PENGARUH FREKUENSI APLIKASI ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN Metarhizium anisopliae TERHADAP KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI

(1)

ABSTRAK

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI ISOLAT JAMUR

ENTOMOPATOGENMetarhizium anisopliaeTERHADAP KUTU DAUN (Aphis glycinesMatsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA

PERTANAMAN KEDELAI

Oleh Erna Wathi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi aplikasi jamur Metarhizium anisopliaeterhadap mortalitas dan populasi kutudaunAphis glycines Matsumura serta populasi organisme nontarget pada pertanaman kedelai. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan 6

perlakuan dan 3 ulangan. Keenam perlakuan tersebut yaitu tanpa aplikasi (kontrol), 1 kali, 2 kali, 3 kali, 4 kali, dan 5 kali aplikasi M. anisopliae. Data populasiA.

glycines,baik yang masih hidup maupun yang telah terinfeksiM. anisopliae,serta organisme nontarget diuji dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata (BNT) dengan taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi M. anisopliaemenyebabkan kematian terhadap kutudaun. Pengamatan langsung terhadap mortalitasA. glycines pada minggu keenam setelah aplikasi menunjukkan bahwa total mortalitasA. glycinestertinggi adalah pada frekuensi penyemprotan


(2)

sebanyak 5 kali. Sedangkan tingkat mortalitasA. glycinestertinggi pada pengamatan dengan teknikground clothpada frekuensi penyemprotanM. anisopliaesebanyak 3 kali. Tanaman kedelai yang tidak diaplikasikan jamurM. anisopliaememiliki kepadatan populasi tertinggi dibandingkan tanaman kedelai yang diaplikasikan. AplikasiM. anisopliae dengan berbagai frekuensi berpengaruh nyata terhadap jumlah famili dan total organisme nontarget yang ditemukan padapitfall trap. Selain itu, aplikasiM. anisopliaetidak berpengaruh terhadap data pendukung berupa tinggi tanaman dan jumlah daun, namun aplikasi jamur berpengaruh nyata pada jumlah bunga, jumlah polong, jumlah polong isi, jumlah polong tidak isi, berat polong kering, dan berat biji kering.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Gunung Madu Plantations, Kabupaten Lampung Tengah, pada tanggal 11 November 1991. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Bapak Parjono dan Ibu Tatik Kartika. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri IV Gunung Madu pada tahun 2004; Sekolah Menengah Pertama di SMP Satya Dharma Sudjana Gununung Madu pada tahun 2007; Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Terbanggi Besar pada tahun 2010. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas pertanian, Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri).

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen di beberapa mata kuliah, yaitu Ilmu Hama Tumbuhan Umum, Bioekologi Hama Tanaman, Dasar-dasar Perlindungan Tanaman, Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman, Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu Tanaman Tebu, Bahasa Indonesia, Pengendalian Hama Terpadu. Selain itu, penulis juga menjadi anggota dalam kegiatan LS-Mata (Lembaga Studi Mahasiswa Pertanian).


(8)

Pada tahun 2013 penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT Gunung Madu Plantations, Lampung Tengah dan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Curup Patah, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten Waykanan, Lampung Barat. Pada tahun yang sama penulis bekerja dalam proyek penelitianBt-cornand Nontarget Organism di Tanjung Bintang, Bandar Lampung.


(9)

Dengan tak henti mengucapkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, atas Izin-Nya kupersembahkan karya ilmiah ini

kepada :

Keluargaku Tercinta

Ayahanda Parjono Dan

Ibunda Tatik Kartika

Sahabat dan teman-temanku tercinta

Terima kasih atas semua dukungan, kasih sayang, cinta, dan Do a yang diberikan.

Sert a

Almamater Tercinta


(10)

Aku bukan apa-apa, tapi aku bisa jadi apa-apa.

( Robertson Sinaga)


(11)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Rosma Hasibuan, M.Sc., selaku pembimbing utama atas bimbingan, arahan, saran, motivasi, dan ilmu selama penulis melakukan penelitian dan menyelesaikan penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Ir. Indriyati, selaku pembimbing kedua atas ilmu, bimbingan, nasehat, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Purnomo, M.S., selaku pembahas dan Ketua Bidang Proteksi Tanaman atas ilmu, saran, nasehat dan pengarahan yang diberikan.

4. Bapak Akary Edy, S.P., M.P., selaku pembimbing akademik.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F.Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(12)

7. Ayahanda dan ibunda tercinta yang senantiasa membimbing saya dengan tulus, terima kasih atas doa, kasih sayang, cinta, semangat, serta dukungan yang telah diberikan.

8. Rekan penelitianku, Leni Fitri Mandasari, terima kasih atas bantuan dan

kebersamaannya dalam menyelesaikan penelitian ini, semoga persahabatan kita menjadi senantiasa teringat dan terkenang.

9. Sahabat-sahabatku, Fidya Gustriana, Ervyanti Verica Sari, Esti Hikmawati, Erlan Saputra, Ni Wayan Devhi L, Susi Susanti, Eko Andrianto, Tiara Puspa Yendi, Novri Damayanti, Samsul Hadi, Septiawan, dan Mila Safitri terima kasih atas bantuan, semangat, dan kebersamaannya.

10. Kakak-kakak AGT: Mba Erliana Haska, Mba Catur Yuniarsih, Mba Ovi Erfandari, Kak Ketut, Kak Nazomi, dan teman-teman D3 Perkebunan terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya.

11. Bapak Paryadi, Mba Uum, Mas Iwan, dan Mas Mustofa yang telah banyak membantu keperluan di laboratorium dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga bantuan, bimbingan, do’a dan nasehat yang diberikan kepada penulis mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, Desember 2014 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……… xv

DAFTAR GAMBAR……… xix

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kedelai (Glycines maxL. Merril) ... 7

2.2 Hama Tanaman Kedelai ... 8

2.3 Kutudaun (Aphis glycinesMatsumura) ... 8

2.4 Gejala Serangan Kutudaun (A. glycines) ... 9

2.5 Pengendalian Hayati ... 9

2.6 JamurMetarhizium anisopliae ... 11

III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

3.2 Bahan dan Alat ... 12

3.3 Uji Pendahuluan ... 13

3.4 Metode Penelitian ... 13

3.5 Persiapan Penelitian ... 14

3.5.1 Pembuatan Media Sobouround Dextrose Agar (SDA) ... 14

3.5.2 Penyiapan Isolat Metarhizium anisopliae ... 15

3.5.3 Perbanyakan Metarhizium anisopliae dalam Media Beras . 15 3.5.4 Pembuatan Formula Kering Metarhizium anisopliae ... 16


(14)

3.5.5 Penyiapan Lahan ... 16

3.5.6 Pembuatan Petak/ Plot Percobaan ... 17

3.5.7 Penanaman... 18

3.5.8 Pemeliharaan Tanaman ... 18

3.6 Pelaksanaan Penelitian ... 18

3.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data ... 19

3.7.1 Data Utama ... 19

3.7.1.1Pengamatan langsung Populasi Aphis glycines dan Organisme Nontarget ... 19

3.7.1.2Pengamatan Mortalitas kutu Aphis glycines dengan Teknik Ground cloth ... 20

3.7.1.3 Pengamatan Organisme Nontarget dengan Teknik Pitfall ... 20

3.7.2 Data Penunjang ... 20

3.8 Analisis Data ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Mortalitas KutudaunA. glycines ... 22

4.1.1 Teknik Pengamatan secara Langsung ... 22

4.1.2 Teknik Pengamatan dengan Ground cloth ... 28

4.1.3 Pengamatan Populasi A. Glycines secara Langsung ... 29

4.1.4 Pengamatan Organisme Nontarget... 33

4.2 Pengaruh Aplikasi Formulasi KeringMetarhiziun anisopliae Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai ... 35

4.2.1 Tinggi Tanaman Kedelai... 35

4.2.2 Jumlah Daun Tanaman Kedelai... 36

4.2.3 Jumlah Bunga Tanaman Kedelai... 37

4.2.4 Jumlah Polong Tanaman Kedelai ... 38

4.2.5 Pengamatan Pascapanen ... 39

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43

DAFTAR PUSTAKA……….. 44


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Deskripsi perlakuan saat aplikasi jamurMetarhiziun anisopliae. ……. 14 2. Komposisi formulasi kering jamurM. anisopliae. ………... 16 3. Jumlah kutudaunA. glycines (ekor/rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliaepada 2 MST dengan pengamatan

langsung. ……….. 23 4. Jumlah kutudaunA. glycines(ekor/2 rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliaepada 3 MST dengan pengamatan

langsung. ……… 24 5. Jumlah kutudaunA. glycines (ekor/rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliaepada 4 MST dengan pengamatan

langsung. ……… 25 6. Jumlah kutudaunA. glycines(ekor/ rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliaepada 5 MST dengan pengamatan

langsung. ……… 26 7. Jumlah kutudaunA. glycines(ekor/ rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliaepada 6 MST dengan pengamatan

langsung. ……… 27 8. Jumlah mortalitas kutudaunA. glycines (ekor/2 rumpun tanaman)

Pada 6 MST dengan teknik pengamatanground cloth. ………..…….. 28 9. Rata-rata populasi kutudaunA. glycines (ekor tanaman) pada


(16)

10. Rata-rata populasi kutudaunA. glycines (ekor tanaman) pada

3 MST dengan teknik pengamatan langsung. ……… 30 11. Rata-rata populasi kutudaunA. glycines (ekor tanaman) pada

4 MST dengan teknik pengamatan langsung. ……… 31 12. Rata-rata populasi kutudaunA. glycines (ekor tanaman) pada

5 MST dengan teknik pengamatan langsung. ……… 32 13. Rata-rata populasi kutudaunA. glycines (ekor tanaman) pada

6 MST dengan teknik pengamatanlangsung. ……… 32 14. Jumlah famili dan organisme nontarget yang ditemukan pada

pitfall trapselama 7 kali pengamatan. ………... 34 15. Kepadatan populasi organisme nontarget mayor padapitfall

trapsaat aplikasi jamurM. anisopliae. ………. 34

16. Data pengamatan brangkasan basah tanaman kedelai. ….………... 40 17. Data pengamatan brangkasan kering tanaman kedelai. ……….…….. 40 18. Rata-rata kutudaunA. glycines(ekor/rumpun tanaman) yang

terinfeksi jamurM. anisopliae dengan teknik pengamatan

langsung. ……….……….. 48 19. Jumlah mortalitasAphis glycines(ekor/4 rumpun tanaman)

yang diamati dengan teknikground cloth. ……… 49 20. Rata-rata kepadatan populasiAphis glycines(ekor/tanaman)

yang diamati secara langsung. ... 51 21. Jumlah populasi Formicidae yang diamati menggunakan

pitfall trap. ………. 53

22. Jumlah populasi Gryllidae yang diamati menggunakan

pitfall trap. ………...………. 53

23. Jumlah populasi Lycosidae yang diamati menggunakan

pitfall trap. ………. 53

24. Populasi organisme nontarget minor padapitfall trap. ………..……… 54 25. Rata-rata tinggi tanaman kedelai selama 6 minggu pengamatan. …….. 54


(17)

26. Nilai tengah tinggi tanaman kedelai selama 6 minggu

pengamatan. ………..………. 54

27. Rata-rata jumlah daun tanaman kedelai selama 6 minggu pengamatan. ………... 55

28. Nilai tengah jumlah daun tanaman kedelai selama 6 minggu pengamatan. ………... 55

29. Rata-rata jumlah bunga tanaman kedelai. ………...……….…. 55

30. Nilai tengah jumlah bunga kedelai. ……….………. 55

31. Rata-rata jumlah polong tanaman kedelai. ………..……. 56

32. Nilai tengah jumlah polong kedelai. ………... 56

33. Data pengamatan brangkasan basah tanaman kedelai. ………. 56

34. Data pengamatan brangkasan kering tanaman kedelai. ……… 57

35. Analisis ragam mortalitas kutuA. glycines(ekor/ rumpun tanaman) dengan teknik pengamatan langsung. ………... 57

36. Analisis ragam mortalitas kutuA. glycines(ekor/rumpun tanaman) dengan teknik pengamatanground cloth. ……… 59

37. Analisis ragam populasi kutuA. glycines(ekor/tanaman) dengan teknik pengamatan langsung. ……… 60

38. Analisis ragam jumlah famili dan total organisme nontarget. …... 61

39. Analisis ragam kepadatan organisme nontarget famili Gryllidae padapitfall trap. ………... 62

40. Analisis ragam kepadatan organisme nontarget famili Formicidae padapitfall trap. ………... 62

41. Analisis ragam kepadatan organisme nontarget famili Lycosidae padapitfall trap. ………... 62

42. Analisis ragam rata-rata tinggi tanaman kedelai. ……….. 63


(18)

44. Analisis ragam rata-rata jumlah polong kedelai pada 6 MST. ……….. 66

45. Analisis ragam berat brangkasan basah tanaman kedelai. ………. 66

46. Analisis ragam berat brangkasan basah tanpa polong tanaman kedelai. ……… 66

47. Analisis ragam jumlah polong isi tanaman kedelai. …………... 66

48. Analisis ragam jumlah polong tidak isi tanaman kedelai. ……….. 67

49. Analisis ragam berat brangkasan kering tanaman kedelai. ……... 67

50. Analisis ragam berat brangkasan basah tanpa polong tanaman kedelai. ……… 67

51. Analisis ragam berat polong kering tanaman kedelai. ………..………. 67


(19)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Tata letak plot percobaan yang terletak di Lapangan Terpadu

Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung. ………… 17

2. KutudaunA. glycinesyang terlihat di bawah mikroskop. ………. 23

3. Grafik rata-rata tinggi tanaman kedelai selama 6 minggu pengamatan. ………... 36

4. Grafik rata-rata jumlah daun tanaman kedelai selama 6 minggu Pengamatan. ……….. 37

5. Grafik rata-rata jumlah bunga tanaman kedelai berumur 5 MST. ….... 38

6. Grafik rata-rata jumlah polong tanaman kedelai berumur 6 MST. …. 39 7. Tata letak petak percobaan di Laboratorium Lapang Terpadu. ………. 68

8. Pertumbuhan Tanaman Kedelai. ……….... 69

9. Tanaman kedelai yang telah siap panen. ………... 69

10. HamaA. glycinespada tanaman kedelai. ……….. 70

11. Organisme nontarget yang terjebak padapitfall trap. ……….. 71

12. Famili Coccinellidae yang ditemukan di sekitar tanaman sampel. …… 72

13. (a)JamurM. anisopliaesebelum diblender, (b) Biomassa spora Jamur M. anisopliae. ………. 72


(20)

14. Bahan pembawa (kaolin, zeolit dan tepung jagung) yang digunakan


(21)

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kedelai (Glycine max(L) Meriill) merupakan salah satu komoditi tanaman yang penting dalam pertanian di Indonesia karena memiliki berbagai manfaat, baik dalam penyediaan pangan, pakan, dan bahan baku industri. Penggunaan kedelai terus meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk sehingga produksi nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun, di sisi lain produksi kedelai di dalam negeri belum mampu mencukupi kenaikan permintaan tersebut (Adisarwanto, 2010).

Indonesia merupakan salah satu negara utama pengimpor kedelai. Menurut Sumarno (2010), produksi kedelai nasional sampai saat ini masih di bawah 2,5 ton/ha. Pada tahun 1991 Indonesia mengimpor kedelai sebanyak 2,08 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya berkisar di bawah 1,5 juta ton. Hal ini disebabkan karena

tingginya kebutuhan kedelai di Indonesia, sementara produksi kedelai nasional masih lebih rendah dibanding kebutuhan masyarakat.

Ada beberapa faktor penyebab penurunan produksi kedelai di Indonesia, salah satunya adalah adanya serangan hama yang dimulai dari awal tanam hingga tanaman


(22)

2

siap panen. Hama yang menyerang kedelai antara lain adalahAphissp.,Empoasca sp.,Agromyza phaseoli, Phaedonia inclusa,Etiellasp., dan Riptortus linearis Spodoptera litura. Hama kutudaunAphis glycinesMatsumura (Homoptera: Aphididae) merupakan hama yang selalu ada pada pertanaman kedelai. Serangan hama ini dapat mengurangi produksi kedelai secara langsung dengan gejala berupa polong hampa, tanaman menjadi kerdil, kualitas polong rendah, serta distorsi daun (Rusli, 1999).

Pada umumnya, teknik pengendalian yang diterapkan petani dalam mengendalikanA. glycinesadalah dengan aplikasi pestisida kimia sintetik. Namun, penggunaan

pestisida ini secara terus-menerus dapat menimbulkan resistensi dan resurgensi hama (Tengkanoet al., 2007). Selain itu, pestisida kimia dapat membunuh musuh alami. Berpedoman pada dampak negatif tersebut, maka penggunaan pestisida kimia sintetik perlu ditekan. Alternatif lain yang lebih ramah lingkungan adalah penggunaan teknik pengendalian hayati. Pengendalian hayati merupakan salah satu komponen

pengendalian hama terpadu (PHT) yang memanfaatkan bioinsektisida sebagai agen hayati dalam pengendalian hama.

Menurut Kartohardjono (2011), PHT merupakan salah satu metode yang semakin diminati akhir-akhir ini dalam menekan populasi hama. Hal tersebut karena keunggulannya yakni ramah lingkungan. PHT mengelompokkan tiga musuh alami dalam tiga kelompok yaitu predator, parasitoid, dan jamur entomopatogen. Predator merupakan hewan yang bersifat karnivora dan berperilaku memangsa hama tanaman sehingga dapat mengendalikan populasi hama. Parasitoid adalah hewan kecil yang


(23)

3

umumnya berasal dari Ordo Hymenoptera yang memarasit telur ataupun larva suatu hama sehingga hama tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Sedangkan jamur entomopatogen merupakan jamur yang dapat dengan mudah tumbuh dan menyebarkan spora pada tubuh hama.

JamurMetarhizium anisopliaemerupakan salah satu jamur entomopatogen yang berperan sebagai agen hayati pengendali hama. Peningkatan patogenitas jamurM. anisopliaeterjadi bila kelembaban udara sangat tinggi hingga 100%. Hal ini karena konidia jamur berkecambah dengan baik. Sementara itu, patogenitasM. anisopliae akan menurun bila kelembaban udara di bawah 86% (Prayogoet al., 2005). Warna hijau merupakan ciri konidia jamur ini. JamurM. anisopliaememiliki beberapa kelebihan antara lain berkapasitas reproduksi tinggi, relatif aman, siklus hidupnya pendek, selektif, mudah diproduksi, serta dapat bertahan dalam kondisi yang tidak menguntungkan. Jamur patogenik ini dapat menginfeksi beberapa jenis serangga, antara lain serangga yang berasal dari Ordo Coleoptera, Lepidoptera, Hemiptera, dan Isoptera (Prayogoet al., 2005).

Pada kondisi tropik di lapang, jamurM. anisopliaecukup efektif dalam menekan populasi wereng coklat (Suryadi dan Kadir, 2007). Selain itu, M. anisopliae digunakan untuk mengendalikan populasi kepik (Holdom, 1986 dalam Suryadi dan Kadir, 2007) serta wereng batang dan wereng daun pada tanaman alfalfa (Hall dan Payne, 1986 dalam Suryadi dan Kadir, 2007). Infeksi penyakit dan penyebaran jamur patogen serangga ini dapat disebabkan oleh serangga itu sendiri, baik yang masih


(24)

4

hidup maupun yang telah mati sehingga konidia yang terdeposit pada tubuh wereng coklat ini merupakan agen penting dalam penyebaran patogen.

Dalam upaya meningkatkan keefektifan penggunaan jamurM. anisopliaesebagai agen pengendali hayati, maka diperlukan informasi mengenai frekuensi aplikasi yang tepat di lapang. Data yang diperlukan mencakup mortalitasA. glycinesserta

populasi A. glycinesdan organisme nontarget.

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui pengaruh frekuensi aplikasi isolat jamur entomopatogen Metarhizium anisopliaeterhadap mortalitas dan populasiAphis glycines Matsumura.

2. Mengetahui pengaruh frekuensi aplikasi isolat jamur entomopatogenM. anisopliaeterhadap populasi musuh alami dan organisme nontarget.

1.3 Kerangka Pemikiran

Salah satu hama yang menyerang tanaman kedelai adalahA. glycines Matsumura (Homoptera: Aphididae). HamaA. glycinesini lebih aktif menyerang bagian tanaman yang masih muda sehingga apabilaA. glycinesmenyerang pucuk tanaman, maka pertumbuhan tanaman akan kerdil. Selain berperan sebagai hama,A. glycines


(25)

5

dapat bertindak sebagai vektor virus pada tanaman kacang-kacangan (Radiyantoet al., 2006).

Pengendalian hamaA. glycinesdi tingkat petani masih menerapkan pengendalian secara kimiawi. Penggunaan pestisida yang kurang tepat akan memicu terjadinya resurgensi, yaitu keadaan dimana populasi hama sasaran mula-mula menurun kemudian meningkat dan menjadi lebih tinggi dibandingkan populasi hama sebelum aplikasi. Oleh karena itu, untuk menghindari resurgensi, maka dibutuhkan

pengendalian hama secara terpadu. Salah satu komponen pengendalian hama terpadu adalah pengendalian hayati yaitu dengan memanfaatkan jamur

entomopatogenM. anisopliaesebagai agen hayati (Rusli, 1999).

Menurut Heriyanto dan Suharno (2008), jamur entomopatogen yang termasuk dalam divisi Deuteromycotina: Hyphomycetes ini juga biasa disebut dengangreen

muscardine fungusyang tersebar luas di seluruh dunia. Hama yang pertama kali dikendalikan dengan memanfaatkan jamurM. anisopliaeini adalah kumbang kelapa sejak 21 tahun lalu. Saat itulah M. anisopliaedigunakan di berbagai negara,

termasuk Indonesia. Pada awal pertumbuhan koloni jamur berwarna putih kemudian berubah menjadi hijau gelap seiring bertambahnya umur. Jamur ini bersifat parasit pada beberapa jenis serangga dan bersifat saprofit di dalam tanah dengan bertahan pada sisa-sisa bahan organik (Prayogoet al., 2005).


(26)

6

JamurM. anisopliaediketahui mampu menginfeksi serangga dengan tipe mulut haustelata (menusuk-menghisap), sepertiRiptortus linearisserta mandibulata (menggigit-mengunyah), sepertiS. litura(Sumartiniet al., 2001; Prayogo dan Tengkano, 2002). Selain itu, Ahmad (2004) menemukanM. anisopliaesebagai pengendali hayati ektoparasit caplak dan tungau pada ternak.

Prayogoet al, (2005) menyatakan bahwa frekuensi aplikasi merupakan salah satu faktor penentu keefektifan jamur entomopatogen ini. Frekuensi aplikasiM. anisopliaejuga sangat menentukan mortalitasS. litura. Peningkatan frekuensi

aplikasi sebanyak 3 kali berturut-turut selama 3 hari dapat meningkatkan mortalitasS. liturahingga 83% (Prayogoet al., 2005). Hal tersebut karena konidia yang belum menginfeksi hama sasaran pada tahap awal dapat digantikan oleh konidia yang diaplikasikan pada tahap selanjutnya. Frekuensi berulang juga bertujuan untuk meminimalisir kegagalan perkembangan spora saat musim hujan. Selain itu, aplikasi juga perlu memperhatikan stadia serangga hama di lapangan yang saling tumpang tindih (tidak seragam).

1.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah :

1. Frekuensi aplikasi jamur entomopatogenMetarhizium anisopliaeberpengaruh terhadap mortalitas dan populasiAphis glycinesMatsumura.

2. Frekuensi aplikasi jamur entomopatogen M. anisopliae berpengaruh terhadap populasi organisme nontarget.


(27)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kedelai (Glycines maxL. Merril)

Menurut pengamatan para ahli, kedelai (Gycines maxL. Merril) merupakan tanaman eksotik yang diperkirakan berasal dari Manshukuw (Cina) yang menyebar hingga ke Indonesia. Pada tahun 1750, kedelai telah banyak ditanam di daerah Jawa dan Bali. Menurut sistematika botani, kedelai digolongkan ke dalam OrdoPolypetalesdengan FamiliLeguminoceae(Sumarno, 2010).

Tanaman kedelai merupakan tanaman yang berbentuk perdu atau semak dan

tergolong dalam tanaman palawija yang dapat membentuk polong pada setiap cabang (Ampnir, 2011). Batang tanaman kedelai tidak berkayu, namun berbulu dengan struktur bulu yang beragam, berbentuk bulat, berwarna hijau, dan memiliki panjang batang yang bervariasi antara 30-100 cm.

Daun kedelai berbentuk lonjong yang berujung runcing. Daun berwarna hijau sampai hijau tua dengan struktur bulu yang beragam pada permukaan daunnya. Tanaman kedelai memiliki tipe daun majemuk yang terdiri dari 3 helaian anak daun (daun bersusun tiga) pada setiap helai daun (Ampnir, 2011). Bunga tanaman kedelai termasuk bunga sempurna yang berbentuk menyerupai kupu-kupu dengan mahkota


(28)

8

bunga berwarna putih atau ungu. Bunga muncul pada setiap ketiak daun dan tumbuh secara berkelompok. Sedangkan buah atau polong kedelai berbentuk pipih dengan warna yang bervariasi tergantung varietas. Sama halnya dengan polong, biji kedelai juga memiliki bentuk, ukuran, dan warna yang bervariasi (Ampnir, 2011).

2.2 Hama Tanaman Kedelai

Jenis hama yang menyerang tanaman kedelai di Indonesia telah teridentifikasi melebihi 100 jenis hama potensial. Beberapa jenis hama penting tanaman kedelai mulai dari awal tanam hingga panen antara lain : lalat bibit (Ophiomy paseoli), lalat batang (Melanogromyza sojae), lalat pucuk (Melanogromyza dolichostigma), Agrotis spp,Longitarsus suturellinus,Aphis glycines, Bemisia tabaci, Phaedonia inclusa, Spodoptera litura, Chrysodeixis chalcites, Lamprosema indicata, Helicoverpa sp, Etiella spp, Riptortus linearis, Nezara viridula, Piezodorus hybneri, lalat kacang (Agromyza sp), ulat pemakan daun (Lamprosema litura), wereng kedelai (Phaedonia inclusa), pengisap polong (Riptortus linearis), penggerek polong (Etiella zinckenelo), pengisap dan penggerek polong (Nezara viridula) (Marwoto, 2007).

2.3 Kutudaun (Aphis glycinesMatsumura)

Kutudaun (Aphis glycines Matsumura) termasuk dalam Famili Aphididae, Ordo Hemiptera dan Sub Ordo Homoptera. Kata aphididae berasal dari bahasa Yunani yang artinya mengisap cairan. Hal ini menunjukkan bahwa hama ini mengisap cairan dari tanaman sebagai nutrisi makanannya (O`Neal and Hodgson, 2000). SeranggaA.


(29)

9

glycinesmerupakan salah satu hama penting kedelai yang menyerang daun sejak awal pertumbuhan hingga masa panen. Selain sebagai hama, serangga ini dapat juga berperan sebagai vektor yang dapat menularkan virus dari tanaman satu ke tanaman lainnya melalui aktivitas makannya. Kerugian lain yang diakibatkanA. glycines adalah adanya embun jelaga berwarna hitam yang dapat menutupi permukaan daun kedelai sehingga fotosintesis terganggu (Tilmonet al., 2011). HamaA. glycines berwarna kuning kehijauan dengan bentuk tubuh yang sangat kecil dan panjang sekitar 0,8 mm. Kutudaun dapat berkembangbiak secara partogenesis sehingga jumlahnya dapat bertambah secara pesat.

2.4 Gejala Serangan Kutudaun (A. glycines)

HamaA. glycinesmenyerang bagian daun tanaman kedelai dengan cara menusukkan alat mulutnya yang seperti jarum (stylet). Alat mulut kutu ini mampu menusuk epidermis daun maupun batang tanaman kedelai dan juga mengisap cairan serta nutrisi tanaman sehingga lambat laun tanaman kedelai akan kehilangan cairan nutrisi. Kerusakan tanaman disebabkan oleh fase nimfa dan imagoA. glycines(Pracaya, 2009).

2.5 Pengendalian Hayati

Dalam pengendalian hayati terdapat tiga komponen penting sebagai musuh alami hama yaitu predator, parasitoid, dan patogen. Predator merupakan hewan karnivora yang berperilaku memangsa serangga lain, termasuk hama tanaman sehingga dapat


(30)

10

menekan populasi hama. Parasitoid adalah serangga kecil yang umumnya berasal dari Ordo Hymenoptera yang memarasit fase hidup tertentu dari hama, seperti telur ataupun larva sehingga hama tersebut tidak dapat berkembang dengan baik. Salah satu predator kutudaun adalah serangga yang berasal dari famili Coccinellidae,

sedangkan parasitoid kutudaun salah satunya adalah serangga yang berasal dari famili Aphididae (Riyantoet al., 2011). Patogen merupakan jamur entomopatogen yang bersifat mudah tumbuh dan menyebarkan spora pada tubuh hama (Kartohardjono, 2011).

Salah satu jamur patogen yang efektif dalam mengendalikan hama tanaman adalahM. anisopliae. Pada beberapa penelitian diketahui bahwa jamur entomopatogen ini dapat menekan populasi beberapa hama tanaman, seperti wereng coklat (Suryadi dan Kadir, 2007), kepik (Holdom, 1986 dalam Suryadi dan Kadir, 2007), serta wereng batang dan wereng daun pada tanaman alfalfa (Hall dan Payne, 1986 dalam Suryadi dan Kadir, 2007).

Menurut Prayogo dan Tengkano (2004), aplikasi penyemprotan jamurM. anisopliae sebanyak 1 kali dapat menekan populasiS. liturasebesar 40%. Namun, mortalitasS. liturameningkat menjadi 83% bila dilakukan aplikasi sebanyak 3 kali berturut-turut selama 3 hari. Dari beberapa penelitian ini dapat diindikasikan bahwa aplikasi jamur entomopatogen ini perlu dilakukan lebih dari satu kali, apalagi bila serangga hama sasaran memiliki siklus hidup yang terdiri atas beberapa stadia instar (Prayogoet al., 2005). Selain itu, aplikasi berulang ini bertujuan untuk mengantisipasi faktor


(31)

11

2.6 JamurMetarhizium anisopliae

Menurut Prayogo (2006b) salah satu mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama adalahMetarhizium anisopliae. JamurM. anisopliaetermasuk dalam kelas Hyphomycetes, ordo Moniliales dan famili Monileaceae. JamurM. anisopliaemampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menusuk dan mengisap (haustelata), sepertiRiptortus linearis,baik stadia nimfa maupun imago (Sumartiniet al.,2001). Di samping itu,M. anisopliaejuga mampu menginfeksi hama yang mempunyai tipe mulut menggigit mengunyah (mandibulata), seperti Spodoptera litura(Prayogoet al., 2005).

Menurut Santoso (1993), proses infeksiM. anisopliaeterhadap serangga hama terjadi dalam beberapa tahapan. Tahap pertamaadalah inokulasi, yaitu kontak antara propagul jamur dengan tubuh serangga. Tahap kedua merupakan proses penempelan dan perkecambahan propagul jamur pada integumen serangga. Pada tahap ini,M. anisopliaedapat memanfaatkan senyawa-senyawa yang terdapat pada integumen sebagai nutrisi cadangan.

Tahap selanjutnya yaitu penetrasi dan invasi. Dalam hal ini titik penetrasi sangat dipengaruhi oleh konfigurasi morfologi integumen. Penembusan dilakukan secara mekanis atau kimiawi dengan mengeluarkan enzim dan toksin. Tahap keempat yaitu destruksi dan terbentuknya blastospora yang kemudian beredar ke dalam hemolimfa dan membentuk hifa sekunder untuk menyerang jaringan lainnya (Santoso, 1993).


(32)

12

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung mulai dari Bulan Maret sampai Oktober 2014.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media SDA, isolat jamurM. anisopliae, beras, aquades, tanah subur, pupuk kandang, tissue dan alkohol 70%. Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis, kurungan serangga (ukuran kurungan 30 x 30 x 80 cm yang diselimuti kain tile pada sisi samping dan plastik mika pada sisi atas), meteran, ground cloth(kain hampar), pitfall, timbangan elektrik, mikroskop stereo, cawan petri, kaca pembesar (lup), kompor gas, panci, polibag, bor gabus, pinset, nampan, erlenmeyer 500 ml,

autoclave, plastik tahan panas berukuran 30 x 20 cm ,Laminar Air Flaw, botol film, kertas label,sprayer, gembor, dan kamera Finepix S4300.


(33)

13

3.3 Uji Pendahuluan

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui isolat jamur yang paling efektif untuk mengendalikan kutudaun dengan menggunakan beberapa isolat jamur yang berasal dari Gading Rejo, Universitas Lampung (Unila), dan UGM. Percobaan dilakukan di laboratorium, yaitu dengan memasukkan setangkai kedelai yang

terserang kutudaun ke dalam tiga toples besar. Kemudian, suspensiM. anisopliae diaplikasikan ke serangga uji dengan cara menyemprotkan ke tangkai tanaman kedelai yang terserang kutuA. glycinestersebut. Pengamatan mortalitas kutudaun dilakukan setiap hari selama seminggu. Setelah diketahui hasil isolat yang paling efektif untuk mengendalikan kutudaun, maka hasil tersebut dijadikan sebagai dasar untuk percobaan frekuensi isolat di lapang.

3.4 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lapang dan disusun dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak percobaan disusun secara membujur yang terbagi menjadi 3 blok. Satu blok percobaan terdiri dari 6 petak percobaan. Pada penelitian ini digunakan 6 perlakuan (Tabel 1). Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Setiap satuan percobaan terdapat 3 tanaman yang ditentukan secara acak sebagai tanaman sampel. Tanaman sampel ini diberi sungkup yang telah dibuat sebelumnya dengan tujuan agar hama sasaran yang terdapat pada tanaman sampel tidak berpindah ke tanaman nonsampel di sekitarnya.


(34)

14

Tabel 1. Deskripsi perlakuan saat aplikasi jamurM. Anisopliae.

No. Perlakuan Deskripsi

1. Fo Tanpa penyemprotanM. anisopliae(kontrol)

2. F1

Dengan 1 kali frekuensi penyemprotanM. anisopliaeyang berumur 2 minggu setelah inkubasi pada 2 MST.

3. F2

Dengan 2 kali frekuensi penyemprotanM. anisopliae yang berumur 3 minggu setelah inkubasi pada 2 MST dan 3 MST.

4. F3

Dengan 3 kali frekuensi penyemprotanM. anisopliaeyang berumur 4 minggu setelah inkubasi pada 2 MST, 3 MST, dan 4 MST.

5. F4

Dengan 4 kali frekuensi penyemprotanM. anisopliae yang berumur 5 minggu setelah inkubasi pada 2 MST, 3 MST, 4 MST, dan 5 MST.

6. F5

Dengan 5 kali frekuensi penyemprotanM. anisopliae yang berumur 6 minggu setelah inkubasi pada 2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST.

3.5 Persiapan Penelitian

3.5.1 Pembuatan MediaSobouraund Dextrose Agar(SDA)

Sabouraund Dextrose Agarmerupakan media yang mengandung pepton dan kasein di dalamnya. Komposisi satu liter media terdiri atas 40 g Dextrose, 10 g Pepton, 5 g Kasein, 40 g agar dan 1 liter air destilata (aquades). Semua campuran dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer 1 liter kemudian ditutup denganalumunium foildan dikencangkan dengan karet gelang, lalu dibungkus dengan plastik tahan panas. Selanjutnya, larutan SDA disterilisasikan dalamautoclavepada suhu 1200C dengan tekanan 1 atm selama 120 menit. Setelah itu larutan SDA yang sudah steril diangkat dan didiamkan sebentar agar lebih dingin. Kemudian larutan SDA yang sudah dingin


(35)

15

dituang ke masing-masing cawan petri (petridish) dalam ruangan steril (Laminar Air Flow).

3.5.2 Penyiapan IsolatMetarhizium anisopliae

Isolat M. anisopliaeyang diaplikasikan di lapang diperbanyak di Universitas Lampung. Selanjutnya, isolat tersebut dipertahankan dan diisolasi dalam Laboratorium Penyakit Jurusan Agroteknologi menggunakan media SDA.

3.5.3 PerbanyakanMetarhizium anisopliaedalam Media Beras

JamurM.anisopliaediperbanyak dengan mencuci beras hingga bersih, kemudian beras tersebut dikukus hingga setengah matang dan didinginanginkan. Beras yang telah dingin (± 100 g) dimasukkan ke dalam kantong plastik, kemudian kantong plastik yang berisi beras disterilkan dengan autoklaf dengan suhu suhu 120ºC, tekanan 1 atm, selama 120 menit. JamurM. anisopliaediinokulasikan pada media beras tersebut yang sudah disterilisasikan, kemudian media beras tersebut diinkubasi selama 2 minggu. Setelah itu, biakanM. anisopliaeyang telah siap pakai (media padat telah ditumbuhi jamurM. anisopliae) ditimbang sebanyak 100 gram dan diblender hingga halus.


(36)

16

3.5.4 Pembuatan Formula KeringMetarhizium anisopliae

Langkah pertama dalam pembuatan formulasi kering dimulai dengan mengeringkan media beras yang telah ditumbuhiM. anisopliaeberumur 2 minggu. PengeringanM. anisopliaedilakukan dengan pengeringan dingin yang dilakukan di dalam lemari pendingin pada suhu 5˚C selama 12 hari. Langkah selanjutnya, M. anisopliaeyang telah kering diblender hingga halus dan diayak untuk mendapatkan tepung biomassa spora. Bahan pembawa seperti zeolit, kaolin, dan tepung jagung dioven terlebih dahulu dan menggunakan oven pada suhu 80ºC selama 2 jam. Setelah itu tepung biomassa spora dicampur dengan bahan pembawa di dalam satu kantong plastik. Komposisi formulasi kering jamurM. anisopliaedapat dilihat pada Tabel 2 (Purnomo et al., 2012).

Tabel 2. Komposisi formulasi kering jamurM. anisopliae.

No Bahan Jumlah (gram)

1. Tepung biomassa spora 40

2. Kaolin 20

3. Zeolit 20

4. Tepung jagung 20

Total 100

3.5.5 Penyiapan Lahan

Lahan yang akan ditanami kedelai diolah terlebih dahulu dengan cangkul sedalam 20 cm. Pengolahan bertujuan untuk menggemburkan tanah. Gulma yang masih tersisa di atas lahan olah dapat dibersihkan menggunakan garu.


(37)

17

3.5.6 Pembuatan Petak/Plot Percobaan

Tiga blok percobaan telah dipersiapkan yang masing-masing berukuran 1 x 15 m dengan jarak antarblok 1 m. Setiap blok dibagi menjadi 6 plot (masing-masing berukuran 1 x 2 m) dengan jarak antarplot 50 cm. Pada setiap plot percobaan diambil 3 tanaman sampel yang ditentukan secara acak sehingga total tanaman sampel adalah 54 tanaman. Setelah aplikasi, tanaman sampel diberi kurungan serangga yang telah dibuat sebelumnya. Susunan petak percobaan dapat dilihat pada Gambar (1) berikut.

Gambar 1. Tata letak plot percobaan yang terletak di Lapangan Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung Bandar Lampung.

Keterangan: F0: Kontrol

F1: Penyemprotan 2 MST F2: Penyemprotan 2 MST dan 3

MST

F3: Penyemprotan 2, 3, dan 4 MST F4: Penyemprotan 2,3,4, dan 5

MST

F5: Penyemprotan 2,3,4,5, dan 6 MST


(38)

18

3.5.7 Penanaman

Penanaman benih kedelai dilakukan pada pagi hari dengan cara membuat tugalan dengan jarak 30 cm x 30 cm dengan kedalaman 3 - 4 cm kemudian ditutup dengan tanah. Varietas kedelai yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas Dering (kedelai tahan kekeringan) 1 yang diperoleh dari Balai Penelitian Ubi dan Kacang, Malang.

3.5.8 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman kedelai mencakup penyiraman, pemupukan, penyulaman, dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan setiap hari pada pagi dan sore hari.

Namun, apabila turun hujan, maka penyiraman tidak perlu dilakukan. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang dan akan diaplikasikan sebelum tanam.

Apabila ditemukan benih kedelai yang belum tumbuh, maka segera dilakukan penyulaman. Penyulaman dilakukan bila persentase daya tumbuh tanaman kurang dari 10%. Ketika tanaman kedelai telah berumur 2 MST dilakukan penyiangan terhadap gulma yang tumbuh sebanyak 2-3 kali dalam seminggu.

3.6 Pelaksanaan Penelitian

AplikasiM. Anisopliaedilakukan pada sore hari terhadap seluruh tanaman yang terdapat pada perlakuan F1 hingga F5. Aplikasi dilakukan dengan menggunakan backpack sprayer. Penyemprotan dilakukan dengan konsentrasi 20 gram formulasi


(39)

19

keringM. anisopliae per liter air. Setiap rumpun tanaman kedelai diaplikasikan M. anisopliae sebanyak 70 ml/rumpun. Aplikasi pertama dilakukan terhadap semua plot percobaan pada saat tanaman kedelai berumur 2 minggu setelah tanam (MST), sedangkan penyemprotan kedua dilakukan untuk plot perlakuan F2, F3, F4, dan F5

pada saat tanaman berumur 3 MST. Penyemprotan ketiga dilakukan pada plot perlakuan F3, F4, dan F5pada saat tanaman berumur 4 MST. Penyemprotan keempat

dilakukan pada plot perlakuan F4dan F5pada saat tanaman berumur 5 MST.

Sedangkan penyemprotan kelima dilakukan pada plot perlakuan F5pada saat tanaman

berumur 6 MST.

3.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data

3.7.1 Data Utama

3.7.1.1 Pengamatan Langsung PopulasiAphis glycines

Pengamatan populasi kutu secara langsung dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah kutu yang tidak terinfeksi jamurM. anisopliaepada tanaman kedelai. PopulasiA. glycinesmenggunakan kaca pembesar (lup) danhand colony counter untuk mempermudah pengamatan. Pengamatan dilakukan setiap hari yang dimulai dari 1 hingga 7 hari setelah aplikasi.


(40)

20

3.7.1.2 Pengamatan dengan Teknik Ground cloth

Sebelum diaplikasikanM. anisopliae, kain hampar (ground cloth) diletakkan tepat di bawah tanaman kedelai pada sore hari. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga 7 hari setelah aplikasi. Setelah tanaman disemprot, kain hampar diperiksa untuk diketahui jumlah kutu mati yang terinfeksi jamurM. anisopliae. Setelah itu, kutu yang telah dikumpulkan selanjutnya diidentifikasi di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.7.1.3 Pengamatan organisme nontarget dengan teknikpitfall

Pitfalldipasang pada sore hari sebelum aplikasiM. anisopliaepada tanaman sampel. Pemasanganpitfalldilakukan dengan cara melubangi tanah sedalam tinggi gelas. Gelas yang akan digunakan berbentuk plastik menyerupai gelas kecil dengan tinggi 9,5 cm dan diameter tutup 7 cm. Gelas tersebut diisikan alkohol 70% yang dinaungi plastik mika agar tidak bercampur dengan air hujan selama 24 jam. Pada tiap plot percobaan diletakkan 2 buahpitfallsehingga terdapat 36 pitfall. Setelah 24 jam, pitfalldiambil dan dibawa ke Laboratorium Hama Jurusan Agroteknologi untuk perhitungan dan diidentifikasi organisme yang terjebak dalampitfall.

3.7.2 Data Penunjang

Data penunjang pada penelitian ini didapat dari pengamatan variabel tanaman. Variabel yang diamati terbagi menjadi 3 yaitu variabel vegetatif, variabel generatif,


(41)

21

serta pengamatan pascapanen. Variabel vegetatif meliputi tinggi tanaman dan jumlah daun kedelai. Variabel generatif meliputi jumlah bunga dan jumlah polong

Sedangkan pengamatan pascapanen meliputi berat brangkasan basah dan berat brangkasan kering tanaman kedelai.

3.8 Analisis Data

Data populasiA. glycines,baik yang masih hidup maupun yang telah terinfeksiM. anisopliaeserta organisme nontarget dan data penunjang yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, serta jumlah polong diuji dengan sidik ragam (Anara) yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata (BNT) dengan taraf nyata 5% menggunakan perangkat pengolah data Statistik 8 tahun 2008.


(42)

43

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Penyemprotan jamurMetarhizium anisopliae mampu menginfeksi dan

menyebabkan kematian terhadap hama kutudaunAphis glycinesdi pertanaman kedelai.

2. AplikasiM. anisopliae dengan berbagai frekuensi berpengaruh nyata terhadap jumlah famili organisme nontarget dan total organisme nontarget yang terjebak dalampitfall trap.

3. Secara umum frekuensi aplikasiM. anisopliae tidak mempengaruhi data pendukung berupa tinggi tanaman dan jumlah daun, namun penyemprotanM. anisopliaeberpengaruh nyata terhadap jumlah bunga, jumlah polong, jumlah polong isi, polong tidak isi, berat polong kering, dan berat biji kering.


(43)

43

5.2. Saran

Adapun saran yang diajukan peneliti adalah jamurM. anisopliaeyang digunakan dalam penyemprotan pada tanaman kedelai selalu diremajakan atau dibiakkan ulang agar tiap perlakuan memiliki umur biakan jamur yang sama saat diaplikasikan pada tanaman kedelai.


(44)

44

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, T. 2010. Strategi peningkatan produksi kedelai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan mengurangi impor.

Pengembangan Inovasi Pertanian3(4): 319-331.

Ahmad, R. Z. 2004. CendawanMetarhizium anisopliaesebagai pengendali hayati ektoparasit caplak dan tungau pada ternak.Balai penelitian Veteriner. Bogor. 73-78.

Ampnir, M. L. 2011. Inventarisasi jenis-jenis hama utama dan ketahanan biologi pada beberapa varietas kedelai (Glycines maxL. Merril) di kebun

percobaan Manggoapi Manokwari. Skripsi. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

Cloyd, R. A. 1999. The entomopathogenic fungusM. anisopliae. Midwest Biological Control News6 (7). Website

http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf607.html.Diakses 1 November 2013.

Heriyanto & Suharno. 2008. Studi patogenitasMetarhizium anisopliae(metch.) sor hasil perbanyakan medium cair alami terhadap larvaOryctes

rhinoceros.Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian4(1): 47-54.

Ibrahim, M., A. S. Sumarsono, Karama, & A. M. Fagi. 1990. Teknologi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Kartohardjono, A. 2011. Penggunaan musuh alami sebagai komponen

pengendalian hama padi berbasis ekologi.Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1). 29-46.

Maryadi. 2012. Menggapai Swasembada Kedelai.

http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11709.Media Indonesia.


(45)

45

Marwoto. 2007. Dukungan pengendalian hama terpadu dalam program bangkit kedelai.Iptek Tanaman Pangan2(1) : 79-92.

O`Neal, M. & Hodgson, E. 2000. Soybean Aphid management field guide. Lowa State University: University Extention.

Pracaya. 2009.Hama dan Penyakit Tanaman (Edisi Revisi seri Agriwawasan). Penebar Swadaya. Jakarta.

Prayogo, Y. & W. Tengkano. 2002. Pengaruh media tumbuh terhadap daya kecambah, sporulasi dan virulensiMetarhizium anisopliae(Metchnikoff) Sorokin isolat Kendalpayak pada larvaSpodoptera litura.SAINTEKS. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian.(9)4: 233−242.

Prayogo, Y. & W. Tengkano. 2004. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi Metarhizium anisopliaeisolat Kendalpayak terhadap tingkat kematian Spodoptera litura.DalamSudjatinah, Umiyati, P. Bintoro, P.

Widiyaningrum, I.O. Utami (Ed.). SAINTEKS.Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian(10)3: 209−216.

Prayogo, Y. Tengkano, W., & Marwoto. 2005. prospek cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliaeuntuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera liturapada kedelai.J. Litbang Pertanian. 24(1):19-26.

Prayogo, Y. 2006a. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan

entomopatogen untuk mengendalikan hama tanaman pangan.J. Litbang Pertanian. 25(2):47-54.

Prayogo, Y. 2006b. Sebaran dan efikasi berbagai genus cendawan entomopatogen terhadap Riptortus linearis pada kedelai di Lampung dan sumatera Selatan. J. HPT Tropika6(1): 14-22.

Purnomo, Aeny, T.N., & Fitriana, Y. 2012. Pembuatan dan aplikasi formulasi kering tiga jenis agensia hayati untuk mengendalikan hama pencucuk buah dan penyakit buah kakao. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bandar Lampung.

Radiyanto, I., M. Sodiq, & N. M. Nurcahyani. 2010. Keanekaragaman serangga hama dan musuh alami pada lahan pertanaman kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo.J. Entomol Indon7(2): 116-121.

Riyanto, S. C. Herlinda, Irsan, & A. Umayah. 2011. Kelimpahan dan

keanekaragaman spesies serangga predator dan parasitoidAphis gossypiidi Sumatera Selatan.J. HPT Tropika11(1): 57-68.


(46)

46

Rusli, R. 1999. BiologiAphis glycinesmatsumura (homophera: aphididae) pada beberapa tingkat umur tanaman kedelai (Glycine max(L) Merrill).Jurnal Natur Indonesia11 (1) : 80-84 (1999).

Santoso, T. 1993. Dasar-dasar patologi serangga. hlm. 1−15.DalamE. Martono, E. Mahrub, N.S. Putra, dan Y. Trisetyawati (Ed.). Simposium Patologi Serangga I. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sumarno. 2010. Pemanfaatan teknologi genetika untuk peningkatan produksi kedelai.Pengembangan Inovasi pertanian3(4): 247-259.

Sumartini, Y. Prayogo, S.W. Indiati, & S. Hardaningsih. 2001. Pemanfaatan jamurMetarhizium anisopliaeuntuk pengendalian pengisap polong (Riptortus linearis) pada kedelai. hlm. 154−157.DalamS.E. Baehaki, E. Santosa, Hendarsih, S.T. Suryana, N. Widarta, dan Sukrino (Ed.).

Simposium Pengendalian Hayati Serangga, Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Suryadi, Y., & Kadir, T. S. 2007. Pengamatan infeksi jamur patogen serangga Metarhizium anisopliae(Metsch, Sorokin) pada wereng coklat.Berita Biologi8(6):501-507.

Tanada, Y., & H.K. Kaya. 1993. Insect pathology. Academic Press, Inc., California. 666 pp.

Tengkano, Supriyatin, Suharsono, Bedjo, Yusmani P., & Purwantoro. 2007. Status hama kedelai dan musuh alami pada lahan kering masam Lampung. J. Litbang Pertanian29(1): 1-9.

Tilmon, K. J., Hodgson, E. W., O` Neal, M. E., & Ragsdale, D. W. 2011. Biology of the soybean aphid, Aphis glycines (Hemiptera: Aphididae) in the United States.Journal of Integrated Pest Management2 (2).


(1)

brangkasan kering tanaman kedelai.

3.8 Analisis Data

Data populasiA. glycines,baik yang masih hidup maupun yang telah terinfeksiM. anisopliaeserta organisme nontarget dan data penunjang yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bunga, serta jumlah polong diuji dengan sidik ragam (Anara) yang dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata (BNT) dengan taraf nyata 5% menggunakan perangkat pengolah data Statistik 8 tahun 2008.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Penyemprotan jamurMetarhizium anisopliae mampu menginfeksi dan

menyebabkan kematian terhadap hama kutudaunAphis glycinesdi pertanaman kedelai.

2. AplikasiM. anisopliae dengan berbagai frekuensi berpengaruh nyata terhadap jumlah famili organisme nontarget dan total organisme nontarget yang terjebak dalampitfall trap.

3. Secara umum frekuensi aplikasiM. anisopliae tidak mempengaruhi data pendukung berupa tinggi tanaman dan jumlah daun, namun penyemprotanM. anisopliaeberpengaruh nyata terhadap jumlah bunga, jumlah polong, jumlah polong isi, polong tidak isi, berat polong kering, dan berat biji kering.


(3)

agar tiap perlakuan memiliki umur biakan jamur yang sama saat diaplikasikan pada tanaman kedelai.


(4)

PUSTAKA ACUAN

Adisarwanto, T. 2010. Strategi peningkatan produksi kedelai sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan mengurangi impor.

Pengembangan Inovasi Pertanian3(4): 319-331.

Ahmad, R. Z. 2004. CendawanMetarhizium anisopliaesebagai pengendali hayati ektoparasit caplak dan tungau pada ternak.Balai penelitian Veteriner. Bogor. 73-78.

Ampnir, M. L. 2011. Inventarisasi jenis-jenis hama utama dan ketahanan biologi pada beberapa varietas kedelai (Glycines maxL. Merril) di kebun

percobaan Manggoapi Manokwari. Skripsi. Universitas Negeri Papua. Manokwari.

Cloyd, R. A. 1999. The entomopathogenic fungusM. anisopliae. Midwest Biological Control News6 (7). Website

http://www.entomology.wisc.edu/mbcn/kyf607.html.Diakses 1 November 2013.

Heriyanto & Suharno. 2008. Studi patogenitasMetarhizium anisopliae(metch.) sor hasil perbanyakan medium cair alami terhadap larvaOryctes

rhinoceros.Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian4(1): 47-54.

Ibrahim, M., A. S. Sumarsono, Karama, & A. M. Fagi. 1990. Teknologi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan pertanian. Departemen Pertanian.

Kartohardjono, A. 2011. Penggunaan musuh alami sebagai komponen

pengendalian hama padi berbasis ekologi.Pengembangan Inovasi Pertanian 4(1). 29-46.

Maryadi. 2012. Menggapai Swasembada Kedelai.

http://www.ristek.go.id/index.php/module/News+News/id/11709.Media Indonesia.


(5)

Pracaya. 2009.Hama dan Penyakit Tanaman (Edisi Revisi seri Agriwawasan). Penebar Swadaya. Jakarta.

Prayogo, Y. & W. Tengkano. 2002. Pengaruh media tumbuh terhadap daya kecambah, sporulasi dan virulensiMetarhizium anisopliae(Metchnikoff) Sorokin isolat Kendalpayak pada larvaSpodoptera litura.SAINTEKS. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian.(9)4: 233−242.

Prayogo, Y. & W. Tengkano. 2004. Pengaruh konsentrasi dan frekuensi aplikasi Metarhizium anisopliaeisolat Kendalpayak terhadap tingkat kematian Spodoptera litura.DalamSudjatinah, Umiyati, P. Bintoro, P.

Widiyaningrum, I.O. Utami (Ed.). SAINTEKS.Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Pertanian(10)3: 209−216.

Prayogo, Y. Tengkano, W., & Marwoto. 2005. prospek cendawan entomopatogen Metarhizium anisopliaeuntuk mengendalikan ulat grayak Spodoptera liturapada kedelai.J. Litbang Pertanian. 24(1):19-26.

Prayogo, Y. 2006a. Upaya mempertahankan keefektifan cendawan

entomopatogen untuk mengendalikan hama tanaman pangan.J. Litbang Pertanian. 25(2):47-54.

Prayogo, Y. 2006b. Sebaran dan efikasi berbagai genus cendawan entomopatogen terhadap Riptortus linearis pada kedelai di Lampung dan sumatera Selatan. J. HPT Tropika6(1): 14-22.

Purnomo, Aeny, T.N., & Fitriana, Y. 2012. Pembuatan dan aplikasi formulasi kering tiga jenis agensia hayati untuk mengendalikan hama pencucuk buah dan penyakit buah kakao. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Bandar Lampung.

Radiyanto, I., M. Sodiq, & N. M. Nurcahyani. 2010. Keanekaragaman serangga hama dan musuh alami pada lahan pertanaman kedelai di Kecamatan Balong-Ponorogo.J. Entomol Indon7(2): 116-121.

Riyanto, S. C. Herlinda, Irsan, & A. Umayah. 2011. Kelimpahan dan

keanekaragaman spesies serangga predator dan parasitoidAphis gossypiidi Sumatera Selatan.J. HPT Tropika11(1): 57-68.


(6)

Rusli, R. 1999. BiologiAphis glycinesmatsumura (homophera: aphididae) pada beberapa tingkat umur tanaman kedelai (Glycine max(L) Merrill).Jurnal Natur Indonesia11 (1) : 80-84 (1999).

Santoso, T. 1993. Dasar-dasar patologi serangga. hlm. 1−15.DalamE. Martono, E. Mahrub, N.S. Putra, dan Y. Trisetyawati (Ed.). Simposium Patologi Serangga I. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Sumarno. 2010. Pemanfaatan teknologi genetika untuk peningkatan produksi kedelai.Pengembangan Inovasi pertanian3(4): 247-259.

Sumartini, Y. Prayogo, S.W. Indiati, & S. Hardaningsih. 2001. Pemanfaatan jamurMetarhizium anisopliaeuntuk pengendalian pengisap polong (Riptortus linearis) pada kedelai. hlm. 154−157.DalamS.E. Baehaki, E. Santosa, Hendarsih, S.T. Suryana, N. Widarta, dan Sukrino (Ed.).

Simposium Pengendalian Hayati Serangga, Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi.

Suryadi, Y., & Kadir, T. S. 2007. Pengamatan infeksi jamur patogen serangga Metarhizium anisopliae(Metsch, Sorokin) pada wereng coklat.Berita Biologi8(6):501-507.

Tanada, Y., & H.K. Kaya. 1993. Insect pathology. Academic Press, Inc., California. 666 pp.

Tengkano, Supriyatin, Suharsono, Bedjo, Yusmani P., & Purwantoro. 2007. Status hama kedelai dan musuh alami pada lahan kering masam Lampung. J. Litbang Pertanian29(1): 1-9.

Tilmon, K. J., Hodgson, E. W., O` Neal, M. E., & Ragsdale, D. W. 2011. Biology of the soybean aphid, Aphis glycines (Hemiptera: Aphididae) in the United States.Journal of Integrated Pest Management2 (2).


Dokumen yang terkait

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI INSEKTISIDA TERHADAP POPULASI HAMA KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill)

0 9 39

PENGARUH FREKUENSI APLIKASI ISOLAT JAMUR ENTOMOPATOGEN Beauveria bassiana TERHADAP KUTU DAUN (Aphis glycines Matsumura) DAN ORGANISME NONTARGET PADA PERTANAMAN KEDELAI

2 20 43

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

3 10 50

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 12

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 2

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 4

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 6

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 6

Patogenitas Beberapa Cendawan Entomopatogen (Lecanicillium lecanii, Metarhizium anisopliae, dan Beauveria bassiana)terhadap Aphis glycines pada Tanaman Kedelai

0 0 7

Key words: soybean-aphid, Aphis glycines, entomopathogenic-fungi, Metarrhizium anisopliae Prospek Penggunaan Metarhizium Anisopliae sebagai Agen Pengendali Hayati Hama Kutu Daun, Aphis glycines, (Hemiptera: Aphididae)

0 0 14