Kecenderungan lembaga keuangan syariah terhadap peradilan agama dan basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syriah

KECENDERUNGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP
PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

O le h:
Muha mma d Amin
105044101376

K O N S E N TR A S I P E R A D I L A N A G A M A
PRO G RAM STUDI AL-AHWALU AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R TA
1431 H/ 2010 M

KECENDERUNGAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH TERHADAP
PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS DALAM MENYELESAIKAN
SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Syariah (S.Sy.)

O le h:
Muha mma d Amin
105044101376

Di Ba wa h Bimb ing a n

Dr. Hj. Me sra ini, M.Ag .

Ho tnid a

Na sutio n,

S.Ag .,

MA

150326895

1971063019970320

K O N S E N TR A S I P E R A D I L A N A G A M A
PRO G RAM STUDI AL-AHWALU AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R TA

1431 H/ 2010 M

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi robbil ‘alamin segala puji serta syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT., yang telah mencurahkan berbagai nikmat karunia-Nya yang
tak terhingga kepada seluruh makhluk-Nya tanpa pilah-pilih kasih sehingga penulis
dapat mengenyam pendidikan tinggi dan dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai
salah satu persyaratan kelulusan. Sholawat teriring salam tak lupa disematkan
keharibaan junjungan kita Nabi Muhammad saw beserta keluarga, sahabatsahabatnya dan orang-orang yang ikut berjasa berjuang demi tegaknya syariat Islam
di dunia.

Ketika skripsi ini terselesaikan ada perasaan lega dan lapang dada yang
hinggap dalam diri penulis, karena sebuah tanggung jawab telah terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini kemampuan dan ilmu yang
penulis miliki sangat terbatas sehingga penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata
sempurna. Walaupun demikian, inilah yang dapat penulis persembahkan tentunya
dengan kerja keras dan usaha yang melelahkan.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa adanya dukungan,
motivasi dan partisipasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini
perkenankan penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan apresiasi yang setinggitingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, SH., MA, MM., Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta serta Pudek I, II dan III yang telah membimbing dan memberikan
berbagai ilmu kepada penulis.
2. Bapak Drs. H. Ahmad Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana,
S.Ag., MH., selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Al-Ahwalus
Syakhshiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Hj. Mesraini, M.Ag. dan Ibu Hotnida Nasution, S.Ag., MA., selaku
dosen pembimbing yang telah membimbing penulis dengan penuh perhatian

dan kesabaran serta terus memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.
4. Bapak H. JM Muslimin, Ph.D., yang dengan gaya tegasnya telah memotivasi
penulis
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu-ilmu yang bermanfaat.
6. Para pimpinan dan karyawan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu melayani keperluan
penulis.
7. Petugas perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu
menyediakan buku-buku dan referensi lain penunjang skripsi ini.

8. Segenap pihak Pengadilan Agama Jakarta Pusat, Barat dan Selatan yang telah
menyiapkan data-data baik wawancara maupun dokumentasi yang penulis
perlukan.
9. Segenap jajaran Basyarnas khususnya Ibu Euis Nurhasanah selaku Bendahara
Basyarnas yang telah bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai.
10. Segenap jajaran pimpinan dan staff PT. Pegadaian Syariah yang telah
membantu penulis melengkapi data-data yang diperlukan.
11. Special Thanks’ untuk Ayahanda Muhammad Isa dan Ibunda Suhanah
tercinta yang telah dengan susah payah mendidik dan membesarkan penulis

dengan penuh rasa kasih sayang, sehingga sampai saat ini penulis bisa
menyelesaikan pendidikan tinggi.
12. Kakak-kakak tersayang yang telah banyak memberikan nasihat dan teguran
yang membangkitkan semangat penulis untuk terus berkembang. Keponakankeponakanku yang telah menjadi obat penawar lelah.
13. Guru-guru Majelis Ta’lim Al-Qur’an Ar-Rohimi yang telah menempa penulis
dan mendidik penulis untuk menjadi pribadi yang berilmu dan berwawasan
luas.
14. Guru-guru Yayasan Tarbiyah Islamiyah Al-Falah yang telah banyak
memberikan ilmu-ilmu yang manfaat untuk masa depan penulis. Wabil
khusus KH. Ghozi HK, H. Balya Isa, B.Sc., KH. Jamhuri Muhammad, dan
Dra. Ida Idris yang telah banyak memberikan perhatian lebih kepada penulis

15. Sahabat-sahabatku tercinta wabil khusus julay, yang telah banyak sekali
membantu penulis dalam segala hal, yang dengan tulus dan ikhlas mengiringi
dan menemani setiap aktivitas, memotivasi di saat penulis goyah,
mengingatkan ketika penulis alfa dan memberi masukan-masukan guna
kemajuan penulis.
16. Rekan-rekan Ahwal Syakhshiyyah angkatan 2005, khususnya: Sofyani,
Matot, Azizah, Sugiyanto, Billy, Haris dan Uzy, thanks atas diskusi-diskusi
ilmiahnya.

17. Hikmah, Ela, Hifzi, Baina, Lya, Wati yang telah membantu dan terus
memberikan dorongan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
18. Rekan-rekan Fatihah Community sebagai tempat bertukar pikiran dan curah
gagasan untuk menambah ilmu.
19. Rekan-rekan BEM Jurusan PA, thanks atas ilmu, pengalaman, kesempatan
dan kepercayaannya dalam organisasi
20. Rekan-rekan IPNU, HIQMA, HARISMA dan IKRIMA terima kasih atas ilmu
organisasinya yang sangat berguna bagi penulis di masa yang akan datang.

Penulis hanya dapat mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada
semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan dan bimbingannya.
Kepada Allah SWT penulis memohon semoga mereka diberikan pahala yang berlipat
ganda dan dicatat sebagai amal ibadah. Amin ya robbal ‘alamin.

Jakarta, April 2010

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR


i

DAFTAR ISI

vi

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

8


C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

8

D. Tinjauan Pustaka

10

E. Metode Penelitian

13

F. Tehnik Penulisan Laporan

15

G. Sistematika Penulisan

16


KONSEPSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah

17

1. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan
Syariah di Indonesia

20

2. Dasar hukum operasional Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia

25

B. Profil Lembaga Keuangan Syariah (Pegadaian Syariah)

BAB III

1. Sejarah Singkat Pegadaian Syariah


27

2. Visi dan Misi

30

3. Struktur Organisasi

30

4. Produk-Produk yang Dihasilkan

32

PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS SEBAGAI
LEMBAGA PENYELESAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH
A. Peradilan Agama di Indonesia
1. Pengertian Peradilan Agama


35

2. Sejarah Peradilan Agama di Indonesia

36

3. Dasar Hukum dan Wewenang Peradilan Agama

40

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama

42

B. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)
1. Pengertian Basyarnas

51

2. Sejarah Basyarnas

54

3. Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas

56

4. Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah di Basyarnas

60

C . Analisis Dasar Hukum dan Wewenang Basyarnas

dan Peradilan Agama
BAB IV

72

PEMBAHASAN DAN ANALISIS

A. Kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah Terhadap
Basyarnas dan Pengadilan Agama dalam
Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah

78

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecenderungan
Lembaga Keuangan Syariah terhadap Basyarnas
dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah
C . Analisis

BAB V

86
92

PENUTUP
A. Kesimpulan

99

B. Saran

100

DAFTAR PUSTAKA

101

BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Aristoteles manusia sebagai zoon politicon ingin selalu hidup
berdampingan dengan sesama bahkan dengan mahluk-mahluk lainnya.
Manusia tidak dapat melepaskan dirinya dari eksistensi lainnya dan akan
selalu bersimbiosis mutualisme satu sama lain 1 .
Pada saat manusia saling berinteraksi baik antar individu, kelompok
ataupun komunitas, ada kemungkinan terjadi ketidaksesuaian, pertentangan
dan wanprestasi. Fenomena semacam inilah yang akan menjadi landasan
pemikiran dibentuknya sebuah aturan yang nantinya akan mengatur pola
interaksi satu sama lain. Karena kalau dalam sebuah komunitas sosial tidak
memiliki sebuah sistem aturan yang akan mengatur segala tindak tanduk
masyarakatnya, maka akan terjadi kekacauan, konflik, sengketa dan sudah
barang tentu akan berlaku hukum rimba di mana yang lebih kuat akan
menindas golongan yang lemah, jangankan pada suatu komunitas yang tidak
memiliki aturan hukum, pada masyarakat yang telah mapanpun yang aturan
hukumnya telah tertata dengan rapi sedemikian rupa, masih saja terjadi aksi
main hakim sendiri. Oleh karena, itu perlu adanya hukum yang kuat yang
akan menegakkan keadilan berdasarkan standar kemanusiaan.
1

Apiez, artikel ini diambil pada tanggal 13 Juni 2010 dari
(http://www.idehist.uu.se/distans/ilmh/Ren/civic-citizen.htm)

Pada satu sisi, hukum adalah ketentuan-ketentuan yang timbul dari
adanya interaksi dalam masyarakat, serta diciptakan berdasarkan rasa
kesadaran manusia itu sendiri tentang tingkah laku manusia lain di dalam
pergaulan hidupnya. 2
Sengketa dan konflik kepentingan di antara para pihak yang
melakukan transaksi khususnya transaksi yang menyangkut perekonomian
sering terjadi dalam masyarakat kita. Hal ini terjadi lantaran masing-masing
pihak yang bertransaksi hanya mengacu pada sudut pandang keuntungan dan
kepentingan pribadi. Kedua belah pihak tidak ingin dirugikan oleh pihak lain
bahkan cenderung meraup keuntungan yang berlimpah dari pihak yang diajak
kerjasama.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sebuah
sengketa atau perselisihan yang terjadi ada tiga, yaitu perdamaian, mediasi
dan lembaga peradilan. 3
Arbitrase dapat difahami sebagai proses penyelesaian sengketa di luar
lembaga pengadilan. Kehadiran arbitrase di Indonesia merupakan suatu
keadaan yang tidak tabu lagi. Seperti kita ketahui bersama di Indonesia telah
berdiri Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) di bawah naungan
koordinasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Eksistensi BAMUI secara yuridis
2 Ab d ul Ja ma li, Pe ng a nta r Hukum Ind o ne sia , (Ja ka rta : PT. G ra find o Pe rsa d a ,
2001), ha l. 21

Mifta hul Hud a , Asp e k Eko no mi Da la m Sya ria t Isla m , (Ma ta ra m: Le mb a g a
Ko nsulta si d a n Ba ntua n Hukum (LKBH) IAIN Ma ta ra m, 2007), ha l. 85.
3

formal dilihat dari status hukum yang berlaku di Indonesia memilih landasan
hukum yang kokoh 4 .
Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) merupakan cikal
bakal berdirinya Basyarnas (Badan Arbitrase Syariah Nasional). Lembaga ini
didirikan berdasarkan SK No. Kep. 392/MUI/V/1992 tentang Pembentukan
Kelompok Kerja Pembentukan Arbitrase Islam tanggal 4 Mei 1992 bertepatan
dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia. Tujuannya untuk menangani
masalah sengketa antar nasabah dan bank Syariah pertama di Indonesia itu.
Pada tahun 2003 beberapa Unit Usaha Syariah lahir sehingga BAMUI diubah
menjadi Basyarnas berdasarkan SK MUI No. Kep-09/MUI/XII/2003.
Basyarnas merupakan satu-satunya badan otonom milik MUI. 5 Kehadiran
arbitrase Islam di Indonesia merupakan suatu sarana yang dapat dimanfaatkan
oleh umat Islam di Indonesia yang erat kaitannya dengan kegiatan
perkembangan perekonomian syariah.
Seiring dengan pesatnya perkembangan lembaga-lembaga keuangan
syariah di Indonesia, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, pegadaian
syariah, pasar modal dengan instrument obligasi, surat berharga (sukuk) dan
reksadana syariah, serta banyak lagi kegiatan yang berlebel syariah. Dengan

4 PMII KO MFAKSYAHUM, “ Me ng ura i Be na ng Kusut Ba d a n Arb itra se Sya ria h
Na sio na l” , d ia kse s p a d a Se p te mb e r 2009 d a ri
http :/ / p miiko mfa ksya hum.wo rd p re ss.c o m / 2007/ 07/ 31/ m e ng ura i-b e na ng -kusutb a d a n-a rb itra se -sya ria h-na sio na l-b a sya rna s/

5

Ib id.

boomingnya kegiatan ekonomi syariah sudah barang tentu banyak pula
masyarakat Indonesia yang bertransaksi di dalamnya, maka sangat
memungkinkan sengketa hukum di bidang ekonomi syariah terjadi.
Ada berbagai permasalahan yang potensial timbul dalam setiap
praktek kegiatan bisnis syariah. Kemungkinan-kemungkinan sengketa
biasanya berupa pengaduan karena terjadi ketidaksesuaian antara realitas
dengan penawarannya, tidak sesuai dengan spesifikasinya, tidak sesuai
dengan aturan main yang diperjanjikan, layanan dan alur birokrasi yang tidak
masuk dalam draft akad, serta komplain tentang lambatnya proses kerja 6 .
Membaca kondisi yang terjadi tersebut maka pemerintah berinisiatif
mengeluarkan UU No. 3 Tahun 2006 yang merupakan amandemen UU No. 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, khususnya pada pasal 49, yang
menyatakan bahwa Peradilan Agama memiliki kompetensi atau kewenangan
untuk menerima, memeriksa dan memutus sengketa di bidang ekonomi
syariah. Amandemen ini membawa iklim baru dalam ranah hukum di
Indonesia. Selama ini wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa
dalam bidang ekonomi syariah ditangani oleh Pengadilan Negeri yang
notebene dianggap belum faham benar masalah ekonomi syariah. Aneh
rasanya kalau masalah syariah diselesaikan di Pengadilan Umum.

Ab d ul G ho fur Ansho ri, Pe rb a nka n Sya ria h d i Ind o ne sia , (Yo g ya ka rta : G a ja h
Ma d a Unive rsity Pre ss, 2007), ha l. 182.
6

Amandemen ini dirasakan begitu penting mengingat pesatnya
perkembangan kegiatan ekonomi syariah di Indonesia. Selama ini banyak
kasus sengketa ekonomi syariah ditangani oleh Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas), sesuai dengan akad perjanjian di lembaga keuangan
syariah. Nasabah dan lembaga perbankan secara “terpaksa” harus memilih
Basyarnas untuk menyelesaikan persengketaan. Setiap draft kontrak telah
memuat klausul Basyarnas. Keharusan menyelesaikan sengketa ke Basyarnas
karena belum dikeluarkannya UU No. 3 Tahun 2006. Tetapi setelah
dikeluarkan UU No. 3/2006, maka Pengadilan Agama harus diberikan
kesempatan yang seluas-luasnya untuk menanganinya 7 .
Menjadi permasalahan adalah dengan diterbitkannya UU No. 3 Tahun
2006 amandemen UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Antara
Peradilan Agama dan Basyarnas memiliki tugas, fungsi dan mengurusi
persoalan yang sama, yaitu menyelesaikan perkara yang terjadi antar lembaga
keuangan dan bisnis syariah dengan para nasabahnya 8 .
Memperhatikan kewenangan Peradilan Agama yang ada sekarang, jika
dilihat dari aspek filosofis menunjukkan bahwa perkembangan kebutuhan
hukum masyarakat muslim terhadap kesadaran menjalankan syariat Islam

7 Ag ustia no , “ Pe ng a d ila n Ag a ma d a n Se ng ke ta Eko no mi Sya ria h” , a rtike l ini
d ia kse s p a d a 15 Fe b rua ri 2009 d a ri http :/ / www.sc rib .c o m .

PKES, “ Ba sya rna s Tid a k Te rp e ng a ruh UU No . 3 Ta hun 2006” , a rtike l ini d ia kse s
p a d a 15 Fe b rua ri 2009 d a ri www.hukumo nline .c o m.
8

sebagai konsekuensi dari keyakinan semakin tinggi 9 . Disamping itu hukum
keuangan dan perbankan syariah sarat dengan muatan substantif dan
peristilahan transaksi bisnis dan keuangan syariah. Oleh karenanya sangat
wajar jika penyelesaian sengketa diklakukan oleh Peradilan Agama. Sebab
seandainya sengketa yang muncul dari akad dan transaksi yang menggunakan
prinsip syariah diselesaikan di Peradilan lain, besar kemungkinannya tidak
memenuhi rasa keadilan bagi para pencari keadilan dalam hal ini umat
muslim 10 .
Setelah disahkannya UU No. 3 Tahun 2006, Peradilan Agama secara
otomatis menjadi lembaga yang berwenang menangani sengketa tentang
ekonomi syariah. Memang secara hierarki perundang-undangan Peradilan
Agama lebih memiliki kewenangan lebih dibandingkan Basyarnas. Karena
Peradilan Agama memiliki kekuatan hukum sebagai badan yang dibentuk dan
disahkan oleh pemerintah, sedangkan Basyarnas hanya berpijak pada SK
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun kita jangan melupakan Basyarnas
sebagai lembaga hukum non-litigasi yang dibentuk dengan tujuan sebagai
tempat penyelesaian sengketa perkara ekonomi syariah. Basyarnas juga

9 Nyo ma n Nurja ya , “ Re o rie nta si Pa ra dig ma Pe mb a ng una n Hukum Ne g a ra
da la m Ma sya ra ka t Multi Kultura l (Pe rsp e ktif Hukum Pro g e sif)” , a rtike l ini d ia kse s p a d a
ta ng g a l 11 Juni 2010, d a ri
http :/ / p a d e m a k.p ta se ma ra ng .ne t/ ind e x.p hp ? o p tio n=c o m_c o nte nt&ta sk=vie w&id =1
8&ite m id =1

10

Pe rnya ta a n Sika p Himp una n Ilmua n d a n Sa rja na Sya ria h Ind o ne sia ya ng
Disa mp a ika n Pa d a Sid a ng RDPU DPR RI d a la m Do kume n Se kre ta ria t Ko misi XI DPR RI
Pe rio d e 2004-2009.S

memiliki fungsi yang sama dengan Peradilan Agama soal menangani sengketa
ekonomi syariah. Karena menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
dalam kegiatan kontrak kerja sama atau transaksi ekonomi masalah
penyelesaian sengketa diserahkan kepada masing-masing pihak yang
bersangkutan. 11
Dari penjelasan di atas dapat difahami bahwa dengan disahkannya UU
No.3 Tahun 2006 berarti ada 2 lembaga yang memiliki tugas yang sama yaitu
Pengadilan Agama, yang secara absolut berwenang menyelesaikan sengketa
dalam bidang ekonomi syariah, dan Basyarnas selaku lembaga non-litigasi di
luar lingkungan peradilan.
Karena kedua lembaga ini memiliki kewenangan menyelesaikan
sengketa dalam bidang ekonomi syariah, maka menurut penulis permasalahan
lembaga mana (antara Peradilan Agama atau Basyarnas) yang dipilih oleh
lembaga-lembaga keuangan syariah untuk menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah menarik untuk dibahas. Selanjutnya penulis ingin mengungkap faktorfaktor yang mendasari kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah untuk
memilih penyelesaian sengketa ekonomi syariah apakah ke Pengadilan
Agama atau Basyarnas.
Dari permasalahan di atas, penulis berkeinginan untuk membahas
masalah ini dalam bentuk skripsi, dengan judul “Kecenderungan Lembaga

11

Ib id.

Keuangan Syariah Terhadap Peradilan Agama dan Basyarnas dalam
Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syariah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pada skripsi ini penulis membatasi permasalahan dalam hal:
1. Sengketa ekonomi syariah yang dimaksud di sini adalah dalam pengertian
sengketa dari awal proses persidangan (pengajuan gugatan atau
permohonan) sampai putusan hakim.
2. Data-data yang penulis ambil hanya dari tahun 2006 – 2009 tentang
gugatan sengketa ekonomi syariah, mengingat baru pada tahun 2006
Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 baru disahkan oleh DPR.
3. Research data dilakukan pada kedua lembaga penyelesai sengketa
(Pengadilan Agama dan Basyarnas) yang berdomisili di wilayah DKI
Jakarta.
4. Data yang diambil dari lembaga keuangan syariah adalah data yang
diwakili oleh Pegadaian Syariah 12 .

Dengan demikian rumusan permasalahannya adalah sebagai berikut:

12

Pe nulis ha nya me ng a mb il p e g a d a ia n sya ria h se b a g a i sa mp le p e ne litia n
ka re na d a ri b e b e ra p a Le mb a g a Ke ua ng a n Sya ria h ya ng p e nulis kunjung i untuk
d ia mb il d a ta nya , ha nya le mb a g a ini ya ng b e rse d ia , se d a ng ka n ya ng la innya
m e no la k untuk d ia m b il ke te ra ng a n d e ng a n a la sa n p riva si.

1. Bagaimana

kecenderungan

lembaga

keuangan

syariah

dalam

menyelesaikan sengketa ekonomi syariah terhadap Peradilan Agama dan
Basyarnas?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi tingkat kepercayaan Lembaga
Keuangan Syariah memilih Peradilan Agama atau Basyarnas dalam
menyelesaikan sengketanya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui tingkat kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah
dalam menyelesaikan perkara mereka di Peradilan Agama atau di
Basyarnas.
b. Untuk

mengetahui

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

tingkat

kecenderungan dan kepercayaan Lembaga Keuangan Syariah terhadap
kedua lembaga tersebut.
2. Kegunaan dari penelitian ini adalah:
a. Bagi penulis adalah untuk menambah khazanah keilmuan tentang
Peradilan Agama dan Basyarnas khusunya prosedur beracara pada
kedua lembaga tersebut serta menambah pengetahuan tentang ekonomi
syariah.
b. Memperkaya khazanah keilmuan khususnya di lingkungan Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Dapat memberikan sedikit informasi untuk ditindaklanjuti oleh para
pemangku kepentingan demi perbaikan system birokrasi institusi
keuangan syariah, perkembangan dunia akademis dan profesionalitas
penegakan hukum di Indonesia.

D. Tinjauan Pustaka
Agar penelitian ini tidak mengulang penelitian-penelitian sebelumnya
dan supaya skema penulisan lebih terarah, maka penulis menelusuri
penelitian-penelitian yang telah ada dan memiliki hubungan dengan penelitian
ini.
Tema mengenai pembahasan dan perdebataan tentang sengketa
ekonomi syariah terkait dengan kompetensi absolut Peradilan Agama telah
banyak dikaji dalam bentuk karya-karya ilmiah, diantaranya adalah:
Judul Skripsi

Penulis

Substansi

Persepsi Advokat Budi Susilo – Hanya
dan

Hakim Administrasi

Perbedaan

membahas Dalam skripsi ini

persepsi para advokat dan membahas

Terhadap

Keperdataan

hakim

syariah

Kewenangan

Islam 2007

kewenangan

tentang pendapat
Peradilan hakim

Peradilan

Absolut Peradilan

Agama

Agama di Bidang

sengketa ekonomi syariah dan pelaku bisnis

Ekonomi Syariah

menyelesaikan Agama,

para

syariah.

arbiter

Eksistensi

Fathuddin

Peradilan Agama Perdilan
dalam

Agama 2008

– Skripsi ini menganalisis Tidak membahas
Undang-undang

Nomor tentang UU No.

21 Tahun 2008 Tentang 21 Tahun 2008

Penyelesaian

Perbankan Syariah yang akan

Sengketa

dinilai

Perbankan

permasalahan (pasal 55 3

Syariah

ayat 2) dalam hal hak yang
opsi

tetapi

meninggalkan implikasi UU No.
Tahun

2006

berkaitan

penyelesaian dengan

sikap

perbankan pelaku

bisnis

syariah dan menimbulkan syariah

dalam

sengketa

ketidakpastian hukum

membawa
perkara mereka.

Sengketa

Muhammad

Ekonomi Syariah Isnur
dan Kewenangan Peradilan
Pengadilan
Agama

Agama 2007

Skripsi
– bahasan

ini

memuat Bukan

hanya

hadirnya membahas

sengketa ekonomi syariah tentang
dalam ranah kewenangan kewenangan
Peradilan

Agama Peradilan Agama,

dipandang telah tepat.

tetapi
kewenangan
lembaga

lain

(Basyarnas) juga
dibaghas

dalam

skripsi ini.
Badan Ayatullah

Peran

Arbitrase Syariah Peradilan
Agama 2005

Nasional

– Skripsi ini hanya fokus Selain membahas
membahas

peran tentang Basyarnas

Basyarnas

dalam skripsi ini juga

(Basyarnas)

menyelesaikan sengketa membahas

Dalam Terhadap

niaga.

Peradilan Agama

Penyelesaian

dalam

Sengketa

menyelesaikan

Syariah

Bank

sengketa

bisnis

syariah.

Meskipun ada beberapa penulis yang membahas seputar sengketa
ekonomi syariah, namun menurut tinjauan penulis hingga saat ini belum
ada yang menjadikan judul penelitian seputar Kecenderungan Lembaga
Keuangan Syariah terhadap Pengadilan Agama dan Basyarnas dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah sebagai penelitian. Dari
penelitian ini penulis akan mendapatkan informasi mengenai tingkat
kecenderungan lembaga keuangan syariah terhadap lembaga Peradilan

Agama dan Basyarnas, selain itu penulis juga ingin mengetahui penyebab
kecenderungan tersebut.

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
penelitian survey. yaitu penulis mengumpulkan informasi dan data
sebanyak-banyaknya dari Pengadilan Agama dan Basyarnas untuk melihat
kecenderungan, kemudian menganalisis faktor-faktor penyebabnya dari
data wawancara dan studi pustaka. 13 .
2. Objek Penelitian
Objek penelitian adalah untuk Peradilan Agama adalah Pengadilan
Agama Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur.
Sedangkan untuk Lembaga Keuangan Syariah penulis mendapatkan datadata perusahaan yang diberikan oleh Basyarnas dan Pengadilan Agama
Jakarta Pusat untuk dijadikan objek penelitian, adalah Bank Muamalah
Indonesia, Bank Syariah Mandiri, PT. Asuransi Takaful Indonesia, Bank
DKI Syariah, BPRS As-Salam, dan Pegadaian Syariah. Akan tetapi dalam
proses penelitian penulis mengalami kesulitan mendapatkan data dari
perusahaan-perusahaan tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan
Suha rsim i Arikunto , Pro se d ur Pe ne litia n: Sua tu Pe nde ka ta n Pra ktik, (Ja ka rta :
Rine ka C ip ta , 2006), ha l. 108.
13

perusahaan, Hasilnya, hanya Pegadaian Syariah yang merespons
permohonan penulis untuk diambil keterangannya. Oleh karena itulah,
untuk mengetahui faktor penyebab kecenderungan Lembaga Keuangan
Syariah, data yang digunakan hanyalah hasil data yang diperoleh dari
Pegadaian Syariah ditambah dengan bahan-bahan kepustakaan lainnya.
3. Data Penelitian
a. Data Primer. Menurut Soerjono Soekanto data primer adalah data
empiris yang langsung diperoleh dari masyarakat 14 . Dalam skripsi ini
data primer yang digunakan adalah wawancara yang diperoleh dari
Basyarnas, Pengadilan Agama dan Pegadaian Syariah.
b. Data Sekunder. Data sekunder berupa data dokumentasi, referensi dari
buku-buku, artikel-artikel dari koran, majalah, internet dan dari
skripsi-skripsi terdahulu.
4. Tehnik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data skripsi ini terdiri dari:
a. Studi dokumentasi, yaitu data-data yang diambil dari pendokumentasian
dan pemberkasan 15 , dalam hal ini berupa eksplorasi data-data
dokumentasi terhadap pihak Basyarnas dan Peradilan Agama.

14

So e rjo no So e ka nto , Pe ng a nta r Pe ne litia n Hukum , (Ja ka rta : UI Pre ss, 1986),

ha l. 51.
Sa na p ia h Fa isa l, Fo rma t-Fo rma t Pe ne litia n So sia l, (Ja ka rta : PT. Ra ja G ra find o
Pe rsa d a , 2001), ha l. 33.
15

b. Wawancara, yaitu penulis melakukan interview kepada pihak-pihak
terkait dalam hal ini pihak lembaga penyelesaian sengketa dan pihak
Lembaga Keuangan Syariah yang diwakili oleh Pegadaian Syariah.
c. Studi Kepustakaan, yaitu mengeksplorasi referensi buku-buku dan
artikel-artikel dari koran, majalah dan internet yang berhubungan dengan
tema penelitian.
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh dari PA Jakarta Pusat, Timur, Barat, Selatan, dan
Basyarnas serta hasil wawancara di Pegadaian Syariah akan dianalisis
dan ditinjau lebih jauh dengan didukung oleh referensi lain yang
berhubungan dengan bahasan skripsi ini.
Sedangkan pengolahan data akan menggunakan metode deskriptif
analisis. Metode deskriptif analisis yaitu metode yang menggambarkan
dan memberikan analisa terhadap kenyataan di lapangan yang diperoleh
dari hasil dokumentasi data dan wawancara dari PA, Basyarnas dan
Pegadaian Syariah. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengedit data
yaitu memeriksa data yang terkumpul dan hal yang terkait dengan
pertanggungjawaban

lembaga

menyajikannya secara sistematis.
F. Tehnik Penulisan Laporan

dipaparkan

semua

kemudian

Penulisan skripsi ini berpedoman pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Tahun 2007 yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 16
G. Sistematika Penulisan
Agar penulisan skripsi ini lebih sistematis, penulis membagi skripsi ini
menjadi lima bab, masing-masing bab akan terurai dalam sub-sub bab dengan
perincian sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan, yang akan menjabarkan latar belakang
penelitian ini, pembatasan dan perumusan masalah, maksud dan tujuan
penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka, metode dan tehnik penulisan
serta sistematika penulisan.
Bab II berisi tentang pengertian, perkembangan, landasan operasional
Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia serta profil Pegadaian Syariah.
Bab III menguraikan tentang Peradilan Agama dan Basyarnas sebagai
lembaga penyelesaian sengketa ekonomi syariah, prosedur penyelesaian
sengketa ekonomi syariah pada pengadilan agama dan basyarnas. serta
analisis Peradilan Agama dan Basyarnas yang meliputi dasar hukum dan
kewewenangan absolutnya.
Bab IV memuat analisis kecenderungan Lembaga Keuangan Syariah
terhadap Peradilan Agama dan Basyarnas dalam penyelesaian sengketa

Fa kulta s Sya ria h d a n Hukum, Pe do ma n Pe nulisa n Skrip si, (Ja ka rta : Fa kulta s
Sya ria h d a n Hukum , 2007).
16

ekonomi

syariah,

serta

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

tingkat

kecederungan Lembaga Keuangan Syariah terhadap Peradilan Agama dan
Basyarnas dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah.
Bab V merupakan penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saransaran.

BAB II
KONSEPSI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH
A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah
Lembaga merupakan bentuk organisasi sosial yang mengorganisir
sekelompok orang yang memiliki tujuan, target, sasaran, dan visi yang sama
untuk menganggap sebuah usaha sosial tertentu. 17
Menurut SK menteri keuangan RI No. 792/1990, lembaga keuangan
adalah semua badan yang memiliki kegiatan di bidang keuangan berupa
penghimpunan dana dan penyaluran dana kepada masyarakat terutama untuk
membiayai investasi perusahaan. 18
Lembaga keuangan diberikan batasan sebagai semua badan yang
kegiatannya di bidang keuangan, menghimpun dan menyalurkan dana bagi

17 Ahma d Ja zuli d a n Ya d i Ja nwa ri, Le mb a g a -Le mb a g a Pe re ko no mia n Uma t:
Se b ua h Pe ng e na la n, (Ja ka rta : Ra ja G ra find o Pe rsa d a , 2002), ha l. 2.

Y. Sri Susilo d kk, Ba nk d a n Le mb a g a Ke ua ng a n La innya , (Ja ka rta : Sa le mb a
Emp a t, 2000), ha l. 3.
18

masyarakat terutama guna membiayai investasi bagi perusahaan. Meski dalam
peraturan tersebut lembaga keuangan diutamakan untuk membiayai investasi
perusahaan, namun peraturan tersebut tidak berarti membatasi kegiatan
pembiayaan lembaga keuangan hanya untuk investasi perusahaan. Dalam
kenyataannya kegiatan lembaga keuangan bisa diperuntukkan bagi kegiatan
perusahaan, konsumsi, dan kegiatan distribusi barang dan jasa. 19
Dari definisi lembaga keuangan di atas dapatlah disebutkan bahwa
sekurang-kurangnya ada dua unsur utama bagi sebuah lembaga keuangan,
yaitu:
a. Badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan
b. Tugas dan fungsi lembaga keuangan ialah terutama menghimpun
dan menyalurkan uang dari dan kepada masyarakat. 20
Lembaga keuangan yang ada di Indonesia dikelompokkan menjadi dua
macam, yakni lembaga keuangan bank dan bukan/non bank 21 . Lembaga
keuangan bank seperti yang tertera dalam Undang-Undang No. 10 Tahun
1998 Tentang Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat

19

Ib id.

20 Muha mma d Am in Suma , Me ng g a li Aka r Me ng ura i Se ra t Eko no mi Da n
Ke ua ng a n Isla m, (Ba nte n: Kho la m Pub lishing , 2008), h. 245.

Y. Sri Susilo , Sig it Tria nd a ru d a n To to k Bud i Sa nto so , Ba nk d a n Le mb a g a
Ke ua ng a n La in, ha l. 2.
21

dalam bentuk kredit dan atau dalam bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup orang banyak. 22 Sedangkan yang dimaksud dengan
lembaga keuangan non bank adalah semua badan yang melakukan kegiatan di
bidang keuangan baik secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana
dengan cara mengeluarkan kertas berharga dan menyalurkannya kepada
masyarakat untuk membiayai investasi perusahaan. 23
Sementara kata syariah adalah satu derivasi dari kata syara’a yang
berarti al-bayan wal inzar (jelas) sedangkan menurut Manna al-Qattan syaria
adalah jalan atau tempat keluarnya air untuk minum. Kemudian bangsa Arab
mengunakan kata ini untuk konotasi jalan lurus dan padat saat dipakai dalam
pembahasan hukum menjadi bermakna segala sesuatu yang disyariatkan Allah
kepada hamba-Nya sebagai jalan untuk memperoleh kehidupan di dunia dan
akhirat. 24
Jadi Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga yang berfungsi
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat untuk dapat dimanfaatkan

22

Und a ng -Und a ng No . 10 Ta hun1998 Te nta ng Pe rb a nka n, p a sa l 1 a ya t 2.

23 Ma nna Al-Q a tta n, At-Ta sya ri’ Wa Al-Fiq hi Al-Isla m Ta rikha n Wa Ma nha ja n ,
d a la m Y. Sri Susilo , Sig it Tria nd a ru d a n To to k Bud i Sa nto so , Ba nk d a n Le mb a g a
Ke ua ng a n La in, h. 2-3.

Y. Sri Susilo , Sig it Tria nd a ru d a n To to k Bud i Sa nto so , Ba nk d a n Le mb a g a
Ke ua ng a n La in, h. 2-3.
458
24

secara optimal guna mensejahterakan taraf hidup mereka, dengan mengacu
pada ketentuan syariah.
Menurut

Fathurrahman

Djamil

Lembaga

Keuangan

Syariah

merupakan lembaga atau badan usaha yang mengelola dana dari unit surplus
kepada defisit surplus atau dari pemilik dana/investor kepada pengguna dana
dengan berdasarkan pada nilai-nilai Islam. 25
Menurut Chapra, Lembaga Keuangan Syariah menciptakan sosio
ekonomi Islam yang halal. Dengan target utamanya adalah kesejahteraan
ekonomi, perluasan kesempatan kerja peningkatan pertumbuhan dan keadilan
ekonomi, distribusi pendapatan kekayaan wajar, stabilitas nilai uang, dan
mobilisasi serta investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang
mampu memberikan jaminan keuntungan bagi semua pihak yang terlibat. 26

1. Sejarah Perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Kalau kita berbicara tentang sejarah perkembangan Lembaga
keuangan syariah di Indonesia, maka tidak lain dan tidak bukan kita
membahas pergerakan perbankan syariah. Hal ini dikarenakan perbankan
syariahlah yang mendasari sekaligus peletak dasar berdirinya lembaga
keuangan syariah lainnya.

25

Fa thurra hma n Dja mil, Ka p ita Se le kta , ha l. 117.

Um e r C ha p ra , Syste m Mo ne te r Isla m, d a la m: Ba nk Ind o ne sia Biro
Pe rb a nka n Sya ria h, C e ta k Biru Pe ng e mb a ng a n Pe rb a nka n Sya ria h Ind o ne sia ,
(Ja ka rta : Ba nk Ind o ne sia Biro Pe rb a nka n Sya ria h, 2002), ha l .4.
26

Diawali dengan trial and error lembaga-lembaga informal seperti
koperasi syariah, baitul mal wattamwil oleh para aktivis dan pemuda Islam,
dan lokakarya Majelis Ulama Indonesia pada tahun 1990 yang menghasilkan
rekomendasi perlunya didirikan perbankan syariah, maka kemudian secara
yuridis-formil didirikan bank dengan prinsip bagi hasil yaitu Bank Muamalah
Indonesia pada tahun 1992 atas prakarsa berbagai pihak sebagai dasar awal
perkembangan Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia.27
Sejak pendirian Bank Muamalah sebagai pioneer bank dengan system
bagi hasil tersebut, kemudian adanya dukungan legal pada tahun 1998 berupa
diakomodasikannya pelaksanaan bank sesuai dengan syariah sebagaimana
yang termuat dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan
perubahan terhadap Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan,
maka lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat
hingga sekarang. 28
Menurut Muhammad Amin Suma ada beberapa alasan yang mendasari
eksistensi Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia: 29
a. Alasan agama 30

27 Ra c hma d i Usma n, Asp e k-Asp e k Hukum Pe rb a nka n Isla m d i Ind o ne sia ,
(Ba nd ung : C itra Ad itya Ba kti, 2002), ha l. 84-85.

28

Fa thurra hma n Dja mil, ka p ita se le kta , ha l. 127.

29

Muha mma d Am in Suma , me ng g a li a ka r, ha l. 349.

30

Ib id . ha l. 350

Dalam ajaran Islam kita mengenal ada beberapa sendi pokok
kehidupan yang diatur secara apik. Bukan saja segi hubungan kita
kepada sang Kholiq yang termaktub dalam fiqh ibadah, melainkan
sendi-sendi lainnya seperti pola hubungan interaksi kita dalam
berniaga yang diatur dalam fiqih mu’amalah.
Berkaitan dengan bidang ekonomi, Islam sangat menganjurkan
penyelenggaraan ekonomi yang kuat dan tentunya sesuai dengan
syariah. Bukti care-nya Islam pada sektor ekonomi dan keuangan
adalah dengan disyariatkannya zakat, infak, shodaqoh, wakaf,
pegadaian, perniagaan dan lain-lain. Kecamannya terhadap riba,
judi, ghoror, penimbunan barang-barang kebutuhan, merupakan
bukti lain kepedulian Islam terhadap kesejahteraan sosial
masyarakat dengan pijakan dasar asas keadilan dan pemerataan.
b. Alasan sejarah 31
Sejarah telah membuktikan sejak zaman Rosullulloh saw,
sampai dinasti Abbasiyah, Islam telah menguasai sepertiga dunia
dengan sistem ekonomi dan keuangannya yang non-bunga. Islam
tumbuh hidup dan berkembang secara meyakinkan sekaligus
menaklukkan dunia.
System keuangan dan ekonomi Islam di Indonesia sebenarnya
telah tumbuh sejak abad ke-20. System mudhorrobah telah
31

Ib id. ha l. 350-352 .

dipraktekkan oleh para pedagang dan saudagar nusantara sejak
zaman dulu.
Pada awal dasawarsa 90-an Indonesia berupaya sedikit demi
sedikit melepaskan diri dari system ekonomi konvensional menuju
system ekonomi syariah. Hal ini diawali dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia pada Desember 1992 yang merupakan bank
dengan prinsip syariah pertama di Indonesia.
c. Alasan penduduk 32
Populasi jumlah penduduk Indonesia sebesar 210 juta orang
dan ± 80%nya adalah muslim. Keadaan ini yang menjadi salah
satu alasan perkembangan ekonomi Islam di Indonesia.
d. Alasan politik 33
Sistem politik yang dianut oleh Negara kita ini adalah sistem
demokrasi

pancasila.

Demokrasi

dalam

lingkup

ekonomi

mengandung pengertian kebebasan menganut sistem ekonomi apa
saja yang ada di dunia ini, seperti sosialis, liberalis atau syariah
(Islam).
e. Alasan yuridis 34

32

Ib id. ha l. 352-353.

33

Ib id. ha l. 353-356.

34

Ib id. ha l. 356-357.

Indonesia sebagai Negara hukum menghormati seluruh peraturan
yang berlaku di seluruh wilayah nusantara. Sebagaimana yang
telah diatur dalam landasan konstitusional Negara kita UUD ’45,
yang berisi faham kedaulatan rakyat Indonesia, selain berkenaan
dengan demokrasi politik, juga berkenaan dengan demokrasi
ekonomi.

Statemen

ini

mengisyaratkan

Negara

ini

tidak

membatasi system ekonomi yang diberlakukan selama untuk
kesejahteraan rakyat.
f. Alasan demokrasi 35
Kata demokrasi ekonomi yang tertera pada pasal 33 UUD
1945, seyogyanya diartikan dengan makna yang luwes dan tidak
kaku. Makna demokrasi dan demokratisasi ekonomi termasuk di
dalamnya ekonomi keagamaan di samping kerakyatan, dalam
istilah yang lebih popular di telinga bangsa Indonesia saat ini
adalah ekonomi kesyariahan. Ekonomi dan keuangan syariah
sejalan seirama dengan apa yang diinginkan oleh UUD ’45.
g. Alasan kebutuhan masyarakat 36
Hantaman krisis finansial yang tengah melanda bukan saja di
Indonesia tetapi dunia menyebabkan masyarakat mencari alternatif

35

Ib id. ha l. 357-359.

36

Ib id. ha l. 359-360.

sistem keuangan yang tahan krisis, stabil dan aplikatif. Kehadiran
system ekonomi syariah dirasakan dapat menjadi solusi cerdas
mengatasai resesi ekonomi yang tengah mewabah.
h. Alasan ekonomi 37
Kehadiran ekonomi syariah dalam Negara ini sama sekali tidak
mengganggu stabilitas perekonomian nasional, malah sebaliknya
kehadiran ekonomi syariah di bumi pertiwi ini ikut serta dalam
rangka pembangunan ekonomi nasional baik secara makro maupun
mikro serta sedikit banyak mengurangi tingkat pengangguran.
i. Alasan akademik 38
Kehadiran ekonomi dan keuangan syariah dewasa ini
merupakan kebutuhan bagi dunia akademisi.
Penyebaran jaringan kantor perbankan syariah misalnya, saat ini
mengalami pertumbuhan pesat. Jika pada 2006 jumlah jaringan kantor hanya
456 kantor, sekarang jumlah tersebut menjadi 1440 kantor (Data BI Oktober
2008). Dengan demikian jaringan kantor tumbuh lebih dari 200%. Jaringan
kantor itu telah menjangkau masyarakat di 33 propinsi dan di banyak
kabupaten/kota.

37

Ib id. ha l. 360-361.

38

Ib id. ha l. 361-362.

Dengan mengacu pada data-data di atas rasanya tidak terlalu
berlebihan jika kita mengatakan praktek Lembaga Keuangan Syariah di
Indonesia sangat prospektif dan menjanjikan.

2. Dasar Hukum Operasional Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia
Lembaga Keuangan Syariah di tanah air mendapat pijakan yang kokoh
setelah adanya deregulasi sektor perbankan pada tahun 1983. Hal ini
karena sejak saat itu diberikan keluasan penentuan tingkat suku bunga nol
persen (termasuk tanpa bunga). Sungguhpun demikian kesempatan ini
belum bisa dimanfaatkan karena tidak diperkenankannya pembukaan
kantor baru. Hak ini berlangsung sampai tahun 1988 di mana pemerintah
mengeluarkan Pakto 1988 yang memperkenankan berdirinya bank-bank
baru. Kemudian posisi perbankan semakin pasti setelah disahkannya
Undang-Undang perbankan No. 7 Tahun 1992 dimana bank diberikan
kebebasan untuk menentukan jenis imbalan yang akan diambil dari
nasabahnya baik bunga maupun keuntungan bagi hasil. 39
Berbarengan dengan disahkannya Undang-Undang tersebut, berdirilah
BMI sebagai bank murni syariah pertama, berarti menandakan bahwa

Muha mma d , Da sa r Fa lsa fa h d a n Hukum Ba nk Sya ria h, d a la m Muha mm a d
Sya fi’ i Anto nio d kk, Ba nk Sya ria h: Ana lisis Ke kua ta n, Ke le ma ha n, Pe lua ng da n
Anc a ma n , (Yo g ya ka rta : Eko nisa , 2006), h. 58-59.
39

pada tahun itu merupakan awal kebangkitan kemballi ekonomi dan
keuangan Islam. 40
Pada tahun 1998, UU No. 7 tahun 1992 diubah oleh UU No. 10 Tahun
1998. Keluarnya Undang-Undang ini dilatarbelakangi alasan bahwa
mudah-mudahan UU ini dapat memberikan tempat atau setidak-tidaknya
mengakomodir kehadiran bank syariah yang belum sempat disinggung
secara eksplisit dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992. Sebagai contoh
perubahan yang terjadi pada pasal 1 ayat 3 UU No. 10 Tahun 1998
terhadap UU No. 7 tahun 1992 adalah menetapkan bahwa salah satu
bentuk usaha bank adalah “menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan
kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia”.

B. Profil Lembaga Keuangan Syariah (Pegadaian Syariah)
1. Sejarah Singkat Pegadaian Syariah
Pegadaian merupakan lembaga perkreditan dengan sistem gadai untuk
pertama kalinya. Hadir di Indonesia pada abad ke-17 dibawa dan
dikembangkan oleh maskapai perdagangan Belanda (VOC). Dalam rangka
memperlancar kegiatan perekonomiannya, pada tanggal 20 Agustus 1746
didirikanlah pegadaian yang bernama Bank van Leening. Lembaga kredit

Muha mma d Sya fii Anto nio , Ba nk Sya ria h; Wa c a na Ula ma da n
C e ndikia wa n, (Ja ka rta : Ba nk Ind o ne sia d a n Ta zkia Institute , 1999), ha l. 278-279.
40

tersebut merupakan lembaga yang memberikan pinjaman uang kepada
masyarakat dengan jaminan gadai. Sejak saat itu bentuk pegadaian telah
mengalami beberapa kali perubahan sejalan dengan perubahan peraturan
yang mengaturnya 41 .
Pada masa selanjutnya pegadaian mengalami perubahan bentuk badan
hukumnya, yaitu pada 1969 Perusahaan Negara diubah menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan). Pada tahun 1990 Perjan diubah menjadi
Perusahaan Umum (Perum) lewat PP No. 10 Tahun 1990 tanggal 10 April
1990 42 .
Seiring dengan dikeluarkannya fatwa DSN-MUI tentang keharaman
riba, maka Perum Pegadaian merespons dengan mendirikan Unit Layanan
Gadai Syariah (UPGS) sebagai diversifikasi produk gadai. Hal tersebut
bukan semata-mata merespons fatwa DSN-MUI melainkan dalam rangka
membentengi terhadap Pegadaian sendiri terhadap saingan dari Perbankan
Syariah. Perbankan Syariah pun telah meluncurkan produk-produk
pertolongan yang diperkuat dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun

41 Pirg o n Ma tua , Se ja ra h Sing ka t Pe rum Pe g a d a ia n , (Ja ka rta : Pe rum
Pe g a d a ia n, 2003), ha l 1.

42

Ib id.

1998 yang isinya menyertakan Perbankan Syariah boleh mendirikan usaha
gadai 43 .
Bank Muamalat Indonesia dalam mengembangkan usahanya mencoba
untuk membuat produk gadai syariah, namun karena tidak mempunyai
SDM dan peralatan yang cukup memadai, kemudian Bank Muamalat
Indonesia mengajak Perum Pegadaian untuk join mendirikan Pegadaian
Syariah. Tawaran tersebut mendapatkan respons positif dari Perum
Pegadaian yang juga sedang mempelajari bentuk usaha pegadaian
syariah. 44
Pada tahun 2002 penandatanganan nota kesepakatan kerjasama antara
Bank Muamalat Indonesia dengan Pegadaian dilakukan dengan nomor
446/sp.300.233.2002 dan 015/BMI/PKS/XII/2002. BMI melakukan
kerjasama dengan Pegadaian untuk menambah modal dengan bentuk
pembiayaan musyarokah sebesar Rp. 40.000.000.000,-. Kemudian pada
tanggal 14 Januari 2003 secara resmi dibuka pegadaian syariah dengan
nama Unit Layanan Gadai Syariah (ULGS) dan operasionalnya Dewan
Direksi Perum Pegadaian nomor 06.A/UL.3.00.22.3/2003 tentang
pemberlakuan Manual Operational Unit Layanan Gadai Syariah.45

43 Pe rum Pe g a d a ia n, Ma nua l O p e ra tio na l G a da i Sya ria h , (Ja ka rta : Pe rum
Pe g a d a ia n, 2003).

44

Ib id.

45

Ib id.

Pembentukan gadai syariah ini juga berdasarkan fatwa DSN-MUI
No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn dan fatwa DSN No. 26/DSNMUI/III/2002 tentang rahn emas. Konsep rahn syariah mengikuti sistem
administrasi modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektivitas yang
diselaraskan dengan nilai-nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah
itu

sendiri

dijalankan

oleh

kantor-kantor

Cabang

Pegadaian

Syariah/ULGS sebagai unit organisasi di bawah koordinasi Divisi Usaha
Lain Perum Pegadaian. Namun baru pada awal 2004 Perum Pegadaian
memisahkan Pegadaian Syariah kedalam divisi tersendiri yaitu Divisi
Usaha Syariah, serta menjadikan setiap cabangnya sebagai binaan Kantor
Wilayah (kanwil) Perum Pegadaian. Selain itu Pegadaian Syariah juga
telah memiliki Dewan Pengawas Syariah sendiri yang berfungsi
memberikan pengarahan dan pengawasan menyengkut kehalalan produk
yang dijalankan. 46
2. Visi dan Misi
Visi Pegadaian: “Pegadaian Pada Tahun 2010 menjadi perusahaan yang
inovatif, dinamis, modern dengan usaha utama gadai”.
Misi Pegadaian: “Ikut membantu program pemerintah dalam upaya
meningkatkan kesejahteraan masyarakat golongan menengah ke bawah

46

Pe g a d a ia n Sya ria h, Ma nua l O p e ra sio na l ULG S, Ja ka rta .

melalui kegiatan utama berupa penyaluran kredit gadai dan melakukan
usaha lain yang menguntungkan” 47 .
3. Struktur Organisasi
Struktur organisasi Pegadaian Syariah adalah sesuai dengan SK
Direksi Perum Pegadaian No. 1095/SDM.200322/2004 tanggal 28 April
2004 48 antara lain:
a. Manager, bertugas mengelola operasional kegiatan sehari-hari
yaitu menyalurkan uang pinjaman (qordh) secara hukum gadai
yang didasarkan pada penerapan prinsip syariat Islam. Selain itu
manager juga malaksanakan usaha-usaha lain yang telah
ditentukan

oleh

menejeman

serta

mewakili

kepentingan

perusahaan dalam dalam hubungannya dengan pihak lain.
b. Penaksir, bertugas menaksir marhun (barang yang digadai) untuk
menentukan nilai dan mutu barang sesuai dengan ketentuan yang
belaku dalam rangka mewujudkan penetapan taksiran dan uang
pinjaman yang wajar serta citra baik perusahaan.
c. Kasir, bertugas melakukan penerimaan, penyimpanan, pembayaran
serta pembukuan sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk
kelancaran operasional perusahaan.

47

Pe rum Pe g a d a ia n, Ma nua l O p e ra sio na l G a da i Sya ria h, Ja ka rta .

48

Ib id.

d. Pemegang

Gudang,

bertugas

melakukan

pemeriksaan,

penyimpanan, pemeliharaan dan penyimpanan serta pembukuan
marhun selain barang kantor sesuai dengan peraturan yang berlaku
dalam rangka ketertiban dan keamanan serta keutuhan marhun.
e. Penyimpan Marhun, bertugas mengelola gudang marhun emas
dengan menerima, merawat, menyimpan, mengeluarkan dan
mengadministrasikannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dalam rangka mengamankan searta menjaga keutuhan barang milik
rohin (penggadai).
f. Keamanan, bertugas mengamankan harta perusahaan rohin dalam
lingkungan kantor dan sekitarnya.
g. Staff, bertugas memelihara kebersihan, kenyamanan, keindahan
gedung ruang kerja. Mengirim dan mengambil surat/dokumen
untuk menunjang kelancaran tugas administrasi dan tugas
operasional perusahaan.

4. Produk-Produk yang Dihasilkan
a. Ar-Rahn (Gadai Syariah)
Usaha

pokok

dari

usaha

pegadaian

Syariah

adalah

menyalurkan marhum bih dalam jumlah sekala kecil dengan jaminan
harta bergerak maupun tidak bergerak atas dasar hukum gadai Syariah.
Hal ini sesuai dengan fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang

rahn tanggal 26 Juni 2002 dan No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang
rahn emas tanggal 28 Maret 2002. 49
Dalam prakteknya rahin menyerahkan harta bergerak atau
tidak bergerak sebagai jaminan sekaligus memberi kuasa kepada
pegadaian syariah untuk menjual/melelang secara syariah jika setelah
jatuh tempo rahin tidak mampu/bersedia melunasinya. Jaminan yang
telah diuangkan digunakan untuk melunasi pinjaman pokok ditambah
biaya jasa simpan dan jasa lelang, kelebihannya deserahkan kepada
rahin, sedangkan kalau kurang, menjadi resiko pegadaian.50
Gadai Syariah merupakan produk dengan menggunakan sistem
penyaluran pinjaman secara gadai yang didasarkan pada sistem
syariah. Nasabah tidak dikenakan bunga pinjaman ataupun sewa
modal atas pinjaman yang diberikan. Nasabah dikenakan biaya
administrasi dan jasa pinjam yang dipungut dengan alasan agunan
yang diserahkan nasabah wajib disimpan, dirawat dan diasuransikan. 51
b. Ar-Rum (Gadai Untuk Usaha Micro Kecil)
Pegadaian merupakan suatu institusi yang mengelola usaha
gadai, tetapi lebih luas dari pada itu menjadi institusi yang mengelola
49 Ahma d Ka mil d a n Muha mm a d Fa uza n, Kita b Und a ng -Und a ng Hukum
Pe rb a nka n d a n Eko no mi Sya ria h, (Ja ka rta : Ke nc a na , 2007), ha l 545.

50

Ib id.

51

Ib id.

pembiayaan usaha micro kecil berbasis syariah. Sebagai langkah awal
untuk mengimplementasikan gagasan ini, maka sistem pembiayaan
dengan sistem ar-rahn kini dicoba untuk dikembangkan dengan
konsep pelunasan pinjaman secara angsuran baik dengan cara gadai
menahan agunan maupun fidusia (hanya dokumen kepemilikan yang
ditahan). 52
Ar-Rahn untuk usaha kecil selanjutnya disebut skim Ar-Rum
adalah skim pembiayaan berprinsip syariah bagi para pengusaha mikro
kecil untuk usaha yang didasarkan pada kelayakan usaha. Tujuan
diluncurkannya pembiayaan ar-rum selain sebagai sebuah upaya
diversifikasi produk di pegadaian syariah juga dengan maksud
meningkatkan pemberdayaan para pengusaha mikro dan kecil yang
membutuhkan pembiayaan modal kerja atau investasi secara syariah.
Pembiayaan

diberikan

dalam

jangka

waktu

tertentu

dengan

pengembalian pinjaman dilakukan secara angsur dengan menggunakan
konstruksi pembiayaan secara gadai maupun fidusa. Skim ar-rum ini
merupakan pinjaman kepada individual pengusaha mikro kecil.53

52

Ib id.

53

Ib id.

BAB III
PERADILAN AGAMA DAN BASYARNAS SEBAGAI LEMBAGA
PENYELESAI SENGKETA EKONOMI SYARIAH
A. Peradilan Agama di Indonesia
1. Pengertian Peradilan Agama
Peradilan dalam Islam leb