6. PEMBAHASAN UMUM
Bungkil inti sawit dapat digunakan sebagai salah satu bahan untuk menghasilkan mannan. Kombinasi perlakuan fisik dan kimia dicoba untuk
mendapatkan komponen tersebut. Kandungan total gula terekstrak yang dihasilkan mencapai sekitar 2-3 persen dari total BIS as fed, sedangkan jumlah
mannosa terekstrak dari total mannan BIS pada perlakuan kombinasi ekstraksi menggunakan kaca mencapai 5.49 dan 7.58, berturut-turut pada pelarut
menggunakan air dan NaOH 0.05 N. Hasil tersebut masih lebih rendah dibandingkan yang dilaporkan oleh Yokomizo 2005 serta Morikoshi dan
Yokomizo 2006 yang menggunakan enzim mannanase terhadap BIS yang mencapai 10-20 dari total mannan yang ada pada BIS yang diperoleh dengan
waktu reaksi selama 24-72 jam dan pada temperatur 60
o
C. Melihat kondisi tersebut, perbaikan proses ekstraksi diperlukan dengan cara melakukan kombinasi
perlakuan yaitu secara fisik dan menggunakan enzim mannanase. Kajian lebih lanjut juga masih diperlukan dalam proses ekstraksi agar tidak hanya diperoleh
satu produk saja polisakarida mannan, tetapi dapat dihasilkan produk lainnya seperti konsentrat protein sehingga secara ekonomis lebih menguntungkan.
Analisis dengan menggunakan kromatografi filtrasi gel Sephadex G-50 menunjukkan komponen terekstrak berupa polisakarida. Selanjutnya, analisis
komponen monosakarida dengan HPLC Carbohydrate column menunjukkan bahwa komponen polisakarida tersusun atas glukosa, galaktosa, dan mannosa,
dengan komponen dominan berupa galaktomannan. Penggunaan pelarut yang berbeda yaitu air dan NaOH 0.05 dan 0.1N menghasilkan rasio komponen gula
yang berbeda. Penggunaan NaOH ternyata meningkatkan komponen galaktosa, sehingga rasio komponen gula antara mannosa:galaktosa menjadi lebih kecil
dibandingkan menggunakan pelarut air. Hal tersebut menunjukkan komponen galaktosa lebih mudah terekstrak karena dalam struktur polisakarida BIS,
komponen galaktosa ada pada rantai sisi side chain berupa -D-galactopyranosil dengan ikatan 1→6 Kennedy dan White 1988b. Penggunaan NaOH 0.1 N
selain menghasilkan kandungan total gula terekstrak paling rendah, juga menunjukkan kandungan mannosa yang terkecil dibandingkan perlakuan lainnya.
Komponen utama dari dinding sel bungkil inti sawit BIS adalah linear 1-4- β –D-Manp Carre 2002, dan menunjukkan kesamaan dengan guar gum,
tetapi dengan rasio galaktomannan yang berbeda. Rasio galaktomannan pada guaran adalah 1:2 Kennedy dan White 1988. Dugaan struktur dominan
galaktomannan dari dinding sel BIS adalah sebagai berikut :
→4- β-D-manp-1→4- β-D-manp-1→4- β-D-manp-1→4- β-D-manp-1→4-1→ 7
6 ↑
↑ -D-galp
-D-galp
Gambar 16 Dugaan struktur galaktomannan dari bungkil inti sawit. Gambar 16 menunjukkan dugaan struktur mannan yang ada pada BIS. Rantai
utama berupa 1-4- β –D-Manp dan mempunyai rantai sisi -D-Galp dengan ikatan 1→6. Rasio antara komponen galaktosa:mannosa dari analisis komponen
gula yaitu mendekati angka 1:3 yang tercermin pada Gambar 16. Respons penggunaan bahan sejenis PM terhadap pertumbuhan ayam
menunjukkan hasil yang beragam. Laporan Menocal et al. 2005 yang menggunakan S cerevisiae menunjukkan efek positif dan menyamai penggunaan
antibiotik avilamisin sebagai pemacu pertumbuhan pada ayam broiler. Efek positif penggunaan MOS terhadap pertumbuhan pada ternak babi dilaporkan oleh
Davis et al. 2002, selanjutnya pada kalkun Zdunczyk et al. 2005 dan pada ayam broiler Waldroup et al. 2003. Dosis MOS yang digunakan pada penelitian
tersebut berkisar 0.05-0.4 dari ransum. Selanjutnya beberapa laporan menyebutkan tidak adanya pengaruh penggunaan MOS terhadap pertumbuhan
ayam broiler Ma et al. 2006; Flemming et al. 2004; dan Shafey et al. 2001 dengan dosis penggunaan berkisar 0.05-0.3. Hooge 2004 mengumpulkan
informasi beberapa penelitian dari tahun 1993-2003 tentang penggunaan MOS menunjukkan bahwa terjadi perbaikan relatif terhadap pertumbuhan sebesar
1.61 dibandingkan pakan kontrol. Penggunaan PM dari BIS dari penelitian ini juga menunjukkan hasil yang
beragam terhadap pertumbuhan ayam. Pada keadaan tanpa infeksi, penggunaan
PM dari BIS tidak memberikan pengaruh terhadap PBB. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada perlakuan infeksi S thyphimurium yaitu ayam yang diberi PM
dari BIS menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan perlakukan kontrol infeksi. Secara konsisten terlihat bahwa pada penggunaan sebanyak 2
000-3 000 ppm menunjukkan PBB sekitar 10 dan 20 lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol infeksi, berturut-turut pada tingkat infeksi 10
4
dan 10
7
CFU S thyphimurium.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa PM memberikan efek positif pada kondisi lingkungan yang buruk ancaman mikroba pathogen tinggi dan mungkin
dapat menjelaskan mengapa penggunaan bahan sejenis seperti MOS memberikan hasil yang beragam terhadap pertumbuhan ayam. Efek tersebut diakibatkan
penekanan terhadap pertumbuhan akibat kehadiran bakteri yang merugikan seperti S thyphimurium dapat dihindari, dan hal tersebut terlihat pada hasil penelitian
yang menunjukkan terjadinya penurunan jumlah koloni dan insiden Salmonella pada penelitian ini.
Penggunaan PM dari BIS dalam ransum tidak mempengaruhi tingkat konsumsi ransum ayam. Selanjutnya pengamatan terhadap konversi ransum ayam
menunjukkan hasil yang beragam. Nilai konversi ransum pada percobaan 1 dipengaruhi oleh penggunaan PM, dan penggunaan pada tingkat 4 000 ppm
menunjukkan hasil lebih buruk dibandingkan perlakuan lainnya. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada percobaan 3 yang menunjukkan tidak adanya pengaruh terhadap
konversi ransum ayam. Perbedaan perlakuan yang diberikan yaitu pada percobaan ke 3 dilakukan periode penyesuaian selama 5 hari dengan
menggunakan ransum kontrol, sedangkan pada percobaan 1 ransum perlakuan sudah diberikan pada hari pertama. Dampak buruk penggunaan PM dalam dosis
yang tinggi 4 000 ppm terlihat lebih berat ketika digunakan pada umur ayam satu hariDOC. Hal tersebut diakibatkan PM terekstrak dari BIS ada dalam
bentuk komponen yang terlarut dan tergolong pada polisakarida bukan pati NSP; Non Starch Polysacharides dan bersifat antinutritif yang mengakibatkan
gangguan pencernaan dan absorpsi nutrien dengan jalan meningkatnya viskositas dari digesta. Efek buruk tersebut berkurang pada periode penyesuaian pemberian
selama 5 hari, dan hal tersebut diduga terkait dengan telah berkembangnya mikroba yang ada dalam saluran pencernaan ayam yang dapat mengeluarkan
enzim yang dapat memotong rantai polisakarida menjadi lebih pendek sehingga viskositasnya menurun dan mengakibatkan dampak buruk efek anti nutrisinya
menjadi berkurang. Efek antinutritif NSP sangat tergantung pada ukuran berat molekulnya.
Percobaan Choct 2002 menunjukkan hal tersebut yang menggunakan NSP berupa arabinoxylan dan diuji dalam bentuk utuh BM 758 000 Da dibandingkan
dengan yang sudah didegradasi oleh xylanase sehingga viskositasnya menurun empat kali lipat dan ternyata ketika diuji pada level yang sama 3, bentuk yang
terdegradasi tidak menunjukkan efek antinutrisi pada ayam broiler. Lin dan Hsu 2006 yang meneliti pada angsa menyebutkan bahwa pakan yang mengandung
9 NSP nyata menurunkan penampilan ternak. Informasi lain yang diperoleh pada penelitian ini yaitu penggunaan PM
akan menurunkan pH sekum ayam. Hasil tersebut mengindikasikan adanya proses fermentasi terhadap PM yang terjadi pada saluran pencernaan ayam.
Smiricky-Tjardes et al. 2003 menjelaskan bahwa komponen oligosakarida akan difermentasi oleh mikroflora saluran pencernaan menjadi asam lemak rantai
pendek SCFA dan akan menurunkan pH in vitro. Cumming et al. 2001 menjelaskan bahwa SCFA merupakan produk utama perombakan dari prebiotik
akibat aktivitas bakteri Laktobacillus dan Bifidobacteria. Penggunaan MOS dilaporkan tidak mempengaruhi pH sekum, VFA Volatile Fatty Acid, serta
populasi bakteri Laktobacillus dan Bifidobacteria Spring et al. 2000; Zentek et al. 2002; Zdunczyk et al. 2005. Hasil sebaliknya ditunjukkan pada penggunaan
PHGG Partially Hydrolized Guar Gum yang mengandung galaktomannan dilaporkan oleh Ishihara et al. 2000. Penggunaan PM dari BIS sejalan dengan
PHGG dan perbedaan struktur MOS vs PHGGPM BIS tampaknya menjadi penyebab berbedanya respons MOS dengan PM terhadap pH sekum.
Struktur karbohidrat mannan dari S cerevisiae disajikan pada Gambar 17 berikut ini.
Gambar 17 Struktur mannan dari S cerevisiae Nakajima dan Ballou 1974.
keterangan : M=mannosa; GNAc=N-Asetilglukosamin; Asn=Asparagin; Ser=Serin; Thr=Threonin. Seluruh ikatan antar komponen gula dalam konfigurasi-α kecuali
yang disebutkan dalam gambar.
Gambar di atas menunjukkan bahwa struktur mannan dari S cerevisiae hampir seluruhnya ada dalam konfigurasi-α dengan ikatan α- 1-6 sebagai rantai utama
dan rantai sisi berupa oligosakarida α-Man1-2- α-Man dan α-Man1-3 α-Man1- 2 α-Man. S cerevisiae merupakan sumber MOS dan tampaknya kalau produk
tersebut ada dalam bentuk oligosakarida, keseluruhan ikatannya dalam konfigurasi-α. Struktur tersebut lebih labil terhadap perombakan baik oleh enzim
maupun asam yang ada dalam saluran pencernaan dibandingkan konfigurasi-β yang dimiliki oleh struktur mannan dari BIS. Hal tersebut terlihat dari beberapa
penelitian yang tidak menunjukkan adanya perubahan terhadap pH sekum. Konfigurasi linear 1-4- β –D-Manp yang dimiliki dinding sel BIS
tampaknya lebih tahan terhadap proses pencernaan pada saluran pencernaan ayam, dan mengindikasikan mempunyai aktivitas seperti prebiotik yang tercermin
dengan terjadinya penurunan pH akibat penggunaan PM dari BIS pada sekum. Adanya aktivitas prebiotik tersebut menjadi kelebihan tersendiri dari struktur
mannan yang dimiliki BIS dibandingkan struktur mannan dari S cerevisiae sebagai sumber MOS.
Pengujian PM in vitro terhadap Salmonella menunjukkan bahwa PM dari BIS tidak mempunyai aktivitas yang bersifat membunuh bakteri bakterisidal
maupun menghambat pertumbuhan bakteri bakteriostatik, tetapi aktivitas yang ditimbulkannya berupa penempelan antara komponen mannosa dari PM dengan
reseptor bakteri fimbriae tipe I yang tampak secara mikroskopik. Tidak terjadinya aktivitas yang bersifat bakterisidal maupun bakteriostatik tersebut
ditinjau dari perspektif lingkungan dan penggunaannya dimasa akan datang sangat menguntungkan. Hal tersebut diakibatkan tidak terjadinya proses adaptasi oleh
mikroba yang memungkinkan terjadinya mutasi. Efek terjadinya mutasi bakteri yang membahayakan pada manusia terlihat pada penggunaan antibiotik seperti
dilaporkan Environmental Media services EMS 2000 yang menjelaskan ditemukannya strain Salmonella DT-104 yang resisten terhadap beberapa
antimikroba seperti ampisilin, kloramfenikol, streptomisin, dan tetrasiklin. Adanya aktivitas penempelan bakteri tersebut terlihat pada pengujian in
vivo pada ayam. Percobaan 1 dilakukan dengan menggunakan tingkat infeksi Salmonella thypimurium 10
4
cfuekor, hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan PM pada tingkat 4 000 ppm secara statistik nyata menurunkan tingkat insiden
infeksi pada ayam. Selanjutnya, penggunaan PM dari BIS menunjukkan kemampuan proses pengeluaran Salmonella lebih cepat dibandingkan perlakuan
kontrol. Hasil tersebut terlihat pada penggunaan PM 2 000-4 000 ppm yang tidak menunjukkan lagi adanya Salmonella pada pengamatan 15 hari setelah infeksi,
sebaliknya pada perlakuan kontrol dan 1 000 ppm PM masih ditemukan Salmonella dengan tingkat infeksi berturut-turut 26 dan 16. Insiden infeksi pada
penelitian ini relatif masih rendah yang ditunjukkan pada perlakuan kontrol infeksi yang secara keseluruhan hanya mencapai 39 persen.
Percobaan 2 in vivo dilakukan pada ayam broiler dengan tingkat infeksi Salmonella thypimurium yang lebih tinggi yaitu 10
7
cfuekor. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa Penggunaan PM 4 000 ppm
menunjukkan insiden infeksi paling rendah dan secara statistik nyata p0.1 lebih rendah di bandingkan kontrol. Hasil tersebut terjadi pada pengamatan 7, dan 14
hari setelah infeksi, dan terhadap pengamatan keseluruhan total. Selain itu,
jumlah koloni cfu isi sekum pada perlakuan tersebut menunjukkan hasil nyata p0.1 lebih rendah dibandingkan kontrol. Penggunaan 2 000-3 000 ppm secara
statistik belum menunjukkan perbedaan dengan kontrol, tetapi penurunan koloni bakteri pada tingkat ini sudah cukup besar sekitar
10
log 1, dan hal tersebut tampak pada penampilan ternak yang tercermin dari nilai PBB yang lebih baik
dibandingkan kontrol. Hasil penelitian penggunaan polisakarida mannan dari BIS menunjukkan
hasil yang positif sebagai pengendali Salmonella thypimurium. Kemampuan tersebut diakibatkan oleh adanya komponen mannosa dari bahan yang digunakan.
Penggunaan D-mannosa dilaporkan efektif untuk mencegah kolonisasi Salmonella Oyofo et al. 1989. Penggunaan bahan sejenis seperti MOS Spring et al. 2000;
Fernandez et al. 2002 dan Guar gum dengan produknya yang dikenal dengan istilah PHGG Partially Hydrolyzed Guar Gum Ishihara et al. 2000 serta BIS
itu sendiri Allen et al. 1997, dilaporkan efektif menurunkan kolonisasi Salmonella dalam saluran pencernaan ayam.
Informasi lain yang dihasilkan dari penelitian ini adalah fungsi PM dari BIS sebagai immunostimulan pada ayam. Hasil penelitian menunjukkan
terjadinya peningkatan respons pembentukan antibodi yang terukur dengan titer terhadap virus IBD yang lebih tinggi pada perlakuan penggunaan PM. Titer IBD
pada penggunaan PM 1 000; 3 000; 4 000 ppm dalam ransum nyata p0.05 lebih tinggi dibandingkan kontrol. Sebaliknya, pengukuran terhadap titer ND
penggunaan PM ternyata belum memberikan pengaruh yang nyata. Penggunaan bahan sejenis dengan PM yaitu MOS sebagai imunostimulan
hasilnya bervariasi. Respons penggunaan PM terhadap peningkatan titer IBD menunjukkan hasil yang sama dengan penggunaan MOS seperti yang dilaporkan
Shashidara et al. 2003. Selanjutnya, respons terhadap titer ND juga menunjukkan hasil yang sama antara penggunaan MOS Ma et al. 2006 dengan
PM yaitu belum menunjukkan pengaruh yang nyata. Hasil tersebut menunjukkan respons yang konsisten terhadap peubah titer IBD dan memunculkan dugaan
bahwa aktivitas immunostimulan yang ditimbulkan mannan terbatas kepada aktivitas immunitas yang bersifat seluler atau aktivasinya lebih dominan pada
GALT gut associated limphoid tissue yang ada pada saluran pencernaan ayam. Laporan lainnya yang cukup menarik untuk dikaji yaitu Chen et al. 2003 yang
meneliti efek herbal polisakarida menunjukkan lebih efektifnya penggunaan dalam bentuk oligosakarida BM 1 400 dibandingkan polisakarida BM 67 600
terhadap titer ND pada ayam broiler. Penggunaan PM dari BIS sudah menunjukkan efektivitasnya sebagai
pengendali S thypimurium dan immunostimulan pada ayam. Dosis penggunaan PM terbaik pada penelitian ini yang meliputi keseluruhan aspek yaitu pada kisaran
2 000-3 000 ppm. Penggunaan pada tingkat 2 000 ppm 2gkg ransum dengan tingkat rendemen 2.11 memerlukan bahan baku BIS sebanyak 94.79 gram, dan
dengan tingkat harga BIS sebesar Rp.800kg diperlukan biaya bahan baku sebesar Rp.75.83kg ransum. Aplikasi secara ekonomis untuk menekan biaya dapat
diusahakan dengan cara diversifikasi produk seperti menghasilkan konsentrat protein dan juga kombinasi perlakuan dengan menggunakan enzim mannanase
sehingga diperoleh rendemen yang lebih tinggi. Penggunaan PM dari BIS mempunyai potensi besar untuk dikembangkan
karena menghasilkan produk ternak yang lebih aman dikonsumsi dan menghindarkan kejadian resistensi bakteri yang membahayakan manusia.
Penelitian lanjutan tampaknya masih diperlukan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan mannan dari BIS dengan panjang rantai lebih pendek yaitu dalam
bentuk oligosakarida.
7. KESIMPULAN