REPRESENTASI BUDAYA AMERIKA DALAM FILM THE GOOD LIE

(1)

REPRESENTASI BUDAYA AMERIKA DALAM FILM

THE GOOD LIE

The America’s Culture Representation In The Film Of

The Good Lie

(Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film “The Good Lie”)

Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AISYAH APRILINDA RISMIANI (20120530037)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

REPRESENTASI BUDAYA AMERIKA DALAM FILM

THE GOOD LIE

The America’s Culture Representation In The Film Of

The Good Lie

(Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film “The Good Lie”) Disusun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar

Sarjana Strata 1 Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AISYAH APRILINDA RISMIANI (20120530037)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

HALAMAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini adalah:

Nama : Aisyah Aprilinda Rismiani

NIM : 20120530037

Jurusan : Ilmu Komunikasi Konsentrasi : Broadcasting

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Judul Skripsi : Representasi Budaya Amerika dalam Film The Good Lie

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar. Apabila dikemudian hari karya saya ini terbukti merupakan hasil plagiat/menjiplak karya orang lain maka saya bersedia dicabut gelar kesarjanaannya.

Yogyakarta, 21 April 2017


(4)

MOTTO

“If you want go to fast, go alone If you want go to far, go together”

(The Good Lie)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”

( QS. Al Inshirah:5-6)

Allah tidak akan pernah salah menempatkan hambaNya. Hebat tidak pernah datang dari kemudahan

(@Beraniberhijrah)

Untuk mendapatkan suatu pencapaian, kita membutuhkan sabarnya perjuangan dan latihan yang berulang kali tanpa ada kata bosan


(5)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta

Bp. Aris Suwardi S.Ag dan Ibu. Rumini S.Pd

Terimakasih atas segala cinta, kasing sayang, doa, perlindungan, nasehat, dukungan, fasilitas, pengorbanan, pengertian, waktu dan segalanya, yang bila diutarakan lewat tulisan tidak akan pernah cukup dengan ribuan kertas sekaligus.

Dan adik satu-satunya yang saya miliki

Jamaluddin Rais

Terima kasih atas segala kasih sayang, doa, dukungan dan perhatiannya yang menjadi salah satu penyemat agar kakak bisa menyelesaikan tanggung jawab ini. Semangat belajarnya, kudu sarjana, kudu jadi pemain bola kelas internasional yak


(6)

Special Thanks To: Allah SWT Nabi Muhammad SAW

KEDUA ORANG TUA KU Aris Suwardi S.Ag dan Rumini S.Pd

ADIKKU Jamaluddin Rais

SAHABAT DARI KECILKU

Adelina Dwi F (Cempluk) dan Sartika Lusiana D S.Pd (Tikus) Dukungan kalian dan kasih sayang kalian sangat mempengaruhi kehidupanku, terimakasih telah menjadi sahabat dari SD, semoga

persahabatan ini akan selamanyaa, love you

SNAKE FAMILY

Ameilia Arista (Mama) Nisa Akmala (Gemski) Nasya Meilika (Cacak) Bagus Haryo (Kak Ayok) Wisnu Pamungkas (Om Nunu) Nizma Anggarasari (Bebeh) Nur Ifansyah (Pak Ipan) Anif Setyaningrum (Kak

Anip) Ravie Setya (Teteh) Hesti Susilowati (Gembel) Hesti Retno (Adek) Wahyu Sugiarto (Bastian). Thank you so much for your love, support, times, stories, experience, dan buanyak lagi. semoga Allah selalu

menjaga keluarga ini. Love youu ORANG YANG BERJASA

Septian (Abang) Tri Prasetyo (Tri) Septy Nugraheni (Cepia) Syahidul Mubarok (Bang iduls) Haryani (Ucil) Heru Sukoco (Pacar Arista) Inggi

(Teman Arista) Diah Sulung (Tante Diah) Holy Latifah (Kak Oi). Terimakasih atas segala bantuan kalian untuk aku hingga aku bisa nyelesein tugas negara ini, tanpa dukungan kalian, doa dan bantuan kalian

pasti semakin lama aku menyelesaikan puluhan lembaran ini, tingkyu so much :*


(7)

KOS NAWANGSARI

Nur Lita (Litung) Friska Arsalina (Ikok) Wiwin Trisnasari (Umi) Sulastri (Nyak) Nala Rochmayani (Nte Nala) Neng Ella (Ella) Heni. Terimakasih kawan kosan dari semester 1, terimakasih kasih sayangnya, dukungannya

hingga akhirnya aku bisa nyusul kalian jugaa BROADCASTING 2012

Devi Permatasari Vidya Dwi Yoska Pranata Muhammad Unggul Lisa Karunia Shinta Puspita Martina Erna Pamungkas Mohammad Fajar Adhi Ari Prasetya Syarifah KamsiawiGalang Pambudi Muhammad Naufal Afrian Irfani Rifki Putri Mohammad Kasyfi Anisati Sauma Agung Tri Prasetyo Guruh Putra Nashwan Ihsan Harris Sugiarto Intan

Permata Maulida Hazana Muhammad Alief Muhammad Aulia Rima Sulistiana Reza Dovi Muhammad Fatur Fathi Yakan Muntzari Erwin Rasyid Galuh Ratnatika Adhe Royandi Maharani Dwi Odi Susanto Ade

Rio Yunia Rahma Pratiwi Yunita Fredy Susanto Slamet Arifin Ragil Susanto Rizal Hadis Septian Bayu Bimo Aprilianto Bayu Chandra Puspita Septi. Terimakasih atas segala pengalaman, dukungan, dan cerita

yang melengkapi kehidupanku kurang lebih dua tahun ini. Sukses untuk kita semua. Selamat berkarya gengs!!!

TEMAN-TEMAN KELAS A IK 2012 dan KOMUNIKASI 2012 UMY Terimakasih atas segala kisah dan pengalamannya selama ini, sukses untuk kita

semua

Kepada semua yang udah bantu doa dan dukungan yang nggak bakal cukup untuk disebutin satu-satu disini karena bakal ngabisin beberapa lembar kertas. Pokoknya makasih banget untuk semuanya


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul

“Representasi Budaya Amerika dalam Film The Good Lie” ini dapat terselesaikan

dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Penulis menyusun skripsi ini adalah sebagai persyaratan untuk menempuh ujian sarjana pada program studi Ilmu Komunikasi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammaidyah Yogyakarta, serta menambah pustaka ilmu dan memperkaya khazanah pengetahuan dalam ranah komunikasi.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat,

1. Bapak Prof. Dr. Ir Gunawan Budiyanto, M.P. Selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Haryadi Arief Nuur Rasyid, S.IP. M.Sc selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi UMY. Terima kasih atas kemudahan dan dukungannya yang telah diberikan.

3. Ibu Firly Annisa, selaku dosen pembimbing yang telah mengorbankan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, menasehati, dan mengoreksi saya selama masa penulisan skripsi ini hingga selesai. Terimakasih atas dukungan moril yang selama ini diberikan agar saya semangat dan terus berjuang menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Ayu Amalia, S.Sos. M.Si dan Bapak Budi Dwi Arifianto S.Sn.,M.Sn selaku dosen penguji I dan II yang sudah meluangkan waktunya untuk menjadi penguji pada ujian proposal dan ujian skripsi yang telah memberikan masukan, kritik, saran yang sangat membangun dalam penulisan skripsi ini.


(9)

5. Seluruh dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Terimakasih atas semua ilmu pengetahuan, pengalaman, bimbingan serta segala dukungan dan bantuannya yang telah diberikan.

6. Bapak Jono, Bapak Muryadi, Bapak Yuni, dan Mbak Siti atas segala bantuan, informasi dan kemudahan yang diberikan selama ini.

7. Kepada konco Broadcasting 2012 UMY dan IK 2012 UMY atas segala pengalaman, ilmu, kasih sayang, dukungannya selama ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penulisan laporan tugas akhir ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan yang membantu proses penyempurnaan di masa mendatang.

Akhir kata semoga laporan ini dapat bermnafaat bagi penulis dan pembaca.

Wassalamualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 22 April 2017


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

ABSTRAK ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah 1 B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 9

D.Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Penelitian Teoritis ... 9

2. Manfaat Penelitian Praktis ... 10

E. Kerangka Teori... 10

1. Film Sebagai Media Representasi ... 10

2. Heroisme dalam Film ... 13

3. Ideologi Budaya dalam Film ... 19

F. Metode Penelitian... 24

1. Jenis Penelitian ... 24

2. Objek Penelitian... 29

3. Teknik Pengumpulan Data ... 29


(11)

b. Studi Pustaka ... 30

4. Teknik Analisis Data ... 30

BAB II KONSTRUKSI BUDAYA AMERIKA-AFRIKA DALAM MEDIA . 35 A. Konteks Budaya Di Amerika ... 35

B. Sejarah Perang Sudan ... 51

C. Diskripsi Film The Good Lie ... 61

1. Sinopsis Film The Good Lie ... 61

2. Profil Film The Good Lie. ... 67

3. Pemeran Film The Good Lie ... 67

4. Profil Phillipe Falerdeu ... 69

D. Penelitian Sebelumnya ... 71

BAB III ANALISI DATA DAN PEMBAHASAN ... 74

A. Kebebasan Masyarakat Amerika... 76

1. Berciuman Ditempat Umum ... 77

2. Budaya Free Sex ... 83

3. Tubuh Perempuan ... 92

D. Superioritas Amerika ... 111

1. Amerika Tanah Harapan ... 113

2. Amerika Yang Rapi VS Afrika Yang Semrawut ... 118

3. Individualitas Amerika ... 125

4. Amerika Sang Penyelamat ... 137

5. Amerika Negara Makmur ... 145

BAB IV PENUTUP ... 153

A. Kesimpulan ... 153

B. Saran ... 156


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Frame Size atau Ukuran Gambar ... 32 Tabel 1.2 Teknik Editing dan Gerakan Kamera... 33 Tabel 3.1 Oposisi Biner antara Carrie dan Abital ... 108


(13)

DAFTAR GRAFIK

Grafik 2.1 Tingkat Pekerja di Amerika Pada Tahun 2016 ... 40 Grafik 3.1 Jumlah Remaja yang melakukan hubungan seks ... 90 Grafik 3.2 Tingkat Penggunaan Kondom di Amerika ... 91


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Poster Film The Good Lie ... 4

Gambar 1.2 Dua Tantanan Pertandaan Roland Barthes ... 27

Gambar 2.1 Sitting Bull, Salah Satu Orang Indian Pada Tahun 1890 ... 36

Gambar 2.2 Suasana Salah Satu Sudut Kota New York ... 42

Gambar 2.3 Kondisi Korban Perang Sipil Di Sudan... 57

Gambar 2.4 Philippe Falerdeu... 69

Gambar 3.1 Mamare, Paul dan Jeremiah Melihat Orang Berciuman di Bandara ... 77

Gambar 3.2 Carrie Bersama Seorang Laki-Laki Sedang Berada di Kamar ... 84

Gambar 3.3 Carrie Bersama Seorang Laki-Laki Sedang Berada di Kamar ... 84

Gambar 3.4 Salah Satu Adegan Dalam Film Fifty Shades Of Grey ... 89

Gambar 3.5 Adegan Ketika Carrei Bersama Pamela Minum Alkohol ... 93

Gambar 3.6 Adegan Ketika Carrei Bersama Pamela Minum Alkohol ... 93

Gambar 3.7 Cara Carrie Berpakaian dan Kemampuan Menyetirnya ... 96

Gambar 3.8 Cara Carrie Berpakaian dan Kemampuan Menyetirnya ... 96

Gambar 3.9 Cara Carrie Berpakaian dan Kemampuan Menyetirnya ... 97

Gambar 3.10 Mamere dan Warga Lainya Melihat Papan Pengumuman ... 113

Gambar 3.11 Pengumuman Siapa Saja yang Berangkat Ke Amerika ... 113

Gambar 3.12 Salah Satu Jalan di Missouri Amerika ... 118

Gambar 3.13 Salah Satu Jalan di Kenya Afrika ... 118

Gambar 3.14 Paul menunjuk ke arah lambang McDonal’s ... 125

Gambar 3.15 Mamere, Paul dan Jeremiah menikmati Pizza ... 125

Gambar 3.16 Mamere Bersama Orang-Orang Amerika ... 137

Gambar 3.17 Carrie Menemui Pimpinan Supervisor ... 138

Gambar 3.18 Pesta Ulang Tahun Orang-Orang Afrika ... 140

Gambar 3.19 Suburnya Tanah Amerika ... 145


(15)

xiv ABSTRAK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Departemen Ilmu Komunikasi Konsentrasi Broadcasting Aisyah Aprilinda Rismiani 20120530037

Representasi Budaya Amerika Dalam Film The Good Lie

Tahun Skripsi : 2017 + 160 Halaman + 3 Tabel + 3 Grafik + 24 Gambar

Daftar Pustaka : 32 Buku + 4 Skripsi + 21 Sumber Online + 2 Film Perjuangan rakyat Negara Sudan, Afrika Selatan untuk bertahan hidup tidak lepas dari kekuatan negara Amerika. Amerika merupakan superhero bagi rakyat Sudan yang menjadi korban perang suadara pada tahun 1955 hingga 2005. Kekayaan dan kebesaran menjadi sumber kekuatan Amerika dalam membantu negara Sudan. Dalam film The Good Lie di ceritakan bagaimana rakyat Sudan mendapatkan kehidupan kedua di Amerika, bagaimana mereka beradaptasi, bagaimana kebudayaan Amerika yang lebih menonjol dan bagaimana kebesaran Amerika diperlihatkan.

Penelitian ini berusaha untuk menganalisa budaya Amerika yang ada dalam film The Good Lie. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengatahui dan menganalisis representasi budaya Amerika dalam film ini. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode analisis semiotika yang dikembangkan oleh Roland Barthes.

Hasil analisis dari penelitian ini bahwa film The Good Lie menawarkan prespektif budaya yang dimiliki Amerika, budaya bebas yang dianggap sesuatu yang baik sehingga ditampilkan dalam film ini dan hal itu tidak perlu orang-orang takuti. Selain memperlihatkan budaya bebas Amerika, film ini juga menampilkan budaya kekuasaan Amerika yang diwakilkan oleh aparatur pemerintah yang dalam segala hal terlihat tegas, kuat, peduli terhadap rakyatnya dan baik kepada negara lain. Sosok pahlawan dalam film ini tidak ditampilkan dengan seseorang yang berkostum, memiliki kekuatan super, buatan mesin, melainkan sebuah negara dan juga seluruh warga yang ada didalamnya.


(16)

xv ABSTRACT Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Faculty of Social and Political Science Communication Departement

Majoring Broadcasting Aisyah Aprilinda Rismiani 20120530037

The America’s Culture RepresentationIn The Film Of “The Good Lie

Year : 2017 + 160 Pages + 3 Tabel + 3 Graphics + 24 Pictures Bibliography : 32 Books + 4 Thesis + 21 Online Source + 2 Films

The struggle of Sudan citizen, South Africa, to have independence always correlate with United State of America as superpower country.For Sudan citizen, notably those who suffered from civil war in 1955-2005, America is superhero. The wealth and greatness turn into America’s power in helping Sudan. It is clear in the film of “The Good Lie”, Sudan citizen have other chances to live in America land, to adapt, to be influenced by America’s culture in their life, and how America’s power is really hightlighted.

This research tries to analyze America’s culture in the film of “The Good Lie”. It aims to understand and analyze America’s culture representation in the film. This research is typically qualitative with the semiotics method who was developed by Roland Barthes.

The result of this research is that that film offers cultural perspective of America. In this film, it is common knowledge that western culture is good and should be performed as a good example for public. Beside of stressing on America’s culture, this film also shows America’s power that is represented by the government with assertive, strong, care with people, and respectful with other countries. Instead of showing the hero appearance with person in magic power, machine, this film prefer to show it as country and its citizen.


(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG MASALAH

Amerika Serikat, negara super power yang memiliki kekuatan dalam berbagai bidang yang telah menguasai dunia hingga saat ini. Negara dengan sistem pemerintahan republik federal ini telah menjadi negara yang memiliki kekuatan militer, ekonomi dan politik, serta teknologi yang tinggi. Pasca berakhirnya perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur, Amerika Serikat menjelma menjadi negara yang memiliki kekuatan yang semakin kuat, menguasai perindustrian dunia dan menjadi pusat teknologi dunia. Menurut Gramsci (dalam Barker, 2000:64), suatu kekuasaan atau dominasi atas nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang didominasi tersebut secara sadar mengikutinya disebut Hegemoni.

Ada tujuh aspek penting yang paling ditekankan oleh Amerika Serikat dalam mempertahankan eksistensinya sebagai negara adikuasa. Pertama, mempertahankan warga negaranya, baik yang berada di dalam negeri, maupun di luar negeri termasuk juga mempertahankan keberadaan sekutu-sekutunya dari berbagai macam serangan dalam bentuk apapun. Kedua, menjaga perdamaian dunia dari berbagai macam agresi yang dianggap berpotensi menganggu perdamaian dunia. Ketiga, senantiasa mempertahankan kepentingan Amerika Serikat. Keempat, menyebarluaskan demokrasi ke seluruh belahan dunia. Kelima, mencegah proliferasi senjata nuklir. Keenam, senantiasa berupaya menjaga bentuk rasa percaya dunia internasional terhadap


(18)

2

Amerika Serikat. Ketujuh, memerangi kemiskinan, kelaparan, dan berbagai macam pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM). ( Zainuddin, 2012:9-10).

Power yang dimiliki Amerika Serikat tidak hanya ditunjukkan melalui seberapa teknologi, senjata, kekuasaan, kekayaan, sumber daya manusia namun juga ditunjukkan melalui media hiburan film. Sebagai negara yang ingin menjadi polisi dunia, Amerika mengerahkan segala bentuk kekuatan yang dimiliki untuk menunjukkan kepada dunia jika negara tersebut mampu menjadi penyelamat dunia. Salah satu media yang diyakini mampu menjadi perantara pesan dari sebuah maksud tertentu kepada masyarakat yaitu film.

Media film merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat dekat dengan masyarakat khususnya para anak muda sehingga media yang sangat efektif untuk menyampaikan pesan yang sesuai dengan tujuan penerimanya. Segala jenis cerita kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya telah sering digambarkan dalam sebuah film dengan berbagai jenis genre dan alur cerita. Film merupakan gambar-hidup yang mewakili cerita kegambar-hidupan berjuta manusia di muka bumi ini. Seiring perkembangannya, kini film telah memiliki banyak genre,


(19)

3

mulai dari action, romance, horror, comedy, documentery dan sebagainya yang telah memiliki penikmat sendiri-sendiri. Media penghibur sekaligus dapat menjadi media peyampaian pesan tertentu membuat para sutradara dan produser dipenjuru dunia berlomba-lomba mengeluarkan ide creative mereka untuk terus berkarya membuat film yang dapat menarik minat penonton, laku dan dapat masuk dihati dan pikiran para penikmat film. Tidak hanya filmaker yang ingin menyampaikan sebuah pesan melalui film tetapi para petinggi negara sepertinya memiliki tujuan yang sama dan berlomba-lomba membuat ide yang cemerlang yang dapat menyampaikan pesan dengan baik dan hati-hati kepada masyarakat.

Salah satu industri pembuat film terbanyak, terbaik dan terpopuler di dunia adalah Hollywood, Amerika. Film produksi Hollywood merupakan salah satu hal yang masuk dalam budaya populer di dunia. Amerika menjadi salah satu negara yang menciptakan budaya popoler yang saat ini mendominasi diseluruh aspek budaya yang tersebar disemua negara. Pada tahun 2014, Warner Bros Picture mempersembahkan sebuah karya sutradara Philippe Falardeau dengan judul THE GOOD LIE. Film The Good Lie (2014) dihiasi oleh bintang-bintang seperti Reese Witherspoon, Corey Stoll,


(20)

4

Arnold Oceng, Ger Duany, Emmanuel Jal, Kuoth Wiel dan lain-lain. Yang membuat film ini menarik, tidak hanya menceritakan seperti apa kehidupan para pengungsi Sudan dan bagaimana cara mereka bertahan hidup tetapi ternyata film The Good Lie dan juga pemainnya masuk dalam acara penghargaan perfilman di beberapa acara, antara lain Philippe Falardeau sang sutradara film The Good Lie sebagai pemenang pada penghargaan Deaville Film Festival 2014 , lalu pada Heartland Film 2014 Philippe Falardeu kembali menerima penghargaan dan Kuoth Wiel yang berperan sebagai Abital masuk dalam daftar nominasi outstanding breakthroung performance, female pada penganugerahan Black Reel Awards tahun 2015.

Gambar 1.1 Poster Film The Good Lie


(21)

5

Sumber www.dvdreleasedates.com di akses pada tanggal 8 Agustus 2016, pukul 21.25 WIB

Film ini bercerita tentang para korban perang di Sudan Afrika Selatan yang dimulai sejak tahun 1983. Warga negara Sudan yang terjebak dalam peperangan itu harus mencari lokasi yang aman dengan cara berjalan kaki sejauh ribuan mill agar terhindar dari tentara-tentara perang yang sewaktu-waktu mengancam nyawa mereka. Termasuk Mamere (Arnold Oceng), Jeremiah (Ger Duany), Paul (Emmanuel Jal), Abital (Kuoth Wiel). Kedua orang tua Mamere tak luput mejadi korban dari peperangan tersebut. Dalam perjalanannya Mamere harus kehilangan kakaknya Theo yang diambil oleh para tentara. Ketika sampai dilokasi pengungsian Kaguma, Kenya, mereka bisa bertahan hidup hingga dewasa. 13 tahun kemudian, bantuan kemanusiaan dari Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) mengirim warga Sudan sebanyak 36.000 orang yang beruntung ke Amerika untuk mendapatkan kehidupan baru. Mereka yang bersedia dipindahkan akan bertemu dengan agen tenaga kerja dan diberi pekerjaan yang layak dan sesuai dengan kemampuan para pengungsi sehingga mereka dapat memulai hidup menjadi lebih baik lagi.

Setelah sampai di Amerika, Mamere harus berpisah dengan Abital, karena saudara perempuan kandung Mamere harus pergi ke Boston, sedangkan Mamer, Paul, dan Jeremiah pergi ke Cansas City. Mamere, Paul, dan Jeremiah bertemu dengan seorang perempuan dari agen tenaga kerja yang nantinya akan membantu ketiga laki-laki


(22)

6

tersebut memperoleh pekerjaan. Tak hanya Carrie (Reese Witherspoon) yang membantu ketiga laki-laki berkulit gelap tersebut, Jack (Corey Stoll) dan petugas Imigrasi juga ikut membantu Mamere, Paul dan Jeremiah mulai dari mendapatkan pekerjaan, mengembalikan Abital untuk tinggal bersama mereka dan yang terakhir adalah mereka dapat berkumpul kembali dengan kakak laki-laki mereka Theo yang sempat disandera oleh tentara.

Bantuan kemanusiaan yang diberikan Amerika kepada para pengungsi Sudan secara tidak langsung membuat Amerika disebut sebagai superhero masyarakat Afrika khususnya Sudan. Pahlawan super atau yang dikenal dengan superhero adalah karakter fiksi yang memiliki kekuatan luar biasa untuk melakukan tindakan hebat demi kepentingan umum. Pahlawan super biasanya disebut dengan pembasmi kejahatan pembela kebenaran berkostum dan memiliki ciri khas masing-masing. Kostum yang biasa dipakai pahlawan super adalah sebagai alat untuk menyembunyikan identitas pribadinya.

Dengan kekuatan adikuasanya Amerika masih mampu membantu para pengungsi ditengah keadaan ekonomi Amerika yang saat itu sedang terpuruk. Berawal dari runtuhnya gendung WTC (World Trade Center) pada tanggal 11 september 2001, yang kemudian dikenal dengan tragedi 9/11. Amerika memiliki banyak sekali ide dan rencana untuk mempertahankan kekuasaannya. Setelah tahun 1991, Uni Soviet runtuh, ekonomi dan militer Rusia merosot


(23)

7

tajam, dan Jepang berhenti, sementara Amerika Serikat mengalami perluasan ekonomi yang terlama dan merupakan salah satu yang terkuat sepanjang sejarah. Dibidang militer, pada tahun 2003 Amerika Serikat dengan enteng mengucurkan dana untuk belanja pertahanan yang jumlahnya lebih besar daripada gabungan 15-20 negara pembelanja terbesar (Huntington, dkk, 2005:267-269).

Kemunculan Barack Obama dalam perebutan kursi Presiden di Amerika Serikat membuat paradigma warga Amerika sedikit berubah karena selama ini mereka beranggapan jika kedudukan presiden

hanyalah „milik’ warga kulit putih. Menjelang pemilihan kursi nomor

1 Amerika Serikat pada 4 November 2008, kondisi perekonomian dan gejolak sosial politik di Amerika Serikat sangat dipengaruhi oleh krisis ekonomi yang tidak hanya menggoyahkan roda perekonomian di Amerika Serikat tetapi juga dunia.

Kekacauan pemerintahan, kepercayaan, pertahanan, dan perekonomian yang di alami Amerika selama masa pemerintahan George W. Bush tidak membuat Amerika menghentikan bantuan kemanusiaannya untuk masyarakat negara lain yang sedang membutuhkan bantuan kepada Afrika, Amerika tetap memberikan bantuan melalui PBB untuk memindahkan sebagian pengungsi ke Amerika. Mulai dari mendirikan tenda-tenda pengungsi, memberikan logistik, tenaga medis, pakaian dan lain-lain, lalu memberikan pelatihan, tempat tinggal, membantu mencari pekerjaan hingga para


(24)

8

pengungsi telah siap untuk hidup mandiri di Negara yang berbeda budaya dengan mereka.

Cerita superhero Amerika didominasi dengan tema tentang kepahlawanan dari ras kulit putih dengan konflik kehancuran dunia, penyalahgunaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kekuatan mahkluk luar angkasa, dan pemerintahan yang salah. Superhero dari ras kulit putih (Amerika) selalu menjadi tokoh utama dan selalu menang melawan siapa yang jahat dan menunjukkan mana yang benar. Menciptakan sebuah budaya yang kemudian menghegemoni seluruh negara untuk mengikuti budaya tersebut dan menjadikan budaya Barat yang ada di film-film Hollywood diikuti oleh seluruh masyarakat.

Film The Good Lie merupakan salah satu contoh jika Amerika memang memiliki kekuatan yang negara lain mungkin tidak memilikinya. Perbedayaan budaya antara Amerika dan Afrika dalam film sangat terlihat jelas. Amerika memiliki kebudayaan hidup yang bebas, individualis, mandiri, dan kapitalis, sedangkan warga Afrika hidup dengan penderitaan, kesederhanaan, selalu bersama keluarga. Film ini bercerita tentang kehidupan di dua negara, dua negara yang memiliki perbedayaan budaya hidup yang sangat berbeda, dan pada film ini sangat terlihat jelas perspektif negara mana yang dominan dan dianggap benar.

Film The Good Lie merupakan salah satu contoh jika Amerika memang memiliki kekuatan yang negara lain mungkin tidak


(25)

9

memilikinya. Demi alasan kemanusiaan, Amerika melakukan segalanya demi masyarakat Sudan, yang secara fisik memiliki ras warna kulit yang berbeda, budaya yang berbeda, bahasa yang berbeda dan gaya hidup yang berbeda. Sering terjadi kesalah pahaman dalam berkomunikasi yang terkadang menimbulkan sebuah konflik. Namun hal tersebut semakin hari semakin dimengerti oleh masyarakat Sudan dan para penolong dari Amerika.

B. RUMUSAN MASALAH

Dari latar belakang di atas, rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah Bagaimana Representasi Budaya Amerika dalam Film The Good Lie?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis representasi budaya Amerika dalam Film The Good Lie.

D. MANFAAT PENELITIAN

1) Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menambah pengetahuan tentang teori representasi, heroisme dan ideologi budaya Amerika.

b. Penelitian ini juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian ilmiah selanjutnya terutama tentang wacana film khususnya dalam kajian semiotika.


(26)

10 2) Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan diskusi dalam menambah keberagaman pemahaman tentang ideologi kebudayaan Amerika sebagai hero dalam film.

E. KERANGKA TEORI

1. Film Sebagai Media Representasi

Film merupakan salah satu wadah untuk merepresentasikan sebuah informasi atau makna menurut pembuatnya. Representasi merupakan sebuah produksi konsep makna dalam pikiran melalui bahasa. Ini berarti representasi merupakan hubungan antara konsep dan bahasa yang menggambarkan objek, orang, atau bahkan peristiwa nyata kedalam objek, orang, maupun peristiwa fiksi. Representasi berarti menggunakan bahasa sebagai alat serbaguna untuk mengatakan atau mendeskripsikan sesuatu yang penuh arti kepada orang lain. (Hall, 1997:15).

Dapat dipahami bahwa representasi merupakan suatu tindakan untuk menggambarkan atau menjelaskan suatu makna. Selain itu juga dapat dimaknai sebagai tindakan untuk mewakili suatu makna dengan cara tertentu, sehingga pengertian representasi dapat berupa simbol maupun tanda yang ditemukan tergantung pada realitas yang menjadi referensinya. Menurut Stuart Hall, terdapat tiga pendekatan untuk menerangkan bagaimana merepresentasikan suatu makna melalui bahasa, yaitu reflective, intentional, dan contructionist (Hall,


(27)

11

1997:23). Pertama, pendekatan Reflective, yakni pendekatan yang terkait dengan makna yang dipahami dalam objek, personal, ide, atau kejadian yang berlangsung pada dunia yang nyata. Bahasa berfungsi layaknya cermin yang merefleksikan arti yang sebenarnya. Dalam pendekatan ini, reflective lebih menekankan apakah bahasa telah mampu mengekpresikan makna yang terkandung dalam objek yang bersangkutan. Kedua, pendekatan intentional, pendekatan ini melihat bahwa bahasa dan fenomenanya dipakai untuk mengatakan maksud dan memiliki pemaknaan atas pribadinya. Intentional tidak merefleksikan tetapi berdiri atas dirinya dengan segala pemaknaannya. Kata-kata diartikan sebagai pemilik atas apa yang ia maksudkan. Jadi dalam pendekatan intentional ini, apakah bahasa telah mampu mengekspresikan apa yang komunikator maksudkan. Sedangkan pendekatan contructionst lebih ditekankan pada proses konstruksi makna melalui bahasa yang komunikator gunakan. Dalam pendekatan ini, bahasa dan pengguna bahasa tidak bisa menetapkan makna dalam bahasa yang mereka gunakan melalui dirinya sendiri, namun harus dihadapkan dengan hal-hal lainnya sehingga nantinya akan memunculkan apa yang disebut interpretasi atau penafsiran.

Pada saat proses memaknai tersebut, representasi mempunyai dua hal pokok. Pertama, menjelaskan dan menggambarkan sesuatu dalam pikiran dengan gambaran dan imajinasi untuk membuat persamaan ke dalam pikiran dan perasaan kita. Kedua, representasi


(28)

12

digunakan untuk menjelaskan konstruksi makna sebuah simbol sehingga kita dapat mengkomunikasikan makna suatu objek melalui bahasa yang sama, dengan adanya dua konsep tersebut jelaslah bahwa representasi merupakan bagian dari sebuah proses sosial serta sebagai produk dari hasil sebuah proses sosial tersebut.

Dalam bahasa semiotika, film dapat didefinisikan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda terdiri dari serangkaian imajinasi yang mempresentasikan aktivitas dalam kehidupan nyata, sedangkan pada tingkat petanda, film adalah sebuah metamorphosis kehidupan, representasi dapat di definisikan lebih jelasnya melalui penggunaan tanda (gambar, bunyi dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu (Danesi, 2012:20).

Seiring perkembangannya film memang tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, keduanya mempunyai hubungan yang erat, dimana film tidak hanya menjadi hiburan yang populer saja, namun film menjadi sebuah media representasi yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas saat ini. Oleh karena itu masyarakat harusnya lebih dapat memaknai film sesuai dengan peranannya sebagai media hiburan masyarakat yang populer sekaligus media representasi sebuah makna.


(29)

13

Melalui media film, semua hal yang ingin direpresentasikan oleh para pembuatnya seakan harus berjalan dengan baik dan hal tersebut harus masuk di otak masyarakat yang menyaksikannya. Film Hollywood merupakan salah satu industri film yang menampilkan tokoh superhero sebagai pemeran utamanya, dan dalam film-film tersebut superhero direpresentasikan dengan dominasi sosok laki-laki dan jarang menampilkan sosok perempuan yang memiliki kekuatan super. Penampilan aktor dan aktris dari keturunan White Anglo Saxon Protestan atau ras kulit putih juga berhasil membuat masyarakat percaya jika orang-orang yang memiliki ras kulit putih (WASP) lah yang dapat menjadi soerang pahlawan seperti yang telah direpresentasikan dalam film-film Hollywood.

2. Heroisme dalam Film Hollywood

Tidak bisa dipungkiri bahwa industri film Hollywood memiliki hampir segalanya yang dibutuhkan oleh sebuah industri perfilman, mulai dari teknologi yang canggih, artis papan atas serta jaringan promosi dan kerja sama yang sangat kuat. Film Hollywood memiliki cerita yang semuanya hampir sama yaitu mengenai kepahlawanan. Pola cerita yang dibangun selalu ada sosok yang menjadi hero dan ada yang menjadi penjahat dan diakhir cerita selalu hero tersebutlah yang menang.

Hero berasal dari kata Bahasa Inggris yang menurut kamus Oxford berarti a person who is admired for thier courage, outstanding


(30)

14

achievement, or noble qualities. Yang memiliki arti seseorang yang dikagumi karena keberaniannya, prestasi yang luar biasa atau kualitas yang mulia atau orang Indonesia biasa menyebutnya dengan pahlawan. Hero atau pahlawan biasanya dikonstruksikan sebagai pembela kebenaran, memiliki sifat yang baik hati, suka menolong, rela berkorban demi negara, orang-orang yang disekitarnya, dan selalu memiliki kekuatan lebih dibanding orang lain pada umumnya. Sering kali cerita pahlawan diangkat dari legenda-legenda atau mitos yang berkembang dimasyarakat yang biasanya cerita tersebut ditujukan untuk anak-anak. Tak hanya Hollywood yang memiliki tokoh-tokoh superhero, Indonesia ternyata juga memiliki tokoh pahlawan yang melegenda dari jaman nenek moyang dahulu seperti, cerita Si Pitung, Kabayan, dan sebagainya.

Perkembangan film action dan fiksi Hollywood yang bertemakan heroisme Amerika dimulai dari diciptakannya karakter superhero yang di dominasi oleh ras kulit putih (White Anglo Saxon Protestan), seperti film Batman, Captain Amerika, Superman dan masih banyak lagi. Konstruksi sosial yang telah dibuat oleh Amerika mengenai ras yang kemudian menjadi nilai ideologi tersendiri pada film Hollywood yang berkonsep superhero, Amerika mempunyai latar belakang dan tujuan dengan menampilkan jika superhero itu dari ras kulit putih (WASP). Amerika serikat kemudian membuat standar global jika yang dominan menjadi seorang superhero adalah orang


(31)

15

yang memiliki ras kulit putih (WASP) dan hal tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pasar yang kemudian digunakan sebagai landasan industri film. Sebenarnya film Hollywood dibangun dengan pola yang sederhana, yakni sosok pahlawan memiliki karakter protagonis dan dilawankan dengan sosok antagonis dan dipenghujung cerita sosok protagonis selalu menjadi pemenang.

Pahlawan dalam film Hollywood seringkali didominasi oleh laki-laki dan hanya beberapa pahlawan yang diperankan oleh perempuan. Cat Woman adalah salah satu contoh film Hollywood yang menampilkan perempuan sebagai sosok pahlawan, namun perlu diingat jika dalam film tersebut Cat Woman sebelumnya hadir untuk mendampingi Batman, superhero yang berjenis kelamin laki-laki. Film Hollywood juga menampilkan sosok pahlawan dari ras kulit putih (WASP), seperti Batman, Superman, dan lainnya. Semuanya dilahirkan dari mesin-mesin industri film Hollywood yang berasal dari lingkungan WASP. Jarang sekali industri Hollywood menampilkan sosok pahlawan dari keturunan Afrika (Afro-Amerika) seperi Blade, The Punisher dan I-Robot, namun jika dilihat dari popularitasnya, film-film tersebut kalah jauh dengan popularitas film-film yang menggunakan sosok berkulit putih. Sosok yang memiliki tubuh ideal, tinggi, kekar, dan berbadan bidang merupakan ciri-ciri dari sosok pahlawan yang selama ini diciptakan dalam film Hollywood. Batman, Superman, Spiderman, dan Captain Amerika merupakan contoh


(32)

16

pahlawan-pahlawan yang walaupun wajah dan badan mereka tertutup oleh kostum tetapi semua orang tetap dapat melihat seberapa tampan, kekar, tinggi dan bidangnya mereka.

Banyak orang yang mungkin tidak mengerti jika yang dapat dikatakan sebagai superhero itu hanya yang memiliki kekuatan super, memakai kostum, bertubuh kekar, memiliki keberanian dan berwujud orang atau manusia. Namun, jika masyarakat memiliki pemikiran kritis dan mau berfikir ulang setiap kali menonton film atau tayangan yang lain pasti akan mengerti apa maksud yang sebenarnya dalam film tersebut dan apa saja pesan yang terkandung. Negara dapat juga menjadi hero untuk masyarakatnya ataupun untuk negara lain. Dalam hal ini ternyata telah terbentuk sejak lama jika Hollywood sering kali menggambarkan dan memasukan pesan tersendiri jika negara Amerika dan orang Amerika lah yang dapat menjadi hero untuk kepentingan orang banyak. Memproduksi film superhero menjadi salah satu cara membuat ideologi kepada masyarakat jika Amerika lah yang paling hebat dan mampu menjadi superhero ataupun hero di dunia. Tidak hanya cerita superhero melawan penjahat yang sedang merusak kota ataupun menangkap perampok tetapi juga superhero yang hanya menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan tanpa harus mengenakan kostum dan menggunakan kekuatan super.

Sama halnya dengan film The Good Lie, walaupun dalam film tersebut tidak secara terang-terangan memperlihatkan sosok superhero


(33)

17

yang memiliki tubuh kekar, berkostum dan memiliki kekuatan, namun ternyata dalam film yangg berlatar belakang perang saudara di negara Sudan tersebut juga terdapat sosok pahlawan. Mungkin bagi sebagian penonton tidak menyadari akan adanya sosok pahlawan dalam film ,namun bagi pemain dan masyarakat Sudan pastilah mengetahui sosok tersebut. Pahlawan penyelamat bagi masyarakat Sudan khususnya mereka yang menjadi Imigran ke Amerika tidak lain adalah negara Amerika itu sendiri.

Amerika menjadi pahlawan yang memiliki kekuatan super yang telah menjadi dewa penyelamat bagi jutaan warga yang berhasil selamat sampai ke pengungsian tempat dimana Amerika mendirikan tenda-tenda pengungsian yang kemudian memberikan mereka kehidupan baru kedepannya. Tidak hanya petinggi-petinggi negaranya saja, masyarakat yang bergabung menjadi relawan dan juga menjadi karyawan di beberapa perusahaan yang bergerak di bidang kemanusiaan juga turut menjadi pahlawan bagi warga Sudan. Mereka lah yang membantu warga melanjutkan hidup, mengobati yang sakit, memberikan tempat tinggal, logistik dan pekerjaan di Amerika. Bukan lagi sosok yang berkostum yang melawan kejahatan tetapi juga sosok manusia biasa dan juga negara juga dapat menjadi pahlawan untuk orang lain.


(34)

18

3. Ideologi Budaya Amerika dalam Film

Film sebagai media representasi yang berhubungan dengan kajian budaya tidak terlepas dari ideologi, kebudayaan sendiri bersifat politis karena ia mengekspresikan relasi sosial kekuasaan dengan cara menaturalisasi tatanan sosial sebagai suatu fakta. Secara mayoritas film selalu memiliki muatan ideologi, yang dimaksud dengan ideologi yakni sebuah ide atau pemikiran yang dibuat oleh para penguasa yang menginginkan dirinya dan ideologinya sebagai kebenaran yang universal, yang merupakan pemahaman spesifik di suatu ruang dan waktu tertentu dan mengaburkan dan melanggengkan kekuasaan.

Ideologi berarti peta-peta makna yang mengklaim dirinya sebagai kebenaran universal namun sebenarnya merupakan pemahaman spesifik yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri yang menutup-nutupi dan sekaligus mengukuhkan kekuasaan pihak-pihak tertentu. Sebagai contoh, berita yang ditayangkan televisi menghasilkan pemahaman akan dunia yang telah dibentuk oleh media. Dia terus menerus menjelaskan berdasar konteks bangsa yang diterima sebagai objek-objek yang terjadi secara alamiah, padahal sebenarnya dia mengaburkan pembagian kelas dalam formasi sosial dan karakter nasionalisme yang itu semua telah dikonstruksi (Barker, 2000:11).

Kebudayaan dikonstruksi dalam beragam aliran makna dan mencakup berbagai macam ideologi dan bentuk kultural. Demikian dikatakan (Williams, 1993, 1979, 1981,;Hall, 1977, 1981) bahwa


(35)

19

terdapat unsur yang dipandang sebagai induk dan bersifat dominan. Proses penciptaan, peneguhan dan reproduksi makna dan praktik otoratif ini oleh Gramsci disebut Hegemoni (Barker, 2000:62). Bagi hegemoni berarti situasi dimana suatu „blok historis’ faksi berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui kombinasi antara kekuatan dengan persetujuan.

Praktik normal hegemoni di arena klasik rezim parlementer dicirikan dengan kombinasi kekuatan dan persetujuan, yang secara berlebihan memaksakan persetujuan. Namun, upaya yang sebenarnya adalah untuk memastikan bahwa kekuatan tersebut seakan-akan hadir berdasarkan persetujuan mayoritas yang diekspresikan oleh apa yang disebut dengan organ opini publik-koran dan asosiasi (Gramsci dalam Barker, 2000:63)

Ideologi para penguasa dan hegemoni yang dilakukan pasti akan berhubungan dengan cultural studies berbagai Negara di penjuru dunia. Cultur atau budaya yang berkembang ditengah masyarakat saat ini tidak lepas dari pengaruh ideologi sekelompok orang yang menginginkan segalanya diatas kepentingannya. Cultural studies lebih mengembangkan argumen yang menimbulkan konsekuensi politik dan sosial dalam mengkonstruksi dan menyebarkan pembentukan wacana spesifik atas dunia. Penguasa melakukan pendekatan dan menghemoni para masyarakat menggunakan cara-cara yang halus seperti melalui budaya dan apa saja yang dekat dalam kehidupan masyarakat.

Kondisi politik Internasional saat ini penuh dengan gagasan yang sangat kompleks seiring dengan perkembangan jaman. Kemajuan di bidang teknologi, transportasi, komunikasi, energi


(36)

20

produksi, persenjataan, dan ruang angkasa, yang semua itu memberikan pengaruh terhadap hubungan antar negara di dunia. Negara-negara tersebut saling berkaitan erat seiring kemajuan teknologi yang telah menyebar hampir di seluruh negara di dunia. Sehingga hal tersebut membuat segala yang terjadi pada suatu negara dalam bidang ekonomi, politik dan sosial akan berdampak pula pada negara yang lainnya (Dahlan, 1989:47).

Setelah Gramsci, cultural studies mengadopsi pandangan bahwa ideologi yang dipahami sebagai peta makna yang mendukung kekuasaan kelompok sosial tertentu, berakar pada kondisi sehari-hari yang dialami oleh masyarakat. Ideologi juga merupakan pengalaman yang hidup sekaligus sebagai seperangkat ide sistematis yang perannya adalah untuk mengorganisasi dan mengikat secara bersama-sama dalam satu blok berbagai elemen sosial sehingga melahirkan blok hegemonik dan kontrahegemonik. Hegemoni idelogis merupakan proses di mana cara pemahaman tertentu tentang dunia menjadi begitu nyata dan alamiah sehingga memandang alternatif sebagai sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak dapat dipikir secara nalar manusia (Barker, 2000:373).

Salah satu Negara yang memiliki budaya dan budaya tersebut juga sering kali digunakan oleh Negara lain adalah Amerika. Negara Amerika sangat terkenal dengan budaya freedom nya, hal tersebut membuat banyak masyarakat dari Negara-negara lain menirukan dan


(37)

21

mengkuti trend seperti yang orang-orang Amerika lakukan. Sebagai negara Adikuasa Amerika dengan mudahnya menyebarkan ideologi budaya dan politik yang mereka anut kepada orang seluruh dunia sesuai dengan keinginan mereka. Melalui berbagai cara Amerika menunjukan ideologi yang mereka miliki diantaranya melalui film, radio, televisi dan media cetak. Menciptakan suatu sistem yang seragam secara keseluruhan untuk semua bagian yang ingin disampaikan oleh pemilik media. Keragaman produk yang dihasilkan industri media merupakan suatu ilusi untuk sesuatu yang hal yang itu semua telah disediakan bagi semua orang sehingga tidak seorang pun bisa lari darinya (Adorno dan Horkheimer dalam Barker, 2000:47). Dari sekian juta orang di dunia pasti hanya beberapa yang sadar akan apa yang disampaikan oleh media, mereka secara tidak langsung telah dihegemenoni oleh acara-acara, pemberitaan dan apa saja yang disunguhkan oleh media tersebut. Permasalahan politik yang kerap kali memicu bentrokan antar warga padahal hal tersebut hanyalah kebohongan yang telah dibuat media yang memberitakan dengan maksud tujuan tertentu.

Proses politik yang tejadi disetiap tahunnya dan berbeda-beda membuat berbagai masalah muncul bergantian disetiap negara. Salah satunya proses rezim politik minoritas yang terjadi membuat banyak korban berjatuhan. Kejadian tersebut sempat melanda negara Afrika pada dekade 80 an, yang saat itu mengalami wabah penyakit AIDS


(38)

22

dengan korban 200 ribu jiwa. Keadaan tersebut mengakibatkan eksistensi kualitas SDM Afrika dipertanyakan di dunia luar, keadaan tersebut semakin parah dengan tidak ada satupun kekuatan luar (Amerika, Rusia dan China) yang memahami problematika yang sedang dihadapi Afrika. Justru pihak luar tersebut memanfaatkan situasi yang sedang di alami Afrika untuk berbagai kepentingan negara-negara tersebut. Keadaan Afrika semakin diperparah dengan adanya krisis yang dialami Amerika Serikat pada tahun 2008 dimana kemajuan yang pernah dicapai semakin menurun dan banyak problematika yang dihadapi Amerika Serikat. Kejadian-kejadian tersebut seakan menjadi gelombang dahsyat yang membuat Afrika semakin terpuruk dan kehilangan kesempatan untuk menggapai kemajuan (Zainuddin, 2012:28).

Ideologi dan hegemoni yang telah disebarkan oleh pihak-pihak tertentu membuat pandangan orang lain dan juga negara lain menjadi berubah. Ideologi para negara penguasa mengalahkan ideologi negara kecil yang harus tunduk dan patuh pada negara penguasa. Hegemoni budaya yang diciptakan dan dilakukan semakin membuat negara penguasa tersebut berjaya dipuncak dan bebas melakukan apa saja sesuai dengan tujuan mereka. Budaya memang sangat dekat dan sangat mudah untuk dikuasai oleh sebuah budaya negara tertentu karena lewat budaya lah ideologi dapat dengan mudah tersebar luas masuk dalam kehidupan masyarakat seluruh penjuru dunia.


(39)

23

Hegemoni bisa diartikan sebagai kekuatan atau kekuasaan dari suatu kelompok sosial tertentu terhadap kelompok sosial lain. Dalam hegemoni juga terdapat relasi yang terbentuk struktur dominasi asimetris dari pihak penguasa, melalui hegemoni dalam media ini terjadi distribusi produk yang hasil akhirnya tidak hanya produk tersebut dikonsumsi namun juga efeknya pada kesadaran dari konsumen yang mengonsumsinya (Real dalam Junaerdi, 2012:60). Fashion, social living, life syle, dan lain-lain seringm kali tercipta dari Negara barat seperti Amerika. Banyaknya akris Hollywood membuat negara tersebut menjadi trend center untuk orang-orang dipenjuru dunia. Sebagai negara imigran, Amerika memiliki banyak sekali budaya, karena memiliki warga negara yang beragam dari berbagai negara yang mereka sengaja singgah atau berpindah kependudukan ke Amerika sehingga membuat budaya yang ada di Amerika semakin lama semakin beragam dan sangat cepat meluas ke negara-negara lainnya.

Budaya menjadi salah satu bidang yang melatar belakangi para penguasa menyebar luaskan ideologi mereka melalui dunia hiburan salah satunya film. Penyampaian ideologi budaya yang terkadang sangat halus tanpa masyarakat sadari terkandung dalam film-film yang beredar di kehidupan masyarakat. Hal tersebut yang nantinya dapat mendoktrin pikiran-pikiran masyarakat khususnya anak muda tentang pesan-pesan tertentu yang terselip dalam film tersebut. Untuk


(40)

24

kepentingan orang-orang tertentu atau hanya menyampaikan sesuatu yang filmaker inginkan biasanya terjadi di negara-negara yang memiliki kondisi persaingan ekonomi ataupun politiknya sangat berpengaruh dan biasanya negara besar seperti Amerika.

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis semiotik. Jenis penelitian kualitatif merupakan penelitian yang nantinya menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata atau gambar dan bukan berupa angka-angka. Dengan menggunakan penelitian kualitatif, peneliti mendapatkan data-data yang dibutuhkan melalui naskah, wawancara, catatan lapangan, foto, video, dokumen pribadi dan lainnya yang kemudian dikelompokkan menjadi lebih spesifik (Moleong, 2000:3). Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana budaya Amerika direpresentasikan dalam film The Good Lie.

Metode analisis semiotik digunakan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam bentuk verbal dan non verbal, seperti kata-kata, gambar, gerak tubuh, suara dan lainnya dalam konteks tanda. Film menjadi salah satu media yang sering diteliti menggunakan metode analisis semiotik, karena film mengandung banyak sekali dampak yang tercipta karena adegan-adegean, komunikasi dan pesan yang ada dalam film tersebut pasti akan membawa dampak tersendiri kepada penontonnya. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda.


(41)

25

Tanda-tanda tersebut termasuk dalam rangkaian tanda yang akan bekerja sama dengan baik dalam upaya penyampaian pesan dan menimbulkan efek yang diharapkan. Yang paling penting dalam sebuah film adalah gambar dan suara, kata yang diucapkan ditambah dengan tambahan suara-suara lain yang mengiringi gambar-gambar yang muncul dan musik dalam film tersebut. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda-tanda ikonis yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu, (Sobur, 2013:128).

Metode yang digunakan penelitian ini adalah metode semiotika dari Roland Barthes, dimana film menggunakan penanda sebagai jalan untuk menggerakkan suatu narasi sebagai acuan dalam membentuk tanda-tanda tersebut. Film juga dapat dikupas berdasarkan unsur gramatikalnya yang diuraikan menurut komponen sinematografi dan rangkaian gambar dalam film merupakan imaji dan sistem penandaan yang kemudian akan dimaknai, karena itu film merupakan bidang kajian yang sangat relevan bagi semiotika.

Ada dua tokoh yang memiliki pandangan tersendiri tentang semiotika yaitu Ferdinand de Saussure seorang ahli bahasa Swiss (1857-1913) dan Charles Sander Pierce seorang filsuf Amerika (1839-1914). Ferdinan de Saussure sangat tertarik pada bahasa, dia lebih memperhatikan cara tanda-tanda terkait “objek”nya Pierce. Model dari Saussure lebih memfokuskan perhatiannya langsung pada tanda itu sendiri, bahwa linguistik hendaknya menjadi bagian suatu ilmu


(42)

26

pengetahuan umum tentang tanda, yang disebut dengan semiologi. Bagi Saussure tanda merupakan objek fisik dengan sebuah makna atau untuk menggunakan istilahnya, sebuah tanda terdiri dari penanda dan petanda. Sedangkan Charles Sander Pierce seorang filsuf yang mulai menyadari betapa pentingnya semiotika, tindak menandai, dalam hal ini minatnya lebih pada makna yang ditemukannya dalam relasi struktural tanda, manusia dan objek (Fiske, 2011:64).

Dalam perkembangannya, semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang begitu besar yang meliputi, kajian bahasa tubuh, bentuk-bentuk seni, wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, bahasa, artefak, fashion, iklan dan semua yang digunakan, diciptakan dan diadopsi oleh manusia dalam memproduksi makna, tanda dan hubungannya kemudian menjadi kata-kata kunci dalam analisis semiotika. Dalam kajian semiotika sendiri, film akan cenderung dipahami sebagai sistem tanda yang dipakai sebagai sarana komunikasi untuk menyampaikan gagasan-gagasan, emosi, maupun makna baik oleh penyampai pesan maupun penerima pesan (encoder dan decoder), film sendiri dapat didefinisikan sebagai sebuah teks yang pada tingkat penanda terdiri atas serangkaian imaji yang mempresentasikan aktivitas dalam kehidupan nyata, sedangkan pada tingkat petanda, film adalah sebuah metamorphosis kehidupan.

Film bukanlah sebuah sistem bahasa melainkan merupakan bahasa yang terkandung didalamnya yang memuat sistem, makna


(43)

27

yang diterima oleh setiap individu penonton tidak selalu sama, sistem pemaknaan dalam film berkaitan erat dengan audiens yang menontonnya. Oleh karena itu keberhasilan seseorang dalam memahami film secara utuh sangat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap aspek naratif dan sinematik dari sebuah film. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode analisis semiotika Roland Barthes karena Barthes menyusun model semiotika yang lebih luas dengan pemaknaan atas tanda dengan menggunakan dua tatanan penandaan yaitu denotasi dan konotasi, dimana Roland Barthes merupakan penerus pemikiran Saussure yang hanya berhenti pada tantanan denotasi sedangkan Barthes melengkapinya dengan tatanan konotasi.

Gambar 1. 2

Dua Tatanan Pertandaan Roland Bathes


(44)

28

Dari gambar di atas, dijelaskan bahwa tahap pertama merupakan hubungan antara penanda dan petanda yang disebabkan oleh denotasi dan dalam tahap kedua, dengan adanya penanda dan petanda maka menyebabkan konotasi yang dipengaruhi oleh kultur dan mitos, makna denotasi adalah cerita yang digunakan suatu kebudayaan untuk menjelaskan atau memahami beberapa aspek dari realitas atau alam sebagai contoh denotasi dalam sebuah film yaitu sesuatu yang merupakan reproduksi mekanisme di atas film tentang objek yang ditangkap kamera dalam artian nyata, sedangkan konotasi mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam sebuah bingkai (frame), fokus, rana, sudut pandang kamera, kualitas film dan seterusnya (Fiske, 2011:119).

Sedangkan konsep mitos yang ada menciptakan suatu sistem pengetahuan metafisika untuk menjelaskan tentang asal usul, tindakan, dan karakter manusia selain fenomena di dunia nyata (Danesi, 2012:167). Bagi Roland Barthes, mitos merupakan cara berpikir dari suatu kebudayaan tentang sesuatu (tanda), Barthes juga menegaskan bahwa cara kerja pokok mitos adalah untuk menaturalisasi sejarah, dalam hal ini mitos merupakan produk kelas sosial yang menjadi dominasi melalui sejarah tertentu tetapi mitos ditunjukan secara alami karena mitos memistifikasi atau mengaburkan asal-usulnya sehingga memiliki dimensi sosial atau politik (Barthes dalam Fiske, 2011:121-122).


(45)

29

Oleh karena itu makna konotasi dalam model Barthes disebut dengan tatanan kedua dimana dalam makna konotasi bersifat subyektif tergantung budaya, mitos ataupun ideologi yang ada dalam masyarakatnya, dimana konotasi dan mitos merupakan cara pokok tanda-tanda berfungsi dalam tatanan kedua pertandaan, yakni tempat berlangsungnya interaksi antara tanda dan pengguna atau budayanya yang sangat aktif.

Penelitian ini akan menggunakan paradigma konstruktivistik, yaitu melihat bagaimana sebuah realitas dikonstruksikan dan mengungkapkan makna-makna dibalik realitas tersebut.

2. Objek Penelitian

Untuk mempermudah dalam menentukan fokus penelitian, maka harus ditentukan pembatasan terhadap area objek penelitian. Penelitian ini mengambil objek penelitian film “ The Good Lie”. 3. Teknik Pengumpulan Data

a. Dokumentasi

Dalam tahap ini, peneliti menggunakan kaset DVD atau VCD

film “The Good Lie” sebagai bahan dokumentasi. Teknik ini

dilakukan untuk mengidentifikasikan tanda dan simbol-simbol yang kemudian digunakan untuk menggali makna yang terkandung dalam tanda dan simbol yang muncul dalam film tersebut.


(46)

30 b. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan analisis teoritik tentang masalah yang diteliti, yang dikaitkan serta didukung oleh berbagai teori dan dari hasil studi lain. Data yang didapat dari berbagai sumber-sumber ilmiah dan data pendukung lainnya, yaitu buku, jurnal, artikel, situs online, dans sumber lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

4. Teknik Analisis Data

Data adalah sebuah informasi tentang sesuatu, data yang didapatkan merupakan sarana untuk memudahkan dalampenjabaran dan memahami makna, jadi pengambilan data dalam penelitian ini merupakan langkah yang penting, tanpa melakukan pengambilan dan pengumpulan data, penelitian ini akan bisa dikatakan gagal, dismaping itu proses pengambilan data harus sesuai dengan judul penelitian agar menjadi satu kesatuan yang dapat dikelola untuk kemudian di interpretasikan. Teknik analisis data penelitian ini akan menggunakan metode analisis semiotika, peneliti akan mempelajari bahasa, tanda-tanda yang terdapat dalam film The Good Lie terhadap representasi Amerika yang dikonstruksikan dalam film tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analis data dengan menggunakan pendekatan semiotika Roland Barthes dikarenakan pendekatan semiotika Barthes dirasa tepat untuk menerjemahkan tanda-tanda dan menganalisis makna-makna yang tersirat dari pesan komunikasi yang disampaikan pada film yang akan


(47)

31

diteliti. Menggunakan analisis data Roland Barthes ini untuk mengetahui dan menganalisis makna-makna yang terdapat dalam film The Good Lie baik dalam bentuk verbal maupun non verbal. Dalam semiotika, menerapkan tanda-tanda, simbol, lambang yang tidak memiliki arti namun memiliki makna tertentu. Fokus kajian dari Roland Barthes yaitu terletak pada sistem tanda tingkat kedua atau metabahasa.

Film dalam bahasa semiotik, dibangun dengan kode dan tanda yang kemudian dimaknai, seperti adanya denotasi dan konotasi dalam sebuah film, sebagai contoh makna denotasi dalam sebuah film yaitu sesuatu yang merupakan reproduksi mekanisme diatas film tentang objek yang ditangkap kamera seperti manusia dan properti-properti lain yang ada dalam artian sebenarnya, sedangkan makna konotasi mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam sebuah bingkai (frame), fokus, rana, sudut pandang kamera, pengambilan gambar dan seterusnya yang akan menjadi makna sosial dengan pengaruh ideologi budaya atau mitos yang berlaku.

Dalam hal ini teknik pengambilan gambar, pewarnaan (colouring atau nirmana), editing dan gerakan kamera dalam sebuah film dapat berfungsi sebagai penanda, dan bisa nenjadi sebuah tanda yang membantu dalam menganalisis semiotika dalam sebuah film, teknik-teknik tersbeut lebih jelasnya sebagai berikut :


(48)

32

Tabel 1.1

Frame Size atau Ukuran Gambar

Penanda (Frame Size) Definisi Penanda (Makna) Close Up (C.U) Hanya wajah

(keseluruhan bagian wajah masuk dalam frame)

Keintiman

Big Close Up (B.C.U) Hanya fokus wajah Keintiman pada detail ekspresi wajah

Extream Close Up (E.C.U)

Hanya fokus pada salah satu aspek dari subjek, misal mata

Keintiman

Medium Close-up (M.C.U)

Dari dada ke atas sampai kepala

Ekspresi tubuh bagian atas Medium Shot (M.S) Setengah badan Hubungan

personal Medium Long Shot

(M.L.S)

Setting dan Karakter Konteks, skope, dan jarak publik

Long Shot (L.S) Seluruh tubuh Hubungan sosial Very Long Shot (V.L.S) Pandangan Hubungan sosial

dengan alam Extream Long Shot

(E.L.S)

Pandangan yang sangat luas

Hubungan alam


(49)

33

Tabel 1.2

Teknik Editing dan Gerakan Kamera

Penanda Definisi Petanda

High Angle Shot Kamera mengarah ke bawah

Kelemahan atau pengecilan

Low Angle Shot Kamera mengarah ke atas

Kekuasaan,

kewenangan atau kebesaran

Dolly In Kamera bergerak ke dalam

Observasi dan fokus

Fade In Gambar muncul dari gelap ke terang

Permulaan

Fade Out Gambar muncul dari terang ke gelap

Penutupan

Cut Perpindahan dari

gambar satu ke gambar yang lain

Kesinambungan menarik

Wipe Gambar terhapus dari layar

Kesimpulan (penutup)

Sumber : Thompson and Bowen, Grammar of the Shot, 2009:88

Sedangkan dalam hal warna (colouring) terdapat konsep nirmana sebagai tata artistik dimana film merupakan slaah satu dari seni visual, menurut Sanyoto, warna dapat didefinisikan secara objektif atau fisik sebagai sifat cahaya yang dipancarkan secara subjektif atau psikologis warna adalah sebagai bagian dari pengalaman indra penglihatan dan penampilan warna dapat disebutkan de dalam :


(50)

34

a. Hue , rona warna atau corak warna

b. value, kualitas terang-gelap warna atau tua-muda warna c. chroma, intensitas atau kekuatan warna yaitu murni-kotor

warna, cemerlang-suram warna atau cerah-redup warna (Sanyoto, 2010:12)

menurut kejadiannya warna dibagi menjadi dua bagian, yaitu warna addictive yaitu warna-warna yang berasal dari cahaya yang disbeut spectrum, dengan warna pokok red, green dan blue (RGB), sedangkan warna subtractive merupakan warna yang berasal dari pigmen, dengan warna pokok cyan,magenta dan kuning (yellow) atau biasa disebut dengan CMYK (Sanyoto, 2010:13).

Teknik analisis data dalam penelitian ini diambil dengan mengumpulkan data-data tentang negara Amerika dalam film The Good Lie secara keseluruhan, untuk kemudian dijabarkan keseluruhan adegan tersebut kedalam sejumlah tabel, kemudian diambil adegan kunci dalam film, adegan-adegan tersebut kemudian dihubungkan dengan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini, yang kemudian dikontekstualisasikan dengan suatu perspektif teoritis yang ada.


(51)

35 BAB II

KONSTRUKSI BUDAYA AMERIKA-AFRIKA DALAM MEDIA

A. Konteks Budaya di Amerika

Amerika, sebagai negara dengan ratusan juta penduduk dan tempat dimana orang bertemu dan tinggal menetap disana, menjadi salah satu negara multiculture di dunia. Pada tahun 2016, menurut CIA World Factbook, USA (United States Of Amerika) dihuni oleh 323.995.528 Jiwa dan menjadikan Amerika masuk dalam daftar 10 negara terpadat di dunia. Awalnya bangsa yang pertama kali mengadakan kolonisasi di daerah ini adalah bangsa Indian yang datang dari Asia dengan menyeberangi daerah yang sekarang bernama selat Bering. Sekitar abad ke-16, setengah juta orang Indian tinggal di wilayah Amerika Utara dan mayoritas tinggal di daerah yang sekarang masuk dalam wilayah Amerika Serikat.

Benua Amerika tidak memiliki penduduk asli, karena sampai saat ini belum ditemukan jenis manusia primitif seperti manusia Jawa atau manusia purba. Para ahli purbakala sependapat bahwa nenek moyang bangsa Indian adalah varietas jenis Homo Sapiens yang telah mengalami evolusi. Menurut para ahli purbakala, bangsa Indian mulai menetap di benua Amerika sejak zaman es sekitar 34.000-30.000 SM, setelah mendapatkan perlengkapan pakaian hangat, kebudayaan, dan tempat berlindung yang memadai untuk mempertahankan hidup dalam iklim dingin di daerah baru. Mereka diduga berasal dari daratan Asia, yakni


(52)

36

Cina dan ras Mongoloid (ras manusia yang sebagian besar menetap di Asia Utara, Asia Timur, Asia Tenggara, dan Madagaskar di lepas pantai Timur Afrika). Nenek moyang orang-orang Indian bermigrasi ke Benua Amerika dalam kelompok-kelompok kecil secara bertahap dengan melalui Siberia Timur, Selat Bering, kemudian menuju Alaska yang ada di Benua Amerika bagian utara (Krisnadi, 20:2012).

Gambar 2.1

Sitting Bull, Salah satu orang Indian pada tahun 1890 Sumber http://native-american-indian-facts.com/

diakses pada 2 Maret 2017

Kehidupan suku Indian mulai berubah semenjak kedatangan orang Eropa (Inggris, Spanyol dan Prancis) ke daerah mereka pada tahun 1600-an di wilayah Amerika Utara. Sejak saat itu, telah b1600-anyak kelompok-kelompok orang Eropa datang ke Dunia Baru (Amerika) dengan alasan yang berbeda-beda. Bangsa Eropa tersebut membuat koloni-koloni yang


(53)

37

tersebar di wilayah-wilayah Amerika. Prancis memiliki koloni di Kanada, Quebec, Great Lake, Lousiana dan Lembah Ohio, Spanyol memiliki koloni di Florida, Meksiko, dan Inggris memiliki koloni yang berada di sepanjang pantai timur Samudra Atlantik. Mereka datang ke Benua Amerika didesak oleh beragam alasan dan ditempat baru mereka harus membina suatu peradaban baru di atas sebuah benua yang semula liar. Proses ini berlangsung selama lebih dari tiga abad (abad XVI-XVIII) (Krisnadi, 66:2012).

Semenjak kedatangan koloni-koloni bangsa Eropa, telah terjadi banyak hal di Amerika, seperti pada tahun 1613 terjadi perang perebutan koloni antara kolonis Prancis dengan Inggris, dan masih banyak perang lainnya yang terjadi hingga tahun 1763. Sampai akhirnya di bawah pimpinan Goerge Washington, Amerika berhasil memproklamasikan kemerdekaan pada 4 Juli 1776. Akhirnya pada tahun 1778, Prancis menjadi salah satu negara Eropa yang pertama kali memberikan dukungan kepada Amerika, dan satu tahun kemudian, Spanyol juga memberikan dukungan terhadap terbentuknya negara Amerika Serikat. Pada tahun 1876 Prancis memberikan sebuah patung kebebasan kepada Amerika Serikat yang diberi nama patung Liberty dan patung tersebut dipersembahkan oleh rakyat Prancis sebagai hadiah ulang tahun kemerdekaan Amerika yang ke 100 (Richard dalam Krisnadi,, 115-116:2012).

Amerika Serikat telah terbentuk dan merdeka, seperti yang sudah kita ketahui, sejak saat itu gelombang arus migrasi ke dunia baru ini terus


(54)

38

berdatangan dari berbagai penjuru dunia hingga saat ini (Chitwood dan Owsley, 1945:7,41). Amerika Serikat selama beberapa tahun lamanya telah menjadi tanah harapan bagi para kaum imigran yang datang dari berbagai negara. George Washington mengatakan “Dada Amerika terbuka untuk menerima tidak hanya tamu asing terhormat dan kaya, melainkan juga manusia yang tertindas dan dikejar-kejar dari segala bangsa maupun

agama” (Arthur, 1990:88). Seperti cerita dalam film The Good Lie, para

korban perang yang beruntung akan mendapat kesempatan untuk menjadi imigran ke Amerika, dan mereka menganggap jika di Amerika merupakan kehidupan kedua mereka.

Hingga pada detik ini, semakin banyak orang yang berasal dari berbagai negara di penjuru dunia datang dan tinggal menetap di Amerika, hal tersebut menjadikan Amerika semakin memiliki beragam budaya. Hubungan antar etnis di Amerika pada awalnya kurang baik, karena alasan para imigran tersebut datang ke Amerika berbeda satu dengan lainnya, ada yang beralasan karena ekonomi, politik, budaya, dan lainnya. Hal tersebut menjadi salah satu alasan ketidak harmonisan antar etnis yang ada di Amerika. Namun hal tersebut semakin lama semakin dapat dipahami karena mereka mulai beradaptasi dengan baik dan dapat hidup berdampingan hingga saat ini.

Beragam etnis yang datang dan tinggal di Amerika membuat Amerika semakin lama menjadi negara yang multicultur dan liberal (beragam dan bebas) karena banyak budaya yang hidup disana. Tidak


(55)

39

hanya budaya yang berwujud kesenian, tetapi budaya kebiasaan hidup orang Amerika juga beragam. Kebiasaan hidup orang Amerika yang sangat terlihat oleh dunia yaitu, budaya menciptakan teknologi canggih dan budaya kebebasan. Telah diketahui banyak orang jika Amerika merupakan salah satu negara besar dunia yang menjadi pusat pembuatan teknologi canggih. Perusahaan-perusahaan besar banyak berdiri di Amerika, hal tesebut jelas mendorong perekonomian negara.

Beragam budaya dan kemajuan ekonomi yang dimiliki Amerika membuat orang-orang dari penjuru dunia memiliki keinginan untuk sekedar mengunjungi dan juga mencari kehidupan yang lebih baik lagi di Amerika. Sebagai salah satu raksasa ekonomi dunia, Amerika memiliki peran penting di perekonomian dunia. Banyak negara telah menjadikan dolar sebagai mata uang negaranya dan dolar A.S dijadikan tolak ukur mata uang di beberapa negara. Berharga atau tidaknya mata uang negara mereka ditentukan oleh nilai tukar dolar dan bursa saham A.S yang dipandang sebagai indikator ekonomi dunia. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang menuju Amerika dan berpindah kewarganegaraan.

Time Is Money, itulah pedoman warga Amerika. Menurut warga Amerika, waktu adalah uang, oleh karena itu warga Amerika sangat menghargai waktu dan senang bekerja. Apapun yang diperintahkan oleh pemilik perusahaan maka kita harus patuh, asalkan mereka mendapat


(56)

40

pekerjaan lalu mendapatkan gaji untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Grafik 2.1

tingkat pekerja di Amerika pada tahun 2016

Sumber : http://id.tradingeconomics.com/united-states/unemployment-rate di akses pada tanggal 17 Januari 2017

Dalam bagan tersebut terlihat jika setiap bulan terjadi peningkatan jumlah pekerja di Amerika itu berarti warga Amerika semakin hari semakin sadar dalam hal pekerjaan. Kecerdasan, kapitalisme, masyarakat mandiri warga Amerika membuat Amerika menjadi salah satu negara yang menciptakan berbagai produk yang canggih dan dibutuhkan orang-orang di penjuru dunia. Produk-produk tersebut di antaranya,

- Wal-Mart - Exxon Mobil

- Berkhsire Hathway - Apple

- General Motor - Valero Energy - Ford Motor - Microsoft

- Coca-cola - McDonal’s


(57)

41

Data tersebut merupakan daftar hasil produksi perusahaan Amerika yang dirilis oleh majalah Fortune pada tahun 2013. Hasil produksi dari perusahaan itu tidak hanya dinikmati oleh warga Amerika tetapi juga seluruh orang di penjuru dunia tergantung dimana saja produk tersbeut dipasarkan. Hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa orang-orang dari luar Amerika berbondong-bondong mendatangi negara Super Power tersebut, karena mereka ingin memperbaiki hidup dengan bekerja di perusahaan-perusahaan yang ada di Amerika.

Produk transportasi, asuransi, elektronik, makanan dan lainnya, semua dapat Amerika ciptakan. Alasan mengapa produk-produk diciptakan, karena orang-orang cerdas Amerika melihat kebutuhan yang dibutuhkan oleh penduduknya. Teknologi elektronik menjadi salah satu kebutuhan wajib orang-orang di kota besar. Semakin berjalannya waktu maka orang akan membutuhkan segala sesuatu yang canggih, dan beberapa perusahaan di Amerika, seperti Apple mampu memberikan produk yang disukai semua orang hampir di segala penjuru dunia.

Tidak hanya alat elektronik, kebutuhan makanan orang Amerika pun diciptakan sesuai dengan perkembangan adanya alat yang canggih yang dapat membuat makanan dengan cepat, enak dan tahan lama. Restoran cepat saji, pabrik pembuat makanan cepat saji, pabrik pembuat makanan dan minuman kalengan kini beredar di supermarket, pasar tradisional, toko dan lainnya di segala kota penjuru dunia. Terciptanya produk serba instan membuat masyarakat semakin individualis dan


(58)

42

konsumtif karena segala sesuatu serba cepat dan praktis sehingga mereka tidak perlu bersusah payah memasak dan mendapatkan segala sesuatu yang mereka butuhkan dengan mudah karena orang hanya perlu ke restoran cepat saji ataupun ke supermarket untuk membeli apa yang mereka butuhkan.

Gambar 2.2

Suasana salah satu sudut kota NewYork

Sumber www.yvnewyork.com di akses pada 8 Januari 2017 Salah satu produk cepat saji yang mendunia dari Amerika yakni

McDonal’s. Restoran fast food yang terkenal dengan Hamburger tersebut

telah berdiri di kota-kota besar di penjuru dunia dan menjadi salah satu restoran favorit masyarakat. Pelayanan yang cepat dan penyajian yang cepat membuat orang-orang hampir setiap hari menikmati makanan di restoran berlambang M ini. Kebutuhan masyarakat akan hal-hal yang praktis membuat restoran cepat saji berdiri tidak satu dalam sebuah kota, namun bisa lebih.


(59)

43

Makanan cepat saji memang bisa menjadi solusi untuk menghemat waktu, namun adanya makanan cepat saji ternyata membuat dampak yang kurang baik jika dikonsumsi terus menerus. Obesitas atau kelebihan berat badan merupakan salah satu dampak akan adanya makanan cepat saji, karena disamping kurang sehat, orang tidak perlu repot-repot membeli bahan-bahan kemudian memasaknya dahulu baru bisa makan. Layanan pesan antar membuat orang semakin malas karena hanya lewat saluran telepon atau aplikasi kita dapat memesan apa yang kita inginkan dan kita hanya menunggu karena apa yang kita inginkan langsung di antar ke alamat yang kita inginkan.

Kasus obesitas semakin hari semakin melonjak, penelitian yang dilakukan oleh jurnal kesehatan The Lancet pada tahun 2011, 1,5 miliar orang dewasa di dunia memiiliki kelebihan berat badan dan setengah miliar orang lainnya mengalami kegemukan, terutama di Amerika serikat dan Inggris. Rata-rata orang yang mengalami obesitas adalah kaum laki-laki yang berpenghasilan tinggi karena mereka yang lebih sibuk bekerja dan memiliki gaji besar, sehingga lebih suka mengkonsumsi makanan dan minuman yang cepat saji karena akan membuang waktu mereka. Obesitas juga dipicu oleh perubahan sistem pangan global yang memproduksi lebih banyak bahan makanan olahan dan lebih terjangkau harganya sehingga memicu konsumsi berlebihan (www.voaindonesia.com, diakses pada 4 Februari 2017 pukul 15.00).


(60)

44

Dibeberapa negara seperti Afrika Selatan dan Indonesia, tingkat konsumsi makanan cepat saji berbeda dengan di Amerika, karena tingkat pendapatan ekonomi dan tingkat kesibukan warganya juga berbeda. Di Afrika Selatan, restoran fast food dan juga produk instan masih jarang ditemui karena dilihat dari segi ekonomi penduduk di beberapa kota di Afrika Selatan masih rendah, sehingga daya beli makanan cepat saji kurang. Keadaan geografis Afrika Selatan juga mempengaruhi tingkat konsumsi dan jenis konsumsi warganya, sebagian warga Afrika hanya memakan olahan tepung singkong dan tepung gandum, sehingga mereka tidak terbiasa bahkan tidak mengetahui seperti apa rasa ayam goreng, burger dan lainnya yang diciptakan oleh perusahaan asal Amerika.

Sementara di Indonesia restoran-restoran cepat saji semakin lama semakin mudah ditemui, karena daya beli masyarakat meningkat, dan hal tersebut semakin lama akan membuat kasus obesitas di Indonesia juga akan tinggi. Budaya latah atau meniru yang ada di Indonesia membuat masyarakat ramai-ramai datang ke restoran cepat saji dengan alasan ingin seperti orang Barat, ingin terlihat sebagai orang mampu dan berada. Anak muda yang semakin hari semakin mencintai produk cepat saji justru menjadikan restoran cepat saji untuk berkumpul ria, mengerjakan tugas, santai-santai, dan membuat mereka semakin malas dan meninggalkan masakan rumahan.

Setiap hal jika memiliki sisi positif pasti ada sisi negatifnya, sisi negatif dari kebudayaan yang dimiliki oleh Amerika salah satunya


(1)

155

memiliki kehidupan yang makmur dan hal itu akan berdampak pada pemasukan kas negara dan kemajuan negara.

4. Amerika VS Afrika seolah dilakukan dalam film ini. Menunjukkan apa yang dimiliki Amerika dan apa yang dimiliki Afrika. Amerika di perlihatkan sebagai sebuah negara yang kaya, makmur, kuat, besar, bukan negara konflik, dan berpengaruh, sedangkan Afrika ditunjukkan sebagai negara yang terbelakang, miskin, tandus, penuh konflik dan negara yang patuh terhadap negara lain. Pada tahun 2001 World Trade Center Amerika di tabrak oleh pesawat militan islam Al-Qaeda dan hal itu sempat membuat pemerintah dan warga Amerika panik dan kacau namun hal itu tidak berlangsung lama terbukti Amerika mampu bangkit dan justru semakin berkembang pesat. Kebangkitan Amerika membutikan kinerja pemerintah sangat baik, berbeda dengan Afrika yang tidak mampu bangkit dari segala konflik yang melanda negara itu. Perbedaan yang sangat terlihat, mana yang berkuasa dan mana yang dikuasai.

Meskipun film ini bercerita tentang tidak hanya Amerika tetapi juga Afrika, konstruksi yang dibangun dalam film ini masih menggunakan konstruksi budaya Barat sebagai kiblat (pusat kebudayaan)nya. Sehingga tidak heran jika film ini masih memasukan kebudayaan barat sebagai kebudayaan utamanya dan menjadikan Amerika sebagai negara penguasanya.


(2)

156 B. Saran

Beberapa saran terkait dari peneliti tentang kesimpulan pembahasan penelitian Representasi Budaya Amerika Dalam Film The Good Lie, diharapkan mampu dikoreksi kembali oleh peneliti selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan inspirasi bagi peneliti selanjutnya yang akan meneliti tentang film serupa dengan metode audience research. Penelitian terhadap penonton sangat penting karena nantinya dapat diketahui bagaimana penerimaan penonton terhadap Amerika sebagai negara kapitalis, individualis dan adi kuasa. Sebab, tidak semua penonton melihat adanya pesan-pesan tersembunyi dibalik sebuah film, sehingga diharapkan adanya penelitian selanjutnya agar diketahui berapa jumlah penonton yang sadar akan adanya pesan tersembunyi dalam film.


(3)

157

DAFTAR PUSTAKA

Bandel, Katrin. 2006. Sastra, Perempuan, Seks. Yogyakarta. Jalasutra.

Bandel, Katrin. 2016. Kajian Gender Dalam Konteks Pascakolonial. Yogyakarta : Sanata Dharma University Press.

Barker, Chris, 2008. Cultural Studies: Teori dan Praktik Edisi ke 4. Yogyakarta: Kreasi Wacana.

Barnard, Malcolm. 2007. Fashion Sebagai Komunikasi:Cara Mengkomunikasikan Identitas Sosial, Seksual, Kelas, Gender. Yogyakarta : Jalasutra.

Chitwood, Oliver Perry and Owsley. 1945. A Short History of the American People. New York : D. Van Nostrand Company, Inc.

Dahlan, Nasution. 1989. Politik Internasional Konsep dan Teori. Bandung : Erlangga.

Danesi, Marcel. 2012. Pesan, Tanda dan Makna : Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta : Jalasutra.

Djafar, Zainuddin dan Gayatri Marisca. 2012. Afrika Barat, Tengah dan Selatan. Jakarta : Universitas Indonesia.

Fiske, John. 2011. Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra

Hall, Stuart. 1997. Representation: Cultural Represerntation and Signifying Practices. London : Sage Publication.

Horton, Paul B and Chester L Hunt. 1999. Sosiologi Jilid 1. Jakarta : Erlangga. Huntington, P Samuel, dkk. 2005. Amerika dan Dunia. Jakarta : Yayasan Obor

Indonesia.

Junaedi, Fajar. 2012. Menyulap Kekalahan Operasi Militer AS dalam Film Hollywood dan Layar TV. Yogyakarta : Mata Padi Presindo

Krisnadi, IG. 2012. Sejarah Amerika Serikat. Yogyakarta. Ombak.

Lineberry, Robert L. 1983. Government In America People, Politics and Policy. Canada : Little brown and Company.

Luedtke, Luther S. 1994. Mengenal Masyarakat dan Budaya Amerika Serikat. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Machan, Tibor R. 1989. Kebebasan Dan Kebudayaan;Gagasan tentang Masyarakat Bebas. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.


(4)

158

Mann, Arthur. 1990. Yang Satu dan Yang Banyak : Refleksi tentang Identitas Amerika. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press

McClosky and John. 1988. Ethos Amerika. Sikap Masyarakat Terhadap Kapitalisme dan Demokrasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Priyatna, Nana. 2006. Ilmu Pengetahuan Sosial: Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi. Jakarta.

Ritchie, Donald A. 1985. Heritage Of Freedom. History Of The United States. New York : Macmillan Publishing Company.

Sanyoto, Sadjiman Edi, 2010. Nirmana : Elemen-elemen Seni dan Desain (Cetakan Kedua), Yogyakarta : Jalasutra.

Schlosser, Eric. 2015. Negeri Fast Food. Yogyakarta : Resist Book.

Schroeder, Richard C. 1989. Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat. Departement Luar Negri Amerika Serikat.

Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika. Yogykarta : Ombak.

Srinati, Dominic. 2003. Popular Culture, pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Bentang Budaya : Yogyakarta

Susetyo, D.P. Budi. 2010. Stereotip dan Relasi Antar Kelompok. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Taufik, Adnan Amal, dan Samsu Rizal Panggabean. 2004. Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Nigeria. Jakarta : IKAPI.

Thompson and Cristopher. 2009. Grammar of the Shot. Focal Press.

Youngs, J William T. 1981. American Realities. Historical Episodes, from recontruction to the present. Canada : Little, brown and Company.

Sumber Internet

www.dvdreleasedates.com (diakses pada 8/08/16 pukul 13.00). http://edition.cnn.com/2013/07/10/world/africa/south-sudan-fast-facts/

(diakses pada 11/03/17 pukul 13.53)


(5)

159

(diakses pada 2/03/17 pukul 13.30)

http://native-american-indian-facts.com/ (diakses pada 2/03/17 pukul 14.30)

http://www.antaranews.com/berita/417787/14800-warga-sudan-selatan-mengungsi-ke-kenya (diakses pada 2/03/17 pukul 14.30) https://hizbut-tahrir.or.id/2008/08/14/maklumat-politik-sudan/

(diakses pada 3/03/17 pukul 15.30)

http://global.liputan6.com/read/2625281/5-keuntungan-melepas-dan-tak-memakai-bra# (diakses pada 9/03/17 pukul 14.00)

http://www.nationalsexstudy.indiana.edu/graph.html (diakses pada 17/03/17 pukul 12.30)

http://www.nationalsexstudy.indiana.edu/condomgraph.html (diakses pada 17/03/17 pukul 12.30)

http://id.tradingeconomics.com/united-states/unemployment-rate (diakses pada 17/01/17 pukul 10.30)

www.yvnewyork.com (diakses pada 8/01/17 pukul 14.30) www.voaindonesia.com ( diakses pada 4/02/17 pukul 15.00 ) https://2001-2009.state.gov (diakses pada 3/03/17 pukul 15.00)

http://thekaiserworks.com/2016/02/13/10-kota-judi-terbesar-di-amerika-serikat/ (diakses pada 21/01/17 pukul 11.00 )

http://www.imdb.com/name/nm0265852/mediaviewer/rm2108338432 (diakses pada 15/12/16 pukul 19.00 )

http://america.day-dreamer.de/dream.htm (diakses pada 17/03/17 pukul 10.00) http://kainjeans.com/tentang-kain-jeans-denim/(diakses pada 9/03/17 pukul 14.00) http://www.mcdonalds.co.za/mcdonaldssa (diakses tanggal 3/03/17 pukul 14.00)

http://bisnis.liputan6.com/read/2442138/daftar-50-perusahaan-paling-dikagumi-di-dunia (diakses pada 18/03/17 pukul 21:45).

http://news.liputan6.com/read/2730196/cerita-lahirnya-pizza-hut-di-kansas-amerika-serikat (diakses pada 25 April 2017 pukul 09.30)

Journal.student.uny.ac.id

Skripsi

Driantomo. 2015. Rasisme Dalam Film 42 The True Story Of an American Legend. Yogyakarta : Fisipol UMY.

Haryono, Anto. 2013. Representasi Heroisme Ras Kulit Putih (WASP) Dalam Film Batman The Dark Knight. Yogyakarta : Fisipol UMY.

Humaeniah, Krisis di Sudan : Perjuangan Rakyat Sudan Selatan Menuntut Kemerdekaan Tahun 1956-2011, http://repository.upi.edu


(6)

160

Saputra, Edwar. 2015. Budaya Patriarki di Militer Amerika Dalam Film Hollywood. Yogyakarta : Fisipol UMY.

Film

Before The Flood, 2016 Fifty Shades Of Grey, 2015