Kisi kisi (16)

(1)

2.5. Materi Kalor.

Kalor didefinisikan sebagai energi yang berpindah dari benda yang suhunya lebih tinggi ke benda yang suhunya lebih rendah ketika kedua benda bersentuhan (Kanginan, 2007). Benda yang menerima kalor, suhunya akan naik atau wujudnya berubah. Benda yang melepas kalor suhunya akan turun atau wujudnya berubah. Pengertian kalor berbeda dengan suhu, jika suhu adalah ukuran derajat panas dan dinginnya suatu benda, sedangkan kalor adalah ukuran banyaknya panas. Besarnya kalor yang diserap atau dilepas oleh suatu benda berbanding lurus dengan: massa benda, kalor jenis benda dan perubahan suhu (Zaelani dkk, 2006: 221). Persamaan kalor secara matematis dapat dirumuskan sebagai:

Q = m c ∆T...(2.1) Keterangan : Q = Banyaknya kalor yang diperlukan (J)

m = Massa zat (kg)

c = Kalor jenis zat (kal/g°C)

∆T = T2 – T1 = perubahan suhu (°C, K)

Kalor merupakan bentuk energi, oleh karena itu satuan kalor dalam sistem internasional (SI) sama dengan satuan energi, yaitu Joule (J). Satuan selain joule yang sering digunakan adalah kalori (kal). Satu kalori didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan oleh satu gram air untuk menaikkan suhunya sebesar 10C (Foster, 2004: 21). Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh

James Prescott Joule (1818-1889) diperoleh kesetaraan antara satuan joule dan kalori (Chasanah, 2010: 21) yaitu :


(2)

1 Kalori = 4,2 Joule atau 1 Joule = 0,24 Kalori

Kalor jenis (c) didefinisikan banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1 kg zat sebesar 1 K atau 1°C (Zaelani dkk, 2006: 221). Kalor jenis adalah sifat khas suatu zat yang menunjukkan kemampuannya untuk menyerap kalor. Zat yang kalor jenisnya tinggi mampu menyerap lebih banyak kalor untuk kenaikkan suhu yang rendah (Kanginan, 2007 : 235). Kalor jenis berbagai zat ditunjukkan pada tabel dibawah ini:

Tabel 4. Kalor Jenis Berbagai Zat

No. Jenis zat Kalor jenis zat (J/kg oC)

1 Air 4200

2 Alkohol 2300

3 Aluminium 900

4 Baja 450

5 Besi 460

6 Emas 130

7 Es 2100

8 Gliserin 2400

9 Kaca 670

10 Kayu 1700

11 Kuningan 370

12 Marmer 860

13 Minyak tanah 2200

14 Perak 234

15 Raksa 140

16 Seng 390

17 Tembaga 390

18 Timah hitam 130

19 Timbal 130

20 Udara 1000

Sumber: Winarsih, dkk., 2008: 118

Kalor jenis setiap zat dapat di tentukan dari persamaan (2.3) sebagai berikut:


(3)

c =

m∆ TQ ...(2.2)

Kapasitas kalor (C) didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu suatu benda sebesar 1°C (Kanginan, 2007). Dari persamaan (2.2), dapat ditulis dalam bentuk persamaan berikut:

mc =

∆ TQ ...(2.3)

Kapasitas kalor diberi lambang C (huruf besar), maka:

C =

∆ TQ

...(2.4)

Keterangan :

Q = Banyaknya kalor yang diperlukan (J) C = Kapasitas kalor (J/°C)

m = Massa zat (kg)

c = Kalor jenis zat (kal/g°C)

∆T = T2 – T1 = perubahan suhu (°C, K) (Kanginan, 2007: 236)

2.5.1. Asas Black

Gambar 1 menunjukkan bagaimana cara mendinginkan air panas, yaitu dengan mencampurkannya dengan air dingin. setelah keseimbangan termal tercapai, kita memperoleh air hangat, yang suhunya di antara suhu air panas dan air dingin. Dalam pencampuran ini tentunya air panas melepaskan energi, sehingga suhunya turun dan air dingin menerima energi, sehingga suhunya naik (Kanginan,z2007).


(4)

Gambar 1. Contoh Peristiwa Asas Black

Seorang ilmuan Inggris yaitu Joseph Black mengadakan pengamatan mengenai kalor. Black menyatakan bahwa jika dua zat yang suhunya berbeda dicampur, zat yang suhunya lebih tinggi akan melepaskan sejumlah kalor yang akan diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah (Purwoko dan Fendi, 2009: 192). Black menyimpulkan bahwa “ banyaknya kalor yang dilepas zat yang suhunya lebih tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah”. Kesimpulan ini disebut asas Black secara matematis ditulis:

Q lepas = Q terima...(2.5) Pengukuran kalor sering dilakukan untuk menentukan kalor jenis suatu zat, sebab jika kalor jenis suatu zat diketahui, maka kalor yang diserap akan dilepaskan dapat ditentukan dengan mengukur perubahan suhu zat tersebut. Kalor dapat dihitung dengan menggunakan rumus Q = m c ∆T. pada waktu menggunakan rumus ini harus diingat bahwa suhu naik berarti zat menerima kalor dan suhu turun berarti zat melepas kalor (Supiyanto, 2007).

Air panas


(5)

2.5.2. Perubahan Wujud Zat

Kalor dapat mengubah wujud zat. Misalnya, es (zat padat) yang dipanaskan (diberi kalor) akan berubah wujudnya menjadi cair (zat cair). Sebaliknya, air (zat cair) yang didinginkan (diambil kalornya) dalam batas waktu tertentu akan berubah menjadi wujud es (zat padat) (Purwoko dan Fendi, 2009). Diagram perubahan wujud zat dapat dilihat pada gambar 2 berikut:

Gambar 2. Diagram Perubahan Wujud Zat

Keterangan: 1 = Melebur 2 = Membeku 3 = Mengembun 4 = Menguap 5 = Mengkristal 6 = Menyublim

Tiga jenis wujud zat, yaitu zat padat, zat cair dan gas. Sebuah benda dapat berubah wujud ketika suhunya dinaikkan atau diturunkan (Foster, 2004: 23).

Melebur adalah perubahan wujud zat dari padat menjadi cair (Kanginan, 2007: 240). Pada saat melebur, zat memerlukan kalor meskipun tidak mengalami

GAS

PADAT CAIR

6

5

4 3

2 1


(6)

kenaikan suhu. Titik lebur adalah suhu pada zat melebur. Membeku adalah perubahan wujud zat dari cair menjadi padat (Foster, 2004: 23). Titik beku adalah suhu pada waktu zat membeku. Pada saat membeku zat melepaskan kalor.

Menguap adalah perubahan wujud zat dari cair menjadi gas (Supiyanto, 2007: 158). Peristiwa penguapan membutuhkan kalor. Proses penguapan membutuhkan kalor ini dapat dilihat dari peristiwa mendidih. Menguap hanya terjadi pada permukaan zat cair an dapat terjadi pada sembarang suhu, sedangkan mendidih terjadi pada seluruh bagian zat cair dan hanya dapat terjadi pada titik didih.

Suhu zat pada waktu mendidih adalah tetap sekalipun pemanasan terus dilakukan. Semua kalor yang diberikan kepada zat digunakan untuk mengubah wujud dari cair menjadi uap. Suhu tetap ini disebut titik didih yang besarnya sangat bergantung pada tekanan dipermukaan zat itu. Titik didih zat pada tekanan 1 atm disebut titik didih normal (Kanginan, 2007: 241). Proses kebalikan dari menguap adalah mengembun, yaitu perubahan wujud dari uap (gas) menjadi cair.

Suhu zat tetap ketika sedang berubah wujud, baik melebur, menguap, membeku dan mengembun, walaupun ada pelepasan atau penyerapan kalor. Ada sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat perubahan wujud zat, tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu. Kalor yang digunakan untuk perubahan wujud suatu zat tanpa adanya perubahan suhu disebut kalor laten dan disimbolkan dengan simbol huruf L. Besarnya kalor ini bergantung pada jumlah zat yang mengalami perubahan wujud. Jadi, kalor laten adalah kalor yang dibutuhkan oleh suatu benda untuk mengubah wujudnya per satuan massa (Supiyanto, 2007: 160).


(7)

Besarnya kalor yang diperlukan atau dilepaskan selama proses perubahan wujud zat (Zaelani, 2006: 222) dirumuskan sebagai berikut:

Q = m . L...(2.6) Dengan : Q = Banyaknya kalor yang diperlukan atau dilepaskan (J, kal)

m = Massa zat (g/kg)

L = Kalor laten (J/kg, kal/gr)

Kalor yang diserap oleh suatu zat pada saat melebur atau menguap tidak menaikkan suhu. Teori kinetik menjelaskan pada saat melebur atau menguap, kecepatan getaran molekul bernilai maksimum. Kalor yang diserap tidak menambah kecepatannya, tetapi digunakan untuk melawan gaya ikat antar molekul zat tersebut. Molekul-molekul ini akhirnya dapat melepaskan diri dari ikatannya sehingga zat padat melebur atau menguap, barulah suhu zat bertambah lagi. Peristiwa sebaliknya terjadi pada saat zat cair membeku atau mengembun (Supiyanto, 2007: 160).

Kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat padat menjadi zat cair dinamakan kalor laten lebur atau kalor lebur. Kalor yang dilepaskan pada waktu zat membeku dinamakam kalor laten beku atau kalor beku. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor lebur = kalor beku. Kedua jenis kalor ini selanjutnya disebut kalor lebur dan diberi symbol Lf. Jika

banyak kalor yang diperlukan oleh zat yang massanya m kg untuk melebur adalah Q joule, maka sesuai dengan definisi di atas dapat ditulis (Kanginan, 2007 : 240) :

Lf

=

Q

m ...(2.7)


(8)

Q = Banyaknya kalor yang diterima /dilepas (J/kal) m = Massa zat (kg)

Kalor laten uap atau kalor uap adalah kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi uap pada titik didih normal. Kalor uap disebut juga kalor didih. Kalor yang dilepaskan untuk mengubah wujud 1 kg uap menjadi cair dan titik didih normalnya disebut kalor laten embun atau kalor embun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor didih = kalor embun. Istilah kalor didih paling umum digunakan dan diberi lambang Lv.

Jika banyaknya kalor yang diperlukan untuk mendidihkan zat yang massanya m kg adalah Q joule (Kanginan, 2007: 241) dapat ditulis:

Lv

=

Q

m ...(2.8)

Dengan : Lv = Kalor didih (J/kg)

Q = Banyaknya kalor yang diterima atau dilepas (J,kal) m = Massa zat (kg)

Kalor merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan wujud suatu zat. Suatu zat dapat berubah wujud dari padat ke cair, cair ke gas, padat ke gas dan sebaliknya akibat penyerapan dan pelepasan kalor. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan wujud suatu zat, yaitu tekanan dan ketidakmurnian. Tekanan dan ketidakmurnian berpengaruh pada kenaikkan titik didih dan penurunan titik beku. Semakin tinggi tekanan dan konsentrasi ketidakmurnian suatu zat, maka titik didihnya semakin tinggi dan tidak bekunya semakin rendah. Tekanan udara dalam keadaan normal semakin besar apabila posisi wilayah


(9)

semakin tinggi. Oleh karena itu, titik didih di daerah pegunungan akan semakin besar dibandingkan didaerah rendah (Supiyanto, 2007: 161).

2.5.3 Perpindahan Kalor

Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Ada tiga cara kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain, yaitu konduksi, kenveksi, dan radiasi (Nurachmandani,b2009:v165)

1. Konduksi

Jika sepotong sendok makan yang Anda bakar pada api lilin, lama kelamaan tangan Anda merasakan hangat dan akhirnya panas. Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi (Nurachmandani, 2009)

Gambar 3. Skema perpindahan kalor secara konduksi

Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikelpartikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar. Energi kinetik yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas. Besarnya


(10)

aliran kalor secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: (Nurachmandani, 2009).

Q

t =H=k x A x ∆T

d ...(2.9)

Keterangan:

Q : banyak kalor yang mengalir (J)

A : luas permukaan (m2)

∆ T : perbedaan suhu dua permukaan (K)

d : tebal lapisan (m)

k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K)

t : lamanya kalor mengalir (s)

H : kelajuan hantaran kalor (J/s)

Setiap zat memiliki konduktivitas termal yang berbeda-beda. Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 5. Tabel Konduktivitas Termal Beberapa Zat Nama Zat Konduktifitas termal (W/m0C)

Udara 0,024

Hidrogen 0,14

Oksigen 0,023

Beton 0,6

Kaca 0,8

Es 1,6

Batu 0,04

Kayu 0,12-0,14

Tembaga 385

Baja 50,2

Alumunium 205

(Sumber: Nurachmandani, 2009)

Ditinjau dari konduktivitas termal (daya hantar kalor), benda dibedakan menjadi dua macam, yaitu konduktor kalor dan isolator kalor. Konduktor kalor adalah benda yang mudah menghantarkan kalor. Hampir semua logam termasuk konduktor kalor, seperti aluminium, timbal, besi, baja, dan tembaga. Isolator kalor


(11)

adalah zat yang sulit menghantarkan kalor. Bahanbahan bukan logam biasanya termasuk isolator kalor, seperti kayu, karet, plastik, kaca, mika, dan kertas. Berikut contoh alat-alat yang menggunakan bahan isolator dan konduktor kalor (Nurachmandani, 2009).

a) Alat-alat yang menggunakan bahan isolator kalor, antara lain i. pegangan panci presto,

ii. Pegangan setrika, dan iii. pegangan solder.

b) Alat-alat yang menggunakan bahan konduktor kalor, antara lain: i. Kawat kasa,

ii. Alat-alat untuk memasak, iii. Setrika listrik, dan

iv. Kompor listrik. 2. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat (Nurachmandani, 2009:). Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa jenis zat. Konveksi air banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sistem aliran air panas di hotel, apartemen, atau perusahaan-perusahaan besar.

Contoh konveksi udara dalam kehidupan sehari-hari, antara lain, sebagai berikut.

1) Sistem ventilasi rumah. Udara panas di dalam rumah akan bergerak naik dan keluar melalui ventilasi. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin melalui ventilasi yang lain sehingga udara di dalam rumah lebih segar.

2) Cerobong asap pabrik. Pada pabrik-pabrik, udara di sekitar tungku pemanas suhunya lebih tinggi daripada udara luar, sehingga asap pabrik yang massa jenisnya lebih kecil dari udara luar akan bergerak naik melalui cerobong asap.


(12)

3) Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Udara di daratan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin dari laut, maka terjadilah angin laut. Sebaliknya, pada malam hari daratan lebih cepat dingin daripada lautan. Udara di atas laut memuai, massa jenisnya mengecil dan bergerak ke atas. Tempat yang ditinggalkannya akan diisi oleh udara dingin dari darat, maka terjadilah angin darat

Gambar 4. Proses terjadinya angin darat dan angin laut

Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagi berikut.

H = h · A. ∆ t4 ....(2.10)

Keterangan

H : laju perpindahan kalor (W)

A : luas permukaan benda (m² )

∆ T : T2-- T1 perbedaan suhu (K atau ° C)

h : koefisien konveksi (Wm-2K-4 atau Wm-2(°C)4)

3. Radiasi


(13)

Diantara matahari dan bumi juga terdapat ruang hampa yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan kalor. Dengan demikian, perpindahan kalor dari matahari sampai ke bumi tidak memerlukan perantara. Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi

(Nurachmandani, 2009). Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik.

Laju radiasi dari permukaan suatu benda berbanding lurus dengan luas penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya, dan tergantung sifat permukaan benda tersebut. Secara matematis dapat di tulis sebagai berikut (Nurachmandani, 2009):

H=A . e . σ T4 ...(2.11) Keterangan:

H : laju radiasi (W)

A : luas penampang benda (m2)

T : suhu mutlak (K)

e : emisitas bahan


(1)

Q = Banyaknya kalor yang diterima /dilepas (J/kal) m = Massa zat (kg)

Kalor laten uap atau kalor uap adalah kalor yang diperlukan untuk mengubah wujud 1 kg zat cair menjadi uap pada titik didih normal. Kalor uap disebut juga kalor didih. Kalor yang dilepaskan untuk mengubah wujud 1 kg uap menjadi cair dan titik didih normalnya disebut kalor laten embun atau kalor embun. Hasil percobaan menunjukkan bahwa untuk zat yang sama, kalor didih = kalor embun. Istilah kalor didih paling umum digunakan dan diberi lambang Lv. Jika banyaknya kalor yang diperlukan untuk mendidihkan zat yang massanya m kg adalah Q joule (Kanginan, 2007: 241) dapat ditulis:

Lv

=

Qm ...(2.8) Dengan : Lv = Kalor didih (J/kg)

Q = Banyaknya kalor yang diterima atau dilepas (J,kal) m = Massa zat (kg)

Kalor merupakan faktor yang mempengaruhi perubahan wujud suatu zat. Suatu zat dapat berubah wujud dari padat ke cair, cair ke gas, padat ke gas dan sebaliknya akibat penyerapan dan pelepasan kalor. Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi perubahan wujud suatu zat, yaitu tekanan dan ketidakmurnian. Tekanan dan ketidakmurnian berpengaruh pada kenaikkan titik didih dan penurunan titik beku. Semakin tinggi tekanan dan konsentrasi ketidakmurnian suatu zat, maka titik didihnya semakin tinggi dan tidak bekunya semakin rendah. Tekanan udara dalam keadaan normal semakin besar apabila posisi wilayah


(2)

semakin tinggi. Oleh karena itu, titik didih di daerah pegunungan akan semakin besar dibandingkan didaerah rendah (Supiyanto, 2007: 161).

2.5.3 Perpindahan Kalor

Kalor merupakan energi yang dapat berpindah dari benda yang bersuhu tinggi ke benda yang bersuhu rendah. Ada tiga cara kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain, yaitu konduksi, kenveksi, dan radiasi (Nurachmandani,b2009:v165)

1. Konduksi

Jika sepotong sendok makan yang Anda bakar pada api lilin, lama kelamaan tangan Anda merasakan hangat dan akhirnya panas. Peristiwa perpindahan kalor melalui suatu zat tanpa disertai dengan perpindahan partikel-partikelnya disebut konduksi (Nurachmandani, 2009)

Gambar 3. Skema perpindahan kalor secara konduksi

Perpindahan kalor dengan cara konduksi disebabkan karena partikelpartikel penyusun ujung zat yang bersentuhan dengan sumber kalor bergetar. Makin besar getarannya, maka energi kinetiknya juga makin besar. Energi kinetik yang besar menyebabkan partikel tersebut menyentuh partikel di dekatnya, demikian seterusnya sampai akhirnya Anda merasakan panas. Besarnya


(3)

aliran kalor secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut: (Nurachmandani, 2009).

Q

t =H=k x A x ∆T

d ...(2.9) Keterangan:

Q : banyak kalor yang mengalir (J) A : luas permukaan (m2)

∆ T : perbedaan suhu dua permukaan (K) d : tebal lapisan (m)

k : konduktivitas termal daya hantar panas (J/ms K) t : lamanya kalor mengalir (s)

H : kelajuan hantaran kalor (J/s)

Setiap zat memiliki konduktivitas termal yang berbeda-beda. Konduktivitas termal beberapa zat ditunjukkan pada tabel berikut.

Tabel 5. Tabel Konduktivitas Termal Beberapa Zat Nama Zat Konduktifitas termal (W/m0C)

Udara 0,024

Hidrogen 0,14

Oksigen 0,023

Beton 0,6

Kaca 0,8

Es 1,6

Batu 0,04

Kayu 0,12-0,14

Tembaga 385

Baja 50,2

Alumunium 205

(Sumber: Nurachmandani, 2009)

Ditinjau dari konduktivitas termal (daya hantar kalor), benda dibedakan menjadi dua macam, yaitu konduktor kalor dan isolator kalor. Konduktor kalor adalah benda yang mudah menghantarkan kalor. Hampir semua logam termasuk konduktor kalor, seperti aluminium, timbal, besi, baja, dan tembaga. Isolator kalor


(4)

adalah zat yang sulit menghantarkan kalor. Bahanbahan bukan logam biasanya termasuk isolator kalor, seperti kayu, karet, plastik, kaca, mika, dan kertas. Berikut contoh alat-alat yang menggunakan bahan isolator dan konduktor kalor (Nurachmandani, 2009).

a) Alat-alat yang menggunakan bahan isolator kalor, antara lain i. pegangan panci presto,

ii. Pegangan setrika, dan iii. pegangan solder.

b) Alat-alat yang menggunakan bahan konduktor kalor, antara lain: i. Kawat kasa,

ii. Alat-alat untuk memasak, iii. Setrika listrik, dan

iv. Kompor listrik.

2. Konveksi

Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai dengan perpindahan partikel-partikel zat (Nurachmandani, 2009:). Perpindahan kalor secara konveksi dapat terjadi pada zat cair dan gas. Perpindahan kalor secara konveksi terjadi karena adanya perbedaan massa jenis zat. Konveksi air banyak dimanfaatkan dalam pembuatan sistem aliran air panas di hotel, apartemen, atau perusahaan-perusahaan besar.

Contoh konveksi udara dalam kehidupan sehari-hari, antara lain, sebagai berikut.

1) Sistem ventilasi rumah. Udara panas di dalam rumah akan bergerak naik dan keluar melalui ventilasi. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin melalui ventilasi yang lain sehingga udara di dalam rumah lebih segar.

2) Cerobong asap pabrik. Pada pabrik-pabrik, udara di sekitar tungku pemanas suhunya lebih tinggi daripada udara luar, sehingga asap pabrik yang massa jenisnya lebih kecil dari udara luar akan bergerak naik melalui cerobong asap.


(5)

3) Angin laut dan angin darat. Pada siang hari daratan lebih cepat panas daripada lautan. Udara di daratan memuai sehingga massa jenisnya mengecil dan bergerak naik ke atas. Tempat yang ditinggalkan akan diisi oleh udara dingin dari laut, maka terjadilah angin laut. Sebaliknya, pada malam hari daratan lebih cepat dingin daripada lautan. Udara di atas laut memuai, massa jenisnya mengecil dan bergerak ke atas. Tempat yang ditinggalkannya akan diisi oleh udara dingin dari darat, maka terjadilah angin darat

Gambar 4. Proses terjadinya angin darat dan angin laut

Adapun secara empiris laju perpindahan kalor secara konveksi dapat dirumuskan sebagi berikut.

H = h · A. ∆ t4 ...(2.10) Keterangan

H : laju perpindahan kalor (W) A : luas permukaan benda (m² )

∆ T : T2-- T1 perbedaan suhu (K atau ° C)

h : koefisien konveksi (Wm-2K-4 atau Wm-2(°C)4)

3. Radiasi


(6)

Diantara matahari dan bumi juga terdapat ruang hampa yang tidak memungkinkan terjadinya perpindahan kalor. Dengan demikian, perpindahan kalor dari matahari sampai ke bumi tidak memerlukan perantara. Perpindahan kalor yang tidak memerlukan zat perantara (medium) disebut radiasi (Nurachmandani, 2009). Setiap benda mengeluarkan energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik.

Laju radiasi dari permukaan suatu benda berbanding lurus dengan luas penampang, berbanding lurus dengan pangkat empat suhu mutlaknya, dan tergantung sifat permukaan benda tersebut. Secara matematis dapat di tulis sebagai berikut (Nurachmandani, 2009):

H=A . e . σ T4 ...(2.11) Keterangan:

H : laju radiasi (W)

A : luas penampang benda (m2) T : suhu mutlak (K)

e : emisitas bahan