Kewenangan Peradilan Agama Menyelesaikan Sengketa Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Syariah (Analisis Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan Pengadilan Tentang Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Syariah)

KEWENANGAN PERADILAN AGAMA MENYELESAIKAN SENGKETA
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM EKONOMI SYARIAH
(Analisis Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan dan Putusan
Pengadilan tentang Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Syariah)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:
M. AZHAR RIZKI DALIMUNTHE
NIM : 1111044100002

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437 H/2016 M

i


KEWENANGAN PERADILAN AGANIA NIENYELESAIKAN SENGKETA
PERLINDUNGAN KONSUNIEN DALAIVIEKONONTISYARIAH
(AnalisisYuridisTerhadap
PeraturanPerundang-undangan
Dan
PutusanPengadilan
TentangPerlindunganKonsurncnDalamEkonorniSyariah)

Skripsi .
Diajukan kepadaFakultasSyariahdan Hukum Untuk Memenuhi
SalahSatuSyaratUntuk MemperolehGelar SaijanaSyariah(S.Sy)

OIeh:
M. T\ZH.\R RIZKI DALI]\IUNTHE,
NINI : 1111044100002
Pembimbing

H. Ah. Azharu
NIP : 1 9 7


in Lathif, M.Ag

200112I 001

P R OGR A IV IST UD I HUKU IUKELUARGA
F A K U L T A S SYARIAH
DAN HUKUM
U N I V E R SITAS
ISLAM NEGERI
SYARIF TIIDAYATULLAH
JAKARTA
1437Ht20t6Nl

PENGESAHANPANITIA UJIAN
Skipsi ini berjudul "KEWENANGAN PERADILAN r\Gr\llIA I'IENYELESAIKAN
SENGKETA PERLINDUNGAN KONSU]VIENDALAI\{ EKONOIVII SYARI,\II
(AnalisisYuridis TerhadapPeruturanPerundang-undangln
dan PutusanPeng*tlilan
'IentangPerl!ndungan

KonsumendnlamEkononriSyariah)"telahdiujikandalamSidang
Munaqasah
FakultasSyariahdanFlukumUniversitas
islamNegeri(UIN) SyarifHidayatullah
Ja.karta
padatanggal9 Mei 2016 2 Sya'ban1437H. Skripsiini telahditerimasebagaisalalr
satusyaratmemperolehgelarSarjanaSyariah(S.Sy)padaprogramstudiHuh.rmKeluarga.
Jakarta,09
Mei 2016
Mengesahkan
l)ekanFakultasSyariahdan

PANITIAN UJIAN MTJNAQ
Ketua

: Dr. H.AbdulHalim^M.A€;
NIP19670608 1 9 9 4 003015

Sekretaris
Pembimbing


Penguji|

Pengujill

.

.. ...,..)

: Ario Purkon.MA.
NrP1979042720031.2LA02

-.... .. .. . .. . )

H.Ah.Azharuddin_Lathif.
MAg
NIP 19740725200L1,27007
:!t. Mesraini.SH.M.Ag
NtP1976021 3 2 0 0132 1 0 0 2


(............

: HotnidaNasutionS.Ag.M.A
NtP197202 2 4 1 9 9 810030 3

{ ..................

........)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini Saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli Saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S1) di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli Saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka Saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 12 Februari 2016

Muhammad Azhar Rizki

iv

ABSTRAK
MUHAMMAD AZHAR RIZKI DALIMUNTHE, NIM: 1111044100002,
“KEWENANGAN PERADILAN AGAMA MENYELESAIKAN SENGKETA
PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM EKONOMI SYARIAH (Analisis
Yuridis Terhadap Peraturan Perundang-Undangan Dan Putusan Tentang
Perlindungan Konsumen Dalam Ekonomi Syariah)” Konsentrasi Peradilan Agama,
Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1437 H/2016 M. xi 97 halaman.
Skripsi ini bertujuan memberikan suatu khazanah baru tentang permasalahan
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah di Indonesia.
Sebagaimana mestinya Peradilan Agama adalah lembaga peradilan yang memiliki
kewenangan absolut untuk menyelesaikan sengketa yang dimaksud.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif dengan spesifikasi penelitian melalui Perundang-undangan (statute
approach) dan melalui pendekatan kasus (case approach) atau dapat dikatakan
sebagai pendekatan melalui putusan. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah data primer yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan dan putusan
pengadilan, data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis ilmiah.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.
Berdasarkan analisis penelitian kewenangan menyelesaikan sengketa perlindungan
konsumen dalam ekonomi syariah harus diselesaikan melalui Peradilan Agama.
Alasan yang mendasarinya adalah bahwa UUPK sebagai Undang-undang
perlindungan konsumen yang menyatakan penyelesaian sengketa diselesaikan di
Peradilan Umum lahir sebelum kewenangan absolut Peradilan Agama ditambahkan
untuk kewenangan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah melalui Pasal 49 huruf
(i) UUPA. Selanjutnya bila melihat putusan-putusan pengadilan, putusan Peradilan
Agama juga putusan Peradilan Umum telah menyatakan kewenangan penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah diselesaikan di lingkungan
Peradilan Agama. Mengenai kewenangan ini para hakim mengambil dasar hukum
kepada putusan Mahkamah Konstitusi No. 93/PUU-X/2012 yang menyatakan
Penjelasan Pasal 55 ayat (2) yang membuka peluang penyelesaiaan sengketa di
Peradilan Umum dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Sehingga kesimpulannya adalah Peradilan Agama sebagai lembaga peradilan yang
berwenang menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah.
Kata Kunci

: Perlindungan Konsumen, Ekonomi Syariah, Peradilan Agama.

Pembimbing : H. Ah. Azharuddin lathif, M.Ag
Daftar Pustaka: Tahun 1983-2015

v

KATA PENGANTAR
Kesyukuran dengan penuh kesadaran atas segala nikmat yang tak pernah
berhenti dari Allah SWT. Tak ada lafal tertinggi kecuali puji syukur yang
dipanjatkan seorang makhluk kepada tuhan penyeru alam yang telah menciptakan
dunia dan seisinya. Hanya kepada Dia kita menyembah, kepada Dia kita memohon
petunjuk dan pertolongan. Dengan kehadiran-Nya pulalah sehingga kiranya
terselesaikannya penulisan karya ilmiah ini dengan sebagaimana mestinya.
Tak ada seorang makhluk yang paling kikir dan pelit di dunia kecuali ia yang
enggan bersholawat atas sebuah nama Muhammad. Dia seorang makhluk terpuji

yang telah mengantarkan kita kepada sebuah tatanan kehidupan yang penuh dengan
keteraturan, ketentraman, kedamaian dan cinta kasih antara sesama makhluk dengan
nuansa keislaman dalam kehidupan sehari-hari. Mudah-mudahan kiranya kita
mendapatkan syafa’at yang menolong kita pada hari pembalasan.
Tentunya penulisan skripsi ini bukanlah akhir dari segala pencaharian studi
yang penulis lakukan. Mudah-mudahan penulisan karya ilmiah ini mengantarkan
penulis kepada penulisan-penulisan berikutnya pada jenjang dan tingkatan yang lebih
tinggi. Dengan kebesaran hati dan penuh rasa haru Saya persembahkan tulisan ini
kepada sosok yang telah mendidik dan membesarkan penulis hingga sampai pada
titik akhir pencapaian di perkuliahan Strata Satu (S1) ini, Ayak dan Omakku tercinta,
Bapak Asrul Haidir Dalimunthe, S.Pd dan Ibu Nureha Tanjung. Mudah-mudahan
setiap tetesan keringat dan air mata yang menetes serta doa yang dipanjatkan adalah
bukti penghambaan kita kepada Allah SWT.
Tidak lupa, penulis dengan penuh kebanggaan menyampaikan terima kasih
kepada orang-orang yang turut mempengaruhi Hamba dalam mendewasakan penulis,
yang terhormat:

vi

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta;
2. Dr. H. Abdul Halim, MA., Ketua Program Studi Hukum Keluarga, Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah jakarta,
yang juga sebagai sosok yang banyak membantu dan memotivasi penulis,
memberikan semangat, dorongan dan motivasi untuk selalu optimis. Juga
kepada Bapak Arif Furqon, MA., Sekretaris program Studi Hukum
Keluarga.
3. H. Ah. Azharuddin lathif, M. Ag., sebagai pembimbing yang telah
mencurahkan keilmuannya dan membimbing penulis dengan penuh
perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam penulisan skripsi ini hingga
terselesaikan dengan sebagaimana mestinya.
4. Keluarga Besar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta beserta segenap Dosen, Karyawan, dan seluruh staf yang telah
banyak membantu memberikan fasilitas bagi penulis selama studi di
“Kampus Hijau” ini.
5. Pustakawan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
Pustakawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, dan Pustakawan
Perpustakaan Universitas Indonesia (UI), yang telah memberikan rujukan
pustaka kepada penulis.
6. Sahabat WHITE HOUSE tercinta, kamar 1 sampai 15, abanganda Abdul

Karim Munthe, S.Sy, S.H, Lc, M.H, sahabat, abang, juga pemompa
semangatku. Abanganda Zullisan, Zuki, Fikri, Syawal, Habib, Eka, Hakim
dkk. Kepada Ibu Kost, orang tua kami di perantauan.

vii

7. Saudara-saudaraku di lingkungan Keluarga Besar Peradilan Agama Fakultas
Syariah dan Hukum. Sahabat seperjuangan dari semester 1 sampai akhir
perkuliahan.
8. Keluarga tercinta, kedua Almarhum Uakku, Uda Ucok, Uda Kamar, sanak
saudara, abang tercinta M. Riswan Rizal. D, S. Pt., kakak tercinta Devi
Fitriani Br. D, Am. Kom., Kedua adikku M. Irfan Salim D., dan M. Zikri
Salsabila D., kalian berdua harus semangat belajar. Kalian semua adalah
semangat tiada akhirku.
9. Kepada penghibur laraku, yang setia menemani hari-hariku dalam keadaan
apapun, dendang rang minang takana juo. Untuk gadiah-gadiah minang
Diah Maisa, Vanny vabiola, Yona Irma, Ratu Sikumbang, Hayati kalasa dll.
Terutama untuk nasyid kerenku Maidany.
10. Sahabat Seperjuanganku Taufiq rezeki Saragih, sahabat selamanya, juga
kepada Husnul Azmi Ritonga yang telah meninggalkan kami lebih dulu di
Jakarta, Mufida Warni, Faisal Tanjung, Syaikhku Raihan Al-Ghiffary, Deni,
Muhsin si Ustadz, Roni dan sahabat laiinnya.
11. Sahabat perjuangan di Organisasi, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Ciputat, HMI Kompaksy, Lembaga Bantuan Hukum HMI
(LKBHMI), Keluarga Besar Peradilan Agama (KBPA), teman-teman di
Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat, sahabat seperjuangan di Forum
Komunikasi Alumni Daarul Uluum (FKADU-Jakarta), Kawan-kawan di
Ikatan Keluarga Raudhatul Hasanah (IKRH) Jakarta, Himpunan Mahasiswa
Labuhanbatu Raya (HIMLAB Raya jakarta), Komunitas Mahasiswa
Sumatera Utara (KMSU), Keluarga Besar Pondok Pesantren Al-Quran
NURMEDINA Pondok Cabe, Ikhwan dan Akwat di UKM Lembaga
Dakwah Kampus (LDK Syahid), Adik-adikku di Ikatan Persaudaraan
Pemuda dan Remaja Islam Masjid An-Nur (IP-PRIMA).
viii

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang sangat
membantu kepada penyelesaian tugas perkuliahan yang panjang ini. Semoga Allah
SWT senantiasa membimbing kita kepada jalan kesabaran. Semoga kita mencapai
nilai pengabdian yang sangat tinggi di sisi Allah. Amien ya rabbal alamien.
Wabillahi taufiq walhidayah, wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, 15 Maret 2016

Muhammad Azhar Rizki Dalimunthe

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
ABSTRAK .......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR....................................................................................... vi
DAFTAR ISI........................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1
B.Pembatasan Dan Perumusan Masalah.............................................. 10
C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian........................................................ 12
D.Tinjauan Kajian Terdahulu ............................................................... 13
E.Kerangka Konseptual ........................................................................ 14
F.Metode Penelitian .............................................................................. 15
G.Sistematika Penulisan ....................................................................... 18
BAB II EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PERADILAN
AGAMA DI INDONESIA................................................................. 20
A. Pengertian Peradilan Agama........................................................... 20
B. Dasar Hukum dan Asas Peradilan Agama ...................................... 22
1. Dasar Hukum Peradilan Agama.................................................. 22
2. Asas-asas Peradilan Agama ........................................................ 24
C. Tugas dan Fungsi Peradilan Agama................................................ 26
1. Tugas dan Fungsi Memberikan Keadilan (Yudisial) .................. 26
2. Tugas Non Yudisial..................................................................... 27
D. Kedudukan Peradilan Agama Di Indonesia .................................... 28
E. Kewenangan Peradilan Agama Di Indonesia .................................. 33
F. Hukum Acara Di Peradilan Agama ................................................. 39
x

BAB III PENYELESAIAN SENGKETA PERLINDUNGAN
KONSUMEN DALAM KEKUASAAN KEHAKIMAN
DI INDONESIA ................................................................................ 41
A. Pengertian Perlindungan Konsumen .............................................. 41
B. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen........................................... 42
C. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ...................................... 43
D. Prinsip-prinsip dalam Perlindungan Konsumen .............................. 45
E. Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen dalam
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia ............................................... 48
1. Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen
non Litigasi................................................................................. 49
2. Penyelesaian Sengketa Perlindungan Konsumen Litigasi .......... 59
BAB IV ANALISIS KEWENANGAN PERADILAN AGAMA
MENYELESAIKAN SENGKETA PERLINDUNGAN KONSUMEN
DALAM EKONOMI SYARIAH...................................................... 64
A. Argumentasi Yuridis Penyelesaian Sengketa
Perlindungan Konsumen Lembaga Keuangan Syariah ................... 64
B. Argumentasi Empiris Penyelesaian Sengketa
Perlindungan Konsumen Lembaga Keuangan Syariah................... 70
1. Putusan Pengadilan Terkait Penyelesaian Sengketa
Perlindungan Konsumen dalam Lembaga
Keuangan Syariah....................................................................... 71
C. Analisis Kewenangan Menyelesaikan Sengketa Perlindungan
Konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariah ............................. 77
BAB V PENUTUP............................................................................................ 82
A. Kesimpulan ..................................................................................... 82
B. Saran................................................................................................ 85

xi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Peradilan Agama di Indonesia, merupakan salah satu institusi pelaksana
kekuasaan kehakiman, yakni suatu kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.1
Sebagaimana diketahui, bahwa dalam negara hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana dan penyelenggara kekuasaan
kehakiman yang mempunyai kedudukan sejajar dengan peradilan-peradilan lainnya,
seperti Peradilan Umum, Peradilan Militer dan Peradilan Tata Usaha Negara dalam
menegakkan hukum dan keadilan.2 Hal ini dipertegas dengan hadirnya Undangundang No. 14 Tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman yang kemudian ditambah
dan diubah dengan Undang-undang No. 35 Tahun 1999 kemudian diubah dengan
UU. No. 48 Tahun 2009. Kemudian dalam pelaksanaannya, Peradilan Agama berada
di bawah naungan Mahkamah Agung sebagai Pengadilan Tertinggi.
Selanjutnya dalam perjalanan dan eksistensinya, Peradilan Agama mengalami
pasang surut yang panjang. Dalam rentang waktu lebih dari 12 tahun sejak

1

Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam Sistem Tata Hukum di
Indonesia, (Bandung: P. T. ALUMNI, 2003), h. vii.
2

Taufiq Hamami, Kedudukan dan Eksistensi Peradilan Agama dalam Sistem …., h. 33.

1

2

Proklamasi Kemerdekaan RI (yakni, tahun 1945-1957) terkait dengan keberadaan
Peradilan Agama di Indonesia. Salah satunya adalah berkaitan dengan penyerahan
Peradilan Agama kepada Kementerian Agama.3 Sampai akhirnya Peradilan Agama
disatu atapkan dengan peradilan lainnya di bawah Mahkamah Agung.
Dengan penyetaraan Peradilan Agama dengan peradilan lainnya memberikan
kewenangan bagi Peradilan Agama untuk menyelesaikan dan mengadili perkara yang
menjadi kewenangannya secara mandiri. Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama telah menjelaskan apa saja yang menjadi kewenangan Peradilan
Agama untuk menyelesaikannya.
Pasal 49
(1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:
a. Perkawinan
b. Kewarisan, wasiat, hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam;
c. Wakaf dan shadaqah.
(2) Bidang perkawinan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf a
ialah hal-hal yang diatur dalam atau berdasarkan Undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku.
(3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf b
ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai
harta peninggalan penentuan bagian masing-masing ahli waris, dan
melaksanakan pembagian harta peninggalan tersebut.
Pasal 50
Dalam hal terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain
dalam perkara-perkara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 49 maka
harus diputus lebih dahulu oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan
Umum.4
3

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, cet. Ke -2. (Jakarta: KENCANA,
2010), h. 61.
4
Amandemen
Undang-undang
Peradilan
Agama,
(Jakarta:
Sinar
Grafika,
2010), h.104-105.

3

Mengenai kewenangan Peradilan Agama ini, untuk saat ini telah terjadi
beberapa perubahan dan penambahan pada dua pasal ini. Dengan adanya amandemen
UU. No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi UU. No. 3 Tahun 2006
dan kemudian diamandemen lagi menjadi UU. No. 50 Tahun 2009 menambah
kewenangan Peradilan Agama serta diakuinya eksistensinya dalam menyelesaikan
sengketa perdata antara orang Islam. Salah satu kewenangan baru dalam undangundang tersebut adalah dimasukkannya sengketa ekonomi syari’ah sebagai
kewenangan Peradilan Agama pada Pasal 49.
Kemunculan otonomi ekonomi syariah ke permukaan ditandai dengan
terselenggaranya The First International Conference in Islamic Ekonomic di Makkah,
Arab Saudi, Tahun 1976. Bahkan banyak yang menyatakan hampir semua tokoh yang
hadir pada waktu itu sepakat, bahwa konferensi tersebut menjadi titik tolak awal
perjalanan ekonomi Islam di kemudian hari.5
Di Indonesia sendiri perkembangan ekonomi syariah begitu pesatnya, hal ini
sangat didukung dengan keberadaan Indonesia yang memang berpenduduk mayoritas
Islam terbesar di dunia, meliputi perbankan syariah, asuransi syariah, gadai syariah
dan usaha syariah lainnya.6
Sebagai contoh perbankan syariah yang berkedudukan sebagai badan usaha
yang bergerak dalam bidang pengumpulan dana masyarakat. Tak ubahnya dengan
5

Hendi Risza Idris, 30 Tahun Ekonomi Islam Pesat Lembaganya Lemah Keilmuannya,
(Majalah Hidayatullah Edisi Maret 2007), h. 36.
6

A. Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia…, h. 169.

4

pengumpulan dana umum yang bersifat konvesional, dalam praktiknya kemungkinan
timbulnya sengketa tetap ada. Timbulnya sengketa ini adalah karena dalam
praktiknya sistem syariah ini juga diikat oleh kesepakatan di dalam akad.
Selanjutnya dalam perbankan syariah, masyarakat yang turut menjadi peserta
dalam pengumpulan dana (nasabah/kreditur) disebut sebagai konsumen, sedangkan
bank yang menjadi pelaksana pengumpulan dana (debitur) disebut sebagai produsen.
Kesepakatan antara produsen dan konsumen inilah yang kemudian sering
menimbulkan permasalahan dan sengketa dalam praktik perbankan syariah.
Kemudian masalah yang banyak timbul adalah mengenai hak-hak konsumen yang
seharusnya dikembalikan kepadanya. Permasalahan inilah yang kemudian berkaitan
dengan perlindungan konsumen.
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen hadir
merupakan bagian dari Hukum Konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah
yang bersifat mengatur, dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan
konsumen. Berdasarkan hasil penelitian dan pendapat para pakar, ternyata konsumen
umumnya berada pada posisi yang lebih lemah dalam hubungannya dengan
pengusaha, baik secara ekonomis, tingkat pendidikan, maupun kemampuan atau daya
saing.7
Mengenai sengketa perlindungan konsumen Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen telah menjelaskan di Pasal 45 ayat (1):

7

Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, (Jakarta: Pustaka Sinar, 1995), h. 65.

5

“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku
usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum.”8
Selanjutnya dalam Pasal 49 huruf (i) menyatakan bahwa ekonomi syariah
menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama. Dalam penjelasan Pasal 49 UU No. 3
tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama
bahwa hal-hal yang kemudian termasuk ke dalam ekonomi syariah salah satu
diantaranya adalah perbankan syariah. Sehingga penyelesaian sengketa perbankan
syariah ini adalah kewenangan Peradilan Agama.
Lebih jelas undang-undang mengatur tentang perbankan syariah. Undangundang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menjelaskan pada Pasal 55
ayat 1 bahwa penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan oleh pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Agama. Kemudian Pasal 55 ayat 2 menjelaskan dalam
hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad. Lalu
bila dilihat dalam penjelasan Pasal 55 ayat 2 huruf (d) ini muncul suatu permasalahan
yang menyebabkan tidak konsistennya penyelesaian sengketa perbankan syariah
bahwa:
Yang dimaksud dengan “penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi
Akad” adalah upaya sebagai berikut:
a. musyawarah;
8

Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2007), h. 223.

6

b. mediasi perbankan;
c. melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) atau lembaga arbitrase
lain; dan/atau
d. melalui pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum.
Hal di atas

kemudian menjadi permasalahan yang layak untuk dilakukan

penelitian mengenai tentang kewenangan menyelesaikan sengketa perlindungan
konsumen perbankan syariah dalam ekonomi syariah. Peradilan manakah sebenarnya
yang berhak menyelesaikan sengketa tersebut, apakah Peradilan Agama secara
mutlak atau Peradilan Umum?
Mengenai kewenangan absolut ini, pada hari Kamis tanggal 29 Agustus 2013
dalam Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi dikeluarkan putusan nomor 93/PUUX/2012 yang menyatakan bahwa penjelasan Pasal 55 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Keputusan ini
selayaknya menghapuskan kewenangan Peradilan Umum untuk dapat menyelesaikan
sengketa ekonomi syariah. Putusan ini kemudian menjadi dalil hukum para Majelis
Hakim di Peradilan Agama untuk semakin meyakini kewenangannya untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah di Indonesia dan merdeka secara
kewenangan relativ dan absolutnya. Namun di sisi lain masih banyak Hakim-hakim
di Peradilan Agama seakan masih belum mengetahui dan meyakini perihal tersebut.
Dalam pertimbangan hukum yang terdapat di dalam beberapa putusan Peradilan
Agama, maupun Peradilan Negeri, Majelis Hakim berpendapat bahwa Peradilan
Agama berwenang untuk menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen yang
termasuk kepada suatu sengketa ekonomi yang berasaskan kesyariahan. Hal ini

7

tercantum sebagaimana

di dalam

putusan Peradilan Agama Banjarbaru

259/Pdt.G/2013/PA.Bjb tentang gugatan ekonomi

No.

syariah/gugatan perbuatan

melawan hukum, pada hari Rabu tanggal 27 november 2013 M bertepatan dengan
tanggal 23 Muharram 1435 Hijriyyah. Bahwa penunjukan Peradilan Umum dalam
Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, menurut Majelis Hakim bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen
tersebut lahir tahun 1999, sedangkan kewenangan Pengadilan Agama terhadap
sengketa ekonomi syariah sejak tahun 2006, yakni dalam Pasal 49 huruf (i) Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kemudian dipertegas dengan Pasal 55 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Sementara itu
kewenangan Peradilan Umum dalam menangani sengketa ekonomi syariah yang
terdapat dalam Penjelasan Pasal 55 ayat (2) huruf (d) Undang-Undang Nomor 21
tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah telah dinyatakan tidak mempunyai kekuatan
hukum dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 93/PUU-X/2012, oleh
karena itu Pengadilan Agama menjadi satu-satunya pengadilan yang berwenang
menangani sengketa ekonomi syariah termasuk diantaranya sengketa perlindungan
perbankan

syariah.9

Dalam

pertimbangan

hukum

selanjutnya

berdasarkan

pertimbangan tersebut Majelis Hakim sepakat bahwa “Peradilan Umum” dalam Pasal
45 UUPK dibaca sebagai “Peradilan Agama”.
9

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
259/Pdt.G/2013/PA. Bjb. Tanggal27 November 2013, hlm, 35.

Indonesia

Putusan

Nomor

8

Selanjutnya

putusan

Pengadilan

Negeri

Martapura

yang

menyatakan

ketidakberwenangannya menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen syariah dan
menyatakan bahwa Peradilan Agamalah yang memiliki kewenangan tersebut. Putusan
No. 03/Pdt.G/2013/PN.MTP tentang Putusan Sela terhadap sengketa perlindungan
konsumen syariah pada hari Senin tanggal 2 Desember 2013. Oleh Majelis Hakim
dalam pertimbangan hukumnya menyatakan eksepsi tergugat mengenai kewenangan
mengadili secara absolut perkara aquo adalah bukan kewenangan Peradilan Negeri
Martapura melainkan kewenangan Peradilan Agama berdasarkan UU No. 3 Tahun
2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Majelis Hakim dalam putusan mengadili
dan menyatakan Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili perkara
tersebut pada poin dua.10
Putusan No. 0047/Pdt.G/2012/PA.Yk Pengadilan Agama Yogyakarta pada hari
Kamis tanggal 28 Juni 2012 bertepatan dengan tanggal 8 Sya’ban 1433 H. Tentang
perkara sengketa konsumen dalam mudharabah muqayyah antara nasabah/konsumen
dengan pihak BPRS. Dalam pertimbangan hukumnya Majelis Hakim menyatakan
bahwa dalil eksepsi tergugat yang menyatakan Peradilan Agama tidak berwenang
mengadili perkara tersebut, Majelis Hakim menyatakan dalil tersebut tidak tepat
karena perkara tersebut adalah perkara sengketa syariah sehingga menurut Pasal 49
UU No 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan
10

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
03/Pdt.G/2013/PN.MTP. Tanggal 2 Desember 2013, hlm, 21-22 dan 25.

Indonesia

Putusan

No.

9

Agama jo Pasal 55 UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah diselesaikan
dalam lingkungan Peradilan Agama.11
Putusan No.

527/Pdt.G/2014/PA.Gtlo Peradilan Agama Gorontalo tentang

sengketa perlindungan konsumen syariah, pada hari Kamis tanggal 27 November
2014 M bertepatan dengan tanggal 04 Safar 1436 H. Dalam perkara ini Majelis
Hakim menyatakan bahwa perkara aquo adalah sengketa perlindungan konsumen.
Namun dalam pertimbangan yang lain Majelis hakim juga menyatakan bahwa
perkara yang dimaksud juga memiliki prinsip-prinsip kesyariahan. Sehingga dalam
pertimbangan hukum Majelis Hakim sependapat bahwa yang demikian dirasa perlu
dipertimbangkan apakah sengketa konsumen juga termasuk kewenangan Peradilan
Agama untuk memeriksa mengadilinya. Dalam pertimbangan lainnya Majelis Hakim
cenderung mengarahkan dalil hukum perkara kepada pasal 45 UUPK tentang
kewenangan Peradilan Umum untuk menyelesaikannya. Sehingga dalam mengadili
menyatakan Peradilan Agama tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara
tersebut.12
Dengan latar belakang tersebut, menjadi dasar bagi penulis untuk meneliti
kewenangan Peradilan Agama dalam menyelesaikan perkara perlindungan konsumen
dalam ekonomi syariah, dengan mengangkat judul, KEWENANGAN PERADILAN
AGAMA MENYELESAIKAN SENGKETA PERLINDUNGAN KONSUMEN
11

Indonesia

Putusan

No.

12

Indonesia

Putusan

No.

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
0047/Pdt.G/2012/PA.Yk Tanggal 2 Desember 2013, hlm, 25.
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik
527/Pdt.G/2014/PA.Gtlo tanggal 27 November 2014, hlm, 6-8.

10

DALAM EKONOMI SYARIAH (Analisis Yuridis terhadap Peraturan Perundangundangan dan Putusan Pengadilan tentang Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi
Syariah).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari adanya kekeliruan dalam memahami masalah yang akan
dibahas, dirasakan perlu untuk mengadakan pembatasan dan perumusan masalah
tersebut sesuai dengan judul yang dimaksud. Maka penulis memberikan batasan
masalah dalam penelitian ini hanya terfokus pada konsep kewenangan absolut
Peradilan Agama mengenai ekonomi syariah dalam hal ini terkait perlindungan
konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariah. Dengan demikian dalam penelitian
ini tidak akan dibahas bagian kewenangan absolut Peradilan Agama yang lain.
2. Perumusan Masalah
Dalam UU. No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 45
ayat (1) menjelaskan bahwa perkara perlindungan konsumen dapat diselesaikan
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
Namun dalam UU. No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU. No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama Pasal 49 huruf (i) menjelaskan bahwa
sengketa ekonomi syariah menjadi kewenangan absolut Peradilan Agama.
Kemudian hal ini dipertegas dengan Pasal 55 ayat (1) UU. No. 21 Tahun 2008

11

tentang Perbankan Syariah. Ditambah dengan putusan Mahkamah Konstitusi No.
93/PUU-X/2012.
Agar lebih terarah, serta untuk memfokuskan tema permasalahan dan
terciptanya efektifitas dari tema penelitian ini, rumusan masalah di atas, penulis
rangkum dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a) Bagaimana seharusnya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
dalam Lembaga Keuangan Syariah berdasarkan peraturan perundangundangan dan praktiknya di pengadilan?
b) Apa yang menjadi legalitas kewenangan Hakim Peradilan Agama
menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen dalam Lembaga
Keuangan Syariah?
c) Bagaimana praktik penyelesaian sengketa perlindungan konsumen dalam
Lembaga Keuangan Syariah di pengadilan saat ini?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui bagaimana sebenarnya penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen dalam Lembaga Keuangan Syariah berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan praktiknya di pengadilan.
b. Melihat landasan pemikiran hakim terkait apa yang menjadi legalitas
Peradilan Agama untuk mewenangi penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen dalam ekonomi syariah.

12

c. Menemukan perbedaan kewenangan Peradilan Agama dan Peradilan Umum
dalam memeriksa dan menyelesaikan sengketa

perlindungan konsumen

ekonomi syariah.
2. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Bagi Penulis
Penulisan ini bermanfaat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar strata satu dalam bidang Hukum Keluarga, juga menambah khazanah
pengetahuan di bidang kewenangan absolut Peradilan Agama, dalam hal ini
ekonomi syariah.
b. Bagi Akademisi
Sebagai aset pustaka yang diharapkan dapat dimanfaatkan oleh seluruh
kalangan akademisi dalam upaya memberikan pengetahuan, informasi, dan
sebagai proses pembelajaran mengenai ekonomi syariah dalam kewenangan
Peradilan Agama.
c. Bagi Praktisi
Bagi Hakim Peradilan Agama atau Advokat yang menangani sengketa
ekonomi syariah dapat dijadikan rujukan mengenai penyelesaiaannya. Dimana
perlindungan konsumen perbankan syariah itu sendiri termasuk ke dalam
ekonomi syariah yang dimaksud.
Sedangkan untuk legislator diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam memahami undang-undang yang terkait perlindungan
konsumen antara Peradilan Agama dan Peradilan Umum.

13

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Mengenai judul yang akan ditulis ini, sebelumnya telah ada penelitian yang
berkaitan tentang kewenangan Peradilan Agama yang telah ditulis dalam bentuk
skripsi dan penelitian ilmiah oleh beberapa orang yaitu: Djawahir Hazzaziev dengan
judul penelitian Persepsi dan Preferensi Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah yang ditulis pada tahun 2013 di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Melianah dengan judul Proses Pembuatan
Kontrak Pembiayaan Mudharabah Dalam Perspektif Undang-undang Perlindungan
Konsumen (studi kasus pada Bank Syariah Mandiri) Fakultas Syariah dan Hukum
tahun 2014. Dalam penelitian ini hanya memfokuskan kepada bagaiamana membuat
kontrak yang disesuaikan kepada Undang-undang Perlindungan Konsumen, di
dalamnya tidak dibahas tentang penyelesaian sengketanya. Abdul Hafid Nur dengan
judul Aplikasi Kontrak Musyarakah Bank Syariah Ditinjau Dari UU No. 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang ditulis pada tahun 2010 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini
menitikberatkan pembahasan penelitian kepada isi kontrak atau kesepakatan antara
pihak bukan penyelesaian sengketanya.
Dari beberapa tulisan yang penulis temukan di atas hanya mengatur pada
pengertian dan maksud yang lain dan tidak membahas dari yang penulis maksudkan.
Oleh karena itu penelitian yang penulis lakukan ini berbeda dengan penelitian yang
ada sebelumnya.

14

E. Kerangka Teori Konseptual
1. Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain,
maupun hidup makhluk lain dan tidak untuk diperdagangkan.13
2. Perlindungan Konsumen
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.14
3. Sengketa
Menurut Jhon Colier, yang dimaksud sengketa adalah perselisihan khusus
mengenai fakta, hukum atau kebijakan di mana klaim atau pernyataan dari salah
satu pihak bertemu dengan penolakan, gugatan balik atau penolakan oleh orang
lain.15
4. Ekonomi Syariah
Menurut Abdul Manan, yang dimaksud dengan ekonomi syariah adalah
“sosial science which studies the economic problems of people imbued with the
values of Islam” (Ekonomi Islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang

13

Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 4.

14

Ahmadi Miru & Sutarman Yudo, Hukum Perlindungan Konsumen, h. 1.

15

www.pengertianpakar.com, diakses tanggal 23 Mei 2016 pukul 17.02 WIB.

15

memepelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai
Islam).16
F. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi objek kajian adalah adalah kewenangan
Peradilan Agama dalam sengketa ekonomi syariah mengenai perlindungan
konsumen, dengan demikian dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian hukum normatif.
1. Jenis dan Pendekatan
Jenis penelitian dalam penulisan ini merupakan jenis penelitian hukum
normatif.
Pendekatan-pendekatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan dua pendekatan. Pertama17, pendekatan undang-undang (statute approach).
Penggunaan pendekatan ini untuk menelaah ketentuan perundang-undangan yang
berkaitan dengan perbankan syariah, perlindungan konsumen, dan peradilan
Agama. Dengan pendekatan ini peneliti melakukan sinkronisasi ketentuanketentuan yang terdapat dalam peraturan tersebut secara horizontal dan vertikal.
Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran secara menyeluruh terkait dengan
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen di perbankan syariah.

16

Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah dalam perspektif kewenangan Peradilan Agama,
(Jakarta: KENCANA, 2012), h. 6-7.
17

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cetakan keenam, (Jakarta: kencana,
2010), hlm. 93.

16

Pedekatan kedua adalah pendekatan kasus (case approach).18 Pendekatan ini
dilakukan untuk memberikan gambaran bagaimana para Hakim Peradilan Agama
memutus perkara yang berkaitan dengan ekonomi syariah. Analisis dengan
pendekatan putusan di sini melihat bagaimana peraktik dari peraturan perundangundangan itu diperaktikkan.

2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini penulis bagi kepada dua sumber data,
sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer disini adalah
UU. No, 7 Tahun 1989 menjadi UU. No. 3 Tahun 2006 menjadi UU. No. 50
Tahun 2009 tentang Peradilan Agama, UU. No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, UU. No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah dan
undang-undang lain yang berkaitan dengan kewenangan Peradilan Agama.
Putusan beberapa pengadilan baik peradilan Umum maupun Peradilan Agama
yang terkait sengketa perlindungan konsumen. Sedangkan sumber data sekunder
diperoleh dari buku-buku, surat kabar, kamus, majalah, hasil-hasil penelitian,
jurnal-jurnal, artikel, internet, dan lain sebagainya yang dapat memberikan
penjelasan data-data primer.
3. Metode Pengumpulan Data
Sesuai dengan jenis penelitian di atas, maka dalam pengumpulan data penulis
menggunakan studi pustaka (library research) dengan metode dokumentasi atau
18

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ... hlm, 94.

17

studi dokumen. Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barangbarang yang tertulis.19 Dalam melaksanakan metode dokumentasi yang dimaksud
penulis melakukan penyelidikan dan mengumpulkan data-data atau dokumendokumen tertulis seperti buku-buku, artikel, peraturan-peraturan, undang-undang
dan lain sebagainya.
Putusan beberapa Peradilan Umum dan Peradilan Agama terkait penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah diambil dari direktori
putusan Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi yang memayungi peradilan
tingkat I dan II. Kdelapan putusan adalah putusan yang diputuskan atas perkara
perlindungan konsumen yang terjadi di dalam Lembaga keuangan Syariah.
4. Metode Analisis Data
Berdasarkan pada tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini sesuai
dengan karakter preskriptif ilmu hukum.

Sifat dari preskripsi dalam bidang

keilmuan hukum, penelitian yang bersifat normatif adalah berusaha untuk
mengkaji dan mendalami serta mencari jawaban tentang apa yang seharusnya dari
setiap permasalahan. Sehingga penulis akan merangkum apa yang seharusnya dari
peraturan perundang-undangan yang telah mengatur dan mempelajari putusanputusan yang telah diputuskan untuk mencapai apa yang dimaksudkan. 20

19

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Cet. Ke-12. (Jakarta:
Rineka Cipta, 2002), h. 135.
20
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum... hlm. 35.

18

5. Metode dan Teknik Penulisan
Adapun tekhnik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman
penulisan skripsi Fakulas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2012.
G. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengkonsep penulisan dengan
menyajikan lima bab, diharapkan dengan sistematika yang terhimpun dalam kelima
bab tersebut dapat memudahkan untuk membaca dan memahami dan mengerti
tentang tujuan yang menjadi titik pencapaian dari penelitian yang dilakukan. Adapun
tentang sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut.
Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari pembahasan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, tinjauan (review) kajian terdahulu, kerangka teori konseptual,
metode penelitian, rancangan outline (sistematika penulisan).
Bab kedua, berisikan tentang eksistensi dan kewenangan Peradilan Agama di
Indonesia yang terdiri dari pengertian Peradilan Agama, dasar hukum yang terdapat
di dalam Peradilan Agama, asas-asas Peradilan Agama, tugas dan fungsi Peradilan
Agama, kedudukan Peradilan Agama di Indonesia dan kewenangan Peradilan Agama
di Indonesia serta hukum acara yang berlaku di Peradilan Agama.
Bab ketiga, akan membahas penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
dalam ekonomi syariah yang terdiri dari pengertian perlindungan konsumen, konsep
dan dasar hukum perlindungan konsumen, asas dan tujuan perlindungan konsumen,

19

prinsip-prinsip dalam perlindungan konsumen, penyelesaian sengketa perlindungan
konsumen dalam kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Bab keempat, adalah analisis kewenangan Peradilan Agama menyelesaikan
sengketa perlindungan konsumen dalam ekonomi syariah yang terdiri atas analisis
yuridis penyelesaian sengketa perlindungan konsumen Lembaga Konsumen Syariah,
analisi empiris penyelesaian sengketa perlindungan konsumen Lembaga Konsumen
Syariah, serta hasil analisis penulis tentang kewenangan Peradilan Agama
menyelesaikan sengketa perlindungan konsumen.
Bab kelima, penutup, pada bab ini penulis memberikan kesimpulan dari
keseluruhan pembahasan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, serta saransaran yang dapat dilakukan dalam penataan peraturan perundang-undangan dan tertib
beracara di lingkungan Mahkamah Agung.

BAB II
EKSISTENSI DAN KEWENANGAN PERADILAN AGAMA
A. Pengertian Peradilan Agama
Dalam khazanah Islam klasik telah dikenal pengertian peradilan dengan
istilah-istilah keislaman, wilayat al-aqdha, hisbah, dan madzalim.1 Kata “peradilan”
berasal dari akar kata “adil”, dengan awalan “per” dan dengan imbuhan “an”. Kata
“peradilan” sebagai terjemahan dari “qadha”, yang berarti “memutuskan”,
“melaksanakan” dan “menyelesaikan”.2 Adapula yang menyatakan bahwa, umumnya
kamus tidak membedakan antara peradilan dan pengadilan.3 Sebagaimana pengertian
ini dijelaskan secara rinci di dalam buku Peradilan Agama di Indonesia.
Disamping kata “menyelesaikan” dan menunaikan seperti di atas, arti qadha
yang dimaksud adapula yang berarti “memutuskan hukum” atau “menetapkan suatu
ketetapan”. Dalam dunia peradilan menurut para pakar, makna yang terakhir inilah
yang dianggap lebih signifikan. Dimana makna hukum di sini pada asalnya berarti

1

Ketiga badan peradilan tersebut, merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman pada masa
Islam klasik. Ketiganya berada di bawah; dinasti Umayyah menyebutnya dengan nizham al-qadhai,
yakni pelaksana hukum. Muhammad jalal Syaraf dan Ali Abd al- Muth”i Muhammad, Fikr al-syasi fi
al-Islam, (Iskandariyah: Dar al-Jami’at al-Mishriyat, 1978), h. 155-157).
2

Ahmad Warson, Al-Munawwir (Kamus Arab-Indonesia), (Jakarta; M. Jakarta, 1996),
cet. Pertama, h. 1225
3

Abdul Mujib Mabruri Thallah Sapiah AM, Kamus Istilah Fikih, (Jakartta; PT. Pustaka
Firdaus, 1994), cet. Ketiga, h, 258. Lihat juga Kamus Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Depdikbud, Balai Pustaka, 1996),
cet ketujuh, h. 7

20

21

“menghalangi” atau “mencegah”, karenanya qadhi dinamakan hakim karena seorang
hakim berfungsi untuk menghalangi orang yang zalim dari penganiyaan.4
Kata peradilan menurut istilah ahli fikih ialah:
1. Lembaga Hukum (tempat di mana seseorang mengajukan permohonan
keadilan).
2. Perkataan yang harus dituruti yang diucapkan oleh seorang yang
mempunyai wilayah umum atau menerangkan hukum agama atas dasar
harus mengikutinya.5
Peradilan Islam di Indonesia yang dikenal dengan Peradilan Agama
keberadaannya jauh sebelum Indonesia merdeka karena ketika Islam mulai
berkembang di Nusantara, Peradilan Agama juga telah muncul bersamaan dengan
perkembangan kelompok di kala itu, kemudian memperoleh bentuk-bentuk
ketatanegaraan yang sempurna dalam kerajaan-kerajaan Islam6.
Selanjutnya jika kata peradilan atau pengadilan disatukan dengan kata agama,
maka pengertian Peradilan Agama adalah “ kekuasaan negara dalam memeriksa,
mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara tertentu antar orang-orang
yang beragama Islam untuk menegakkan hukum dan keadilan”. Sedangkan Peradilan

4

Hasby As-siddieqy, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Yogyakarta; PT. Ma’arif,
1994), h. 29.
5

6

Hasby As-siddieqy, Peradilan dan..., h. 30.

Zaini Ahmad Noeh dan Abdul Basit Adnan, Sejarah Singkat Peradilan Agama di Indonesia,
(Surabaya: Bina Ilmu, 1983), hlm. 29.

22

Agama adalah pengadilan tingkat pertama pada lingkungan peradilan agama.7
Menurut Ramulyo, Peradilan Agama adalah tempat di mana dilakukan usaha mencari
keadilan dan kebenaran yang diridhai Tuhan Yang Maha Esa yakni melalui suatu
majelis hakim atau mahkamah.8
B. Dasar Hukum dan Asas Peradilan Agama
1. Dasar Hukum Peradilan Agama
Peradilan Agama sebagai institusi yang bertugas untuk menegakkan hukum
dan keadilan atas adanya persengketaan-persengketaan di antara orang-orang yang
beragama Islam yang diajukan kepadanya dalam menjalankan tugas dan fungsinya
harus memenuhi standar pengadilan. Terpenuhinya standar pengadilan pada
Peradilan Agama harus memenuhi tiga perangkat dasar, yakni peraturan
perundang-undangan, organisasi dan aparat penegak hukum, serta tatalaksana,
sarana dan prasarana. Ketiga perangkat tersebut merupakan kebutuhan mutlak bagi
terlaksananya tugas-tugas dan fungsi Peradilan Agama dalam menegakkan hukum
dan keadilan di Negara Hukum Republik Indonesia.9
Peradilan Agama sebagai sub sistem Peradilan Nasional, keberadaannya
harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan. Sepanjang sejarah

7

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta; Pt. Rajawali Grafindo Persada,
1996), cet. Pertama, h. 6.
8

Moh. Idris Ramulyo, Beberapa Masalah tentang Hukum Acara Perdata Peradilan Agama,
(Jakarta: Ind-Hill Co, 1991), h. 12.
9

Taufiq Hamami, Peradilan Agama Dalam Reformasi Kekuasaan Kehakiman di Indonesia,
(Ciputat; PT. Tatanusa, 2013), h. 68.

23

perjalanan Peradilan Agama di Indonesia sebagai lembaga penengak hukum dan
keadilan, hal-hal yang mengaturnya asal mulanya berupa penunjukan oleh para
pihak yang bersengketa terhadap seseorang sebagai muhakkam.10 Selanjutnya
berlanjut pada peraturan di masa kerajaan Islam, masa kolonial yang ditandai
dengan hadirnya Stbl 1882 No. 152. Kemudian pada tahun 1937 diperbaharui
dengan Stbl 1937 Nomor. 116 dan 610.
Puncak kekokohan perangkat dasar peraturan perundang-undangan terjadi
saat diundangkannya perubahan ketiga UUD Negara Republik Indonesia 1945.
Perubahan ketiga ini menegaskan kedudukan konstitusional Peradilan Agama.
Perihal dimaksud mengandung beberapa makna:11
1. Peradilan Agama adalah badan kenegaraan konstitusional dengan
kedudukan yang dijamin Undang-undang Dasar.
2. Peradilan Agama adalah salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman
yang bebas dan merdeka, yang mempunyai kedudukan yang sederajat
dengan lingkungan peradilan yang lain.
3. Peradilan Agama berhak atas “Privilage” dan Negara mempunyai
kewajiban serta tanggung jawab memberikan dukungan yang sama
dengan lingkungan peradilan yang lain.

10

Adalah pengertian bagi orang yang dianggap padanya mengerti tentang suatu hukum,
memiliki naluri keadilan yang tinggi dan dapat dipercaya. Kemudian dipercayakan kepadanya untuk
memberikan suatu keputusan terhadap suatu permasalahan.
11

Jaelani Arifin, Peradilan Agama Dalam Bingkai..., h. 325.

24

4. Peradilan Agama merupakan satu kesatuan sistem peradilan nasional
(national integrated judicial system), dalam sistem ketatanegaraan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai konsekwensi konstitusional dari perubahan tersebut, maka yang
pertama kali diubah adalah UU No. 14 tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman menjadi UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman yang juga dirubah dengan UU No. 48 tahun 2009. Perubahan ini juga
mengakibatkan perubahan UU No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
menjadi UU No. 5 tahun 2004 yang telah diubah menjadi UU NO. 49 tahun 2009
dan UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama menjadi UU No. 3 tahun 2006
dan UU No. 50 tahun 2009.
Oleh karena itu perangkat yang menjadi dasar hukum Peradilan Agama tidak
hanya sebatas yang menyangkut kelembagaan dan organisasi, akan tetapi juga
menyangkut hukum materiil dan hukum acaranya, maka selain peraturan
perundangan yang disebutkan di atas, peraturan-peraturan perundangan lain juga
sebagai perangkat dasar hukum bagi Peradilan Agama diantaranya: 1) Reglemen
Indonesia yang diperbaharui (RIB/HIR) dan Reglemen Buiten Govesten, 2) UU.
No. 20 tahun 1947 tentang Pengadilan-pengadilan Ulangan, 3) UU. No. 1 tahun
1974 tentang Perkawinan, 4) UU. No. 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
5) UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,
6) UU No. 38 tahun 2004 tentang Zakat, 7). UU No. 41 tahun 2004 tentang Wakaf,
8) UU No. 19 tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah dan UU No. 21 tahun

25

2008 tentang Perbankan Syariah, 9). PERMA No. 2 tahun 2003 tentang Mediasi,
10) Peraturan Menteri Agama No. 2 tahun 1987 tentang Wali Hakim, 11) Inpres
No. 1 tahun 1991 tentang Pemasyarakatan Kompilasi Hukum Islam (KHI).
2. Asas-asas Peradilan Agama
Asas-asas peradilan merupakan landasan pokok (fundamental) dalam
pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia. Asas-asas yang berlaku di
lingkungan Peradilan Umum pada dasarnya berlaku juga di Peradilan Agama
kecuali di atur lain. diantaranya; asas personalitas ke-Islaman, asas kebebasan,
asas tidak boleh menolak perkara dengan alasan hukum tidak jelas, asas wajib
mendamaikan, asas sederhana, cepat dan biaya r