LATAR BELAKANG MASALAH Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kriteria Pendeta Ideal Menurut Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan Jemaat GKJ Yeremia Depok T2 752014033 BAB I

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Gereja sebagai tubuh Kristus menjadikan segala sesuatu berpusat dalam Kristus, Kepala Gereja, ialah satu-satunya yang memerintah jemaat dengan Firman dan Roh-Nya, sehingga tanpa Dia sia-sialah keberadaan gereja itu. Kata gereja berasal dari bahasa Portugis, yakni Igreja . Jika ditinjau dari cara pemakaiannya dewasa ini, maka gereja adalah terjemahan dari kata Gerika : kyriake , yang berarti milik Tuhan, yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Juruselamat, persekutuan orang yang beriman kepada Yesus Kristus. 1 Pada hakekatnya gereja merupakan “persekutuan orang-orang kudus, yaitu persekutuan orang-orang yang menjadi suci kembali di hadapan Allah karena perbuatan Tuhan Yesus Kristus”. 2 Kata “Gereja” berasal dari bahasa Yunani ekklesia yang secara harafiah berarti “mereka yang dipanggil keluar” hampir sama dengan kata “kelompok” dalam arti dan penggunaannya. 3 Sebagai perkumpulan orang-orang percaya, maka gereja mempunyai ciri-ciri persamaan dengan perkumpulan duniawi lainnya. Persamaan ini nampak, misalnya dalam hal-hal sebagai berikut : mempunyai sejumlah anggota, memiliki peraturan-peraturan dan memiliki struktur serta unsur-unsur kepemimpinan di dalamnya. Di pihak lain terdapat perbedaan yang prinsipil antara gereja dengan perkumpulan duniawi tersebut. Perbedaannya terutama terletak dalam latar belakang timbulnya gereja dan kekhususan tugasnya. Terbentuknya gereja karena karya Kristus, tanpa persekutuan dengan Kristus, maka gereja itu tidak berhak disebut gereja. 4 Gereja memiliki tugas panggilannya untuk bersekutu, bersaksi, dan melayani. 5 1 Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1973, 295. 2 R. Soedarmo, Ikhtisar Dogmatika, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1989, 207. 3 Ronald W. Leigh, Melayani Dengan Efektif, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2002, 185-186. 4 Berkhof dan I. H. Enklaar, Sejarah Gereja, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1972, 173. 5 Martin B. Dainton, Gereja dan Bergereja Apa dan Bagaimana?, Jakarta : Yayasan Komunikasi Bina KasihOMF, 1994, 10-11. 2 Berdasarkan laporan nasional survei menyeluruh gereja di Indonesia yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Studi DGI, dijelaskan bahwa masalah kepemimpinan gereja termasuk yang utama dan harus ditanggulangi secara serius oleh gereja itu sendiri dalam mewujudkan misinya. 6 Di dalam mengeksplorasi bagaimana gereja, a da dua jabatan gerejawi atau kedudukan kepemimpinan dalam gereja setempat, yaitu penatua dan diaken : a. Penatua Istilah penatua, di gereja setempat menunjukkan pada jabatan yang sama dengan uskup, penilik, gembala, dan pendeta. Hal ini dapat dilihat dengan memeriksa kata-kata Yunani yang dipergunakan dalam Perjanjian Baru untuk menggambarkan para pemimpin gereja. Kata yang pertama ialah “ presbyteros ”, artinya orang tua, yang sulung, ketua-ketua. 7 Kata “ presbiter ”, diderivasi dari kata presbyteros , yang kemudian berkembang menjadi “imam”. 8 Sebagian orang berpandangan bahwa masing-masing gereja harus memiliki seorang pendeta saja dengan menyatakan bahwa ada dua jenis penatua, yaitu penatua yang mengajar dan penatua yang memimpin. 9 b. Diaken Jabatan diaken diakonos berbeda dengan jabatan penatua. Kata diakonos adalah kata yang umum, yang berarti “pelayan” atau hamba”. Tugas-tugas diaken dapat mencakup bidang pelayanan yang umum dibedakan dengan kepemimpinan rohani di gereja yang merupakan tanggung jawab para penatua. Salah satu tanggung jawab dewan diaken yang sangat luar biasa adalah memastikan pelayanan pastoral tidak berhenti di dalam gereja. Ketika ada pendeta yang mengundurkan diri, merekalah yang bertanggung jawab menghadirkan calon-calon yang akan menggantikan jabatan pendeta itu. 10 6 F. Ukur dan F. L. Cooley, Jerih dan Juang, Jakarta : LPS-DGI, 1978, 346. 7 Gerhard Kittle, Theological of the New Testament, Michigan : W. M. B. Eerdmands Publishing Coy. Grand Rapid, 1971, 1027. 8 Dr. J. L. Ch. Abineno, Penatua Jabatannya dan Pekerjaannya, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2005, 15. 9 Dr. Ronald W. Leigh, Melayani dengan Efektif, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2002, 217-225. 10 Richard L. Dresselhaus, The Deacon and His Ministry, Springfield : Gospel Publishing House, 1977, 43-44. 3 Oleh sebab itu, kebanyakan gereja, diaken lebih bertindak sebagai eksekutif bisnis ketimbang hamba-hamba yang melayani. 11 Dari jabatan gerejawi ini, yang paling signifikan adalah pendeta. Seorang pendeta adalah seorang manusia biasa seperti pada umumnya warga jemaat, yang berarti memiliki kelemahan dan kekurangan manusiawinya, selain tentunya juga memiliki kelebihan-kelebihannya. Seorang pendeta tidak bisa dituntut untuk menjadi pendeta yang lain, oleh karenanya, seorang pendeta tidak dapat disbanding-bandingkan dengan pendeta yang lain yang kemudian berlanjut pada penghargaan yang berbeda pula. Jabatan pendeta adalah jabatan panggilan untuk mengabdikan seluruh hidupnya bagi tugas jabatan itu, karena pentahbisannya memiliki tanggung jawab terhadap Tuhan sendiri. Namun demikian, sebagai manusia biasa juga membuat banyak hal yang kemudian menempatkan pendeta dalam kondisi dilematis antara apa yang menjadi tuntutan dan tanggung jawab jabatannya dengan kebutuhan pribadinya. Umumnya pendeta ditempatkan pada posisi kepemimpinan ger eja yang paling „atas‟ sebagai penghargaan atas predikat yang diembannya, namun bukan berarti gereja yang dipimpinnya adalah gereja miliknya sendiri yang bisa ditentukan segala-galanya. Berbicara tentang pendeta, tidak dapat kita pisahkan dengan jemaat. Pendeta dan jemaat dapat diumpamakan dengan dua sisi keping logam yang menyatu dalam satu kesatuan. Keduanya saling berhubungan dan sangat terkait. Dalam hal ini, antara pendeta dan jemaat ada suatu hubungan yang kuat yang tak dapat dipisahkan, artinya masalah kependetaan tidak dapat kita bicarakan terlepas dari hubungannya dengan jemaat atau pendeta tidak mempunyai peranan apa-apa jika tidak ada jemaat. Pendeta itu ada karena adanya jemaat. Jemaat tentunya mempunyai berbagai kepentingan dan kebutuhan. Hal inilah membuat kehadiran seorang pendeta sebagai pemimpin mempunyai peranan yang sangat penting. Bervariasinya kebutuhan jemaat itu menuntut seorang pendeta untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya sesuai dengan kebutuhan jemaat tersebut. Oleh sebab itu, muncullah harapan-harapan tertentu dari pihak jemaat terhadap pendeta. Misalkan seorang pendeta diharapkan sebagai tokoh panutan 11 Alexander Strauch, Diaken dalam Gereja Penguasa atau Pelayan?, Yogyakarta : ANDI, 1992, ix. 4 yang dapat memberi keteladanan kepada anggota jemaat, ia dianggap yang patut dicontoh sebab ia yang lebih tahu tentang kebenaran, yang senantiasa memberitakan tentang kebenaran, yang mendasari hidupnya pada Firman Tuhan dan memberi kesaksian tentang-Nya kepada semua orang, dan mengajarkan bagaimana kehidupan orang-orang beriman. Selain itu, sering terjadi masalah kepemimpinan gereja yang ikut merugikan perkembangan gereja, antara lain adanya gap kekosongan dalam komunikasi antara pemimpin gereja pendeta dan Majelis Jemaat dengan warga gereja; pemimpin gereja kurang memberi perhatian dalam soal pendidikan Agama Kristen di jemaat; pemimpin gereja kurang mempersiapkan warga jemaat dalam menghadapi tantangan sekularisme, materialisme; kadangkala pemimpin gereja tidak berusaha mengatasi permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam gereja; adanya rasa tidak puas terhadap kepribadian pemimpin gereja; nampaknya kemunduran dalam jemaat belum mendapat tanggapan yang secara maksimal oleh pemimpin gereja. 12 Masalah pendeta sebagai pemimpin jemaat terdapat juga dalam Gereja Kristen Jawa GKJ, dimana dipaparkan dalam tulisan Pdt. Broto Semedi yang berjudul “Merenungkan Kembali Kewibawaan Pendeta”, dikatakan bahwa dalam jemaat- jemaat GKJ sekarang terdapat krisis kewibawaan pendeta. Krisis kewibawaan pendeta ini merupakan masalah serius sebab merugikan kehidupan jemaat terutama dalam hal penggembalaan dan pelayanan Firman Allah yang dilakukan oleh pendeta. Tugas pendeta pada dasarnya adalah menolong warga jemaat sebagai manusia yang telah diselamatkan oleh Allah di dalam dan melalui Yesus Kristus untuk tidak kehilangan keselamatan yang telah diperolehnya. Jadi jika si pembawa Firman Allah dalam keberadaannya kurang dihargai maka sekaligus mengakibatkan warga jemaat akan kurang menghargai Firman Allah yang dibawakannya atau bentuk pelayanan lain yang dilakukannya. 13 Harapan inilah yang membawa jemaat kepada pemikiran bahwa pendeta adalah tokoh yang melekat dengan Firman Tuhan dengan demikian ia dilihat sebagai tokoh rohaniwan yang lebih baik dari anggota jemaat. Jemaat lalu 12 S.H. Widyapranawa, Benih yang Tumbuh, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1973, 193-194. 13 -----, Majalah bulanan Warta Gereja GKJGKI Jateng, tahun XV, 1980, no.78. 5 memikirkan tokoh yang sangat ideal dari diri pendeta dengan harapan yang tinggi dan menganggap pendeta tidak bisa berbuat salah, akhirnya keterbatasan dan kelemahannya sebagai manusia biasa tidak lagi diperhitungkan. Dalam hal ini, pendeta boleh dikatakan manusia super, terutama dalam menegakkan nilai-nilai moral dan dalam kehidupan rohani. Ideal seperti ini akan membuat anggota jemaat terlalu mengagung-agungkan pendeta, jika ia memenuhi kriteria pendeta yang ideal tersebut, tetapi juga mereka akan memprotes pendeta yang tidak dapat memenuhi kriteria pendeta ideal tersebut baik langsung maupun tidak. Ideal seperti ini menyebabkan tokoh pendeta sebagai seorang manusia biasa yang terkesampingkan. Kriteria pendeta ideal tersebut, pada dasarnya baik akan tetapi harus dipadukan dengan keberadaan pendeta sebagai manusia biasa yang bisa juga keliru atau salah. Antara ideal yang tinggi dari jemaat dengan keberadaan pendeta yang terbatas sebagai manusia biasa menyebabkan banyak kesulitan dari pihak pendeta untuk memenuhi harapan-harapan tersebut. Dari berbagai harapan yang ada itu, dapat kita lihat peranan pendeta di sini sangat penting dimana pendeta perlu lebih mengenal jemaat dengan segala kebutuhan pelayanan mereka dan mengenal diri pendeta dalam melihat kemampuan diri untuk melayani. Perlu disadari pula bahwa karena adanya harapan jemaat yang tinggi dengan kemampuan pendeta yang terbatas ia menemui banyak masalah dalam menjalankan tugasnya serta dalam hal memenuhi kriteria pendeta ideal bagi jemaat. Hal ini disebabkan disamping harapan jemaat yang terlalu ideal, harapan- harapan tersebut cukup bervariasi. Karena sulitnya memenuhi harapan tersebut, maka perlu dilihat harapan yang relatif bulat, yaitu harapan yang tidak terlalu tinggi tetapi yang disesuaikan dengan kenyataan yang ada bahwa pendeta juga manusia biasa yang punya keterbatasan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan definisi kriteria yaitu ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu. 14 Jadi kriteria pendeta ideal ialah suatu ukuran yang menjadi dasar penilaian yang diberikan kepada seseorang yang telah menerima jabatan kependetaan dari institusi gereja 14 Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional Indonesia. 6 tertentu untuk melaksanakan tugas-tugas yang sesuai dengan kebutuhan gereja. Kriteria pendeta ideal juga banyak didapati di gereja-gereja Kristen Jawa. Gereja Kristen Jawa GKJ merupakan gereja yang kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah di dalam Tuhan Yesus Kristus yang ada di suatu tempat tertentu yang dipimpin oleh Majelis Gereja dan yang telah mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri, berdasarkan Alkitab, Pokok-Pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ. 15 Oleh sebab itu, hakikat gereja GKJ dalam kesadaran sebagai bagian dari keluasan kasih penyelamatan Allah kepada seluruh ciptaan, yang dijiwai oleh nilai-nilai budaya Jawa, serta warisan tradisi teologis sesuai konteksnya yang tidak bertentangan dengan alkitab, GKJ memahami diri sebagai kehidupan bersama orang percaya, yang berpusat pada Yesus Kristus, dan sekaligus jawaban manusia terhadap karya kasih penyelamatan Allah, yang di dalamnya Roh Kudus bekerja. 16 Gereja Kristen Jawa GKJ menggunakan sistem organisasi gereja presbiterial sinodal, dimana setiap GKJ adalah gereja Allah yang mandiri yaitu gereja yang memiliki kewenangan dan mampu mengatur diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri yang dipimpin oleh majelis gereja yang terdiri atas penatua presbyteros , pendeta dan diaken. 17 Gereja Kristen Jawa GKJ dalam sistem presbiterialnya dimana kepemimpinan dipegang oleh sebuah majelis yang terdiri dari seorang pendeta dan sejumlah presbiter atau penatua yang dipilih oleh umat. 18 Pikiran dasar dari sistem atau susunan presbiterial-sinodal ialah dapat dikatakan pimpinan atau pemerintahan gereja 19 oleh Kristus sebagai Kepala dan Tuhannya : Kepala dari tubuh-Nya dan Tuhan dari jemaat-Nya. Pimpinan dan 15 Sinode GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana Gereja Kristen Jawa, Salatiga : Sinode GKJ, 2005, 8. 16 Ceramah dalam Kursus Teologi Jemaat KTJ Klasis Semarang Barat, yang disampaikan oleh Pdt. Andreas Untung Wiyono, D. Min. selaku mantan ketua umum Sinode GKJ mengenai Eklesiologi GKJ tanggal 10 Juni 2016 di GKJ Semarang Barat. 17 Ibid, 4. 18 Andar Ismail, Awam dan Pendeta Mitra Membina Gereja, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 2003, 175. 19 Yang dimaksudkan di sini dengan gereja ialah bukan saja gereja sebagai persekutuan, tetapi juga gereja sebagai institute atau lembaga. Pimpina n atau pemerintah gereja seperti yang dikatakan di atas dipegang oleh Kristus sebagai Kepala dan Tuhannya. Pimpinan dan pemerintahan itu Ia jalankan dengan perantaraan pejabat-pejabat gerejawi sebagai alat atau hamba-hamba-Nya. 7 pemerintahan ini berlangsung oleh pekerjaan Firman dan Roh-Nya. 20 Dalam sistem presbiterial sinodal, GKJ menempatkan pendeta sebagai pemimpin namun juga sebagai pelayan, sebagai pemimpin yang pada hal tertentu mengatur namun juga sebagai pekerja yang harus diatur. Perlakuan ambigu ini yang seringkali menjadi benih persoalan baik bagi gereja juga bagi dirinya sendiri. Masa pelayanan jabatan pendeta di GKJ seumur hidup, kecuali oleh karena suatu sebab, jabatan tersebut diletakkan. Jabatan kependetaan diletakkan karena pendeta yang bersangkutan meninggal dunia atau ditanggalkan. Untuk studi kasus pendeta yang ditanggalkan membuat beberapa gereja-gereja Kristen Jawa memiliki kriteria pendeta yang ideal ketika hendak memanggilmencari pendeta. 21 GKJ Argomulyo Salatiga dan GKJ Yeremia Depok merupakan salah satu contoh Gereja Kristen Jawa yang sedang memanggilmencari pendeta, dimana gereja ini memiliki kriteria ideal sesosok pendeta yang berbeda. GKJ Argomulyo Salatiga merupakan Gereja Kristen Jawa yang terletak di pedesaan kota Salatiga dengan kondisi sudah dewasa 2 tahun dan belum memiliki pendeta jemaat 22 , sedangkan GKJ Yeremia Depok merupakan Gereja Kristen Jawa yang berada di pinggir kota Jakarta dengan kondisi baru dewasa 23 tahun jumlah warga dewasa ± 692 jiwa dengan jumlah KK sebesar ± 215 KK 23 dan sudah memiliki satu pendeta jemaat yang melayani. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui kriteria pendeta ideal yang dimiliki jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan jemaat GKJ Yeremia Depok dengan alasan : 1 Gereja tersebut belum memiliki pendeta atau sedang memanggilmencari Pendeta; 2 Harapan jemaat terhadap seorang pendeta karena banyak pendeta yang ditanggalkan atau menanggalkan kependetaannya dengan permasalahan yang terjadi di gereja; 3 Banyak harapan-harapan yang ideal yang dimiliki gereja tetapi tidak ada yang memenuhi syarat. 20 Dr. J. L. Ch. Abineno, Garis-Garis Besar Hukum Gereja, Jakarta : PT. BPK Gunung Mulia, 1997, 79. 21 Salah satu studi kasus pendeta yang ditanggalkan terjadi di sebuah gereja GKJ tahun 2014 dimana pendeta kedua di jemaat ini ditanggalkan karena pendeta tersebut memiliki hutang yang sangat banyak dan melibatkan gereja untuk membayar hutang-hutangnya. 22 Data diperoleh dari wawancara dengan Pnt. Suhardi selaku Ketua Majelis Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga pada tanggal 1 Desember 2015. 23 Data diperoleh dari data gereja GKJ Yeremia Depok yang tercatat di Ruang Konsistori pada tanggal 14 Mei 2016. 8 Dari latar belakang di atas, saya mengambil judul : KRITERIA PENDETA IDEAL MENURUT JEMAAT GKJ ARGOMULYO SALATIGA DAN JEMAAT GKJ YEREMIA DEPOK

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Data Jemaat Berbasis Web pada GKJ Mergangsan Yogyakarta

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kriteria Pendeta Ideal Menurut Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan Jemaat GKJ Yeremia Depok T2 752014033 BAB II

5 28 50

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kriteria Pendeta Ideal Menurut Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan Jemaat GKJ Yeremia Depok T2 752014033 BAB IV

0 1 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kriteria Pendeta Ideal Menurut Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan Jemaat GKJ Yeremia Depok T2 752014033 BAB V

0 0 5

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kriteria Pendeta Ideal Menurut Jemaat GKJ Argomulyo Salatiga dan Jemaat GKJ Yeremia Depok

0 0 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB I

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB II

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pelayanan Konseling Pastoral di GKP Jemaat Cimahi Tanpa Pendeta Jemaat T2 752010012 BAB IV

0 1 4

T1 Abstract Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Historis Jemaat Memberikan Perpuluhan di GKJ Salatiga Timur

0 0 1

T1__Full text Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Tinjauan Historis Jemaat Memberikan Perpuluhan di GKJ Salatiga Timur T1 Full text

0 2 31