Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU
HUBUNGAN KEHILANGAN GIGI SEBAGIAN TERHADAP
GANGGUAN SENDI TEMPOROMANDIBULA
PADA PASIEN RSGMP FKG USU
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
Oleh:
Ribka Julia Sihombing NIM: 110600083
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Prostodonsia
Tahun 2015
Ribka Julia Sihombing
Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU
xiii + 75 halaman
Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan karena dapat dialami oleh setiap orang pada semua usia dengan berbagai faktor penyebab. Kehilangan satu atau beberapa gigi dapat mengganggu keseimbangan susunan gigi geligi pada lengkung rahang yang mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan oklusi gigi sehingga gigi yang masih tinggal akan menerima beban yang lebih besar. Dalam keadaan ini tekanan yang diterima oleh struktur sendi temporomandibula tidak seimbang dan akan mengganggu fungsi sendi temporomandibula (STM). Pada saat ini,adanya hubungan antara kehilangan gigi dengan gangguan pada sendi temporomandibula merupakan masalah yang masih diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Hal ini disebabkan oleh etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah multifaktorial, dimana banyakfaktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula di RSGMP FKG USU dan melihat hubungan antara kehilangan gigi terhadap tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula yang ditinjau dari jumlah kehilangan gigi, jumlah kuadran kehilangan gigi dan jumlah dukungan oklusal berdasarkan klasifikasi
Eichner Index. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan
rancangan cross sectional. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis.Subjek yang diteliti adalah
(3)
sebanyak 100 orang yang berusia diatas 18 tahun dengan kehilangan gigi sebagian. Hasil penelitian ini menunjukkan prevalensi kehilangan gigi sebagian dengan gangguan sendi temporomandibula berdasarkan kuesioner sebesar 59% sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis sebesar 86%. Penelitian ini menunjukkan adanya hubungan kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi posterior berdasarkan dukungan oklusal dan jumlah kehilangan gigi tidak ditemukan adanya hubungan antara kehilangan gigi terhadap gangguan sendi temporomandibula, namun terdapat peningkatan insiden gangguan sendi temporomandibula seiring dengan peningkatan jumlah kehilangan gigi.
(4)
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan
di hadapan tim penguji skripsi
Medan, 30 Juli 2015
Pembimbing: Tanda tangan
Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros ... NIP : 19800924 200501 2 003
(5)
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 30 Juli 2015
TIM PENGUJI
KETUA : M. Zulkarnain,drg.,M.Kes
ANGGOTA : 1. Prof. Ismet Danial Nasution,drg.,Ph.D., Sp.Pros(K) 2. Ariyani,drg.,MDSc
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Hubungan Kehilangan Gigi Sebagian Terhadap Gangguan Sendi Temporomandibula Pada Pasien RSGMP FKG USU” selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
Rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, yaitu Ayahanda Rasmen Sihombing dan Ibunda Marlina Panggabean yang telah membesarkan, memberikan kasih sayang yang tidak terbalas, doa, nasehat, semangat dan dukungan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini. Penulis juga menyampaikan terimakasih kepada adik penulis Riando Oktavianus Sihombing, Rimelda Putri Natalia Sihombing, Rimayka Anastasya Sihombing, Rograce Valentino Sihombing serta segenap keluarga yang senantiasa memberikan dukungan kepada penulis.
Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada Ricca Chairunnisa, drg., Sp.Pros selaku pembimbing skripsi atas kesabaran dan waktu yang diberikan untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan saran kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Selanjutnya penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Prof. H. Nazruddin, drg.,C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Syafrinani, drg., Sp.Pros(K) selaku Ketua Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis.
3. Prof. Haslinda Z. Tamin, drg.,
(7)
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.
4. M. Zulkarnain,drg.,M.Kesselaku ketua tim penguji skripsi, Prof.IsmetDanialNasution,drg.,Ph.D., Sp.Pros(K)dan Ariyani,drg.,MDScselaku anggota penguji, yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Nurdiana,drg.,Sp.PM selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan dan motivasi selama masa pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
6. Seluruhstafpengajardan pegawai Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini hingga selesai.
7. Direktur RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara besertastaf yang telah memberikan izin dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian ini.
8. Pasien RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang telah bersedia sebagai subjek dalam penelitian ini.
9. Teman-temanseperjuangan yang melaksanakanpenulisanskripsi di DepartemenProstodonsiaFakultasKedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara:Augina,Citra, Dina, Dytha, Garry, Grace,Jasmin, Jefferson, Khalilah,Lulu,Michiko, Oktia Kiki, Rahmi, Maria, Sarah,Yoges,Thinagan, Tiffany, Tineshraj, Vandersun,Yulindia dan Yunishara atasdukungandanbantuannyaselamapenulisanskripsi dan para residen PPDGS Prostodonsia atas masukan, dukungan serta bantuannya selama pengerjaan skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat terbaik penulis : Lisnawati, Maria, Yuki, Margaret, Restu, Septika, Yessyatas segala bantuan, perhatian, dukungan, dorongan semangat serta doa yang diberikan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
11. Teman teman KTB Integrity : Rindu Simamora, Yuki Sirait, Elsi Silalahi, kelompok kecil Calissta Azariah : Aude Girsang dan Laura Situmorang atas segala perhatian, dukungan,semangat serta doa yang diberikan selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
(8)
12. Teman-teman angkatan 2011 yang telah memberikan bantuan pikiran dan semangat selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi ini.
Akhir kata penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini.Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengembangan disiplin ilmu Departemen Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara serta pengembangan ilmu dikalangan masyarakat.
Medan,30 Juli 2015 Penulis,
Ribka Julia Sihombing NIM : 110600083
(9)
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan... 4
1.3 Rumusan Masalah ... 5
1.4 TujuanPenelitian ... 5
1.5 ManfaatPenelitian ... 6
1.5.1 Manfaat Praktis ... 6
1.5.2 Manfaat Teoritis ... 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kehilangan Gigi ... 7
2.1.1 Etiologi ... 7
2.1.1.1Faktor Penyakit ... 7
2.1.1.2Faktor Bukan Penyakit... . 8
2.1.2Klasifikasi ... 9
2.1.2.1 Jumlah Kehilangan Gigi ... 10
(10)
2.1.2.3 Dukungan Oklusal... . 11
2.1.3Dampak ... 12
2.1.3.2Emosional ... 12
2.1.3.2 Sistemik... ... 13
2.1.3.3 Fungsional... ... 14
2.1.3.3.1 Gangguan Berbicara ... 14
2.1.3.3.2 Gangguan Pengunyahan ... 14
2.2 Sendi Temporomandibula ... 15
2.2.1 Anatomi ... 15
2.2.1.1 Fossa Mandibula ... 16
2.2.1.2 Kondilus ... 17
2.2.1.3 Ligamen... 17
2.2.1.4 Diskus Artikularis ... 18
2.2.1.5 Persarafan... ... 19
2.2.1.6 Otot-Otot Pengunyahan... ... 19
2.2.2 Fungsi... ... 20
2.3 Gangguan Sendi Temporomandibula ... 21
2.3.1 Etiologi ... 21
2.3.1.1 Penurunan Adaptasi Kapasitas Sendi ... 22
2.3.1.1.1 Faktor Umur ... 22
2.3.1.1.2 Faktor Sistemik ... 22
2.3.1.1.3 Faktor Hormonal ... 23
2.3.1.2 Faktor Mekanis ... 24
2.3.1.2.1 Parafungsional ... 24
2.3.1.2.2 Ketidakseimbangan Oklusi ... 25
2.3.1.2.3 BebanFungsional danGesekan Sendi ... 25
2.3.2 Klasifikasi ... 26
2.3.3 Tanda dan Gejala ... 30
2.3.4 Diagnosis ... 30
2.3.4.1 Riwayat Pasien ... 30
2.3.4.2 Pemeriksaan Klinis ... 31
2.3.4.3 Pemeriksaan Radiografi ... 35
2.4 Landasan Teori ... 36
2.5 Kerangka Konsep ... 37
2.6 Hipotesis Penelitian ... 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 RancanganPenelitian ... 39
3.2Populasi ... ……. 39
3.3Sampel ... 39
3.3.1 Kriteria Inklusi ... 40
3.3.2 Kriteria Eksklusi ... 40
(11)
3.4.1 Klasifikasi Variabel... .. 41
3.4.1.1 Variabel Bebas ... 41
3.4.1.2 Variabel Terikat ... 41
3.4.1.3 Variabel Terkendali ... 41
3.4.1.4 Variabel Tidak Terkendali ... 41
3.4.2 Definisi Operasional... 42
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian ... 43
3.5.1 Tempat Penelitian... 43
3.5.2 Waktu Penelitian ... 43
3.6 ProsedurPenelitian... 43
3.6.1 Alat dan Bahan Penelitian ... 43
3.6.1.1 Alat Penelitian ... 43
3.6.1.2 Bahan Penelitian... . 44
3.6.2 Cara Penelitian ... 44
3.7 Analisis Data ... 51
3.8 Kerangka Operasional ... 52
BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 ...Karakteristik Pasien Kehilangan Gigi Sebagian di RSGMP FKG USU ... 53
4.2 PrevalensiKehilangan Gigi Sebagian yang Mengalami GangguanSendi TemporomandibulaPadaPasien RSGMP FKG USU Berdasarkan kuesioner dan Pemeriksaan Klinis 54
4.3 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah KehilanganGigi ... 55
4.4 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah Kuadran KehilanganGigi Posterior .... 56
4.5 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU BerdasarkanDukungan Oklusal ... 57
BAB 5 PEMBAHASAN 5.1....Karakteristik Pasien Kehilangan Gigi Sebagian di RSGMP FKG USU ... 59
5.2 PrevalensiKehilangan Gigi Sebagian yang Mengalami GangguanSendi TemporomandibulaPadaPasien RSGMP FKG USU Berdasarkan kuesioner dan Pemeriksaan Klinis 60
5.3 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU Berdasarkan Jumlah KehilanganGigi ... 61
(12)
Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU
Berdasarkan Jumlah Kuadran KehilanganGigi Posterior .... 63 5.5 HubunganKehilangan Gigi SebagianTerhadapGangguan
Sendi TemporomandibulaPada Pasien RSGMP FKG USU
Berdasarkan Dukungan Oklusal ... 64
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ... 67 6.2 Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1 Definisi operasional variabel bebas ... 42 2 Definisi operasional variabel terikat ... 43 3 Karakteristikpasienkehilangangigisebagian di RSGMP FKG USU ... 54 4 Prevalensikehilangangigisebagiandengangangguansendi
temporomandibulapadapasien RSGMP FKG USU berdasarkan
kuesionerdanpemeriksaanklinis ... 55 5 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi
temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan
jumlah kehilangan gigi ... 56 6 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi ...
temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan
jumlah kuadran kehilangan gigi posterior ... 57 7 Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi ...
temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan
(14)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1 Kuadran gigi ... 10
2 Klasifikasi eichner ... 11
3 Anatomi sendi temporomandibula ... 16
4 Ligamen sendi temporomandibula ... 18
5 Otot-otot pengunyahan ... 20
6 Pemeriksaan klinis sendi temporomandibula ... 34
7 Pengukuran batas pembukaan mulut maksimal ... 46
8 Auskultasi sendi temporomandibula ... 46
9 Pengukuran jarak deviasi saat membuka atau menutup mulut ... 47
10 Palpasi otot maseter ... 47
11 Palpasi otot temporalis... 48
12 Palpasi STM bagian lateral ... 48
13 Palpasi STM bagian posterior... 49
14 Pergerakan mandibula ke lateral kanan ... 49
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
1 LembarPenjelasanKepadaCalonSubjekPenelitian
2 Surat PernyataanPersetujuanSubjekPenelitian (Informed Consent) 3 KuesionerPenelitian
4 Surat Persetujuan Komisi Etik 5 Lembar Pengolahan Data
(16)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan. Kehilangan gigi dapat disebabkan oleh dua faktor secara umum yaitu, faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal dan faktor bukan penyakit seperti trauma, atau kegagalan perawatan dan faktor sosiodemografi serta pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.1,2 Secara langsung gigi berperan dalam fungsi pengunyahan dan berguna untuk mempertahankan kestabilan hubungan vertikal dan distal antara mandibula dengan maksila.3,4 Kehilangan satu atau beberapa gigi dapat mengganggu keseimbangan susunan gigi geligi pada lengkung rahang. Keadaan ini akanmengakibatkan terganggunya aktivitas fungsional, seperti mengunyah dan bicara, mengganggu estetis serta berdampak pada kesehatan tubuh secara umum.1,2
Selama ini banyak sekali ragam klasifikasi yang diciptakan dan digunakan untuk mengelompokkan kehilangan gigi sebagian. Beberapa metode dalam mengklasifikasikan kehilangan gigi diantaranya pertama sekali dikemukakan oleh Cummer (1920) yang sistem pengklasifikasiannya berdasarkan pada posisi dan jumlah direct retainer serta posisi indirect retainer, Kennedy (1923) yang mengklasifikasikan kehilangan gigi berdasarkan daerah tidak bergigi berujung bebas (free end) serta klasifikasi Bailyin (1928) yang mengelompokkannya berdasarkan dukungan protesa baik pada gigi, jaringan atau kombinasi dari keduanya.5 Selain itu, klasifikasi kehilangan gigi sebagian juga telah dikemukakan oleh Costa (1974) yang mengelompokkan kehilangan gigi sebagian berdasarkan lokasi dan jumlah kehilangan gigi.6,7 Pada kehilangan gigi sebagian juga diklasifikasikan dengan menggunakan
eichner index yang mengelompokkan kehilangan gigi sebagian berdasarkan
keberadaan daerah dukungan oklusal yang berasal dari kontak antagonis gigi geligi maksila dan mandibula. Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah
(17)
beratnya beban oklusal pada gigi yang masih tinggal sehingga kehilangan gigi pada tahap lanjut dapat mengganggu fungsi sendi temporomandibula (STM).2,4,7
Gangguan sendi temporomandibula merupakan kumpulan dari beberapa gejala klinis yang terjadi pada otot pengunyahan, sendi pada daerah orofasial atau bahkan terjadi pada keduanya.8,9Berdasarkan penelitian Casanova J,dkk (2006) di Mexico ditemukan prevalensi gangguan sendi temporomandibula 46,1% dan pada penelitian Shetty R (2010) di India 59%.10,11Kehilangan gigi posterior akan diikuti dengan hilangnya kontak oklusal.3 Kehilangan kontak oklusal mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan oklusi yang akan mengganggu kestabilan lengkung gigidan keadaan ini menyebabkan struktur sendi temporomandibula menerima beban yang lebih besar sehingga mengganggu fungsi pengunyahan.2-4,12-14 Pada kehilangan gigi posterior juga dapat terjadi overclosure mandibula yang mengakibatkan kondilus menyimpang dari posisi sentrik normal sehingga menyebabkan dislokasi sendi temporomandibula.13
Hubungan antara kehilangan gigi dengan gangguan pada sendi
temporomandibula masih kontroversial.2,3,12Okeson melaporkan bahwa dari 13 penelitian yang dilakukan, tercatat dua kali lebih banyak yang menyatakan adanya hubungan antara oklusi dengan gangguan sendi temporomandibula.2 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Luder HU (2002) yang menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara kehilangan gigi dan sendi temporomandibula.15Dari penelitian yang dilakukan Kataryzna dkk (2007) pada 178 pengunjung (98 perempuan dan 80 laki-laki) klinik kesehatan gigi di Polandia, yang berumur diatas 18 tahun telah dilaporkan bahwa kehilangan kontak gigi dan gangguan otot pengunyahan terjadi pada penderita yang mengalami kehilangan gigi molar sehingga dapat menyebabkan gangguan sendi temporomandibula.16
Etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah multifaktorial yakni banyak faktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula.8,12,17-19 Saat ini pengaruh dukungan oklusal sebagai salah satu etiologi gangguan sendi temporomandibula juga masih diperdebatkan.3,12,17,20Berdasarkan penelitian Mundt T dkk (2005) ditemukan adanya
(18)
hubungan yang signifikan antara penurunan dukungan oklusal terhadap terjadinya nyeri pada sendi temporomandibula.17 Hal ini juga didukung oleh Quaker A (2011) yang dalam penelitiannya juga menunjukkan adanya peningkatan frekuensi tanda dan gejala gangguan sendi dengan terjadinya penurunan jumlah oklusal dari gigi geligi posterior.13Namun disisi lain bertentangan dengan hasil penelitian Himawan dkk (2007) yang menemukan bahwa kehilangan gigi posterior tidak meningkatkan resiko terjadinya gangguan pada sendi temporomandibula dan penggantian gigi yang hilang tidak meningkatkan fungsi pengunyahan.9
Beberapa penelitian menyatakan bahwa hilangnya dukungan molar dikaitkan dengan keberadaan dan tingkat keparahan osteoartritis atau dengan gangguan sendi temporomandibula.4,14Berdasarkan penelitian Uhac dkk (2002) yang menyatakan bahwa risiko terjadinya bunyi pada sendi temporomandibula meningkat secara signifikan pada individu yang telah kehilangan gigi lebih banyak.21 Akan tetapi, berdasarkan penelitian terakhir yang dilakukan oleh Kanno T dan Carlsson GE (2006), secara umum tidak menunjukkan perbedaan klinis yang signifikan antara individu dengan lengkung gigi yang kehilangan 3 sampai 5 unit oklusal dibanding individu yang memiliki gigi yang lengkap dalam hal tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula.22Berdasarkan penelitian Himawan dkk (2007) menyatakan bahwa kehilangan lebih dari 13 gigi akan meningkatkan resiko terjadi gangguan sendi temporomandibula.9
Berdasarkan penelitian Wang dkk (2009) pada 741 responden penelitian ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara jumlah kuadran kehilangan gigi posterior terhadap gangguan sendi temporomandibula. Hasil penelitian ini menunjukkan semakin besar jumlah kuadran kehilangan gigi posterior maka resiko gangguan sendi temporomandibula akan semakin tinggi.12 Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Shet RGK dkk (2013) yang menunjukkan adanya penurunan fungsi sendi temporomandibula seiring dengan peningkatan jumlah kuadran kehilangan gigi.18
Nyeri pada gangguan sendi temporomandibula merupakan salah satu kondisi nyeri orofasial yang umumnya dikeluhkan pasien sebagai sakit kepala, nyeri di
(19)
sekitar leher, nyeri pada wajah dan sakit pada telinga. Keluhan tersebut sering dianggap bukan berasal dari gigi maupun sendi sehingga pasien sering tidak menyadari adanya tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula yang dimilikinya. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut agar diperoleh pemahaman yang lebih baik dalam aspek patologis sehingga perawatan yang ditujukan pada pasien lebih efektif dan dapat dilakukan pencegahan dalam tingkat populasi.8,910,19,20,23
Berdasarkan uraian penelitian-penelitian sebelumnya dapat diketahui bahwa hubungan antara faktor kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula merupakan hal yang masih diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hubungan antara kehilangan gigi terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU ditinjau dari jumlah kehilangan gigi, jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dan dukungan oklusal. RSGMPFKG USU merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dibutuhkan.
1.2 Permasalahan
Kehilangan gigi merupakan masalah gigi dan mulut yang sering ditemukan karena dapat dialami oleh setiap orang pada semua usia dengan berbagai faktor penyebab. Keadaan hilangnya gigi yang tidak diganti dengan gigitiruan akan menimbulkan berbagai dampak diantaranya berupa gangguan fungsi mastikasi, fonetik dan estetik. Kehilangan gigi akanmengakibatkan disharmonisasi oklusi yang mengakibatkan adanya tekanan berlebih pada sendi temporomandibula sehingga menimbulkan pergeseran kondilus pada keadaan yang patologis. Namun, adanya hubungan antara kehilangan gigi dengan gangguan pada sendi temporomandibula merupakan masalah yang masih diperdebatkan dalam bidang kedokteran gigi. Hal ini disebabkan oleh etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah multifaktorial, yakni banyak faktor resiko yang sering dikaitkan terhadap terjadinya tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk melihathubungan kehilangan gigi terhadap tanda
(20)
dan gejala gangguan sendi temporomandibula ditinjau dari jumlah kehilangan gigi, jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dan dukungan oklusal pada pasien RSGMP FKG USU. Alasan memilih RSGMPFKG USU sebagai tempat penelitian karena merupakan tempat yang banyak dikunjungi oleh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan gigi dan mulut yang dibutuhkan.
1.3Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang akan diteliti adalah:
1. Bagaimana karakteristik pasien yang kehilangan gigi sebagian di RSGMP FKG USU.
2. Berapa prevalensi pasien kehilangan gigi sebagian yang mengalami gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan kuesioner dan pemeriksaan klinis.
3. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan jumlah kehilangan gigi.
4. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi posterior.
5. Apakah ada hubungan kehilangan gigi sebagian dengan gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU berdasarkan dukungan oklusal.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Karakteristik pasien yang kehilangan gigi sebagian di RSGMP FKG USU.
2. Prevalensi kehilangan gigi sebagian yang mengalami gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMPFKG USU.
(21)
3. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kehilangan gigi.
4. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi
temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi.
5. Hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan dukungan oklusal.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh dokter gigi dan dokter gigi spesialis dalam membuat perencanaan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat bagi pasien yang mengalami kehilangan gigi sebagian yang disertai dengan gangguan sendi temporomandibula.
2. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum untuk mengetahui adanya hubungan antara kehilangan gigi terhadap gangguan sendi temporomandibula, sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan sendi temporomandibula dan lebih mengerti usaha yang dilakukan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang sesuai.
1.5.2 Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini dapat memberikan sumbangan atau kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan penerapannya, khususnya di bidang prostodonsia.
2. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya mengenai faktor–faktor lain yang dapat memengaruhi gangguan sendi temporomandibula pada pasien yang mengalami kehilangan gigi sebagian.
(22)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kehilangan Gigi
Kehilangan gigi disebut juga dengan edentulous. Kehilangan gigi dapat didefinisikan sebagai hilangnya beberapa atau semua gigi pada lengkung rahang.6,24 Hilangnya gigi akan menyebabkan penurunan tulang alveolar, migrasi gigi tetangga serta dapat memengaruhi jaringan pendukung dalam menerima restorasi prostetik yang adekuat.24
2.1.1 Etiologi
Secara umum kehilangan gigi merupakan hasil dari suatu proses penyakitsehingga dapat diklasifikasikan sebagai masalah rongga mulut. Kehilangan gigi geligi lebih sering disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan penyakit periodontal. Faktor lain seperti trauma, sikap dan karakteristik terhadap pelayanan kesehatan gigi, faktor sosio demografi serta gaya hidup juga turut memengaruhi hilangnya gigi.25,26
2.1.1.1 Faktor Penyakit
Karies gigi dapat dialami setiap orang dan masih merupakan masalah utama dalam kesehatan gigi dan mulut.3,26,27Penyebab utama dari kehilangan gigi adalah karies dan penyakit periodontal.6,25 Karies merupakan penyakit infeksi gigi yang ditandai dengan adanya kerusakan jaringan, dimulai dari permukaan gigi (pit, fisur dan daerah interproksimal) meluas ke arah pulpa. Karies dapat timbul pada satu permukaan gigi dan dapat meluas ke bagian yang lebih dalam seperti enamel meluas ke dentin atau ke pulpa.26,27Karies gigi yang tidak dirawat dapat bertambah buruk sehingga akan menimbulkan rasa sakit danberpotensi menyebabkan hilangnya gigi.26
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi.28,29 Penyakit periodontal dibagi atas dua golongan
(23)
yaitu gingivitis dan periodontitis. Gingivitis adalah iritasi atau peradangan pada gusi yang disebabkan oleh bakteri plak yang terakumulasi diantara gigi dan gusi. Jika gingivitis tidak dirawat maka akan berkembang memengaruhi tulang alveolar, ligamen periodontal dan sementum, keadaan ini disebut periodontitis. Selama proses periodontitis terjadi resorbsi tulang secara progresif, apabila tidak dilakukan perawatan yang tepat dapat menyebabkan kehilangan gigi. Penyakit periodontal akan meningkat dengan meningkatnya umur, dari 6% pada umur 25–34 tahun menjadi 41% pada umur 65 tahun keatas.28,29
2.1.1.2 Faktor Bukan Penyakit
Trauma atau injuri baik yang langsung mengenai gigi maupun jaringan sekitarnya dapat membuat gigi terlepas dari soketnya. Kehilangan gigi akibat trauma dapat terjadi karena kecelakaan seperti kecelakaan bermotor, bersepeda, serangan pada wajah, dan kontak ketika berolahraga.28
Pemanfaatan pelayanan kesehatan merupakan upaya pencegahan yang dapat memengaruhi jumlah gigi yang tinggal dalam rongga mulut.30 Berdasarkan data hasil Riset Kesehatan dasar (RISKESDAS) tahun 2013, pada responden umur diatas 12 tahun mengalami kerusakan gigi rata-rata 5 gigi per orang, rata-rata 4 gigi per orang sudah dicabut. Keadaan ini mungkin akibat kunjungan ke pelayanan kesehatan gigi sudah terlambat, sehingga gigi tidak dapat dipertahankan lagi dan harus dicabut. Sesuai dengan laporan hasil pencatatan dan pelaporan penderita pengunjung puskesmas (SP2TP) pada akhir pelita V, terlihat tingginya persentase pemanfaatan pelayanan kesehatan gigi untuk pencabutan yaitu 79,6%.31 Dapat dikatakan bahwa masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan gigi dan mempertahankan fungsi gigi.2,31
Faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan tingkat penghasilan merupakan faktor yang juga memengaruhi kehilangan gigi.6 Beberapa penelitian menyatakan bahwa usia memiliki hubungan terhadap terjadinya kehilangan gigi.32,33Prevalensi kehilangan gigi akan meningkat seiring dengan pertambahan usia. Hal ini dikarenakan semakin lama gigi berada di dalam rongga
(24)
mulut akan meningkatkan resiko terjadinya kerusakan gigi yang menyebabkan kehilangan gigi.25,33,34 Berdasarkan data Oral Health US (2002) menunjukkan prevalensi kehilangan gigi pada usia 25-44 tahun adalah 2%, prevalensi kehilangan gigi pada usia 45-60 tahun adalah 10% dan prevalensi kehilangan gigi pada usia 65-74 tahun adalah 25%.26Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Departemen kesehatan Republik Indonesia tahun 2013 telah dilaporkan bahwa kehilangan gigi ditemukan kelompok umur 25-34 tahun sebesar 0,1%, 35-44 tahun sebesar 0,4 %, 45-54 tahun sebesar 1,8%, 55-64 tahun 5,9% dan pada kelompok umur diatas 65 tahun 17,6%.31 Kehilangan gigi juga dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, sesuai dengan penelitian Shamdol Z, dkk (2008) di Malaysia melaporkan bahwa perempuan memiliki resiko lebih besar mengalami kehilangan gigi dibandingkan pria.32 Hal ini sesuai dengan data Canadian Community Health Survey (2003) yang menunjukkan wanita (10%) lebih banyak mengalami kehilangan gigi dibandingkan pria (7%).35Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, berdasarkan RISKESDAS tahun 2013 insiden kehilangan gigi pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki.2,31
Terdapat hubungan antara kehilangan gigi dengan tingkat pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki kesadaran untuk memperbaiki kesehatan rongga mulut, menggunakan fasilitas kesehatan gigi dan mulut serta gaya hidup yang lebih baik untuk memperhatikan kesehatan rongga mulut.25,32
2.1.2 Klasifikasi
Selama ini banyak sekali ragam klasifikasi yang diciptakan dan digunakan untuk mengelompokkan kehilangan gigi sebagian.6,24Tujuan utama klasifikasi ini agar dokter gigi dapat berkomunikasi sejelas mungkin, tentang keadaan rongga mulut yang akan dibuatkan gigitiruan. Pembuatan klasifikasi dapat membantu mempermudah pemahaman terhadap dasar-dasar atau prinsip pembuatan desain gigitiruan.7,36Sejumlah penelitian juga mengelompokkan kehilangan gigi berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dan dukungan oklusal untuk melihat hubungan kehilangan gigi dengan gangguan sendi temporomandibula.
(25)
2.1.2.1 Jumlah Kehilangan Gigi
Jumlah gigi geligi sangat menentukan efektifitas pengunyahan dan penelanan yang merupakan langkah awal dari proses pencernaan. Jumlah gigi geligi yang sedikit akan menghasilkan bolus yang kasar sehingga dapat menyebabkan gangguan pencernaan dan nutrisi. Selain itu, jumlah gigi geligi dalam rongga mulut akanmemengaruhi distribusi tekanan dan fungsi pengunyahan, penampilan, berbicara serta kenyamanan seseorang sehingga kehilangan gigi memiliki banyak dampak negatif yang memengaruhi banyak aspek. Dalam penelitiannya, Knezovic-Zlataric dkk (2001) membagi kelompok jumlah kehilangan gigi kedalam tiga kelompok yaitu, kehilangan satu sampai lima gigi; kehilangan enam sampai sepuluh gigi; kehilangan lebih dari sepuluh gigi.37
2.1.2.2 Jumlah Kuadran Kehilangan Gigi
Kuadran gigi merupakan istilah yang digunakan dalam pembagian rahang menjadi empat bagian yang sama, dimulai dari garis tengah lengkung gigi atau titik kontak insisivus sentralis dan meluas menuju gigi terakhir di belakang mulut. Susunan gigi dalam mulut terdiri atas empat kuadran yaitu, kuadran kanan atas, kiri atas, kiri bawah dan kanan bawah.38 (Gambar 1)
(26)
Pada penelitianWang,dkk (2009) dan Shet RGK (2010) menyatakan jumlah kuadran kehilangan gigi lebih berpengaruh terhadap terjadinya gangguan sendi temporomandibula dibandingkan dengan jumlah kehilangan gigi dimana semakin besar jumlah kuadran kehilangan gigi maka insiden terjadinya gangguan sendi temporomandibula akan meningkat. Dari hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa resiko lebih rendah pada individu yang mengalami kehilangan gigi posterior hanya pada 1 kuadran dibandingkan dengan kehilangan gigi posterior pada kuadran yang berbeda.12,18
2.1.2.3 Dukungan Oklusal
Kehilangan gigi posterior akan disertai dengan hilangnya dataran oklusal, sehingga akan memengaruhi keseimbangan oklusi dan mengganggu fungsi. Oleh karena itu, sejumlah penelitian menyatakan dukungan oklusal sebagai faktor predisposisi terjadinya gangguan sendi temporomandibula.8,13,14 Pada kehilangan gigi sebagian keberadaan dukungan oklusal dapat diklasifikasikan dengan menggunakan
eichner index.15 (Gambar 2)
(27)
Pengelompokan klasifikasi eichnerini berdasarkan zona dukungan oklusal, yaitu daerah kontak gigi premolar dan atau molar dengan gigi antagonisnya pada setiap sisi. Klasifikasi ini membagi ada tidaknya dukungan oklusal kedalam 3 kelas yaitu, kelas A, kelas B dan kelas C.Kelas A terdiri atas 4 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar dan molar dengan gigi antagonisnya pada setiap sisi. Kelas B dibagi kedalam 4 kelompok yaitu B1, B2, B3 dan B4. Kelas B1 terdapat 3 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar dengan gigi antagonisnya, kelas B2 yang terdiri dari 2 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar dengan gigi antagonisnya, kelas B3 yang hanya memiliki 1 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar dengan gigi antagonisnya dan kelas B4 merupakan kelas yang tidak terdapat dukungan oklusal namun masih terdapat gigi anterior yang berkontak antagonis. Kelas C adalah kelas yang sama sekali tidak ditemukan gigi yang berkontak baik gigi anterior maupun gigi posterior. (Gambar 2)
Mundt T, dkk (2005) menyatakan bahwa hilangnya dukungan oklusal akan meningkatkan resiko terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pria dengankehilangan dukungan oklusal memiliki resiko lebih tinggi mengalami gangguan sendi temporomandibula dibandingkan pada wanita.15
2.1.3 Dampak
Kehilangan gigi sebagian memiliki dampak emosional, sistemik dan fungsional. Hilangnya satu atau beberapa gigi dapat mengakibatkan terganggunya keseimbangan susunan gigi geligi. Bila hal tersebut tidak segera diatasi, maka akan mengganggu fungsi bicara, pengunyahan maupun estetik serta dapat memengaruhi kesehatan tubuh secara umum.1,2,25,29
2.1.3.1 Emosional
Kehilangan gigi dapat menimbulkan dampak emosional dalam kehidupan sehari-hari.Kehilangan gigi terutama di regio depan dapat mengganggu estetis yang memengaruhi aspek psikologis individu.2,25,36,40Pada kehilangan gigi depan biasanya
(28)
memperlihatkan wajah dengan bibir masuk ke dalam dan dagu menjadi tampak lebih ke depan. Selain itu akan timbul garis yang berjalan dari lateral sudut bibir dan terbentuk lipatan-lipatan yang menyebabkan sulkus nasolabial menjadi lebih dalam, sehingga wajah tampak lebih tua.29,40Adanya perubahan-perubahan ini membuat individu merasa sangat terganggu, kehilangan percaya diri, sadar akan penampilan dan menganggap kehilangan gigi sesuatu yang tidak patut dibicarakan sehingga pasien akan merahasiakannya.2,29,37
Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang mengungkapkan bahwa ada pengaruh emosional yang signifikan sebagai konsekuensi kehilangan gigi dimana lebih dari 45% individu merasa sulit untuk menerima kehilangan gigi yang dialaminya.41 Berdasarkan penelitian Suresh dkk (2010) dilaporkan bahwa individu yang kehilangan gigi cenderung merasa malu saat tersenyum didepan orang lain. Setiap orang ingin diterima dan ingin berinteraksi dalam kelompok sosial dengan nyaman namun hal ini dapat terganggu karena kehilangan gigi dapat mengganggu penampilan dan berbicara.42 Hal tersebut dapat menurunkan tingkat kepercayaan diri individu sehingga akan cenderung menarik diri dari masyarakat. Oleh karena itu,faktor estetis menjadi motivasi utama pasien dan penting untuk melakukan perawatan prostodonsia. 2,35,42
2.1.3.2 Sistemik
Kehilangan gigi dapat memengaruhi kesehatan rongga mulut dan kesehatan umum.2,13,,25Kehilangan gigi sering dihubungkan dengan penyakit sistemik serta penyakit kronis pada orang tua dan merupakan faktor resiko terjadinya penurunan berat badan.24,25Pada sebuah penelitian tentang hubungan antara status kesehatan rongga mulut dan defisiensi nutrisi pada responden yang berusia 85 tahun keatas di Switzerland, menunjukkan terjadi penurunan Body Mass Index (BMI) dan konsentrasi serum albumin pada usia tua dengan status gangguan fungsi rongga mulut. Hal ini terjadi karena jumlah dan distribusi gigi dalam rongga mulut sangat memengaruhi efisiensi fungsi pengunyahan.25Kehilangan gigi menyebabkan pemilihan makanan sehingga pemasukan nutrisi yang kurang dan terjadi defisiensi yang dapat
(29)
memengaruhi kesehatan secara umum.43,44Kehilangan gigi dapat menyebabkan penyakit sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kanker esofagus, kanker lambung dan kanker pankreas.45,46
2.1.3.3 Fungsional
Dampak fungsional yang diakibatkan oleh kehilangan gigi dapat berupa gangguan berbicara dan ganguan pengunyahan.3,24,25,43
2.1.3.3.1 Gangguan Berbicara
Kehilangan gigi dapat menurunkan fungsi bicara karena gigi memiliki peranan yang penting dalam proses berbicara. Beberapa huruf dihasilkan melalui bantuan bibir dan lidah yang berkontak dengan gigi-geligi. Huruf-huruf yang dibentuk melalui kontak antara lidah dan gigi-geligi adalah huruf konsonan seperti s,
z, x, d, n, l, j, t, th, ch dan sh. Sedangkan huruf yang dibentuk melalui kontak antara
bibir dan gigi-geligi yaitu f dan v. Individu yang mengalami kehilangan gigi akan sulit menghasilkan huruf-huruf tersebut terutama pada gigi di bagian anterior.47 Hal tersebut akan mengganggu proses bicara dan berkomunikasi. Menurut Palmer (1974), pada individu yang masih memiliki gigi-geligi yang lengkap maka gigi posterior berperan dalam membantu pergerakan lidah saat berbicara.25,33
2.1.3.3.2 Gangguan Pengunyahan
Sistem pengunyahan merupakan suatu unit fungsional yang terdiri dari gigi, jaringan pendukung gigi, sendi temporomandibula, otot-otot termasuk bibir, pipi, lidah, palatum, sekresi saliva dan peredaran darah serta persarafan.48,49Kehilangan
gigi juga merupakan penyebab paling sering pada gangguan fungsi
pengunyahan.33,43Jumlah gigi yang sedikit akan menurunkan efisiensi pengunyahan makanan sehingga akan memengaruhi status makan dan status nutrisi. Kida dkk (2008) melaporkan bahwa pada individu yang kehilangan gigi posterior akan memiliki empat kali lebih banyak masalah dalam pengunyahan.25
(30)
Sendi temporomandibula adalah sendi engsel yang menghubungkan mandibula dengan tulang temporalyang berada tepat di depan telinga. Sendi temporomandibula terdiri atas ligamen dan tendon. Ligamen merupakan jaringan ikat yang berbentuk seperti pita. Ligamen, tendon dan otot mendukung persendian serta bertanggung jawab atas pergerakan kondilus.49,50
Sendi temporomandibula memiliki tanda-tanda struktural yang membuatnya sebagai diartrosis yang unik. Keadaan ini dikarenakan sendi temporomandibula memiliki aktivitas fungsional yang rumit namun dapat melakukannya dengan sangat baik.41Sendi temporomandibula merupakan sendi yang kompleks yang dapat melakukan gerakan meluncur dan rotasi pada saat mandibula berfungsi. Mekanismenya unik karena sendi kiri dan kanan harus bergerak secara sinkron pada saat berfungsi.49,50
Artikulasi temporomandibula berbeda dengan artikulasi sendi pada umumnya, karena sendi ini melakukan gerakan engsel yang disebut dengan gerakan ginglymoid dan gerakan meluncur yang disebut dengan gerakan arthrodial pada waktu yang bersamaan sehingga gerakan ini disebut gerakan gingylmoarthrodial. Artikulasi ini diliputi oleh jaringan fibrous yang avaskuler sedangkan pada artikulasi yang lain diliputi oleh tulang rawan hialin.49-51
2.2.1 Anatomi
Sendi temporomandibula merupakan salah satu sendi yang paling kompleks pada tubuh manusia yang terdiri dari fossa mandibula, kondilus, ligamen, diskus artikularis, otot dan persarafan.49,50,52(Gambar 3)
(31)
Gambar 3. Anatomi Sendi Temporomandibula 53
2.2.1.1 Fossa Mandibula
Fossa mandibula terletak di depan dan di bawah meatus auditorius. Fossa mandibula memanjang ke arah eminensia artikularis yang terletak di tepi posterior arkus zigomatikus. Fossa mandibula dilapisi oleh membran sinovial yang memisahkan kondilus dan fossa. Membran sinovial mulai dari bagian anterior kondilus melebar sampai menutupi leher kondilus bagian posterior.Fossa ini memiliki panjang 25 mm dalam arah anteroposterior dan lebar 19 mm dalam arah mediolateral. Fisur petrotimpanik membagi fossa mandibula menjadi dua bagian yaitu bagian anterior dan posterior. Bagian anterior fossa mandibula merupakan area penerima tekanan utama dari kondilus melalui diskus dan struktur lainnya. Bagian posterior fossa mandibulalebih dekat ke prependikular. Kondilus tidak secara langsung bersentuhan dengan fossa karena dipisahkan oleh membran sinovial dan diskus artikularis.49,51,52
(32)
Kondilus terletak di sebelah lateral fossa mandibula, berbentuk elips yang tidak rata pada potongan melintang dengan lebar mediolateral dua kali lebar anterioposterior.49,52Sumbu panjang (mediolateral) kondilus bersudut ke belakang 15-33 derajat terhadap bidang frontal. Dimensi mediolateral bervariasi antara 13-25 mm dan dengan lebar anterior 5,5-16 mm.49,51Kondilus memiliki ukuran panjang 19 mm dan diameter 12,5 mm dalam arah anteroposterior. Diameter kondilus dalam arah anteroposterior lebih besar daripada diameter fossa mandibula sehingga bagian luar kondilus memanjang diatas meatus auditorius. Hal ini menyebabkan pergerakan kondilus dapat dirasakan pada bagian lunak telinga. Bentuk kondilus bervariasi pada setiap individu. 49,51,52
2.2.1.3Ligamen
Ligamen sendi temporomandibula berfungsi untuk membatasi pergerakan sendi dan terdiri dari ligamen kapsular, ligamen temporomandibula, ligamen sphenomandibula dan ligamen stylomandibula.49,52(Gambar 4)
Ligamen kapsular membungkus seluruh sendi temporomandibula. Pada bagian superior ligamen ini melekat pada tepi fossa mandibuladan mengarah ke eminensia artikularis. Pada bagian inferior ligamen kapsular melekat pada leher kondilus. Serabut ligamen ini mengarah ke bawah dan ke belakang.51,53
Ligamen temporomandibula terbagi menjadi dua bagian, anterior dan posterior. Bagian superior ligamen ini melekat pada eminensia artikularis dan tepi inferior arkus zigomatikus. Serabut ligamen ini mengarah ke bawah dan ke belakang serta melekat pada tepi posterior luar dari bagian atas ramus mandibula. Hal ini merupakan faktor yang membatasi pergerakan kondilus ke arah posterior karena ligamen ini mengakibatkan rotasi kondilus ke arah atas menjauhi diskus dan fossa artikularis.50,52
Ligamen sphenomandibula melekat pada sudut tulang sphenoid pada bagian superior dan mengarah ke bawah pada permukaan dalam ramus mandibula dan selanjutnya melekat pada lingula foramen mandibula bagian inferior.50,52
(33)
Ligamen stylomandibula melekat pada prosesus styloid, meluas ke bawah serta maju ke sudut dan tepi posterior dari ramus mandibula. Ligamen ini menjadi tegang ketika mandibula digerakkan ke depan tetapi dapat dikendurkan ketika mandibula dibuka. Oleh karena itu ligamen stilomandibula dapat melebihi batas dari pergerakan mandibula ke depan.50,52
Gambar 4.Ligamen Sendi Temporomandibula 54
2.2.1.4Diskus Artikularis
Diskus artikularis memiliki peranan yang penting dalam pergerakan mandibula. Diskus ini tersusun atas jaringan ikat fibrous dengan serabut-serabut kolagen yang berjalan ke segala arah untuk memberikan fleksibilitas pada sendi.49,52Diskus artikularis terletak diantara dua membran sinovial sendi temporomandibula. Permukaan atas diskus berbentuk cembung untuk menyesuaikan bentuk fossa mandibula dan permukaan bawahnya cekung untuk menyesuaikan kondilus. Diskus artikularis mengarah ke depan melewati eminensia artikularis. Posisi dan pergerakan diskus diatur oleh perlekatan ligamen kapsular dan pada bagian anterior oleh tendon otot pterygoid lateral. Diskus artikularis hanya bergerak sedikit ketika awal membuka mulut karena kondilus hanya sedikit berotasi. Akan tetapi,
(34)
pergerakan kondilus semakin membesar saat mulut terbuka lebih lebar atau saat pergerakan protrusif atau lateral. Pada sendi yang sehat diskus akan bergerak bersama kondilus karena diskus melekat erat pada tepi lateral dan medial kondilus. Diskus dapat bergerak ke depan dan ke belakang kondilus tetapi tidak dapat bergerak dalam arah lateral.49,52
2.2.1.5 Persarafan
Sendi temporomandibuladipersarafioleh nervus mandibula yang merupakan cabang ketiga dan terbesar dari nervus trigeminus. Cabang-cabang dari saraf mandibula merupakan persarafan aferen.50,51Ada tiga saraf yang mempersarafi sendi rahang diantaranya adalah saraf aurikulotemporal, saraf posterior temporal dan saraf maseter. Saraf aurikulotemporal mempersarafi hampir 85-90% sendi temporomandibula.50,52
2.2.1.6 Otot-Otot Pengunyahan
Sendi temporomandibula juga didukung oleh otot-otot pengunyahan yang terdiri atas otot temporal, otot maseter, otot pterygoideus medial dan otot pterygoideus lateral. Otot maseter terletak pada lengkung zigomatikus kearah sudut mandibula yang berfungsi untuk menutup mulut. Otot temporalis terletak pada permukaan lateral tulang temporal ke arah prosesus koronoideus, fungsi otot ini adalah untuk menutup mulut. Otot pterygoideus medial terletak pada fossa pterygoideus dan meluas ke permukaan medial dan sudut mandibula yang berfungsi untuk memajukan dan menutup mandibula. Otot pterygoideus lateralis dibagi menjadi dua yaitu otot pterygoideus lateralis inferior yang terletak pada fossa pterygoideus lateralis ke kondilus yang berfungsi untuk memajukan mandibula sedangkan otot pterygoideus lateralis superior terletak pada dasar temporal diatas tulang sphenoid ke arah kapsul sendi, diskus artikularis dan kondilus yang berfungsi sebagai stabilitasi diskus artikularis dan kondilus selama menutup mulut dan satu-satunya otot yang berfungsi untuk membuka mulut.49,51,52 (Gambar 5)
(35)
Gambar 5. Otot-otot Pengunyahan.54
2.2.2 Fungsi
Sendi tempromandibula mempunyai peranan penting dalam fungsi fisiologis pada tubuh manusia. Sendi temporomandibula berfungsi pada saat pengunyahan, berbicara dan menelan.49-51Dalam melakukan setiap fungsinya sendi temporomandibula memiliki dua gerakan utama yang terjadi pada artikulasi temporomandibula, yaitu gerak rotasi dan gerak translasi.49
Gerakan rotasi merupakan gerakan yang terjadi disekitar aksis horizontal pada kepala kondilus. Pada gerakan ini kepala kondilus bergerak secara berputar dalam ruang sendi bagian bawah dalam diskus artikularis. Pada mastikasi, Gerakan rotasi terjadi saat membuka dan menutup mulut pada aksis kondilus.49,52
Gerak translasi dapat diartikan sebagai gerakan di mana setiap titik objek bergerak secara bersamaan yang memiliki kecepatan dan arah yang sama. Pada sistem mastikasi, hal ini terjadi pada saat mandibula bergerak maju atau disebut juga protusi. Gigi-geligi, kondilus, dan ramus bergerak ke arah dan derajat yang sama. Gerakan ini terjadi pada ruang sendi bagian superior yaitu diantara permukaan diskus artikularis superior dengan permukaan fossa artikularis inferior.49
(36)
Pada pergerakan mandibula yang normal, gerakan rotasi dan translasi terjadi secara bersamaan yaitu ketika mandibula berotasi disekitar satu atau beberapa aksis kondilus maka aksis yang lain akan bertranslansi. Pada saat mulut terbuka lebar kondilus berada didepan diskus artikularis. Namun pada saat menutup mulut bagian posterior diskus artikularis berada diatas kondilus.49
2.3 Gangguan Sendi Temporomandibula
Gangguan sendi temporomandibula merupakan sekumpulan gejala dan tanda yang melibatkan otot mastikasi, sendi temporomandibula dan struktur yang terkait.
Gangguan sendi temporomandibula merupakan masalah yang sering terjadi secara global yang pada umumnya mencakup sejumlah etiologi.7,8,11,23,49
Proses patologi gangguan sendi temporomandibula ditandai oleh adanya kerusakan dan abrasi tulang artikular serta penebalan lokal dan remodelling pada dasar tulang. Kerusakan internal pada sendi temporomandibula digambarkan sebagai posisi hubungan artikular dengan kondilus mandibula dan eminensia artikularis yang tidak normal.41,46
2.3.1 Etiologi
Peningkatan beban pada sendi temporomandibula akan menstimulasi terjadinya remodelling yang disertai dengan adanya peningkatan sintesis matriks ekstraseluler. Remodelling merupakan adaptasi biologis yang esensial untuk mendapatkan fungsi yang normal, menjamin homeostatis bentuk sendi serta hubungan oklusal sebagai respon stress biomekanis. Arnet dkkmenjelaskan patofisiologi perubahan degenerasi sebagai suatu akibat terjadinya remodelling disfungsi artikular yang dibagi atas 2 yaitu, penurunan adaptasi kapasitas struktur artikulasi sendi dan tekanan fisik yang berlebih dan diteruskan ke struktur artikular sendi temporomandibular yang melebihi kapasitas normal. 49,50,56
(37)
2.3.1.1Penurunan Adaptasi Kapasitas Sendi
Adaptasi morfologi akan meminimalkan stress biomekanis. Sejak usia dewasa muda, tulang rahang terus mengalami remodelling. Terjadinya penurunan adaptasi kapasitas sendi merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi host secara umum. Faktor usia, penyakit sistemik dan hormonal dapat memengaruhi adaptasi kapasitas sendi temporomandibula. Faktor-faktor tersebut turut berperan dalam terjadinya remodelling disfungsi sendi temporomandibula, bahkan dalam tekanan biomekanis pada batas fisiologis yang normal.49,56
2.3.1.1.1Faktor Umur
Umur merupakan faktor predisposisi terjadinya gangguan sendi temporomandibula karena frekuensi dan keparahan suatu penyakit meningkat seiring dengan pertambahan usia misalnya, kandungan kalsium pada diskus meningkat secara progresif seiring dengan penuaan. Peningkatan ini terjadi pada kalsifikasi tulang yang mungkin disebabkan oleh penuaan atau adanya perubahan tekanan mekanis. Sesuai dengan keadaan yang demikian, kandungan material pada diskus berhubungan dengan faktor umur.9,12,23,57Secara tidak langsung diskus menjadi bersifat lebih kaku dan rapuh, akibatnya terjadi penurunan kemampuan untuk menahan beban yang besar. Kartilago artikular juga mengalami perubahan seiring dengan penuaan. Hal ini ditandai dengan berat molekul asam hyaluronic pada kartilago artikular yang menurun dari 2000-300 kDa pada usia diantara 2,5-86 tahun. Asam hyaluronic pada kartilago artikular penting dalam memelihara viskositas dan penurunan berat molekul asam hyaluronic dapat menyebabkan penurunan komponen biologis kartilago.56
2.3.1.1.2 Faktor Sistemik
Keadaan sistemik dapat memengaruhi kapasitas toleransi fisiologis tubuh terhadap kerusakan atau gangguan yang dialami oleh tubuh. Pada saat terjadi penurunan batas toleransi, tubuh akan menunjukkan perubahan-perubahan tertentu.49 Faktor sistemik dipengaruhi oleh keberadaan penyakit akut atau kronis maupun
(38)
kondisi secara keseluruhan.49 Penyakit sistemik juga memengaruhi metabolisme fibrokartilago dan kapasitas tekanan pada sendi temporomandibula. Penyakit tersebut diantaranya gangguan autoimun, gangguan endokrin, gangguan metabolisme dan penyakit infeksi. Pada beberapa kasus, tampak gangguan sendi temporomandibula diakibatkan oleh penyakit sistemik.56
Pada umumnya keadaan sistemik juga dapat memengaruhi fungsi pengunyahan pada saat terjadi peningkatan emosional stress.49Oleh karena itu faktor emosional stress memiliki peranan yang penting dalam gangguan atau penyakit pada sendi temporomandibula.49,50,57Pada penelitian Costa dkk (2012) disebutkan bahwa faktor stress berhubungan langsung terhadap gangguan sendi temporomandibula berdasarkan hasil penelitiannya dilaporkan bahwa 82% pasien yang memiliki gangguan sendi temporomandibula mengalami stress.11 Stress digambarkan sebagai respon tubuh yang nonspesifik pada manusia.42 Stress dapat menyebabkan hiperaktifitas otot yang dikenali sebagai bruxism atau clenching. Apabila keadaan tersebut didukung oleh perubahan oklusal yang diakibatkan oleh kehilangan gigi dapat menimbulkan tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula.49,51,57
2.3.1.1.3 Faktor Hormonal
Sejumlah studi epidemiologi menunjukkan adanya perbedaan frekuensi tanda dan gejala gangguan sendi temporomandibula berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dimana wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.3,8,19,23 Hal ini disebabkan adanya perbedaan menghadapi stress dan perbedaan hormon antara pria dan wanita.3,14,22,49
Tingginya insiden gangguan sendi temporomandibula pada wanita dipengaruhi oleh perubahan hormon yang terjadi pada siklus menstruasi.17,49 Pada masa premenstruasi terjadi peningkatan aktivitas EMG yang menimbulkan peningkatan sensitivitas nyeri sehingga masa premenstruasi berhubungan dengan terjadinya peningkatan gejala gangguan sendi temporomandibula.49
Selain itu adanya keberadaan hormon estrogen yang tinggi pada wanita merupakan hal yang penting dalam gangguan sendi temporomandibula berdasarkan
(39)
perbedaan jenis kelamin.3,11,17,49,56Hormon estrogen merupakan faktor penting dalam perjalanan timbulnya nyeri karena perubahan level estrogen dapat mengubah transmisi nosiseptif.49
2.3.1.2 Faktor Mekanis
Trauma merupakan sifat mekanik yang dapat menimbulkan kelelahan pada diskus. Selain itu, juga diduga dapat menyebabkan kerusakan kartilago dan memproduksi inflamatori dan mediator-mediator nyeri. Secara umum trauma dapat dibedakan menjadi dua yaitu, makrotrauma dan mikrotrauma. Makrotrauma merupakan tekanan besar pada sendi yang terjadi secara mendadak dan dapat menimbulkan gangguan struktur sendi.49,56 Makrotrauma menyebabkan deformitas dan resopsi kondilus secara progresif sehingga memengaruhi fungsi sendi temporomandibula. Mikrotrauma merupakan tekanan kecil yang diterima sendi dan berlangsung pada jangka waktu yang lama. Aktivitas seperti bruxism dan clenching dapat menghasilkan mikrotrauma pada jaringan.29,49,56
2.3.1.2.1 Parafungsional
Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (mengunyah, bicara, dan menelan) dan tidak mempunyai tujuan fungsional (sepertibruxism, clenching dan kebiasaan mulut lainnya).29,49Aktivitas parafungsional akan menimbulkan tekanan abnormal dan pergeseran tekanan yang dapat menyebabkan perpindahan diskus, artikular dan perubahan degenerasi eminensia artikularis. Hiperaktifitas fungsional otot pterygoid lateral dianggap menyebabkan nyeri pada otot mastikasi. Bagian superior otot pterygoid lateral melekat sebagian pada kapsul artikular sendi temporomandibula dan baik secara langsung atau tidak langsung pada diskus artikular sehingga dapat disimpulkan bahwa disfungsi otot dapat menyebabkan gangguan internal sendi temporomandibula.49,51,56
(40)
2.3.1.2.2 Ketidakseimbangan Oklusi
Salah satu faktor yang berperan penting dalam terjadinya gangguan sendi temporomandibula adalah keadaan oklusi gigi-geligi.41Perubahan bentuk komponen artikular terbukti ada hubungannya dengan beban biomekanis yang diterima sendi dan pada akhirnya berkaitan dengan oklusi. Ketidakseimbangan oklusi dapat disebabkan oleh karena hilangnya gigi geligi pada rahang.49,56Kehilangan gigi akan mengganggu kestabilan oklusi sehingga meningkatkan kerentanan terhadap perubahan beban fungsional sendi temporomandibula yang akan menyebabkan perubahan patologis kondilus dan artrosis (proses degenerasi tanpa peradangan).56
Berdasarkan penelitian Ciancaglini dkk (1999) melaporkan bahwa terdapat 60,2% pasien dengan kehilangan dukungan oklusal mengalami gangguan fungsional dan menyebabkan disfungsi sendi temporomandibula sehingga temuan ini menyatakan bahwa dukungan oklusal merupakan faktor yang berhubungan dengan penguyahan dan gangguan sendi temporomandibula.12 Hal ini sesuai dengan penelitian Ross dkk (2002) yang menemukan adanya hubungan yang positif antara kehilangan gigi posterior rahang bawah dan adanya pergeseran diskus mandibula.44 Pada kehilangan gigi akan terjadi proses remodelling pada sendi sebagai respon terhadap perubahan pada lingkungan fungsional sebagai toleransi terhadap hilangnya gigi. 4,49-51,58
2.3.1.2.3 Beban Fungsional dan Gesekan Sendi
Beban fungsional yang berlebih dan peningkatan gesekan sendi berperan bersama-sama sebagai etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula.56 Hilangnya sejumlah besar gigi mengakibatkan bertambah beratnya beban oklusal pada gigi yang masih tinggal.7 Keadaan ini pada akhirnya akan menyebabkan beban berlebih pada sendi temporomandibula sehingga turut berperan dalam mengakibatkan terjadinya perubahan pada sendi.4,11,49 Milam dkk menyatakan bahwa cedera mekanik dan hipoxia/kegagalan perfusi menunjukkan tekanan oksidatif menyebabkan akumulasi radikal bebas yang merusak jaringan artikular pada sendi
(41)
temporomandibula. Beberapa penelitian menunjukkan adanya radikal oksidatif reaktif dalam cairan sinovial pada sendi temporomandibula yang mengalami gangguan.49,56
2.3.2 Klasifikasi
Karena adanya ketidakpastian mengenai etiologi, dewasa ini pengklasifikasi diagnostik gangguan sendi temporomandibula dilakukan berdasarkan pada tanda dan gejala. Pada awalnya klasifikasi gangguan sendi temporomandibula dibagi menjadi dua bagian yaitu, gangguan intrakapsular (TMJ) dan ekstrakapsular (otot). Namun klasifikasi ini tidak dapat digunakan dalam menentukan diagnosa beberapa kelainan yang terjadi pada otot mastikasi dan sendi temporomandibula. Oleh karena itu, dibuat suatu klasifikasi yang dapat digunakan untuk menetapkan lebih dari satu diagnosis sehingga dapat lebih baik menggambarkan keadaan klinis pasien yang sebenarnya.49,58
American Academy of Orofacial Pain (AAOP) membuat suatu klasifikasi
diagnosis gangguan temporomandibula yang dibagi atas 3 kategori secara umum yaitu gangguan tulang kranial, gangguan sendi temporomandibula dan gangguan otot mastikasi.49,58
1. Tulang kranial
Dalam klasifikasi terdiri gangguankongenital seperti aplasia, hipoplasia, hiperplasia, displasia (seperti hemifacialmicrosomia,sindromPierreRobin, sindrom
TreacherCollins,hiperplasiakondilus, prognatisme, displasiafibrosa) dan gangguanyang didapat seperti neoplasia dan fraktur tulang kranial.
2. Gangguan sendi temporomandibula
Dalam klasifikasi ini yang termasuk dalam gangguan sendi temporomandibula adalah penyimpangan bentuk sendi, perpindahan diskus(dengan reduksi atau tanpareduksi), kondisi peradanganyaitu synovitis/capsulitis, Artritis(osteoarthritis,
osteoarthrosis, polyarthritides), ankilosis(fibrous, bony) dan neoplasia.
a. Penyimpangan bentuk
Perubahan bentuk terjadi disebabkan oleh adanya perubahan nyata pada bentuk permukaan artikular. Hal ini dapat terjadi pada kondilus, fossa dan diskus. Perubahan
(42)
bentuk struktur tulang pada kondilus atau fossa yang rata atau bahkan tonjolan pada kondilus. Perubahan bentuk struktur tulang diskus diantaranya terjadi penipisan dan perforasi. Hal ini dapat mengakibatkan disfungsi sendi pada titik pergerakan tertentu saat membuka dan menutup mulut dan menimbulkan bunyi kliking pada sendi.
b. Pergeseran diskus
Pada saat bagian lamina retrodiscal inferior dan ligamen discal kolateral mengalami elongasi, posisi diskus akan bergeser lebih ke anterior dari otot pterygoid lateral. Seiring dengan adanya tarikan ke anterior yang secara terus menerus maka batas bagian posterior diskus menjadi lebih tipis sehingga memungkinkan diskus bergeser lebgih ke anterior. Pergeseran diskus dibedakan menjadi 2 yaitu dengan reduksi dan tanpa reduksi.49
- Dengan reduksi
Saat sendi mendapat trauma, ligamen discal kolateral dan lamina retrodiscal inferior akan mengalami elongasi yang mengakibatkan terjadinya pergeseran diskus ke anterior. Pada saat bagian anterior terus menarik maka terjadi penipisan pada batas posterior diskus. Hal ini menyebabkan posisi diskus tidak tepat atau sepenuhnya akan dipaksa melewati ruang discal karena diskus dan kondilus tidak lagi berartikulasi, keadaan ini disebut sebagai dislokasi diskus. Namun dengan keadaan tersebut pasien dapat menggerakkan rahang untuk mereposisi kondilus ke atas batas posterior diskus maka dikatakan diskus mengalami reduksi. Pada tipe ini ditandai dengan adanya bunyi kliking atau gerakan sticking sementara pada saat membuka dan menutup mulut.
- Tanpa reduksi
Elongasi ligamen yang terjadi terus menerus pada dan hilangnya elastisitas lamina retrodiskal superior menyebabkan sulitnya mengembalikan diskus ke keadaan semula. Saat terjadi dislokasi diskus tanpa reduksi maka terjadi translasi kondilus ke depan yang akan memaksa diskus di depan kondilus. Pada tipe ini terjadi trismus atau rahang terkunci sehingga pembukaan normal mandibula tidak akan tercapai dimana batas pembukaan maksimal 25-30 mm dan disertai nyeri pada pembukaan sendi atau nyeri clenching setelah hilangnya kliking.
(43)
c. Peradangan pada sendi
Peradangan pada sendi temporomandibula ditandai dengan adanya nyeri yang dalam yang terjadi secara terus menerus biasanya lebih ditekankan pada fungsi sendi. Nyeri yang berlangsung secara terus menerus dapat menghasilkan efek pada pusat rangsangan sekunder. Hal ini biasanya ditunjukkan oleh timbulnya rasa nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan (hiperalgesia) dan terjadi peningkatan protective
co-contraction. Pengklasifikasian peradangan sendi dibuat berdasarkan struktur yang
terlibat seperti, synovitis/capsulitis, arthritis dan retrodiscitis. - Synovitis/capsulitis
Inflamasi pada jaringan synovial (Synovitis) dan ligamen kapsular (capsulitis) secara klinis hampir sama oleh karena itu sulit untuk menetapkan diagnosis banding. Satu-satunya cara untuk membedakan kedua inflamasi ini dengan menggunakan
arthroscopy. Synovitis/capsulitis biasanya diikuti oleh adanya trauma pada jaringan,
seperti makro trauma (misalnya pukulan pada dagu) dan mikrotrauma (misalnya adanya sedikit tekanan pada jaringan akibat pergeseran diskus ke anterior). Trauma yang juga dapat timbul pada saat mulut dibuka lebar dan pada pergerakan mandibula yang kasar. Secara klinis akan menunjukkan adanya nyeri saat istirahat dan diperparah pada saat melakukan fungsinya dan keterbatasan pergerakan mandibula yang diikuti dengan adanya nyeri. Apabila terdapat edema (pembengkakan), hal ini menunjukkan kondilus bergeser lebih ke inferior sehingga menimbulkan adanya gangguan oklusi ipsilateral gigi posterior.
- Arthritis
Arthritis merupakan peradangan yang terjadi pada permukaan artikular sendi.
Artritis dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu: osteoarthritis, osteoarthrosis dan
polyathritis.
1. Osteoarthrosis
Osteoarthrosis terjadi karena dislokasi diskus atau perforasi yang mengakibatkan
kondilus berartikulasi langsung dengan fossa yang mempercepat proses kerusakan dan terjadi perubahan tulang. Secara klinis terjadi keterbatasan jarak pembukaan mulut.
(44)
2. Osteoarthritis
Osteoarthritis menunjukkan proses kerusakan dari permukaan artikular tulang
yang mengakibatkan perubahan pada kondilusdan fossa. Hal ini dianggap sebagai respon tubuh terhadap peningkatan beban yang diterima sendi temporomandibula secara terus menerus. Keadaan ini mengakibatkan permukaan tulang artikular melunak (chondromalacia) dan terjadi resorbsi tulang subartikular. Degenerasi yang terjadi secara progresif pada akhirnya menyebabkan hilangnya lapisan subkortikal dan erosi tulang yang terlihat pada gambaran radiografi. Secara klinis sama dengan
osteoarthrosis dan dijumpai adanya krepitasi serta nyeri pada saat dipalpasi. 3. Polyarthritis
Polyarthritis merupakan sekumpulan gangguan pada permukaan artikularis sendi
yang mengalami inflamasi. Setiap gangguan dikenali berdasarkan faktor penyebabnya seperti, traumatik arthritis, infeksi arthritis dan rheumatoid arthritis.
- Retrodicitis
Peradangan pada jaringan retrodiscal (retrodicitis) terjadi akibat makrotrauma seperti pukulan pada dagu. Trauma terjadi secara mendadak dan memaksa bagian kondilus ke jaringan retrodiscal. Adanya injuri pada jaringan menimbulkan reaksi inflamasi. Mikrotrauma juga dapat mengakibatkan retrodicitis seperti pada tahap lanjutan pergeseran diskus dan dislokasi sendi. Pada gambaran klinis gangguan ini dapat ditemukan adanya keterbatasan pergerakan rahang yang disebabkan oleh
arthralgia.
c. Gangguan otot mastikasi
Pada tipe ini dapat diidentifikasi dengan adanya nyeri pada daerah otot saat pergerakan rahang.63Nyeri otot berasal dari ekstra kapsular yang terutama disebabkan oleh adanya pengaruh inhibisi terhadap nyeri yang diterima. Pada umumnya dijumpai keterbatasan pergerakan rahang yang sering tidak dihubungkan dengan perubahan struktur otot tersebut. Nyeri pada otot sering disertai oleh adanya perubahan oklusi yang akut. Gangguan pada otot tidak menunjukkan tanda klinis yang sama. Oleh karena itu, gangguan otot dibedakan atas 5 tipe yaitu, protective co-contraction, nyeri otot lokal, nyeri otot wajah, spasme otot dan centrally mediated myalgia.49
(45)
2.3.3 Tanda dan Gejala
Gangguan temporomandibula didefenisikan sebagai serangkaian kondisi fungsional dan patologis yang memengaruhi sendi temporomandibula, otot mastikatori serta jaringan lain disekitarnya. Hal ini ditandai dengan beberapa tanda dan gejala yang diantaranya adalah :11,23,29,49,56,58
• Sakit atau nyeri pada daerah wajah, sendi rahang, leher dan bahu, dan atau di sekitar telinga saat mengunyah, berbicaraatau pembukaan mulut yang maksimal.
• Kesulitan menelan atau perasaan tidak nyaman ketika menelan.
• Rahang terkunci, kaku, sehingga sulit untuk membuka atau menutup mulut.
• Bunyi kliking pada sendi rahang saat membuka atau menutup mulut yang mungkin atau tidak disertai dengan nyeri.
• Sakit kepala
• Gigitan yang rasanya tidak pas
2.3.4 Diagnosis
Diagnosis penyakit atau gangguan fungsi sendi temporomandibula tergantung pada riwayat dan pemeriksaan klinis yang menyeluruh serta ketepatan interpretasi hasil radiografi.49,50
2.3.4.1 Riwayat Pasien
Riwayat pasien merupakan hal yang sangat penting dalam membuat suatu diagnosis penyakit. Dalam mendiagnosis suatu nyeri 70-80% informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari riwayat kesehatan.51Keluhan utama dapat berupa nyeri orofasial, bunyi sendi, keterbatasan dalam membuka mulutatau kombinasi dari keduanya. Selain itu, keluhan lain seperti sakit kepala dan tinitus juga akan ditemukan.49,50
Apabila pasien merasakan nyeri maka hal yang paling penting untuk diketahui adalah lokasi, timbulnya nyeri, karakteristik, faktor yang memperparah dan
(46)
mengurangi nyeri serta hubungannya dengan keluhan terhadap lokasi, frekuensi, kualitas dan tingkat keparahan nyeri. Semua hal tersebut sangat penting untuk dievaluasi. Banyak pasien yang dapat secara tepat menggambarkan sifat dari rasa sakit dan lokasi anatomis maupun penyebarannya serta kaitannya dengan timbulnya keluhan seperti bunyi sendi dan keterbatasan pergerakan mandibula.49,50Secara khusus, timbulnya rasa sakit yang berpusat langsung di depan tragus telinga dan sekitar telinga, sakit pada pipi serta ditemukan rasa sakit di daerah mandibula maka sangat mendukung diagnosis gangguan temporomandibula.59,60
Rasa sakit dapat disertai dengan bunyi pada sendi temporomandibula pada daerah preaurikular selama mandibula berfungsi seperti membuka dan mengunyah.49,59,60Bunyi pada sendi tersebut dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu, kliking dan krepitasi. Kliking merupakan bunyi tunggal yang berlangsung singkat sedangkan krepitasi merupakan bunyi keretak yang terjadi selama pergerakan mandibula.21,49-51Riwayat keterbatasan pembukaan mulut yang mungkin terjadi secara intermiten atau progresif merupakan tanda kunci adanya gangguan temporomandibula.61-63
Nyeri kronis pada kepala, leher dan punggung, sindrom iritasi usus dan pruritus yang timbul idiopatik kadang-kadang ditemukan pada pasien dengan gangguan temporomandibula. Hal ini harus ditemukan untuk membangun kemungkinan penyebab psikogenik. Dalam mendiagnosis juga penting menanyakan pasien tentang pengaruh yang mendasarinya seperti stress, kecemasan, depresi atau hal penting dalam hidupnya sehingga pasien bisa menggambarkan dengan jelas setiap keadaan psikogenik yang mungkin menyebabkan gangguan.63
Secara umum, semakin lama durasi gejala dan banyaknya perawatan yang dilakukan khususnya perawatan yang gagal, maka akan semakin kecil kemungkinan pasien akan memberi respon yang baik dalam perawatan selanjutnya.63
2.3.4.2 Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis sangat penting dilakukan untuk menentukan diagnosis gangguan temporomandibula, terutama dalam mengevaluasi sendi
(47)
temporomandibula. Pemeriksaan klinis sebagian besar didasarkan atas pengamatan, palpasi dan auskultasi.49,50,63
Pemeriksaan gigi secara menyeluruh dengan memperhatikan khususnya faktor oklusi merupakan awal yang tepat. Gangguan oklusi yang dapat langsung diperiksa yaitu, gigitan silang (crossbite), gigitan dalam (deep overbite), daerah supra erupsi dan daerah tidak bergigi.50
Luas pergerakan mandibula juga dievaluasi pada tahap selanjutnya. Range of
Motion (ROM) dari sendi temporomandibula diukur pada pembukaan maksimal
rahang dengan penggaris dari tepi bawah gigi insisivus yang terletak tepat ditengah maksila (rahang atas) sampai tepi atas gigi insisivus yang terletak tepat ditengah mandibula (rahang bawah) pada gigi asli atau pada gigitiruan.61Pembukaan antar insisal bervariasi tetapi dalam keadaan normal pada orang dewasa jarak interinsisal maksimal mencapai ≥ 40 mm. Pergerakan maksimal ke kanan dan kiri maupun gerakan protrusi maksimal juga diukur.49,50,61
Auskultasi stetoskop pada sendi memungkinkan penentuan sifat dan waktu timbulnya bunyi abnormal secara lebih tepat. Penentuan kliking dan besar pembukaan insisal dipermudah dengan auskultasi.49,61,63Kliking yang terjadi pada awal fase membuka mulut menunjukkan dislokasi diskus anterior ringan. Sementara bunyi kliking yang terjadi atau timbul lebih lambat berkaitan dengan kelainan meniskus. Pada kasus kliking yang resiprokal, menunjukkan pergeseran diskus yang kronis dan dapat berkurang dengan sendirinya. Krepitasi sendi ditunjukkan melalui bunyi kemeretak merupakan tanda kemungkinan terjadinya disfungsi sendi degeneratif.50,63
Palpasi dilakukan perkutan maupun peroral dan melibatkan jaringan lunak dan keras.51,52,64 Pada pemeriksaan otot-otot yang dipalpasi diantaranya, otot maseter, temporalis, pterygoideus lateral, pterygoideus medial dan bagian anterior dari digastrikus. Otot-otot yang dipalpasi pada ekstra-oral adalah otot temporalis, dan digastrikus sedangkan otot medial pterygoid dengan palpasi intraoral. Daerah palpasi otot yang tepat dan kekuatan palpasi dengan satu jari harus dikalibrasi agar sama diantara penguji. Bagian lateral dari sendi temporomandibula dipalpasi pada ekstra oral yaitu sekitar 5 mm anterior dari saluran akustik luar. Bagian posterior dari sendi
(48)
temporomandibula dipalpasi dengan jari kelingking di saluran akustik dengan meminta pasien untuk membuka dan menutup rahang dalam mencapai lokasi kepala kondilus yang tepat. Nyeri pada pergerakan mandibula dicatat dengan meminta subjek untuk membuka mulut secara maksimal serta melakukan gerakan mandibula ke lateral dan gerakan protusif. Reaksi sakit yang dialami pasien langsung dilaporkan dan dicatat.61,62 (Gambar 6)
(49)
Gambar 6. Pemeriksaan klinis sendi temporomandibula A. Pengukuran batas pembukaan mulut;65 B. Auskultasi sendi temporomandibula;65 C. Pengukuran jarak deviasi D.Palpasi otot maseter;66E. Palpasi otot temporalis F.Palpasi sendi bagian lateral;66G. Palpasi sendi bagian posterior;66 G. Pergerakan mandibula ke lateral kanan;66 H. Pergerakan mandibula ke lateral kiri.66
2.3.4.3 Pemeriksaan Radiografi
D
A B
C
D E
F G
(50)
Dalam kasus yang kompleks dibutuhkan gambaran radiografi untuk mendukung dan memperkuat diagnosis gangguan temporomandibula.51,63Diantara berbagai pemeriksaan radiografi, teknik X-ray yang sebelumnya populer digunakan memiliki kelemahan diantaranya representasi gambar yang tidak memadai, tidak dapat menggambarkan keadaan jaringan lunak di dalam dan sekitar sendi temporomandibula serta pemeriksaan terbatasnya validitas gambar yang dihasilkan. Oleh karena itu, dilakukan pemeriksaan MRI (Magnetic Resonance Imaging) yang dapat menunjukkan jaringan keras artikular dan keadaan jaringan lunak disekitarnya. Dibandingkan dengan teknik X-Ray, pemeriksaan MRI lebih menguntungkan karena tidak menggunakan radiasi X-Ray sehingga tidak menimbulkan rasa sakit atau kerusakan jaringan akibat efek radiasi.49,60
(51)
2.4 Landasan Teori
- r
2.4
Kehilangan Gigi Sebagian
Etiologi Faktor Penyakit Faktor bukan Penyakit - Karies - Penyakit periodontal - Injury - Pemanfaat an kesehatan - Sosio- demografi Klasifikasi Jumlah kehilangan gigi Jumlah kuadran kehilangan gigi posterior dukungan oklusal
- 1-5 gigi - 6-10 gigi - >10 gigi
- Kelas A - Kelas B1 - Kelas B2 - Kelas B3 - Kelas B4 - Kelas C
Dampak
Emosional Sistemik Fungsiona
Gangguan berbicara Etiologi Penurunan adaptasi sendi Faktor mekanis Klasifi Parafungsional Ketidakseimbangan oklusi Beban fungsional dan gesekan sendi
Umur Sistemik Hormonal - 1 - 2 - 3 - 4
(52)
2.5 Kerangka Konsep
Kehilangan Gigi Sebagian
Gangguan sendi Temporomandibula (STM)
Kestabilan gigi pada lengkung rahang terganggu
Ketidakseimbangan oklusi
Peningkatan beban biomekanik pada STM
Perubahan bentuk dan atau lokasi kondilus secara
patologis
Jumlah kehilangan gigi
Jumlah kuadran kehilangan gigi
posterior
Jumlah dukungan oklusal
Resiko gangguan pada STM meningkat secara signifikan seiring dengan peningkatan jumlah kehilangan gigi.
Semakin besar jumlah kuadran kehilangan gigi maka resiko gangguan STM semakin tinggi.
Ada hubungan penurunan jumlahdukungan oklusal terhadap gangguan STM
(53)
2.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kehilangan gigi.
2. Ada hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan jumlah kuadran kehilangan gigi posterior.
3. Ada hubungan kehilangan gigi sebagian terhadap gangguan sendi temporomandibula pada pasien RSGMP FKG USU berdasarkan dukungan oklusal.
(54)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional, dimana sampel kasus hanya diobservasi satu kali tanpa diberi perlakuan dan variabel-variabel diukur menurut keadaan atau status sewaktu diobservasi. Penelitian ini dilakukan melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner dan pemeriksaan klinis.
3.2 Populasi
Populasi penelitian adalah pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan(RSGMP) Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
3.3 Sampel
Teknik pelah ngambilan sampel yang digunakan adalah nonprobability
sampling dengan teknik purposive sampling. Pengambilan sampel secara purposive
didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya.67
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus data proporsi pada satu populasi. Jumlah sampel yang dibutuhkan berdasarkan hasil perhitungan dengan melihat proporsi yang digunakan pada kasus ini sebesar 59% dengan tingkat
kemaknaan (α) 0,05.67
Rumus besar sampel data proporsi pada satu populasi:67
n = Z2 1 - α / 2 P(1-P)
(55)
Keterangan :
n = besar sampel minimum
Z2 1 - α / 2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada α tertentu
(96% Z α score =1,96)
P = proporsi dari penelitian yang telah ada (bila tidak ada dianggap 50% atau (0,5) d = kesalahan yang dapat ditolerir (10%)
Hasil perhitungan :
Jadi jumlah sampel minimal adalah 93 orang pasien yang kehilangan gigi sebagian. Untuk menghindari terjadinya drop out sampel penelitian maka jumlah sampel ditambahkan sebesar ±10% dari sampel yang ditentukan. Oleh karena itu jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 100 orang.
3.3.1 Kriteria Inklusi
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu :
1. Semua pasien RSGMP FKG USU yang berusia diatas 18 tahun dengan kehilangan gigi sebagian.
2.Pasien yang bersikap koperatif untuk mengikuti kegiatan penelitian 3. Pasien yang sehat jasmani dan rohani
3.3.2 Kriteria Eksklusi
Adapun kriteria eksklusi pada penelitian ini, yaitu : 1. Pasien yang berumur dibawah 18 tahun
n = (1,96)2 0,59 ( 1 - 0,59) (0,1)2
(56)
2. Pasien yang masih memiliki gigi lengkap 3. Pasien yang telah kehilangan seluruh giginya 4. Pasien yang menggunakan gigitiruan
5. Pasien yang sedang atau pernah menggunakan piranti cekat
6. Pasien yang mengalami atrisi gigi yang berat sehingga mengubah vertikal dimensi
7. Pasien yang memiliki riwayat trauma pada daerah wajah atau kepala 8. Pasien yang mengalami gangguan sistemik
9. Pasien yang memiliki kebiasaan parafungsional
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Klasifikasi Variabel 3.4.1.1Variabel Bebas
Pasien Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) FKG USU yang mengalami kehilangan gigi sebagian berdasarkan :
1. Jumlah gigi yang hilang
2. Jumlah kuadran kehilangan gigi posterior 3. Dukungan oklusal
3.4.1.2 Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah gangguan sendi temporomandibula.
3.4.1.3 Variabel Terkendali
Peneliti dan alat ukur yang sama
3.4.1.4. Variabel Tidak Terkendali
(57)
3.4.2 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional variabel bebas
No Variabel Definisi Operasional Cara
Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
1. Kehilangan
gigi sebagian
Hilangnya beberapa tetapi tidak semua gigi pada lengkung rahang.
- - -
2. Jumlah gigi
yang hilang
Jumlah gigi yang telah hilang atau sudah dilakukan pencabutan
yang dikelompokkan
menjadi :
- 1-5 gigi
- 6-10 gigi
->10 gigi
-
- -
3. Jumlah
kuadran kehilangan gigi posterior
Hilangnya satu atau beberapa gigi posterior di setiap kuadran pada lengkung rahang yaitu berjumlah 1 kuadran, 2 kuadran, 3 kuadran dan 4 kuadran.
- - -
4. Dukungan
oklusal
Kelas A: terdiri atas 4 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar dan molar
dengan gigi antagonisnya pada setiap sisi.
Kelas B1: terdapat 3 zona dukungan oklusal yaitu kontak gigi premolar atau molar
dengan gigi antagonisnya.
kelas B2: yang terdiri dari 2 zona dukungan oklusal.
Kelas B3: hanya
terdapat 1 zona dukungan oklusal.
kelas B4: tidak terdapat dukungan oklusal namun masih terdapat gigi anterior yang berkontak antagonis. Kelas C: tidak ditemukan gigi yang
berkontak antagonis
baik gigi anterior maupun gigi posterior.
(58)
Tabel 2. Definisi operasional variabel terikat
No. Variabel Definisi Operasional Cara
Pengukuran
Hasil Pengukuran
Skala Pengukuran
1. Gangguan
sendi temporoman-dibula
Sekumpulan gejala dan tanda yang melibatkan otot mastikasi, sendi temporomandibula dan struktur terkait.
1. Kuesioner
2. Pemeriksan
klinis
0-15 : Ada gangguan 20-100: tidak ada gangguan
Nominal
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
3.5.1 Tempat Penelitian
1. Rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) Universitas Sumatera Utara
2. Klinik Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
3.5.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2015
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1.1 Alat Penelitian
1. Alat tulis (pulpen, pensil, penggaris) 2. Tiga serangkai (kaca mulut, sonde, pinset) 3. Dental unit
4. Stetoskop (Geamedical) 5. Kaliper digital (Krisbow) 6. Dental floss
7. Hand scone
8. Masker
(59)
3.6.1.2 Bahan Penelitian
Lembar Kuesioner
3.6.2 Cara Penelitian
1. Penelitian ini diawali dengan observasi terhadap pasien di rumah Sakit Gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) FKG USU untuk memperoleh gambaran sampel yang akan digunakan.
2. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengurus surat izin penelitian dari Fakultas Kedokteran Gigi USU, surat persetujuan penelitian dari Komisi Etik Penelitian Bidang Kesehatan, surat izin dari RSGMPFKG USU.
3. Setelah surat izin penelitian diperoleh, peneliti mulai melakukan penelitian dengan mengunjungi Rumah sakit gigi dan Mulut Pendidikan (RSGMP) FKG USU untuk mendapatkan sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi.
4. Peneliti menjelaskan mengenai penelitian yang akan dilakukan, kemudian subjek penelitian diberikan Informed Consent yaitu surat persetujuan setelah memperoleh penjelasan.
5. Peneliti mencatat identitas sampel dan melakukan pemeriksaan terhadap rongga mulut sampel.
6. Peneliti memberi penjelasan kepada sampel penelitian mengenai kuesioner. 7. Kuesioner terdiri dari sepuluh pertanyaan mengenai sulit atau tidaknya membuka mulut, frekuensi sakit kepala, nyeri leher, sakit pada sendi kraniomandibular, adanya bunyi pada sendi, artikulasi serta perasaaan gugup atau tegang yang dialami.
Setiap pertanyaan pada kuesioner ini terdiri atas 3 pilihan jawaban yaitu; tidak mengalami, kadang-kadang, dan sering mengalami kelainan. Adapun nilai untuk penilaian dari ketiga pilihan jawaban tersebut menurut Fonseca’s Questionnaire sebagai berikut: 66,67
- Tidak : 0
- Kadang-skadang : 5
(1)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 11,105a 3 ,011 Likelihood Ratio 10,515 3 ,015 Linear-by-Linear
Association
9,574 1 ,002
N of Valid Cases 100
a. 3 cells (37,5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,68.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R ,311 ,095 3,239 ,002c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation ,311 ,092 3,236 ,002c
N of Valid Cases 100
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.
(2)
Gangguan STM Pemeriksaan Klinis * Dukungan Oklusal
Crosstab
Dukungan Oklusal
A B1 B2
Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
tidak ada Count 10 0 4
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
71,4% ,0% 28,6%
% within Dukungan Oklusal 22,2% ,0% 22,2% % of Total 10,0% ,0% 4,0%
ada Count 35 7 14
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
40,7% 8,1% 16,3%
% within Dukungan Oklusal 77,8% 100,0% 77,8% % of Total 35,0% 7,0% 14,0%
Total Count 45 7 18
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
(3)
Crosstab
Dukungan Oklusal
A B1 B2
Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
tidak ada Count 10 0 4
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
71,4% ,0% 28,6%
% within Dukungan Oklusal 22,2% ,0% 22,2% % of Total 10,0% ,0% 4,0%
ada Count 35 7 14
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
40,7% 8,1% 16,3%
% within Dukungan Oklusal 77,8% 100,0% 77,8% % of Total 35,0% 7,0% 14,0%
Total Count 45 7 18
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
45,0% 7,0% 18,0%
% within Dukungan Oklusal 100,0% 100,0% 100,0% % of Total 45,0% 7,0% 18,0%
(4)
Dukungan Oklusal B3 B4 Gangguan STM
Pemeriksaan Klinis
tidak ada Count 0 0
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
,0% ,0%
% within Dukungan Oklusal ,0% ,0% % of Total ,0% ,0%
ada Count 7 10
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
8,1% 11,6%
% within Dukungan Oklusal 100,0% 100,0% % of Total 7,0% 10,0%
Total Count 7 10
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
7,0% 10,0%
% within Dukungan Oklusal 100,0% 100,0% % of Total 7,0% 10,0%
Crosstab
Dukungan Oklusal
Total C
(5)
Pemeriksaan Klinis % within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
,0% 100,0%
% within Dukungan Oklusal ,0% 14,0% % of Total ,0% 14,0%
ada Count 13 86
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
15,1% 100,0%
% within Dukungan Oklusal 100,0% 86,0% % of Total 13,0% 86,0%
Total Count 13 100
% within Gangguan STM Pemeriksaan Klinis
13,0% 100,0%
% within Dukungan Oklusal 100,0% 100,0% % of Total 13,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9,561a 5 ,089 Likelihood Ratio 14,250 5 ,014 Linear-by-Linear
Association
5,907 1 ,015
(6)
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 9,561a 5 ,089 Likelihood Ratio 14,250 5 ,014 Linear-by-Linear
Association
5,907 1 ,015
N of Valid Cases 100
a. 5 cells (41,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,98.
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig. Interval by Interval Pearson's R ,244 ,061 2,494 ,014c Ordinal by Ordinal Spearman Correlation ,243 ,073 2,482 ,015c
N of Valid Cases 100
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. c. Based on normal approximation.