Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Desa Pauh Tinggi di Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat

ETNOBOTANI PANGAN DAN OBAT
MASYARAKAT DESA PAUH TINGGI
DI SEKITAR TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

ANNIEKE STEVANI

DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Etnobotani Pangan dan
Obat Masyarakat Desa Pauh Tinggi di Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Annieke Stevani
NIM E34080001

ABSTRAK
ANNIEKE STEVANI. Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Desa Pauh
Tinggi di Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Dibimbing oleh AGUS
HIKMAT dan ERVIZAL A.M. ZUHUD.
Etnobotani merupakan ilmu yang mempelajari tentang pemanfaatan
tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat lokal. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan pangan dan tumbuhan obat yang
dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat Desa Pauh Tinggi di sekitar
kawasan TNKS. Metode pengambilan data dilakukan dengan wawancara,
observasi lapang, kajian pustaka, dan pembuatan herbarium. Hasil penelitian
teridentifikasi sebanyak 236 spesies dari 64 famili yang terdiri dari tumbuhan
pangan sebanyak 90 spesies dari 35 famili dan tumbuhan obat sebanyak 187
spesies dari 58 famili. Zingiberaceae adalah famili tumbuhan pangan yang paling
banyak ditemukan sedangkan untuk famili tumbuhan obat yang paling banyak

ditemukan adalah Solanaceae dan Zingiberaceae. Habitus tumbuhan pangan dan
obat yang paling banyak ditemukan adalah herba. Buah merupakan bagian yang
paling banyak digunakan pada tumbuhan pangan, sedangkan daun merupakan
bagian yang paling banyak digunakan pada tumbuhan obat. Masyarakat Pauh
Tinggi memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai bahan pangan dan obat
berdasarkan pengetahuan tradisionalnya.
Kata kunci: Etnobotani, Pauh Tinggi, tumbuhan obat, tumbuhan pangan.

ABSTRACT
ANNIEKE STEVANI. Food and Medicine Ethnobotany of Local Community in
Pauh Tinggi Village, Kerinci Seblat National Park. Supervised by AGUS
HIKMAT and ERVIZAL A.M. ZUHUD.
Ethnobotany is a study about traditional utilization of plants by local
community. The objective of this research was identified the diversity of food and
medicinal plants utilized by local community in Pauh Tinggi village around
Kerinci Seblat National Park. The method of data collection were interview, field
observation, literature review and herbarium. The result showed that total of 236
species were identified from 64 families, which consisted of 90 species of food
plants from 35 families and 187 species of medicinal plants from 58 families.
Zingiberaceae was the most frequent food plants family found in this research,

while solanaceae and zingiberaceae were the most frequent medicinal plants
family. Herbs was the most frequent habitus of food and medicinal plants found in
this research. Fruit was the most frequent part of plants that used for food plants,
while leaf is the most frequent part of plants that used for medicinal plants. Local
community at Pauh Tinggi village used the plants based on their traditional
knowledge.
Keywords: Ethnobotany, food plants, medicinal plants, Pauh Tinggi.

ETNOBOTANI PANGAN DAN OBAT
MASYARAKAT DESA PAUH TINGGI
DI SEKITAR TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT

ANNIEKE STEVANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN
KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

Judul Skripsi : Etnobotani Pangan dan Obat Masyarakat Desa Pauh Tinggi di
Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat
Nama
: Annieke Stevani
NIM
: E34080001

Disetujui oleh

Dr Ir Agus Hikmat, MScF
Pembimbing I

Prof Dr Ir Ervizal A.M. Zuhud, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas curahan rahman dan rahim-Nya, serta
doa restu dan dukungan yang tulus dari kedua orang tua sehingga karya ilmiah ini
dapat diselesaikan. Penelitian yang berjudul Etnobotani Pangan dan Obat
Masyarakat Desa Pauh Tinggi di Sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat ini
dilaksanakan pada bulan Juli hingga September 2012.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Agus Hikmat, MScF
dan Prof Dr Ir Ervizal AM Zuhud, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bantuan dan arahannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini, Bapak
Dr Ir Trisna Priadi, MEngSc selaku dosen penguji yang telah memberikan saran,
masukan, dan ilmu baru bagi penulis serta Ibu Resti Meilani SHut Msi atas saran

dan perbaikannya. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Balai Taman
Nasional Kerinci Seblat yang telah memberi izin penelitian dan semua pihak yang
telah membantu dalam pengumpulan data dan perbaikan karya ilmiah ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kakak, adik, dan saudara dari
Ikatan Mahasiswa Kerinci Bogor (IMKB) sebagai keluarga kedua bagi penulis
serta teman-teman KSHE 45 „Edelweiss‟ atas semangat, kebersamaan dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat kepada pihak terkait.
Bogor, April 2013
Annieke Stevani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi


PENDAHULUAN
Latar belakang
Tujuan
Manfaat

1
1
2
2

METODE
Lokasi dan Waktu
Alat dan Bahan
Jenis Data yang dikumpulkan
Metode Pengumpulan Data
Analisis Data

2
2
2

2
3
4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik responden
Keanekaragaman Tumbuhan Pangan
Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Kearifan Tradisional Masyarakat dalam Pemanfaatan Tumbuhan

6
6
7
8
18
26

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

28
31
71

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

6
7
8
9

Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili
Habitus tumbuhan pangan yang digunakan masyarakat
Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan
Tumbuhan pangan liar yang berasal dari hutan
Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan famili
Habitus tumbuhan obat yang digunakan masyarakat
Persentase bagian tumbuhan obat yang digunakan
Tumbuhan obat yang berasal dari hutan
Keanekaragaman spesies tumbuhan obat untuk mengobati berbagai
kelompok penyakit

9
13
14
16

18
20
21
23
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Peta lokasi penelitian
Responden tertua (Susah Galo)
Bungo sabung (Nicolaia speciosa)
Sambal suhin dari daun surian
Ayi kawo yang diminum dengan tempurung pengganti gelas
Produk sirup kulit manis oleh-oleh khas Kerinci
Persentase tipe habitat tumbuhan pangan
Persentase status budidaya tumbuhan pangan
Daun dan pohon kayu taksus yang berada di jalur trek menuju
Gunung Tujuh
Persentase tipe habitat tumbuhan obat
Inggu (Ruta angustifolia)
Persentase status budidaya tumbuhan obat
Persentase pengolahan tumbuhan obat
Minyak urut tradisional masyarakat
Ladang kayu manis yang disela dengan kentang

6
7
9
10
11
11
14
15
19
21
22
22
25
26
27

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Data Responden Masyarakat Desa Pauh Tinggi
Spesies tumbuhan pangan yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat
Tipe habitat tumbuhan pangan
Tipe habitat tumbuhan obat
Kelompok penyakit dan spesies tumbuhan obatnya

31
33
38
54
58
68

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, baik flora maupun
fauna. Zuhud et al. (2011) menyatakan hutan tropika Indonesia yang terdiri dari
berbagai tipe ekosistem merupakan gudang keanekaragaman hayati lebih dari 239
spesies tumbuhan pangan dan lebih dari 2.039 spesies tumbuhan obat yang
berguna bagi kesehatan dan mengobati berbagai macam penyakit. Selain
keanekaragaman hayati yang melimpah, Indonesia juga kaya akan etnis yang
sebagian besar tinggal di dekat kawasan hutan dan masih memiliki
ketergantungan terhadap hutan terutama dalam pemanfaatan tumbuhan.
Tumbuhan tersebut berperan penting dalam kehidupan manusia karena merupakan
sumber bahan pangan, obat-obatan dsb.
Pangan dan obat-obatan merupakan kebutuhan esensial bagi masyarakat dan
terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Kebutuhan pangan
manusia hampir sepenuhnya tergantung pada tanaman. Apa yang dimakan dapat
berupa bagian dari tanaman atau secara tidak langsung berasal dari tanaman, oleh
karena itu sejak zaman prasejarah orang telah melaksanakan pekerjaan seleksi
tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tanaman pangan (Moeljopawiro dan
Manwan 1992).
Masyarakat Indonesia selama ini masih mengandalkan pangan impor untuk
memenuhi kecukupan pangan dalam negeri jika dilihat dari tingkat konsumsi
pangannya (Rona 2011). Hal ini menunjukkan keanekaragaman hayati tumbuhan
belum dimanfaatkan secara optimal di setiap daerah. Upaya yang dapat dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan menggali potensi sumberdaya
pangan lokal di setiap daerah.
Setiap daerah/etnis memiliki pola pemanfaatan tumbuhan yang berbedabeda. Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat khususnya dalam pemenuhan
kebutuhan pangan dan obat-obatan berkembang menjadi pengetahuan yang
diwariskan secara turun temurun. Tumbuhan pangan dan tumbuhan obat yang
digunakan sesuai dengan pengetahuan lokal masyarakat setempat dalam
kehidupan keseharian mereka mengarah pada terciptanya kehidupan yang
berdaulat-mandiri. Masalah ketahanan pangan dan kesehatan dapat diatasi melalui
peningkatan pengetahuan dan konsumsi keanekaragaman tumbuhan berguna dari
alam (Johns 2003 diacu dalam Ayu 2012). Banyak spesies tumbuhan yang hidup
di hutan yang memiliki kandungan gizi dan kandungan-kandungan yang
merupakan unsur penting bagi kesehatan.
Desa Pauh Tinggi merupakan desa yang berbatasan langsung dengan
kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Masyarakat telah lama ada
sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Masyarakat yang
tinggal di desa tersebut merupakan masyarakat lokal yang berinteraksi langsung
dengan kawasan dan memanfaatkan sumberdaya hutan secara tradisional dan
turun temurun. Pemanfaatan sumberdaya hutan oleh masyarakat lokal belum
banyak dikaji dan didokumentasikan. Masyarakat umumnya menurunkan
pengetahuan dari mulut ke mulut (secara oral). Hal ini mendatangkan
kekhawatiran akan punahnya pengetahuan tradisional dalam pemanfaatan

tumbuhan, oleh karena itu perlu dilakukan kajian dan pendataan pemanfaatan
tumbuhan (etnobotani) masyarakat sekitar kawasan TNKS khususnya untuk bahan
pangan dan bahan obat.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keanekaragaman tumbuhan
pangan dan tumbuhan obat yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat
sekitar kawasan TNKS.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan data dan informasi dalam
pengembangan tumbuhan pangan dan tumbuhan obat berbasis pengetahuan
masyarakat lokal di sekitar TNKS.

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pauh Tinggi, Kecamatan Gunung Tujuh,
Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi yang berbatasan langsung dengan resort
Gunung Tujuh Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Penelitian ini
dilaksanakan selama bulan Juli-September 2012.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: alat tulis, kamera, recorder,
kalkulator, golok/parang, kertas koran, kertas label, tali plastik, plastik, daftar
pertanyaan responden, dan komputer beserta perlengkapannya. Sedangkan bahan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alkohol 70%, sampel tumbuhan, tally
sheet dan kertas Koran.

Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.
Data Primer
Data primer yang diperlukan antara lain:
a)
Karakteristik responden ( nama, jenis kelamin, usia, mata pencaharian,
penghasilan dan pendidikan).

b)

Spesies-spesies tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai pangan dan obat,
habitusnya, kegunaannya, bagian tumbuhan yang digunakan, cara
pengolahan, cara pemakaiannya hingga cara pembudidayaannya.

Data Sekunder
Data sekunder merupakan data penunjang yang terdiri dari kondisi umum
lokasi, sejarah, letak dan luas, topografi, geologi dan tanah, iklim dan hidrologi,
flora, fauna, dan etnografi masyarakat asli meliputi lokasi, lingkungan alam dan
demografi, asal mula dan sejarah suku, bahasa, sistem teknologi, sistem mata
pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan, kesenian, dan sistem religi
(Koentjaraningrat 1994) yang diperoleh melalui literatur, studi pustaka, dan
monografi desa.

Metode Pengumpulan Data
Kajian pustaka
Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan informasi dasar
mengenai kondisi umum (mencakup fisik, biotik dan sosial budaya masyarakat),
data mengenai spesies tumbuhan berguna yang ada di lokasi penelitian guna
verifikasi (cek silang) berdasarkan data yang diperoleh di lapangan. Pengumpulan
data ini dilakukan melalui dua tahap yakni sebelum dan sesudah penelitian di
lapangan.
Observasi/ pengamatan langsung
Observasi dilakukan untuk memperoleh sumber data dan informasi aktual
melalui pengamatan di lokasi penelitian. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
spesies tumbuhan pangan dan tumbuhan obat yang digunakan dari hasil
wawancara. Pengenalan spesies ini dilakukan dengan mencari spesies tumbuhan
yang digunakan dari hasil wawancara ke dalam hutan dan membuat dokumentasi
kemudian diidentifikasi dengan literatur.
Wawancara
Wawancara ditujukan pada masyarakat yang mengetahui dan masih
menggunakan spesies-spesies tumbuhan pangan dan tumbuhan obat dari alam.
Metode yang digunakan dalam menentukan sasaran wawancara ini yaitu dengan
cara snow ball. Berdasarkan metode snow ball tersebut, pemilihan responden
berasal dari informasi responden sebelumnya (responden kunci). Responden kunci
yang dipilih terdiri dari ketua adat, dukun/tabib desa, atau anggota masyarakat
yang mengetahui pemanfaatan tumbuhan pangan dan tumbuhan obat. Wawancara
dilakukan secara semi terstruktur dengan menggunakan kuisioner atau daftar
pertanyaan yang telah disiapkan. Wawancara semi terstruktur termasuk dalam
kategori in-depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila
dibandingkan dengan wawancara terstruktur (Sugiyono 2010).

Pembuatan herbarium
Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan dalam identifikasi
spesies tumbuhan yang belum teridentifikasi. Herbarium merupakan koleksi
spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap
dengan daun, serta bunga dan buah jika ada). Tahapan dalam pembuatan
herbarium antara lain (Hidayat 2009) :
1. Mengambil bahan sampel untuk herbarium berupa ranting dengan daun
(diusahakan daun yang tidak terlalu muda atau terlalu tua) beserta bunga
dan buah jika ada.
2. Bahan sampel tersebut digunting dengan menggunakan gunting daun
dengan panjang ± 40 cm.
3. Sampel herbarium kemudian dimasukkan ke dalam kertas koran, satu
lipatan kertas koran untuk satu spesimen. Sampel herbarium diberi label
gantung berukuran 3x5 cm. label gantung berisi keterangan nomor koleksi,
tanggal pengambilan spesimen, nama lokal dan lokasi spesimen, serta
nama pengumpul/kolektor.
4. Lipatan kertas koran yang berisi spesimen ditumpuk menjadi satu dalam
kantong plastik bening berukuran 40x60 cm.
5. Tumpukan spesimen disiram dengan alkohol 70% hingga seluruh bagian
tumpukan tersiram rata, selanjutnya kantong plastik ditutup rata agar
cairan alkohol tidak menguap.
6. Tumpukan contoh herbarium dipress dalam sasak , kemudian di keringkan
dalam oven.
7. Setelah kering, herbarium diidentifikasi nama ilmiahnya.

Analisis Data
Analisis data tumbuhan pangan dan tumbuhan obat
Data potensi tumbuhan pangan dan tumbuhan obat disusun dan
dikelompokkan berdasarkan : (1) kegunaan, (2) jumlah spesies masing-masing
kegunaan, (3) famili, (4) klasifikasi berdasarkan habitus (5) klasifikasi
berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan, (6) tipe habitat (7) kelompok
penyakit (tumbuhan obat) (8) klasifikasi tumbuhan pangan dan tumbuhan obat
budidaya/ liar.
Persentase famili
Tumbuhan pangan dan tumbuhan obat dikelompokkan berdasarkan famili,
kemudian dihitung persentasinya menggunakan rumus (Hidayat 2009) :
Persentase famili tertentu
∑ spesies dari famili tumbuhan tertentu yang digunakan
=
∑ total spesies seluruh famili

x 100 %

Persentase habitus
Persentase habitus merupakan besarnya suatu jenis habitus tumbuhan
pangan dan tumbuhan obat yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus yaitu
sebagai berikut (Fakhrozi 2009) :
Persentase habitus tertentu
∑ spesies habitus tertentu yang digunakan
=
∑ total habitus

x 100 %

Persentase bagian yang dimanfaatkan
Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan
yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/ daun sampai ke
bagian bawah/ akar. Untuk menghitung persentase bagian yang dimanfaatkan
digunakan rumus (Fakhrozi 2009) :
Persentase bagian yang dimanfaatkan
∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan
=
∑ total bagian yang dimanfaatkan

x 100 %

Persentase tipe habitat
Tumbuhan pangan dan obat dikelompokkan berdasarkan habitatnya
meliputi hutan, kebun/ladang, pekarangan, sawah, dan lain-lain. Persentase tipe
habitat dengan menggunakan rumus (Rahayu 2013) :
Persentase tipe habitat
∑ spesies tumbuhan dari habitat tertentu
=
∑ total spesies tumbuhan

x 100 %

Persentase tumbuhan budidaya/ liar
Tumbuhan pangan dan tumbuhan obat hasil wawancara dan observasi
lapang dikelompokkan berdasarkan status keberadaannya yang tergolong dalam
tumbuhan yang sudah dibudidaya atau masih tumbuh liar, kemudian dihitung
persentasinya menggunakan rumus (Rona 2011) :
Persentase tumbuhan yang dibudidaya/ liar
∑ spesies tumbuhan yang dibudidaya/liar
=
∑ total spesies yang ditemukan

x 100 %

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Desa Pauh Tinggi terletak di Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci,
Propinsi Jambi (Gambar 1). Desa ini berbatasan langsung dengan kawasan Taman
Nasional Kerinci Seblat tepatnya di resort Gunung Tujuh. Desa Pauh Tinggi
ditetapkan sebagai desa persiapan sejak tahun 1983, namun baru menjadi desa
pada tahun 2002. Luas wilayah desa Pauh Tinggi sebesar 4112 Ha dan berada di
ketinggian tempat 1500 mdpl dengan topografi daerah dataran tinggi/perbukitan.
Desa Pauh Tinggi memiliki iklim kemarau & penghujan dengan suhu rata-rata
harian 17-260C dengan rata-rata hari hujan 15,3/bulan. Jarak desa Pauh Tinggi ke
pusat kecamatan ± 8 km dengan kondisi jalan tanah dan berlumpur.
Adapun batas-batas administratif desa Pauh Tinggi adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
Desa Pesisir Bukit dan Resort Gunung Tujuh
Sebelah Timur
Batas Kawasan TNKS
Sebelah Selatan
Desa Renah Kasah dan Sungai Bendung Air
Sebelah Barat
Desa Sungai Sikai, Sungai Rumpun dan Rawa Bento

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Masyarakat desa Pauh Tinggi adalah penduduk asli Suku Kerinci yang
sebagian besar mata pencahariannya adalah pada sektor pertanian/perkebunan
sehingga penggunaan lahan oleh masyarakat pun untuk area persawahan dan
tegalan setengah dari luas desa yaitu sebesar 2.450 ha. Jumlah penduduk Pauh

Tinggi per November 2011 adalah 1.200 jiwa dengan 585 jiwa laki-laki dan 615
jiwa perempuan. Berdasarkan Laporan tahunan desa Pauh Tinggi (2011), tingkat
kesejahteraan masyarakat Pauh Tinggi digolongkan dalam kategori sedang
sebanyak 30 KK/90 jiwa dan kurang mampu sebanyak 250 KK/820 jiwa dan
jumlah usia produktif sebanyak 875 jiwa dan non produktif sebanyak 325 jiwa.
Berdasarkan karakteristiknya, desa Pauh Tinggi termasuk bagian Kerinci
Hulu/Kerinci Tinggi dengan pengaruh budaya luar relatif lebih kuat, banyak
terdapat perkebunan, banyak perambahan, dan ekonomi sangat terkait ke
Sumatera Barat. Tim peneliti WWF (1993) dalam Indrizal (1997) membagi
tipologi pedesaan Kerinci berdasarkan karakteristik sosial-budaya dalam
pembagian geografis daerahnya menjadi Kerinci Hilir (rendah), Kerinci Tengah
dan Kerinci Hulu (Tinggi). Kerinci Tengah dan Kerinci Tinggi lebih didominasi
kebudayaan Minangkabau dan pendatang lain seperti Jawa, Cina, dan Batak.
Kerinci Tengah dan Kerinci Tinggi dianggap lebih modern. Nilai-nilai
tradisional/adat hanya tinggal simbol dan lebih materialistik sehingga pandangan
kehidupan masa depan lebih diprioritaskan untuk memanfaatkan keuntungan
maksimal jangka pendek dari sumberdaya yang tersedia, sedangkan Kerinci Hilir
pengaruh kebudayaan Jambi lebih kuat, yaitu dengan ciri memperlihatkan sikap
arif terhadap alam.

Karakteristik Responden
Penelitian ini dilakukan pada masyarakat Suku Kerinci yang berada di Desa
Pauh Tinggi dengan metode wawancara dan observasi lapang. Wawancara
dilakukan pada 33 orang responden dari 3 dusun yang berada di Desa Pauh
Tinggi. Hasil wawancara terhadap 33 orang responden menunjukkan bahwa
responden berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan.
Komposisi responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 25 orang (76 %) dan
perempuan sebanyak 8 orang (24 %). Jumlah responden laki-laki lebih banyak
karena laki-laki yang lebih sering masuk ke hutan untuk mencari dan meramu
tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat. Bahkan tiga dari empat orang
responden kunci yang mengetahui banyak informasi pemanfaatan tumbuhan
berjenis kelamin laki-laki. Tingkatan umur responden tertua berusia 96 tahun
(Gambar 2) dan termuda berusia 31 tahun.

Gambar 2 Responden tertua (Susah Galo)

Sekitar 15 persen responden berusia 30-40 tahun dan 50-60 tahun, 21 persen
responden berusia 40-50 tahun dan persentase terbanyak (49 %) adalah responden
yang berusia ≥ 60 tahun. Responden yang berusia ≥ 60 tahun, sebagian besar
merupakan responden yang banyak mengetahui pemanfaatan tumbuhan pangan
dan obat berdasarkan pengalaman dan pengetahuan dari orang tua terdahulu.
Tingkat pendidikan responden di Desa Pauh Tinggi masih rendah. Hal ini
dikarenakan responden yang diwawancarai sebagian besar sudah berumur (lanjut
usia) dan pada masanya dulu hanya ada sekolah rakyat yang setara dengan SD
sekarang, itupun bahkan tidak sampai selesai. Dari hasil wawancara didapatkan
sebanyak 12 orang (36 %) responden yang tidak sekolah, dan 12 orang (37 %)
responden yang mengenyam pendidikan sekolah rakyat (SR) atau SD, 3 orang
responden (9 %) lulus sekolah menengah pertama (SMP) dan sisanya 6 orang
responden (18 %) lulusan sekolah menengah atas (SMA). Rendahnya tingkat
pendidikan ini juga disebabkan oleh tidak adanya sarana pendidikan dan lokasi
desa Pauh Tinggi yang jauh dari pusat kecamatan. Jarak desa Pauh Tinggi ke
pusat kecamatan ± 8 km dengan kondisi jalan tanah dan berlumpur. Namun saat
ini, di desa Pauh Tinggi sendiri sudah memiliki bangunan sekolah SD dan SMP
satu atap. Tingkat pendidikan sendiri tidak berpengaruh terhadap pengetahuan
responden dalam hal pemanfaatan tumbuhan dikarenakan pengetahuan mengenai
pemanfaatan tumbuhan tersebut mereka dapatkan dari kebiasaan dan kearifan
tradisional yang diwariskan oleh nenek moyang mereka terdahulu.
Mata pencaharian utama responden di desa Pauh Tinggi adalah bertani.
Bertani merupakan kebutuhan bagi masyarakat Pauh Tinggi. Setiap pagi
masyarakat baumo (bersawah/berladang) dan pulang pada sore harinya. Hal ini
erat kaitannya dengan letak desa mereka yang berbatasan langsung dengan
kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Masyarakat memanfaatkan lahan yang
tersedia untuk baumo bahkan banyak masyarakat yang baumo sampai ke dalam
kawasan hingga merambah kawasan karena lokasi umo mereka yang berdekatan.

Keanekaragaman Tumbuhan Pangan
Tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berbatang,
berakar, berdaun, dan dapat dimakan atau dikonsumsi oleh manusia (jika dimakan
ternak dinamakan pakan) (Kamus Besar bahasa Indonesia 1988). Menurut
Guinand dan Lemessa (2000) diacu dalam Rona (2011) tumbuhan pangan adalah
semua sumberdaya tumbuhan yang dapat dikonsumsi oleh manusia untuk
bertahan hidup. Indonesia memiliki kekayaan tumbuhan yang tersebar luas, salah
satunya sebagai tumbuhan pangan. Kebutuhan terhadap tumbuhan pangan akan
selalu ada, hal ini disebabkan setiap harinya tumbuhan pangan selalu dikonsumsi
oleh masyarakat, oleh karena itu ketersediaan pangan harus tetap terjaga
(Purnomo dan Purnamawati 2007). Penelitian ini mengidentifikasi dan
mengklasifikasikan tumbuhan pangan yang ditemukan berdasarkan famili,
spesies, habitus, bagian tumbuhan yang digunakan, dan juga tipe habitat
tumbuhan pangan.

Keanekaragaman Famili
Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi yang dilakukan, teridentifikasi
sebanyak 236 spesies dari 64 famili yang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai
tumbuhan pangan dan tumbuhan obat. Tumbuhan yang digunakan untuk bahan
pangan teridentifikasi sebanyak 90 spesies dari 35 famili (Tabel 1). Famili
Zingiberaceae merupakan famili dengan jumlah spesies terbanyak yaitu 8 spesies
diikuti oleh famili Fabaceae dan Poaceae masing-masing sebanyak 7 spesies
kemudian famili Solanaceae dengan 6 spesies.
Tabel 1 Klasifikasi tumbuhan pangan berdasarkan famili
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Nama famili
Zingiberaceae
Fabaceae
Poaceae
Solanaceae
Moraceae
Arecaceae
Liliaceae
Famili lain (28 famili)
Total

Jumlah spesies
8
7
7
6
5
4
4
49
90

Beberapa spesies dari famili Zingiberaceae seperti jahe, kencur, kunyit, dan
lengkuas merupakan spesies budidaya yang ditanam oleh masyarakat di
pekarangannya. Spesies tersebut digunakan oleh masyarakat sebagai rempah rempah (bahan penyedap, bumbu masak) dan obat tradisional. Selain itu sabung
(Nicolaia speciosa) juga dari famili Zingiberaceae sering digunakan masyarakat
sebagai sayuran dan campuran sambal. Bunganya dijadikan gulai dicampur
dengan ikan yang dinamakan kincung. Sabung merupakan tumbuhan liar, namun
dibudidayakan oleh masyarakat dengan ditanam di pekarangannya (Gambar 3).

Gambar 3 Bungo sabung (Nicolaia speciosa)
Spesies lain yang banyak digunakan masyarakat sebagai bahan pangan
adalah dari famili Solanaceae meliputi cabe, cabe rawit, kentang,
langgoy/rimbang dan terong bulu. Kerinci merupakan daerah penghasil kentang
terbesar. Tanahnya yang subur merupakan salah satu faktor tanaman dapat
tumbuh dengan baik. Kentang atau yang dalam bahasa Kerinci disebut dengan
kubik merupakan makanan pokok yang harus selalu ada. Masyarakat Kerinci
umumnya, dan di Desa Pauh Tinggi khususnya merupakan petani kentang dan

selalu memiliki ketersediaan kentang yang dijadikan sebagai lauk atau sambal
pelengkap makanan. Selain sebagai sambal dan lauk, kentang pun diolah menjadi
dodol kentang dan keripik kentang yang menjadi makanan khas dan oleh-oleh dari
Kerinci.
Keanekaragaman spesies
Dari 90 spesies tumbuhan pangan, terdapat 4 spesies yang tidak
teridentifikasi yaitu buah hutan sikai, cikrau, penggi (kundu) dan spun. Spesies
tersebut merupakan hasil wawancara dan tidak ditemukan saat eksplorasi. Spesies
tumbuhan pangan yang dimanfaatkan masyarakat diolah menjadi berbagai macam
bentuk makanan, sayuran, dan juga bahan minuman seperti surian, kentang,
nangka/cempedak, dan lainnya.
Daun surian (Toona sureni) dimanfaatkan sebagai bahan utama dari salah
satu makanan tradisional Kerinci yang disebut sambal/cabe suhin (Gambar 4).
Dalam kehidupan sosio-kultural masyarakat, makanan tradisional termasuk
sebagai identitas budaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat
yang mendiami wilayah tersebut, termasuk bagi masyarakat Kerinci. Cabe suhin
merupakan campuran daun muda (pucuk) surian yang ditumbuk dengan rebung
dan digoreng dengan cabe yang dicampur ikan tukai. Cabe suhin memiliki aroma
yang khas dan selalu diikutsertakan dalam lomba kuliner dan pariwisata dari
daerah Kerinci.

(a)
(b)
Gambar 4 (a) dan (b) Cabe suhin dari daun surian
Makanan khas lain dari Kerinci adalah gule cemedak, merupakan campuran
buah cempedak (Artocarpus interger), daging dan kentang yang dijadikan gulai
wajib yang harus ada di setiap upacara adat maupun kenduri pernikahan
masyarakat Kerinci dan ayi kawo yang merupakan minuman pahit khas nenek
moyang orang Kerinci dahulu, dibuat dari daun kopi yang dikeringkan, diminum
langsung dengan serbuk daunnya dan cara minum yang khas, bukan dari gelas
melainkan tempurung kelapa sebagai pengganti gelas (Gambar 5). Saat ini di
Kerinci, ayi kawo sudah jarang ditemukan, umumnya yang masih mengkonsumsi
ayi kawo adalah orang-orang yang berumur 60 tahun ke atas (lanjut usia), namun
di desa Pauh Tinggi masyarakat masih rutin mengkonsumsi ayi kawo.

Gambar 5 Ayi kawo yang diminum dengan tempurung pengganti gelas
Selain spesies di atas, juga terdapat spesies keladi (Colocasia esculenta) dan
kayu manis (Cinnamomum burmannii) yang potensial untuk dikembangkan
khususnya di desa Pauh Tinggi. Selain karena keberadaannya yang banyak di desa
tersebut dan masyarakat yang mayoritas petani kayu manis, spesies ini pun
bernilai ekonomi tinggi. Keladi oleh masyarakat selain disayur, juga diolah
menjadi pulut dan keripik keladi sebagai pelengkap makanan. Keripik keladi ini
bahkan ada yang dijual masyarakat, namun hanya sebatas di warung-warung
kecil. Padahal jika pembuatan keripik keladi ini dijadikan usaha dagang maka
dapat menghasilkan suatu produk pangan khas dari Pauh Tinggi yang juga dapat
dijadikan oleh-oleh seperti halnya dodol kentang dan keripik kentang. Begitu pula
dengan kayu manis yang dijadikan sebagai bahan minuman sirup kulit manis oleh
masyarakat. Masyarakat Pauh Tinggi hanya berperan sebagai produsen (petani)
kayu manis saja dan belum mengembangkan potensi sirup kulit manis ini seperti
di beberapa daerah lain di Kerinci yang dapat meningkatkan pendapatan
masyarakat dari hasil penjualan sirup tersebut (Gambar 6).

Gambar 6 Produk sirup kulit manis oleh-oleh khas Kerinci
Penggunaan spesies tumbuhan pangan didasarkan pada kegunaan dan
kandungan yang terdapat di dalam tumbuhan seperti sumber karbohidrat, protein
(kacang-kacangan), vitamin dan mineral (buah dan sayur-sayuran), bahan minum,
bahan pelengkap adalah sebagai berikut:
a. Sumber karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh. Masyarakat
Desa Pauh Tinggi yang umumnya bermatapencaharian sebagai petani, sumber
karbohidrat utamanya berasal dari padi (Oryza sativa) sebagai makanan
pokok (beras). Selain padi, kentang (Solanum tuberasum), jagung (Zea mays),
keladi (Colocasia esculenta), singkong (Manihot utilissima) dan ubi jalar

b.

c.

d.

e.

f.

(Ipomoea batatas) juga merupakan sumber karbohidrat, terutama kentang
bagi masyarakat dijadikan sambal pelengkap nasi yang ketersediaannya selalu
ada tiap hari. Masyarakat yang merupakan petani kentang, hasil panen
kentang tidak dijual seluruhnya, beberapa disimpan sebagai persediaan di
dapur. Hampir keseluruhan responden yang diwawancarai menyimpan
persediaan kentang di rumahnya.
Sumber protein
Protein merupakan zat gizi yang sangat penting dan erat kaitannya dalam
pemeliharaan tubuh. Sumber protein yang berasal dari tumbuhan umumnya
berasal dari kacang-kacangan seperti kacang belimbing (Psophocarpus
tetragonolobus), kacang panjang (Vigna cylindrica) dan kacang tanah
(Arachis hypogea) yang juga dimanfaatkan sebagai bahan pangan oleh
masyarakat Pauh Tinggi.
Sumber vitamin dan mineral
Vitamin dan mineral merupakan zat gizi yang mutlak dibutuhkan oleh
tubuh. Masyarakat memperoleh sumber vitamin dan mineral dengan
mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan. Sayur-sayuran yang
dikonsumsi masyarakat umumnya telah dibudidayakan dengan ditanam di
ladang (kebun) dan pekarangan rumah. Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi
sayur dan selalu ada setiap harinya. Masyarakat Pauh Tinggi dan orang
Kerinci pada umumnya menyukai sayur berkuah dibanding lalapan. Hal ini
karena kuah sayur membuat makanan tidak terasa hambar. Spesies yang
sering dijadikan sayur adalah langgoy/rimbang (Solanum torvum), paku/pakis
(Diplazium esculentum), sabung (Nicolaia speciosa), Jambin (Andropogon
aciculatus) dan lainnya. Selain sayur, masyarakat juga mengkonsumsi buahbuahan seperti alpokat (Persea americana), jambu biji (Psidium guajava),
jambu ayie (Syzigium aqueum), Saos (Manilkara zapota), pisang (Musa
paradisiaca) yang umumnya ditanam di kebun dan pekarangan masyarakat.
Selain spesies yang dibudidayakan tersebut, masyarakat juga mengkonsumsi
buah-buahan liar yang ada di hutan seperti Pontialo (Xerospermum
noronhianum) dan buah Pauh (Mangifera parvifolia) yang banyak tumbuh
liar di hutan Pauh Tinggi.
Sumber lemak
Beberapa spesies tumbuhan yang bermanfaat sebagai sumber lemak adalah
alpokat (Persea americana), jarak (Jatropha multifida), kelapa (Cocos
nucifera, mentimun (Cucumis sativus), nilam (Pogostemon cablin), kacang
belimbing (Psophocarpus tetragonolobus), paku/pakis (Diplazium
esculentum), dan lainnya.
Bahan minuman
Beberapa spesies juga dijadikan bahan minuman oleh masyarakat seperti
kayu manis (Cinnamomum burmani) yang dijadikan sirup kulit manis dan
juga berguna sebagai obat, spadeh/jahe (Zingiber officinale), aren atau enau
dan kopi (Coffea Robusta). Kawo/kopi yang daunnya dikeringkan kemudian
dijadikan minuman dengan rasa pahit yang disebut dengan ayi kawo dapat
mengobati diabetes.
Bahan pelengkap
Beberapa spesies tumbuhan pangan juga dimanfaatkan sebagai bahan
pelengkap, baik sebagai bumbu, rempah dan penyedap makanan maupun

sebagai bahan pangan tambahan untuk melengkapi bahan pangan pokok.
Tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai bumbu/penyedap makanan ialah
bawang merah (Allium cepa), bawang putih (Allium sativum), cabe
(Capsicum annum), cabe rawit (Capsicum frutescens), cengkeh (Syzygium
aromaticum), kencur (Kaempfria galanga), lengkuas (Alpinia galangal), dan
spadeh/jahe (Zingiber officinale). Sedangkan bahan pangan tambahan seperti
pulut dan kerupuk keladi yang dibuat dari keladi (Colocasia esculenta),
peyek, dan juga sambal/cabe suhin yang merupakan makanan tradisional
Kerinci.
Habitus
Habitus merupakan bentuk hidup atau perawakan dari setiap tumbuhan yang
didasarkan pada karakteristik tumbuhan tersebut. Klasifikasi tumbuhan pangan
menurut habitusnya dibagi menjadi lima habitus yaitu herba, liana, perdu, pohon,
dan semak (Tabel 2). Definisi masing-masing habitus tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Herba: merupakan tumbuhan tidak berkayu dengan batang lunak dan
berair.
2) Pohon: merupakan tumbuhan berkayu yang tinggi besar, memiliki satu
batang yang jelas dan bercabang jauh dari permukaan tanah.
3) Perdu: merupakan tumbuhan berkayu yang tidak terlalu besar dan
bercabang dekat dengan permukaan tanah atau di dalam tanah.
4) Semak: merupakan tumbuhan berkayu yang mengelompok dengan
anggota yang sangat banyak membentuk rumpun, tumbuh pada permukaan
tanah dan tingginya dapat mencapai 1 m.
5) Liana: merupakan tumbuhan berkayu, yang batangnya menjalar/memanjat
pada tumbuhan lain.
Tabel 2 Habitus tumbuhan pangan yang digunakan masyarakat
No.
1
2
3
4
5

Bagian tumbuhan
Herba
Pohon
Perdu
Semak
Liana
Total

Jumlah
29
25
16
9
7
86

Persentase (%)
34
29
19
10
8
100

Jumlah spesies terbanyak terdapat pada habitus herba yaitu sebesar 34 %
(29 spesies) sedangkan jumlah spesies terendah terdapat pada habitus liana
sebesar 8 % (7 spesies). Hal serupa juga dipaparkan dalam penelitian Desuciani
(2012) pada masyarakat Suku Lampung di sekitar Tahura Wan Abdul Rahman
dimana habitus tumbuhan pangan tertinggi adalah herba sebesar 44 % (20
spesies).
Bagian tumbuhan yang digunakan
Berdasarkan bagian tumbuhan yang digunakan, dikelompokkan menjadi 8
kelompok bagian tumbuhan (Tabel 3). Bagian tumbuhan pangan yang paling
banyak digunakan adalah buah sebesar 50 %, kemudian daun sebanyak 34 %.
Buah merupakan bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan karena dapat

langsung dikonsumsi, spesies tumbuhan yang digunakan buahnya sebagai pangan
antara lain alpokat (Persea americana), langgoy/rimbang (Solanum torvum),
pontialo (Xerospermum noronhianum), pare (Momordica charantia), dan lainlain, sedangkan bagian yang paling sedikit yaitu batang, bunga dan umbut
masing-masing sebesar 2 %.
Tabel 3 Persentase bagian tumbuhan pangan yang digunakan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Bagian tumbuhan
Buah
Daun
Umbi
Rimpang
Biji
Bunga
Batang
Umbut
Total

Persentase (%)
50
34
5
4
3
2
2
2
100

Tipe habitat
Tumbuhan pangan yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat
berasal dari kebun/ladang yaitu sebesar 38 % dan pekarangan sebesar 34 %
(Gambar 7). Hal ini dikarenakan banyaknya tumbuhan yang dibudidayakan di
lahan mereka baik di kebun/ladang maupun pekarangan. Masyarakat desa Pauh
Tinggi setiap harinya baumo ke ladang memanfaatkan areal ladang mereka untuk
ditanami spesies tumbuhan pangan sebagai mata pencaharian dan memenuhi
kebutuhan hidupnya.

Gambar 7 Persentase tipe habitat tumbuhan pangan
Pemanfaatan tumbuhan pangan terbanyak yang berasal dari kebun/ladang
sesuai dengan data status budidaya spesies tumbuhan pangan yang diketahui oleh
masyarakat. Data tersebut menunjukkan bahwa spesies budidaya lebih banyak
daripada spesies liar (Gambar 8). Sebanyak 65 % tumbuhan pangan
dibudidayakan dan 35 % tumbuh secara liar.

Liar
35%

Budidaya
65%

Gambar 8 Persentase status budidaya tumbuhan pangan
Tumbuhan pangan liar yang dikonsumsi masyarakat adalah yang berasal
dari hutan sebanyak 24 spesies (Tabel 4). Dephut (2009) menyebutkan bahwa
penyediaan pangan yang berasal dari hutan sudah terjadi sejak lama. Pemanfaatan
hutan untuk sumber pangan selain produk dan jasa kehutanan sudah dilakukan
oleh masyarakat di dalam dan di sekitar hutan secara tradisional dan turun
temurun. Kontribusi kehutanan melalui fungsi hutan sebagai penyedia pangan
dilakukan melalui pemanfaatan langsung plasma nutfah flora dan fauna untuk
pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan obat-obatan.
Hutan menyimpan bahkan memproduksi kekayaan hayati yang merupakan
sumber pangan berkualitas. Selain tumbuhan sumber karbohidrat yang dapat
berkembang dari bawah sampai ke atas lahan, hutan juga menyimpan keragaman
sumber pangan protein, lemak, vitamin, dan mineral yang berasal dari tumbuhan
dan hewan. Berbagai pangan nabati asal hutan antara lain umbi-umbian, tepung,
jamur, sayur, buah-buahan, biji-bijian dan kacang-kacangan (Dephut 2009).
Spesies tumbuhan pangan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Pauh
Tinggi diantaranya termasuk dalam kelompok umbi-umbian, sayur dan buahbuahan. Keladi atau talas merupakan spesies tumbuhan yang dimanfaatkan
masyarakat sebagai umbi-umbian dan sayuran. Menurut Wargiono (1980) umbi
talas mengandung 1,9 % protein, lebih tinggi dibandingkan ubi kayu (0,8 %) dan
ubi jalar (1,8 %) meskipun kandungan karbohidratnya (23,7 %) lebih sedikit
dibandingkan dengan ubi kayu (37,8 %) dan ubi jalar (27,9 %).
Keladi merupakan tanaman serbaguna. Seluruh bagian tanamannya dapat
dikonsumsi. Umbinya dapat direbus atau digoreng, daun dan tangkai daun dapat
dikonsumsi sebagai sayuran. Masyarakat Kerinci umumnya terbiasa
mengkonsumsi tangkai daun keladi yang dijadikan gulai keladi yang juga
merupakan makanan wajib dalam setiap acara kenduri di Kerinci. FAO (1987)
dalam Dewi (2002) menyebutkan bahwa umbi keladi mengandung 17-28 %
amilosa, pati dari umbinya sangat mudah dicerna sehingga baik digunakan untuk
tepung makanan bayi. Umbinya juga dapat digunakan dalam campuran makanan
ternak dan sebagai aditif dalam pembuatan plastik biodegradable. Daunnya pun
kaya gizi, terkandung 23 % protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin C,
provitamin A, tiamin, riboflovin, dan niasin. Berlawanan dengan kegunaannya,
potensi keladi di Indonesia belum dimanfaatkan dengan baik, meskipun
masyarakat sudah lama mengenal dan mengkonsumsi keladi. Sampai saat ini

produksinya masih sangat rendah bila dibandingkan dengan ubi jalar dan ubi kayu
karena budidayanya masih merupakan usaha sampingan bagi petani. Padahal
umbinya dapat dijadikan sumber karbohidrat alternatif yang potensial untuk
diversifikasi makanan pokok (Dewi 2002).
Tabel 4 Tumbuhan pangan liar yang berasal dari hutan
No
1
2

Nama Lokal
Buah Hutan Sikai
Daun Tutut

Nama Ilmiah

Famili
Euphorbiaceae

Kegunaan
Buah
Buah

Bombacaceae
Poaceae

Buah
Sayur

Rubiaceae

3
4

Durian
Jambin

5

Kawo/Kopi

Macaranga rhizinoides
Muell. Arg.
Durio zibethinus Merr
Andropogon aciculatus
Retz
Coffea arabica Linn.

6
7

Kayu Kam
Cempedak Rimbo

Flacaurtia rukam Z.et.M
Arthocarpus interger Merr

Flacourtiaceae
Moraceae

Buah, Minuman,
Sayur
Buah
Buah, sayur

8
9

Kecimbur
Keduduk

Rubiaceae
Melastomataceae

Buah
Buah

10

Keladi

Psychotria sp
Melastoma malabathricum
Linn.
Colocasia esculenta Schott

Araceae

11
12
13

Kelapa
Pauh/Manggus
Pontialo

Arecaceae
Anacardiaceae
Sapindaceae

14

Pua

Zingiberaceae

Buah, sayur

15
16
17
18
19

Rebung
Rotan
Rumput Buah
Sabung
Salak

Poaceae
Arecaceae
Moraceae
Zingiberaceae
Arecaceae

Sayur
Buah
Buah
Sayur
Buah

20
21

Salak Rimbo
Seluluh

Arecaceae
Zingiberaceae

Buah
Buah

22
23
24

Semantung
Spaho
Tubo

Cocos nucifera L.
Mangifera parvifolia
Xerospermum
noronhianum Blume
Achasma megalocheites
Griff
Gigantochloa apus Kurz
Calamus caesius BL.
Ficus sp
Nicolaia speciosa Bl.
Salacca zalacca (Gaertn)
Voss
Salacca edulis Reinw
Horstedtia lycostoma
K.Schum
Ficus padana Burm.F
Dissochhaeta sp
Derris elliptica Benth

Sayur, Umbiumbian.
Buah, Minuman
Buah
Buah

Moraceae
Melastomataceae
Leguminosae

Buah
Sayur
Sayur

Spesies lain yang berasal dari hutan dan dimanfaatkan oleh masyarakat
sebagai sayur dan buah-buahan adalah daun tutut (Macaranga rhizinoides), durian
(Durio zibethinus), cempedak (Artocarpus interger), kayu kam (Flacaurtia
rukam), pauh (Mangifera parvifolia), pontialo (Xerospermum noronhianum) dll.
Tumbuhan tersebut diatas selain sebagai pangan hutan, juga berfungsi sebagai
obat tradisional. Buah durian (Durio zibethinus) dikonsumsi sebagai penambah
stamina tubuh dan beberapa bagian pohonnya sebagai obat tradisional
(Subhadrabandhu et al. 1992), sedangkan cempedak (Artocarpus interger) selain
buahnya dapat dikonsumsi, bagian akar dapat mengobati demam, daun muda baik
untuk wanita menyusui, dan kulit batangnya sebagai anti malaria (Jansen 1992).

Pohon Pauh (Mangifera parvifolia) selain dimanfaatkan buahnya, kayunya
juga dimanfaatkan untuk bahan bangunan dan perkakas rumah tangga.
Penggunaan kayunya sebagai bahan bangunan semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Purwanto dan Setyowati (2011) menyebutkan bahwa jenis ini dapat
tumbuh pada daerah-daerah ekstrim seperti lahan gambut atau daerah yang secara
periodik tergenang air, sehingga dapat dijadikan salah satu jenis tanaman
penghijauan pada lahan yang memiliki karakteristik tersebut. Pohon Pauh juga
memiliki keunggulan sifat yang merupakan modal dasar sumber genetik dalam
upaya perbaikan kualitas dan kuantitas tanaman melalui seleksi dan permuliaan.
Pada tingkat lokal, jenis ini dapat dipakai sebagai batang bawah dalam
perbanyakan vegetatif (sambungan) yang memiliki ketahanan pada kondisi lahan
sering tergenang dan lembab (Purwanto dan Setyowati 2011).
Pola konsumsi
Masyarakat Desa Pauh Tinggi memiliki pola konsumsi yang teratur. Mereka
memenuhi kebutuhan pangan dengan makan tiga kali sehari. Masyarakat selalu
sarapan setiap pagi sebelum pergi baumo (bersawah/berladang). Biasanya
masyarakat berangkat kaumo sebelum pukul 07.00 WIB, apalagi yang baumo di
dalam imbo (hutan), selalu berangkat lebih pagi. Menu sarapan umumnya adalah
nasi, sayur dan sambal seperti sayur pucuk ubi (singkong), telor, tempe, dan
sambal kentang yang dicampur ikan teri. Masyarakat percaya mengkonsumsi nasi
di pagi hari dapat memberikan lebih banyak energi untuk beraktivitas, terutama
baumo. Namun beberapa responden ada yang hanya mengkonsumsi gorengan
seperti goreng ubi, pisang, dan ayie kawo sebagai menu sarapan paginya.
Siang harinya sekitar pukul 12.00-13.00 WIB masyarakat yang baumo di
dekat rumah akan menyempatkan diri untuk pulang makan siang sedangkan yang
baumo di dalam imbo biasanya membawa bekal. Menu makan siang umumnya
adalah sama dengan menu makan sebelumnya (makan pagi), kecuali sayur.
Masyarakat terbiasa mengkonsumsi sayur yang baru dimasak dan langsung
dihabiskan pada saat itu juga, sehingga untuk makan berikutnya, sayur yang
dikonsumsi pun bukan sisa dari sayur sebelumnya. Sayur yang paling sering
dimasak oleh masyarakat adalah sayur sadih, bayam, selada, paku/pakis dan labu
siam. Bagi masyarakat yang membawa bekal untuk makan siang, menu yang
dikonsumsi sama dengan menu sebelumnya. Kebiasaan menarik masyarakat
dalam mengkonsumsi ayie kawo adalah, ketika baumo pun masyarakat tidak lupa
untuk membawa ayie kawo dan makanan ringan (snack) sebagai bekal yang
disebut dengan plo kawo.
Masyarakat makan malam biasanya sekitar pukul 19.00 WIB setelah shalat
maghrib. Menu makan malam biasanya berbeda dan lebih mewah dibandingkan
menu sebelumnya seperti gulai ikan, pergedel kentang, rimbang cabe hijau, sayur
kangkung. Menu makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat berbeda-beda
tergantung pada tingkat ekonomi keluarga masing-masing, namun yang selalu
ditemukan pada masyarakat adalah sayur dan kentang. Selain karena
keberadaannya yang melimpah, masyarakat memang gemar mengkonsumsi sayur
dan kentang. Kentang diolah menjadi bermacam-macam bentuk masakan seperti
pergedel kentang, sambal, sop maupun gulai kentang yang dicampur dengan
bahan makanan lainnya.

Keanekaragaman Tumbuhan Obat
Keanekaragaman famili
Berdasarkan hasil wawancara dan eksplorasi yang dilakukan terdapat
sebanyak 187 spesies tumbuhan obat dari 58 famili yang dimanfaatkan oleh
masyarakat, 13 diantaranya tidak teridentifikasi dan tidak ditemukan pada saat
eksplorasi. Spesies-spesies tersebut adalah akar gana, bunghutan (buah hutan),
bungbiki, cikrau, spun, lamkinto, paung, sgendu, sketon, spisin, spunjung, temelu,
dan teripuk. Sama halnya dengan tumbuhan pangan, famili terbanyak yang
dimanfaatkan adalah famili Zingiberaceae dan Solanaceae masing-masing
sebanyak 12 spesies (Tabel 5).
Tabel 5 Klasifikasi tumbuhan obat berdasarkan famili
No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama famili
Zingiberaceae
Solanaceae
Fabaceae
Euphorbiaceae
Rubiaceae
Poaceae
Rutaceae
Liliaceae
Famili lain (50 famili)
Total

Jumlah spesies
12
12
10
9
9
8
8
6
101
187

Spesies dari famili Zingiberaceae seperti jahe merupakan spesies yang
paling sering digunakan. Selain sebagai bumbu masak, jahe juga dapat digunakan
sebagai obat yaitu untuk mengobati sakit gigi, batuk, memperlancar suara
serak/parau, melegakan napas dan mengobati gatal-gatal. Menurut Koswara
(2010) jahe dapat merangsang kelenjar pencernaan, baik untuk membangkitkan
nafsu makan dan pencernaan. Sebagai bumbu masak, jahe berkhasiat untuk
menambah nafsu makan, memperkuat lambung, dan memperbaiki pencernaan.
Hal ini diduga karena terangsangnya selaput lendir perut besar dan usus oleh
minyak atsiri yang dikeluarkan rimpang jahe. Minyak jahe berisi gingerol yang
berbau harum khas jahe, berkhasiat mencegah dan mengobati mual dan muntah,
misalnya karena mabuk kendaraan atau pada wanita yang hamil muda. Juga
rasanya yang tajam merangsang nafsu makan, memperkuat otot usus, membantu
mengeluarkan gas usus serta membantu fungsi jantung. Dalam pengobatan
tradisional Asia, jahe dipakai untuk mengobati selesma, batuk, diare dan penyakit
radang sendi tulang seperti artritis. Jahe juga dipakai untuk meningkatkan
pembersihan tubuh melalui keringat.
Famili kedua terbanyak yang dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat adalah
Fabaceae dengan jumlah 10 spesies, berikutnya famili Euphorbiaceae dan
Rubiaceae masing-masing sebanyak 9 spesies. Salah satu famili dari
Euphorbiaceae adalah kaliki (Richinus communis) yang tumbuh liar dan banyak
ditemukan di sawah dan pinggir jalan, daun dan batangnya dapat mengatasi
telinga berdengung dengan cara daun/batang dipanaskan ke api, kemudian
hembuskan pada telinga yang berdengung. Sedangkan spesies-spesies dari famili
Rubiaceae seperti, bungo tono, daun skutun, kawo/kopi, dan kina selain memiliki
kegunaan sebagai tumbuhan obat, juga memiliki kegunaan lainnya, misalnya

bungo tono yang dipakai sebagai tumbuhan untuk upacara adat gantung luci, dan
kawo/kopi yang dijadikan ayi kawo dan dapat mengobati diabetes.
Keanekaragaman spesies
Sebanyak 187 spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat,
salah satunya merupakan spesies endemik sumatra terutama di pegunungan
Kerinci yaitu kayu embun/ taksus (Taxus sumatrana). Taxus sumatrana atau yang
lebih dikenal dengan cemara sumatera termasuk ke dalam genus Taxus, famili
Taxaceae. Habitus dari tumbuhan ini berbentuk semak hingga pohon dengan
tinggi mencapai 30 meter. Seluruh genus taxus dikenal sebagai jenis yang
berumur panjang, bahkan pohon tertua di daratan Eropa yang berdiameter lebih
dari 4 meter adalah Taxus baccata (Spjut 2003).
Taxus sumatrana secara alami tumbuh di TNKS pada ketinggian 1.400-2.300
meter dari permukaan laut pada punggung-punggung bukit atau tepian jurang.
Berdasarkan pengamatan PKLP tahun 2011 di resort gunung tujuh, ditemukan
sebanyak 6 (enam) individu taksus sepanjang jalur trak menuju danau gunung
tujuh.

( a)
(b)
Gambar 9 (a) Daun dan (b) pohon kayu taksus yang berada di jalur trak
menuju Gunung Tujuh.
Indonesia merupakan sedikit dari negara yang memiliki sebaran alamiah
Taxus di zona Asia (Rachmat 2008). Penyebaran alami jenis ini mencakup
wilayah Afghanistan, Tibet, Nepal, Bhutan, Burma, Vietnam, Taiwan dan Cina.
Di Indonesia, tumbuh secara alami sebagai sub kanopi di hutan
pegunungan/punggung pegunungan di Pulau Sumatera dan Sulawesi pada
ketinggian 1400-2300 mdpl (Spjut 2003).
Kulit daun, cabang, ranting dan akar dari genus taxus merupakan sumber
paclitaxel (taxol) yang saat ini sangat sukses digunakan dalam pengobatan kanker
ovarium dan kanker payudara. Saat ini taxol juga mulai digunakan untuk
pengobatan beberapa jenis kanker lain dan penyakit non kanker seperti alzheimer,
sarkoma kaposi (tumor jaringan pembuluh darah), dan sklerosis ginjal (Rachmat
2008). Penurunan drastis populasi taxus telah menyebabkan jenis ini dimasukkan
ke dalam Appendiks II CITES sejak tahun 2005. Sedikit sekali penelitian ilmiah
yang sudah dilakukan mengenai jenis ini, Rachmat (2008) menyatakan bahwa di
Indonesia ha