Terdapat alat-alat bukti yang lain diluar ketentuan tersebut diatas, yaitu: 1
Pemeriksaan Setempat Plaatselijk Orderzoek Discente. Pemeriksaan setempat ini diatur pada Pasal 180 RBg dan Pasal 153 HIR.
2 Keterangan Ahli Expertise atau saksi ahli pada Pasal 181 RBg atau Pasal 154
HIR
F. Metodologi Penelitian 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang bertujuan
untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual dan akurat terhadap suatu keadaan yang menjadi objek penelitian dengan mendasarkan penelitian pada ketentuan hukum
normatif. Dalam penelitian yuridis normatif ini akan digambarkan keadaan atau suatu fenomena yang berhubungan dengan Pengakuan Tanda Tangan Pada Suatu Dokumen
Elektronik Di Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata Di Indonesia. 2.
Sumber Data Sumber penelitian yang dipergunakan bersumber dari data sekunder. Data
sekunder yakni dengan melakukan pengumpulan referensi yang berkaitan dengan objek atau materi penelitian yang meliputi:
Bahan hukum primer, dalam penelitian ini dipakai adalah Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, Peraturan perundang-undangan
yakni Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
Universitas Sumatera Utara
Bahan hukum sekunder, berupa bacaan yang relevan dengan materi yang diteliti. Bahan hukum tertier, yaitu dengan menggunakan kamus hukum dan kamus Bahasa
Indonesia.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen yang berupa pengambilan data
yang berasal dari bahan literatur atau tulisan ilmiah sesuai dengan objek yang diteliti.
4. Analisis Data
Jenis analisis yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis normatif yang menjelaskan pembahasan yang dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang
berlaku seperti perundang-undangan.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat dalam bentuk
uraian: Bab I.
Pendahuluan Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti penelitian pada
umumnya yaitu, Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metode Penulisan serta Sistematika Penulisan. Bab II. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Transaksi Komersial Elektronik E-
Commerce Terhadap Tanda Tangan Pada Dokumen Menurut Hukum Acara Perdata
Universitas Sumatera Utara
Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang Perjanjian Pada Umumnya, Transaksi Komersial Elektronik E-Commerce, Pengertian,
Tujuan dan Manfaat Tanda Tangan, Hukum Pembuktian Acara Perdata di Indonesia serta Keabsahan Perjanjian Dalam Transaksi Komersial
Elektronik.
Bab III. Pengakuan Tanda Tangan Pada Suatu Dokumen Elektronik di Dalam Pembuktian Hukum Acara Perdata di Indonesia.
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang: Kekuatan Pembuktian Dokumen Elektronik Dengan Tanda Tangan Elektronik
Dalam Proses Persidangan Perdata, Keterkaitan Arsip Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah di Pengadilan, Pelaksanaan Teknik Tanda Tangan
Elektronik serta Landasan Juridis Pada Tanda Tangan Elektronik. Bab IV. Penyelesaian Sengketa Perdata Yang Diajukan Para Pihak Dengan Alat
Bukti Dokumen Elektronik Yang Ditandatangani Dengan Tanda Tangan Elektronik
Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap Tata Urutan Penyelesaian Perkara Perdata serta Penyelesaian Sengketa Melalui Non
Litigasi. Bab V. Kesimpulan dan Saran
Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana akan diberikan kesimpulan dan saran.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN TRANSAKSI KOMERSIAL
ELEKTRONIK E-COMMERCE TERHADAP TANDA TANGAN PADA DOKUMEN MENURUT HUKUM ACARA PERDATA
A. Perjanjian Pada Umumnya
Apabila membicarakan perjanjian, terlebih dahulu diketahui apa sebenarnya perjanjian itu dan dimana dasar hukumnya. Perjanjian yang penulis maksudkan adalah
perjanjian yang diatur dalam Buku III KUH Perdata yang berjudul tentang perikatan yang terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus.
Perkataan perikatan verbintenis mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan perjanjian, sebab dalam Buku III itu ada juga diatur perihal perhubungan-perhubungan
hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum
onrechmatigedaat dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan zaak waarning. Tetapi, sebagian besar
dari Buku III ditujukan kepada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, jadi berisi hukum perjanjian.
7
Adapun yang dimaksudkan dengan perikatan oleh Buku III KUH Perdata itu adalah: “Suatu perhubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua
orang, yang memberikan kepada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”.
8
Perikatan, yang terdiri dari ketentuan umum dan ketentuan khusus itu, mengatur tentang persetujuan–persetujuan tertentu yang disebut dengan perjanjian
7
R. Subekti, 1998, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta, hal. 101.
8
Ibid., hal. 101.
Universitas Sumatera Utara
bernama, artinya disebut bernama karena perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembuat undang-undang, dan di samping perjanjian bernama juga terdapat
perjanjian yang tidak bernama, yang tidak diatur dalam undang-undang, misalnya perjanjian sewa beli dan lain sebagainya.
“Perjanjian atau verbintenis mengandung pengertian suatu hubungan hukumharta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada suatu pihak untuk
memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi.
9
Perikatan seperti yang dimaksudkan di atas, paling banyak dilahirkan dari suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling menjanjikan sesuatu. Peristiwa ini
paling tepat dinamakan “ perjanjian yaitu suatu peristiwa yang berupa suatu rangkaian janji-janji. Dapat dikonstatir bahwa perkataan perjanjian sudah sangat populer di
kalangan rakyat “.
10
Demikian pula Wirjono Prodjodikoro mengemukakan: “Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana satu pihak
berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”.
11
Dasar hukum dari persetujuan adalah Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua persetujuan yang dibuat dengan sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Sedangkan sumber perikatan yang
Menurut Pasal 1233 KUH Perdata bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena undang- undang, maupun karena adanya suatu perjanjian. Dengan demikian maka harus terlebih dahulu adanya
suatu perjanjian atau undang-undang, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian dan undang-undang itu merupakan sumber suatu ikatan.
9
M. Yahya Harahap, 1996, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal. 6.
10
R. Subekti, 1996, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, hal. 12.
11
Wirjono Prodjodikoro. 1991, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Sumur, Bandung, hal. 7.
Universitas Sumatera Utara
lahir karena undang-undang dapat dibagi dua pengertian yaitu undang-undang saja dan undang-undang karena perbuatan orang. Karena undang-undang saja misalnya
kewajiban atau hak orang tua terhadap anak, dan sebaliknya kewajiban anak terhadap orang tua apabila orang tua tidak berkemampuan.
12
Undang-undang karena perbuatan orang dapat pula di dalam dua pengertian yaitu perbuatan yang diperbolehkan undang-undang dan perbuatan yang melawan
hukum. Yang diperbolehkan undang-undang misalnya: mengurus harta orang lain tanpa sepengetahuan orang tersebut, sedangkan perbuatan melawan hukum adalah
perbuatan yang merugikan orang lain.
13
B. Transaksi Komersial Elektronik E-Commerce