Pengembangan Ternak Ruminansia Besar di Daerah Transmigrasi

PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA BESAR DI DAERAH TRANSMIGRASI
ENIZA SALEH
Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Peranan transmigrasi mempunyai andil yang cukup besar dalam pembangunan dewasa ini. Transmigrasi berperan penting dalam mengatasi kependudukan, bangunan daerah baik daerah asal maupun daerah pemetaaan. Sampai dewasa ini program transmigrasi berorientasi pada pembangunan pertanian. Dalam pembangunan pertanian, subsektor peternakan memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan pertanian dalam arti luas. Hal tersebut dapat terlihat dari tujuan pembinaan dan pengembangan peternakan di daerah transmigrasi, antara lain : 1. membantu para transmigran dalam penyediaan sarana produksi pertanian
(tenaga ternak besar) pupuk kandang sebagai suatu usaha pemeliharaan kelestarian tanah pertanian, 2. meningkatkan pendapatan petani transmigran dan sekaligus menciptakan lapangan kerja, 3. penyediaan bibit ternak untuk transmigran lainnya, dan 4. meninkatkan populasi ternak dan produksi peternakan nasional.
Ruminansia besar sebagai hewan piara di Indonesia adalah sapi dan kerbau dengan populasi masing-masing sebanyak 6,6 juta ekor dan 2,2 juta ekor, yang sebagian besar terkonsentrasi di pulau Jawa dan Madura. Akan tetapi, penyebaran ruminansia besar ini menunjukkan perubahan, yaitu secara proporsional di Jawa dan Madura berangsur-angsur menurun, sedangkan di luar Jawa meningkat. Beberapa tahun terakhir ini, pemerintah telah mengimpor beberapa jenis sapi unggul secara besar-besaran dan menyebarkannya ke beberapa daerah dengan tujuan untuk meningkatkan potensi genetic sapi setempat dan sebagai injeksi menambah populasi.
Terbatasnya modal dari jangkauan fasilitas kredit untuk mengembangkan usahatani dan terbatasnya pengetahuan dan keterampilan bagi keluarga petani, menyebabkan petani mengelola tanahnya dalam beberapa cabang usaha tani yang berorientasi kepada tanaman pangan. Sedangkan ternak yang merupakan bagian dari kehidupan petani juga memegang peranan dalam kelangsungan usahatani. Fungsi ternak sebagai penunjang usahatani yaitu sebagai pupuk organik, penambah pendapatan, tenaga kerja, sumber gizi serta tabungan. Fungsi ternak sebagai tabungan mempunyai peranan yang menonjol dalam hubungannya dengan keberhasilan usahatani.
Usahatani terpadu adalah suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya dengan tujuan ganda dan berimbang dengan seleksi jenis tanaman maupun ternak didasarkan pada usaha pemenuhan keseluruhan tujuan dengan memperhatikan skala prioritas (Soewardi, 1977). Adapun tujuan petani dalam mengelola usahatani adalah : (1) mengumpulkan kekayaan untuk mencukupi kebutuhan di masa yang akan datang, (2) menghindari resiko yang berlebihan, (3) pengadaan konsumsi untuk keluarga petani, (4) melanjutkan usaha nenek moyangnya, (5) memperoleh

©2004 Digitized by USU digital library

1

waktu untuk istirahat dan rekreasi dan (6) mendapatkan keuntungan yang berupa uang. Hal yang terakhir ini merupakan tujuan yang paling penting bagi petani selain untuk mencukupi kebutuhan konsumsi keluarga.
Beberapa informasi menyatakan bahwa terlihat gejala keterbatasan tenaga keluarga transmigran dalam mengolah tanah pertanian. Keterbatasan ini dapat merupakan salah satu faktor pembatas dalam mengusahakan tanah pertanian, yang berarti merupakan pembatas dalam peningkatan penghasilan keluarga transmigran. Kesuburan tanah juga merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat produksi tanaman pertanian. Keadaan tanah untuk pemukiman transmigran tidak selamanya tergolong tanah dengan kesuburan yang memadai, sehingga tersedianya pupuk kandang akan mempunyai arti penting dalam membantu peningkatan kesuburan tanah.
Dari gambaran di atas nampak bahwa pemanfaatan sumberdaya ternak ruminansia besar di daerah transmigran memberi peluang yang baik bagi peningkatan usaha pertanian di daerah tersebut. Untuk perlu disarankan perlunya penelitian di bidang ini di daerah transmigran yang pada akhirnya diharapkan dapat menunjang peningkatan usahatani didaerah tersebut.
USAHA TANI SEBAGAI EKOSISTEM
Mosher (1985) menyatakan bahwa usahatani merupakan sebagian daripada permukaan bumi dimana seorang petani, sebuah keluarga atau badan usaha lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Kemampuan pengelolaan petani dalam usahataninya mencakup kegiatan mentalitas petani untuk mengambil keputusan dalam usahataninya yaitu, menentukan pilihan dari bermacam-macam tanaman tan ternak, dan membagi waktu kerja sehingga dapat memperoleh output yang lebih baik.
Suatu usahatani terpadu untuk daerah transmigrasi adalah suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam berupa areal transmigrasi, komoditi tanaman dan ternak serta ikan, menggunakan tenaga dan skill petani beserta keluarganya dengan tujuan menghasilkan pangan dan uang tunai bagi petani, meningkatkan produktivitas lahan dan komoditi mempertahankan kelestarian alam dan usahataninya sendiri dalam mewujudkan kehidupan yang lebih layak bagi para petani transmigrasi.
Berdasarkan uraian di atas, terlihat adanya suatu hubungan timbal balik antara dua komponen utama yaitu komponen biotik (tanaman atau ternak) dengan manusia petani selaku pengelola. Sistem ini berada dalam keadaan seimbang yang disebut sistem ekologi atau ekosistem. Menurut Odum (1971), dalam ekosistem terjadi interaksi antara organisme dengan lingkungan fisik sehingga terjadi pertukaran bahan atau terjadi aliran energi.

Dalam pendekatan sistem, terdapat dua hal yang harus diperhatikan, yakni struktur dari sistem dan fungsi dari komponen-komponen pembentuk sistem (Soewardi, 1977). Secara structural, susunan suatu ekosistem digambarkan dalam bentuk diagram hirarki (Gambar 1), sedangkan secara fungsional maka komponenkomponen dalam ekosistem digambarkan dalam bentuk diagram fungsi (Gambar 2).

©2004 Digitized by USU digital library

2

Ditinjau dari segi usahatani dan dihubungkan dengan diagram fungsi suatu ekosistem, maka tanaman merupakan produsen, ternak sebagai konsumen dan tanah sebagai faktor produksi merupakan komponen abiotik. Antara komponenkomponen tersebut terdapat sifat yang saling mengisi.
Interaksi ternak dengan lahan mempunyai 3 aspek yaitu ; a) adaptasi ternak secara biologis, b) kemampuan lahan menghasilkan hijauan pakan ternak dan c) pola pemeliharaan dan daya tampung areal yang tersedia. Interaksi ternak dengan komoditi lain mempunyai 4 aspek yaitu : a) perebutan tempat lahan terbatas, b) perebutan hara, energi, udara dan air, c) masalah hama dan penyakit atau saling mengganggu secara fisik dan d) saling merebut waktu dan tenaga petani yang terbatas. Interaksi ternak dengan petani akan mempunyai 4 aspek yaitu : a) keserasian ternak dengan tujuan petani, b) kesenangan petani dan keterampilannya

©2004 Digitized by USU digital library

3

memelihara ternak, c) kemampuan petani dari segi waktu dan tenaga memlihara, d) keadaan social budaya lingkungan setempat.
Sering terjadi kekeliruan dimana subsistem ternak dilepaskan dari sistem usahatani sehingga terjadi disintegrasi dari system tersebut. Akibatnya segera tampak bahwa sifat saling mengisi (complementary / supplementary effect) akan dikorbankan dan justru merangsang berkembangnya sifat saling menghilangkan satu sama lain (mutual exclusiveness). Integrasi ternak dalam sistem usahatani terpadu akan membantu tercapainya agroekosiste yang seimbang (Soewardi, 1977).
PERANAN TERNAK RUMINANSIA BESAR DI DAERAH TRANSMIGRASI
Peranan sumberdaya ternak telah terbukti nyata sejak kehidupan manusia primitif sampai ke tingkat kehidupan modern. Ruang lingkup dan tingkat peranannya bervariasi menurut tingkat kehidupan dan sistem usahatani di tiap daerah. Fungsi biologi ternak dalam daur ulang energi dan material dari “biospektrum” menempatkan ternak dalam kedudukan yang patut mendapatkan perhatian yang lebih seksama dalam pengelolaan sumber daya.
Ternak ruminansia yang dikenal sebagai ternak memamah biak, terdiri dari ternak sapi dan kerbau (ruminansia besar) serta kambing dan domba (ruminansia kecil). Selain daging dan hasil ikutannya, maka pupuk dan tenaga kerja untuk mengolah tanah merupakan bahan-bahan dan jasa yang diberikan untuk kesejahteraan manusia.
Mubyarto (1982) mengemukakan fungsi ternak menurut jenis ternaknya. Dikemukakan bahwa ternak sapi dan kerbau dipelihara petani untuk membantu mengolah tanah dan kalau sangat mendesak dapat dijual oleh petani. Ternak kambing dan domba dipelihara petani sebagai alat menabung dan menambah pendapatan.
Pemasukan unsur ternak ruminansia menurut Lubis (1996), merupakan faktor positif dalam usahatani yang mempunyai dua macam keuntungan, yakni : a) meningkatkan pendapatan petani, sebab usaha-usaha yang dilakukan satu

sama lain mempunyai hubungan supplementer dan komplementer, dan b) konservasi tanah lebih baik, karena rumput-alam hijauan pakan ternak
lainnya dapat menutupi tanah sepanjang tahun, yang berarti dapat mengurangi bahaya erosi.
Karena selama ini fungsi ternak cukup luas dan peranan ternak cukup tinggi, maka akibat selanjutnya : 1. menurunkan lapangan kerja dan intensitas usaha petani peternak, pedagang
ternak dan produk ternak 2. energi asal ternak dan penggarapan lahan akan terganggu 3. kekurangan pupuk asal ternak sehingga akan mengganggu usaha di bidang
pertanian lainnya 4. mutu hidup dan kehidupan bangsa juga akan berkurang 5. berkurangnya efisiensi pemanfaatan sumber daya alam.
Tampak jelas bahwa dampak kemunduran peternakan tidak terbatas di subsektor ini saja (Soewardi, 1977). Selanjutnya dikatakan bahwa peranan ternak dalam usahatani perlu dijabarkan lebih terperinci sehingga memungkinkan penetapan dan cara memanipulasi perubah penentu dalam rangka pengembangan ternak secara terpadu.

©2004 Digitized by USU digital library

4

Fungsi Ternak Ruminansia Besar Sebagai Tenaga Kerja Fungsi ternak sapi dan kerbau sebagai tenaga kerja sudah diketahui.
Pendayagunaan fasilitas kredit dan fasilitas lainnya yang ditujukan untuk pengembangan ternak kerja, sekaligus memberikan pengaruh ganda, yakni menanggulangi krisis daging dan kemerosotan populasi ternak.
Mengenai peranan ternak sapi/kerbau sebagai tenaga kerja, Sori, Santoso dan Rangkuti (1981) memperoleh hasil penelitian di proyek transmigrasi Baturaja Martapura Provinsi Sumatera Selatan, bahwa petani yang tidak memiliki ternak hanya dapat menggarap tanah rata-rata 0.7 hektar atau sekitar 35 persen dari luas tanah yang disediakan. Bagi petani yang memiliki ternak, dapat menggarap 1.14 hektar.
Menurut Soewardi (1977) bahwa tanpa ternak sapi atau kerbau, petani sesungguhnya hanya dapat menggarap 0.8 hektar, tetapi dengan bantuan ternak sapi atau kerbau, petani dapat menggarap seluruh areal tanah seluas 1.75 hektar yang diberikan padanya sebagai lahan usaha. Sejalan dengan pendapat Kadarusno (1979) bahwa kemampuan rata-rata keluarga petani untuk mengolah pertanian tanpa mempergunakan tenaga tambahan dari ternak adalah kurang dari satu hektar, sehingga produksi tanaman pangan yang dihasilkan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dari hari ke hari.
Ternak domba dan kambing tidak dapat menggantikan ternak sapi dan kerbau secara keseluruhan, karena ternak domba dan kambing tidak dapat digunakan sebagai tenaga kerja di sawah. Oleh karena itu ternak domba dan kambing lebih berperan sebagai sumber pupuk organic (Winar, 1978). Pada lahan kering ternak berfungsi sebagai pupuk kandang, sedangkan pemanfaatan sebagai ternak kerja menduduki tempat kedua.
Fungsi Ternak Ruminansia Besar Sebagai Sumber Pupuk Peranan peternakan dalam ekosistem mempunyai posisi yang cukup penting
dengan adanya keuntungan-keuntungan sampingan seperti produksi pupuk kandang yang mutlak dibutuhkan dalam melestarikan tanah sebagai basis ekologi, di samping menunjang sektor kehidupan sebagai produseb hewani dan tenaga kerja. Dengan demikian kesuburan tanah dapat ditingkatkan yang selanjutnya dapat meningkatkan produksi per satuan luas tanah.
Penggunaan pupuk kandang untuk tanah kering/tegalan adalah praktis dan ekonomis karena pupuk ini dapat memperbaiki fisik tanah, meningkatkan jumlah air yang digunakan tanaman dan memberikan pertumbuhan akar tanaman lebih baik. Di samping itu pupuk kandang mempunyai pengaruh susulan yang lama di dalam tanah (Cooke, 1974). Pada desa yang mempunyai sistem usahatani tanah kering/tegalan, ternak sapi dan kerbau tidak berkembang, karena peranannya dalam produksi pupuk organic dapat digantikan oleh ternak kambing dan domba.
Penggunaan pupuk ternak bukan saja untuk kesuburan fisik, pengendalian erosi dan air, tetapi juga zat hara bagi tanaman (Soewardi, 1977). Komposisi zat hara pupuk kandang menurut Cooke (1974) sangat bervariasi tergantung kepada cara pengolahannya. Kandungan air berkisar antara 24.40-70.80 persen dan kandungan zat hara dalam bahan kering berkisar antara 1.03-2.12 persen N, sampai 1.30 persen P dan 2.23-5.54 persen K. Pada umumnya pemakaian pupuk kandang pada tanaman setahun dengan sistem rotasi menunjukkan produksi yang meningkat. Kadar unsure hara dalam pupuk kandang yang berasal dari beberapa jenis ternak disajikan pada Tabel 1.


©2004 Digitized by USU digital library

5

Tabel 1. Kadar Nitrogen, Fosfat dan Kalium Dalam Pupuk Kandang yang Berasal dari

Beberapa Jenis Ternak

Jenis Pupuk Kandang

N

P2O5

K2O

………………

…….. (%)…..


……………

Kotoran sapi

0.6 0.3 0.1

Kotoran kuda

0.4 0.3 0.3

Kotoran Kambing

0.5 0.3 0.2

Kotoran ayam

1.6 0.5 0.2

Kotoran itik


1.0 1.4 0.6

Sumber: Reksohadiprojo (1985)

Kemampuan produksi dan jumlah zat hara pupuk kandang dari beberapa ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Unsur Hara N, P, K dalam Pupuk Menurut Jenis Ternak dalam Satu

Tahun

Jenis

Produksi Pupuk Jumlah Jumlah

Jumlah Zat Hara

Ternak Kandang/ekor Ternak Pupuk

(kg)


(kg)

(ekor) Kandang

1 hari 1 tahun

(ton)

N

PK

Sapi/

26

9.490 42242 400876.58 1202629.7 202629.7 1603506.3

Kerbau


Kambing/ 1.5

547.5 28603 15600.14 46980.4 46980.4 62604.6

Domba

Sumber : Direktorat Jenderal Transmigrasi (1981)

Fungsi Ternak Ruminansia Besar Sebagai Sumber Pendapatan Pemasukan ternak ruminansia dalam suatu usahatani adalah sangat penting
karena fungsi ternak tersebut sebagai sumber pendapatan petani dan penyebar resiko secara merata (Ensminger, 1960). Peranan peternakan tidak kecil artinya dalam menghasilkan uang tunai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Peranan ekonomi peternakan ini menjadi lebih penting lagi, karena beberapa jenis ternak mampu menciptakan mekanisme pemupukan modal melalui fungsinya sebagai tabungan.
Mosher (1985) mengatakan bahwa perusahaan pertanian merupakan suatu kombinasi dari berbagai cabang (bidang) usahatani, misalnya usahatani jenis tanaman padi, jagung, kacang dan usahatani ternak. Berbagai cabang usahatani tersebut akan mempunyai sifat : (1) saling membantu, (2) memencarkan tenaga kerja dan (3) bersama-sama menentukan pendapatan usahatani.
Sumbangan sector ternak dalam mempengaruhi tingkat pendapatan tergantung kepada petani sebagai pengelola usahatani dalam memanfaatkan faktorfaktor produksi yang dimiliki, selain faktor-faktor lingkungan di luar usahatani yang tidak dapat dikendalikan oleh petani. Pendapatan yang dihasilkan dari ternak bervariasi, tergantung dari jumlah pemilikan ternak.

Fungsi Lain dari Ternak ruminansia Besar Selain berfungsi sebagai ternak kerja, sumber pupuk dan sumber
pendapatan, ternak ruminansia besar berfungsi juga sebagai sumber gizi (protein hewani), sebagai tabungan dan sebagai fungsi sosial. Bahkan bagi para transmigran dengan adanya bantuan ternak, akan dirasakan bahwa fungsi ternak sebagai fungsi psychologis.
Dalam menunjang program transmigrasi, ternak berperan pada (1) aspek pemanfaatan dan pemeliharaan kelestarian sumberdaya alam; (2) aspek sosial

©2004 Digitized by USU digital library


6

ekonomi dan (3) aspek produksi (Kadarusno, 1979). Selanjutnya dikatakan bahwa ternak besar berfungsi sebagai pembentuk modal usahatani, dan pengembangan ternak berorientasi pasar, diharapkan dapat mengatasi rendahnya tingkat konsumsi pangan asal ternak yang berupa daging, telur dan susu.
Pada umumnya usaha peternakan di Indonesia masih merupakan peternakan tradisional yang lebih cenderung bersifat “pemilikan” tanpa pencurahan perhatian, tenaga dan sarana produksi yang berarti. Selain itu ternak sering digunakan sebagai fungsi sosial antara lain dalam upacara adat atau upacara agama seperti upacara perkawinan, upacara syukuran, dan upacara penguburan.
BUDIDAYA TERNAK RUMINANSIA BESAR DI DAERAH TRANSMIGRASI
Pertanian di daerah pemukiman transmigrasi adalah pertanian tanah kering (lading dan sawah tadah hujan). Kemampuan tenaga keluarga untuk mengolah tanah tampak masih terbatas, kurang dari satu hektar, terutama pada tahap awal pemukiman dimana mengolah tanah masih sangat berat. Hambatan yang paling sering dihadapi dalam mengolah tanah antara lain : 1. masih banyak sisa pangkal pohon besar yang telah ditebang dan dirasakan cukup
berat untuk dikerjakan tenaga keluarga 2. kesuburan tanah yang kurang sebagai akibat sewaktu pembukaan tanah (land
clearing) yang dilakukan secara mekanis, sehingga banyak lapisan tanah olah (top soil) terkikis/erosi. Dalam hal ini ternak mempunyai peluang yang baik untuk berperan sebagai komplementer dalam rangka usahatani (Santoso, Bambang dan Prawiradiputra, 1981).
Masalah-masalah khusus yang dihadapi dalam membudidayakan ternak ruminansia besar di daerah transmigrasi antara lain : 1. Bibit
Bibit ternak khususnya sapi yang selama ini diberikan sebagai bantuan dengan sistem gaduhan kepada transmigran, dirasakan masih jauh dari kebutuhan, baik jumlah maupun mutunya (Kadarusno, 1979). Mutu bibit sangat menentukan keberhasilan untuk dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Yang menjadi masalah di sini yaitu belum adanya sumber-sumber bibit bermutu secara kontinu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat/transmigran.
Di lain pihak usaha pencukupan bibit dari dalam negeri belum memberikan peluang baik, sehingga perlu pemikiran untuk mengimpor sebagian kebutuhan bibit ternak dari negera-negara yang secara zooteknis memungkinkan (Kadarusno, 1979). Sebelum disebarkan ke masyarakat adaptasi bibit impor ini terhadap lingkungan dan prestasinya harus di uji dulu.
2. Penyediaan Pakan Ternak Mutu hijauan pakan ternak yang biasa digunakan oleh para peternak
umumnya rendah karena berasal dari rumput lapangan yang tidak dipelihara. Selain daripada itu kontinuitas penyediaannya sepanjang tahun tidak terjamin. Keadaan ini tentu saja mempengaruhi produktivitas dari ternak yang dipelihara.
Faktor pembatas bagi tersedianya hijauan pakan ternak yang belum memadai di antaranya ialah (Soedjasmiran dan A. Silitonga, 1979) : a. daerah penanaman yang terpencar-pencar b. yang di lain pihak berebut dengan penanaman tanaman pangan c. produksi per satuan luas relatif kecil d. langka/sudah tidak adanya padang penggembalaan khusus e. dipergunakannya limbah pertanian untuk kegunaan lain.

©2004 Digitized by USU digital library

7

Kebutuhan lahan bagi pengembangan ternak ruminansia dirasakan sangat penting, terutama sebagai media tumbuh hijauan pakan . Akan tetapi kenyataan menunjukkan, bahwa dengan semakin padatnya penduduk, lahan yang tersedia untuk hijauan pakan ternak semakin menyempit. Akibatnya di daerah padat penduduk, ternak lebih banyak tergantung pada limbah pertanian.

Permasalahan dan hambatan yang diperoleh dalam pakan ternak terutama pada tahun-tahun permulaan penempatan transmigran selain hijauan adalah konsentrat (Kadarusno, 1979). Konsentrat bersifat mudah dicerna dan mengandung kadar serat kasar rendah, seperti: dedak, bungkil kelapa, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai dan lain-lain.
3. Pemeliharaan/Pengamanan Ternak Daerah transmigrasi merupakan daerah-daerah baru yang diperkirakan bebas
penyakit. Setiap pemukiman transmigran dan ternaknya memungkinkan masuknya jenis-jenis penyakit baru yang sebelumnya tidak ada. Terdapatnya berbagai kasus kematian diperkirakan berasal dari daerah-daerah asal transmigran atau dari daerah asal ternak (Kadarusno, 1979).
Pengelolaan ternak yang baik dilaksanakan dalam suatu lingkungan yang cukup tersedia komponen pendukung dan pelancar seperti air, pakan, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pemasaran yang lancar dengan harga yang layak tanpa hambatan-hambatan birokratis dalam rantai usahatani maupun pemasaran akan meningkatkan produktivitas sekaligus produksi ternak.
Menurut Littik (1985) pemeliharaan secara ekstensif tradisional dengan ketergantungan pada pemberian alam, (dengan melepaskan ternak mencari makan sendiri, sehingga ada kecenderungan memiliki saja daripada memelihara), menyebabkan banyak ternak yang mati dan hilang. Kematian dan kehilangan ternak sebagian besar adalah anak-anak ternak dan ternak muda.
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
Pembahasan Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa ternak merupakan salah satu
komponen dalam sistem usahatani dan harus ditempatkan dalam struktur menurut fungsinya. Komponen ternak dalam strukutur usahatani terpadu bisa sebagai komponen utama, komponen penunjang atau komponen pelengkap (Gambar 3). Selama ini sering terdapat pandangan yang kurang tepat, melihat sumberdaya ternak dan pengelolaannya sebagai suatu yang berdiri sendiri, lepas dari usahatani sebagai suatu kesatuan tang terintegrasi dan lepas pula dari pengelolaan lingkungannya. Kekeliruan pandangan ini akan menimbulkan deviasi permasalahan yang lebih besar dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya ternak terutama bila pengusahaan ternak bukan merupakan usaha khusus peternakan. Akibat lebih lanjut ialah bahwa tidak jarang ternak dianggap sebagai hama.
Untuk menghindari kekeliruan tadi maka mutlak diperlukan pengembangan pendekatan sistem dalam pengelolaan sumberdaya ternak. Dari pendekatan ekosistem terlihat bahwa ternak merupakan bagian integral dari suatu agroekosistem (Gambar 4). Oleh karena itu dalam pengelolaannya tidak dapat diceraikan dari kegiatan-kegiatan pertanian dan manusianya sendiri.
Di dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya ternak yang penting diperhatikan adalah mengenai lahan, bibit, pemeliharaan/pengamanan ternak serta keuntungan pemanfaatan ternak.

©2004 Digitized by USU digital library

8

TANAMAN PANGAN

TERNAK

IKAN


TANAMAN INDUSTRI

TANAMAN PERKEBUNAN

HORTIKULTURA

KAYU BAKAR

SARINGAN I TUJUAN USAHATANI

SARINGAN II LAHAN KERING : PASANG SURUT : IRIGASI

POLA PENGELOLAAN

MODEL USAHATANI TERPADU
LAHAN KERING

MODEL USAHATANI TERPADU LAHAN PASANG SURUT


MODEL USAHATANI TERPADU
IRIGASI

Prioritas

UTT Orientasi Pangan

I

Prioritas II

UTT Orientasii a. Perkebunan b. Ternak

UTT Orientasi Pangan
UTT Orientasi a. Ikan

UTT Orientasi Pangan
UTT Orientasi Hortikultura Ikan, Tn. industri

Prioritas III

UTT Orientasi Ternak

UTT Orientasi Ternak

UTT Orientasi Ternak

UTT : Usaha tani terpadu

Gambar 3. Skema Orientasi dan Prioritas Usahatani Terpadu

©2004 Digitized by USU digital library

9

Masukan

Pemukiman Pertanian Perkebunan Kehutanan Perikanan

P E Keluaran T E R N A K A N

TANAH
Gambar 4. Hubungan antara Agroekosistem dengan Peternakan
1. Lahan Dari penyebaran kelas kemampuan tanah dapat dilihat bahwa sebagian besar
lahan di wilayah tujuan transmigrasi jatuh pada kelas IV ke atas, yang kurang subur dan membutuhkan tindakan-tindakan pencagaran khusus terhadap tanah. Lahan berkemampuan rendah (kelas IV ke atas) ini seyogyanya digunakan dengan pengolahan tanah yang minimal dan penutupan vegatasi yang lebih permanen. Soerianegara (1997) berpendapat bahwa penggunaan tanah seharusnya didasarkan pada kesesuaian dan kemampuan tanah terhadap usaha yang dilakukan menusia.
Karena kualitas tanah yang rendah, untuk lahan kering yang sebagian besar terdiri dari podsolik merah kuning, maka dapat dipastikan bahwa akan terjadi defisiensi unsure-unsur jarang (cobalt). Salah satu yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan defisiensi mineral ini ialah bahwa ada unsur-unsur yang tidak dibutuhkan oleh tanaman tetapi esensial untuk ternak. Oleh karena itu ketegaran kesuburan hijauan belum menjamin mutu sebagai pakan hijauan. Untuk saat ini dan yang akan datang, kerawanan akan defisiensi ini sudah dapat diatasi dengan pemberian feed supplement (makanan tambahan).
Semua tanah pertanian/peternakan akan kehilangan kesuburannya, bila hanya terdapat pengangkutan ke luar panen terus menerus. Adakalanya jerami dan sisa panen lainnya diangkut dan dibakar. Hal ini akan menyebabkan pemiskinan zat organic dan abu sehingga tanah menjadi kurus dan bersaing dengan tanaman. Tanah terutama memerlukan zat organik untuk mempertahankan lingkungan subur.
2. Bibit, Pemeliharaan dan Pengamanan Ternak Bibit ternak yang diberikan pemerintah dengan sistem gaduhan kepada
transmigran dirasakan masih jauh dari kebutuhan, baik dari segi jumlah maupun mutunya. Dalam hal ini perlu diadakan pembinaan terhadap perusahaan pembibitan atau pun pengembangan produksi bibit melalui penerapan teknologi pemulia biakan yang tepat dengan cara melibatkan seluruh petani peternak yang mengusahakan bibit ternak di wilayah/desa tersebut. Selain itu dapat pula diusahakan pemerintah untuk mengisi usaha pembibitan ternak yang belum dapat diusahakan oleh masyarakat melalui perusahaan negara.

©2004 Digitized by USU digital library

10

Kalau penambahan populasi dilakukan dengan cara impor maka terlalu besar devisa yang dibutuhkan. Cara cross breeding dengan inseminasi buatan tentu akan lebih murah, efektif dan efisien dibandingkan dengan pengimporan hewan betina. Oleh karena itu bagian terbesar usaha peningkatan populasi dilakukan melalui inseminasi buatan.
Pada pemuliaan secara ekstensif, ternak dilepaskan untuk mencari makan sendiri. Hal ini memungkinkan ternak terserang penyakit atau hilang. Salah satu usaha untuk mengurangi resiko kegagalan produksi dan kerugian sebagai akibat kerusakan hasil peternakan adalah pengamanan ternak. Pengamanan ternak dimaksudkan untuk pencegahan dan pemberantasan penyakit baik vaksinasi maupun pengobatan terhadap ternak yang dimilki oleh transmigran. Kegiatan pengamanan ternak antara lain: vaksinasi terhadap penyakit Anthrax, SE, AE, dan pengobatan penyakit ternak.
3. Penyediaan Hijauan Pakan Ternak Masih terbatasnya sumber pakan hijauan yang diperoleh di sekitar rumah
atau halaman merupakan masalah dalam penyediaan pakan ternak, sehingga terpaksa dicari tempat-tempat yang cukup jauh. Terbatasnya sumber pakan ternak di sekitar tempat tinggal mereka disebabkan antara lain belum berfungsinya secara maksimal pekarangan mereka untuk menghasilkan tanaman pertanian, sehingga sisa/limbah pertanian dapat membantu sebagian besar sumber pakan ternak.
Perbaikan padang rumput dapat direncanakan sejak awal sistem pengembangan padang rumput dan tanaman pakan, yaitu didasarkan atas tiga cara: (1) produksi intensif, dimana tanaman pakan ditanam di pekarangan, sepanjang pagar, dan di lading secara rotasi; (2) produksi ekstensif dengan maksud meningkatkan produksi padang rumput selama musim panas, lewat penyebaran leguminosa atau penyebaran leguminosa dan penanaman lamtoro secara barisan atau khusus lamtoro saja, (3) padang rumput khusus yang ditanam dengan rumput unggul saja yang berakar kuat untuk stabilitasi tanah, terutama sekitar sumber air (ACIL International Pty. Ltd., 1982 dalam Littik, 1985).
Pengaruh pohon pelindung pada padang rumput ikut mecipatakan linkungan yang ideal bagi ternak yang merumput, apalagi pada musim panas dengan temperatur lingkungan yang tinggi. Persediaan air akan bertambah dengan adanya kegiatan penghijauan dengan pohon pelindung yang makin banyak. Pohon pelindung akan mengurangi derasnya angin, mengurangi penguapan, dan meningkatkan peresapan air ke dalam tanah waktu hujan dan mengurangi bahaya banjir sehingga kualitas lingkungan makin baik serta sumber daya tanah lebih terpelihara.
Integrasi antara tanaman pangan dengan ternak merupakan suatu alternatif untuk mencukupi kebutuhan pakan. Soewardi (1977) mengatakan, peningkatan produksi pakan dapat dilakukan melalui manipulasi pola pertanaman tanaman pangan dan tanaman pemulih kesuburan.
Pengaturan pola tanam merupakan hal yang harus diperhatikan terutama untuk tanaman dengan limbah pertanian yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak (ruminansia). Hal ini cukup potensial karena penggunaannya tidak berkompetisi dengan bahan makanan untuk manusia.
Sumber pakan ternak, berasal dari usaha pertanian primer (seperti biji jagung, kedelai, sorghum, rumput dan legume) dan hasil usaha pertanian sekunder (berupa jerami padi, daun dan batang dari jagung, kacang tanah, kacang kedelai, daun singkong dan ubi jalar).
Rumput untuk pakan ternak dapat dibagi dalam dua golongan yaitu rumput tegalan atau rumput liar dan rumput tanaman. Rumput liar terdapat dimana-mana dan tumbuh secara liar di lapangan-lapangan, kebun-kebun, pematang sawah dan di

©2004 Digitized by USU digital library

11

hutan-hutan. Di Indonesia terdapat banyak jenis-jenis rumput tegalan baik yang sudah dikenal maupun yang belum dikenal nama dan nilainya sebagai bahan pakan ternak. Di antara jenis rumput liar tersebut adalah Cynodon dactylon, Digitaria longifera, Paspalum minutiflorum, Panicum colonum, Paspalum distichum.
Dalam hal faktor penunjang berupa hijauan pakan ternak maka perlu diambil langkah-langkah sebagai berikut: 1. mengadakan penelitian rumput unggul yang mudah tumbuh di strata-strata
tertentu dengan agroklimat masing-masing 2. perluasan areal penanaman rumput unggul dan percontohan kebun rumput 3. perluasan lokasi pengawetan hijauan pakan ternak 4. pemanfaatan hasil-hasil limbah pertanian lebih diintensifikan, dan
ditingkatkan daya gunanya (daun pucuk tebu, molase) 5. penanaman rumput-rumputan dan leguminosa di lereng-lereng gunung dan di
antara tanaman perkebunan dan tanaman hutan 6. supaya produk pabrik-pabrik pakan ternak lebih banyak dipasarkan ke dalam
negeri dengan harga yang secara ekonomis masih feasible untuk uasaha peternakannya (Soedjasmiran dan A. Silitonga, 1979). Lahan pertanian yang cukup luas, memberi kemungkinan bagi petani untuk melakukan usahatani yang tidak khusus, misalnya yang ideal adalah bila dalam usahatani itu terdapat sawah untuk tanaman padi, tanah kering untuk palawija yang menghasilkan makanan manusia ataupun ternak, padang rumput untuk penggembalaan ternak dan kolam ikan. Pengaturan yang baik dari usahatani tidak khusus ini menyebabkan terjadinya cabang usahatani yang komplementer dimana kenaikan produk dari yang satu diikuti kenaikan produk cabang usahatani lainnya. Lahan pertanian yang cukup luas, memberi kemungkinan bagi petani untuk melakukan usahatani yang tidak khusus, misalnya yang ideal ialah bila dalam usahatani itu terdapat sawah untuk tanaman padi, tanah kering untuk palawija yang menghasilkan makanan manusia ataupun ternak, padang rumput untuk penggembalaan ternak dan kolam ikan. Pengaturan yang baik dari usahatani tidak khusus ini menyebabkan terjadinya cabang usahatani yang komplementer dimana kenaikan produk dari yang satu diikuti kenaikan produk cabang usahatani lainnya. Pada umumnya daerah-daerah pertanian transmigran masih merupakan daerah tertutup yang sama sekali belum pernah dijamah sebagai daerah pertanian yang berarti masih kurang produktif digunakan sebagai daerah pertanian. Tanahtanah yang demikian perlu diperbaiki ataupun ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal, dalam hal ini introduksi ternak dianggap sebagai salah satu cara yang efektif.
4. Keuntungan Pemanfaatan Sumberdaya Ternak Ternak besar merupakan sarana usahatani yang sangat vital dalam pertanian
rakyat tradisional. Hal ini sangat dirasakan sekali di daerah transmigrasi yang sangat membutuhkan tambahan tanaga kerja untuk mengolah tanah dan pupuk hasil kotoran ternak untuk kelestarian tanah. Di samping itu ternak dapat memanfaatkan sisa-sisa hasil limbah pertanian yang tidak digunakan manusia menjadi produkproduk yang bernilai tinggi seperti daging, telur, susu dan tenaga kerja.
Usaha peternakan merupakan usaha serba guna, dimana dalam ini peranan/fungsi ternak dapat dijelaskan seperti pada tabel 3.
Dari tabel 3, ternyata tiap-tiap jenis ternak mempunyai peranan atau fungsi yang berbeda-beda dalam usahatani. Di samping produk-produk di atas, peranan atau fungsi ternak pun membuka lapangan kerja dan menjadi sumber pendapatan.

©2004 Digitized by USU digital library

12

Tabel 3. Peranan/Fungsi Ternak Berdasarkan Produk-Produk yang Dihasilkan

Jenis ternak

Jenis produk

Tenaga kerja

Pupuk

Ternak Daging

Telur

Jumlah

Sapi

+ + ++ -

4

Kerbau

+ + ++-

3

Kambing

- + ++-

3

Babi

- + ++-

3

Ayam

- + + ++

4

Itik - + - + +

3

Sumber: Direktorat Jenderal Transmigrasi, Jakarta (1981)

Sampai beberapa jauh tenaga ternak ruminansia besar dapat membantu para

transmigran mengolah tanah dapat dijelaskan pada Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Kemampuan Per Pasang Ternak dalam Pengolahan Tanah

Sumber data

kapasitas

Lapangan

Hari kerja

Keterangan

(ha)

(hari)

Fapet UGM

1 7-8 Sapi, Kerbau

Integrated Consultan LPT

1

12.5

Tanah kering

Ditjen Trans. Dan

1

25

Sapi

Fatemata IPB

SAE

1.5-3.5

3.5-60

Musim bukan hari

kerja

DHL Roloinson

1

6-38

Sapi, Kerbau

Sumber: Direktorat Jenderal Transmigrasi, Jakarta (1981)

Perbandingan lam waktu dan jumlah tenaga kerja untuk menyelesaikan pengelolaan tanah seluas 2 ha sampai siap tanam antara tenaga ternak dengan tenaga menusia, terlihat dalam tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan Tenaga Ternak dan Tenaga Manusia untuk Mengolah 2

Tanah

Jenis tenaga kerja

Jumlah tenaga

Jumlah

waktu yang

Ternak

Manusia

Diperlukan

(pasang/hari)

(mandays)

(hari/musim)

Tenaga ternak

25 pasang

52.5

+ 65

(Sapi/kerbau)

Hanya dengan

-

200

+ 135

Tenaga manusia

Sumber: Direktorat Jenderal Transmigrasi, Jakarta (1981)

ha

©2004 Digitized by USU digital library

13

Dari data di atas jelas terlihat bahwa waktu penyelesaian pengolahan tanah dengan ternak sepasang hanya 65 hari dibandingkan tenaga manusia/keluarga transmigran yang membutuhkan 134 hari. Dengan demikian, penambahan tenaga kerja ternak, para transmigran dapat meningkatkan produksi melalui kemampuan pengolahan tanah pertanian seluas 2 ha atau dengan meningkatkan intensitas tanaman.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa telah terjadi pemiskinan zat hara akibat pengangkutan keluar panen secara terus menerus. Jumlah zat hara yang terangkat sewaktu panen adalah seperti Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah Zat hara yang Terangkat dari Tanah Transmigran Melalui

Tanaman

Luas

Produksi

Zat hara (kg)

Pokok % Ha

(ton)

N

P

K

Padi

46 189 898 189 898

1 519 184

1 709 082

996 964.5

Singkong 24 99 077 1 055 172 1 055 172

1 612 104.58

816 197.3

Jagung 16 66 051.5 66 051.5

810 631.02 390 304.31

390 340.31

Total 1 742 108.5 3 384 988.02 3 711 490.8 10 203 466

Sumber: Direktorat Jenderal Transmigrasi, Jakarta (1981)

Dari data tersebut terlihat betapa besar jumlah zat hara yang terangkat dari tanah sewaktu panen. Hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja dan perlu dikembalikan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Dalam hal ini penggunaan pupuk dari ternak ruminansia penting sekali.
Ternak ruminansia disamping tenaga kerja, penghasil pupuk yang dapat diperdagangkan, juga menghasilkan anak. Bila dibandingkan dengan produksi tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung, singkong, ternak dengan produksi pokok dan produksi sampingan merupakan sumber pendapatan yang bernilai tinggi.

Kesimpulan 1. Sumber daya ternak tidak dapat dipisahklan dari usahatani, dan dalam
pengelolaan sumberdaya ternak diperlukan pengembangan pendekatam ekosistem (agroekosistem). 2. Ternak ruminansia besar mempunyai peranan penting di daerah transmigtasi yaitu bisa digunakan sebagai tenaga kerja mengolah tanah, sebagai sumber pupuk kandang, sumber pendapatan dan fungsi sosial. 3. Pemanfaatan dan pengembangan ternak ruminansia besar di daerah transmigrasi sangat besar sumbangannya dalam menyokong penyediaan ternak untuk konsumsi dan dalam peningkatan populasi ternak nasional.

©2004 Digitized by USU digital library

14

DAFTAR PUSTAKA
Basya, S., Santoso dan M. Rangkuti. 1981. Arti ternak bagi keluarga transmigran dan prospek pengembangannya di proyek transmigrasi Batu Raja Martapura, Sumatera Selatan. Dalam Bull. LPP. 31:23-32.
Cooke, G. W. 1974. The control of soil fertility. 3rd Ed. The english language book society ang grosby lockwood ataples, London.
Ensminger, M. E. 1960. Beef cattle science. 3rd Ed. The interstate printers and publishers. Danville.
Kadarusno. 1979. Perananan peternakan dalam rangka menunjang transmigrasi. Dalam Bull. LPP, 1:27-33.
Littik, M., 1985. Pemantauan dan pendugaan danpak “pilot livestock development project” pada perkembangan peternakan dan usahatani lainnya di Nusa Tenggara Timur. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Lubis, A. D. 1966. Peranan tanaman makanan ternak dalam rangka penghijauan. LPP. Bogor.
Mosher, A. T. 1985. Menggerakkan dan membangun pertanian. Penerbit CV Rajawali. Jakarta.
Mubyarto. 1982. Pengantar ekonomi pertanian. Penerbit LP3ES. Jakarta.
Odum, E. P. 1971. Fundamentals of ecology. W. B. Saunders Co. Philadelphia.
Prodjodihardjo, S. dan A. Silitonga. 1979. Problema dan program pengembangan peternakan di daerah dengan tinjauan khusus mengenai: Masalah penyediaan makanan ternak dalam rangka pembangunan peternakan di daerah. Dalam Bull. LPP. P: 112-122.
Santoso dan B. R. Prawiradiputra. 1981. Budidaya ternak di daerah transmigrasi Sitiung. Dalam Bull. LPP. P:86-95.
Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan sumberdaya alam bagian I. Sekolah pasca sarjana, IPB. Bogor.
Soewardi, B. 1977. Integrasi peternakan dalam system usahatani terpadu. Kertas kerja pada Simposium peranan ternak dalam pemulihan tanah kritis di daerah padat penduduk, 20 Des. Undip, Semarang.
Soewardi, B. 1977. Hubungan antar komponen ekosistem dalam pengelolaan sumberdaya ternak. Biro pengabdian masyarakat, IPB, Bogor.
Winar, D. 1978. Peranan ternak ruminansia dalam pemanfaatan sumberdaya tanah tinggi. Kasus kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana IPB, Bogor.

©2004 Digitized by USU digital library

15