Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga) dan Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri Farmasi

KAJIAN EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT
IKAN TUNA (Thunnus alalunga) DAN KARAKTERISTIKNYA
SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI FARMASI

FAHRUL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis
yang berjudul
KAJIAN EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT IKAN TUNA (Thunnus alalunga)
DAN KARAKTERISTIKNYA SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI FARMASI
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan bimbingan para
komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditujukkan rujukannya. Tesis ini
belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan
tinggi lain.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Oktober 2005

Fahrul
NIM F051030151

ABSTRAK
FAHRUL. Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga) dan
Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri Farmasi. Dibimbing oleh USMAN
AHMAD dan ROSMAWATY PERANGINANGIN.
Kulit ikan tuna (Thunnus alalunga) merupakan salah satu jenis limbah yang
dihasilkan dari industri pengolahan fillet ikan tuna. Hingga saat ini pemanfaatan kulit
ikan tuna belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik ekstraksi
gelatin dari kulit ikan tuna dengan cara asam dan mengkaji karakteristik gelatin yang
dihasilkan. Jenis pelarut yang digunakan untuk larutan perendam adalah asam sitrat
pH3. Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah lama perendaman kapur
(24 dan 48 jam), konsentrasi enzim (1, 2, dan 3%), dan lama perendaman asam (12,
18, dan 24 jam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama perendaman kapur 48
jam, konsentrasi enzim 1%, dan lama perendaman asam 12 jam (P2E1S1) merupakan

kombinasi perlakuan terbaik dari semua perlakuan yang diterapkan. Hasil rendemen
gelatin yang diperoleh sebesar 18.6%, viskositas 22.75 centipoise, pH 7.1 dan
kekuatan gel 496 bloom. Sifat fisik dan kimia gelatin kulit ikan tuna cenderung lebih
baik dari gelatin pembanding yaitu gelatin komersial dan gelatin standar
laboratorium. Hasil analisis kandungan mikrobiologi gelatin kulit ikan tuna lebih
baik dari gelatin pembanding. Sifat organoleptik gelatin kulit ikan tuna dibanding
gelatin pembanding dari segi aroma cenderung sama terutama dengan gelatin
komersial, walaupun dari segi penampakan dan warna masih lebih rendah dari gelatin
standar laboratorium.

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 19 April 1974 dari Bapak
Asikin Kasim dan Ibu Muriati. Penulis adalah putra ketiga dari lima bersaudara.
Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Ujung Pandang, Sulawesi Selatan.
Jenjang pendidikan Perguruan Tinggi mulai ditempuh di Universitas Hasanuddin
jurusan Perikanan dan menyelesaikan studi pada tahun 1999.
Pada tahun 2001 penulis diterima dan diangkat menjadi staf pengajar pada
Sekolah Tinggi Teknokogi Kelautan (STITEK) Balik Diwa Makassar. Tahun 2003
mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan program magister sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

melalui bantuan Beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional RI. Selama mengikuti
perkuliahan, penulis menjadi pengurus (Sekertaris I) di Forum Komunikasi
Mahasiswa

Pascasarjana

Institut

Pertanian

Bogor

asal

Sulawesi

Selatan

(FKMP IPB-SS). Penulis menyelesaikan pendidikan pada bulan Oktober 2005.


KAJIAN EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT
IKAN TUNA (Thunnus alalunga) DAN KARAKTERISTIKNYA
SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI FARMASI

FAHRUL

Tesis
Sebagai Salah satu Syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2005

Judul Tesis
Nama
NRP

Program Studi

: Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna
(Thunnus alalunga) dan Karakteristiknya Sebagai Bahan
Baku Industri Farmasi.
: Fahrul
: F051030151
: Teknologi Pascapanen

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr
Ketua

Prof. Dr. Rosmawaty Peranginangin, MS, APU
Anggota

Diketahui,
Ketua Program Studi

Teknologi Pascapanen

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian : 20 Oktober 2005

Tanggal lulus :………………….

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis “Kajian Ekstraksi Gelatin
dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga) dan Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku
Industri Farmasi”.
Sebelum penelitian dan penyusunan tesis ini, penulis benyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak, olehnya itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setulusnya kepada:

1)

Bapak Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku ketua komisi pembimbing yang
telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang konstruktif.

2)

Ibu Prof. Dr. Rosmawaty Peranginangin, MS. APU selaku anggota

komisi

pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan
bimbingan, arahan dan saran yang konstruk tif.
3)

Bapak Dr. Ir. Suroso, M.Sc selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberikan saran dan arahan yang konstruktif.

4)


Kepala dan Staf Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosisal Ekonomi Kelautan
dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Slipi, Jakarta yang telah
memberikan izin untuk ikut dalam proyek penelitian pengembangan produk
perikanan dari limbah hasil industri perikanan.

5)

Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar
yang telah banyak membekali ilmu pengetahuan dan wawasan penulis.

6)

Bapak Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr

yang telah banyak memberikan

semangat dan dorongan moral dalam menyelesaikan studi selama beliau
menjabat Ketua Program Studi Teknologi Pasaca Panen
7)


Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS, yang telah memberikan
bantuan dana pendidikan melalui Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS).

8)

Ketua Yayasan dan Rektor Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik
Diwa Makassar yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi.

9)

Pemerintah Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang telah memberikan bantuan
penelitian.

10) Terkhusus Bapak Asikin Kasim dan Ibunda

tercinta Muriati yang telah

membesarkan, mengasuh dan mendidik dengan penuh kasih sayang.

11) Saudaraku


Faishal dan Umrah,

Fauziah, Fatimah dan Mansyur Zein, dan

Achmad Fachri, serta ponakan-ponakanku yang pintar dan lucu Fachira “Fira”
Khumaira, Muhammad Farhan “Paang” Ramadhan, dan Faiza Azizah “Chica”
Khumaira yang saya cintai atas segala dukungan, pengorbanan dan doa serta
pengertiannya selama ini.
12) Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Teknologi Pasca Panen khususnya
angkatan 2003 atas segala kerjasama dan dukungannya selama ini.
13) Semua pihak yang telah memberikan dukungan dan sumbangsi pemikiran dalam
penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini, masih jauh dari kesempurnaan.
Olehnya itu, segala saran dan kritikan yang sifatnya konstruktif dengan senang hati
penulis harapkan. Semoga tesis ini bermanfaat adanya.
Bogor,

Oktober 2005
Penulis


DAFTAR ISI

PRAKATA............................................................................................. .

Halaman
iii

DAFTAR ISI...........................................................................................

iv

DAFTAR TABEL...................................................................................

vi

DAFTAR GAMBAR ..............................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................
Tujuan Penelitian.........................................................................
Manfaat Penelitian.......................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tuna.....................................................................................
Limbah Hasil Perikanan..............................................................
Kulit Ikan.....................................................................................
Kapur Tohor (CaO) .....................................................................
Natrium Sulfida (Na2 S)2.5 ..........................................................
Amonium Sulfat [(NH4 )2 SO4 ].....................................................
Enzim Protease ............................................................................
Kolagen .......................................................................................
Gelatin .........................................................................................
Pembuatan Gelatin ......................................................................
Mutu Gelatin ...............................................................................

4
5
6
7
7
8
8
10
13
18
20

METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu......................................................................
Bahan dan Alat............................................................................
Metode Penelitian........................................................................
Penelitian Tahap I ..............................................................
Penelitian Tahap II ............................................................
Pengamatan .................................................................................
Rendemen..........................................................................
Kekuatan Gel.....................................................................
Viskositas ..........................................................................
Derajat Keasaman (pH) .....................................................
Kadar Air ...........................................................................
Kadar Abu .........................................................................
Kadar Protein.....................................................................
Kadar Lemak .....................................................................
Titik Isoelektrik .................................................................
Logam Berat ......................................................................

23
23
23
24
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30

Asam Amino......................................................................
Titik Jendal........................................................................
Titik Leleh.........................................................................
Derajat Putih ......................................................................
Penentuan To tal Plate Count .............................................
Penentuan Escherichia coli ...............................................
Penentuan Salmonella .......................................................
Uji Organoleptik ................................................................

31
32
32
32
33
33
34
35

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bahan Baku.................................................................................
Penelitian Tahap I .......................................................................
Rendemen Gelatin ............................................................
Viskositas Gelatin .............................................................
pH Gelatin ........................................................................
Kekuatan Gel Gelatin ........................................................
Penelitian Tahap II .....................................................................
Kadar Air ...........................................................................
Kadar Abu .........................................................................
Kadar Lemak .....................................................................
Kadar Protein.....................................................................
pH ......................................................................................
Komposisi Asam Amino ...................................................
Logam Berat ......................................................................
Kekuatan Gel.....................................................................
Viskositas ..........................................................................
Titik jendal dan Titik Leleh...............................................
Titik Isoelektrik .................................................................
Derajat Putih ......................................................................
Kandungan Mikrobiologi ..................................................
Sifat Organoleptik .............................................................

36
37
37
39
41
42
44
44
45
46
46
47
48
50
51
52
53
53
55
55
57

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan......................................................................................
Saran............................................................................................

59
60

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

61

LAMPIRAN ............................................................................................

68

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan di
dunia tahun 1999 ...............................................................................

2

2

Beberapa sifat gelatin berdasarkan tipenya ......................................

15

3

Spesifikasi Gelatin Farmasi...............................................................

16

4

Standar mutu gelatin..........................................................................

22

5

Komposisi kimia kulit ikan tuna segar dan kulit ikan tuna siap
ekstraksi.............................................................................................

36

6

Sifat kimia gelatin kulit ikan tuna, gelatin komersial dan gelatin
standar laboratorium..........................................................................

47

Komposisi asam amino gelatin kulit ikan tuna, gelatin komersial
dan gelatin standar laboratorium ......................................................

49

8

Kandungan logam berat pada gelatin kulit ikan tuna, gelatin
komersial, dan gelatin standar laboratorium .....................................

50

9

Sifat fisik gelatin kulit ikan tuna, gelatin komersial dan gelatin
standar laboratorium..........................................................................

51

10

Kandungan mikrobiologi gelatin kulit ikan tuna, gelatin komersial,
dan gelatin standar laboratorium ......................................................

56

7

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Reaksi pembentukan garam kalsium karboksilat..............................

7

2

Reaksi pembentukan garam natrium karboksilat ..............................

8

3

Susunan molekul kolagen.................................................................

12

4

Struktur kimia gelatin.......................................................................

15

5

Diagram alir proses pembuatan gelatin dengan cara asam
(tipeA) dan cara basa (tipeB) ...........................................................

19

6

Transformasi kolagen-gelatin...........................................................

20

7

Proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna .....................................

26

8

Bagan alir pelaksanaan penelitian....................................................

27

9

Kulit ikan tuna ..................................................................................

36

10

Pengaruh lama perendaman kapur, konsentrasi enzim, dan lama
perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap
rendeme n (%) gelatin kulit tuna. .......................................................

38

Pengaruh konsentrasi enzim, lama perendaman kapur, dan
lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan)
terhadap viskositas (cP) gelatin kulit tuna......................................

40

Pengaruh konsentrasi enzim, lama perendaman kapur, dan lama
perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan) terhadap pH
gelatin kulit tuna. ...............................................................................

42

Pengaruh Konsentrasi Enzim, lama perendaman kapur, dan
lama perendaman asam sitrat pH 3 (kombinasi perlakuan)
terhadap kekuatan gel (Bloom) gelatin kulit tuna .........................

43

14

Sheet gelatin kulit ikan tuna .............................................................

44

15

Gelatin kulit ikan tuna (A1, A2, dan A3), gelatin komersial (B),
dan gelatin standar laboratorium (C).................................................

58

11

12

13

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Data hasil pengukuran rendemen, viskositas, ph, dan kekuatan gel
gelatin dari kulit ikan tuna .................................................................

69

2

Hasil analisis ragam rendemen gelatin kulit tuna...........................

70

3

Hasil uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) terhadap rendemen
gelatin kulit ikan tuna ......................................................................

70

4

Hasil analisis ragam viskositas gelatin kulit tuna .............................

71

5

Hasil uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) terhadap viskositas
gelatin kulit ikan tuna .......................................................................

71

6

Hasil analisis ragam pH gelatin kulit tuna.......................................

72

7

Hasil uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) terhadap pH gelatin
kulit ikan tuna ....................................................................................

72

8

Hasil analisis ragam kekuatan gel gelatin kulit tuna .........................

73

9

Hasil uji beda jarak berganda Duncan (BJBD) terhadap kekuatan
gel gelatin kulit ikan tuna.................................................................

73

10

Hasil analisa proksimat gelatin kulit tuna, gelatin standar
laboratorium, dan gelatin komersial ................................................

74

11

Hasil analisa titik leleh, titik jendal, dan titik isoelektrik gelatin
kulit tuna, gelatin standar laboratorium, dan gelatin komersial......

74

12

Hasil pengukuran derajat putih gelatin kulit tuna, gelatin standar
laboratorium, dan gelatin komersial..................................................

74

13

Hasil analisa kandungan logam berat gelatin kulit ikan tuna, gelatin
standar laboratorium, dan gelatin komersial. ....................................

75

Hasil analisa kandungan mikrobiologi gelatin kulit tuna, gelatin
standar laboratorium, dan gelatin komersial. ....................................

75

15

Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin
komersial. ..........................................................................................

75

16

Hasil uji organoleptik pasangan segitiga terhadap gelatin standar
laboratorium. .....................................................................................

75

14

17

Formulir uji organoleptik gelatin kulit ikan tuna dengan
pembanding gelatin komersial dan gelatin standar laboratorium....

76

18

Chromatogram standar asam amino ..................................................

77

19

Chromatogram asam amino gelatin kulit ikan tuna ..........................

78

20

Chromatogram standar asam amino................................................

79

21

Chromatogram asam amino gelatin standar laboratorium ................

80

22

Chromatogram asam amino gelatin komersial..................................

81

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gelatin merupakan suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen
hewan. Pada hewan, kolagen terdapat pada tulang, tulang rawan, kulit dan jaringan
ikat. Gelatin pertama kali ditemukan oleh orang Perancis yang bernama Papin pada
tahun 1682.

Penemuan ini kemudian berkembang dan menjadi salah satu bahan

industri yang digunakan untuk berbagai keperluan.
Saat ini penggunaan gelatin sudah semakin meluas, baik untuk produk pangan
maupun non pangan. Untuk produk pangan, menurut Poppe (1992) gelatin dapat
dimanfaatkan sebagai bahan penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling agent),
pengikat (binder), pengental (thickener), pengemulsi (emulsifier), perekat (adhesive),
whipping agent, dan pembungkus makanan yang bersifat dapat dimakan (edibel
coating).

Industri

pangan

yang

membutuhkan

gelatin

antara

lain

industri

konfeksioneri, produk jelly, industri daging, industri susu, produk law fat (semisal
margarin), food suplement.
Gelatin juga digunakan dalam indutri non pangan seperti; Industri pembuatan
film, industri farmasi (seperti produksi kapsul lunak, cangkang kapsul, dan tablet),
industri teknik (sebagai bahan pembuat lem, kertas, cat, dan bahan perekat), dan juga
digunakan dalam industri kosmetika (seperti pemerah bibir, shampo, sabun).
Kebutuhan untuk industri- industri di Indonesia selama ini sebagian

besar

mengimpor dari negara lain; khususnya dari China, Eropa, dan Amerika. LPPOMMUI (1997) menyatakan bahwa sebagian besar gelatin tipe A yang diproduksi
Amerika dibuat dari kulit babi yakni 50% dari total produksi, sedangkan sisanya
33.3% dari tulang sapi dan 16.7% dari ossein. Tahun 1999 (sampai dengan bulan Juni)
Indonesia mengimpor gelatin sebanyak 2.371.738 kg dengan nilai US$ 9.095.440,
sedangkan pada tahun 2001 impor gelatin tersebut meningkat mencapai 4.291.579 kg
dengan nilai US$ 10.749.199 (BPS, 2002)
Data dari SKW Biosystem (suatu perusahaan gelatin multinasional)
menunjukkan bahwa pada tahun 1999 penggunaan gelatin oleh industri dunia
mencapai 254000 ton (60% industri pangan sebesar dan 40% non pangan) Gelatin
yang digunakan berasal dari babi sebanyak 40% dan gelatin sapi sebanyak 60%. Di
Indonesia gelatin masih merupakan barang impor, negara pengekspor utama adalah

2

Eropa dan Amerika. Secara umum terjadi peningkatan pemanfaatan gelatin dalam
indutri pangan dan farmasi di Indonesia (Wiyono, 2001).
Tabel 1 Penggunaan gelatin dalam industri pangan dan non pangan di dunia tahun
1999*.
Jenis Industri
(non pangan)

Jumlah
Penggunaan
(ton)

Jenis Industri
(pangan)

Jumlah
Penggunaan
(ton)

Pembuatan film

27.000

Konfeksionari

68.000

Produk Kapsul
lunak

22.600

Produk jelly

36.000

Cangkang Kapsul

20.200

Daging

16.000

Farmasi

12.600

Susu

16.000

Teknik

6.000

Produk low fat
(semisal margarin)

4.000

Food suplement

4.000

*SKW Biosystem (Wiyono, 2001)

Sumber utama lain yang sangat potensial sebagai bahan baku gelatin adalah
kolagen yang berasal dari ikan. Menurut Surono et al. (1995) tulang dan kulit ikan
sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20 % dari total berat
tubuh ikan.

Namun produk gelatin yang berbahan baku ikan umumnya memiliki

masalah Fishy odor atau bau amis dan tidak sedap, yaitu berasal dari urea yang mudah
terurai menjadi amonia. Fishy odor ini sangat tidak disukai konsumen dan merupakan
penyebab belum dimasukkannya gelatin ikan ke dalam GRAS (Generally Recognized
as Safe). Untuk itu diperlukan metode dan teknologi pembuatan gelatin ikan yang
dapat mengurangi atau meminimalisasi fishy odor, menghasilkan rendemen yang
tinggi serta memiliki sifat fisik, kimia dan fungsional yang menunjang sebagai bahan
baku industri baik industri pangan maupun non pangan.
Untuk penggunaan dalam bahan pangan dan non pangan kekuatan gel,
viskositas dan titik leleh merupakan sifat khas gelatin yang sangat penting. Sifat-sifat
ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti konsentrasi larutan gelatin, waktu
pemanasan gel, suhu pemanasan gel, pH dan kandungan asam (Norland, 1990). Selain
itu teknik ekstraksi seperti tingkat keasaman, jenis larutan perendaman, lama
perendaman dan suhu ekstraksi diduga mempengaruhi sifat-sifat gelatin tersebut.

3

Beberapa penelitian mengenai gelatin yang diekstrak dari kulit ikan telah
dilakukan, namun masih terbatas pada jenis-jenis ikan laut seperti ikan cucut, pari,
paus dan patin (Chasanah, 2000; Yustika, 2000; Indrialaksmi, 2000; Gomes-Guillen
dan Montero, 2001; Astawan et al., 2002; Aviana, 2002; Sopian, 2002; Rusli, 2004).
Kajian mengenai ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna dengan standar bahan baku
industri farmasi belum dilakukan. Oleh karena itu diperlukan suatu penelitian yang
mengkaji teknik ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna, sehingga limbah yang dihasilkan
dari produksi fillet dapat lebih termanfaatkan.
Dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi gelatin dari kulit ikan tuna dengan
cara asam, dengan tahapan awal pembersihan (deagreasing) pada lama perendaman
kapur, beberapa konsentrasi enzim, dan lama perendaman asam. Jenis asam yang
digunakan adalah asam sitrat. Gelatin yang dihasilkan dari perlakuan yang terbaik,
selanjutnya dibandingkan dengan gelatin standar laboratorium, gelatin komersial, dan
gelatin standar mutu farmasi berdasarkan indikator mutu gelatin.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan teknik ekstraksi gelatin
dari kulit ikan tuna secara asam sebagai bahan baku kapsul.

Dan secara khusus

penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mempelajari pengaruh lama perendaman kapur, konsentrasi enzim, dan lama
perendaman asam terhadap mutu gelatin dari kulit ikan tuna sebagai bahan baku
industri farmasi.
2. Mengkaji karakteristik gelatin dari kulit ikan tuna sebagai bahan baku industri
farmasi, yang meliputi sifat fisik, sifat kimia, kandungan mikrobiologi, dan sifat
organoleptik.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memanfaatkan limbah non ekonomis yaitu kulit
ikan tuna menjadi gelatin sehingga dapat memacu pertumbuhan industri pengolahan
gelatin pada umumnya dan gelatin standar farmasi pada khususnya, di Indonesia yang
akhirnya dapat mengurangi impor gelatin.

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tuna
Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombridae, dengan tubuh seperti cerutu,
mempunyai kulit yang licin dengan sirip dada melengkung dengan ujung yang lurus dan
pangkal yang lebar. Sirip ekor cagak dua dengan kedua ujungnya yang panjang dan
pangkal bulat kecil, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan pendek dan terpisah
dengan sirip belakang, mempunyai jari- jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip
punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil sirip ekor
bercagak agak ke dalam dengan jari- jari penyokong menutup seluruh ujung hypural.
Klasifikasi ikan tuna (Thunnus alalunga) menurut Subardja et.al (1989).
Filum : Chordata
Sub Filum : Vertebrata
Kelas : Osteichthyes
Sub Kelas : Actioopterygii
Ordo : Perciformes
Sub Ordo : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : Thunnus alalunga
Ikan tuna ini memiliki ciri morfologi dengan mata agak besar, gill racker 25-31
buah pada helai insang pertama. Terdapat 7-9 finlet di belakang sirip punggung kedua.
Sirip dada panjangnya 30% dar fork length dan dapat mencapai sirip punggung kedua,
terdapat 7-8 finlet di belakang sirip dubur.
Warna hitam legam kebiru-biruan.
putihan.

Pada sisi bawah perut berwarna keputih-

Sepanjang sisi tubuh berwarna biru lemah seperti pelangi, sirip punggung

pertama berwarna kuning tua, sirip punggung kedua dan sirip dubur berwarna kuning
terang. Finlet sirip dubur dan sirip ekor hitam (Subardja et.al., 1989).

5
Limbah Hasil Perikanan
Produksi perikanan tangkap dalam periode sepuluh tahun terakhir (1990 – 2000)
meningkat rata-rata 4.47% per tahun, yaitu dari 2.66 juta ton meningkat menjadi 4.11 juta
ton (Ditjen Perikanan Tangkap, 2002). Peningkatan produksi tersebut telah meningkatkan
konsumsi ikan per kapita pada tahun 1998 menjadi 21,78 kg per kapita pada tahun 2001
(Dahuri, 2002). Dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan, maka jumlah limbahnya
akan meningkat juga, karena tidak semua ikan dapat dimakan.
Limbah merupakan sisa dari proses pengolahan hasil perikanan yang tidak
dimanfaatkan dan tidak mempunyai nilai ekonomis, bahkan dapat merugikan. Menurut
Hardjo et al. (1989) pengertian limbah industri hasil pertanian adalah produk suatu proses
industri yang belum mempunyai nilai ekonomis, yang dibatasi oleh ruang dan waktu.
Selanjutnya dinyatakan bahwa limbah seyogyanya dapat dianggap sebagai sumberdaya
tambahan yang dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan limbah disamping mempunyai nilai
ekonomis juga mempunyai arti penting bagi lingkungan dan dampak perlakuan yang tidak
wajar terhadap limbah pada pola kehidupan perlu ditekankan.
Pengambilan kembali dan pengubahan limbah bahan pangan menjadi semakin
penting dilihat dari segi ekonomi pada industri pangan dan non pangan.

Hal ini

memungkinkan pemanfaatan maksimal dari bahan mentah dan memperkecil persoalan
polusi dan penanganan limbah (Buckle, 1987). Selanjutnya dinyatakan bahwa dengan
meningkatnya jumlah penduduk dunia dan adanya kekurangan pangan yang bermutu
tinggi dengan harga murah di beberapa bagian dunia, penggunaan kembali zat-zat
makanan dari sumber-sumber yang selama ini terbuang dan pemanfaatannya sebagai
makanan manusia dan binatang merupakan hal penting.
Ilyas dan Soeparno (1985) mengelompokkan limbah hasil perikanan berdasarkan
jenisnya, yaitu: (a) hasil samping, berupa ikan mentah utuh yang merupakan hasil ikutan
dari usaha penangkapan (by catch); (b) limbah pengolahan, yang terdiri atas campuran
kepala, isi perut, kulit, tulang, sirip, ekor, dan lain- lain; (c) limbah surplus, berupa ikan
utuh karena kelebihan pemasaran dan pengolahan; (d) limbah industri, berupa ikan utuh,
potongan atau hancuran yang terjadi pada distribusi dan pemasaran.

Selama ini

pemanfaatan limbah hasil perikanan lebih banyak digunakan sebagai bahan baku
pengolahan tepung ikan, kerupuk, dan silase.

6
Kulit Ikan
Kulit ikan, umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis.
Lapisan dermis merupakan jaringan pengikat yang cukup tebal dimana mengandung
sejumlah serat-serat kolagen (Lagler et al., 1977).
Pada jaringan pengikat di dalam otot ikan, paling sedikit terdiri atas kolagen tipe I
dan tipe V yang telah diidentifikasi sebagai mayor dan minor kolagen (Kimura et. al.,
1988). Selanjutnya Sato et al. (1991) menyatakan bahwa penguraian secara enzimatis
kolagen tipe V dipengaruhi oleh tingkat kelunakan otot ikan setelah panen seperti pada
ikan rainbow trout (Oncorhychus mykiss) dan sardin (Sardinops melanosticta).
Kulit ikan mengandung air 69.6%, protein 26.9%, abu 2.5% dan lemak 0.7%.
Secara kimiawi konstituen dari kulit dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu konstituen
non protein dan protein. Kandungan air pada kulit ikan lebih sedikit jika dibandingkan
kandungan air pada dagingnya, sedangkan kandungan abu lebih banyak pada kulit.
Kandungan protein pada kulit hampir sama dengan kand ungan protein daging
(Oosten, 1969).
Menurut Judoamijoyo (1974) menyatakan bahwa kira-kira 80% dari bahan kering
kulit terdiri dari protein yang banyak macamnya serta sangat kompleks komposisinya.
Protein kulit dapat dibagi dalam dua golongan besar, yaitu: (1) Protein yang tergolong
firous protein meliputi kolagen (yang terpenting), keratin dan elastin; (2) Protein yang
tergolong globular protein meliputi albumin dan globulin.
Pemanfaatan kulit, tulang dan gelembung renang ikan secara ko mersial sebagai
bahan baku industri gelatin, dimana selama ini hanya merupakan limbah, dapat
menanmbah penghasilan secara ekonomi dan memberi keuntungan bagi pengelolaan
limbah industri perikanan karena bahan tersebut dihasilkan dalam jumlah yang banyak
(Choi dan Regenstein, 2000). Menurut Surono et al. (1994) menyatakan bahwa tulang
dan kulit ikan sangat potensial untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan gelatin,
karena mencakup 10-20% dari total berat tubuh ikan.

7
Kapur Tohor (CaO)
Kapur Tohor diproduksi dengan memanaskan batu kapur (CaCo3 ) pada suhu antara
9000 C hingga 12000 C. Batu kapur tohor merupakan bahan yang bersifat reaktif dengan air
dan akan membentuk Ca(OH)2 yang berbentuk bubuk.

Reaksi CaO dengan air

membentuk Ca(OH)2 merupakan reaksi eksoterm yang akan melepaskan kalor dan
menghasilkan bahan yang berbetuk bubuk putih (Chang dan Tikkanen, 1988). Bentuk
CaCO3 setelah dibakar menjadi CaO sama dengan bentuk sebelumnya, tetapi porositasnya
menjadi besar, karena setelah dibakar berarti CO 2 telah dilepaskan, dan beratnya akan
menurun menjadi 56% (Gaspary dan Bucher, 1981). Reaksi kimia tersebut adalah:
CaO (s) + H2O

Ca (OH) 2(S)

∆H = -64.8 KJ

Kapur (CaO) digunakan pada proses pengapuran dengan melarutkannya ke dalam
air, sehingga akan terbentuk larutan Ca(OH)2 . Setelah proses pengapuran selesai, maka
dilakukan buang kapur dengan menggunakan asam seperti HCl dan H2 SO 4 atau garam
asam seperti (NH4 )2SO 4 , lalu dilakukan dengan pencucian dengan air untuk
menghilangkan kelebihan asam. Proses pengapuran dilakukan dengan cara meredam kulit
ke dalam larutan kapur jenuh yang terdiri dari air sekitar 300% dan kapur sebanyak
5 - 10% dari bobot kulit basah (William, 1974).
Menurut Christianto (2001), komponen larutan basa (CaO) yang digunakan
sebagai larutan perendam dapat menyebabkan meningkatnya kadar abu gelatin yang
dihasilkan, terutama dalam bentuk garam- garam karboksilat. Reaksi pembentukan garam
kalsium karboksilat adalah sebagai berikut

Gambar 1 Reaksi pembentukan garam kalsium karboksilat

8
Natrium Sulfida (Na2 S)
Proses pembuangan rambut (epidermis) dilakukan dengan menggunakan bahan
kimia, misalnya Natrium sulfida (Na2 S).

Pembuangan lapisan epidermis dilakukan

melalui perendaman kulit dalam bak pengapuran dengan larutan 300% air. 2% Na2 S, dan
4% kapur tohor (persentase dihitung dari berat kulit basah). Pengapuran dilakukan selama
48 jam dengan tiap hari kulit dikeluarkan dan larutan diaduk. Bila memakai tong berputar
atau haspel untuk pengapuran, tiap jam diputar 5 menit selama jam kerja. Sisa lapisan
epidermis halus dan kasar dapat dibuang dengan tangan (Judoamidjojo et al., 1979).
Menurut William (1974), kapur digunakan untuk membuka tenunan serat kulit, dan Na2 S
untuk membuang rambut (perontok rambut) dan melepaskan epidermis.
Menurut Christianto (2001) komponen larutan basa yang digunakan sebagai
larutan perendam dapat menimbulkan residu abu di dalam gelatin yang dihasilkan,
terutama dalam bentuk garam- garam karboksilat. Mineral natrium sebagai residu dari
Na2S berikatan dengan gugus karboksil bebas dari asam amino penyusun rantai
polipeptida membentuk garam- garam karboksilat.

Gambar 2 Reaksi pembentukan garam natrium karboksilat

Amonium Sulfat [(NH4 )2 SO4 ]
Pembuangan kapur dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan berupa asamasam atau garam-garam amonium, banyaknya antara ½ - 1% dari berat kulit dicampur
dalam 300% air. Garam- garam amonium daya pembuang kapurnya bisa lebih sempurna
dan lebih aman. Pembuangan kapur dapat dilakukan di dalam pedal, tong berputar atau
bak. Pembuangan kapur yang tidak terikat dengan kulit, cukup dengan air yang mengalir
selama ½ jam. Penambahan bahan pembuang kapur harus sedikit demi sedikit sambil
dilakukan pengadukan (pH cairan dijaga tidak boleh kurang dari 4). Penampang kulit

9
diperiksa dengan indikator phenolphthalein untuk mengetahui masih ada atau tidaknya
kapur.

Bagian penampang yang berwarna merah menunjukkan masih adanya kapur

(Judoamidjojo et al., 1979).

Menurut William, pembuangan kapur dengan garam

amonium sulfat lebih efektif karena tidak terjadi pengendapan dan pembengkakakn.
Pembuangan kapur ini bertujuan untuk membuang kapur bebas dan kapur terikat yang ada
dalam kulit.
Enzim Protease
Proses

pembuangan

rambut

dalam

industri

penyamakan

kulit

biasanya

menggunakan bahan kimia seperti Na2 S. Namun proses ini juga dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim (Judoamidjojo et al., 1979). Menurut Varnali (2002), secara umum
metode pelepasan rambut dibagi menjadi dua grup yaitu; 1) penyerangan terhadap rambut
dan menghancurkannya hingga menjadi bubur (biasanya menggunakan Ca(OH)2 atau
NaOH dan Na2 S); 2) dengan cara mendestruksi (modifikasi) jaringan epidermis di sekitar
bulatan akar rambut, sehingga rambut dapat terlepas dengan utuh dan dapat dibuang
secara mekanis.

Proses pelepasan rambut ini, baik secara umum maupun secara

konvensional, dilakukan pada proses pengapuran, melalui perusakan membran basalis di
bagian epidermis sehingga rambut terlepas (Judoamidjojo et al., 1979).
Enzim protease yang digunakan dalam industri kulit, semula hanya diterapkan
pada proses pelumatan atau pelunakan. Fungsi dari protease ini adalah melemaskan
jaringan serat-serat kolagen dan protein elastin, sehingga kulit tersebut dapat disamak dan
dilembabkan untuk menghasilkan kulit jadi. Saat ini, mengingat manfaat dari protease
yang begitu besar, maka pemanfaatannya tidak hanya pada proses pelunakan saja tetapi
juga pada proses yang lain seperti perendaman, pelepasan rambut dan pembuangan lemak
(Puvanakrishnan dan Dhar, 1988; Feigel, 1995).
Menurut Puvanakrishnan dan Dhar (1988), urutan pelepasan rambut dimulai dari
lapisan terluar lalu dilanjutkan dengan pembengkakan dan pemecahan lapisan dalam akar
dan bagian dari rambut yang terkeratinase. Enzim protease dapat masuk ke dalam kulit
hanya melalui sisi daging ketika proses pelepasan rambut dilakukan pada suhu ruang.
Yates (1986) seperti dikutip Puvanakrishnan dan Dhar (1988) menyatakan bahwa aktivitas
enzim sebagai perontok rambut berkolerasi erat dengan penyerangan terhadap plasma

10
darah, kasein dan beberapa substrat protein. Pelepasan dari heksosa selama tingkat awal
pelepasan rambut berhubungan dengan hilangnya kolagen yang disimpan sel dalam
lapisan luar akar, sebelum ada perubahan dalam struktur folikel. Menurut Sadana (2002),
sistem kerja enzim protease pada proses unhairing adalah dengan cara menghidrolisis
hemoglobin, Bovine Serum Albumin (BSA) dan kolagen.
Keuntungan dari penggunaan enzim protease ini adalah dapat mengurangi nilai
Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) dari limbah
yang dihasilkan pada proses perontokan rambut (Trismilah, 2002). Cromogenia Units
(1995) menyatakan bahwa penggunaan enzim dengan tetap menggunakan 1% sulfida,
diperoleh reduksi COD sebesar 30-40%, BOD sebesar 30-40%, S (Sulfida anion) sebesar
50-65%, dan total padatan sebesar 65-80% dengan peningkatan daya kembali kulit sekitar
2%.

Menurut Trusmilah (2002), penggunaan enzim protease dalam proses soaking,

unhairing maupun bating mampu menghasilkan kulit berkulitas ya ng memenuhi SNI 060234, 1989.
Kolagen
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan pengikat putih
(white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total protein pada jaringan organ
tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe, 1997). Kolagen berwarna putih, berupa serat
tidak bercabang, dikelilingi oleh matrik mukopolisakarida dan protein lainnya. Sifat-sifat
ini tergantung dari tipe jaringan dan umur hewan. Pada mamalia, kolagen terdapat dikulit,
tendon, tulang rawan dan jaringan pengikat. Demikian juga pada bangsa burung dan ikan,
sedangkan pada avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel (Johns, 1977). Kandungan
kolagen pada suatu jaringan tergantung pada kandungan proteinnya, karena kolagen
merupakan komponen terbesar dalam prote in jaringan, dan kadar protein pada jaringan
hewan tergantung pada jenis hewannya, sebagai contoh kulit hewan besar mengandung
kadar protein yang lebih besar dibanding dengan kulit hewan kecil (Akademi teknologi
Kulit, 1984).
Kolagen yang berarti ”bahan pembentuk perekat” merupakan komponen protein
utama jaringan pengikat, yang bertindak sebagai elemen penahan tekanan pada semua
mamalia dan ikan (Glicksman, 1969). Unit sturuktural pembentuk kolagen adalah

11
tropokolagen yang berbentuk batang dengan panjang 3000 Å, diameter 15Å serta
mengandung tiga unit polipeptida yang saling berpilin membentuk struktur heliks yang
disebut rantai a. Rantai tersebut mengandung 1000 residu asam amino dengan komposisi
yang sangat bervariasi (Bennion, 1980). Wong (1989) menambahkan bahwa molekul
tropokolagn mempunyai empat tipe yang digambarkan dengan rantai polipeptida yang
mengandung triplet glisin dengan distribusi sebagai berikut : gly- x-x; gly- x- l; gly- l-x; glyl- l, dimana l adalah residu asam amino (prolin dan hidroksi prolin) dan x adalah residu
asam amino lain. Susunan molekul tropokolagen pada fibril kolagen (Gambar 3).
Ada dua tipe ikatan yang merupakan struktur sekunder dan tersier kolagen yaitu:
1) Ikatan intramolekul yang terjadi antara rantai-rantai molekul tropokolagen dan; 2)
Ikatan intermolekul yaitu ikatan antara molekul tropokolagen (Johns, 1977). Molekul
kolagen tersusun dari kira-kira dua puluh asam amino yang memiliki bentuk agak berbeda
bergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin
merupakan asam amino utama kolagen. Asam-asam amino aromatik dan sulfir terdapat
dalam jumlah yang sedikit. Hidroksiprolin merupakan salah satu asam amino pembatas
dalam berbagai protein (Estoe dan Leach, 1977).

Molekul dasar pembentuk kolagen

disebut tropokolagen yang mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di
dalamnya terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk
struktur heliks (Bennion, 1980).
Konversi kolagen yang bersifat tidak larut air menjadi gelatin yang larut air
merupakan transformasi esensial dalam pembuatan gelatin. Kolagen harus diberi
perlakuan awal untuk mengubahnya menjadi bentuk yang sesuai sehingga dapat
diekstraksi. Ekstraksi ini dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara ketiga
rantai tropokolagen menjadi tiga rantai bebas, dua rantai saling berikatan dan satu rantai
bebas, dan tiga rantai yang masih berikatan (Poppe, 1992). Serat kolagen akan
mengembang dengan baik tetapi tidak larut bila direndam dalam larutan alkali atau larutan
garam netral dan nonelektrolit. Kolagen akan terputus jika terkena asam kuat atau basa
kuat dan akan mengalmi transformasi dari bentuk untaian larut dan tidak tercerna menjadi
gelatin yang larut air (Lehninger, 1982).

12
Menurut Balian dan Bowes (1969), kolagen mengandung asam amino glisisn,
prolin, dan hidroksiprolin serta sejumlah kecil senyawa aromatik dan sulfur yang
terkandung dalam asam amino.

Lehninger (1982) menambahkan bahwa kolagen

mengandung kira-kira 35% glisin dan kira-kira 11% alanin, tetapi yang paling menonjol
adalah kandungan prolin dan 4-hidroksiprolin yang tinggi yaitu sekitar 21% (bersamasama). Prolin dan hidroksiprolin merupakan asam amino yang jarang ditemukan pada
protein selain kolagen dan elastin.

Gambar 3 Susunan molekul kolagen (Lehninger, 1982)
Larutan tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan
penambahan zat seperti asam, basa, urea, kalsium dan permanganat. Tropokolagen yang
telah terdenaturasi akan terdisosiasi menjadi tiga komponen yaitu a, ß, dan ?. Komponen
a merupakan rantai tunggal polipeptida dengan bobot molekul kurang lebih 100.000
(sepertiga dari berat molekul tropokolagen), komponen ß dan ? merupakan dimer dan
trimer yang dibentuk dari ikatan silang (Parker, 1982).
Tiap tiga ra ntai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur heliks
tersendiri, menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara grup –NH dari residu
glisin pada rantai yang satu dengan grup –CO pada rantai lainnya. Cincin prolidin, prolin
dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple
heliks pada rantai ikatan hidrogen, melalui jembatan molekul air, sama seperti ikatan
hidrogen langsung pada grup karbonil (Wong, 1989).

13
Kolagen yang terdapat pada kulit dan otot ikan mempunyai kemampuan untuk
membentuk gel setelah dipanaskan. Kemampuan pembentukan gel ini tergantung pada
karakteristik spesies ikan dan kolagen dari kulit ikan mempunyai kemampuan yang lebih
tinggi dibandingkan kolagen dari otot. Kandungan NaCl yang rendah berpengaruh nyata
terhadap kekuatan gel kolagen dari kulit ikan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
kemampuan gel kolagen dari otot (Montero dan Borderias 1991).
Pada ikan terdapat tiga tipe protein, yaitu protein myofibril (65–75%), sarkoplasma
(20–30%), dan stromata (1–3%). Protein stromata merupakan jaringan ikat yang terdiri
dari komponen kolagen dan elastin (Suzuki, 1981).
Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzim dan kimia.

Di samping

pelarutnya kolagen ikan mempunyai kandungan asam amino rendah dibandingkan dengan
kolagen mamalia, karena itu temperatur denaturasi proteinnya menjadi rendah
(Johns, 1977).
Fibril kolagen terdiri dari sub-unit polipeptida berulang yang disebut tropokolagen
yang disusun dalam untaian paralel dari kepala sampai ekor. Tropokolagen terdiri atas
tiga rantai polipeptida yang berpilin erat menjadi tiga untaian tambang.

Tiap rantai

polipeptida dalam tropokolagen juga merupakan suatu heliks (Lehninger, 1982).
Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin ”gelare” yang berarti membuat beku dan
merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara alamiah (Glicksman, 1969). Gelatin
adalah protein dari kolagen kulit, membran, tulang, dan bagian tubuh berkolagen lainnya.
Gelatin jika direndam dalam air akan mengembang dan menjadi lunak, berangsur-angsur
menyerap air 5-10 kali bobot gelatin. Gelatin larut dalam air panas dan jika didinginkan
membentuk gel.
Gelatin dapat diperoleh dengan cara denaturasi panas dari kolagen. Pemanasan
kolagen secara bertahap akan menyebabkan struktur rusak dan rantai-rantai akan terpisah.
Berat molekul, bentuk dan konformasi larutan kolagen sensitif terhadap perubahan
temperatur yang dapat menghancurkan makro molekulnya (Wong, 1989).

14
Konversi kolagen menjadi gelatin biasanya didasarkan pada pengaturan temperatur
ekstraksi, yang dilakukan untuk mencegah kerusakan protein pada suhu tinggi. Kisaran
temperatur ekstraksi yang digunakan antara 500C – 1000C, sedangkan nilai pH ekstraksi
dapat bervariasi untuk tiap metode (Hinterwaldner, 1977).
Harper et al., (1977) perbedaan gelatin dengan kolagen selain kandungan triptofan
dan tirosin adalah gelatin mempunyai sifat mudah larut dan gampang dicerna sehingga
dapat dipakai sebagai sumber protein dalam makanan tetapi hanya berperan sebagai
suplement sebab gelatin kurang mengandung asam amino yang cukup.
Gelatin termasuk molekul besar. Menurut Ward dan Court (1977) menyatakan
bahwa berat molekul (BM) gelatin mencapai 90.000 sedangkan pada gelatin komersial
berkisar antara 20.000 - 70.000. Balian dan Bowes (1969) menyatakan bahwa berat
molekul gelatin merupakan kelipatan 768 atau kelipatan C32 H52O 12 N10 .
Gelatin mengandung 19 asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida
membentuk rantai polimer panjang (Glicksman, 1969). Senyawa gelatin merupakan suatu
polimer linier yang tersusun oleh satuan terulang asam amino glisin-prolin-prolin atau
glisin-prolin- hidroksiprolin. Komposisi asam amino gelatin bervariasi tergantung pada
sumber kolagen tersebut, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen (Ward dan Court,
1977). Gelatin tidak mengandung triptofan dan hanya mengandung sedikit tirosin dan
sistin (Charley, 1982).
Penurunan komposisi asam amino tergantung pada metode pembuatannya.
Pembuatan dengan proses alkali umumnya lebih banyak mengandung hidroksiprolin dan
lebih sedikit tirosin dibandingkan dengan proses asam (Ward dan Courts, 1977). Glisin
adalah asam amino utama dan merupakan 1/3 dari seluruh asam amino yang menyusun
gelatin. Sekitar 1/3 asam amino diisi oleh prolin dan hidroksiprolin yang selain dalam
bentuk hidroksiprolin juga terdapat dalam bentuk 2- hidroksiprolin atau 3-hidroksiprolin
dalam jumlah kecil (Charley, 1982).

15

Gambar 4 Struktur kimia gelatin (Poppe, 1992)
Gelatin dibagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses pengolahannya
yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan baku diberi perlakuan
perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini dikenal dengan sebutan proses asam.
Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B, perlakuan yang diaplikasikan adalah
perlakuan basa, proses ini disebut dengan proses alkali (Utama, 1997). Menurut Wiyono
(2001), gelatin ikan dikategorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam
lebih disukai dibandingkan proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan dalam
proses asam relatif lebih singkat dibandingkan proses basa.
Tabel 2 Beberapa sifat gelatin berdasarkan tipenya*
Parameter

Gelatin Tipe A

Gelatin Tipe B

Kekuatan gel (bloom)

75 - 300

75 – 275

Viskositas (Cp)

2.0 – 7.5

2.0 – 7.5

Kadar Abu (%)

0.3 – 2.0

0.05 – 2.0

pH

3.8 – 6.0

5.0 – 7.1

9.0 – 9.2

4.8 – 5.0

Titik Isoelektrik
* Tourtellote (1980)

Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam adalah tulang dan kulit
babi, sedangkan bahan baku yang digunakan pada proses basa adalah tulang dan kulit sapi
(Viro, 1992). Gelatin tipe A dihasilkan dari proses asam, yang umumnya diterapkan pada

16
kulit babi, dimana molekul kolagennya muda, sedangkan gelatin tipe B dihasilkan dari
proses asam dan basa, yang umumnya diterapkan pada tulang dan kulit sapi, dimana
molekul kolagen triple heliksnya lebih tua, ikatan silangnya lebih padat dan kompleks
(GMAP, 2002). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proses asam yang digunakan
untuk bahan baku yang relatif lunak, sedangkan proses alkali diterapkan pada bahan baku
yang relatif keras.
Asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks menjadi rantai tunggal,
sedangkan larutan perendam basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda.

Hal ini

menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolis oleh larutan asam
lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam larutan basa
membutuhkan

waktu

yang

lebih

lama

untuk

menghidrolisis

kolagen

(Ward dan Court, 1977).
Tabel 3 Spesifikasi Gelatin Farmasi* .
Unit

Kelas
Khusus

Kelas 1

Kelas 2

Kelas 3

%

14.0

14.0

14.0

14.0

Bloom.g

240

200

160

140

Viskositas

cP

20

20

20

20

Kadar abu

%

1.0

1.0

2.0

2.0

pH

-

5.5-7.0

5.5-7.0

5.5-7.0

5.5-7.0

Arsen

Ppm

0.8

0.8

0.8

0.8

Logam berat

Ppm

50

50

50