Kriopreservasi embrio TINJAUAN PUSTAKA Produksi embrio pada beberapa jenis hewan ternak, hewan laboratorium

kebanyakan spesies hewan, zona pelusida membungkus oosit dan embrio dari beberapa saat setelah oosit terbentuk, hingga embrio mencapai tahap implantasi dini, dan melindungi dari kerusakan mekanik selama ovulasi dan perjalanannya sepanjang saluran reproduksi betina Wassarman et al. 1999. Zona pelusida mempunyai peran yang spesifik pada tahap awal fertilisasi, seperti pengikatan sperma, penyusupan dan menghambat terjadinya pembuahan polispermia Jones et al. 1990; Wassarman et al. 1999. Di samping itu, zona pelusida berperan penting sebagai cangkang pelindung sel-sel embrio, namun demikian secara tidak sengaja dapat membawa agen-agen infeksi dalam penyebaran penyakit ternak melalui embrio transfer Stringfellow Seidel 1990. Dalam sejumlah studi dilaporkan bahwa embrio yang terbebas dari zona pelusida dapat berkembang secara in vitro Boediono et al. 1993, namun perkembangan selanjutnya tergantung pada tahap zona pelusida itu disingkirkan, misalnya pada tahap 2, 4, atau 8 sel Konwinski et al. 1978; Lai et al. 1994. Pada babi dilaporkan bahwa oosit babi yang tidak memiliki zona pelusida dan dilakukan fertilisasi in vitro terhadapnya, dapat berkembang menjadi embrio dan lahir menjadi anak babi yang normal Wu et al. 2004. Transfer embrio intact masih memiliki ZP yang sebelumnya telah dipaparkan ke agen penyakit, ternyata dapat menyebabkan terjadinya infeksi pada resipien dan janin. Pasca pemaparan zona pelusida secara morfologi dan kimiawi agak mirip, akan tetapi bentuk permukaannya agak beragam. Hal ini terbukti dengan adanya perbedaan tenacity tempat bertautnya agen ke embrio. Pada embrio babi, baik virus beramplop maupun yang tidak, dapat melekat erat ke zona pelusida dan tidak bisa disingkirkan dengan pembasuhan tripsin. Sedangkan embrio domba daya lekatnya lebih lemah dari embrio babi, namun lebih kuat dibandingkan dengan embrio sapi Wrathall 1995.

2.5 Kriopreservasi embrio

Embrio yang diproduksi baik secara in vivo mau pun in vitro bila tidak dimanfaatkan secara langsung dapat diawetkan dengan pembekuan, dan jika diperlukan embrio tersebut dapat ditransfer ke resipien yang sedang bunting semu. Embrio beku dapat disimpan dalam waktu yang lama, dapat dikemas dalam kemasan kecil, membuatnya memiliki keunggulan untuk diperdagangkan secara internasional Wrathall 1995. Dalam proses pembekuan atau kriopreservasi digunakan krioprotektan dalam medium pembeku untuk mereduksi pengaruh letal akibat proses kriopreservasi sel, terutama pengaruh kristal es baik intraseluler maupun ekstraseluler. Selama beberapa tahun belakangan ini, untuk peningkatan aplikasi dan efisiensi, embrio dari berbagai spesies mamalia telah dikriopreservasi dengan pengembangan berbagai metode kriopreservasi. Beberapa metode kriopreservasi pada saat ini antara lain: metode konvensional dengan metode pendinginan lambat slow freezing dan pendinginan cepat rapid freezing, serta metode alternatif yang dikenal dengan vitrifikasi. Vitrifikasi adalah proses pemadatan cairan yang mengandung krioprotektan konsentrasi tinggi pada suhu -196 ° C tanpa pembentukan kristal es sehingga terlihat seperti kaca Rall Fahy 1985. Keuntungan dari vitrifikasi adalah tidak memerlukan mesin khusus dan waktu pengerjaannya relatif mudah, murah, dan singkat. Penggunaan konsentrasi krioprotektan yang tinggi membawa konsekuensi pada tingkat toksisitas. Etilen glikol EG merupakan salah satu krioprotektan yang paling rendah tingkat toksisitasnya serta memiliki daya permeasi yang cepat sehingga sangat baik digunakan sebagai krioprotektan. Di samping etilen glikol, krioprotektan yang sering dikombinasikan dengannya untuk vitrifikasi adalah dimetilsulfoksida DMSO. DMSO lebih toksik dibandingkan EG Lane et al. 1999; Mukaida et al. 2003; Takahashi et al. 2005. Namun demikian dengan penambahan sukrosa kedalam larutan vitrifikasi selain dapat menurunkan toksisitas juga dapat mengurangi efek dari perubahan tekanan osmotik osmotic shock. Pada proses vitrifikasi, sebagai carrier embrio dapat digunakan electron microscope grid Son et al. 2003, straw berdinding tipis Vajta et al. 1998, hemistraw Vanderzwalmen et al. 2003, atau kriolup Takahashi et al. 2005 Kemajuan di bidang bioteknologi reproduksi atau rekayasa embrio berdampak pada peningkatan kebutuhan terhadap embrio. Namun demikian, terbatasnya daya tahan embrio di luar tubuh induk merupakan salah satu kendala di dalam upaya penyediaan embrio secara berkesinambungan baik untuk keperluan aplikasi mau pun penelitian. Salah satu upaya pengadaan embrio secara berkesinambungan adalah melalui pembuatan bank embrio dengan penerapan teknik kriopreservasi penyimpanan dengan bentuk beku, yaitu menyimpan embrio pada suhu -196 °C Lane et al. 1999. Dengan teknik ini embrio dapat disimpan dalam waktu yang lama serta memudahkan dalam hal waktu dan transportasi. Embrio beku dapat digunakan di kemudian hari untuk keperluan transfer embrio guna meningkatan produksi ternak, sebagai bahan penelitian secara in vitro, dan penyelamatan plasma nutfah hewan-hewan liar dalam menunjang konservasi atau hewan yang bernilai ekonomis tinggi. Di samping itu dalam proses vitrifikasi embrio, carrier kriolup yang dipakai umumnya secara komersial terbuat dari bahan nilon. Namun pada penelitian ini, kriolup yang dipakai dibuat dari filamen kawat tembaga yang merupakan hasil modifikasi, dan diupayakan mendekatkan situasinya dengan kriolup yang umum dipakai di negara-negara maju.

2.6 Embrio transfer dan penularan penyakit