pelajaran ilmu hukum
HUKUM ADAT MASIH MENGUASAI
MASYARAK AT ADAT INDONESIA
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Hukum Dosen pengampu : Nur Fadhilla,S.E.,M.Si.
OLEH :
1. Hafidlotul ulum 2. Himmatul aliyah
3. Nurul inayati.R 4. Riyadlul fikriyah
SEKOLAH TINGGI ILMU SYARI’AH FAQIH
ASY’ARI
(2)
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.
Puji syukur kehadirat Allah SWT,yang telah melimpahkan rahmat,taufik,serta hidayahNya kepada kita semua. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi agung Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita semua sebagai umatNya kejalan yang lurus yakni agama islam.
Alhamdulillahirabbil alamin dalam kesempatan ini kami telah menyelesaikan makalah kami yang berjudul”HUKUM ADAT MASIH MENGUASAI MASYARAKAT ADAT INDONESIA”,guna memenuhi tugas mata kuliah ILMU HUKUM.
Terimakasih kepada Ibu Nur Fadhilla,S.E.,M.Si selaku dosen pembimbing kami,dan terimakasih kepada berbagai pihak yang membantu sedemikian rupa sehingga terselesainya makalah ini.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberi nuansa baru dan gairah untuk proses pembelajaran Ilmu Hukum.kami menyadari segala kekurangan yang melekat pada makalah ini,untuk itu kritik dan saran dari semua mahasiswa dan dosen pengampu merupakan suatu hal yang kami harapkan untuk membuat makalah yang lebih baik lagi,semoga ikhtiyar kita di Ridhoi Allah SWT.
Wassalammu’alaikum warohmatullahi wabarokaatuh.
Kediri,oktober 2014 Penyusun ,
(3)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Prof. Dr. Soepomo, S.H.
Hukum adat adalah hukum tidak tertulis didalam peraturan tidak tertulis,
meliputi peraturan-peraturan hidup yang meskipun tidak ditetapkan oleh
(4)
yang berwajib tetapi ditaati dan didukung oleh rakyat berdasarkan atas
keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan
hukum.
Dari batasan-batasan yang dikemukakan di atas, maka terlihat unsur-unsur
dari pada hukum adat sebagai berikut :
1. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
2. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis 3. Tingkah laku tersebut mempunyai nilai sacral1
Bukti-bukti bahwa dulu sebelum bangsa Asing masuk ke Indonesia sudah ada
hukum adat, adalah sebagai berikut :
1. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari Jawa Timur
dengan kitabnya yang disebut Civacasana.
2. Tahun 1331-1364, Gajah Mada Patih Majapahit, membuat kitab yang
disebut Kitab Gajah Mada. 2
1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari hukum adat di indonesia adalah
1.Apa beda hukum adat dan kebiasaan?
2.Mengapa hukum adat di indonesia masih menguasai masyarakat adat terutama di luar jawa?
3.Mengapa masyarakat adat mentaati adat?
1 .Bewa Ragawino,S.H.,M.SI.pengantar dan asas-asas hukum adat indonesia,FAK.ilmu sosial dan politik UNIV.PADJADJARAN,hal.5
2 . Bewa Ragawino,S.H.,M.SI.pengantar dan asas-asas hukum adat indonesia,FAK.ilmu sosial dan politik UNIV.PADJADJARAN,hal.20
(5)
1.3.Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah mengenai hukum adat ini adalah
1. Untuk memahami adakah perbedaan dari hukum adat dengan kebiasaan.
2. Guna mengetahui bagaimana hukum adat masih menguasai masyarakat adat terutama di luar jawa. 3. Untuk lebih mengerti kenapa masyarakat adat itu
mentaati adat.
BAB II PEMBAHASAN
2.1.Perbedaan hukum Adat dan Kebiasaan a.Pengertian Hukum Adat
Hukum adat berasal dari bahasa arab yaitu hadazt yang artinya sesuatu yang diulang-ulang kembali yang akhirnya menjadi kebiasaan yang mana kebenarannya di yakini oleh masyarakat,hukum adat juga merupakan pencerminan dari kepribadian masyarakat atau bangsa. Dalam kepustakaan hukum adat orang yang pertama kali memakai istilah hukum adat yaitu Prof.Dr.C .Snouk Hurgronye dalam bukunya De Atjehers.
(6)
Hukum dalam kenyataannya di masyarakat tidak statis,mengikuti perkembangan jaman dan ikuti unsur-unsur pembentuknya.
Unsur-unsur pembentuk hukum ada dua(2)yaitu : 1.Unsur Kenyatan
Adat dalam keadaan sama selalu di taati oleh masyarakat.
2.Unsur Psikologis
Ada keyakinan dari masyarakat,bahwa hukum adat mempunyai kekuatan untuk ditaati sehingga menimbulkan kewajiban hukum( Opinium Yuris Necissetis ),jadi apabila orang tersebut di masyarakat tidak menjalankan ketentuan hukum adat dengan baik dinilai masyarakat kurang baik.3
Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum
masyarakatnya.Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan
elastis.Adapun Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera.4
b.Pengertian Kebiasaan atau Tradisi
Tradisi (Bahasa Latin: traditio, "diteruskan") atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama
3 .Heru Kuswanto,SH,M.HUM,Modul Hukum Adat Fak.Hukum UNIV.Narotama Surabaya,hal.1
(7)
yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.
Defenisi lain di jelaskan bahwa Kebiasaan atau tradisi adalah sesuatu yang sudah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan sebuah kelompok masyarakat, untuk pelestariannya pada generasi berikutnya dengan cara lisan atau pembiasaan, maupun tulisan.
Kebiasaan merupakan norma yang keberadaannya dalam masyarakat diterima sebagai aturan yang mengikat walaupun tidak ditetapkan oleh pemerintah. Kebiasaan adalah tingkah laku dalam masyarakat yang dilakukan berulang – ulang mengenai sesuatu hal yang sama, yang dianggap sebagai aturan hidup. Kebiasaan dalam masyarakat sering disamakan dengan adat istiadat.5
c. Perbedaan Hukum Adat dan Kebiasaan
Tidak ada perbedaan antara hukum adat dan kebiasaan, karena pada dasarnya kedua hal tersebut saling
(8)
berkaitan,hukum adat derasal dari sesuatu yang diulang-ulang kembali yang akhirnya menjadi kebiasaan yang mana kebenarannya di yakini oleh masyarakat.
2.2.Adat Masih Menguasai Masyarakat Terutama di Luar Jawa
Kusumo Pujosewojomemberikan pengertian yang hampir sejalan dengan Ter Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat yang
timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa
solidaritas sangat besar di antara anggota, memandang anggota masyarakat
sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.6
Contoh pada Masyarakat adat di kabupaten merauke:
Kampung-kampung Zanegi, Kaliki, Boepe, dan Onggari di Kabupaten Merauke adalah kelompok-kelompok masyarakat adat yang dalam klaim-klaim hak menggunakan landasan ‘adat’. Adat di sini dipahami sebagai sebuah konsep yang merepresentasikan realitas sosial di kampung-kampung di
(9)
mana di dalamnya ada kepercayaan dan mitologi, tradisi, norma-norma, dan aturan-aturan bersama menyangkut tingkah laku, tindakan, dan relasi sosial, dengan orientasi utama adalah tata tertib yang tenteram dan konsensus.
Muara utama dari adat tersebut pada dasarnya menyangkut dua urusan mendasar,yaitu hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan alam sekitar (tanah, air, hutan, gunung). Kedua jenis hubungan ini pun saling berkait-kelindan satu sama lain. Pertautan itu bersifat kompleks ketika menyangkut tanah sebagai sumber hidup utama, dan perkawinan sebagai institusi dan mekanisme menjaga kelangsungan eksistensi mereka. Dalam kedua urusan besar tersebut, kita dapat menemukan berbagai konsep hak. Konsep hak yang utama dalam urusan tanah dikenal sebagai tanah marga.
Ada beberapa marga besar di kampung-kampung ini, yaitu
Gebze, Mahuze, Kaize, Ndiken, Samkakai, dan Balagaize. Setiap marga memiliki pemimpin sendiri dengan sejumlah perangkat peraturan tentang tanah dan pengelolaannya. Konsep hak yang hidup di kampung-kampung ini cukup kompleks dan berkaitan satu sama lain.
(10)
Ada hak-hak individual, hak marga, dan ada juga hak yang direpresentasikan oleh konsep ‘tanah suku’. Sejumlah keluarga di kampung-kampung ini sudah memiliki kebun-kebun kecil yang berisi kelapa, ubi, dan tanaman lainnya yang masih sangat sederhana pengelolaannya. Umumnya, sumber utama pangan mereka adalah sagu yang diperoleh dari kebun sagu yang merupakan wilayah yang boleh diakses oleh seluruh warga kampung dan anggota marga. Kampung di sini mesti dilihat sebagai sebuah lokasi hunian yang terkonsentrasi. Sementara, dalam konsep wilayah lebih melekat konsep tanah marga. Misalnya, Zanegi, di Kecamatan Animha, merupakan kampung yang berada di dalam sebagian besar tanah marga Gebze. Tanah Gebze itu sendiri merupakan bagian dari sebuah wilayah lebih besar yang disebut dengan tanah orang Marind, yang dalam komunikasi dengan penduduk setempat sering disebut dengan suku Marind. Yang terakhir ini untuk membedakan wilayah kelompok masyarakat yang mengidentifikasi diri sebagai ‘orang
Marind’ dengan kelompok masyarakat lain, misalnya ‘orang muyu’ atau suku muyu’dan lain-lain yang mendiami bagian selatan provinsi papua.7
7 . Uraian ini didasarkan pada riset lapangan dan pelatihan-pelatihan free, prior and informed consent (FPIC) yang diselenggarakan bagi masyarakat kampung-kampung tersebut dalam periode 2010 – 2011 oleh Yayasan Pusaka, bekerja sama
(11)
2.3 Mengapa masyarakat adat mentaati adat
Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.Adapun Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera,mak dari itu masyarakat adat mentaati adat di setiap daerah tempat tinggalnya.8
dengan Yayasan Santo Antonius, Merauke, dengan dukungan Forest Peoples programme
(12)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tidak ada perbedaan antara hukum adat dan kebiasaan, karena pada dasarnya kedua hal tersebut saling berkaitan,hukum adat derasal dari sesuatu yang diulang-ulang kembali yang akhirnya menjadi kebiasaan yang mana kebenarannya di yakini oleh masyarakat.
2.Kusumo Pujosewojomemberikan pengertian yang hampir sejalan dengan Ter Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat yang
timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya.
3. Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
(13)
DAFTAR PUSTAKA
Rijkschroeff.Sosiolog,Hukum dan Sosiolgi Hukum.Bandung :Mandar Maju.2001 Muhammad Bushar .Asas-asas hukum adat.Jakarta : pradnya paramita.1997 Cotterrel Roger. Sosiologi Hukum .Bandung : Nusamedia.2012.
Taqwaddin, “Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat
(Mukim) di Provinsi Aceh”, (Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2010), hlm. 36.
(1)
berkaitan,hukum adat derasal dari sesuatu yang diulang-ulang kembali yang akhirnya menjadi kebiasaan yang mana kebenarannya di yakini oleh masyarakat.
2.2.Adat Masih Menguasai Masyarakat Terutama di Luar Jawa
Kusumo Pujosewojomemberikan pengertian yang hampir sejalan dengan Ter Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat yang
timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan rasa
solidaritas sangat besar di antara anggota, memandang anggota masyarakat
sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya.6
Contoh pada Masyarakat adat di kabupaten merauke:
Kampung-kampung Zanegi, Kaliki, Boepe, dan Onggari di Kabupaten Merauke adalah kelompok-kelompok masyarakat adat yang dalam klaim-klaim hak menggunakan landasan ‘adat’. Adat di sini dipahami sebagai sebuah konsep yang merepresentasikan realitas sosial di kampung-kampung di
(2)
mana di dalamnya ada kepercayaan dan mitologi, tradisi, norma-norma, dan aturan-aturan bersama menyangkut tingkah laku, tindakan, dan relasi sosial, dengan orientasi utama adalah tata tertib yang tenteram dan konsensus.
Muara utama dari adat tersebut pada dasarnya menyangkut dua urusan mendasar,yaitu hubungan manusia dengan manusia dan hubungan
manusia dengan alam sekitar (tanah, air, hutan, gunung). Kedua jenis hubungan ini pun saling berkait-kelindan satu sama lain. Pertautan itu bersifat kompleks ketika menyangkut tanah sebagai sumber hidup utama, dan perkawinan sebagai institusi dan mekanisme menjaga kelangsungan eksistensi mereka. Dalam kedua urusan besar tersebut, kita dapat menemukan berbagai konsep hak. Konsep hak yang utama dalam urusan tanah dikenal sebagai tanah marga.
Ada beberapa marga besar di kampung-kampung ini, yaitu
Gebze, Mahuze, Kaize, Ndiken, Samkakai, dan Balagaize. Setiap marga memiliki pemimpin sendiri dengan sejumlah perangkat peraturan tentang tanah dan pengelolaannya. Konsep hak yang hidup di kampung-kampung ini cukup kompleks dan berkaitan satu sama lain.
(3)
Ada hak-hak individual, hak marga, dan ada juga hak yang direpresentasikan oleh konsep ‘tanah suku’. Sejumlah keluarga di kampung-kampung ini sudah memiliki kebun-kebun kecil yang berisi kelapa, ubi, dan tanaman lainnya yang masih sangat sederhana pengelolaannya. Umumnya, sumber utama pangan mereka adalah sagu yang diperoleh dari kebun sagu yang merupakan wilayah yang boleh diakses oleh seluruh warga kampung dan anggota marga. Kampung di sini mesti dilihat sebagai sebuah lokasi hunian yang terkonsentrasi. Sementara, dalam konsep wilayah lebih melekat konsep tanah marga. Misalnya, Zanegi, di Kecamatan Animha, merupakan kampung yang berada di dalam sebagian besar tanah marga Gebze. Tanah Gebze itu sendiri merupakan bagian dari sebuah wilayah lebih besar yang disebut dengan tanah orang Marind, yang dalam komunikasi dengan penduduk setempat sering disebut dengan suku Marind. Yang terakhir ini untuk membedakan wilayah kelompok masyarakat yang mengidentifikasi diri sebagai ‘orang
Marind’ dengan kelompok masyarakat lain, misalnya ‘orang muyu’ atau suku muyu’dan lain-lain yang mendiami bagian selatan provinsi papua.7
7 . Uraian ini didasarkan pada riset lapangan dan pelatihan-pelatihan free, prior and informed consent (FPIC) yang diselenggarakan bagi masyarakat
(4)
kampung-2.3 Mengapa masyarakat adat mentaati adat
Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.Karena peraturan-peraturan ini tidak tertulis dan tumbuh berkembang, maka hukum adat memiliki kemampuan menyesuaikan diri dan elastis.Adapun Penegak hukum adat adalah pemuka adat sebagai pemimpin yang sangat disegani dan besar pengaruhnya dalam lingkungan masyarakat adat untuk menjaga keutuhan hidup sejahtera,mak dari itu masyarakat adat mentaati adat di setiap daerah tempat tinggalnya.8
dengan Yayasan Santo Antonius, Merauke, dengan dukungan Forest Peoples programme
(5)
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tidak ada perbedaan antara hukum adat dan kebiasaan, karena pada dasarnya kedua hal tersebut saling berkaitan,hukum adat derasal dari sesuatu yang diulang-ulang kembali yang akhirnya menjadi kebiasaan yang mana kebenarannya di yakini oleh masyarakat.
2.Kusumo Pujosewojomemberikan pengertian yang hampir sejalan dengan Ter Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat yang
timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya.
3. Sumber Hukum Adat adalah peraturan-peraturan hukum tidak tertulis yang tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan kesadaran hukum masyarakatnya.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Rijkschroeff.Sosiolog,Hukum dan Sosiolgi Hukum.Bandung :Mandar Maju.2001 Muhammad Bushar .Asas-asas hukum adat.Jakarta : pradnya paramita.1997 Cotterrel Roger. Sosiologi Hukum .Bandung : Nusamedia.2012.
Taqwaddin, “Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat
(Mukim) di Provinsi Aceh”, (Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2010), hlm. 36.