2.   TINJAUAN PUSTAKA
Mikroflora pada Saluran Pencernaan Unggas
Saluran  pencernaan  pada  unggas  yang  baru  ditetaskan  umumnya  steril. Sesaat setelah menetas unggas yang masih muda secara alami mikroflora saluran
pencernaannya berkembang melalui kontaminasi dari material feses yang berasal dari ayam dewasa. Faktor lain yang berpengaruh yaitu transfer mikroba dari induk
pada  anak,  dan  kontak  dengan  bakteri  dari  lingkungan.    Saluran  pencernaan unggas  apabila  dilihat  dari  aspek  mikrobiologis  dapat  dikelompokkan  menjadi
lima  bagian  yaitu  :  tembolok  crop;  rempela;  usus  halus;  sekum;  kolon  dan kloaka Gambar 2.
Gambar 2   Mikroflora pada saluran pencernaan unggas Spring 1997.
Gambar  2  menunjukkan  bahwa  faktor  utama  yang  menentukan  populasi mikroba adalah pH.  Escherichia coli dan Enterococci merupakan organisme yang
dominan yang ditemukan pada unggas yang baru menetas.  Pada bagian tembolok, Lactobacillus  menjadi  dominan  pada  lima  hari  pertama,  sedangkan  pada  usus
halus  memerlukan  waktu  dua  minggu.    Kolonisasi  bakteri  pada  usus  halus  lebih lambat  dibandingkan  pada  bagian  lain  dari  saluran  pencernaan  dan  pada  hari
pertama konsentrasinya dibawah 10
5
CFUg Coloni Forming Unit.  Pada bagian sekum, pada umur unggas sekitar dua sampai empat minggu bakteri obligat aerob
meningkat.    Pada  saat  ini  bakteri  Bifidobacteria,  Bacteroides,  Eubacteria, Peptostreptococci,  dan  Clostridia  menjadi  predominan.  Selain  itu  pada  sekum
ditemukan  juga  kelompok  bakteri  selulolitik  pada  tingkat  diatas  10
3
CFUg Spring 1997.
Sekarang  ini  telah  diketahui  bahwa  mikroflora  yang  secara  alami  sudah ada  dalam  saluran  pencernaan  indegenous  pada  hewan  dan  manusia  dapat
memberikan  perlindungan  terhadap  infeksi  mikroorganisme  yang  bersifat patogen.    Istilah  yang  menjelaskan  perlindungan  tersebut  dikenal  dengan  nama
‘colonization  resistance’.    Penelitian  yang  menunjukkan  hal  tersebut  diantaranya dilakukan  pada  mencit  dan  diamati  pada  tiga  fase  yaitu  sebelum,  selama,  dan
sesudah  pemberian  antibiotik  streptomycin  dan  neomycin.    Hasil  penelitian menunjukkan bahwa sebelum pemberian antibiotik ‘colonization resistance’ tinggi
terhadap tiga mikroba E coli; Klebsiela pneumoniae; Pseudomonas aeroginosa. Selama pemberian antibiotik akan menurunkan resistensi dan mencit lebih mudah
terinfeksi  tiga  mikroba  patogen  tersebut  karena  hilangnya  flora  pada  usus. Selanjutnya  pada  fase  setelah  pemberian antibiotik  resistensi ini  kembali menuju
normal karena terjadinya repopulasi flora saluran pencernaan yang tahan terhadap antibiotik Hentges 1992.
Hentges  1992  menjelaskan  beberapa  hipotesis  muncul  untuk menjelaskan  mekanisme  yang  dapat  menekan  bakteri  patogen.    Beberapa  faktor
tersebut  diantaranya  muncul  teori  kompetisi  terhadap  nutrien;  merubah  kondisi lingkungan  yang  tidak  ideal  bagi  patogen  seperti  dihasilkannya  asam  lemak
terbang  oleh  flora  usus  ;  dan  kompetisi  untuk  menempati  ruang  yang  ada  pada
saluran  pencernaan.    Selanjutnya  Mulder  et  al.  1997  menjelaskan  teori “competitive  exclusion  CE”  yaitu  perlakuan  terhadap  anak  ayam  DOC  yang
diberi  mikroflora    yang  menghasilkan  resistensi  terhadap  mikroorganisme  yang berpotensi  patogen.    Beberapa  percobaan    telah  dilakukan  menggunakan  kultur
mikroba murni maupun kultur campuran undefined microflora.  Hasil penelitian menunjukkan  bahwa  dibandingkan  dengan  kultur  murni  ternyata  pemberian
dengan  “undefined  microflora”  yang  berasal  dari  sekum  ayam  memberikan  hasil yang  lebih  baik.    Kultur  tersebut  mengandung  sejumlah  besar  mikroba  aerobik
yang telah diketahui dan banyak bakteri anaerobik yang belum diketahui. Teori  “competitive  exclusion  CE”  pertama  kali  dikemukakan  oleh
Rantala  dan  Nurmi  1973  dan  banyak  mengilhami  peneliti  selanjutnya  untuk mengamati pencegahan bakteri merugikan seperti Salmonella pada ternak unggas.
Beberapa  hasil  positif  ditemukan  yaitu  dengan  menurunnya  kolonisasi  bakteri Salmonella pada ayam broiler dengan digunakannya kultur yang mengandung  29
strain  bakteri  dari  sekum  Corrier  et  al.  1995.    Selanjutnya  Ziprin  dan  Deloach 1993  meneliti  pada  ayam  broiler  dan  petelur  dengan  menggunakan  bakteri
normal  dari  sekum.    Hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa  bakteri  Salmonella menurun meskipun kultur mikroba dari sekum tersebut diberikan tiga hari setelah
dilakukan uji tantang terhadap Salmonella typhimurium. Selanjutnya  Spring  1997  merangkum  beberapa  mekanisme  pengaturan
bakteri  yang  mempengaruhi  mikroflora  pada  saluran  pencernaan.  Tabel  1 menjelaskan  bahwa  mekanisme  yang  tercakup  dalam  CE  sangat  kompleks  dan
dapat  dilihat  bahwa  populasi  bakteri  mempunyai  pendekatan  berbeda  dalam melakukan kompetisi terhadap bakteri pendatang.  Secara garis besar mekanisme
yang  terjadi  dapat  dibedakan  secara  tidak langsung  dan  secara  langsung.    Secara tidak  langsung  merupakan  akibat  dari  mikroflora  normal  meningkatkan  respon
fisiologis  inang  dan  akan  mempengaruhi  interaksi  antara  inang  dengan  mikroba. Mekanisme  secara  langsung  adalah  terjadinya  saling  penekanan  antara  suatu
populasi bakteri terhadap populasi bakteri lainnya.
Tabel 1.    Mekanisme pengaturan bakteri terhadap mikroflora saluran pencernaan pada unggas
Mekanisme Pengaturan Faktor Pengontrol
Perangsangan proses kekebalan Ig pada usus halus
Modifikasi garam empedu Asam empedu tak berkonjugasi
Stimulasi peristalsis Laju lintas
Penggunaan nutrient Kompetisi
nutrien atau
faktor pertumbuhan
Pemanfaatan nutrient sinergis Penempelan
Kompetisi tempat reseptor Stimulasi pergantian epitel sel
Pembentukan lingkungan terbatas pH
Asam laktat VFA
Hidrogen sulfida Modifikasi garam empedu
Perangsangan proses kekebalan Produksi substansi antimikroba
Ammonia Hidrogen peroksida
hemolisin Enzim bakteri
Bakteriofage Bakteriosin
Antibiotik Sumber : Spring 1997.
Penggunaan Antibiotik
Kemajuan  peternakan  ayam  broiler  sekarang  ini  menuntut  optimalisasi baik dari segi pertumbuhan, perbaikan konversi ransum, dan kepadatan ternak per
satuan luas.  Meningkatnya kepadatan akan membawa akibat semakin mudahnya ayam  akan  terkena  serangan  penyakit.    Upaya  pencegahan  dan  pengobatan  yang
dilakukan  sekarang  ini  masih  bergantung  pada  penggunaan  antimikroba,  bahkan dapat  dikatakan  secara  ekonomis    tidak  mungkin  mengembangkan  ternak  ayam
broiler komersial tanpa antimikroba.  Pada negara-negara maju seperti Masyarakat Uni  Eropa  penggunaan  antibiotik  sebagai  imbuhan  pakan  pengaturannya  sangat
ketat, dan sampai sekarang penggunaan beberapa antibiotik seperti virginiamycin, tylosin,  spiramycin,  dan  zinc  bacitracyn  telah  dilarang.    Pelarangan  penggunaan
antibiotik  yang  bersifat  pencegahan  ini  akan  membawa  akibat  meningkatnya penggunaan  antibiotik  yang  bersifat  terapetik  menggunakan  dosis  tinggi,  lebih
banyak  ayam  yang  akan  terkena  bakteri  patogen  dan  pada  akhirnya  kerugian ekonomis akan lebih besar Bouliane  2003.
Penggunaan  antibiotik  secara  tidak  terkontrol  akan  membawa  dampak negatif  diantaranya  terjadinya  resistensi  dan  ternak  yang  mengkonsumsi  pakan
yang  mengandung  antibiotik,  juga  akan  mengekskresikannya.    Levy  2000a. mengemukakan  bahwa  pada  beberapa  kasus  ditemukan  bahwa  80  persen
antibiotik  yang  diberikan  secara  oral  akan lewat dan tidak  mengalami  perubahan oleh  hewan  dan  masuk  ke  kolam  limbah  yang  kaya  akan  bakteri.    Selanjutnya
akan  menyebar  ke  lahan  pertanian  karena  digunakan  sebagai  pupuk,  dan mengakibatkan  pencemaran  air  permukaan  dengan  membawa  baik  obat  tersebut
maupun bakteri yang resisten ke dalam tanah dan air.  Todar 2000 menjelaskan bahwa  resistensi  mikroba  dapat  diakibatkan  beberapa  hal.      Pertama,  resistensi
alamiah,  sebagai  contoh  streptomycete  mempunyai  gen  yang  bertanggung  jawab untuk  resistensi  terhadap  antibiotiknya  sendiri;  atau  bakteri  gram  negatif
mempunyai  membran  luar  yang  menghambat  permeabilitas  terhadap  antibiotik; atau organisme tersebut mempunyai keterbatasan dalam sistem transport terhadap
antibiotik;  atau  terbatasnya  target  atau  reaksi  yang  akan  dicapai  oleh  antibiotik. Kedua,  resistensi  buatan,  bakteri  akan  mengembangkan  resistensi  terhadap
antibiotik,  yaitu  bakteri  yang  dahulunya  sensitif  menjadi  resisten.    Resistensi seperti  ini  dihasilkan  dari  perubahan  gen  dan  dicapai  dengan  dua  cara  yaitu  ;
1mutasi dan seleksi; dan 2 pertukaran gen antara strain dan spesies. Selanjutnya  Levy  2000b  menjelaskan  bahwa  di  Amerika  Serikat  AS
lebih dari 40 persen antibiotik yang diproduksi diberikan pada hewan baik untuk pencegahan  dan  pengobatan  infeksi,  dan  pemacu  pertumbuhan.    Penggunaan
antibiotik  sebagai  pemacu  pertumbuhan  kadarnya  sangat  kecil  untuk  melawan infeksi  dan  diberikan  dalam  jangka  waktu  yang  lama  beberapa  minggu  sampai
bulan.    Pemberian  dalam  jangka  waktu  yang  lama  dan  dosis  rendah  ini menjadikan  bakteri  terseleksi  dan  menjadi  resisten.    Environmental  Media
services EMS  2000 menjelaskan  bahwa bakteri Salmonella umum ditemukan pada  produk  ternak  daging  dan  telur  dan  di  AS    dilaporkan  infeksi  Salmonella
pada  manusia  lebih  dari  40.000  kasus  setiap  tahun.    Selain  itu  ditemukan  pula strain  Salmonella  DT-104  yang  resisten  terhadap  lima  antimikroba:  ampicillin,
chloramphenic, streptomycin, sulfonamide, dan tetrasiklin.
Sistem Kekebalan Tubuh Imunitas
Istilah  imun  secara  klasik  didefinisikan  sebagai  daya  tahan  relatif  inang terhadap  reinfeksi  mikroba  tertentu.    Definisi  imunitas  sekarang  ini  mencakup
semua mekanisme fisiologis yang membantu hewan untuk mengenal benda-benda asing  pada  dirinya  untuk  menetralkan  menyisihkan,  atau  memetabolisasi  benda
asing  tersebut  dengan  atau  tanpa  kerusakan  pada  jaringan  itu  sendiri.    Respon imun  dapat  dikategorikan  menjadi  dua  yiatu  :  1  Respon  imun  non  spesifik  dan
2  Respon  imun  spesifik.    Respon  imun  spesifik  tergantung  pada  adanya  benda asing,  pengenalan  selanjutnya,  dan  kemudian  reaksi  terhadapnya.    Sebaliknya
respon  imun  non  spesifik  terjadi  setelah  pemaparan  inisial  dan  pemaparan selanjutnya  terhadap  benda  asing  dan  sementara  terjadi  diferensiasi  selektif  self
dan nonself.  Respon imun nonspesifik tidak tergantung pada pengenalan spesifik, contoh  respon  imun  non  spesifik  yaitu  inflamasi  dan  fagositosis.      Respon  imun
spesifik merupakan reaksi inang terhadap benda asing yaitu mencakup rangkaian interaksi  seluler  yang  diekspresikan  dengan  penyebaran  produk–produk  sel
spesifik.  Ada dua jenis mekanisme efektor yang menengahi respon imun spesifik: 1  imunitas  humoral,  yaitu  yang  diperantarai  oleh  produk  sel  jaringan  limfosit
yang  disebut  antibodi,  dan  2  imunitas  seluler,  yaitu  yang  diperantarai  oleh limfosit sendiri yang tersensititasi secara spesifik Belanti 1993.
Secara  garis  besar  kekebalan  yang  diperoleh  hewan  dapat  terjadi  secara alami dan buatan.  Kekebalan secara alami mencakup penghalang  secara fisik dan
fisiologis  yang  mencegah  masuknya  agen  infeksi    seperti  kulit,  saliva,  asam lambung,  dan  anti  bakteri  seperti  lysozime.    Kekebalan  alami  yang  terjadi  pada
jaringan dan sirkulasi diperantarai sel efektor yang disebut fagosit dan sel “natural killer  NK”.    Selain  itu  ada  juga  protein  komplemen  darah  yang  mendukung
fagositosis dan melisiskan patogen.  Kekebalan secara buatan biasanya  diperoleh secara  aktif  melalui  infeksi  alami  atau  dengan  vaksinasi.    Kekebalannya  akan
berkembang  setelah  beberapa  hari  atau  minggu  setelah  pemaparan  dan diperantarai oleh limfosit Decker  2000.
Mannan Binding Lectin MBL
Sistem  komplemen  merupakan  salah  satu  kekebalan  yang  bersifat  alami dan mencakup rangkaian protein yang bersirkulasi dalam darah.  Protein tersebut
bersirkulasi  dalam  bentuk  inaktif,  tetapi  sebagai  respons  terhadap  pengenalan komponen  molekul  mikroba  akan  menjadi  aktif  ,  dan  bekerja  dalam  rangkaian
aliran  dalam  bentuk  ikatan  satu  protein  yang  menyokong  ikatan  protein selanjutnya.    Ada  tiga  jalur  sistem  komplemen  yang  terjadi  yaitu  melalui  jalur
komplenen klasik; jalur komplemen alternatif, dan jalur lektin Kaiser  2002. Gambaran  bagaimana  proses  ketiga  jalur  ini  bekerja  dapat  dilihat  pada
Gambar 3 berikut ini :
Jalur Klasik Jalur Lektin
Jalur Alternatif Kompleks Antigen-
Permukaan Permukaan
Antibodi mikroba
mikroba C1q
MBL C3b
MASP-1 C1r
MASP-2 C1s
C4 C4
C2         C2 C3
C3b Gambar 3   Tiga jalur aktivasi komplemen Laursen dan Nielsen  2000.
Jalur  komplemen  klasik  diaktifkan  melalui  kompleks  imun,  sementara jalur  lektin  diaktifkan  oleh  karbohidrat  dari  permukaan  sel  mikroba.    Jalur
alternatif  diaktifkan  oleh  beragam  campuran  dan  permukaan  sel  yang  terkait dengan pengaturan dan pembentukan alternatif C3 convertase.  Keseluruhan jalur
akan  mengaktifkan  komponen  pusat  yaitu  C3  menjadi  C3b  yang  akan  berikatan secara  kovalen  dengan  permukaan  mikroba  dan  memediasi  fungsi  efektor
komplemen Laursen dan Nielsen  2000. Selanjutnya  Medzhitov  dan  Janeway  2000  memberikan  gambaran
mengenai  aktivasi  sistem  komplemen  melalui  MBL  dan  tersaji  pada  Gambar  4 berikut :
Gambar 4  Aktivasi komplemen melalui jalur lektin Medzhitov dan Janeway 2000.
Aktivasi komplemen melalui jalur lektin dimediasi oleh mannosa binding lectin  MBL  yang  merupakan reseptor  spesifik dari  karbohidrat  mikroba.    MBL
berasosiasi dengan serin protease MBL-associated protease I dan 2 MASP1 dan MASP2.  Ikatan MBL dengan ikatan mikroba mengaktifkan protease, dan terjadi
peregangan  komponen  komplemen    C2  dan  C4,  produknya  berupa  C2a  dan  C4b dan  membentuk  C3  konvertase  yang  memprakarsai  komplemen  dengan
pemecahan  protein  C3.    Kompleks  MBL  dan  lektin  dan  fungsi  protease  sama dengan kompleks C1 dari komplemen klasik Medzhitov dan Janeway  2000.
Selanjutnya  Ross  et  al.  2001  menjelaskan  bahwa  sistem  komplemen yang  diinitiasi  jalur  lektin  melalui  MBL.    Individu  yang  defisien  MBL
menunjukkan  peningkatan  terhadap  mudahnya  kena  infeksi,  khususnya  pada sistem  mukosanya.    Kekebalan  mukosa    dimediasi  oleh  IgA  dan  mengaktifkan
sistem  komplemen  melalui  jalur lektin.    Dalam  sistem  kekebalan  mukosa,  faktor
utama  pertahanan  adalah  IgA,  dan  disekresikan  ke  seluruh  permukaan  mukosa tubuh  dan  memainkan  peranan  penting  dalam  mekanisme  pertahanan  terhadap
mikroorganisme yang masuk.
Mannan Oligosasakarida MOS Sumber Mannanoligosakarida MOS
MOS  dapat  diperoleh  dari  beberapa  sumber  yaitu  dari  fungi  dinding  sel fungi  dan  dari  sumber  lain  seperti  dinding  sel  tanaman  atau  berupa  limbah
pertanian.  Uraian berikut ini menjelaskan mengenai beberapa sumber yang dapat digunakan  untuk  memproduksi  MOS.    Faktor  yang  perlu  diperhatikan  dalam
memproduksi  MOS  yaitu  kandungan  komponen  gula  mannosa  yang  dikandung sumber bahan yang akan diekstraksi.
Hasil  penelitian  Tafsin  2000  menunjukkan  bahwa  Dinding  sel  fungi Penicillium  sp  didominasi  oleh  mannosa.    Urutan  selengkapnya  komponen  gula
dari dinding sel Penicillium sp adalah tersusun atas glukosa; mannosa; galaktosa; asam  glukoronat;  arabinosa  :  dan  glukosamin  dengan  perbandingan  konsentrasi
berturut-turut  119  ;  169;  11;  15;  1;  1  .        Penelitian  lanjutan  mengenai  derajat antigenisitas dengan mengukur produksi antibodi poliklonal dengan menggunakan
metode ELISA Enzymes Link Immunosorbant Assay menunjukkan bahwa baik glikoprotein  maupun  polisakarida  yang  diekstraksi  dari  miselium  fungi  tersebut
bersifat  imunogenik.    Hal  tersebut  dapat  dilihat  dari  nilai  absorbansi  yang  lebih tinggi 300-400 persen dibandingkan dengan hewan kontrol.  Percobaan tersebut
menggunakan hewan kelinci sebagai model percobaannya. Bungkil    inti  sawit  tinggi  akan  serat  kasar  yakni  berkisar  antara  13.0–
15.7 dan ADF Acid Detergent Fiber  31.7 Daud et al. 1993.  Total dinding sel  terbanyak  adalah  mannosa  sebesar  56.4.  Formasi  linier  mannan  berbentuk
kristal  yang  cukup  tinggi  dan  ikatan β
-1-4  sulit  untuk  dipecah.  Adapun  secara lengkap komponen  dinding sel dari bungkil inti sawit tertera pada Tabel  2.
Tabel  2   Persentase komponen gula netral pada bungkil inti sawit BIS Komponen gula netral
Persentase dari dinding sel Mannosa
56.4 ±
7.0 Selulosa
11.6 ±
0.7 Xylosa
3.7 ±
0.1 Galaktosa
1.4 ±
0.2 Total
73.1 ±
7.2 Sumber : Daud et al. 1993.
Turner et al. 2000 menyebutkan bahwa sumber yang paling umum yang dapat digunakan untuk menghasilkan MOS adalah dari Saccharomyces cerevisae.
Hal  tersebut  dipakai  karena  kandungan  gula  mannosanya  yang  tinggi  yang mencapai  45  dari  keseluruhan  dinding  selnya.  Sumber  lain  yaitu  CFNP  TAP
Review 2002 menyebutkan kandungannnya dapat mencapai 50 persen. Ishihara et al. 2000 menjelaskan sumber MOS dari tumbuhan yaitu dari
guar gum Cyamoposis tetragonolobus.   Guar gum diperoleh dari biji guar yang selanjutnya  diproses  dengan  menggunakan  enzim  β-D-mannanase    untuk
memecah  ikatan  tulang  punggung  backbone  ,  dan  mengandung  galaktomannan dengan bobot molekul 20.000 Da.
Peranan MOS sebagai Pengendali Salmonella.
Polisakarida  dari  nilai  nutrisinya  secara  umum  dikenal  sebagai penyumbang  sumber  energi  untuk  ternak  disamping  sebagai  bagian  integral
struktur  seperti  asam  nukleat,  glikolipid  dan  glikoprotein  .  Devegowda  et  al. 1997 melaporkan bahwa ada tiga oligosakarida utama yang dapat memperbaiki
produksi ternak,
yaitu Mannanoligosakarida,
fruktooligosakarida, dan
galaktooligosakarida.  Mannanoligosakarida MOS dilaporkan memberikan hasil yang  paling  baik.    Selanjutnya  pada  ayam  broiler  yang  dilakukan  uji  tantang
menggunakan  strain  liar  Salmonella  menunjukkan  hasil  yang  lebih  baik  pada
ayam yang diberi MOS.  Selain itu MOS  juga mempunyai fungsi untuk mengikat mikotoksin seperti zearalenone dan aflatoksin Lyons 1997;  Power 1997.
Pendekatan  baru  untuk  mencegah  infeksi  mikroba  ditemukan  dengan diketahuinya pentingnya proses penempelan pada saluran pencernaan.  Diketahui
bahwa  fimbriae  tipe  1  yang  sensitif  terhadap  mannosa  berperan  dalam menempelnya  patogen,  dengan  demikian    mannosa  dapat  menghambat  proses
penempelan  mikroba  merugikan  pada  saluran  pencernaan.  Kemampuan  lain  dari MOS adalah dapat merangsang sistem kekebalan dan efek ini juga berperan dalam
melawan bakteri Salmonella Spring 1997. Mekanisme  kerja  yang  terjadi  dari  pencegahan  kolonisasi  bakteri
merugikan oleh MOS dapat dilihat pada Gambar 5 berikut :
a b
Gambar  5      Mekanisme  kerja  MOS  mencegah  kolonisasi  bakteri  merugikan CFNP Technical Advisory Panel TAP Review  2002.
Gambar  5a  menjelaskan  mekanisme  terjadinya  kolonisasi  bakteri  pada saluran  pencernaan,  sedangkan  Gambar  5b  menunjukkan  efek  penggunaan
karbohidrat  seperti  MOS  dalam  mencegah  kolonisasi  bakteri  yang  merugikan. Karbohidrat  pada  permukaan  sel  merupakan  faktor  utama  yang  bertanggung
jawab  dalam  pengenalan  oleh  sel.    Bakteri  mempunyai  lektin  pada  permukaan selnya  yang  dapat  mengenal  gula  spesifik  dan  membiarkan  sel  untuk  menempel
pada  gula  tersebut.    Gula  tersebut  dapat  ditemukan  pada  permukaaan  sel  epitel. Pengikatan    Salmonella,  E.  coli,  dan  Vibrio  cholera  dimediasi  oleh  substansi
seperti  lektin  yang  spesifik  terhadap  mannosa  dari  permukaan  sel  bakteri.    MOS akhirnya dapat mencegah penempelan bakteri patogen pada usus halus  sehingga
Karbohidrat
Lektin Bakteri
Permukaan Karbohidrat
tidak  terjadi  kolonisasi  yang  dapat  menimbulkan  penyakit,  dan  dapat  menjadi sumber makanan terhadap bakteri lain yang menguntungkan CFNP TAP review
2002. Turner et al. 2000 menunjukkan adanya efek yang menguntungkan dari
MOS terhadap kesehatan pada saluran pencernaan dan sistem kekebalan.  Sebagai contoh  terhadap  Salmonella  thypimurium  invitro  akan  dihambat  dengan  adanya
mannosa,  dan  selanjutnya  setelah  dilakukan  pemberian  melalui  air  minum  pada ayam  ternyata  menurunkan  kolonisasi  S.  thypimurium  pada  sekumnya.
Selanjutnya  pada  ternak  kalkun,  ternyata  penggunaan  MOS  akan  meningkatkan level plasma IgG dan konsentrasi IgA pada cairan empedu.
Ishihara et al. 2000 melakukan penelitian MOS yang diperoleh dari Guar gum  dan  mengamati  efeknya  terhadap  Salmonella  enteridis  SE  pada  ayam
broiler dan ayam petelur. Hasil  penelitian  menunjukkan  penambahan  MOS
secara  oral  menurunkan  adanya  SE  pada  organ,  Peningkatan  ekskresi  SE  pada feses,  menurunkan  titer  antibodi  terhadap  SE  pada  serum.    Efek  lain  yang
ditimbulkan  yaitu  meningkatkan  jumlah  bakteri  Bifidobacterium  spp  dan Lactobacillus  spp.    Keadaan  yang  sama  ditemui  pada  ayam  petelur  dengan
menurunnya  SE  baik  pada  permukaan  kerabang,  putih  dan  kuning  telur.    Kadar optimum MOS pada penelitian ini yaitu 0.025 dari ransum.
Spring  et  al.  2000  meneliti  efek  MOS  pada  ayam  broiler  menemukan bahwa  MOS  dapat mengaglutinasikan  lima  dari  tujuh  strain  E.coli  dan  7  dari  10
strain  Salmonella  thypimurium  dan  Salmonella  enteridis.    Sedangkan  terhadap strain  Salmonella  pullorum,  Salmonella  choleraesuis,  dan  Campylobacter  tidak
terjadi agglutinasi.  Selanjutnya dilakukan uji tantang terhadap bakteri Salmonella thypimurium 29E sebanyak 10
4
cfu pada umur anak ayam tiga hari.  Kadar MOS yang diberikan sebanyak 4000 ppm, dan hasil penelitian menunjukkan terjadinya
penurunan  konsentrasi  Salmonella  thypimurium  dari  5.40  menjadi  4.01  log  cfu pada  hari  ke  sepuluh.    Hasil  penelitian  lainnya  yang  diperoleh  menunjukkan
bahwa  MOS  tidak  menurunkan  konsentrasi  coliform  pada  sekum,  dan  tidak mempunyai  efek  terhadap  konsentrasi  laktobacillus,  enterococcus,  bakteri
anaerob, laktat, VFA, dan pH sekum.
Secara  umum,  Ferket  et  al.  2002  membandingkan  antara  penggunaan antibiotik  dengan  MOS  dan  terlihat  pada  Tabel  3.  Tabel  3  menjelaskan  bahwa
penggunaan  antibiotik  jelas  akan  memperbaiki  efisiensi  pertumbuhan  dan kesehatan ternak, tetapi potensi bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan yang
tidak tepat sangat besar, diantaranya semakin meningkatnya ancaman dari bakteri patogen  yang  resisten  terhadap  antibiotik.    Alasan  tersebut  mendorong  industri
peternakan  untuk  menggunakan  bahan  alternatif  yang  lebih  aman.    MOS  dapat dikatakan  menjadi  alternatif    terbaik  terhadap  antibiotik  sebagai  pemacu
pertumbuhan,  dan  MOS  dapat  lebih  menguntungkan  daripada  antibiotik  jika digunakan  secara  strategis  bersama-sama  dengan  bahan  non  obat-obatan  seperti
probiotik, fruktoosoligosakarida, bio-aktif peptide, dan daun-daunan ‘herb’.
Tabel 3   Perbandingan penggunaan antibiotik dengan MOS Antibiotik
Mannanoligosakarida MOS •
Menghambat viabilitas
dan proliferasi
beberapa mikroflora
patogen  dan  mikroba  pencernaan yang menguntungkan
• Mencegah penempelan dan kolonisasi
beberapa bakteri
pada saluran
pencernaan, tapi tidak membunuhnya •
Mempunyai  aktivitas  spektrum  luas terhadap bakteri gram positif
• Mempunyai
aktivitas spesifik
terhadap  bakteri  gram  negatif  yang mempunyai  Fimbriae  tipe  I  yang
spesifik terhadap mannose •
Menurunkan  efek  merugikan  dari metabolit  mikroba  dengan  menekan
mikrofloranya •
Menurunkan  efek  merugikan  dari metabolit
mikroba dengan
meningkatkan profil mikroflora •
Menurunkan stress
imunologis dengan  cara  menurunkan  masuknya
mikroba pada saluran pencernaan •
Merangsang sistem kekebalan dengan jalan  berlaku  seperti  antigen  mikroba
yang bersifat non patogen •
Penggunaan  secara  jangka  panjang dan  tidak  tepat  dapat  menghasilkan
patogen yang resisten •
Tidak  menghasilkan  bakteri  yang resiten  baik  terhadap  antibiotik  atau
MOS •
Memberikan  keuntungan  pada  inang untuk menyerap zat makanan penting
dengan jalan menekan kompetisi dari mikroba saluran cerna.
• Memberikan  keuntungan  pada  inang
untuk  menyerap  zat  makanan  penting dengan  jalan  memperbaiki  kesehatan
‘brush borders’.
• Memperbaiki
ketersedian Energi
Netto  EN  untuk  produksi  dengan jalan  memperbaiki  Energi  Metabolis
EM pakan
dan menurunkan
kebutuhan  energi  tubuh  untuk  hidup pokok.
• Memperbaiki
ketersedian Energi
Netto  EN  untuk  produksi  dengan jalan  memperbaiki  Energi  Metabolis
EM pakan.
• Secara
konsisten memperbaiki
penampilan pertumbuhan
pada kondisi lingkungan yang berbeda.
• Memperbaiki
penampilan pertumbuhan
terutama ketika
dilakukan  uji  tantang  dengan  patogen dari saluran pencernaan.
• Menurunkan  perlindungan  mukosa
yang  non  spesifik  dengan  jalan menurunkan  kolonisasi  bakteri  yang
menguntungkan  sebagai  contoh  ; laktobasilus
• Meningkatkan  perlindungan  mukosa
yang  non  spesifik  dengan  jalan peningkatan  relatif    jumlah  sel  goblet
dan  sekresi  mucus  dan  meningkatnya koloni bakteri yang menguntungkan.
Sumber :  Ferket et al. 2002
Peranan MOS untuk Meningkatkan Sistem Kekebalan Tubuh.
Komponen  gula  mannosa  dari  MOS  mempengaruhi  sistem  kekebalan dengan  jalan  merangsang  sekresi  protein  pengikat  mannosa,  dan  dikenal  pula
dengan  istilah  Mannosa  binding  lectin  MBL.    MBL  disintesa  di  hati  dan disekresikan  kedalam  serum  sebagi  komponen  dengan  fase  respon  yang  bersifat
akut.  MBL dapat berikatan dengan karbohidrat dari dinding sel bakteri, ragi atau virus.  Medzhitov dan Janeway  2000.
Selanjutnya  Devegowda  et  al.  1994  menyebutkan  bahwa  MOS diturunkan dari dinding sel ragi Saccharomyces cerevisiae dan mempunyai derajat
antigenisitas yang tinggi yang disebabkan adanya komponen mannan dan glukan. Komponen  gula  mannosa  dari  MOS  mempengaruhi  sistem  kekebalan  dengan
jalan  merangsang  sekresi  protein  pengikat  mannosa  dari  hati  yang  mengikat kapsul  bakteri  yang  masuk  dan  merangsang  sistem  komplemen.    Studi  lainnya
menunjukkan  bahwa  MOS  merangsang  sistem  kekebalan  dengan  jalan meningkatkan aktivitas fagosit dari makrofage yang dilakukan pada tikus.
Lyons  1996  dan  Power  1997  melaporkan  penggunaan  MOS  pada tingkat  1-2  kgton  pakan  akan  memperbaiki  kekebalan  yang  ditunjukkan  dengan
meningkatnya  level  Ig  Imunoglobulin  dan  meningkatkan  aktivitas  fagosit. Selain  itu  juga  mempunyai  fungsi  untuk  mengikat  bahan  patogen  pada  saluran
pencernaan seperti E coli dan Salmonella. Penelitian  Swanson  et  al.  2002  yang  dilakukan  terhadap  anjing
menunjukkan  hasil  yang  serupa.    Pemberian  MOS    menunjukkan  kandungan limfosit  yang  lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kontrol.    Selanjutnya  ketika
perlakuan  ini  dikombinasikan  dengan  Fruktoosoligosakarida  FOS  ternyata secara  signifikan  kandungan  Ig  A    lebih  tinggi  dibandingkan  dengan  kontrol.
Kesimpulan  umum  penelitian  ini  yaitu  suplementasi  FOS  dan  MOS  mempunyai efek  yang  menguntungkan  terhadap  kesehatan  kolon  dan  status  kekebalan    dari
anjing.
3. EKSTRAK POLISAKARIDA MENGANDUNG MANNAN