Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Escherichia Coli Air Bersih Pada Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan Tahun 2014

(1)

KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

DISUSUN OLEH: RIZKA NAJLA HUWAIDA

NIM: 1110101000087

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYAHTULLAH

JAKARTA 1435 H/2014 M


(2)

(3)

ii Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH ESCHERICHIA COLI AIR BERSIH PADA PENDERITA DIARE DI KELURAHAN PAKUJAYA KECAMATAN SERPONG UTARA KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2014 xx + 98 halaman, 12 tabel, 3 bagan, 1 gambar, 8 lampiran

ABSTRAK

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih. Bakteri Escherichia coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi feses atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare.

Tujuan penelitian ini diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada air bersih. Lokasi Penelitian di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2014. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan disain studi cross sectional. Jumlah sampel sebesar 70 responden dan teknik pengambilan sampel adalah sampel jenuh. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dengan wawancara, observasi, dan pengukuran MPN air bersih. Analisis uji statistik menggunakan Mann Whitney dengan derajat kemaknaan 5%.

Hasil penelitian, 70 responden memiliki air tanah yang terindikasi adanya bakteri Escherichia coli. Faktor yang memiliki kemaknaan statistik terhadap jumlah Escherichia coli adalah kondisi fisik sumber air bersih (p value 0,000). Faktor lainnya yang tidak berhubungan secara statistik adalah kedalaman kedap air (p value 0,064), jarak antara jamban dengan sumber air bersih (pvalue 0,582), jarak antara septic tank dengan sumber air bersih (pvalue 0,204).

Saran dari penelitian ini adalah masyarakat dapat melakukan perbaikan sarana air bersih dengan memperbaiki bibir dan lantai sumber air bersih agar kedap air dan merebus air bersih hingga mendidih dan dibiarkan mendidih 5-10 menit sebelum dikonsumsi sebagai air minum. Puskesmas Paku Alam agar melakukan pengukuran bakteri Escherichia coli secara berkala dan memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai kondisi fisik sumber air bersih yang baik. Peneliti selanjutnya agar melakukan penelitian dengan memasukkan variabel yang tidak diteliti pada penelitian ini.

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES Kata kunci: air bersih, Escherichia coli, pencemaran, diare Daftar Bacaaan : 1961-2014


(4)

iii Rizka Najla Huwaida, NIM : 1110101000087

FACTORS AFFECTING THE TOTAL ESCHERICHIA COLI CLEAN WATER IN PATIENTS OF DIARRHEA IN VILLAGES PAKUJAYA SUBDISTRICT OF NORTH SERPONG, CITY OF SOUTH TANGERANG 2014

xx + 98 pages, 12 tables, 3 diagrams, 1 picture, 8 attachments

Abstract

“Clean” water is water used for daily activities, which the quality has satisfied the health requirement and are consumable quality after being cooked (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). All types of water, surface water nor groundwater must be protected as well as possible in order to obtain optimum benefits and prevent degradation in the quality and quantity of clean water. Escherichia coli belong to a group of bacteria that are used as indicators of faecal contamination or indicators of human fecal contamination and caused human health problem like diarrhea.

The purpose of this research is to determine factors that influence the amount of Escherichia coli in water. This research was conducted in Pakujaya village, Subdistrict of North Serpong, City of South Tangerang on February until April 2014. A quantitative research approach was used and cross sectional design study, by collecting 70 samples and using saturated sampling. Data that has been used in this research is primary data, which used three different survey mediums Interviews, Observations and Measurement of MPN clean water. Moreover, The analysis of statistical test used Mann Whitney with a significant level 5%.

The results from this research is 70 respondents has groundwater indicated the presence of Escherichia coli. Factor that has statistical significance on the number of Escherichia coli is the physical condition of water resources (p value 0,000). Another factor that statistically not associated with is water-resistant depth (p value 0,064), the distance between the toilet with clean water sources (p value 0,582), and the distance of septic tank with clean water sources (p value 0,204).

Recommendations from this study are communities could do some water restoration by improving the lips and floor of clean water sources to water resistant and cook the water until boiling and let it boil 5 – 10 minutes before consume. Community Health Centre of Paku Alam required taking regular measurement of Escherichia coli and providing counselling to the community about the physical condition of a good source of clean water. Nevertheless, the next researcher needs to conduct research by including variables that is not examined in this study.

Keywords: Clean water, Escherichia coli, contamination, diarrhea Reading list: 1961 - 2014


(5)

(6)

(7)

vi

IDENTITAS PERSONAL Nama : Rizka Najla Huwaida

Alamt Asal : Jl. Mutiara blok D No. 10

Komplek Sinar Kasih (DDN) Pondok Gede Bekasi TTL : Bandar Lampung, 23 Juli 1991

Agama : Islam

Golongan Darah : A

Alamat Email : rizkanajla@yahoo.com

RIWAYAT PENDIDIKAN 1997-2003 : SD Islam As- Syafi’iyah 02 2003-2006 : SMP Islam As-Syafi’iyah 06 2006-2009 : SMA Negeri 5 Bekasi

2010-sekarang : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan PENGALAMAN PRAKTEK KERJA

2012-2013 : Pengalaman Belajar Lapangan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Paku Alam, Tangerang Selatan.

2012 : Orientasi Kerja di HSE PT. Yama Engineering Oil and Gas

2012 : Tim Survey AMDAL Pembangunan SUTT Garut, Jawa Barat

2013 : Orientasi Kerja di HSE PT. Mitra Adi Sesama Generator and Supplier


(8)

vii

Sebuah karya kecil yang kupersembahkan untuk ibu dan

ayah tercinta yang telah memberikan limpahan kasih

sayangnya sejak kecil sampai kini, doa dan dukungan

yang tak pernah henti

Karya kecil ini tidak akan sebanding dengan kasih

sayang dan cinta yang ibu dan ayah berikan,

terimakasih ibu dan ayah telah melahirkanku ke dunia

ini dengan penuh cinta


(9)

viii

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kita panjatkan untuk Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman yang terang benderang akan ilmu dan pengetahuan.

Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Jumlah Escherichia Coli Air Bersih Pada Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan Tahun 2014” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini terdapat banyak kesulitan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada: 1. Allah SWT, atas berkah, rahmat, nikmat, dan hidayah-Nya sehingga penulis

diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Untuk kedua orang tua, Ibu dan Ayah tercinta, yaitu Dra. Hj. Nani Iryani dan Drs. H. Bahrullaji, MM, abang dan adikku, yaitu Reza Bani Sadr, S.Psi dan Raihana Amalia Novriza yang selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, dan memberikan dukungan moril serta material sehingga memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama untuk ibu yang tiada hentinya mendoakan penulis.

3. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Ir. Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(10)

ix

yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Ibu Dewi Utami Iriani, SKM, M.Kes, Ph.D selaku dosen pembimbing kedua atas bimbingan,saran, araha, motivasi, dan doa yang sangat berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Yuli Amran,MKM, Ibu Minsarnawati, M.Kes, dan bapak Anton Wibawa, MKM selaku penguji sidang skripsi yang telah banyak mengarahkan untuk materi dan informasi pada skripsi ini.

8. Dosen-dosen Kesehatan Lingkungan dan staff pengajar kesehatan lingkungan dan jurusan kesehatan masyarakat yang telah memberikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.

9. Pihak Puskesmas Paku Alam dan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang mengizinkan pelakasanaan penelitian ini.

10. Ibu Yeni, Ibu Sudarmi, Pak Sugito, dan seluruh masyarakat Kelurahan Pakujaya yang telah memberikan bantuan kepada penulis ketika turun lapangan dan bersedia menjadi responden.

11. Kusumo Hardiyanto yang telah mendoakan, memberikan dukungan, memberikan semangat, dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Sahabat penulis, yaitu Nadia Amalia yang telah memberikan bantuan dan dukungan kepada penulis. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Anis Risenti yang telah memberikan bantuan, semangat, dan dukungan kepada penulis.

14. Sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan, yaitu Bayti, Tuti, Fika, Nina, Wiwid, Sabila, Nita, Wulan, dan Nurjanah, Risma, Kak Ica, Fitri dan Indah. Terimakasih atas kebersamaan dan semangatnya dalam menyelesaikan skripsi ini.


(11)

x Fuad, Angger, Akbar, dan Febri.

16. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian dan menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat pebulis sebutkan satu per satu secara keseluruhan.

Semoga bantuan, petunjuk, bimbingan dan pengarahan yang diberikan dari berbagai pihak kepada penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan oleh penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Terima Kasih.

Jakarta, Juli 2014


(12)

xi

LEMBAR PERNYATAAN...

ABSTRAK………

ABSTRACT………..

PERNYATAAN PERSETUJUAN………...

PERNYATAAN PENGESAHAN………...

CURRICULUM VITAE………..

KATA PENGANTAR………..

DAFTAR ISI ………

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR BAGAN ………...

DAFTAR GAMBAR………

DAFTAR LAMPIRAN………

DAFTAR ISTILAH……….

i ii iii iv v vi viii xi xv xvii xviii xix xx

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ……….. 1.2 Rumusan Masalah ……… 1.3 Pertanyaan Penelitian ……… 1.4 Tujuan Penelitian ………... 1.4.1 Tujuan Umum ….……… 1.4.2 Tujuan Khusus ……… 1.5 Manfaat Penelitian ……….

1.5.1 Bagi Peneliti ……… 1.5.2 Bagi Masyarakat ……… 1.5.3 Bagi Puskesmas Paku Alam ……… 1.5.4 Bagi Peneliti Lain ……… 1.6 Ruang Lingkup ………..

1 6 7 8 8 8 9 9 9 9 9 10


(13)

xii

2.1.1 Pengertian Air Bersih ……….. 2.1.2 Peranan Air Bersih ……….. 2.1.3 Sumber –Sumber Air Bersih ……….. 2.1.4 Sarana Penyediaan Air Bersih ……… 2.1.5 Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih …… 2.1.6 Hal-hal yang Harus diperhatikan dalam

Penyediaan Air Bersih ... 2.1.7 Standar Kualitas Air Bersih ……… 2.1.8 Kualitas Bakteriologis Air ……….. 2.1.9 Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih ………… 2.1.10 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran

Sumber Air Bersih ……….. 2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan ……….

2.2 Diare ………...

2.2.1 Definisi Diare ……….. 2.2.2 Klasifikasi Diare ………. 2.2.3 Etiologi Diare ……….. 2.2.4 Patofisiologi Diare ………... 2.2.5 Epidemiologi Diare ……….. 2.2.6 Cara Penularan Diare ………... 2.2.7 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Diare ………. 2.2.8 Pencegahan dan Penanggulangan Diare …………... 2.3 Kerangka Teori ………..

11 12 13 17 18 19 20 22 23 34 36 36 36 37 38 40 41 43 50 51

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep ………... 3.2 Definisi Operasional ……….. 3.3 Hipotesis. ………

53 55 57


(14)

xiii

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 4.2.1 Lokasi Penelitian ………. 4.2.2 Waktu Penelitian ……….. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ………

4.3.1 Populasi Penelitian ……….. 4.3.2 Sampel Penelitian ……… 4.4 Metode Pengumpulan Data ……… 4.4.1 Teknik Pengambilan Air Bersih ……….. 4.4.2 Uji MPN (Most Probable Number) ………. 4.5 Instrumen Penelitian ……….. 4.6 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ………..

4.6.1 Rencana Pengolahan Data ………... 4.6.2 Analisis Data ………

58 58 58 58 59 59 60 60 69 70 70 71

BAB V HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian……… 5.2 Responden Penelitian………. 5.3 Analisis Univariat………... 5.3.1 Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber

Air Bersih……….. 5.3.2 Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada

Sumber Air Bersih………. 5.3.3 Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih yang

Kedap Air……….. 5.3.4 Gambaran antara Jarak Jamban dengan Sumber Air Bersih………. 5.3.5 Gambaran antara Jarak Septic Tank dengan Sumber Air Bersih………... 5.3.6 Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih……… 5.4 Analisis Bivariat………

73 74 75 75 76 77 78 78 79 80


(15)

xiv

……... 5.4.2 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah

Escherichia Coli……… 5.4.3 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli……… 5.4.4 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih

terhadap Jumlah Escherichia Coli…………

80

81

82

82 BAB VI PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian………... 6.2 Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………. 6.3 Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air

terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………... 6.4 Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih……… 6.5 Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………. 6.6 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih………

84 85 87 89 90 93 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan………..

7.2 Saran………

1. Bagi Masyarakat………... 2. Bagi Puskesmas Paku Alam……… 3. Bagi Peneliti Selanjutnya………

96 97 97 97 98 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

xv

Nomor Tabel Halaman

Tabel 2.1 Tabel 3.1 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9

Perkiraan Rata–Rata Porositas Berbagai Bahan Definisi Operasional

Gambaran Jumlah Bakteri Coliform Pada Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari- Februari Tahun 2014

Gambaran Jumlah Bakteri Escherichia Coli Pada 70 Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari- Februari Tahun 2014

Gambaran Kedalaman Sumber Air Bersih Kedap Air Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Gambaran Jarak antara Jamban dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Gambaran Jarak antara Septic Tank dengan Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Gambaran Kondisi Fisik Sumber Air Bersih Penderita Diare di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Pengaruh Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Pengaruh Jarak Jamban terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di Kelurahan Pakujaya Bulan Januari-Februari Tahun 2014

Pengaruh Jarak Septic Tank terhadap Jumlah Escherichia

29 55 75 76 77 78 79 80 81 81


(17)

xvi

Tabel 5.10 Pengaruh Kondisi Fisik Sumber Air Bersih terhadap Jumlah Escherichia Coli Pada Sumber Air Bersih di


(18)

xvii

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1

Bagan 2.2 Bagan 3.1

Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Pejamu yang Baru

Kerangka Teori Kerangka Konsep

41 52 54


(19)

xviii


(20)

xix Nomor Lampiran

Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8

Surat Izin Studi Pendahuluan Surat Izin Penelitian

Kuesioner Penelitian Lembar Observasi

Lembar Hasil Pengukuran Lembar Hasil Uji Laboratorium Output Analisis Data


(21)

xx Enteroksin

Lapisan Akifer Malabsorpsi Infeksi Inflamasi

Bakteri Oportunis Infeksi Primer

Bahan atau zat racun yang dihasilkan oleh jasad renik (basil atau bakteri) dapat menimbulkan gangguan pada usus dengan menunjukkan gejala, seperti keracunan makanan.

Lapisan batuan dibawah permukaan tanah yang mengandung air dan dapat dirembesi air.

Kegagalan usus halus untuk menyerap jenis makanan tertentu.

Invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan sakit.

Suatu respon tubuh yang terjadi pada jaringan hidup terhadap rangsangan dari luar baik secara fisika, kimia dan biologi (organisme hidup dan reaksi antigen antibodi).

Bakteri yang berkemampuan sebagai patogen ketika mekanisme pertahanan inang diperlemah

Infeksi yang sejak awal memang diakibatkan oleh keterlibatan mikroorganisme


(22)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak (Permenkes RI No.416/MENKES/PER/IX/1990). Sumber daya air bersih sangat berperan dalam kelangsungan hidup manusia. Penggunaan air bersih sangat penting untuk konsumsi atau air minum, berkumur, kebutuhan rumah tangga, memasak, dan untuk mencuci alat-alat dapur (Booekoesoe, 2010). Menurut WHO dalam Depkes (2006), volume kebutuhan air bersih di Indonesia pada daerah perkotaan sebesar 200-400 liter/orang/hari dan pada daerah pedesaan hanya 60 liter/orang/hari.

Berdasarkan Riskesdas 2010, penggunaan sarana air bersih yang paling banyak digunakan untuk keperluan rumah tangga adalah sumur gali terlindung sebesar 27,9% dan sumur bor atau pompa sebesar 22,2%. Sedangkan, untuk keperluan air minum yang paling banyak digunakan adalah sumur gali terlindung sebesar 24,7% dan sumur bor atau pompa sebesar 14%.

Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Banten Tahun 2012, Kota Tangerang Selatan merupakan wilayah Banten yang paling banyak menggunakan sumber air bersih sebesar 100% dibandingkan dengan wilayah lainnya, yaitu Kota Tangerang sebesar 99,2%. Berdasarkan profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun 2012, Kecamatan Serpong Utara merupakan


(23)

kecamatan di Kota Tangerang Selatan yang paling banyak menggunakan sarana sumber air bersih dibandingkan dengan kecamatan lainnya, yaitu sebesar 81,25% yang terdiri dari ledeng sebesar 9,25%, sumber pompa tangan sebesar 70%, dan sumur gali lindung sebesar 2%. Sedangkan kecamatan dengan urutan kedua yang menggunakan sarana air bersih adalah Kecamatan Pondok Aren sebesar 78,6% yang terdiri ledeng sebesar 6,6%, sumur pompa tangan sebesar 67%, dan sumur gali lindung sebesar 5%.

Puskesmas Paku Alam merupakan salah satu puskesmas yang berada di Kecamatan Serpong Utara. Puskesmas Paku Alam yang paling banyak menggunakan sarana sumber air bersih, yaitu sebesar 90,4% (terdiri dari ledeng sebesar 16,4%, sumur pompa tangan sebesar 72%, dan sumur gali lindung sebesar 2%) dibandingkan dengan Puskesmas Pondok Jagung, yaitu sebesar 70,1% (terdiri dari ledeng 2,1% dan sumur pompa tangan sebesar 68%). Wilayah kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari 3 kelurahan, yaitu Kelurahan Paku Alam, Kelurahan Pakujaya, dan Kelurahan Pakulonan. Hasil laporan kesehatan lingkungan Puskesmas Paku Alam tahun 2012, masyarakat Kelurahan Pakujaya dibandingkan dengan kelurahan lainnya paling banyak yang menggunakan air pompa sebagai air minum, yaitu sebesar 24,8%, di Kelurahan Paku Alam sebesar 24,9%, dan Kelurahan Pakulonan sebesar 24,3%. Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, 100% menggunakan air tanah untuk minum dan memasak.

Semua jenis air bersih, baik air permukaan maupun air tanah harus mendapatkan perlindungan sebaik-baiknya agar mendapatkan manfaat yang


(24)

optimum dan mencegah terjadinya penurunan kuantitas serta kualitas air bersih. Kualitas air bersih dijelaskan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar air tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis, serta gangguan dalam estetika, misalnya bau yang tidak sedap (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990). Syarat kesehatan yang harus dipenuhi adalah syarat fisik, kimia, bakteriologis, dan radioaktif (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990).

Sumber air bersih yang tercemar oleh bakteri pembawa penyakit akan mengakibatkan timbulnya penyakit diare. Diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diare menempati urutan kelima dari sepuluh penyakit penyebab kematian di dunia (WHO, 2011). Penyakit diare termasuk sepuluh penyakit terbesar yang terjadi di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2010 dengan jumlah kasus 11.119, sedangkan pada tahun 2011 sebesar 18.581, yang berarti mengalami kenaikan kasus diare. Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar kedua yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu ada setiap bulannya, sedangkan yang pertama adalah ISPA. Berdasarkan data penyakit di wilayah kerja Puskesmas Paku Alam (Kelurahan Paku Alam, Pakujaya, dan Pakulonan), terdapat 478 kasus yang menderita diare pada tahun 2012 yang terdiri dari Kelurahan Paku Alam sebesar 333 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 55 kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 80 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 10


(25)

kasus. Sedangkan pada tahun 2013 terdapat 432 kasus, yang terdiri dari Kelurahan Paku Alam sebesar 210 kasus, Kelurahan Pakulonan sebesar 76 kasus, Kelurahan Pakujaya sebesar 137 kasus, dan wilayah lainnya sebesar 9 kasus. Berdasarkan data penyakit diare tersebut, Kelurahan Paku Alam mengalami penurunan kasus diare dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2013, sedangkan di Kelurahan Pakulonan dan Kelurahan Pakujaya mengalami kenaikan kasus diare. Kelurahan Pakujaya mengalami peningkatan kasus diare yang paling tinggi dibandingkan dengan Kelurahan Pakulonan.

Kejadian diare dapat dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi persyaratan karena sumur atau bak penampungan air berdekatan dengan kamar mandi dan jamban (Primadani, 2012) yang mengakibatkan air tercemar bakteri dari tinja (Sander, 2005). Bakteri yang terdapat dalam tinja adalah bakteri Escherichia coli. Menurut Primadani, Winda, dkk (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara identifikasi bakteri Escherichia coli pada air bersih dengan kejadian diare diduga akibat infeksi. Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli mengindikasikan bahwa air bersih tersebut telah tercemar oleh tinja manusia dan mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan peruntukkannya sebagai air bersih (Radjak, 2013).

Pencemaran bakteri pada sumber air bersih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), jarak sumur gali dengan sumber pencemar kurang dari 10 meter (Prajawati, 2008), tinggi bibir sumur gali (Prajawati, 2008), dan keadaan lantai sekitar sumur gali (Prajawati,


(26)

2008). Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekoesoe L (2010), sebagian besar lokasi sumur yang ada di Desa Sosial Kota Gorontalo terbukti tercemar oleh bakteri karena sumur tersebut berdekatan dengan pembuangan tinja atau WC. Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat 100% sumber air bersih yang berdekatan dengan kamar mandi, 80% jarak antara septic tank dengan sumber air bersih kurang dari 10 meter, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan 20% kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air.

Bakteri Escherichia coli termasuk kelompok bakteri yang digunakan sebagai indikator adanya kontaminasi feses atau indikasi adanya pencemaran tinja manusia dan menyebabkan masalah kesehatan pada manusia seperti diare. Bakteri Escherichia coli merupakan kelompok bakteri Coliform, jika semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri Coliform maka semakin tinggi pula risiko kehadiran bakteri patogen lainnya yang biasa hidup atau terdapat dalam kotoran manusia yang dapat menyebabkan diare (Suprihatin, 2004). Sebagian besar kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

Wilayah kerja Puskesmas Paku Alam terdiri dari Kelurahan Pakujaya, Paku Alam, dan Pakulonan. Kelurahan Pakujaya merupakan kelurahan yang paling padat pemukimannya dan paling banyak penduduknya dibandingkan dengan kelurahan Paku Alam dan Pakulonan. Selain itu, masyarakat Pakujaya


(27)

banyak yang menggunakan air tanah sebagai air minum, masak, mencuci sayuran, mencuci buah, mencuci perlengkapan masak, dan mencuci tangan. Sedangkan, hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat jarak antara septic tank dan jamban dengan sumber air bersih yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes RI 2009, kondisi fisik sumber air bersih yang belum memenuhi persyaratan kesehatan, dan kedalaman sumber air bersih yang tidak kedap air. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.

1.2 Rumusan Masalah

Penyakit diare di Puskesmas Paku Alam merupakan penyakit terbesar kedua yang disebabkan oleh lingkungan dan penyakit yang selalu terjadi setiap bulannya. Salah satu penyebab diare adalah penggunaan air bersih yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli. Bakteri Escherichia coli akan menghasilkan enteroksin pada saluran usus sehingga menyebabkan diare. Sebagian besar kuman infeksius yang menyebabkan diare ditularkan melalui jalur fecal-oral atau dapat ditularkan dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh tinja ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran bakteri Escherichia coli diantaranya adalah kedalaman sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter , jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih yang kurang dari 10 meter, dan


(28)

kondisi fisik sumber air bersih. Hasil studi pendahuluan dari sepuluh responden di Kelurahan Pakujaya, terdapat jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih yang tidak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Depkes RI 2009, 80% kondisi fisik sumber air bersih tidak baik, dan 20% kedalaman sumber air bersih yang kedap air kurang dari 3 meter.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli sumber air bersih pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.

1.3Pertanyaan Penelitian

1.3.1 Apakah jumlah bakteri Coliform air bersih memenuhi Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990?

1.3.2 Berapakah jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih? 1.3.3 Apakah kedalaman 3 meter sumber air bersih kedap air?

1.3.4 Apakah jarak antara jamban dengan sumber air bersih sesuai ketentuan Depkes RI 2009?

1.3.5 Apakah jarak antara septic tank dengan sumber air bersih sesuai ketentuan Depkes RI 2009?

1.3.6 Apakah kondisi fisik sumber air bersih sesuai dengan ketentuan Depkes RI 1995?

1.3.7 Apakah ada pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?

1.3.8 Apakah ada pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?


(29)

1.3.9 Apakah ada pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?

1.3.10 Apakah ada pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih?

1.4Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum

Mendapatkan gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara Kota Tangerang Selatan.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui jumlah bakteri Coliform pada sumber air bersih. 2. Mengetahui jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 3. Megetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air.

4. Mengetahui jarak jamban dengan sumber air bersih. 5. Mengetahui jarak septic tank dengan sumber air bersih. 6. Mengetahui kondisi fisik sumber air bersih.

7. Mengetahui pengaruh kedalaman sumber air bersih yang kedap air terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. 8. Mengetahui pengaruh jarak jamban terhadap jumlah bakteri

Escherichia coli pada sumber air bersih.

9. Mengetahui pengaruh jarak septic tank terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.


(30)

10.Mengetahui pengaruh kondisi fisik sumber air bersih terhadap jumlah bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Dapat mengaplikasikan teori kesehatan lingkungan mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.

1.5.2 Bagi Masyarakat

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih sehingga dapat dijadikan acuan dalam pembuatan fasilitas sumber air bersih.

1.5.3 Bagi Puskesmas Paku Alam

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih agar dapat menjadi masukan dalam perencanaan pembuatan sumber air bersih.

1.5.4 Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini dapat menambah data untuk memperkuat informasi pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dan dapat dijadikan referensi untuk penelitian mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih.


(31)

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini hanya ingin mengetahui pencemaran yang disebabkan oleh tinja manusia. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas sumber air bersih dengan indikator Escherichia coli pada penderita diare di Kelurahan Pakujaya Kecamatan Serpong Utara pada tahun 2014. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Februari -April 2014. Sasaran penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di Kelurahan Pakujaya, didiagnosis diare pada tahun 2014, bersedia menjadi responden, terdapat jamban, terdapat septic tank, terdapat sumber air bersih dirumahnya, dan menggunakan air bersih untuk keperluan makan dan minum

Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional. Dalam pengumpulan data primer, peneliti mengambil sampel air bersih yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Setelah itu, dilakukan uji MPN (Most Probable Number) agar mengetahui jumlah bakteri Coliform dan bakteri Escherichia coli pada sumber air bersih. Peneliti juga mengukur jarak antara jamban dan septic tank dengan sumber air bersih menggunakan alat ukur berupa meteran. Untuk mengetahui kedalaman sumber air bersih yang kedap air menggunakan kuesioner dengan metode wawancara, sedangkan untuk mengetahui kondisi fisik sumber air bersih dengan cara observasi menggunakan lembar observasi atau lembar checklist.


(32)

11 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Air Bersih

2.1.1 Pengertian Air Bersih

Menurut Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan serta dapat diminum apabila telah dimasak. Kelayakan ini juga terkandung kelayakan untuk dijadikan air untuk mandi, cuci, dan kakus. Air yang layak untuk diminum perlu dimasak atau direbus dahulu.

2.1.2 Peranan Air Bersih

Menurut Raharjo, A.S (2004), air merupakan salah-satu kebutuhan pokok semua mahluk hidup termasuk manusia dan besar pengaruhnya terhadap kehidupan makhluk hidup. Peran air dapat dibagi menjadi dua, yaitu

1. Peranan Air dalam Kehidupan

Air merupakan sumber daya alam yang perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya agar tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan karena air mengusai hajat hidup orang banyak. Air dalam kehidupan sehari-hari memiliki peranan yang sangat penting karena digunakan untuk keperluan air minum, mandi, mencuci, memasak, meliputi sektor pertanian, industri, dan


(33)

perdagangan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga keberadaan air dengan baik.

2. Peranan Air terhadap Penularan Penyakit

Air memiliki peranan yang sangat besar dalam penularan beberapa penyakit menular. Besarnya peranan air terhadap penularan penyakit disebabkan karena keadaan air itu sendiri yang memungkinkan dan sangat cocok sebagai tempat berkembang biak mikroba dan sebagai tempat tinggal sementara (perantara) sebelum mikroba berpindah kepada manusia.

2.1.3 Sumber-Sumber Air Bersih

Sumber-sumber air bersih yang dimanfaatkan manusia pada dasarnya digolongkan menjadi beberapa kategori, yaitu

1. Air Hujan

Air hujan merupakan penyubliman awan atau uap air murni yang ketika turun dan melalui udara akan melarutkan benda-benda di udara, seperti gas O2, CO2, N2, jasad renik, dan

debu (Sumantri, 2010). 2. Air Tanah

Air tanah adalah air yang berada di bawah permukaan tanah pada daerah akifer (Effendi, 2003). Air tanah berdasarkan kedalamannya dibagi menjadi dua, yaitu


(34)

a. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Air tanah dangkal terdapat pada kedalaman ±15 meter, ditinjau dari segi kualitasnya air tanah dangkal dikategorikan agak baik dan dari segi kuantitas kurang baik, tergantung pada musim. b. Air Tanah Dalam

Pengambilan air tanah dalam harus menggunakan bor dan memasukkan pipa kedalamnya sampai kedalaman 100-300 m. Jika tekanan air tanah besar, maka air dapat menyembur keluar, sumur ini disebut sumur artesis (Sutrisno, 1987)

3. Air Permukaan

Air permukaan adalah air yang terdapat pada permukaan tanah, misalnya air sungai, air rawa, dan danau (Slamet, 2002). 2.1.4 Sarana Penyediaan Air Bersih

Sarana penyediaan air bersih adalah bangunan, peralatan, dan perlengkapan yang menghasilkan, menyediakan, dan mendistribusikan air bersih kepada masyarakat untuk kehidupan sehari-hari. Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam sarana penyediaan air bersih, yaitu


(35)

1. Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran (septic tank, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan air limbah) minimal 10 meter (Depkes RI, 2009).

2. Sumur sedalam 3 meter dari permukaan tanah dibuat kedap air (Sumantri, 2010).

3. Penampungan air hujan, perlindungan mata air, sumur artesis atau terminal air perpipaan/kran atau sumur gali terjaga dan terpelihara kebersihannya (Depkes RI, 1995).

Terdapat berbagai jenis sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat untuk menampung atau mendapatkan air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari. Adapun sarana penyediaan air besih dibagi dalam beberapa jenis, yaitu:

1. Sumur Gali

Sumur gali adalah jenis sarana air bersih dengan cara tanah digali sampai mendapatkan lapisan air dengan kedalaman tertentu. Sumur gali terdiri dari bibir sumur, dinding sumur, lantai sumur, saluran air limbah, dan dilengkapi dengan kerekan timba dengan gulungan atau pompa. Menurut Depkes RI, (1995) Dalam pembuatan sumur gali perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu

a. Jarak antara sumur gali dengan tempat pembuangan sampah, roil/parit, dan tempat penampungan tinja harus lebih dari 10 meter.


(36)

b. Dinding sumur dibuat kedap air dengan kedalaman minimal 3 meter dari permukaan tanah.

c. Diatas permukaan tanah dibuat dinding tembok yang kedap air setinggi 80 cm. Sebaiknnya diberi penutup agar air hujan dan kotoran lainnya tidak dapat masuk ke dalam sumur.

d. Lantai sumur dibuat kedap air dengan lebar minimal 1 meter dari tepi bibir atau dinding sumur dengan ketebalan 10-20 cm.

e. Saluran air limbah ± 10 meter dari sumur gali dan sumur resapan air buangan yang dibuat dari bahan kedap air dan licin.

f. Tali dan timba tidak terletak di lantai. 2. Penampungan Air Hujan

Penampungan air hujan adalah sarana air bersih yang digunakan untuk menampung air hujan sebagai persediaan air bersih dan pengadaan air bersih.

3. Sumur Pompa

Sumur pompa adalah sarana penyediaan air bersih yang digunakan untuk menaikkan air dari sumur dengan menggunakan pompa air, baik itu pompa tangan maupun pompa listrik. Ada beberapa jenis sumur pompa tangan, yaitu


(37)

a. Sumur pompa tangan dangkal, yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang digunakan dengan kedalaman air ± 7 meter.

b. Sumur pompa tangan dalam, yaitu sumur yang dilengkapi dengan pompa tangan yang digunakan untuk menghisap air dengan kedalaman mencapai lebih dari 15 meter.

Sedangkan, sumur pompa listrik pada prinsipnya cara pembuatan dan cara kerjanya sama dengan sumur pompa tangan, akan tetapi perbedaannya adalah menggunakan tenaga listrik. Jenis-jenis sumur pompa listrik seperti Jet Pump untuk kedalamannya sampai 30 meter, dan pompa selain pompa selam (submersible pump) kedalamannya lebih dari 30 meter (Depkes RI, 1984).

4. Ledeng atau Perpipaan (PDAM)

Ledeng atau perpipaan adalah air yang diproduksi melalui proses penjernihan dan penyehatan sebelum dialirkan kepada konsumen melalui saluran air. Air ledeng atau perpipaan (PDAM) merupakan air yang berasal dari perusahaan air minum yang dialirkan langsung ke rumah dengan beberapa titik kran.

5. Perlindungan Mata Air

Perlindungan mata air adalah sumber air bersih yang berasal dari air tanah dalam, biasanya bebas dari cemaran


(38)

mikroorganisme. Bila air tersebut dimanfaatkan yang harus diperhatikan adalah perlindungan mata air tersebut, perpipaan yang membawa air ke konsumen atau jaringan distribusinya, dan terminal akhir dari jaringan distribusinya.

Menurut Bumulo, S (2012), sarana penyediaan air bersih yang digunakan masyarakat ada hubungannya dengan kejadian diare di wilayah kerja Puskesmas Piloloda Kecamatan Kota barat Kota Gorontalo.

2.1.5 Cara Menjaga Kebersihan Sumber Air Bersih

Menurut Depkes RI (2009), sumber air bersih harus dijaga kebersihannya agar tidak terhindar dari penyakit seperti diare, kolera, disentri, dan thypus. Adapun cara menjaga kebersihan sumber air bersih, yaitu

1. Jarak letak sumber air dengan jamban paling sedikit 10 meter (Boekoesoe, 2010).

2. Jarak letak sumber air bersih dengan septic tank paling sedikit 10 meter (Prajawati, 2008).

3. Sumber mata air harus dilindungi dari bahan pencemar. 4. Sumur gali, sumur pompa, kran, dan mata air harus dijaga

bangunannya agar tidak rusak seperti lantai sumur tidak kedap air dan tidak retak, bibir sumur harus diplester, dan sumur sebaiknya diberi tutup.


(39)

5. Kebersihan sumber air bersih harus dijaga, seperti tidak ada genangan air di sekitar sumber air, dilengkapi dengan saluran pembuangan air, tidak ada bercak-bercak kotoran, tidak berlumut pada lantai atau dinding sumur, dan ember atau gayung pengambil air harus tetap bersih.

2.1.6 Hal- Hal yang Harus diperhatikan dalam Penyediaan Air Bersih

Menurut Depkes RI (2000), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah :

1. Mengambil air dari sumber air yang bersih.

2. Mengambil serta menyimpan air dalam tempat yang bersih, tertutup, dan menggunakan gayung khusus untuk mengambil air.

3. Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran lainnya. Jarak antara sumber air bersih dengan sumber pengotoran seperti septic tank, tempat pembuangan sampah dan air limbah harus lebih dari 10 meter.

4. Merebus air bersih jika ingin digunakan sebagai air minum. 5. Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air bersih


(40)

2.1.7 Standar Kualitas Air Bersih

Standar kualitas air bersih adalah ketentuan-ketentuan yang biasa dituangkan dalam bentuk pernyataan atau angka yang menunjukkan persyaratan yang harus dipenuhi agar air bersih tersebut tidak menimbulkan gangguan kesehatan, penyakit, gangguan teknis dan gangguan dalam segi estetika (Permenkes RI No. 416/MENKES/PER/IX/1990).

Persyaratan kualitas air bersih meliputi syarat fisik, kimia, dan bakteriologis adalah sebagai berikut:

1. Syarat Fisik

Air yang kualitasnya baik harus memenuhi syarat fisik, yaitu tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna. 2. Syarat Kimia

Air yang tidak mengandung bahan atau zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan, seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung mineral-mineral serta zat organik lebih tinggi dari jumlah yang telah ditentukan oleh pemerintah.

3. Syarat Bakteriologis

Air tidak boleh mengandung kuman parasit, kuman patogen, dan bakteri Coliform. Persyaratan bakteriologis air bersih berdasarkan kandungan jumlah total bakteri Coliform dalam air bersih 100 ml air, menurut Peraturan Menteri


(41)

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 adalah sebagai berikut:

a. Untuk air bersih bukan air perpipaan, total Coliform maksimal 50 MPN atau APM per 100 ml air.

b. Untuk air bersih air perpipaan, total Coliform maksimal 10 MPN atau APM per 100 ml air.

Kualitas air secara bakteriologis yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat menimbulkan gangguan kesehatan akibat terdapatnya bakteri Escherichia coli di dalam air bersih dan menunjukkan adanya pencemaran yang disebabkan oleh tinja manusia (Pudjarwoto, 1993).

4. Syarat Radioaktif

Tidak mengandung unsur radioaktif melebihi ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

2.1.8 Kualitas Bakteriologi Air

Pengukuran kualitas air bersih secara bakteriologis dilakukan dengan melihat keberadaan organisme golongan coli (Coliform) sebagai indikator karena mudah dideteksi dalam air, lebih tahan hidup di air sehingga dapat dianalisis keberadaannya di dalam air yang bukan merupakan medium yang ideal untuk pertumbuhan bakteri (Marsono, 2009) dapat tumbuh baik pada suhu antara 8°C- 46°C, dengan suhu optimum dibawah temperature 37°C, dan banyak terdapat dalam tinja (Gani, 2003).


(42)

Walaupun hasil pemeriksaan bakteri Coli tidak dapat secara langsung menunjukkan adanya bakteri patogen, tetapi adanya bakteri Coli dalam air dapat digunakan sebagai indikator adanya jasad patogen (Marsono, 2009). Salah satu bakteri golongan Coliform adalah bakteri Escherichia coli.

Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus dan juga bisa menimbulkan infeksi lain di luar usus (Staff Pengajar Kedokteran UI,1993).

Jumlah bakteri Escherichia coli dipakai sebagai patokan utama menentukan apakah air bersih memenuhi syarat atau tidak karena bakteri ini ditemukan pada kotoran manusia serta relatif sukar dimatikan dengan pemanasan air (Ginting, 2008). Escherichia coli menjadi patogen jika jumlahnya dalam saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare (Jawetz et al., 1995). Bakteri ini hidup pada tinja dan dapat menyebabkan masalah kesehatan pada manusia, seperti diare (Primadani, 2012).

Penelitian Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2006 memperlihatkan bahwa 63,07% air tanah di Kota Bandung tidak memenuhi syarat bakteriologis yang dibuktikan dengan


(43)

ditemukannya bakteri Escherichia coli dalam sampel air bersih (Dinas Kesehatan Kota Bandung, 2006). Sumber air bersih yang mengandung bakteri Escherichia coli menandakan bahwa air sudah tercemar oleh tinja manusia, saat ini 70% air tanah perkotaan tercemar oleh tinja manusia (Junaedi, 2008). Sumber air bersih yang tercemar oleh tinja dan mengandung bakteri Escherichia coli dapat mengakibatkan kualitas air bersih tidak sesuai dengan standar peruntukkannya (Radjak, 2013).

2.1.9 Sumber Pencemaran Sumber Air Bersih

Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (PP No.20/1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air). Sumber pencemaran dapat berasal dari beberapa sumber, yaitu

1. Limbah Industri

Limbah industri dapat mengandung bahan organik maupun anorganik. Bahan pencemar yang berasal dari limbah industri dapat meresap ke dalam air tanah yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari untuk minum, memasak, mandi, dan berkumur.


(44)

2. Limbah Pertanian

Penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air. Sisa pestisida di perairan dapat meresap ke dalam tanah, sehingga mencemari air tanah.

3. Limbah Pemukiman

Permukiman menghasilkan limbah, misalnya sampah dan air buangan. Air buangan dari permukiman biasanya mempunyai komposisi yang terdiri dari eskreta (tinja dan urin), air bekas cucian dapur dan kamar mandi, dimana sebagian besar merupakan bahan-bahan organik. Limbah pemukiman dapat mencemaran air permukaan, air tanah, dan lingkungan hidup (Aliya, 2006).

Sumber pencemaran yang dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis sumber air bersih adalah jarak jamban dan septic tank yang kurang dari 10 meter (Depkes RI, 2009 ). 2.1.10 Faktor-Fakor yang Mempengaruhi Pencemaran Sumber Air

Bersih

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran sumber air bersih, yaitu

1. Jenis Sumber Pencemar

Karakteristik limbah ditentukan oleh jenis sumber pencemar. Karakteristik limbah rumah tangga berbeda dengan karakteristik limbah jamban atau septic tank ataupun


(45)

peternakan. Limbah jamban atau septic tank dan peternakan banyak mengandung bahan organik yang merupakan habitat bagi tumbuhnya mikroorganisme. Perbedaan karakteristik limbah mempunyai pengaruh yang berbeda pula terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (Kusnoputranto, 1997). 2. Jumlah Sumber Pencemar

Semakin banyak sumber pencemar yang berada dalam jarak maksimal 10 meter, semakin besar pengaruhnya terhadap penurunan kualitas bakteriologis air sumur gali. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya bakteri yang mampu meresap ke dalam sumur. Pembuatan sumur gali yang berjarak kurang dari 11 meter dari sumber pencemar, mempunyai resiko tercemarnya air sumur oleh perembesan air dari sumber pencemar (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono (2009), dihasilkan p value sebesar 0,602 yang berarti tidak ada pengaruh jumlah sumber pencemar dengan kualitas bakteriologis sumber air bersih.

3. Jarak Jamban

Semakin jauh jarak jamban dengan sumber air bersih akan menyebabkan jumlah bakteri semakin sedikit, dan sebaliknya semakin dekat jamban akan menyebabkan jumlah bakteri semakin bertambah. Hal ini disebabkan karena tanah tersusun dari berbagai jenis material (batu, pasir, dll) yang


(46)

akan menyaring bakteri yang melewatinya (Marsono, 2009). Penelitian Boekosoe (2010), menyatakan ada pengaruh jarak jamban dengan jumlah bakteriologis sumber air bersih. Jarak letak sumber air bersih dengan jamban paling sedikit 10 meter karena kemungkinan dengan jarak 10 meter bakteri akan mati (Boekoesoe, 2010).

4. Jarak Septic tank

Septic tank adalah bak untuk menampung air limbah yang dialirkan dari WC (Water Closet). Limbah dari septic tank sangat mempengaruhi pencemaran terhadap sumber air bersih apabila jarak septic tank dekat dengan sumur gali (Nazar, 2010). Bapedalda Kota Pekanbaru dalam Status Lingkungan Hidup tahun 2007, menyatakan penyebab terjadinya pencemaran air tanah oleh bakteri Coliform terutama bakteri Escherichia coli karena sebagian besar penduduk belum mempunyai tangki septic tank yang memadai, kedalamannya tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, dan letaknya berdekatan dengan sumber air bersih. Penelitian Sri Pujiati, Rahayu (2010), menyatakan bahwa ada hubungan antara septic tank dengan jumlah bakteriologis sumber air bersih.


(47)

5. Kedalaman Sumber Air Bersih yang Kedap Air

Kedalaman sumber air bersih yang kedap air merupakan permukaan tertinggi dari air yang naik ke atas yang kedap air atau tidak dapat dilewati air pada suatu sumber air bersih. Ketinggian permukaan air tanah antara lain dipengaruhi oleh jenis tanah, curah hujan, penguapan, dan keadaan aliran terbuka (sungai). Kedalaman sumber air bersih yang kedap air akan berpengaruh pada penyebaran bakteri Coliform secara vertical (Kusnoputranto, 1997).

Pencemaran tanah oleh bakteri secara vertikal dapat mencapai kedalaman 3 meter dari permukaan tanah (Kusnoputranto, 1997). Diperkirakan sampai kedalaman 3 meter masih mengandung bakteri. Oleh karena itu, dinding dalam yang melapisi sumur sebaiknya dibuat kedap air sampai dengan 3 meter atau 5 meter (Sumantri, 2010). Dinding sumur kedap air berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring (Sarudji. D, 2010).

Sumber air bersih yang kedalaman kedap airnya kurang dari 3 m dapat memperbesar kemungkinan terkontaminasinya sumber air bersih (Hasnawi, 2012). Kualitas dinding sumber air bersih yang semakin kedap air


(48)

akan semakin baik kemampuannya untuk mencegah masuknya atau merembesnya air dari sumber pencemar yang mengandung banyak bakteri sehingga bakteri akan tertahan dan akhirnya mati (Seta, 1983).

6. Arah dan Kecepatan Aliran Air Tanah

Pencemaran air sumur gali oleh bakteri Coliform dipengaruhi arah aliran air tanah. Aliran air tanah memberikan pengaruh secara terus menerus terhadap lingkungan di dalam tanah. Pergerakan aliran air tanah melalui pori-pori tanah akan mempengaruhi penyebaran pencemar air tanah (Kodoatie, 2010).

Pergerakan aliran air tanah yang mengandung bakteri Coliform mengarah ke sumur gali, menyebabkan air sumur gali tercemar oleh bakteri Coliform (Kusnoputranto, 1997). Aliran air mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih dan kecepatan aliran air yang lambat dapat mengurangi pencemaran. Di dalam siklus hidrologi maka air tanah secara alami mengalir oleh karena adanya perbedaan tekanan dan letak ketinggian lapisan tanah. Air akan mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Oleh karena itu apabila letak sumur gali berada di bagian bawah dari letak sumber pencemaran maka bahan pencemar bersama aliran air tanah akan mengalir untuk mencapai sumur gali (Asdak, 2007).


(49)

Aliran air yang mengarah ke arah berlawanan dengan sumber air bersih akan menyebabkan air yang tercemar tidak mengarah ke sumber air bersih (Chaeriatna, 2007) dan kecepatan aliran air yang lambat akan memperlambat aliran sehingga dapat mengurangi pencemaran (Chaeriatna, 2007). Aliran air dipengaruhi oleh gaya gravitasi yang bersifat mengalirkan air secara vertikal ke dalam tanah dan gaya kapiler yang bersifat mengalirkan air secara tegak lurus ke atas, ke bawah, dan ke arah horizontal sehingga mempengaruhi laju pencemaran bakteri

7. Porositas dan Permeabilitas Tanah

Porositas dan permeabilitas tanah akan berpengaruh pada penyebaran bakteri Coliform, air merupakan alat transportasi bakteri dalam tanah. Makin besar porositas dan permeabilitas tanah, makin besar kemampuan untuk melewatkan air yang berarti jumlah bakteri yang dapat bergerak mengikuti aliran tanah semakin banyak (Kusnoputranto, 1997). Porositas tanah merupakan persentase jumlah bagian yang lowong (poros) dari volume material keseluruhan yang dapat dilalui air dibawah gaya beratnya.

Tekstur tanah akan mempengaruhi penyebaran pencemar masuk ke dalam air tanah karena tekstur dan struktur tanah mempengaruhi penyebaran pori-pori tanah dan


(50)

permeabilitas tanah yang pada gilirannya dapat mempengaruhi laju infiltrasi, kemampuan tanah dalam menampung air (kelembaban tanah), pertumbuhan tanaman, dan proses-proses biologis dan hidrologis lainnya (Hardjowigeno, 1987). Pori-pori mempunyai perbandingan yang beraneka ragam (Hardjowigeno, 1987).

Semakin tinggi tingkat porositas tanah maka aliran tanah semakin cepat sehingga pencemarannya akan lebih cepat menyebar. Porositas tanah yang besar tidak selalu disertai dengan permeabilitas yang besar pula. Permeabilitas adalah kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara (Linsley, 1989).

Tabel 2.1 Perkiraan Rata-Rata Porositas Berbagai Bahan

Nama Bahan Porositas (%) Permeabilitas (m/hari) Lempung

Pasar Kerikil

Kerikil dan pasir Batu pasir

Batu kapur, serpih Kwarsit, granit 45 35 25 0 15 5 1 0.0004 41 4100 410 4.1 0.041 0.0004 Sumber: Linsley, RK and Josep, A.F, 1989 8. Curah Hujan

Air hujan mengalir di permukaan tanah dapat menyebarkan bakteri Coliform yang ada di permukaan tanah. Meresapnya air hujan ke dalam lapisan tanah mempengaruhi


(51)

bergeraknya bakteri Coliform di dalam lapisan tanah. Semakin banyak air hujan yang meresap ke dalam lapisan tanah semakin besar kemungkinan terjadinya pencemaran. Pada musim hujan tingkat Escherichia Coli meningkat hingga 700 koloni per 100 ml sampel air dibandingkan dengan musim kemarau karena kemungkinan kontaminasi air sumur dengan limpahan septic tank. Air dapat melarutkan berbagai bahan kimia yang berbahaya dan merupakan media tempat hidup berbagai mikroba, maka tidak mengherankan bila banyak penyakit menular melalui air (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Ejechi et al di Negeria menyatakan ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) tingkat kandungan Coliform antara musim kemarau dan musim hujan. Kandungan Coliform dalam air sumur lebih tinggi di musim hujan.

9. Kondisi Fisik Sumber Air Bersih

Kondisi fisik sumber air bersih adalah konstruksi bangunan dan sarana yang mendukung sanitasi sumber air bersih (Marsono, 2009). Kondisi sumber air bersih ada yang memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat, hal tersebut dapat dilihat dari lokasinya seperti jarak terhadap sumber pencemar dan konstruksinya (Prajawati, 2008). Pembangunan sumur harus mengikuti standar kesehatan, yaitu jarak terhadap sumber pencemar dengan konstruksinya (Prajawati, 2008),


(52)

cincin yang kedap air, lantai semen yang kedap air, dudukan pompa, dan pipa distribusi (Depkes RI, 1995). Sumber air bersih yang tidak bercincin atau cincin tidak kedap air mudah mengalami kontaminasi (Adekunle, 2009).

Penelitian Radjak (2013), kondisi fisik sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap keberadaan bakteri Escherichia coli. Nining (2007) menyatakan bahwa konstruksi sumber air bersih yang paling memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kandungan bakteriologis air. Menurut Hasnawi (2012), pengaruh kontruksi sumber air bersih ditinjau dari lokasi (jarak antara sumur gali dengan sumber pencermar ≥ 10 m) terhadap kandungan bakteri Escherichia coli pada air sumber air bersih. Penelitian Prajawati (2008) menunjukkan bahwa kualitas mikrobiologis air bersih berhubungan secara signifikan dengan parameter keadaan sumber air bersih, yaitu lokasi dan konstruksi.

Kondisi fisik sumber air bersih yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan bagian sumber air bersih yang tidak kedap air sehingga masuk ke dalam sumber air bersih serta menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013). Bangunan fisik sumur yang tidak memenuhi


(53)

standar akan mempermudah bakteri meresap dan masuk ke dalam sumur (Kusnoputranto, 1997).

Tingkat risiko pencemaran sumber air bersih ditentukan dari adanya kontaminasi zat pencemar ke dalam sumber air bersih. Sumber pencemar tersebut dapat berasal dari pencemaran air limbah, kotoran, sampah maupun pencemar 1ain, juga dilihat dari aspek konstruksi maupun lokasi sarana sumber air bersih (Prajawati, 2008). Semakin baik kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis air sumur semakin sedikit, sebaliknya jika semakin buruk kondisi fisik sumber air bersih maka kandungan bakteriologis air sumur pun semakin banyak (Radjak, 2013).

Konstruksi sumur yang tidak memenuhi syarat konstruksi dan jarak sumur dengan sumber pencemar tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran air yang akan mengakibatkan meningkatnya jumlah bakteri Escherichia coli pada air sumur gali (Hasnawi, 2012). Selain itu kondisi fisik atau konstruksi sumur yang tidak memenuhi standar kesehatan dapat menjadi sumber pencemar karena air yang sudah tercampur dengan bakteri atau sumber pencemar lain dapat merembes melalui pori-pori dinding, bibir dan lantai sumber air bersih yang tidak kedap air


(54)

dan masuk ke dalam sumber air bersih sehingga menyebabkan pencemaran (Radjak, 2013). Penelitian Marsono (2009), kondisi fisik sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap jumlah mikroorganisme dalam sumber air bersih. Penelitian Ika Nining yang menyatakan bahwa konstruksi sumur gali memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kandungan bakteriologis sumber air bersih.

10. Jumlah Pemakai

Makin banyak jumlah pemakai sumur berarti semakin banyak air diambil dari sumur sehingga mempengaruhi merembesnya bakteri Coliform ke dalam sumur. Banyaknya jumlah pemakai sumur juga mempengaruhi kemungkinan terjadinya pencemaran sumur secara kontak langsung antara sumber pencemar dengan air sumur, misalnya melalui ember atau tali timba yang digunakan sehingga bakteri akan merembes ke dalam sumur mengikuti aliran air tanah yang berbentuk memusat ke arah sumur (Kusnoputranto, 1997).

Frekuensi pemakaian air yang tinggi akan menyebabkan cepatnya aliran tanah dari arah horizontal masuk ke dalam sumber air tanah. Jadi pengambilan air tanah yang berlebihan menyebabkan infiltrasi tanah semakin cepat sehingga air tanah tercemar akan lebih cepat masuk ke dalam air tanah tersebut (Kodoatie, 2010). Radjak (2013), jumlah


(55)

pemakai sumber air bersih berpengaruh terhadap jumlah Escherichiha coli sumber air bersih dan semakin tinggi juga kemungkinan kontaminasi baik itu dari kontak langsung manusia.

11. Perilaku

Kebiasaan masyarakat membuat sumur tanpa bibir, bibir sumur tidak ditutup, mandi dan mencuci di pinggir sumur akan menyebabkan air bekas mandi dan cuci sebagian mengalir kembali ke dalam sumur dan menyebabkan pencemaran. Selain itu kebiasaan mengambil air sumur dan kebiasaan membuang kotoran manusia juga ikut mempengaruhi (Kusnoputranto, 1997). Penelitian Marsono (2009), perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh terhadap kualitas bakteriologis sumber air bersih (p value 0,001). Penelitian Idhamsyah juga yang menyatakan bahwa perilaku dalam bentuk tindakan memiliki pengaruh yang bermakna terhadap kualitas bakteriologis air sumur gali (p value 0,013)

2.1.11 Hubungan Air dan Kesehatan

Air dapat memberikan manfaat yang menguntungkan dan memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia. Air yang tidak memenuhi persyaratan dapat menjadi media penularan penyakit yang sangat baik. Menurut Sumantri, A (2010), Penyakit


(56)

yang di dapat ditularkan melalui media air dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu

1. Waterborne Mechanism

Kuman patogen dalam air yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia yang ditularkan melalui mulut dan sistem pencernaan. Kontaminasi pada manusia dapat melalui kegiatan minum, mandi, mencuci, proses menyiapkan makanan, ataupun memakan makanan yang telah terkontaminasi saat proses penyiapan makanan.

2. Waterwashed Mechanism

Penyakit yang berhubungan dengan air yang digunakan untuk kebersihan perorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur serta alat makan. Terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. 3. Waterbased Mechanism

Penyakit yang ditularkan dengan mekanisme ini memiliki agen penyebab yang menjalani sebagian siklus hidupnya di dalam tubuh vektor atau sebagai intermediate host yang hidup di dalam air.

4. Waterrelated Insect Vectors of Mechanism

Agen penyakit ditularkan melalui gigitan serangga yang berkembang biak di dalam air.


(57)

2.2 Diare

2.2.1 Definisi Diare

Diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya atau lazimnya 3 kali atau lebih dalam sehari (Depkes, 2003). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan buang air besar yang melebihi biasanya atau lebih dari 3 kali dalam sehari dengan konsistensi tinja yang melembek sampai cair dengan atau tanpa darah atau lender dalam tinja (Sardjana, 2007).

2.2.2 Klasifikasi Diare

Menurut Depkes RI (2000), berdasarkan jenisnya diare dibagi menjadi empat, yaitu:

1. Diare akut, yaitu diare yang berlangsung kurang dari 14 hari (umumnya kurang dari 7 hari). Akibat dari diare akut adalah dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian bagi penderita.

2. Disentri, yaitu diare yang disertai darah dalam tinjanya. Akibat dari disentri adalah anoreksia, penurunan berat badan dengan cepat, dan kemungkinan terjadinya komplikasi mukosa.

3. Diare persisten, yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari secara terus menerus. Akibat diare persisten adalah penderita mengalami penurunan berat badan dan gangguan metabolisme.


(58)

4. Diare dengan masalah lain, yaitu apabila pasien menderita diare (diare akut dan persisten) disertai dengan penyakit lain, seperti demam, gangguan gizi atau penyakit lainnya.

2.2.3 Etiologi Diare

Menurut Widoyono (2008) dan Depkes (2000), etiologi diare dapat dikelompokkam menjadi beberapa bagian, yaitu

1. Virus : Rotavirus dan Adenovirus.

2. Bakteri : Shigella, Salmonella, Escherichia coli, golongan Vibrio, Clostridium perfringens.

3. Parasit : Entamoeba histolytica, Protozoa, Giardia Lamblia, Cryptosporidium.

4. Makanan, yaitu makanan yang tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran mentah dan kurang matang.

5. Malabsorpsi.

6. Alergi makanan atau minuman yang tidak dapat dicerna dengan baik. 7. Imunodefisiensi.

Diare lebih banyak disebabkan oleh infeksi virus dan akibat dari racun bakteri. Dalam kondisi hidup yang bersih dan dengan makanan mencukupi, serta tersedia air bersih akan menyebabkan pasien yang tidak kurang gizi biasanya sembuh dari infeksi virus dalam beberapa hari dan paling lama satu minggu. Namun untuk pasien yang kurang gizi dapat menyebabkan dehidrasi yang parah (Sardjana, 2007).


(59)

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 kategori yaitu, infeksi, malabsorpsi, alergi, keracunan, imunisasi defisiensi, dan sebab- sebab lain. Namun yang sering ditemukan secara empiris adalah diare yang disebabkan oleh infeksi dan keracunan (Sardjana, 2007).

2.2.4 Patofisiologi Diare

Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patofisiologi/patomekanisme di bawah ini, yaitu

1. Diare Sekretorik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa atau minum (Simadibrata, 2006). 2. Diare Osmotik

Diare tipe ini disebabkan oleh meningkatnya tekanan osmotic intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat atau zat kimia yang hiperosmotik (antara lain MgSO4, Mg(OH)2), malabsorpsi umum

dan defek dalam absorpsi mukosa usus, seperti pada defisiensi disakaridase, malabsorpsi glukosa/galaktosa (Simadibrata, 2006).

3. Malabsorpsi Asam Empedu dan Lemak

Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati (Simadibrata, 2006).


(60)

4. Defek Sistem Pertukaran Anion atau Transport Elektrolit Aktif di Enterosit

Diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif NA+K+ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal (Simadibrata, 2006).

5. Motilitas dan Waktu Transit Usus yang Abnormal

Diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebabnya antara lain: diabetes mellitus, pasca vagotomi, hipertiroid (Simadibrata, 2006).

6. Gangguan Permeabilitas Usus

Diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus (Simadibrata, 2006).

7. Diare Inflamasi

Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik (Juffrie, 2010).

8. Diare Infeksi

Diare yang disebabkan infeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering (Simadibrata, 2006).


(61)

2.2.5 Epidemiologi Diare

Menurut Depkes RI (2005), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut :

1. Penyebaran Kuman yang Menyebabkan Diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri, atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (tinja) yang mencemari air, tanah, tangan, dan lalat, lalu cemaran itu berpindah ke makanan yang disantap manusia (Wagner & Lanoix dalam Sardjana, 2007). Sebagian kuman infeksius penyebab diare dapat ditularkan melalui cairan atau benda yang tercemar dengan tinja, misalnya air minum, jari-jari tangan, dan makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

2. Faktor Pejamu yang Meningkatkan Kerentanan Terhadap Diare

Faktor pada pejamu yang dapat meningkatkan insiden dan lamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun, kurang gizi, campak, dan imunodefisiensi atau imunosupresi.

3. Faktor Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yang mempengaruhi diare, yaitu


(62)

sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku yang tidak sehat maka dapat menimbulkan kejadian diare.

2.2.6 Cara Penularan Diare

Penyebaran kuman yang menyebabkan diare biasanya melalui fecal-oral, yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Jalur masuknya virus, bakteri atau kuman penyebab diare ke tubuh manusia dapat melalui 4F, yaitu fluids (air), fields (tanah), flies (lalat), dan fingers (tangan). Menurut Wagner dan Lanoix dalam Depkes 2000, tahapan penularannya dimulai dari cemaran yang berasal dari kotoran manusia (feces) yang mencemari 4F, lalu berpindah ke makanan yang kemudian disantap manusia (Sardjana, 2007).

Bagan 2.1

Jalur Pemindahan Kuman Penyakit Dari Tinja Ke Penjamu yang Baru (Wagner & Lanoix, 1958 dalam Depkes, 2000)


(63)

Proses pemindahan bakteri dari tinja sebagai pusat infeksi sampai inang baru dapat melalui berbagai media perantar, antara lain sebagai berikut (Depkes, 2000).

1. Tinja atau kotoran manusia mengandung agent penyakit sebagai sumber penularan bila pembuangannya tidak aman sehingga dapat mencemari tangan, air, tanah atau dapat menempel pada lalat dan serangga lainnya yang menghinggapi tinja.

2. Air yang tercemar tinja dapat mencemari makanan yang selanjutnya makanan tersebut dimakan oleh manusia atau air yang tercemar diminum oleh manusia.

3. Tinja dapat mencemari tangan atau jari- jari manusia selanjutnya dapat mencemari makanan pada waktu memasak atau menyiapkan makanan, demikian juga tangan yang telah tercemar dapat langsung kontak dengan mulut.

4. Tinja secara langsung dapat mencemari makanan yang kemudian makanan tersebut dimakan oleh manusia, melalui lalat/serangga, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

5. Melalui lalat atau serangga lainnya, kuman penyakit dapat mencemari makanan sewaktu hinggap di makanan yang kemudian dimakan oleh manusia.

6. Tinja juga dapat mencemari tanah sebagai akibat tidak baiknya sarana pembuangan tinja atau membuang tinja di smebarang tempat, dimana


(64)

tanah tersebut selanjutya dapat mencemari makanan atau kontak langsung dengan mulut manusia.

Penyakit diare sebagian besar disebabkan oleh kuman kuman seperti virus dan bakteri. Air merupakan media penularan utama terjadinya penularan air melalui fecal-oral. Diare dapat terjadi bila seseorang menggunakan air yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah (Widoyono, 2008).

2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Diare

Penyakit diare adalah salah satu penyakit berbasis lingkungan. Timbulnya penyakit diare sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi diare adalah pendapatan dan pendidikan. Status ekonomi dan pendidikan yang rendah akan mempengaruhi sanitasi permukiman yang berperan terhadap kejadian diare, misalnya kepadatan hunian, ketersediaan jamban, ketersediaan air bersih, dan sarana untuk memelihara kebersihan perorangan. Menurut Mugiati (2005) semakin tinggi tingkat pendidikan maka kualitas penduduk akan semakin baik jika diukur dari aspek pengetahuan. Penelitian, (Puji Astuti, 2011), menyatakan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian diare. Masalah kesehatan lingkungan di Indonesia pada dasarnya dipengaruhi oleh pendidikan


(65)

masyarakat, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan yang tidak sejalan dengan konsep kesehatan (Suhardiman, 2007).

2. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit diare, yaitu a. Penyediaan Air

1) Sumber Air Bersih

Menurut Permenkes RI No.416 Tahun 1990, kualitas air bersih harus memenuhi syarat kesehatan yaitu persyaratan fisik, kimia, radioaktif, dan biologi. Mikroorganisme yang yang digunakan sebagai indikator pencemaran air bersih adalah Coliform, Fecal Coliform, dan Escherichia Coli.

Persyaratan untuk penyediaan air sumur atau air tanah perlu diperhatikan konstruksi sumur, sumber pencemar, dan cara pengolahan air sebelum dikonsumsi (Sarudji D, 2010). Selain itu, kedalaman titik air bersih yang dianjurkan adalah sekitar 30-40 meter.

Penggunaan air bersih yang cukup mempunyai risiko menderita diare lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak menggunakan air bersih. Dalam hal ini masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap kejadian diare dengan mengunakan air bersih dan melindungi air tersebut dari pencemar atau kontaminasi mulai dari sumbernya sampai dengan penyimpanan di rumah (Depkes RI, 2002).


(66)

Dalam kesehatan lingkungan, perhatian air dikaitkan sebagai faktor pemindah atau penularan penyakit. Dalam hal ini E.G. Wagner dalam Sardjana (2007), air berperan dalam menularkan penyakit-penyakit saluran pencernaan. Air membawa penyebab penyakit dari tinja penderita, kemudian sampai ke tubuh orang lain melalui makanan dan minuman (Sarudji D, 2010). Penelitian (Tri Bintoro, 2010) menyatakan bahwa sumber air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan beruhubungan dengan kejadian diare (p value 0,009).

2) Air Minum

Menurut Permenkes RI No.

416/MENKES/PER/IX/1990, air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan dan dapat diminum. Air bersih yang dijadikan sebagai air minum harus dimasak terlebih dahulu. Memasak air merupakan cara paling baik untuk proses purifikasi air di rumah. Agar proses purifikasi menjadi lebih efektif, maka air dibiarkan mendidih antara 5-10 menit. Hal tersebut bertujuan agar bakteri telah mati (Candra, 2007). Penelitian Umiati (2009) menyatakan bahwa sumber air minum yang dikonsumsi berhubungan dengan kejadian diare (p value 0,001). Penelitian Zubir (2006)


(67)

menyatakan bahwa sumber air minum yang digunakan mempengaruhi terjadinya diare akut dengan nilai p < 0,05. 3) Jarak Sumur dengan Jamban

Sampai kedalaman 10 feet dari permukaan tanah, dinding sumur dibuat kedap air yang berperan sebagai penahan agar air permukaan yang mungkin meresap ke dalam sumur telah melewati lapisan tanah sehingga mikroba yang mungkin ada didalamnya telah tersaring dengan baik (Sarudji. D, 2010). Penelitian Primadani (2012), kejadian diare dipengaruhi oleh ketersediaan air bersih yang tidak memenuhi persyaratan karena sumur atau bak penampungan air berdekatan dengan kamar mandi dan jamban.

b. Jamban

Jamban adalah suatu bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan kotoran manusia dalam suatu tempat tertentu, sehingga kotoran tersebut dalam suatu tempat dan tidak menjadi penyebab penyakit serta mengotori lingkungan pemukiman (Depkes RI, 1995). Penelitian Rahadi (2005) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare di Desa Panganjaran Kabupaten Kudus. Penelitian Wibowo, et al (2004), tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat sanitasi akan meningkatkan


(68)

risiko terjadinya diare. Menurut Notoatmodjo (2003), jenis jamban dapat dikekelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu 1) Pit Privacy (Cubluk)

Lubang dengan diameter 80-120 cm sedalam 2,5- 8 m. Dinding diperkuat dengan batu atau bata, dan lama pemakaiannya antara 5-15 tahun.

2) Bored Hole Latrine

Bersifat sementara dan berukuran kecil. Jika penuh dapat meluap sehingga mengotori air permukaan.

3) Angastrine

Berbentuk leher angsa dan selalu terisi air yang berfungsi sebagai sumbatan agar bau busuk tidak keluar. Menurut Entjang (2000), jamban yang memenuhi syarat kesehatan adalah jamban leher angsa.

4) Overhung Latrine

Kakusnya dibuat di atas kolam, selokan, kali, rawa, dan lain-lain sehingga feses dapat mengotori air permukaan. 5) Jamban Cemplung Kakus (Pit Latrine)

Jamban cemplung tanpa jamban dan tutup sehingga kurang sempurna. Serangga mudah masuk dan berbau, dan jika musim hujan akan mengakibatkan jamban penuh oleh air. Jarak dari sumber air minum sekurang-kurangnya 15 meter.


(69)

6) Jamban Empang (Fishpond Latrine)

Jamban dibangun diatas empang. Tinja dapat dimakan ikan. Dalam pembangunan tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa persyaratan, yaitu (Sarudji. D, 2010)

1) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah. 2) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan. 3) Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah pemukaan.

4) Tinja tidak dapat di jangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya.

5) Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan serta memenuhi syarat estetika.

c. Sampah

Sampah yang mudah membusuk merupakan sumber makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan, seperti thypus, kolera, diare, dan disentri (Hiswani, 2003).

d. Sanitasi Makanan

Penanganan makanan yang tidak benar dapat menjadi penyebab diare apabila mencuci sayuran dan buah dengan cara tidak benar sehingga beresiko terkontaminasi bakteri. Mencuci sayuran dan buah yang baik adalah menggunakan air mengalir (Hiswani, 2003). Penanganan makanan yang kurang higienis dapat meningkatkan insidens diare. Agen-agen patogen dan berbagai


(70)

macam toksin yang ada dalam bahan makanan atau minuman dapat rusak dengan pemanasan, misalnya cukup waktu dalam pemanasan dan pemanasan kembali dapat menurunkan jumlah agen sehingga aman untuk dikonsumsi (Hiswani, 2003).

3. Faktor Perilaku

Faktor perilaku dapat meningkatkan insiden, beratnya penyakit dan lamanya diare. Beberapa perilaku dan keadaan yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diare, yaitu (Depkes, 2009)

a. Menggunakan Air Minum yang Tercemar

Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat penyimpanan. Untuk mengurangi risiko tercemarnya air minum maka perlu adanya antisipasi seperti menutup tempat penyimpanan air, menggunakan air yang bersih, dan memasak air sampai mendidih (Chandra, 2007). Penelitian Yulisa (2008), menunjukkan bahwa ada pengaruh sumber air minum dengan kejadian diare pada balita dengan nilai (p value 0,0001).

b. Kebiasaan Membuang Feses

Feses mengandung bakteri atau virus dalam jumlah besar, oleh karena itu feses harus dibuang secara benar (Depkes, 2009). c. Menggunakan Jamban

Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap penyakit diare (Depkes, 2009).


(71)

d. Kebiasaan Mencuci Tangan

Perilaku mencuci tangan mempunyai pengaruh yang penting dalam penularan atau kejadian diare, misalnya mencuci tangan dengan sabun terutama sebelum dan setelah makan, setelah buang air besar, sesudah membuag tinja anak (Depkes RI, 2002). 2.2.8 Pencegahan dan Penanggulangan Diare

Menurut Depkes RI (2009), hal yang perlu dilakukan untuk mengendalikan atau mencegah timbulnya diare, yaitu

1. Penyediaan sarana air bersih dan jamban yang memenuhi syarat kesehatan.

2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, sebelum mengolah makanan, dan setelah buang air besar.

3. Merebus air minum hingga mendidih.

4. Membiasakan buang air besar di WC/kakus/jamban. 5. Menutup makanan rapat-rapat agar terhindar dari lalat. 6. Memberikan ASI pada bayi hingga usia 2 tahun. 7. Penyuluhan kesehatan


(72)

2.3 Kerangka Teori

Diare disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah penggunaan sumber air bersih yang tidak memenuhi persyaratan secara bakteriologis karena air tersebut tercemar oleh bakteri Escherichia coli yang berasal dari cemaran tinja (Sander, 2005). Bakteri Escherichia coli akan menghasilkan enteroksin pada saluran usus yang akan menyebabkan diare. Sebagian besar bakteri yang menyebabkan diare ditularkan melalui waterborne mechanism, yaitu ditularkan melalui fecal oral atau dengan memasukkan cairan atau benda yang tercemar oleh bakteri Escherichia coli ke dalam mulut, misalnya air minum, jari-jari tangan, makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar (Depkes RI, 2000).

Salah satu tempat yang dapat ditemukannya Escherichia coli adalah sumber air bersih. Jumlah Escherichia coli pada sumber air bersih dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jarak jamban dengan sumber air bersih (Boekoesoe, 2010), jarak septic tank dengan sumber air bersih (Prajawati, 2008), kondisi fisik sumber air bersih (Kusnoputranto, 1997), jenis dan jumlah sumber pencemar (Kusnoputranto, 1997), arah aliran air tanah (Kodoatie, 2010), porositas dan permeabilitas tanah (Kusnoputranto, 1997), curah hujan (Kusnoputranto, 1997), jumlah pemakai sumber air bersih, kedalaman sumber air bersih yang kedap air (Sumantri, 2010), dan perilaku (Kusnoputranto, 1997).


(1)

(2)

(3)

Lampiran 8. Foto

Gambar 1. Sterilisasi Botol


(4)

Gambar 2. Kondisi Fisik Air Bersih

Gambar 3. Jamban dan Kran yang Digunakan


(5)

Gambar 4. Septic Tank

Gambar 5. Pengambilan Sampel Air


(6)

Gambar 5. Observasi, Wawancara, dan Pengukuran