Hubungan Kesimetrisan Klasifikasi Molar Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula Pada Mahasiswi FKG Usu

Lampiran 1
DEPARTEMEN ORTODONSIA
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

HUBUNGAN KESIMETRISAN KLASIFIKASI MOLAR TERHADAP
GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA MAHASISWI FKG USU

No

:

Tanggal :
Nama Responden :
Stambuk

:

Umur Responden :
No Telepon


:
:

A. Riwayat Pemakaian Ortodonti
1. Apakah anda pernah atau sedang menjalani perawatan ortodontik?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah gigi geligi anda lengkap samapi M2 (tidak boleh ada radiks) ?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah salah satu gigi posterior anda terpapar karies (kecuali karies pit dan
fisur) ?
a. Ya
b. Tidak

4. Apakah anda mempunyai kelainan kongenital seperti celah bibir dan palatum?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda pernah mengalami trauma pada kepala?
a. Ya

b. Tidak
6. Apakah anda memiliki kebiasaan buruk seperti clenching, bruxism dan
mengunyah pada satu sisi?
a. Ya, sebutkan :
b. Tidak
7. Apakah anda sedang mengkonsumsi obat-obatan dari dokter?
a. Ya, sebutkan nama obat :
b. Tidak

Lampiran 2

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN

Salam sejahtera,
Perkenalkan, nama saya Meyke Rotua Simorangkir. Saya adalah mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi USU dan saat ini saya sedang menjalani penelitian di
Departemen Ortodonsia Kedokteran Fakultas Kedokteran Gigi USU. Saya sedang
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Kesimetrisan Klasifikasi Molar
Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula Pada Mahasiswi FKG USU”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian kasus gangguan sendi

temporomandibula yang dihubungkan dengan kesimetrisan klasifikasi molar sehingga
dapat menjadi dasar pertimbangan dalam membuat rencana perawatan dalam ortodonti.
Penelitian ini dilakukan oleh saya sendiri. Saya akan memberikan lembar
kuesioner untuk diisi oleh Saudari yang berisi beberapa pertanyaan sehubungan dengan
data pribadi, riwayat ortodonti. Kemudian saya akan melakukan pemeriksaan berupa
pemeriksaan terhadap sususnan gigi dan pemeriksaan sendi temporomandibula.
Pemeriksaan akan dilakukan sekitar 30 menit.
Jika Saudari termasuk dalam kriteria penelitian ini, maka saya akan meminta
kesediaan Saudari untuk menjadi subjek penelitian ini dengan memberikan lembar
persetujuan setelah penjelasan (Informed Consent) untuk ditandatangani. Perlu
diketahui bahwa surat kesediaan tidak mengikat dan Saudari dapat mengundurkan diri
dari penelitian ini kapan saja selama penelitian ini berlangsung.

Pada penelitian ini saudari tidak dikenakan biaya atau gratis dan saya akan
memberikan tanda terimakasih kepada Saudari atas kesediaannya menjadi subjek
penelitian ini. Semoga penelitian berjalan dengan baik dan bermanfaat untuk semua
pihak.
Atas kesediaan Saudari saya ucapkan terima kasih.

Medan,


2016

Meyke Rotua Simorangkir

Lampiran 3
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN
(INFORMED CONSENT)

Setelah membaca dan mendengar semua keterangan tentang keuntungan, risiko, dan
hak-hak saya sebagai subjek penelitian yang berjudul:
“Hubungan

Kesimetrisan

Klasifikasi

Molar

Terhadap


Gangguan

Sendi

Temporomandibula Pada Mahasiswi FKG USU”

Maka saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama

: ................................................

Alamat

: ................................................

No. Telepon/ Hp

: ................................................


Dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan bersedia berpartisipasi dalam penelitian
tersebut diatas. Apabila saya ingin mengundurkan diri, kepada saya tidak dituntut
apapun.

Medan, ....................................2016
Yang menyetujui,

Subjek Penelitian

(.........................................)

Lampiran 4
A.Pemeriksaan Maloklusi
No

Maloklusi

Hasil
Pemeriksaan


1

Hubungan Molar Klas I

2

Hubungan Molar Klas II

3

Hubungan Molar Klas II subdivisi

4

Hubungan Molar Klas III

5

Hubungan Molar Klas III subdivisi


B. Pencatatan Gangguan Sendi Temporomandibula Akibat Maloklusi Pada
Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi USU
1.Lembar Kuesioner (Fonseca’s Questionnaire)
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Pertanyaan
Apakah sulit bagi anda untuk membuka mulut?
Apakah sulit bagi anda untuk menggerakkan
mandibula anda dari satu sisi ke sisi yang lain?
Apakah terasa lelah jika anda sedang

mengunyah?
Apakah anda sering sakit kepala?
Apakah anda memiliki rasa sakit atau nyeri pada
leher?
Apakah anda ada rasa nyeri yang anda rasakan
dari sensi kraniomandibular?
Apakah anda merasakan bunyi pada saat
membuka mulut pada sendi temporomandibular?
Apakah anda sering menggertakkan gigi?
Apakah anda merasa tidak memiliki artikulasi
yang baik?
Apakah anda sering gugup/tegang?
Jumlah Score
TOTAL SCORE

Ya

Kadang-kadang

Tidak


Keterangan :
Tidak

:0

Kadang-kadang : 5
Ya

: 10

Tidak ada gangguan sendi temporomandibula

: 0-15

Gangguan sendi temporomandibula ringan

: 20-40

Gangguan sendi temporomandibula sedang


: 45-65

Gangguan sendi temporomandibula berat

: 70-100

2. Lembar Pencatatan Hasil Pemeriksaan Klinis Sendi Temporomandibula
(Helkimo 1974)
Tanda yang didapat dari pemeriksaan klinis
Range of Motion (ROM) dari modified mobility index:
a. Normal ROM ≥ 40 mm
b. ROM 30
c. ROM < 30 mm
Fungsi sendi temporomandibula yang abnormal
a. Pada pergerakan rahang secara perlahan, tidak
menimbulkan bunyi di sendi temporomandibula, atau
deviasi ≤ 2mm saat pergerakan membuka atau menutup
rahang
b. Rahang terkunci dan atau luksasi pada sendi
temporomandibula
c. Rahang terkunci dan atau luksasi pada sendi
temporomandibula
Nyeri pada otot
a. Pada palpasi otot mastikasi tidak ada nyeri tekan
b. Pada palpasi di 1 –3 tempat terdapat nyeri tekan
c. Pada palpasi di ≥ 4 tempat terdapat nyeri tekan
Nyeri pada sendi temporomandibula
a. Tidak ada nyeri tekan ketika di palpasi
b. Pada palpasi di daerah lateral terdapat nyeri tekan
c. Pada palpasi di daerah posterior terdapat nyeri tekan
Nyeri pada pergerakan mandibula
a. Tidak ada nyeri saat menggerakkan mandibula
b. Ada nyeri pada satu kali pergerakan rahang
c. Ada nyeri pada dua atau lebih pergerakan rahang
TOTAL SCORE

Keterangan :
Tidak ada gangguan sendi temporomandibula

:0

Gangguan sendi temporomandibula ringan

: 1-4

Gangguan sendi temporomandibula sedang

: 5-9

Gangguan sendi temporomandibula berat

: 10-25

Poin
0
1
5
0

1

5

0
1
5
0
1
5
0
1
5

Lampiran 5
RINCIAN BIAYA PENELITIAN

HUBUNGAN KESIMETRISAN KLASIFIKASI MOLAR TERHADAP GANGGUAN
SENDI TEMPOROMANDIBULA PADA MAHASISWI FKG USU

Besar biaya yang diperlukan pada penelitian ini dalah sebesar dua juta tiga ratus
Sembilan puluh ribu rupiah dengan rincian sebagai berikut:
Biaya alat dan bahan

: Rp 1.500.000,00

Biaya fotocopy kuesioner

: Rp

30.000,00

Biaya souvenir

: Rp

560.000,00

Biaya penggandaan proposal dan hasil penelitian

: Rp

300.000,00
+

Jumlah

Biaya penelitian ditanggung sendiri oleh peneliti

: Rp 2.390.000,00

Lampiran 7
Klasifikasi
Maloklusi Angle

Kesimetrisan Molar

Kiri

Simetri

No

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas II
Klas I
Klas III
Klas I
Klas II
Klas I
Klas I
Klas II
Klas I
Klas II
Klas I
Klas I
Klas III
Klas III
Klas III
Klas I

Kanan
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas II
Klas I
Klas I
Klas I
Klas II
Klas I
Klas III
Klas I
Klas I
Klas II
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I

Asimetri

Gangguan Sendi Temporomandibular
Pemeriksaan Klinis ( Helkimo Dysfunction
Index)
Fonseca
Questionnare
(+)
Positif
Negatif
Ringan
Sedang Berat
(-)
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*

*
*
*

*
*
*
*
*

*
*

*
*

*

*

*
*
*

*

*

*
*

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48

Klas I
Kas I
Kls I
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I
Klas II
Klas II
Klas III
Klas I
Klas I
Klas I
Klas II
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I

Klas III
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I
Klas I
Klas II
Klas II
Klas II
Klas III
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I
Klas I

*
*
*

*
*
*

*
*

*

*
*

*
*
*

*
*
*

*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*

*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70

Klas III
Klas III
Klas I
Klas I
Klas I
Klas III
Klas III
Klas III
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas I
Klas II
Klas II
Klas III
Klas II
Klas I
Klas I

Klas III
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas III
Klas III
Klas I
Klas III
Klas I
Klas I
Klas III
Klas I
Klas I
Klas II
Klas I
Klas I
Klas II
Klas III
Klas I
Klas III
Klas III

simetri

:40

asimetri

:30

*
*

*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*

*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*

*
*
*

*
*
*
*

*
*
*

43

DAFTAR PUSTAKA
1. Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nded. New Delhi: Jaypee,2007: 1, 3-4, 678, 128-30, 159, 169.
2. Moyers RE. Handbook of Orthodontics. 4th ed. Chicago: Year Book Medical
Publishers,1988: 3-4.
3. Bhalajhi SI. orthodontics The art and Science. 3 rd ed. New delhi: Arya (MEDI)
Publishing House,2003: 1-3, 81.
4. Garbin A, Perin P, Garbin C, Lolli L. Malocclusion prevalence and comparison
between the angle classification and the dental aestetic index in scholars in the
interior of sao paulo state. Dent press J orthod. 2010; 15(4): 94-102.
5. Laguhi V, Anindita P, Gunawan P. Gambaran maloklusi dengan menggunakan
hmar pada pasien di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Sam Ratulangi
Manado. J E-Gigi 2014; 2 (2).
6. Halicioglu K, Celikoglu M, Buyuk SK, Sekerci AE, Candirli C. Effects of early
unilateral mandibular first molar extraction on condylar and ramal vertical
asymmetry. Eur J Dent. 2014;8(2): 178-83.
7. Winocur E, Emodi-Perlman A. Occlusion, orthodontic treatment and
temporomandibular disorder: myths and scientific evidences. 2012: 327-34
8. Basafa M, Shabee M. Prevalence of tmj disorder among students and its relation
to malocclusion. The Iranian J Of Otorhinolaryngology. 2006; 18(45): 53-69
9. Kawala B, Minch L, Antoszewska J. Temporomandibular dysfunction and
malocclusion in young adult males- a clinical examination in a medical
experiment. Adv Clin Exp Med. 2011;20(5): 635-39
10. Perez L, Camacho M, Frechero N, Roaf P, Solis C, Gio E, Maupome G.
Malocclusion and tmj disorder in teenagers from private and public schools in
mexyco city. Med Oral Patol Oral Cir Bucal.2013; 18(2):312-218.
11. Mora JB, Escalona EE, Labruzzi CA, Carrera JL,

Jimenez E, Reina ES. The

relationship between maloclusion, benign joint hypermobility syndrome,
condylar position and tmd symptoms. Journal of Craniomandibular Practice.
2012; 30(2): 1-10.

44

12. Manfredini D, Perinneti G, Stellini E, Leonardo BI, Nardini LG. Prevalance of
static

and

dynamic

dental

malocclusion

features

in

subgroups

of

temporomandibular disorder patient: Implications for the epidemiology of the
TMD-occlusion association.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/25386633
13. Sugiaman D, Himawan L, Fardaniaj S. Relationship of occlusal schemes with
the occurrence of temporomandibular disorder. J of Dentistry Indonesia. 2011;
18(3): 63-7
14. Rakosi T, Jonas I, Graber T. Orthodontic Diagnosis. Jerman; Thieme.1993: 93140.
15. Foster TD. A Textbook Of Orthodontic. London. Blackwell Sciebtific
Publication. 24-43.
16. Scrivani SJ, Keith DA, Kaban LB. Temporomandibular disorders. N Engl J
Med. 2008; 359(25): 2693-705.
17. Bhat Sonia. Etiology of temporomandibular disorders: the journey so far.
International Dentistry SA. 12(4): 88-92.
18. Roda RP, Bagan JV, Fernandez JMD, Bazan SH, Soriano YJ. Review of
temporomandibular joint pathology. Part I: Classification, epidemiology and risk
factor. Med Oral patol Oral Cir Bucal. 2007; 12:E295-8.
19. Wright E. Manual of temporomandibular disorders. Berlin; Blackwell
Munksgaards. 2005: 32-47, 303-15.
20. Buescher JJ. Temporomandibular Joint Disorders. American Family Physician.
2007; 76: 1477-84.
21. Manfredini D, Bucci MB, Nardini LG. The Diagnostic process for
temporomandibular disorder. Stomatologija, Baltic Dental and Maxillofacial
Journal. 2007; 9: 35-9.
22. Schiffman E et al. Diagnostic criteria for temporomandibular disorder
(DC/TMD) for clinical and research application: recommendation of the
interntional RDC/TMD consortium network and orofacial pain special interest
group. Journal of Oral and Facial Pain and Headache. 2014; 28 (1): 6-27.

45

23. Liu

F,

steinkeler

A.

Epidemiology,

diagnosis,

and

treatment

of

temporomandibular disorders. Dent Clin N Am. 2013; 57: 465-79.
24. Gill DS, Naini FB, eds. Orthodontics: principles and practice. 1st ed., London:
Wiley-Blackwell, 2011:29,99-100.
25. Shofi N, Cholil, Sukmana BI. Deskripsi kasus temporomandibular disorder pada
pasien di RSUD Ulin Banjarmasin bulan Juni-Agustus 2013 tinjauan
berdasarkan jenis kelamin, etiologi dan klasifikasi. Dentino (Jur.Ked.Gigi) 2014;
2(1): 70-73.
26. Kurt G, Uysal T, Silman Y, Ramoglu SI. Mandibular asymmetry in class II
subdivision malocclusion. Angel Orthodontist 2008; 78(1): 32-37.)
27. Janson G, Araki J, Estelita s, Camardella LT. Stability of class II subdivision
malocclusion treatment with 3 and 4 premolar extraction. Progress in
Orthodopntics. 2014:1-6.
28. Klasser GD, Greene CS. The changing field of temporomandibular disorder:
what dentist to know. JCDA 2009; 75(1): 49-53.

24

BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian cross
sectional, untuk mengetahui hubungan asimetri klasifikasi molar dengan terjadinya
gangguan STM pada mahasiswi FKG USU .

3.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Departemen Ortodonti dan Prostodonti Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara pada bulan Agustus 2015-Maret 2016.

3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswi yang sedang mengikuti
perkuliahan dan kepaniteraan klinik di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.

3.3.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu:
1. Mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang
sedang mengikuti perkuliahan dan kepaniteraan klinik.
2. Usia ≥18 tahun.
3. Mahasiswi FKG USU dengan gigi geligi lengkap sampai M2.
4. Belum pernah dan tidak sedang dalam perawatan ortodonti.

3.3.2 Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu :
1. Mahasiswi memiliki kelainan kongenital, misalnya celah bibir dan palatum.
2. Mahasisiwi memiliki deformitas yang disebabkan oleh trauma.

25

3. Mahasiswi memiliki karies yang besar pada gigi posterior.
4. Mahasiswi yang memiliki kebiasaan buruk seperti bruxism, kebiasaan
mengunyah pada satu sisi.
5. Mahasiswi sedang mengkonsumsi obat-obatan tertentu dari dokter, misalnya
anti konvulsan dan anti depresan.

3.3.3 Besar Sampel

Keterangan:
n

: Besar sampel minimum



: Nilai

distribusi normal baku ( tabel Z) pada α tertentu

(5%


: Nilai

Z α score = 1,96)
distribusi normal baku ( tabel Z) pada β tertentu

(15%

Z β score = 1,284)

Po

: Proporsi dari penelitian yang telah ada.(Jika tidak ada dianggap 0,5)

Pa

: Proporsi dari penelitian yang telah ada ditambah 20%

Pa-Po : Kesalahan yang dapat di tolerir (20%)

Hasil perhitungan:

26

Berdasarkan hasil perhitungan rumus diatas didapatkan jumlah sampel minimal
sebesar 62 orang. Untuk menghindari terjadinya drop out sampel penelitian ditambah
sebesar ± 10% dari sampel yang ditentukan. Oleh karena itu jumlah sampel pada
penelitian ini 70 orang.

3.4 Variabel dan definisi Operasional
3.4.1 Variabel
1. Variabel bebas

: Kesimetrisan Klasifikasi Molar

2. Variabel tergantung

: Gangguan Sendi temporomandibula (STM)

3. Variabel terkendali

: Jenis kelamin, usia dan pekerjaan

4. Variabel tak terkendali

: Psikologi seperti stress, maloklusi lain seperti
overbite dan overjet

3.4.2 Definisi Operasional

No
1

Variabel
Kesimetrisan
Klasifikasi
Molar

Defenisi
Operasional
Simetri
:
Berdasarkan
klasifikasi
hubungan molar
Angle, dilihat
bahwa
hubungan molar
pada sisi kiri
dan kanan sama
pada saat oklusi
sentrik.

Cara
Penguku
ran
Visual
(pada
studi
model)

Hasil
Pengukuran

Skala
penguk
uran

27

No

Variabel

Defenisi Operasional
Asimetri
:
Berdasarkan
klasifikasi hubungan
molar Angle, dilihat
bahwa
hubungan
molar pada sisi kiri
berbeda dengan sisi
kanan pada saat oklusi
sentrik. Misalnya, satu
sisi klas II atau klas III
dan sisi lainnya lagi
klas I (subdivisi).

2

Ganguan Sendi Sekumpulan
gejala
Temporomandi dan tanda yang timbul
bula
dan melibatkan otot
mastikasi,
sendi
temporomandibula
dan struktur terkait.
Gejala dan tanda
ditandai
dengan
Helkimo Dysfunction
Index (+) walaupun
Fonseca’s
Questionaire (-)

Cara
Penguku
ran

Hasil
Pengukuran

Visual
(pada
studi
model)

1.
1.
Fonseca’s
Fonseca’s
Quesionnaire
Quesionn 0-15
: Tidak
aire
ada
2.Helkimo
gangguan
Dysfuncti 20-100 : Ada
on Index
gangguan
2.
Helkimo
Dysfunction Index
0 : Tidak ada
gangguan
1-25
:
Ada
gangguan

Skala
peng
ukur
an

28

3.5 Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1 Alat
1. Rubber bowl
2. Spatula plastik
3. Sendok cetak
4. Stetoskop
5. Dental unit
6. Hand scone
7. Masker
8. Alas kerja
9. Kaliper

3.5.2 Bahan
1. kuesioner
2. Alginate
3. Dental Stone

A

B

C

D

E

Gambar 7. Alat-alat A.Kaliper, B. Alginate, C.Rubber bowl, D.Spatula plastik,
E. Stetoskop, F. Dental stone, H. Sendok cetak

29

3.6 Prosedur penelitian
1. Peneliti mengurus surat izin dari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatera Utara dan surat persetujuan penelitian dari Komisi Etik Penelitian Bidang
Kesehatan.
2. Peneliti menyebarkan kuesioner kepada mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria
inklusi.
3. Peneliti memberikan lembar penjelasan kepada subjek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi.
4. Peneliti memberikan lembar persetujuan kepada Mahasiswi FKG USU yang
bersedia menjadi subjek penelitian.
5. Peneliti melakukan pencetakan rahang untuk memperoleh model studi di
Departemen Ortodonti.
6. Peneliti mengambil gigitan malam untuk mendapatkan rekam gigitan subjek
dalam keadaan oklusi sentrik.
a. Malam dibentuk seperti tapal kuda dengan ketebalan 4-6 mm
b. Letakkan malam pada rongga mulut pasien kemudian instruksikan
pasien untuk oklusi sentrik.
7. Peneliti melakukan pencatatan hubungan molar pada model studi berdasarkan
klasifikasi Angle. Kemudian dikelompokkan lagi menjadi simetris dan asimetris.

Gambar 8. Klasifikasi molar simetris (kiri) dan asimetris (kanan)

30

8. Peneliti menjelaskan kuesioner Fonseca kepada subjek penelitian.
Kuesioner terdiri dari lima belas pertanyaan mengenai gejala gangguan STM.
Gejala meliputi sulit atau tidaknya membuka mulut, frekuensi sakit kepala, nyeri leher,
sakit pada sendi kraniomandibular, adanya bunyi pada sendi, artikulasi serta perasaan
gugup atau tegang yang dialami. Setiap pertanyaan pada kuesioner ini terdiri atas tiga
pilihan jawaban yaitu : tidak mengalami, kadang-kadang, dan sering mengalami
kelainan. Adapun nilai untuk penilaian dari ketiga pilihan jawaban tersebut menurut
Fonseca’s Questionnare sabagai berikut:20,21






Tidak : 0
Kadang-kadang: 5
Ya: 10

Setiap nilai yang terkumpul dari pilihan jawaban dalam pertanyaan tersebut dilakukan
penjumlahan, sehingga setiap lembar kuesioner yang dijawab oleh sampel akan
menghasilkan kriteria gangguan, yang dibagi dalam empat kriteria gangguan. Adapun
nilai untuk kriteria kelainan menurut Fonseca’s Questionnare, sebagai berikut :








Tidak ada gangguan STM

: 0-15

Gangguan STM ringan

: 20-40

Gangguan STM sedang

: 45-65

Gangguan STM berat

: 70-100

Pada penelitian ini disimpulkan total nilai 0-15 responden dinyatakan tidak
memiliki gangguan STM. Namun, Total nilai 20-100 dinyatakan mengalami gangguan
STM.
9. Peneliti melakukan pemeriksaan klinis pada sendi temporomandibula
berdasarkan indeks disfungsi yaitu Helkimo Dysfunction Index (dilakukan di
Departemen Ortodonti) yang terdiri dari:

31

a. Pengukuran Jarak Pembukaan mulut maksimal
Pembukaan mulut diukur dari tepi insisal rahang atas ke tepi insisal rahang
bawah.

Gambar 9. Pemeriksaan pembukaan rahang

b. Penurunan fungsi sendi temporomandibula
Dalam memeriksa fungsu sendi temporomandibula dilakukan dengan dua hal
yaitu, auskultasi dengan menggunakan stetoskop untuk mengetahui adanya bunyi sendi
dan pengukuran jarak deviasi pada pasien dengan melakukan gerakan membuka dan
menutup mulut.
A

B

Gambar 10. A. Pemeriksaan deviasi, B. Pemeriksaan bunyi sendi

c. Nyeri otot
Pemeriksaan pada otot mastikasi disekitar wajah dengan palpasi otot maseter
dan otot temporal

32
 Otot masseter

diraba secara bilateral dengan menggunakan jari. Jari

ditempatkan pada daerah zygomatik kemudian menekan sambil turun ke
daerah inferior ramus

 Otot temporalis dipalpasi pada tiga daerah yaitu anterior, bagian tengah, dan
posterior. Pada anterior dilakukan palpasi secara bilateral pada daerah
sekitar 1 inci di belakang sudut mata dan di atas lengkungan zygomatikus.
Pada otot temporalis bagian tengah dilakukan palpasi pada daerah sekitar 2
inci diatas sendi temporomandibula dan bagian posterior berada dibelakang
telinga

 Otot trapezius dipalpasi pada daerah dasar tengkorak yaitu daerah leher
sekitar 1 inci dibawah dasar tengkorak

 Otot sternocleidomastoid berada pada bagian kanan dan kiri leher. Otot ini
dideteksi dengan cara menekan daerah otot sternocleidomastoid dengan ibu
jari dan jari telunjuk

 Otot pterygoid palpasi sepanjang daerah alveolar ridge maksila sampai ke
daerah yang paling posterior vestibulum

33

A

B

C

D

E

Gambar 11. A. Palpasi otot masseter, B. Palpasi otot temporalis C. Palpasi otot
trapezius, D. Palpasi otot sternocleido, E. Palpasi otot pterygoid

d. Pemeriksaan pada sendi temporomandibula
Pemeriksaan ini dilakukan palpasi pada bagian lateral dan posterior sendi
temporomandibula
e. Nyeri pada pergerakan mandibula
Pemeriksaan dilakukan dengan mengamati ada tidaknya nyeri pada sendi saat
pasien menggerakkan mandibula ke lateral kanan dan lateral kiri.

34

Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang dilakukan, peneliti akan memberi
penilaian pada setiap tanda klinis yang ditemukan oleh responden. Adapun penilaian
tersebut dikelompokkan kedalam tiga kategori, yaitu :






0 : normal
1 : ringan
5 : berat

Setiap nilai yang dikumpulkan akan dijumlahkan makan diperoleh total
keseluruhan nilai dan disesusaikan dengan kriteria gangguan fungsi sendi, yang terbagi
dalam empat kriteria, yaitu:









0

: tidak ada gangguan

1-4

: disfungsi sendi ringan

5-9

: disfungsi sendi sedang

10-25 : disfungsi sendi berat

Berdasarkan kategori tersebut, disimpulkan bahwa nilai 1-25 maka responden
dinyatakan mengalami gangguan STM
10. Setelah data hasil wawancara dan pemeriksaan klinis dari semua responden
telah diperoleh, peneliti melakukan tabulasi data. Data diolah dengan bantuan komputer.

a. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan

dan

analisis

data

komputerisasi dengan uji Chi Square.

dilakukan

dengan

menggunakan

sistem

35

BAB 4
HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
dengan dengan sampel berjumlah 70 orang mahasiswi. Data pada

penelitian ini

diperoleh dengan cara masing- masing mahasiswi tersebut akan menjawab pertanyaan
pada Fonseca’s Questionnare, kemudian dilakukan pemeriksaan kliniss sendi
temporomandibular dengan menggunakan Helkimo Dysfunction Index serta dilakukan
pencetakan rongga mulut untuk melihat klasifikasi Molar. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat hubungan kesimetrisan klasifikasi Molar terhadap gangguan sendi
temporomandibula.

Tabel 5. Prevalensi Kesimetrisan Klasifikasi Molar

Simetri
Asimetri

Klasifikasi Molar
Klas I
Klas II
Klas III
Klas II subdivisi
Klas III subdivisi

Total

Frekuensi (n)
24
6
10
6
24
70

Persentase (%)
34,3
8,6
14,2
8,6
34,3
100

Kesimetrisan klasifikasi Molar dibedakan atas simetri yaitu apabila hubungan
Molar mempunyai Klas yang sama pada kedua sisi dan klasifikasi Molar asimetri
mempunyai Klas yang

berbeda pada kedua sisi. Besarnya prevalensi maloklusi

berdasarkan klasifikasi Molar Angle pada mahasiswi FKG USU dapat dilihat pada tabel
1. Hasil penelitian menunjukkan klasifikasi Molar Klas I 34,3%, Klas II 8,6%, Klas II
subdivisi 8,6%, Klas III 14,2% dan Klas III subdivisi 34,2%. Dari tabel tersebut dapat
terlihat bahwa prevalensi klasifikasi Molar simetri sebesar 57,2% dan klasifikasi Molar
asimetri sebesar 42,8%.

36

Tabel 6. Prevalensi Kesimetrisan Klasifikasi Molar yang Disertai Gangguan Sendi
Temporomandibula Berdasarkan Kuesioner Fonseca
Kesimetrisan Klasifikasi
Molar

Gangguan STM

Simetri

Asimetri

n

n

%

%

n

%

positif

9

12,9

8

11,4

17

24,3

Negatif

31

44,3

22

31,4

53

75,7

40

57,2

30

42,8

70

100

subjektif

gangguan

Total

Pengumpulan

Total

data

untuk

pemeriksaan

sendi

temporomandibula dilakukan dengan wawancara langsung menggunakan kuesioner
Fonseca. Besarnya prevalensi kesimetrisan klasifikasi Molar yang disertai gangguan
sendi temporomandibula berdasarkan kuesioner Fonseca dapat dilihat pada tabel 2.
Berdasarkan hasil kuesioner, kelompok klasifikasi Molar simetri terdapat 12,9% (n=9)
yang mengalami gangguan STM dan 44,3% (n=31) tidak mengalami gangguan STM.
Pada kelompok klasifikasi Molar asimetri 11,4% (n=8) mengalami gangguan STM dan
31,4% (n=22) tidak mengalami gangguan STM.

Tabel 7. Prevalensi kesimetrisan Klasifikasi Molar yang Disertai Gangguan Sendi
Temporomandibula Berdasarkan Pemeriksaan Klinis dengan Helkimo Disfunction Index

Gangguan STM
Total

Positif
Negatif

Kesimetrisan Klasifikasi
Molar
Simetris
Asimetris
n
%
n
%
34
48,6 20
8,6
6
28,6 10
14,2
40
77,2 30
22,8

Total
n
54
16
70

%
57,2
42,8
100

Pengumpulan data untuk pemeriksaan klinis gangguan sendi temporomandibula
dilakukan dengan Helkimo Dysfunction Index. Pemeriksaan objektif ini terdiri dari
pemeriksaan pembukaan mulut maksimal, penurunan fungsi sendi temporomandibula,

37

palpasi pada otot, palpasi pada sendi temporomandibula dan nyeri pada saat pergerakan
mandibula. Besarnya prevalensi kesimetrisan klasifikasi Molar yang disertai gangguan
sendi temporomandibula berdasarkan Helkimo Dysfunction Index dapat dilihat pada
tabel 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, kelompok klasifikasi Molar simetri
terdapat 48,6% (n=34) mengalami gangguan STM dan 8,6% (n=6) tidak mengalami
gangguan STM. Pada kelompok klasifikasi Molar asimetri terdapat 28,6%(n=20)
mengalami gangguan STM dan 14,2% (n=10) tidak mengalami gangguan STM.

Tabel 8. Hubungan kesimetrisan klasifikasi Molar terhadap gangguan sendi
temporomandibula.
Kesimetrisan
Klasifikasi Molar
Total
p
Simetris
Asimetris
n
%
n
% n
%
Positif 34
48,6 20
8,6
54
57,2
Gangguan
0,121
STM
Negatif 6
28,6 10
14,2 16
42,8
Total
40
77,2 30
22,8 70
100
*p 0,05).

38

BAB 5
PEMBAHASAN

Ada beberapa komponen yang terlibat dalam perkembangan oklusi, salah satunya
adalah ukuran rahang atas dan bawah disebabkan faktor genetik meliputi bentuk
lengkung, ukuran dan morfologi gigi, jumlah gigi yang ada, morfologi jaringan lunak
dan karakter dari bibir, lidah serta otot yang dipengaruhi faktor lingkungan .26 Pada
tahun 1899, Edward Angle mengklasifikasikan maloklusi berdasarkan hubungan
mesial-distal gigi, lengkung gigi dan rahang. Ia menilai Molar pertama permanen
rahang atas sebagai titik anatomi tetap pada rahang dan kunci oklusi. Sampai saat ini
sistem klasifikasi ini adalah yang paling sering digunakan. Sistem ini ini sederhana dan
mudah digunakan. Angle membagi klasifikasi menjadi 3 kategori, yaitu Klas I, Klas II
dan Klas III.1
Dampak dari maloklusi adalah tampilan wajah yang buruk, resiko karies yang
tinggi, penyakit periodontal, sampai gangguan pada sendi temporomandibula (STM).3,5
Gangguan STM merupakan kumpulan gejala dan tanda yang melibatkan otot
pengunyahan, STM dan struktur yang terkait. Gejala dan tanda utama dari gangguan
STM adalah rasa nyeri pada otot masseter, STM dan atau otot regio temporalis,
keterbatasan membuka mulut, dan terdapat bunyi kliking atau krepitasi.8,18
Etiologi dari gangguan STM adalah multifaktoral. faktor etiologi gangguan STM
dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu predisposisi, inisiasi, dan perpetuasi.

17,18

Oklusi merupakan salah satu faktor predisposisi dari gangguan STM, Sehingga
perawatan ortodonti modern tidak hanya mengevaluasi susunan gigi dan jaringan
pendukungnya tetapi juga mencakup semua unit fungsional dari sistem mastikasi. Oleh
karena itu pada saat ini pemeriksaan fungsional juga termasuk kedalam pemeriksaan
klinis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tipe perawatan ortodonti yang
menjadi indikasi dari suatu kasus maloklusi jika terdapat kelainan fungsi. Beberapa
aspek dalam pemeriksaan fungsional dari segi ortodonti yaitu pemeriksaan sendi
temporomandibula dan pemeriksaan disfungsi orofasial.1,3

39

Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan kesimetrisan klasifikasi Molar
tehadap gangguan STM. Kesimetrisan klasifikasi Molar dibagi menjadi simetri dan
asimetri. Klasifikasi Molar simetri yaitu apabila hubungan Molar mempunyai Klas yang
sama pada kedua sisi dan klasifikasi Molar asimetri mempunyai Klas yang berbeda
pada kedua sisi.
Berdasarkan tabel 5 terlihat prevalensi hubungan Molar pada populasi mahasiswi
FKG USU yang belum pernah mendapat perawatan orto menunjukkan

bahwa

prevalensi maloklusi berdasarkan klasifikasi Angel Klas I 34,3%, Klas II 8,6%, Klas II
subdivisi 8,6%, Klas III 14,2% dan Klas III subdivisi 34,3%. Dari hasil tersebut dapat
terlihat bahwa prevalensi klasifikasi Molar simetri sebesar 57,2% dan klasifikasi Molar
asimetri sebesar 42,8%. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Basafa pada tahun 2006 yang menunjukkan prevalensi maloklusi klas I sebesar
43%, Klas II sebesar 19,2% dan Klas III sebesar 19,2%. Penelitian Wijayanti
menunjukkan prevalensi maloklusi Klas I sebesar 65,3%, Klas II sebesar 31,6% dan
Klas III sebesar 3,1%.8 Perbedaan prevalensi hasil penelitian mungkin dapat disebabkan
oleh perbedaan geografis dan usia sampel penelitan.
Tabel 6 menggambarkan penilaian kuesioner gangguan sendi temporomandibula
berdasarkan hubungan maloklusi. Jika dihubungkan dengan gangguan sendi
temporomandibula prevalensi klasifikasi Molar dengan hubungan molar yang simetri
pada sisi kiri dan kanan mengalami gangguan sendi temporomandibula sebesar 12,9%
dari keseluruhan jumlah sampel dibandingkan dengan hubungan molar yang asimetri
pada sisi kiri dan kanan mengalami gangguan sendi temporomandibula sebesar 11,4%
dari keseluruhan jumlah sampel. Hal ini dapat disebabkan oleh ketidakjujuran sampel
dalam menjawab pertanyaan kuesioner serta sampel sulit untuk mengingat rasa nyeri
yang dialaminya karena ketidaksadaran akan nyeri tersebut.
Hasil kuesioner tersebut sangat berbeda dengan hasil pada pemeriksaan klinis
dilihat dari besarnya persentase pada tabel 7 yang menunjukkan subjek dengan
klasifikasi hubungan Molar simetri yang mengalami gangguan STM sebesar 48,6% dan
subjek dengan klasifikasi Molar asimetri yang mengalami gangguan STM sebesar
28,6%. Hal ini sejalan dengan penelitian Manfredini untuk melihat maloklusi sebagai

40

faktor risiko dari gangguan sendi temporomandibula. hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa maloklusi dengan hubungan molar asimetri pada kedua sisi menunjukkan
persentase sebesar 15,8%.27 Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketidaksadaran subjek
penelitian bahwa gejala yang ada merupakan akibat dari suatu gangguan. Tanda dan
gejala yang utama dari gangguan STM adalah nyeri, kekakuan otot disekitar sendi
temporomandibular dan pada otot pengunyah, pergerakan mandibula yang tidak normal,
dan bunyi pada sendi berupa bunyi klik atau bunyi krepitasi.8,9,18 Penderita dengan
gangguan ini akan merasa tidak nyaman walaupun gangguan ini jarang disertai dengan
rasa sakit yang hebat. Gejalanya dapat berupa rasa nyeri, bunyi clicking pada sendi
mandibula. Beberapa orang yang memiliki tanda-tanda tersebut banyak yang tidak
menghiraukan. Komplikasi yang dapat terjadi yaitu dislokasi atau rahang terkunci.
Dislokasi dapat terjadi satu sisi atau dua sisi, dan dapat bersifat akut, kronis, dan
rekuren sehingga penderita akan mengalami kelemahan yang sifatnya abnormal dari
kapsula pendukung dan ligament.28
Klas II unilateral atau dalam klasifikasi Angel disebut klas II subdivisi.
merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh erupsi Molar pertama rahang bawah
lebih ke distal dalam hubungannya dengan Molar pertama rahang atas dengan posisi
normal. Keadaan yang sering menyertai maloklusi klas II subdivisi ini adalah asimetri
wajah dan dental. Maloklusi subdivisi disebabkan oleh deviasi dentoalveolar atau
skeletal serta perawatan kompromis yang membawa pada komplikasi tambahan seperti
naiknya occlusal plane, dental instability dan ketidakharmonisan temporomandibula.29
Pasien dengan maloklusi kals II subdivisi banyak yang menunjukkan pergeseran midline
gigi rahang bahang kearah sisi klas II.30 Klas III subdivisi adalah suatu keadaan
maloklusi dengan karakteristik Klas III pada satu sisi dan Klas I pada sisi lainnya.1
Hasil penelitian menunjukkan bahwa maloklusi dengan klasifikasi Molar simetri
yaitu Klas II dan Klas III subdivisi dengan prevalensi sebesar 45,7% mengalami
gangguan STM pada pemeriksaan Klinis. Hal ini dapat dihubungkan dengan oklusi
yang merupakan salah satu faktor predisposisi dari STM. Maloklusi pada penelitian ini
termasuk dalam faktor oklusi pnyebab gangguan STM. Pada penelitian ini juga didapati
11,4% tidak mengalami gangguan STM. Hal ini disebabkan karena faktor penyebab

41

gangguan sendi temporomandibula yang bersifat multifaktorial. Bell mengelompokkan
faktor penyebab gangguan sendi temporomandibula menjadi tiga kelompok yaitu faktor
inisiasi seperti trauma yang terbagi menjadi makrotrauma dan mikrotrauma, faktor
predisposisi seperti keadaan sistemik, psikologis, dan keadaan struktural dan faktor
perpetuasi seperti tingkah laku sosial, kondisi emosional.31
Berdasarkan hasil uji Chi-square pada tabel 8, diperoleh nilai p= 0,121 (p>0,05).
Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kesimetrisan
klasifikasi Molar dengan gangguan sendi temporomandibula. Keadaan ini sejalan
dengan penelitian Manfredini dkk terhadap 625 pasien dengan gangguan sendi
temporomandibula dalam kurun waktu tahun 2011 dan 2012 di Universitas Padova,
Italia

mengenai

hubungan

maloklusi

gigi

terhadap

gangguan

pada

sendi

temporomandibula dan hasilnya menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan mengenai keberadaan maloklusi dengan karakteristik asimetri hubungan
molar terhadap gangguan sendi temporomandibula.27
Hasil tersebut dapat dipengaruhi oleh etiologi gangguan STM yang bersifat
multifaktorial yang secara umum dibagi menjadi kelainan struktural dan gangguan
fungsional. Kelainan struktural adalah kelainan yang disebabkan perubahan struktur
persendian akibat gangguan pertumbuhan, trauma eksternal, dan infeksi. Gangguan
fungsional adalah masalah TMJ yang timbul akibat fungsi yang menyimpang karena
adanya kelainan pada posisi atau fungsi gigi geligi dan otot kunyah. Makro trauma
adalah tekanan yang terjadi secara langsung, dapat menyebabkan perubahan pada
bagian discus articularis dan processus condylus. Hal ini mengakibatkan penurunan
fungsi pada saat pergerakan, dan pada gangguan fungsional posisi discus articularis dan
processus condylus dapat berubah secara perlahan–lahan yang dapat menimbulkan
gejala gangguan STM.

42

BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
1. Prevalensi klasifikasi Molar simetri yang mengalami gangguan sendi
temporomandibula sebesar 45,7% dari 40 sampel dengan klasifikasi Molar simetri
sedangkan prevalensi klasifikasi Molar asimetri yang mengalami gangguan sendi
temporomanibula sebesar 27,1 % dari 30 sampel dengan klasifikasi Molar asimetri.
2. Tidak ada hubungan yang signifikan antara kesimetrisan klasifikasi Molar
dengan gangguan sendi temporomandibula.

6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar
agar diperoleh hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.
2. Etiologi gangguan sendi temporomandibula bersifat multifaktorial. Pada
penelitian ini hanya dikendalikan faktor jenis kelamin, usia dan pekerjaan sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengendalikan faktor lainnya seperti
hormonal dan psikologi.

5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Maloklusi
World Health Organization memasukkan maloklusi menjadi salah satu bagian di
bawah Handicapping Dento Facial Anomaly dan mendefinisikannya sebagai sebuah
anomali yang meyebabkan cacat atau menghambat fungsi serta memerlukan perawatan
jika cacat atau kerusakan fungsional menjadi hambatan hambatan pasien secara fisik
dan emosional.12Berdasarkan pada bagian oral maupun maksilofasial yang mengalami
kelainan, maloklusi dibagi menjadi malposisi gigi individual, malrelasi lengkung gigi
atau segmen dentoalveolar dan malrelasi hubungan skeletal. Ketiga kelainan tersebut
bisa terjadi pada pasien secara terpisah atupun kombinasi yang melibatkan satu sama
lain tergantung letak kelainannya.1,3
Menurut Graber, faktor etiologi maloklusi dibagi atas faktor umum dan faktor
lokal. Faktor umum yang menjadi etiologi maloklusi adalah herediter, kongenital,
lingkungan, keadaan dan penyakit metabolik, nutrisi, kebiasaan buruk dan kelainan
fungsional, postur dan trauma. Faktor lokal yang menjadi etiologi maloklusi adalah
anomali jumlah gigi, anomali ukuran gigi, frenulum labial yang abnormal, prematur
loss gigi desidui, retensi gigi desidui yang berkepanjangan, erupsi gigi permanen yang
terlambat, arah erupsi yang abnormal, ankilosis, karies dan restorasi yang tidak baik.2,3
Menurut Moyers, faktor etiologi maloklusi dibagi atas faktor keturunan, seperti
sistem neuromuskuler, tulang, gigi dan bagian lain di luar otot dan saraf, gangguan
pertumbuhan, trauma, yaitu trauma sebelum lahir dan trauma saat dilahirkan serta
trauma setelah dilahirkan, keadaan fisik, seperti prematur ekstraksi, kebiasaan buruk
seperti menghisap jari yang dapat menyebabkan insisivus rahang atas lebih ke labial
sedangkan insisivus rahang bawah ke lingual, menjulurkan lidah, menggigit kuku,
menghisap dan menggigit bibir, penyakit yang terdiri dari penyakit sistemik,
kelainanendokrin, penyakit lokal (gangguan saluran pernapasan, penyakit jaringan
periodontal, tumor, dan karies) serta malnutrisi.2,13

6

Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari
segi fungsi yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi
sulit dibersihkan ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat
menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang(gangguan STM). Dari segi fonetik,
maloklusi salah satunya adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan
huruf p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat
mempengaruhi estetis dan penampilan seseorang.3

2.2 Klasifikasi Maloklusi Angle
Cara paling sederhana untuk menentukan maloklusi ialah dengan Klasifikasi
Angle.6 Angle mendasarkan klasifikasinya atas asumsi bahwa gigi molar pertama
hampir tidak pernah berubah posisinya.Angle membagi maloklusi menjadi tiga
kelompok, yaitu maloklusi Klas I, Klas II, dan Klas III. 1-3,13Molar pertama mempunyai
peranan penting dalam keseimbangan oklusi normal.7

2.2.1 Maloklusi Klas I
Maloklusi Klas I terdapat hubungan Anteroposterior yang normal antara rahang
atas dan rahang bawah.Tonjol mesiobukal gigi molar permanen pertama maksila
terletak pada groove bukal gigi molar permanen pertama mandibula. Tonjol
mesiolingual molar satu permanen maksila beroklusi dengan fossa oklusal molar satu
permanen mandibula ketika rahang dalam posisi istirahat dan gigi dalam keadaan oklusi
sentrik.1,2Ujung kaninus maksila berada pada bidang vertikal yang sama pada ujung
kaninus mandibula. Gigi-gigi premolar maksila berintegrasi dengan cara yang sama
dengan gigi-gigi premolar mandibula. Jika gigi insisivus berada pada inklinasi yang
tepat, overjet insisal sebesar 3 mm. Pada maloklusi Klas I dapat terlihat beberapa
manifestasi seperti crowding, rotasi, dan malposisi gigi.2,3,14

7

Gambar 1. Klasifikasi Maloklusi Angel Klas I3

2.2.2

Maloklusi Klas II

Maloklusi Angle Klas II disebut juga distoklusi. Terdapat hubungan lengkung gigi
di mandibula dan mandibulanya sendiri dalam hubungan mesiodistal yang lebih ke
distal terhadap maksila.1-3

Gambar 2. Klasifikasi Maloklusi Angel Klas II3

1. Maloklusi Klas II Divisi 1
Maloklusi Klas II divisi 1 memiliki karakteristik adanya hubungan molar
distoklusi dan gigi-gigi anterior maksila inklinasinya ke labial atau protrusi, sehingga
overjet lebih dari normal. 2Karakteristik maloklusi ini adalah adanya aktivitas otot yang
abnormal . Bibir atas biasanya hipotonik , pendek, dan susah untuk menutup mulut.
Keadaan tersebut merupakan khas dari maloklusi Klas II divisi 1.

8

Gambar 3. Klasifikasi Maloklusi Angel Klas II divisi 13

2. Maloklusi Klas II Divisi 2
Maloklusi Klas II divisi 2 memiliki hubungan molar distoklusi dan gigi insisivus
sentralis maksila dalam hubungan anteroposterior yang mendekati normal atau sedikit
linguoversi, sementara gigi insisivus lateral bergeser ke labial dan mesial sehingga
overlap pada insisivus sentralis. Pada maloklusi Klas II divisi 2 biasanya pasien
menunjukkan deepbite.1-3

Gambar 4.Klasifikasi Maloklusi Angel Klas II divisi 23

3. Maloklusi Klas II Subdivisi
Maloklusi Klas II subdivisi terjadi pada saat hubungan molar Klas II pada satu sisi dan
Klas I pada sisi lainnya. Berdasarkan divisi 1 dan 2, subdivisi disebut Klas II divisi 1
subdivisi dan Klas II divisi 2 subdivisi.1

9

Gambar 5.Klasifikasi Maloklusi Angel Klas II subdivisi1
2.2.3 Maloklusi Klas III
Maloklusi Klas III disebut juga Mesiooklusi. Maloklusi Klas III mempunyai
hubungan lengkung gigi di mandibula yang lebih ke mesial terhadap lengkung gigi di
maksila. 1Pada pasien ini memiliki profil muka dengan mandibula yang menonjol yang
disebut prognatik.Pada Maloklusi Klas III tonjol mesiobukal gigi molar pertama
maksila beroklusi dengan bagian distal tonjol distal gigi molar pertama mandibula dan
tepi mesial tonjol mesial gigi molar kedua mandibula.3

Gambar 6. Klasifikasi Maloklusi Angel Klas III3

10

Maloklusi Klas III dibagi menjaditrue Class III, pseudo Class III dan Klas III
subdivisi.
1. True Class III
True Class III merupakan maloklusi Klas III skeletal.True Class III
memiliki gigi insisivus mandibula memiliki inklinasilebih ke lingual. Pada maloklusi ini
dapat memiliki hubungan gigi anterior dengan overjet yang normal, edge to edge,
ataupun crossbite anterior.1
2. Pseudo Class III
Pseudo Class III hampir sama dengan true class III. Maloklusi ini terjadi karena
pergerakan mandibula kedepan ketika penutupan rahang sehingga disebut juga
maloklusi Klas III “ postural” atau “habitual”. Maloklusi ini diperoleh karena bentuk
refleks dari neuromuskular saat penutupan mandibular.2
3. Maloklusi Klas III subdivisi
Maloklusi Klas III subdivisi adalah suatu kondisi dengan karakteristik Klas III
pada satu sisi dan Klas I pada sisi lainnya.1

2.3 Diagnosis Ortodontik
Diagnosis ortodontik harus dilakukan dalam serangkaian langkah yang logis.
Serangkaian langkah logis tersebut adalah kombinasi dari tiga metode yaitu anamnesis,
pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan fungsi disertai pemeriksaan tambahan yang sangat
penting seperti pemeriksaan model gigi, radiografi dan fotometri. Dengan melakukan
langkah-langkah tersebut terciptalah diagnosis serta rencana perawatan yang tepat.1-3,15

2.3.1 Anamnesis
Dalam penilaian pada kasus ortodonti, pemeriksaan riwayat merupakan hal yang
pertama dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan dari
maloklusi, sehingga dengan adanya pemeriksaan ini dapat mengetahui faktor penyebab
dan perawatan yang akan dilakukan. Anamnesis meliputi riwayat keluarga dan riwayat
pasien. Anamnesis yang dilakukan terhadap riwayat keluarga untuk mengetahui apakah

11

maloklusi atau kelainan yang lain terdapat pada anggota keluarga. Hal ini meliputi
faktor genetik sebagai penyebab dari terjadinya maloklusi.2,3,16

2.3.2 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis dilakukan baik secara intraoral maupun ekstra oral. Pada
pemeriksaan ekstraoral dilakukan dengan fotometri. Pemeriksaan ekstraoral meliputi
bentuk kepala, bentuk wajah, dan bentuk jaringan lunak wajah.
Pemeriksaan jaringan lunak meliputi mengamati bentuk dahi, hidung, bibir dan
dagu. Bentuk dahi dilihat mulai garis rambut ke glabella. Pada wajah yang
harmonis,ketinggiandahi yaitu sepertiga total tinggi wajah. Dalam beberapa kasus dahi
yang condong cenderung lebih prognatik dibandingkan dahi yang rata.16 Bentuk dan
posisi hidungmenentukan penampilanestetika wajah dan oleh karena itu penting dalam
prognosis kasus. Dalam melihat bibir, panjang, lebar dan kelengkungan bibir
harusdinilai.Konfigurasi dagu ditentukan tidak hanyaoleh struktur tulang,tetapi juga
oleh ketebalan dan pola dari otot mentalis.17
Pada pemeriksaan intraoral meliputi keadaan jaringan lunak dan keadaan gigigeligi. Pemeriksaan jaringan lunak melihat bentuk frenulum, palatum, lidah, dan
ginggiva. Jaringan lunak dilihat apakah terdapat keadaan patologis, jika terdapat
keadaan patologis maka harus dieliminasi terlebih dahulu sebelum melakukan
perawatan ortodonti.17
Pemeriksaan gigi-geligi meliputi status dental dan susunan gigi. Status dental
yaitu gigi-gigi yang telah erupsi, yang belum erupsi, dan gigi yang telah dicabut. Status
dental kemudian ditulis dalam bentuk nomenklatur gigi. Keadaan gigi seperti karies,
hypoplasia gigi, gigi yang telah dilakukan restorasi, diskolorisasi juga dicatat. Pada gigi
yang mengalami kelainan harus dilakukan perawatan terlebih dahulu sebelum
melakukan perawatan ortodonti. Dalam melihat susunan gigi, dilihat dalam tiga arah
meliputi dalam arah sagital, vertikal, dan transversal.16,17Pemeriksaan dalam arah sagital
merupakan hubungan antara tepi insisal insisivus sentralis maksila dan mandibula
dalam arah sagital. Hal ini mencakup hubungan overjet. Umumnya jarak overjet yang
normal adalah 2-4 mm.1-3,16 Pada overjet yang abnormal terbagi atas dua, yaitu pre

12

normal occlusion dan post normal occlusion. Pre normal occlusion merupakan keadaan
dimana posisi mandibula berada

lebih anterior dari keadaan normal ketika oklusi

sentrik, sedangkan Post normal occlusion posisi mandibula berada lebih posterior dari
keadaan normal ketika oklusi sentrik. 1-3,17
Pada arah vertikal merupakan hubungan insisal insisivus sentralis maksila dan
mandibula dalam bidang vertikal.Hal ini mencakup hubungan insisal overbite. Pada
overbite yang normal terdapat jarak antara 2-4 mm.2,3

Jika terdapat jarak insisal

insisivus sentralis maksila dan mandibula lebih dari 4 mm maka disebut deep bite atau
gigitan dalam, jika tidak terdapat jarak atau 0 mm maka disebut edge to edge dan jika
jarak kurang dari 0 mm maka disebut open bite ataugigitan terbuka.1-3,17
Dalam arah transversal merupakan penilaian gigi dalam arah sagital. Pada arah ini
dapat terlihat hubunganmidline. Menurut Simon (1930) pergeseran midline dalam arah
transversal dibedakan menjadi dua yaitu contraction dan distraction. Contraction
adalah seluruh atau sebagian lengkung rahang berada dalam bidang median sagital dan
distraction adalah seluruh atau sebagian lengkung rahang tidak berada dalam bidang
median sagital.15-7

2.3.3 Analisis Fungsi
Perawatan ortodonti modern tidak hanya mengevaluasi susunan gigi dan jaringan
pendukungnya tetapi juga mencakup semua unit fungsional dari sistem mastikasi. Oleh
karena itu pada saat ini pemeriksaan fungsional juga termasuk kedalam pemeriksaan
klinis. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tipe perawatan ortodonti yang
menjadi indikasi dari suatu kasus maloklusi jika terdapat kelainan fungsi. Beberapa
aspek dalam pemeriksaan fungsional dari segi ortodonti yaitu pemeriksaan sendi
temporomandibula dan pemeriksaan disfungsi orofasial.1,3

2.3.4 Pemeriksaan Radiografi
Radiografi sangat diperlukan pada kasus maloklusi yang berhubungan dengan
skeletal. Dalam diagnosis ortodonti pemeriksaan radiografi yang paling sering
dilakukan yaitu panoramik dan sefalometri.2 Pengambilan foto radiografi panoramik

13

dapat menampilkan kondisi dari gigi, jaringan periodontal, dan tulang. Pengambilan
radiografi sefalometri lateral dilakukan untuk mengetahui arah pertumbuhan wajah
tersebut. Pemeriksaan ini yang akan membantu untuk menilai tahapan suatu prosedur
dental yang akan dilakukan dalam melakukan perawatan ortodontik.1,3,15

2.4 Gangguan Sendi Temporomandibula
Sendi temporomandibular adalah organ yang menghubungkan kranium dengan
mandibula secara tidak kaku. Ini merupakan bagian dari sitem stomatognatik yang
terdiri dari STM, otot pengunyahan dan gigi geligi. Ketiga hal ini berfungsi secara
harmonis dan dikoordinasi oleh sistim syaraf pusat serta bertanggung jawab dalam hal
fungsi pengunyahan, bicara dan penelanan.7,8,18
Gangguan STM merupakan kumpulan gejala dan tanda yang melibatkan otot
pengunyahan, STM dan struktur yang terkait. Gejala dan tanda utama dari gangguan
STM adalah rasa nyeri pada otot masseter, STM dan a