kepadatan
populasi serangga dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhannya. Kecepatan
pertumbuhan populasi adalah jumlah organisme yang berkembang dalam populasi
persatuan waktu. Price (1997) menyatakan untuk mengetahui pertumbuhan
populasi suatu spesies harus diketahui terlebih dahulu jumlah keturunan yang
dihasilkan oleh seekor betina pada interval umur hidupnya dan jumlah individu
yang dilahirkan pada setiap interval umur tersebut. Pertumbuhan populasi dapat
dihitung berdasarkan pertumbuhan betina dalam menghasilkan keturunan.
Pengaruh PGPR terhadap peluang hidup dan kemampuan menghasilkan
keturunan (keperidian) A. glycines dapat diketahui dengan merancang suatu
neraca kehidupan (life table). Dari data neraca kehidupan akan didapatkan
informasi detail mengenai kelahiran, perkembangan, reproduksi, dan kematian
setiap individu dalam suatu populasi. Informasi ini merupakan informasi dasar
yang dibutuhkan untuk mempelajari berbagai aspek dan perilaku suatu populasi
(Wilson dan Bossert 1971; Price 1997).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh PGPR terhadap biologi
dan statistik demografi A. glycines sebagai hama pada tanaman kedelai.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat memberikan
informasi untuk pengendalian hama A. glycines pada tanaman kedelai.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai pada bulan Januari
sampai April 2013.
Metode
Perbanyakan A. glycines
Benih kedelai varietas Anjasmoro untuk perbanyakan A. glycines ditanam
pada 15 polibag ukuran 30 x 30 cm yang diisi media tanam tanah dan kompos
(2:1) sebanyak 4 kg/polibag, serta ditambahkan pupuk NPK biru dengan dosis 0.5
g/polibag. Setiap polibag ditanami 6 benih kedelai, kemudian pemeliharaan
tanaman dilakukan di dekat Laboratorium Pendidikan.
A. glycines didapat dari tanaman kedelai di lahan petani Megamendung
Bogor. A. glycines diinokulasi, dipelihara, dan diperbanyak pada tanaman kedelai
yang telah berumur 2 MST (minggu setelah tanam) (Gambar 1). Tanaman kedelai
tersebut sebelumnya disungkup dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya
ditutupi kain kasa. A. glycines dibiarkan berkembang biak sampai jumlahnya
mencukupi untuk digunakan pada perlakuan.

Gambar 1 Tanaman kedelai dalam kurungan untuk perbanyakan A. glycines

Pemeliharaan Kohort A. glycines
Sebanyak 240 butir benih kedelai varietas Grobogan untuk perlakuan dicuci
dengan air bersih. Kemudian benih ditiriskan pada kertas steril dan dikering
anginkan selama 15 menit. Selanjutnya dipisahkan 120 butir untuk perlakuan
kontrol dan 120 butir lainnya untuk perlakuan aplikasi PGPR. PGPR yang
digunakan yaitu merek dagang Rhizomax dalam bentuk formulasi tepung yang
memiliki kandungan B. polymyxa dan P. fluorescens. Suspensi PGPR dibuat
dengan mencampurkan 50 gram PGPR ke dalam 5 liter aquades, kemudian diaduk
hingga merata. Benih kedelai sebanyak 120 butir direndam ke dalam suspensi
PGPR dan 120 butir lainnya direndam ke dalam aquades selama 15 menit.

4
Selanjutnya benih ditiriskan pada kertas steril dan dikering anginkan selama 15
menit. Benih kedelai ditanam pada 60 polibag ukuran 30 x 30 cm yang diisi media
tanam, serta ditambahkan pupuk Ponska dengan dosis 0.5 g/polibag, kemudian
setiap polibag ditanami 4 benih kedelai.
Suspensi PGPR sisa rendaman disiramkan pada media tanam perlakuan
aplikasi PGPR sebanyak 150 ml/polibag, sedangkan pada media tanam kontrol
disiramkan dengan air bersih sebanyak 150 ml/polibag. Penyiraman suspensi
PGPR Rhizomax pada tanaman aplikasi PGPR dan air bersih pada tanaman
kontrol dilakukan juga saat tanaman kedelai umur 2 MST. Selanjutnya tanaman
dipelihara di dekat Laboratorium Pendidikan. Dilakukan pengamatan terhadap
tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kontrol maupun tanaman aplikasi
PGPR. Pengukuran suhu dan kelembaban juga dilakukan setiap hari dengan
mengukur suhu normal, suhu minimum, suhu maksimum, dan kelembabannya
dengan termohigrometer pada waktu pagi, siang dan sore.
Benih kedelai varietas Grobogan yang akan digunakan untuk makanan
imago A. glycines agar melahirkan nimfa instar 1 ditanam pada 25 gelas plastik
ukuran 200 ml yang diisi media tanam 200 g/gelas plastik tanah dan kompos
(2:1), dan setiap gelas ditanami 2 benih kedelai. Tanaman kedelai umur 7 HST
(hari setelah tanam) disungkup dengan plastik mika silindris yang bagian atasnya
ditutupi kain kasa (Gambar 2). Kemudian pada tanaman kedelai umur 8 HST
diletakkan 2 imago A. glycines, sehingga pada hari berikutnya akan didapatkan A.
glycines nimfa instar 1 yang baru dilahirkan oleh imago A. glycines.

Gambar 2 Tanaman kedelai dalam kurungan kecil untuk penyediaan A. glycines
instar 1

A. glycines nimfa instar 1 dalam populasi kohort diinokulasi pada tunas
tanaman perlakuan kontrol dan tanaman aplikasi PGPR umur 3 MST yang telah
disungkup dengan plastik mika yang bagian atas dan bawahnya ditutupi kain kasa,
serta dialasi karton hitam (Gambar 3). Kohort merupakan kelompok individu yang
lahir dalam interval waktu yang hampir sama (Begon et al. 2008). Setiap polibag
diambil 4 tunas, sehingga terdapat 4 A. glycines nimfa instar 1/polibag pada
tanaman kontrol dan tanaman aplikasi PGPR. Inokulasi dilakukan pada tanaman

5
kedelai umur 3 MST karena menurut Rusli (1991) tanaman umur 3 MST
memberikan kehidupan yang lebih baik terhadap biologi A. glycines.
Beberapa imago A. glycines diambil dan diawetkan ke dalam alkohol 70%
untuk diidentifikasi. Preparat sementara dapat dibuat dengan cara merebus A.
glycines selama 3 menit di dalam alkohol 95%. Setelah itu A. glycines
dimasukkan ke dalam KOH 10% dan direbus hingga transparan, kemudian isi
abdomen A. glycines dikeluarkan dengan menusuk-nusuk bagian abdomennya di
bawah Mikroskop stereo. Kemudian A. glycines dicuci dengan aquades sebanyak
2 kali dan direndam ke dalam alkohol bertingkat 50%, 80%, 95%, 100%, dan
minyak cengkeh masing-masing selama 10 menit. Selanjutnya A. glycines
ditempatkan pada gelas objek dan gunakan hoyer untuk menempelkan gelas objek
tersebut, kemudian A. glycines dipanaskan ke dalam Hotplane selama 7 hari.

Gambar 3 Pemeliharaan kohort A. glycines pada tanaman kedelai

Pengamatan Biologi A. glycines
Pengamatan dilakukan setiap hari pada masing-masing A. glycines yang
masih hidup atau sudah mati, ganti kulit dengan adanya eksuvia, dan jumlah
nimfa yang dilahirkan. Siklus hidup A. glycines dihitung sejak nimfa instar 1
diinokulasi ke tanaman perlakuan sampai menjadi imago. Selama perkembangan
menjadi imago A. glycines akan mengalami fase nimfa sebanyak 4 stadia instar,
perpindahan antar instar dibedakan melalui pergantian kulit. Selanjutnya
praoviposisi A. glycines dihitung sejak menjadi imago hingga imago tersebut
melahirkan nimfa untuk pertama kalinya. Sedangkan pengamatan lama hidup
dilakukan mulai dari A. glycines menjadi imago hingga imago tersebut mati. Dan
pengamatan keperidian didapat dari hasil jumlah nimfa yang dilahirkan oleh
setiap imago A. glycines selama hidupnya. Berdasarkan hasil pengamatan harian
disusun dalam bentuk tabel biologi A. glycines. Pengamatan meliputi lamanya
stadia nimfa instar 1, instar 2, instar 3, instar 4, siklus hidup, praoviposisi, lama
hidup, dan keperidian pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol) maupun tanaman
kedelai aplikasi PGPR.

6
Neraca Kehidupan dan Statistik Demografi A. glycines
Jumlah individu yang masih hidup dihitung setiap hari, sehingga diperoleh
data peluang hidup (lx) A. glycines pada berbagai umur. Pengamatan keperidian
harian (mx) dilakukan dengan rata-rata jumlah nimfa A. glycines yang dilahirkan
oleh setiap imago untuk berbagai umur (x). Dari data pengamatan peluang hidup
dan keperidian harian digambarkan dalam bentuk kurva dan diperoleh neraca
kehidupan.
Neraca kehidupan kohort merupakan neraca kehidupan yang mengikuti
perkembangan kohort dimulai dari kemunculan individu pertama sampai individu
terakhir yang bertahan hidup (Begon et al. 2008). Adapun data mengenai
pengamatan kohort A. glycines selama satu generasi disusun dalam bentuk neraca
kehidupan (life table). Dari data neraca kehidupan tersebut perhitungan dapat
dilanjutkan untuk menentukan parameter-parameter statistik demografi lainnya
(Price 1997; Wilson dan Bossert 1971). Statistik demografi serangga oleh Zeng et
al. (1983) diartikan sebagai analisis secara kuantitatif populasi serangga dalam
hubungannya dengan kelangsungan hidup, keperidian, dan pola pertumbuhan
populasi. Seperti,
1. Laju Reproduksi Kotor (GRR)
=
x
2. Laju Reproduksi Bersih (Ro)
= xmx
3. Laju pertambahan intrinsik (rm) = xmx
=1
4. Rerata masa generasi (T)
= (ln Ro)/rm
5. Populasi berlipat ganda (DT)
= ln(2)/rm
Laju reproduksi bersih (Ro) merupakan rata-rata jumlah keturunan (dari fase
pertama dalam suatu siklus hidup) yang dihasilkan oleh setiap imago (Begon et al.
2008). Laju pertumbuhan intrinsik (rm) menggambarkan laju peningkatan populasi
dengan sumberdaya yang tidak terbatas (Price 1997). Rataan lama generasi (T)
merupakan rataan waktu yang dibutuhkan sejak nimfa dilahirkan sampai menjadi
imago dan melahirkan nimfa untuk pertama kalinya (Price 1997; Begon et al.
2008). Doubling time (DT) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk populasi A.
glycines menjadi berlipat ganda.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yaitu tanaman kedelai kontrol dan
tanaman kedelai aplikasi PGPR, dengan 65 ulangan pada masing-masing
perlakuan. Keragaman data diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2007
dan dianalisis dengan program Minitab 16 melalui uji lanjut t pada taraf nyata 5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Dinamika populasi merupakan fluktuasi populasi serangga dari waktu ke
waktu. Tinggi rendahnya populasi serangga ditentukan oleh faktor dalam dirinya
sendiri (faktor intrinsik) dan faktor luar (faktor ekstrinsik). Adapun faktor luar
yang berpengaruh yaitu makanan dan lingkungan. Beberapa faktor lingkungan
seperti suhu udara dan kelembaban udara memiliki kaitan yang sangat erat
terhadap iklim mikro perkembangan populasi serangga (Speight et al. 2008).
Berdasarkan hasil pengukuran harian suhu minimal lingkungan berkisar
25.3-31.6 °C, suhu normal berkisar 25.6-33.6 °C, dan suhu maksimal berkisar
28.6-34.7 °C. Namun suhu optimum bagi populasi Aphis sp. berkisar 15-25 °C
(Van der goot 1917 dalam Cottier 1953), sedangkan untuk kelembaban minimal
berkisar 32-75%, kelembaban normal berkisar 56-99%, dan kelembaban
maksimal berkisar 58-99%. Menurut Sunjaya (1970) kelembaban udara optimum
bagi serangga pada umumnya berkisar 73-100%.
Beberapa imago A. glycines hasil perbanyakan diidentifikasi menggunakan
buku identifikasi Blackmann dan Eastop (2000). Hasil identifikasi menunjukkan
bahwa imago tersebut merupakan spesies dari Aphis glycines Matsumura Ordo
Hemiptera Famili Aphididae dengan melihat ciri-ciri morfologinya (Gambar 4).
a

b

c

Antena
Abdomen
Kornikel
Kauda

Gambar 4 Morfologi antena (a), abdomen (b), kauda dan kornikel (c) A. glycines

Tubuh A. glycines berwarna hijau kuning dengan 6 ruas antena dan
memiliki kauda dengan 8-10 rambut. Selain itu bagian abdomen imago A.
glycines terdapat sepasang kornikel yang muncul pada ruas ke lima atau ke enam.
Kornikel tersebut berwarna hitam dengan bentuk silindris yang ujungnya
meruncing dan sama panjang dengan kauda. Panjang tubuh A.glycines dewasa
berkisar 1-1.16 mm dan umumnya tidak bersayap, tetapi kadang yang dewasa
mempunyai sayap yang transparan (Borror et al. 1996). Reproduksi A. glycines
secara partenogenesis dan vivipar (Kalshoven 1981).
Aplikasi PGPR pada tanaman kedelai mempengaruhi beberapa morfologi
tanaman seperti tinggi tanaman dan jumlah daun (Gambar 5). Tanaman aplikasi
PGPR secara rata-rata memiliki tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan
dengan tanaman kontrol sejak awal pertumbuhan setelah benih berkecambah. Hal
ini menunjukkan bahwa aplikasi PGPR memberikan dampak positif terhadap

8
pertumbuhan tanaman kedelai sehingga tanaman menjadi tumbuh lebih cepat jika
dibandingan dengan tanaman tanpa aplikasi PGPR (kontrol). Salah satu hormon
yang mempengaruhi tinggi tanaman kedelai adalah hormon auksin, sedangkan B.
polymyxa dan P. fluorescens menghasilkan hormon auksin yang dapat
mempercepat pertumbuhan tinggi tanaman kedelai (Timmusk 2003; Wahyudi et
al. 2007).

Gambar 5

Tinggi tanaman kedelai pada tanaman non PGPR (kontrol) dan
tanaman aplikasi PGPR

Gambar 6 Jumlah daun tanaman kedelai pada tanaman non PGPR (kontrol) dan
tanaman aplikasi PGPR

9
Tanaman kedelai aplikasi PGPR juga menunjukkan jumlah daun yang
lebih banyak dari awal pengamatan dibandingkan dengan tanaman non PGPR
(kontrol) (Gambar 6). Jumlah daun yang banyak pada tanaman aplikasi PGPR
akan meningkatkan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis, sehingga akan
mempengaruhi terhadap produksi polong yang dihasilkan oleh tanaman kedelai.
Umumnya pertambahan jumlah daun akan menambahkan jumlah kutudaun A.
glycines karena rimbunnya tanaman. Namun hal tersebut tidak terjadi pada hasil
penelitian Wirianti (2006) bahwa pada tanaman cabai yang diberikan perlakuan
PGPR dengan pertambahan jumlah daun tidak diikuti dengan penambahan kutu
kebul Bemisia tabaci. Hal tersebut mendukung bahwa banyaknya jumlah daun
belum tentu akan meningkatkan kutudaun A. glycines.
Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Biologi A. glycines
Siklus hidup adalah selang waktu sejak nimfa dilahirkan hingga menjadi
imago, dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan penelitian Mardiana (1991) siklus
hidup A. glycines pada kondisi yang sesuai berkisar 5-8 hari dengan rataan
6.28±0.09 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa lamanya siklus hidup hasil
penelitian Mardiana berbeda dengan hasil penelitian ini dikarenakan adanya
perbedaan lingkungan dan varietas tanaman yang digunakan pada penelitian.
Penelitian yang dilakukan oleh Mardiana (1995) menggunakan varietas kedelai
ialah Lokon, sedangkan penelitian ini menggunakan varietas Grobogan. Sunjaya
(1970) mengemukakan bahwa kualitas makanan yang mengandung dapat
menentukan pertumbuhan, perkembangan, kesuburan, mortalitas dan keperidian
serangga.

Biologi A. glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol) dan
tanaman kedelai aplikasi PGPR
Stadia
Kontrol (hari)
PGPR (hari)
Instar 1
1.217 ± 0.088 a
1.344 ± 0.096 a
Instar 2
1.130 ± 0.072 a
1.375 ± 0.087 b
Instar 3
1.087 ± 0.060 a
1.063 ± 0.043 a
Instar 4
1.087 ± 0.060 a
1.125 ± 0.059 a
Siklus Hidup
4.522 ± 0.106 a
4.906 ± 0.082 b
Praoviposisi
0.391 ± 0.104 a
0.219 ± 0.074 a
Lama hidup
14.609 ± 1.059 a
14.094 ± 0.715 a
Keperidian
66.565 ± 7.077 a
65.344 ± 3.908 a

Tabel 1

Keterangan : Angka pada baris yang sama yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda
nyata berdasarkan pada uji t pada taraf nyata 5%.

Hasil penelitian menunjukkan siklus hidup A. glycines berbeda nyata antara
tanaman kontrol dengan tanaman aplikasi PGPR. Siklus hidup A. glycines pada
tanaman aplikasi PGPR mengalami perkembangan lebih lambat dibandingkan
pada tanaman kontrol. Hal tersebut dapat disebabkan bahwa tanaman dengan
aplikasi PGPR dapat menunda atau memperlambat siklus hidup A. glycines.

10
Lambatnya siklus hidup atau perkembangan A. glycines menjadi imago dewasa
akan berkorelasi terhadap terhambat waktu reproduksi, dimana reproduksi
merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan serangga untuk
menyerang tanaman. Sehingga dengan adanya aplikasi PGPR terhadap tanaman
akan berdampak positif terhadap lambatnya waktu reproduksi A. glycines di
pertanaman. Kozlowski (1992) menyatakan bahwa tertundanya waktu reproduksi
akan berdampak terhadap peningkatan mortalitas sebelum reproduksi, penurunan
masa reproduksi, penurunan output reproduksi dan waktu generasi menjadi lebih
lama.
A. glycines mengalami 4 kali ganti kulit (4 stadia instar nimfa) selama
perkembangan menjadi imago. Lama stadia nimfa instar 2 A. glycines pada
tanaman kontrol berbeda nyata dengan tanaman aplikasi PGPR. A. glycines pada
tanaman aplikasi PGPR mengalami lama stadia nimfa instar 2 lebih lambat
dibanding dengan tanaman kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi PGPR
pada tanaman dapat memperlambat lamanya stadia nimfa instar 2 A. glycines,
sehingga akan memperlambat siklus hidup maupun perkembangan A. glycines
menjadi imago dewasa. Hal ini sejalan dengan penelitian Wirianti (2006) bahwa
PGPR dengan kandungan B. polymyxa dan P. fluorescens mampu menghambat
perkembangan nimfa B. tabaci. Penundaan waktu perkembangan nimfa dalam
dinamika populasi memberikan efek yang menguntungkan terhadap pengendalian
hama.
Begon et al. (2008) menyatakan bahwa laju perkembangan yang cepat dapat
meningkatkan kebugaran serangga dan mempercepat inisiasi reproduksi. Inisiasi
reproduksi lebih awal dapat diartikan sebagai mempercepat siklus hidup suatu
generasi. Siklus hidup suatu generasi selesai dalam waktu singkat akan
memperkecil kesempatan musuh alami untuk menekan hama tersebut. Kondisi ini
akan menjadi faktor pembatas dalam pemanfaatkan musuh alami sebagai salah
satu bentuk pengendalian hayati.
Aplikasi PGPR pada tanaman kedelai dapat memperlambat stadia nimfa
instar 2 A. glycines karena pada stadia nimfa instar 1 A. glycines yang baru
dilahirkan masih dalam masa pencarian tempat tinggal dan nutrisi yang didapat
dari induknya mampu mencukupi perkembangan stadia nimfa instar 1. Namun
pada stadia nimfa instar 2 A. glycines berada dalam masa pencocokan dan
penghisapan cairan tanaman sehingga dengan aplikasi PGPR pada tanaman dapat
memberi dampak negatif terhadap penghambatan cairan tanaman yang diperoleh
A. glycines untuk memenuhi nutrisinya. Sedangkan pada stadia nimfa instar 3 dan
instar 4 A. glycines berada pada masa beradaptasi sehingga aplikasi PGPR tidak
memberi pengaruh yang nyata pada masa stadia nimfa A. glycines tersebut.
Keperidian imago A. glycines diperoleh dari jumlah nimfa yang dilahirkan
oleh setiap imago hingga imago tersebut mati. Sedangkan praoviposisi merupakan
waktu sejak A. glycines menjadi imago hingga dapat melahirkan nimfa untuk
pertama kalinya. A. glycines selama hidupnya tidak melahirkan setiap harinya,
biasanya hari-hari tanpa melahirkan terjadi menjelang kematian. Menurut Cottier
(1953) menyatakan bahwa dalam keadaan lingkungan yang optimal A. glycines
dapat menghasilkan sebanyak 60 nimfa.
Keperidian dan masa praoviposisi A. glycines tidak berbeda nyata antara
tanaman kontrol dan tanaman aplikasi PGPR. Menurut Chapman (1982)
Reproduksi serangga dipengaruhi oleh nutrisi protein yang dikonsumsinya.

11
Sedangkan kedelai memiliki kandungan protein tertinggi diantara komoditas
pertanian lainnya (Suprapti 2005). Tingginya kadar protein dalam tanaman
kedelai mengakibatkan aplikasi PGPR belum mampu mempengaruhi keperidian
A. glycines.
Lama hidup merupakan waktu sejak A. glycines menjadi imago hingga
imago tersebut mati, tertera pada Tabel 1. Lama hidup A. glycines lebih cepat
pada tanaman aplikasi PGPR dibanding dengan tanaman kontrol walaupun tidak
berbeda nyata. Kurangnya nutrisi yang dibutuhkan oleh A. glycines karena
sulitnya penghisapan cairan tanaman untuk memperoleh makanan, sehingga A.
glycines tersebut menjadi tidak mampu hidup lebih lama pada tanaman aplikasi
PGPR. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Zehnder et al. (1997) bahwa
PGPR dapat menurunkan konsumsi makan kumbang Diabrotica undacimpunctata
howardi Barber pada tanaman mentimun, karena adanya sistem pertahanan
tanaman yang diinduksi oleh PGPR. Sehingga hal Ini akan juga menunjukkan
bahwa tanaman aplikasi PGPR dapat mempercepat kematian A. glycines. Hal
tersebut dapat berkorelasi terhadap pendeknya waktu keperidian A. glycines.
Menurut Natawigena (1990) semakin lama umur imago betina maka akan
semakin lebih lama kesempatan bertelur atau melahirkan.
Pengaruh Aplikasi PGPR terhadap Statistik Demografi A. glycines
Setiap organisme mempunyai variasi jangka hidup yang terbatas, yang
menentukan karakteristik kelangsungan hidupnya di dalam suatu populasi. Hasil
pengamatan menunjukkan peluang hidup (lx) dan keperidian harian (mx) A.
glycines pada tanaman kontrol dan tanaman aplikasi PGPR dapat dilihat pada
Gambar 7.
Peluang hidup A. glycines menunjukkan pola yang hampir sama antara
tanaman kontrol dan tanaman aplikasi PGPR termasuk tingkat mortalitas yang
terjadi selama perkembangan nimfa dan imago. Mortalitas beberapa A. glycines
telah terjadi pada saat stadia nimfa instar 1. Kurva peluang hidup A. glycines
menunjukkan peningkatan laju mortalitas secara bertahap yang terjadi selama fase
perkembangan, namun tingginya tingkat mortalitas terjadi saat A. glycines sudah
melewati fase nimfa. Imago A. glycines mengalami mortalitas setiap hari satu per
satu sampai tidak ada yang tersisa karena batas fisiologi.
Agar memperjelas perbandingan peluang hidup A. glycines pada tanaman
kontrol dengan tanaman aplikasi PGPR dapat dilihat pada Gambar 8. A. glycines
paling lama hidup pada tanaman kontrol hingga 37 hari, sedangkan pada tanaman
aplikasi PGPR hanya 25 hari. Hal tersebut dikarenakan adanya pertahanan
tanaman yang diinduksi oleh PGPR sehingga membuat A. glycines menjadi tidak
mampu hidup lebih lama karena sulit memperoleh cairan tanaman. Hal ini
menunjukkan bahwa PGPR menginduksi pertahanan pada tanaman yang dapat
mempercepat kematian A. glycines. Sesuai dengan pernyataan Naranjo dan
Ellsworth (2005) bahwa tanaman inang merupakan salah satu faktor biotik yang
dapat mempengaruhi aspek biologi dan kelangsungan hidup suatu organisme.
Speiht et al. (2008) menjelaskan bahwa kemampuan bertahan hidup
(survivorship) merupakan laju kematian organisme pada saat proses pertumbuhan
suatu generasi berlangsung. Tipe bertahan hidup A. glycines pada tanaman kontrol
dan tanaman aplikasi PGPR (Gambar 8) memperlihatkan pola yang dikenal
dengan tipe I. Menurut Price (1997) kurva tipe I adalah kematian organisme

12

Peluang hidup (lx)

Rataan keperidian harian (mx)

dalam jumlah yang sedikit ketika umur muda dan kematian dalam jumlah besar
sewaktu organisme tersebut lebih tua, kurva tipe II menunjukkan laju kematian
yang konstan, sedangkan tipe III memperlihatkan kematian yang besar terjadi di
waktu awal.

Umur (hari)
Gambar 7 Peluang hidup dan keperidian harian A. glycines pada tanaman kedelai
non PGPR (kontrol) (a) dan tanaman kedelai aplikasi PGPR (b)

Banyaknya nimfa yang dilahirkan setiap hari digambarkan dalam bentuk
kurva mx (keperidian harian) dapat dilihat pada Gambar 9. Ada beberapa A.
glycines pada hari ke-3 saat masih dalam fase perkembangan nimfa sudah dapat
melahirkan pada tanaman kontrol maupun tanaman aplikasi PGPR. Kelimpahan
makanan merupakan salah satu faktor ekstrinsik yang dapat menyebabkan
kecepatan perkembangan dan reproduksi serangga. Kurva keperidian harian (mx)
meningkat secara drastis sesaat setelah A. glycines menjadi imago.

Peluang hidup (lx)

13

Rataan keperidian harian (mx)

Umur (hari)
Gambar 8 Peluang hidup A. glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol)
dan tanaman kedelai aplikasi PGPR

Gambar 9

Umur (hari)
Keperidian harian A. glycines pada tanaman kedelai non PGPR
(kontrol) dan tanaman kedelai aplikasi PGPR

Keperidian harian tertinggi yang dilahirkan oleh imago A. glycines dapat
mencapai 8.5 nimfa pada tanaman kontrol, sedangkan pada tanaman aplikasi
PGPR hanya 8 nimfa. Puncak rataan keperidian harian A. glycines pada tanaman
kontrol terjadi beberapa kali, sedangkan pada tanaman PGPR hanya terjadi sekali.
Selain itu pada kurva keperidian harian A. glycines pada tanaman kontrol terjadi
fluktuasi pada hari ke 27-33 dikarenakan A. glycines membutuhkan waktu untuk

14
memenuhi nutrisinya agar dapat melakukan reproduksi kembali. Hal ini
menunjukkan bahwa aplikasi PGPR dapat mengurangi tingkat dan banyaknya
puncak keperidian harian A. glycines.
Berdasarkan data peluang hidup dan keperidian harian A. glycines, maka
diperoleh data statistik demografi yang tertera pada Tabel 2. Nilai Ro
memperlihatkan bahwa generasi A.glycines berikutnya yang dipelihara pada
tanaman kontrol akan meningkat sebanyak 63.326 kali dari generasi yang
sebelumnya. Nilai tersebut lebih tinggi dibanding dengan tanaman aplikasi PGPR
yang hanya meningkat sebanyak 57.780 kali.

Tabel 2 Statistik demografi A.glycines pada tanaman kedelai non PGPR (kontrol)
dan tanaman kedelai aplikasi PGPR
Perlakuan
No Parameter
Kontrol
PGPR
1.
Laju reproduksi kotor (GRR)
104.861
71.834
2.
Laju reproduksi bersih (Ro)
63.326
57.780
3.
Laju pertumbuhan intrinsik (rm)
0.586
0.557
4.
Rataan lama generasi (T)
7.084
7.287
5.
Doubling time (DT)
1.184
1.245

Rendah tingginya Nilai GRR dan Ro serangga memperlihatkan tingkat
kesesuaian hidup pada suatu organisme di pertanaman. Hal tersebut dikarenakan
dampak positif yang diberikan PGPR terhadap tanaman yang memberikan efek
negatif terhadap perilaku makan dan kurangnya nutrisi bagi reproduksi A.
glycines, sehingga akan berdampak terhadap rendahnya laju reproduksi kotor
maupun laju reproduksi bersih A. glycines. Hal ini menunjukkan bahwa aplikasi
PGPR pada tanaman kedelai berpengaruh terhadap rendahnya nilai GRR dan Ro,
sehingga dapat mengurangi peningkatan populasi A. glycines pada generasi
berikutnya.
Nilai rm yang diperoleh ditentukan oleh berbagai aspek yang berhubungan
dengan kehidupan organisme yaitu kematian, kelahiran, dan waktu
perkembangan. Neraca kehidupan dengan data rm dapat memberikan pengetahuan
lebih mendalam mengenai karakteristik pola kehidupan spesies yang diamati (Gill
et al. 1989). Nilai rm yang tinggi dapat diartikan bahwa populasi suatu organisme
memiliki kemungkinan untuk terus tumbuh.
Diperoleh nilai rm pada tanaman kontrol sebesar 0.586 nimfa per hari pada
kondisi lingkungan yang optimum dan sumberdaya tak terbatas. Sedangkan nilai
rm pada tanaman aplikasi PGPR sebesar 0.557. Ini menunjukkan bahwa nilai rm A.
glycines pada tanaman kontrol lebih tinggi dibanding dengan tanaman aplikasi
PGPR, dikarenakan pengaruh buruk yang diberikan PGPR terhadap proses makan
A glycines. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dikemukan oleh Pineda et
al. (2012) bahwa PGPR dengan kandungan bakteri P. fluorescens memberikan
efek negatif terhadap proses makan serangga Myzus percisae yang juga dapat
memperlambat laju pertumbuhan intrinsiknya.

15
A. glycines yang dipelihara pada tanaman aplikasi PGPR membutuhkan
waktu perkembangan generasi yang lebih lama dibandingkan dengan tanaman
kontrol. Waktu lama generasi dipengaruhi oleh lamanya siklus hidup suatu
organisme, dimana siklus hidup A. glycines yang hidup pada tanaman aplikasi
PGPR memiliki waktu yang lebih panjang sehingga perkembangan menjadi
imago dewasa menjadi lebih lambat pula dibandingkan dengan tanaman kontrol.
Lambatnya lama generasi akan berdambak terhadap lambat laju pertumbuhan
intrinsik A. glycines.
Menurut Southwood dan Henderson (2000) pertumbuhan populasi
tergantung dengan lama generasi yang berkaitan dengan laju pertumbuhan.
Semakin lama waktu yang dibutuhkan satu generasi untuk berkembang semakin
lambat pertumbuhan populasi tersebut. Hal tersebut dimungkinkan karena ada
bakteri PGPR yang dapat memperlambat lama generasi A. glycines pada tanaman
kedelai.
Nilai rm dan DT berguna untuk menunjukkan pertumbuhan populasi pada
kondisi lingkungan pertumbuhan yang konstan dan sumberdaya yang tidak
terbatas (Price 1997; Southwood dan Henderson 2000). A. glycines pada tanaman
aplikasi PGPR membutuhkan waktu yang lebih lama untuk melipat gandakan
populasinya dibandingkan dengan tanaman kontrol. Hal tersebut diduga adanya
pertahanan tanaman yang diinduksi oleh PGPR memberikan pengaruh yang buruk
terhadap kehidupan A. glycines. Hal ini akan berkorelasi terhadap panjangnya
waktu yang dibutuhkan populasi A. glycies untuk berlipat ganda dan laju
pertumbuhannya. Menurut Birch (1948) cepatnya waktu berlipat ganda pada suatu
organisme maka akan mempercepat penurunan sumberdaya makanan dan
lingkungan, dan juga akan mempengaruhi nilai laju pertumbuhan intrinsik (rm).
Pembahasan Umum
Beberapa mekanisme pertahanan tanaman dengan adanya PGPR yang
memiliki kandungan B. polymyxa dan P. fluorescens untuk perlawanan terhadap
serangan hama dan penyakit tanaman. Mekanisme pertahanan tanaman yang
diberikan kedua bakteri tersebut saling berkombinasi membentuk pertahanan yang
kompeten. Pertahanan tersebut melindungi tanaman kedelai terhadap serangan
hama dan penyakit tanaman, sehingga mengurangi resiko kehilangan hasil dan
meningkatkan produksi tanaman kedelai. Hasil penelitian Hunt et al. (2009)
menyatakan bahwa PGPR berpengaruh secara tidak langsung menekan hama
Myzus percisae, tetapi meningkatkan secara signifikan terhadap hasil produksi
buah lada secara kualitas dan kuantitas.
Mekanisme pertahanan tanaman dengan adanya bakteri P. fluorescens yaitu,
pertama menghasilkan hormon sitokinin, auksin, giberelin dan etilen yang
mempengaruhi pertumbuhkan dan perkembangan tanaman kedelai. Menurut
Wahyudi et al. (2007) Pseudomonas sp. dapat menghasilkan indol acetic acid
(IAA). IAA merupakan hormon auksin pertama pada tumbuhan yang
mengendalikan berbagai proses fisiologi penting meliputi pembelahan dan
perkembangan sel, diferensiai jaringan, respon terhadap cahaya dan grafitasi.
Kedua, P. fluorescens menghasilkan antibiotik sebagai pengendalian dari
beberapa penyakit tanaman yang sebabkan oleh fungi patogen. Menurut Parjono
(2008) bahwa P. fluorescens dapat menekan beberapa penyakit yang disebabkan
oleh cendawan Rhizoctonia solani penyebabkan penyakit hawar, cendawan

16
Sclerotium rolfsii penyebabkan penyakit busuk batang dan cendawan Fusarium
oxysporum penyabab penyakit layu fusarium pada tanaman kedelai. Ketiga, P.
fluorescens juga membantu meningkatkan ketersediaan unsur hara makro yang
dibutuhkan oleh tanaman diantaranya nitrogen dan fosfat.
Mekanisme pertahanan tanaman dengan adanya B. polymyxa, secara tidak
langsung menghasilkan antiobiotik, melindungi tanaman dengan mengkoloni
permukaan akar tanaman sehingga mempersulit masuknya patogen ke dalam akar,
dan berkompetisi dengan patogen tanah dalam mendapatkan nutrisi maupun
tempat di dalam tanah. Bakteri B. polymyxa menghasilkan metabolik sekunder
berupa polymiksin sebagai perlawanan terhadap infeksi bakteri patogen pada
tanaman. B polymyxa juga menghasilkan enzim kitinase yang dapat menghidroslis
dan melisiskan dinding sel cendawan patogen yang berada didalam tanam diantara
Erwinia carotovora penyebab penyakit busuk dan Colletotrichum capsici
penyabab penyakit antraknosa pada polong kedelai. Selain itu, kemampuan B.
polymyxa dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman karena memproduksi
hormon auksin dan sitokinin disamping dapat memfiksasi nitrogen dan
melarutkan fosfat (Timmusk 2003).
Fosfat (P) merupakan salah satu unsur hara makro yang penting untuk
pertumbuhan tanaman. Namun unsur hara P mudah difiksasi oleh Al dan Fe pada
tanah masam, sedangkan pada tanah alkalin P difikasasi oleh Ca. Tingginya
tingkat fiksasi tersebut mengakibatkan penambahan pupuk P ke dalam tanah
menjadi tidak efisien. Penggunaan PGPR yang mengandung mikroba pelarut P
tersebut mempunyai keunggulan yaitu mampu meningkatkan kelarutan P.
Mikroba yang memiliki kemampuan melarutkan P antara lain B. polymyxa dan P.
fluorescens (Taha et al. 1969).
Berdasarkan penelitian Timmusk (2003) menunjukkan bahwa B. polymyxa
mampu menfiksasi nitrogen dan melarutkan fosfat. Selain itu Setiawati (1998)
melaporkan bahwa P. fluorescens juga mampu meningkatkan kelarutan P dari
fosfat alam dan AlPO4, serta meningkatkan ketersediaan P di dalam tanah.
Pelarutan fosfat oleh mikroba didahului dengan sekresi asam-asam organik
diantaranya asam sitrat, glutamat, suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat,
fumarat. Hasil sekresi tersebut akan berfungsi sebagai katalisator, pengkelat dan
memungkinkan asam-asam organik tersebut membentuk senyawa komplek
dengan kation-kation Ca2+, Fe2+,dan Al2+ sehingga terjadi pelarutan fosfat dalam
bentuk yang tersedia dan dapat diserap oleh tanaman (Beaucamp dan Hume
1997).
Menurut Soepardi (1983) menyatakan bahwa peranan P pada tanaman
sangat penting, salah satunya memperkuat daya tahan terhadap hama dan penyakit
tanaman. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rukmowati dan Estiyanti (2009)
menunjukkan bahwa pemupukan P dapat menekan populasi Aphis sp. dengan
memperpanjang trikomata dan mempertebal kutikula daun kedelai yang dapat
menghambat proses penghisapan cairan tanaman. Hal tersebut akan berkolerasi
dengan terhambatnya penyerapan nutrisi bagi A. glycines. Nutrisi merupakan
salah satu faktor penting yang mempengaruhi kehidupan serangga. Ketersediaan
nutrisi dipengaruhi oleh faktor fisik dan kimia tanaman. Faktor-faktor tersebut
bekerja secara bersama-sama membentuk suatu sistem pertahanan tanaman,
sehingga kebutuhan nutrisi bagi serangga menjadi terhambat (Wiseman 1985).

17
Dinamika populasi suatu organisme dengan keperidian yang tinggi tidak
menjamin akan terjadinya peningkatan populasi organisme tersebut. A. glycines
pada tanaman kontrol memiliki keperidian yang hampir sama dengan tanaman
aplikasi PGPR. Namun nilai rm A. glycines pada tanaman kontrol lebih tinggi
dibanding dengan tanaman aplikasi PGPR. Tingginya nilai rm A. glycines pada
tanaman kontrol akan mempercepatan pertumbuhan populasinya dibanding
dengan tanaman aplikasi PGPR. Pertumbuhan populasi A. glycines yang tinggi
akan mempercepat terjadinya ledakan A. glycines di pertanaman, sehingga dengan
aplikasi PGPR sebagai pengendalian hayati dapat memperlambat pertumbuhan
populasi A. glycines.
Laju pertumbuhan populasi dipengaruhi secara langsung oleh lama generasi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa aplikasi PGPR pada tanaman kedelai
dapat memperpanjang lama generasi A. glycines sehingga laju pertumbuhan pun
menjadi lebih lambat. Pertumbuhan populasi yang lambat maka akan
memperlambat terjadi ledakan populasi A. glycines di pertanaman. Selain itu,
pertumbuhan yang lambat juga akan meningkatkan kemungkinan peluang agens
biokontrol lain seperti predator atau parasitoid untuk menekan populasi A.
glycines. Oleh karena itu, aplikasi PGPR pada tanaman kedelai sebagai
pengendalian hayati memberi pengaruh terhadap populasi A. glycines di
pertanaman.

KESIMPULAN

Simpulan
Aplikasi PGPR yang mengandung B. polymyxa dan P. fluorescens dapat
memberikan pengaruh yang nyata pada beberapa parameter biologi A. glycines
yaitu lama periode nimfa instar 2 dan siklus hidup. Hasil pengamatan harian
memperlihatkan dengan aplikasi PGPR dapat mengurangi peluang hidup, tingkat
keperidian harian, dan memperpendek lama hari keperidian A. glycines. Neraca
kehidupan dan statistik demografi kohort A. glycines menunjukkan bahwa
Aplikasi PGPR dapat mengurangi laju reproduksi kotor (Grr) dan laju reproduksi
bersih (R0). Selain itu juga memperlambat laju pertumbuhan instrinsik (rm) dengan
memperpanjang lama generasi

Dokumen yang terkait

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI INSEKTISIDA TERHADAP POPULASI HAMA KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill)

0 9 39

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana TERHADAP KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI

2 20 43

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN Metarhizium anisopliae TERHADAP KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI

1 16 46

Pertumbuhan Cendawan Entomopatogen Lecanicillium lecanii pada Berbagai Media serta Infektivitasnya terhadap Kutudaun Kedelai Aphis glycines Matsumura (Hemiptera: Aphididae)

0 10 82

Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria (Pgpr) Sebagai Agens Pengendali Hayati Antraknosa (Colletotrichum Dematium Var. Truncatum) Pada Kedelai

1 5 44

Rhizobacteria Pendukung Pertumbuhan Tanaman Plant Growth Promotor Rhizobacteria.

0 7 52

Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria untuk menginduksi ketahanan tanaman padi lokal Bali terhadap penyakit blas.

0 11 48

PENGARUH APLIKASI PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA (PGPR) PADA PERTUMBUHAN TANAMAN KACANG HIJAU DENGAN MEDIA TANAM YANG BERBEDA Effect of Application of Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) on Growth of Green Bean on an Ultisol

0 2 10

PENGARUH PGPR ( Plant Growth Promoting Rhizobacteria), KAPUR, DAN KOMPOS PADA TANAMAN KEDELAI DI ULTISOL CIBINONG, BOGOR Effects of PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria), Lime, and Compost on Soybean Plant on an Ultisol of Cibinong, Bogor

0 0 8

B. PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) - LUTFI RACHMANDA BAB II

0 0 9