GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAND HYGIENE PERAWAT DI BANGSAL AR ROYAN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING SLEMAN

(1)

i

Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAND HYGIENE PERAWAT DI BANGSAL AR ROYAN RS

PKU MUHAMMADIYAH GAMPING SLEMAN

Disusun Guna Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Dewiayu Septiani

20110320064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

i

Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAND HYGIENE PERAWAT DI BANGSAL AR ROYAN RS

PKU MUHAMMADIYAH GAMPING SLEMAN

Disusun Guna Memenuhi Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:

Dewiayu Septiani

20110320064

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

Karya Tulis Ilmiah

GAMBARAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HAND HYGIENE PERAWAT DI BANGSAL AR-ROYAN RS PKU

MUHAMMADIYAH GAMPING SLEMAN Disusun Oleh:

DEWIAYU SEPTIANI 20110320064

Telah disetujui dandiseminarkanpada tanggal : 29 Agustus 2016

Dosen Penguji

Wulan Noviani, S.Kep., Ns., MM (...) NIK : 19861116 201404 173169

DosenPembimbing

Novita Kurnia Sari, S. Kep., Ns., M. Kep (...) NIK : 1981117 200510 173075

Mengetahui

Ketua ProdiIlmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Dewiayu Septiani NIM : 20110320064 Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam DaftarPustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016 Yang Membuat Pernyataan,


(5)

iv

HALAMAN MOTTO

Kalau Allah menghendaki, sesulit apapun akan menjadi mudah dan yang mustahil akan menjadi mungkin. “Dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu

berharap” QS. Al – Insyirah: 8

“IF YOU NEVER TRY, YOU WILL NEVER KNOW”

“Masa depan adalah milik mereka yang percaya pada indahnya mimpi – mimpi mereka”– Eleanor Roosevelt

“Sukses bukanlah akhir dari segalanya, kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal.Namun keberanian untuk meneruskan kehidupanlah yang diperhatikan” – Sir


(6)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini peneliti persembahkan kepada:

1. Orang tua tercinta, ayahanda Widodo, S.H dan ibunda Ismarini yang telah memberikan kasih sayang serta doanya kepada peneliti, yang telah memberikan dukungan moril serta materil sepanjang waktu, yang tak pernah mengenal lelah untuk membahagiakan anak-anaknya.

2. Adikku Doni Nopriansyah, terimakasih atas dukungannya. Tetap semangat untuk meraih masa depan yang lebih baik, cepat selesai kuliahnya, buat ibu dan bapak bangga atas prestasi – prestasimu.

3. Keluarga besar Alm. Nasam dan keluarga besar Tini, terimakasih atas segala dukungan dan motivasi yang diberikan kepada peneliti.

4. Ratman, yang telah memberikan pelajaran berharga tentang, kesabaran, kedewasaan, yang selalu menjadi tempat berbagi suka-duka serta canda-tawanya, tetap semangat untuk menyelesaikan kewajibannya dan jangan pernah lelah untuk terus berproses menjadi lebih baik lagi. Terimakasih telah hadir di kehidupan peneliti.

5. Ibu Novita Kurniasari, S.Kep., Ns., M.Kep., terimakasih atas setiap waktu dan ilmu yang diberikan. Karya tulis ini tidak akan terwujud tanpa bimbingan ibu.

6. Teman – teman satu bimbingan dalam Karya Tulis Ilmiah ini (M. Riyanto, Dahlia Desi, Rizka Amalia, Tria, Dara, Anend, Eka Widiawati, dan Rahmi). Terimakasih atas dukungan dan ilmu yang telah kalian bagi.


(7)

vi

Semoga kita belajar banyak tentang arti kesabaran dan perjuangan, sukses untuk kalian semua.

7. Sahabat-sahabat peneliti selama di kampus (Any Masfuati, Vina Glaeli, serta kak Sukron), terimakasih atas bantuan, semangat serta dukungannya. 8. Sahabat sekaligus keluarga kedua peneliti selama di tanah rantau, KAVA

(Eka, Aflah, dan Virgi) terimakasih telah berbagi suka, duka, canda, serta tawa kalian untuk peneliti, sukses selalu untuk kalian semua.

9. Chintya Violinita, Agusthya Fitriyanti, Era Darawaty, Ai Eri M.S, terimakasih telah mengajarkan arti persahabatan. Jarak bukanlah hambatan untuk kita tetap saling mendukung, mendengarkan, dan tempat berbagi keluh kesah. Semoga persahabatan kita kekal abadi, jangan pernah bosan untuk jadi sahabat peneliti.

10. Semua dosen PSIK UMY yang telah memberikan ilmu dan dukungan selama ini dalam menempuh pendidikan.

11. RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, terimakasih telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.

12. Seluruh teman-teman PSIK angkatan 2011. Terimakasih atas suka, duka dan dukungannya, dan semua pihak yang telah memberikan dukungan yang tidak bisa peneliti sebutkan satu-persatu.


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hand Hygiene Perawat di Bangsal Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu, peneliti mengharapkan berbagai kritik dan saran bagi siapa saja yang membaca Karya Tulis Ilmiah ini, tentunya yang bersifat membangun bagi peneliti. Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini peneliti banyak mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih pada:

1. Ibu Novita Kurniasari. S. Kep., Ns., M. Kep selaku dosen pembimbing yang penuh dengan kesabaran, kelembutan sehingga mampu membimbing dan mengarahkan peneliti dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini.

2. Ibu Wulan Noviani, S.Kep., Ns., MM selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan masukan yang sangat berharga untuk kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

3. Kepala ruang bangsal Ar Royan PKU Muhammadiyah Gamping Sleman yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini.


(9)

viii

4. Kedua Orang tua yang peneliti cintai, Ayahanda Widodo,S.H dan Ibunda Ismarini serta Adik yang selama ini telah memberi dukungan, semangat, serta do’anya untuk peneliti.

5. Semua sahabat terbaikku yang telah membantu dan memberikan motivasi dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Teman seperjuangan PSIK 2011 yang selalu memberikan semangat, semoga kita semua sukses dan tetap dalam lindungan Allah SWT.

Semoga Allah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua yang telah membantu peneliti dalam mewujudkan Karya Tulis Ilmiah ini. Peneliti menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala pendapat saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat peneliti harapkan.

Yogyakarta, 25 Agustus 2016 Penulis


(10)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN...ii

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ... iii

HALAMAN MOTTO………...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL………xii

DAFTAR SINGKATAN……….xiii

DAFTAR LAMPIRAN………...xiv

ABSTRACT………..xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Penelitian Terkait ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rumah Sakit ... 11

B. Cuci Tangan... 13

1. Definisi Cuci Tangan... 13

2. Tujuan Cuci Tangan...15

3. Fungsi Cuci Tangan...15

4. Keuntungan Cuci Tangan...16

5. Indikasi Cuci Tangan...16

6. Macam-macam kebersihan Tangan...19

7. Produk Kebersihan Tangan...21

8. Langkah-langkah Cuci Tangan...22


(11)

x C. Health-care Associated Infection (HAIs)

1. Definisi HAIs...33

2. Penyakit Akibat HAIs...34

3. Cara Penularan HAIs...36

4. Pencegahan HAIs...37

5. Faktor Penyebab Terjadinya HAIs...39

D. Kerangka Konsep ... 42

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 43

B. Populasi dan Sampel ... 43

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 44

D. Variabel Penelitian ... 45

E. Definisi Operasional ... 46

F. Instrumen Penelitian ... 48

G. Jalannya Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 48

H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 50

I. Pengolahan dan Analisa Data ... 53

J. Etika Penelitian ... 55

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian……….………..57

B. Hasil Penelitian………...59

1. Presentase Karakteristik Responden……….59

2. Presentase Faktor yang Mempengaruhi HH…………..………60

C. Pembahasan………66

D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian………..77

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan……….………..79

B. Saran………..80

Daftar Pustaka ... 82 Lampiran


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lima Moment Hand Hygiene ... 19

Gambar 2.2 Prosedur Mencuci Tangan Menggunakan Sabun dan Air ... 24

Gambar 2.3 Prosedur Mencuci Tangan Menggunakan Handrub...25


(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 46 Tabel 3.2 Kisi-kisi Kuesioner………51 Tabel 4.1 Distribusi Karakteristik Responden di Bangsal Ar-Royan

RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman (N=20)……… 60 Tabel4.2Frekuensi Faktor – Faktor yang Mempengaruhi pelaksanaan

hand hygiene (n = 20)……….. 61

Tabel 4.3Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Tingkat Pengetahuan Perawat dalam Melakukan Hand Hygiene di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman (n=20)……… 62 Tabel 4.4Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Fasilitas Rumah Sakit Perawat dalam Melakukan Hand Hygiene di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman (n=20)……….63 Tabel 4.5Tabulasi Silang Karakteristik Responden dengan Kebijakan Rumah Sakit dalam Melakukan Hand Hygiene di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman (n=20)……….65


(14)

xiii

DAFTAR SINGKATAN

World Health Organization : WHO

Hand Hygiene : HH

Healthcare-Associated Infection : HAIs

Rumah SakitUmum : RSU

Infeksi Luka Operasi : ILO

Infeksi Saluran Kemih : ISK

Intensive Care Unit : ICU

Departemen Kesehatan : DepKes


(15)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Kuesioner

Lampiran 2. Surat Keterangan Layak Etika Penelitian Lampiran 3. Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 4. Surat Uji Validitas dan reliabilitas Lampiran 5. Surat ijin penelitian


(16)

xv

Septiani, DA. (2016). Overview of factors that affecting Nurse Hand Hygiene in Ar Royan’s Ward at PKU Muhammadiyah Hospital Gamping Sleman.

Supervisor:

Novita Kurniasari, S.Kep., Ns., M.Kep ABSTRACT

Background: Health Care Associated Infection (HAIs) is an infection that occurs by the result of health care. The most important basic technique in preventing and controlling transmission of the infection is by washing hands. This study aims to describe any factors that can be influence hand hygiene of nurses at

Ar Royan’s ward on PKU Muhammadiyah Hospital, Gamping Sleman.

Method: Design of this research was descriptive analytic quantitative approach. The sampling technique in this research is by total sampling with 20 of nurses that working in Ar Royan’s ward on PKU Muhammadiyah Hospital Gamping Sleman. Data analysis that used on this research is frequency distribution.

Result: According to the research, researcher found the average age of 17-25 years old are 13 (65%), aged 26-35 years old are 7 (35%), male are 5 (17-25%), femaleare 15 (75%), D3 graduateare 15 (75%), S1 graduate are 5 (25%), nurses that has 1 year experience are 11 (55%), and nurses that has > 1 year experience are 9 (45%). Education 10 (50%), facility of hand hygiene 15 (75%) inadequate, policy 17 (85%) support.

Conclusion: The knowledge of nurses at PKU Muhammadiyah Gamping Sleman Hospital, still low classified, the facilities of hand hygiene were not supported enough although the policy of the hospital was very supported. This research could be reference for hospital staff, in order to increase the hand hygienetraining.


(17)

xvi

Septiani, DA. (2016). Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi Hand Hygiene Perawat di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.

Pembimbing:

Novita Kurniasari, S.Kep., Ns., M.Kep INTISARI

Latarbelakang: Health Care Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang tejadi akibat pelayanan kesehatan. Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah dengan cara cuci tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi hand hygiene perawat di bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah, Gamping Sleman.

Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu total sampling dengan sampel 20 perawat yang bekerja di bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman. Analisa data yang digunakan adalah data distribusi frekuensi.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa rata-rata usia 17-25 tahun 13 (65%), usia 26-35 tahun 7 (35%), jenis kelamin laki-laki 5 (17-25%), perempuan 15 (75%), pendidikan D3 15 (75%), S1 5 (25%), dan masa kerja 1 tahun 11 (55%), dan > 1 tahun 9 (45%).Pengetahuan 10 (50%), fasilitas 15 (75%) kurang memadai, 5 (25%), kebijakan 3 (15%) kurang mendukung, dan 17 (85%) mendukung.

Kesimpulan: Pengetahuan perawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman masih tergolong rendah, fasilitas cuci tangan masih kurang memadai namun kebijakan rumah sakit sudah sangat mendukung.Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pihak rumah sakit, agar dapat meningkatkan pelatihan tentang hand hygiene.


(18)

(19)

Septiani, DA. (2016). Overview of factors that affecting Nurse Hand Hygiene in Ar Royan’s Ward at PKU Muhammadiyah Hospital Gamping Sleman.

Supervisor:

Novita Kurniasari, S.Kep., Ns., M.Kep ABSTRACT

Background: Health Care Associated Infection (HAIs) is an infection that occurs by the result of health care. The most important basic technique in preventing and controlling transmission of the infection is by washing hands. This study aims to describe any factors that can be influence hand hygiene of nurses at

Ar Royan’s ward on PKU Muhammadiyah Hospital, Gamping Sleman.

Method: Design of this research was descriptive analytic quantitative approach. The sampling technique in this research is by total sampling with 20 of nurses that working in Ar Royan’s ward on PKU Muhammadiyah Hospital Gamping Sleman. Data analysis that used on this research is frequency distribution.

Result: According to the research, researcher found the average age of 17-25 years old are 13 (65%), aged 26-35 years old are 7 (35%), male are 5 (17-25%), femaleare 15 (75%), D3 graduateare 15 (75%), S1 graduate are 5 (25%), nurses that has 1 year experience are 11 (55%), and nurses that has > 1 year experience are 9 (45%). Education 10 (50%), facility of hand hygiene 15 (75%) inadequate, policy 17 (85%) support.

Conclusion: The knowledge of nurses at PKU Muhammadiyah Gamping Sleman Hospital, still low classified, the facilities of hand hygiene were not supported enough although the policy of the hospital was very supported. This research could be reference for hospital staff, in order to increase the hand hygienetraining.


(20)

Septiani, DA. (2016). Gambaran Faktor-faktor yang mempengaruhi Hand Hygiene Perawat di Bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.

Pembimbing:

Novita Kurniasari, S.Kep., Ns., M.Kep INTISARI

Latarbelakang: Health Care Associated Infection (HAIs) adalah infeksi yang tejadi akibat pelayanan kesehatan. Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah dengan cara cuci tangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi hand hygiene perawat di bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah, Gamping Sleman.

Metode: Desain penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan pendekatan kuantitatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu total sampling dengan sampel 20 perawat yang bekerja di bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman. Analisa data yang digunakan adalah data distribusi frekuensi.

Hasil: Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa rata-rata usia 17-25 tahun 13 (65%), usia 26-35 tahun 7 (35%), jenis kelamin laki-laki 5 (17-25%), perempuan 15 (75%), pendidikan D3 15 (75%), S1 5 (25%), dan masa kerja 1 tahun 11 (55%), dan > 1 tahun 9 (45%).Pengetahuan 10 (50%), fasilitas 15 (75%) kurang memadai, 5 (25%), kebijakan 3 (15%) kurang mendukung, dan 17 (85%) mendukung.

Kesimpulan: Pengetahuan perawat di RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman masih tergolong rendah, fasilitas cuci tangan masih kurang memadai namun kebijakan rumah sakit sudah sangat mendukung.Penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pihak rumah sakit, agar dapat meningkatkan pelatihan tentang hand hygiene.


(21)

1 A. Latar Belakang Masalah

Konsumen rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat kompleks. Kompleksitasnya sebuah rumah sakit tidak hanya dari jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para dokter ataupun tenaga medis lainnya untuk mengetahui diagnostik dan menentukan jenis terapinya (Darmadi, 2008) Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Siregar, 2005). Mengingat pelayanan kesehatan sangat penting bagi setiap penduduk, oleh karena itu rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan (Tomey, 2006).

HAIs (Health-care Associated Infection) adalah infeksi yang terjadi akibat pelayanan kesehatan. Kriteria HAIs adalah infeksi yang terjadi atau yang didapat di rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan setelah 48 jam atau lebih, dan bukan merupakan dampak dari tanda dan gejala infeksi sebelumnya. Infeksi ini dapat menambah biaya perawatan pasien dan juga


(22)

akan memperpanjang perawatan di rumah sakit serta menimbulkan biaya untuk uji diagnostik dan pengobatan lain (Soedarmo dkk, 2008).

HAIs banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di negara miskin dan negara berkembang. Suatu penelitian yang dilakukan oleh (WHO, 2009), menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik tetap menunjukkan adanya HAIs dengan Asia Tenggara sebanyak 10,0%.

Beberapa studi menunjukkan bahwa jenis dan ruang perawatan mempunyai risiko HAIs tertinggi. Jenis HAIs tertinggi adalah infeksi pada luka operasi (ILO), saluran kemih (ISK), dan saluran nafas bawah (WHO, 2009). Hingga kini, ILO nampak sebagai jenis HAIs yang paling banyak disurvei dan merupakan jenis infeksi terbanyak di negara berkembang. Insiden ILO mencapai 1,2 hingga 23,6 per-100 prosedur bedah (WHO, 2009). Berdasarkan ruang rawatnya, prevalensi HAIs tertinggi terdapat di intensive care unit (ICU) dan di ruang rawat bedah dan ortopedi (WHO, 2009). Berdasarkan studi multisenter terbaru di Eropa, didapatkan proporsi pasien yang mengalami infeksi di ICU mencapai 51 % dengan mayoritas merupakan HAIs dan risiko infeksi meningkat sesuai dengan peningkatan durasi lama rawat. Secara umum, pasien-pasien di critical care memiliki kerentanan lebih tinggi menderita HAIs termasuk devices-related infections (WHO, 2009). Angka infeksi menjadi tinggi pada pasien dengan peningkatan kerentanan oleh karena usia, adanya penyakit lain yang mendasari (underlying disease), serta obat-obatan (WHO, 2009).


(23)

Di Indonesia terdapat data HAIs dari 10 Rumah Sakit Umum (RSU) yang didapatkan angka kejadian HAIs yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 6-16 % dengan rata-rata 9,8 %. Infeksi yang paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada RS di Indonesia bervariasi antara 2-18 % dari keseluruhan prosedur pembedahan (Depkes RI, 2008). Menurut hasil studi deskriptif Suwarni (2006), di semua rumah sakit di Yogyakarta tahun 2009 menunjukkan bahwa proporsi kejadian HAIs berkisar antara 0,0% hingga 12,06% dengan rata-rata keseluruhan 4,26%. Selama 10-20 tahun belakangan telah banyak perkembangan yang telah dibuat untuk mencari masalah utama terhadap meningkatnya angka kejadian HAIs di banyak negara.

Teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan penularan infeksi adalah dengan cara cuci tangan. Mencuci tangan secara tepat merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan insidensi HAIs. Langkah sederhana namun efektif dalam melindungi pasien dari kejadian infeksi adalah cuci tangan (Williams dkk, 2009). Namun, penerapan cuci tangan yang sesuai prosedur oleh petugas kesehatan masih rendah. Secara umum, tingkat pemenuhan cuci tangan sesuai prosedur oleh petugas kesehatan di bawah 50% (Mani dkk, 2010).

Hand hygiene adalah istilah yang digunakan untuk mencuci tangan menggunakan antiseptik pencuci tangan. Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global patient safety challenge dengan clean care is safe care, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan hand hygiene untuk petugas


(24)

kesehatan dengan My five moments for hand hygiene, yaitu melakukan cuci tangan sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum melakukan prosedur bersih dan steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (Jamaluddin dkk, 2012).

Kebersihan tangan merupakan salah satu cara yang paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Penyedia layanan kesehatan harus berlatih dan membiasakan dengan kebersihan tangan pada titik-titik kunci sebelum kontak dengan pasien, setelah kontak dengan cairan tubuh atau darah atau permukaan yang terkontaminasi, sebelum prosedur invasif, dan setelah melepas handscoens (CDC, 2012).

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh Musadad dkk (2005) tentang perilaku cuci tangan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat menunjukkan bahwa sebagian besar petugas tersebut tidak melaksanakan cuci tangan. Hal ini terlihat pada waktu petugas akan memeriksa pasien, baik saat pertama kali atau pergantian dari pasien satu ke pasien lainnya. Perawat pada umumnya mencuci tangan setelah selesai melakukan pemeriksaan pasien keseluruhannya. Kondisi seperti ini dapat memicu terjadinya HAIs.

Menurut teori Green dalam Notoadmojo (2007) menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan dimana kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yaitu faktor perilaku (Behavior Causes) dan


(25)

faktor diluar perilaku (Non Behavior Causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai. Kemudian faktor-faktor pendukung (Enabling Factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya fasilitas untuk cuci tangan; dan faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Perubahan perilaku individu baru menjadi dapat optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi individu itu sendiri dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya.

Faktor-faktor yang dianggap berkontribusi dalam kebersihan tangan (hand hygiene) perawat adalah karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta, et.al. 2009 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat meliputi usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, ketersediaan fasilitas untuk mencuci tangan, kondisi pasien dan kebijakan rumah sakit (Lankford, et al, 2005). Perawat yang bekerja di rumah sakit mempunyai karakter yang berbeda-beda dan sangat beragam baik tingkat


(26)

pendidikan, umur, masa kerja, maupun tingkat pengetahuannya. Perbedaan karakteristik ini tentunya akan berpengaruh terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap profesional seorang perawat dalam menjalankan perannya.

Apabila dilihat dari indikasi 5 momen hand hygiene perawat menunjukkan bahwa perawat mengabaikan hand hygiene sebelum kontak dengan pasien, hal ini didasarkan pada perawat yang kurang menyadari bahwa tangan perawat dapat membuat pasien terkontaminasi kuman dari tindakan sebelumnya setelah menyentuh pasien sebelumnya atau barang disekitar pasien. Takahashi dan Turale (2010) menyebutkan ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku petugas kesehatan terhadap pelaksanaan hand hygiene perawat yaitu faktor personal dan faktor lingkungan. Faktor personal meliputi kurangnya pengetahuan tentang praktek hand hygiene sesuai standar, kurangnya petugas kesehatan mengikuti seminar tentang HAIs, kurangnya pengetahuan tentang proses perjalanan HAIs serta kurangnya pengetahuan akan pentingnya melakukan hand hygiene dalam mengurangi penyebaran bakteri dan mencegah terjadinya kontaminasi pada tangan. Sedangkan faktor lingkungan antara lain kurangnya fasilitas hand hygiene, komite pengendalian HAIs, evaluasi terhadap perilaku petugas kesehatan terhadap hand hygiene, kurangnya tenaga kesehatan, pasien yang terlalu banyak atau overcrowding, iritasi kulit dan kurang komitmen dari institusi tentang hand hygiene yang baik.


(27)

Menurut WHO (2010) untuk meningkatkan pelaksanaan hand hygiene diperlukan multidimensi strategi pendekatan, diantaranya adalah perubahan sistem dengan menyediakan hand rub berbasis alkohol selain wastafel dan sabun antiseptic disetiap titik perawatan, pendidikan dan pelatihan kepada petugas kesehatan secara teratur serta adanya pengingat di tempat kerja untuk promosi dan meningkatkan kepedulian petugas kesehatan. Dengan demikian kunci keberhasilan dalam pelaksanaan hand hygiene perawat adalah berasal dari berbagai intervensi yang melibatkan perubahan perilaku, pendidikan kreatif, monitoring dan evaluasi serta yang lebih penting adalah keterlibatan supervisor sebagai role model serta adanya dukungan dari pimpinan.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 7 November 2014, pada pukul 08.00 sampai 10.30 di bangsal Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, dari 30 kali cuci tangan yang dilakukan oleh perawat, hanya ada 5 cuci tangan yang dilakukan dengan tepat berdasarkan 5 moment cuci tangan dan 6 langkah cuci tangan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin mengetahui “Gambaran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hand Hygiene Perawat Di Bangsal Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, ketersediaan fasilitas untuk mencuci


(28)

tangan dan kebijakan rumah sakit mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat di bangsal Ar Royan Rumah Sakit PKU Gamping Sleman?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, masa kerja, pengetahuan, ketersediaan fasilitas untuk mencuci tangan dan kebijakan rumah sakit pada hand hygiene perawat di bangsal Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ilmu Pengetahuan

Memberikan informasi tentang pentingnya cuci tangan untuk mencegah berbagai penyakit karena HAIs.

2. Bagi Instansi Rumah Sakit

Sebagai masukan bagi petugas kesehatan terutama bagian Manajemen Rumah Sakit dan tim PPI rumah sakit tentang pelaksanaan HH yang telah dijalankan.

3. Bagi Peneliti selanjutnya

Menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. 4. Bagi Profesi Keperawatan

Diharapkan dapat lebih memperhatikan pelayanan dalam memberikan tindakan keperawatan pada pasien dan menjadi bahan masukan serta pertimbangan pada pengembangan prosedur cuci tangan selama tindakan keperawatan dalam upaya pencegahan infeksi.


(29)

E. Penelitian Terkait

Penelitian yang berhubungan dengan determinan pelaksanaan hand hygiene perawat sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh:

1. Penelitian Sumarni (2012) yang meneliti tentang “Hubungan Antara Ketepatan Cuci Tangan Steril dengan Kejadian Infeksi Pasien Post Operasi

Secsio Cessaria di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta”.

Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah ketepatan cuci tangan steril dan kejadian infeksi pasien post operasi secsio cessaria. Desain penelitian korelasional dengan dengan menggunakan crossectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara ketepatan cuci tangan steril dan kejadian infeksi pasien post operasi secsio cessaria di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada tahun penelitian, tempat penelitian dan subyek penelitian. Sedangkan persamaannya dengan penelitian ini adalah pada topik penelitian yang digunakan.

2. Penelitian Lisa (2008) tentang “Efektivitas Pemberian Simulasi Hand Hygiene Terhadap Kepatuhan Hand Hygiene Petugas Non Medis di

Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II”. Sampel yang

digunakan adalah petugas non medis dibagian keamanan, gizi, dan kebersihan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah II Yogyakarta yang berjumlah 37 orang. Desain penelitian one group pre post test design dengan menggunakan analisis Uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa didapatkan pelaksanaan hand hygiene sesuai prosedur yang benar sebesar


(30)

0,55% dan tingkat kepatuhan sebesar 13,83% setelah dilakukan simulasi hand hygiene. Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada judul penelitian, tahun penelitian, dan subyek penelitian. Sedangkan persamaannya dengan penelitian ini adalah tempat penelitian.


(31)

11 A. Rumah Sakit

1. Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang tujuan utamanya lebih mementingkan fungsi sosial yaitu memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat. Kata ”Rumah Sakit dalam bahasa inggris adalah Hosputal, yaitu berasal dari kata Yunani Hospitus. Hospitium adalah suatu tempat unutuk menerima orang asing dan peziarah dijaman dahulu, pertamanya Rumah Sakit hanya melayani para peziarah, orang miskin dan penderita penyakit pes namun lambat laun arti Rumah Sakit bertambah luas.

Pengertian Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 159b/Menkes/Per 11/1998 adalah :

”Rumah Sakit adalah suatu sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian”

Pengertian rumah sakit menurut WHO (World Health Organization) yang dikutip oleh Guwandi (2007) adalah sebagai berikut : ”The hospital is an integral part of social an medical organization, the function which is to provide for the population complete health care, both curative and whose outpatient service reach out to the


(32)

family and its home environment, the hospital is also a centre of training

of helth workers and for biosocial research”.

Berdasarkan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa rumah sakit adalah institusi atau organisasi yang memberikan jasa pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas secara komprehensif dan juga dalam penyelenggaraan pelatihan untuk para dokter dan para medis serta pengembangan penelitian. Rumah Sakit pada dasarnya mempunyai fungsi dan tugas.

Berikut merupakan tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit, yaitu ; a) Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis.

b) Melaksanakan pelayanan medis tambahan, pelayanan penunjang medis tambahan.

c) Melaksanakan pelayanan kedokteran kehakiman. d) Melaksanakan pelayanan medis khusus.

e) Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan. f) Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi. g) Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial. h) Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan.

i) Melaksanakan pelayanan rawat jalan atau rawat darurat dan rawat tinggal (observasi).


(33)

k) Melaksanakan pelayanan administratif. l) Melaksanakan pendidikan para medis. m) Membantu pendidikan tenaga medis umum. n) Membantu pendidikan tenaga medis spesialis. o) Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan. p) Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi.

Tugas dan fungsi ini berhubungan dengan kelas dan tipe rumah sakit yang di Indonesia terdiri dari rumah sakit umum dan rumah sakit khusus, kelas a, b, c, d. Berbentuk badan dan sebagai unit pelaksana teknis daerah. Perubahan kelas rumah sakit dapat saja terjadi sehubungan dengan turunnya kinerja rumah sakit yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Indonesia melalui keputusan Dirjen Medik.

B. Cuci Tangan

1. Pengertian Cuci Tangan

Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanis melepaskan kotoran dan debris dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan air (DepKes RI, 2008). Kebersihan tangan adalah elemen inti untuk melindungi pasien terhadap HAIs. Mencuci tangan dengan cara menggosok tangan menggunakan alkohol (alcohol-based) adalah prosedur yang sederhana dan ringan yang membutuhkan hanya beberapa detik (Sax H, et al., 2007).


(34)

Cuci tangan adalah proses membuang kotoran dan debu secara mekanik dari kulit kedua belah tangan dengan menggunakan sabun dan air (Tietjen, 2005). Sementara itu menurut Perry dan Potter (2005), mencuci tangan merupakan teknik yang paling penting dalam pencegahan dan pengontrolan infeksi. Hand hygiene merupakan istilah umum yang biasa digunakan untuk menyatakan kegiatan yang terkait membersihkan tangan (WHO, 2009).

Cuci tangan harus dilakukan dengan baik dan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan walaupun telah memakai sarung tangan dan alat pelindung lainnya. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada di tangan sehingga penyebaran penyakit dapat di kurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Tangan harus dicuci sebelum dan sesudah memakai sarung tangan. Cuci tangan tidak dapat digantikan oleh pemakaian sarung tangan.

Salah satu cara untuk mencegah kontaminasi silang dari mikroorganisme sehingga dapat menurunkan dan mencegah insiden kejadian HAIs yaitu hand hygiene, baik itu melakukan proses cuci tangan atau disinfeksi (Akyol, 2005). Salah satu cara terpenting dalam pengontrolan infeksi agar dapat mencegah HAIs yaitu dengan cara melaksanakan hand hygiene, baik melakukan cuci tangan atau handrubbing (Mani dkk, 2010).


(35)

2. Tujuan Cuci Tangan

Tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu untuk mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan, mencegah terjadinya infeksi silang (cross infection), menjaga kondisi lingkungan agar tetap bersih dan steril, melindungi diri dan pasien dari infeksi, serta memberikan perasaan segar dan bersih (Susiati, 2008). Tujuan mencuci tangan merupakan salah satu unsur pencegahan penularan infeksi (CDC, 2012). Karena penularan penyakit dapat terjadi ketika orang yang terinfeksi tidak mencuci tangan dengan benar kemudian langsung menyentuh atau mengolah makanan dan makanan tersebut dikonsumsi orang lain. Mencuci tangan juga dapat menurunkan bioburden (jumlah mikroorganisme) pada tangan dan untuk mencegah penyebarannya ke area yang tidak terkontaminasi, seperti pasien, tenaga perawatan kesehatan dan peralatan (Schaffer, 2010). 3. Fungsi Cuci Tangan

Cuci tangan dapat berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi mikroorganisme yang ada atau menempel di tangan. Jika tangan bersifat kotor, maka tubuh sangat beresiko terhadap masuknya mikroorganisme. Cuci tangan harus dilakukan dengan benar menggunakan air bersih dan sabun. Air yang tidak bersih banyak mengandung bakteri dan kuman penyebab penyakit, bila digunakan kuman akan berpindah ke tangan. Sabun dapat membersihkan kotoran dan membunuh kuman, tanpa sabun kotoran dan kuman masih tertinggal di tangan (Proverawati dan Eni, 2012).


(36)

4. Keuntungan Cuci Tangan

Cuci tangan sangat berguna untuk membunuh kuman penyakit yang ada di tangan. Tangan yang bersih akan mencegah penularan penyakit seperti diare, kolera disentri, typus, cacingan, penyakit kulit, inspeksi saluran pernapasan akut (ISPA), dan flu burung. Dengan mencuci tangan, maka tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman (Proverawati dan Eni, 2012).

5. Indikasi Saat Mencuci Tangan

Indikasi saat melakukan cuci tangan adalah : Sebelum dan setelah kontak dengan pasien atau melakukan prosedur, seperti mengganti balutan, menggunakan tempat sputum, melakukan injeksi, penggantian infus, drainase atau darah. Sebelum dan sesudah memegang peralatan yang digunakan pasien. Setelah kontak dengan cairan tubuh dan sebelum prosedur aseptik (WHO,2009). Adapun indikasi melakukan cuci tangan yang lain menurut (Tietjen, 2005) yaitu setelah menggunakan ruang istirahat dan setelah membersihkan hidung. Sebelum dan setelah makan. Sebelum dan setelah mengambil spesimen. Jika tangan kotor, jika akan bertugas dan setelah selesai bertugas.

Menurut Soedarmo et al (2008), mencuci tangan atau membersihkan tangan dilakukan pada saat:

a. Setelah menangani darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan benda-benda yang terkontaminasi.


(37)

c. Setiap tugas dan tindakan pada pasien yang sama untuk mencegah kontaminasi silang pada tempat yang berbeda.

d. Segera setelah melepas sarung tangan.

e. Menggunakan sabun biasa, sabun antimiroba atau cairan antiseptic. Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC, 2002 dalam Potter dan Perry, 2009) Jika tangan tidak terlihat kotor gunakan agen antiseptik yang mengandung sedikit air dan alkohol untuk menghilangkan kontaminasi pada tangan secara rutin pada semua situasi klinis, yaitu:

a. Setelah kontak dengan kulit klien (ketika sedang memeriksa frekuensi nadi, tekanan darah, mengangkat klien, injeksi, atau mengganti infus).

b. Sebelum makan.

c. Setelah kontak dengan cairan tubuh atau sekret, membran mukosa, kulit yang tidak utuh atau perban luka selama tangan tidak terlihat kotor.

d. Ketika berpindah dari bagian tubuh yang terkontaminasi ke bagian tubuh yang bersih saat merawat klien.

e. Setelah kontak dengan objek benda mati di daerah sekitar klien. f. Sebelum merawat klien dengan netropeni berat atau bentuk supresi

imun berat lain.

g. Sebelum memasang kateter urine atau alat invasif lainnya. h. Setelah melepas sarung tangan.


(38)

Sedangkan indikasi mencuci tangan menurut World Health Organization (2009) adalah:

a. Sebelum dan sesudah kontak langsung dengan pasien, dengan atau tidak menggunakan sarung tangan.

b. Segera setelah melepas sarung tangan (gloves). c. Sebelum menangani peralatan invasif.

d. Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekret, ekskresi, kulit yang tidak utuh, dan benda yang terkontaminasi, bahkan jika menggunakan sarung tangan.

e. Selama perawatan pasien, ketika berpindah dari yang terkontaminasi ke tubuh pasien.

f. Setelah bersentuhan dengan benda-benda mati di sekitar pasien. Indikasi mencuci tangan menurut World Health Organization dalam “My 5 Moments for Hand Hygiene”, yaitu: (seperti terlihat pada gambar 2.1)

a. Sebelum menyentuh pasien. b. Sebelum prosedur aseptik. c. Setelah terekspore cairan tubuh. d. Setelah menyentuh pasien.


(39)

Gambar 2.1 '’My five moments for hand hygiene': a user-centred design approach to understand, train, monitor and report hand hygiene (Sax H, et

al, 2007). 6. Macam-macam Kebersihan Tangan

Menurut WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care , First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care, (2009) macam-macam cara cuci tangan yaitu:

a. Antiseptic handwashing, yaitu mencuci tangan dengan sabun dan air atau deterjen lain yang mengandung antiseptik.

b. Antiseptic handrubbing (or handrubbing), yaitu antiseptik yang digunakan untuk mengurangi atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme tanpa memerlukan sumber air dan tidak memerlukan pembilasan atau pengeringan dengan handuk atau perlengkapan lainnya.


(40)

c. Hand antiseptic/decontamination/degerming, bersifat mengurangi atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan penerapan antiseptik handrub atau dengan antiseptik handwash.

d. Hand care, yaitu tindakan untuk mengurangi resiko iritasi atau kerusakan kulit.

e. Handwashing yaitu tindakan mencuci tangan dengan menggunakan sabun biasa atau sabun antimikroba dengan air.

f. Hand cleansing, yaitu tindakan melakukan kebersihan tangan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran atau mikroorganisme secara fisik atau mekanis.

g. Hand disinfection, dapat berupa antiseptic handwash, antiseptic handrubbing, dan handsanitizer maupun mencuci tangan dengan sabun anti miroba dan air.

h. Hygienic hand antiseptic, yaitu antiseptic handrub atau antiseptic handwash dalam rangka mengurangi transien mikroba flora yang tanpa harus mempengaruhi resident flora normal kulit.

i. Hygienic handrub, yaitu antiseptic handrub untuk mengurangi bakteri tanpa selalu mempengaruhi flora kulit.

j. Hygienic handwash, seperti antiseptic handwash dengan air untuk mengurangi bakteri tanpa mempengaruhi flora normal kulit. Tetapi biasanya kurang efektif dan bekerja lambat dari pada hygienic handrub.


(41)

k. Surgical hand antiseptic/surgical hand preparation/presurgical hand preparation, antiseptic handwash, atau antiseptic handrub dilakukan sebelum operasi oleh tim operasi.

7. Produk Kebersihan Tangan

Menurut WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care, First Global Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care (2009) produk kebersihan tangan adalah:

a. Alcohol-based (handrub), yaitu cairan berbasis alkohol yang berbentuk cair, gel atau busa, yang dirancang untuk diaplikasikan pada tangan untuk mengurangi pertumbuhan mikroorganisme. Cairan ini mengandung satu atau lebih jenis alkohol dengan eksipien, humektan, dan bahan aktif lainnya.

b. Antimicrobial (medicated) soap, yaitu sabun yang mengandung agen antiseptik dengan konsentrasi yang cukup untuk mengnonaktifkan mikroorganisme dan atau dapat menekan sementara pertumbuhan mikroorganisme. Sabun antimikroba ini dapat menghilangkan transient mikroorganisme atau dekontaminasi lainnya dari kulit dan harus dibilas dengan air.

c. Antiseptic agent, yaitu zat antimikroba inaktif yang dapat mengahmbat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup. Contohnya seperti alkohol, chlorhexidine gluconat (CHG), klorin derivatif, yodium, chloroxylenol (PCMX), kuaterner senyawa ammonium, dan triclosan.


(42)

d. Antiseptic hand wipe, seperti tissue basah dengan antiseptik yang digunakan untuk mengelap tangan dengan tujuan menonaktifkan dan atau menghilangkan kontaminasi mikroba. Dapat digunakan sebagai alternatif untuk membersihkan tangan, tetapi tidak efektif dalam mengurangi bakteri.

e. Detergent (surfactant), salah satu produk yang digunakan untuk mencuci tangan atau antiseptic dalam perawatan kesehatan, terdiri dari hidrofilik dan lipofilik dan dapat dibagi menjadi empat kelompok diantaranya : anionik, kationik, amfoter, dan non-ionik.

f. Palin soap, yaitu deterjen yang tidak mengandung antimikroba ditambah kanagen atau mungkin sebagai pengawet.

g. Waterless antiseptic agent, yaitu antiseptik (cair, gel atau busa) yang tidak memerlukan air eksogen. Setelah diaplikasi, individu dapat menggosok tangan bersama-sama sampai kulit terasa kering.

8. Langkah-langkah Cuci Tangan

Ada 10 langkah yang menjadi pedoman dari WHO dalam melakukan cuci tangan dengan sabun dan air. Praktek kebersihan tangan ini dapat dilakukan selama 40-60 detik. berikut langkah mencuci tangan yang benar menurut WHO (2009) adalah:

a. Basahi tangan dengan air dibawah kran atau air mengalir. b. Tuangkan sabun ketelapak tangan secukupnya.

c. Ratakan sabun dengan kedua tangan sampai kedua telapak tangan terkena sabun.


(43)

d. Gosok punggung tangan kanan dengan tangan kiri sampai sela-sela jari-jari kemudian ganti tangan sebelah kiri.

e. Telapak tangan saling bersentuhan dengan jari yang disilangkan pada sela-sela jari.

f. Letakkan punggung jari pada telapak tangan satunya dengan jari saling mengunci.

g. Menggosok ibu jari dengan menggenggam ibu jari bagian kiri dengan tangan kanan lalu putar, begitu pula sebaliknya.

h. Menggosok jari-jari tangan kanan pada telapak tangan kiri untuk membersihkan kotoran yang ada di kuku tangan kanan, begitu pula sebaliknya.

i. Bilas dengan air yang mengalir.

j. Keringkan tangan dengan menggunakan handuk kering dan bersih atau tissue sekali pakai. (seperti terlihat pada gambar 2.2).


(44)

Gambar 2.2 Prosedur Mencuci Tangan Menggunakan Air dan Sabun Menurut WHO (2009)

Adapun langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan handrub (larutan berbasis alkohol 60-90%). Kebersihan tangan dengan larutan berbasis alkohol/handrub dilakukan bila tangan secara kasat mata tidak tampak kotor dan tidak terpapar cairan tubuh/bahan infeksius.cara mencuci tangan dengan menggunakan handrub ini dapat dilakukan selama 20-30 detik. Langkah-langkah mencuci tangan meggunakan handrub adalah sebagai berikut:

1. Tuangkan 3-5 cc antiseptic berbasis alcohol ke telapak tangan. 2. Gosok kedua telapak tangan hingga merata.

3. Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya.

4. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari.

5. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci.

6. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan sebaliknya.

7. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan kiri dan sebaliknya.


(45)

Gambar 2.3 Prosedur Mencuci Tangan Menggunakan handrub Menurut WHO (2009)

9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cuci Tangan Perawat

Lankford, Zembover, Trick, Hacek, Noskin, & Peterson (2005) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat meliputi usia, tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, masa kerja, ketersediaan fasilitas untuk mencuci tangan, kondisi pasien dan kebijakan rumah sakit. Sementara itu Tohamik (2005) menemukan dalam penelitiannya bahwa kurang kesadaran perawat dan fasilitas menyebabkan kurang patuhnya perawat untuk cuci tangan. Perawat yang bekerja di rumah sakit mempunyai karakter yang berbeda beda dan


(46)

sangat beragam baik tingkat pendidikan, umur, masa kerja, maupun tingkat pengetahuannya. Perbedaan karakteristik ini tentunya akan berpengaruh terhadap penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap profesional seorang perawat dalam menjalankan perannya. Beberapa ahli sebagaimana dikemukakan oleh Smet, mengatakan bahwa kepatuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan dapat berupa tidak lain merupakan karakteristik perawat itu sendiri. Karakteristik perawat merupakan ciri-ciri pribadi yang dimiliki seseorang yang memiliki pekerjaan merawat klien sehat maupun sakit (Adiwimarta, et.al. 2009 dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia). Data demografi yang mempengaruhi ketaatan misalnya jenis kelamin wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak-anak terbukti memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi. Latar belakang pendidikan juga akan mempengaruhi perilaku seseorang dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi pendidikan seseorang, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat (Lankford, 2005):

a. Usia

Usia berpengaruh terhadap pola pikir seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Umur seseorang secara garis besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya, dengan semakin banyak usia


(47)

maka dalam menerima sebuah instruksi dan dalam melaksanaan suatu prosedur akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Semakin cukup usia seseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak (Saragih dkk, 2010).

Menurut Gibson (Hidayat, 2009), faktor usia merupakan variabel individu, secara prinsip bahwa seseorang bertambah usianya akan bertambah kedewasaannya dan semakin banyak menyerap informasi yang akan mempengaruhi perilakunya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2009) yang menyatakan bahwa usia responden yang patuh terhadap ketaatan terhadap hand hygiene lebih banyak pada kelompok usia dewasa (68,8%). Pada rentang usia dewasa ini dilihat dari sisi tugas tahap perkembangannya, yaitu mempunyai pola kooperatif dan kompetitif serta apabila dihubungkan dengan pelaksanaan aktifitas hand hygiene dapat dilakukan dengan memanfaatkan tahapan perkembangan yang berorientasi pada pendidikan perawat yang ada.

b. Tingkat Pendidikan

Menurut Notoadmodjo (2007), mengatakan bahwa pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak didik menuju kedewasaan. Pendidikan seseorang menentukan luasnya pengetahuan seseorang dimana orang yang berpendidikan rendah sangat sulit menerima sesuatu yang baru. Hal ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku perawat.


(48)

Program pendidikan perawat dalam bidang kesehatan dan keselamatan kerja dapat memberikan landasan yang mendasar sehingga memerlukan partisipasi secara efektif dalam menemukan sendiri pemecahan masalah ditempat bekerja. Arifien (2007) mengatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi perilaku manusia dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan apa yang sudah diterimanya dalam pendidikan.

Pendidikan berpengaruh terhadap pola pikir individu. Sedangkan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang dengan kata lain pola pikir seseorang yang berpendidikan rendah akan berbeda dengan pola pikir seseorang yang berpendidikan tinggi (Asmadi, 2010). Pendidikan keperawatan mempunyai pengaruh besar terhadap perilaku perawat dalam melakukan hand hygiene (Asmadi, 2010). Dengan demikian pendidikan yang tinggi dari seorang perawat akan mempengaruhi perawat dalam memberikan teknik pelayanan pelaksanaan hand hygiene yang optimal

c. Masa Kerja

Masa kerja (lama kerja) adalah merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Masa kerja yang lama akan cenderung membuat seseorang betah dalam sebuah organisasi hal ini disebabkan karena telah beradaptasi dengan lingkungan yang cukup lama sehingga akan merasa nyaman dalam pekerjaannya. Semakin lama seseorang bekerja maka tingkat


(49)

prestasi akan semakin tinggi, prestasi yang tinggi di dapat dari perilaku yang baik.

Teori dari Max Weber menyatakan bahwa seseorang individu akan melakukan suatu tindakan berdasarkan pengalamannya. Petugas kesehatan yang berpengalaman akan melakukan tindakan sesuai dengan kebiasaan yang telah diterapkan setiap harinya berdasarkan dari pengalaman yang didapat selama bekerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Siagian (2008) yang menyatakan bahwa kualitas dan kemampuan kerja seseorang bertambah dan berkembang melalui dua jalur utama yaitu pengalaman kerja yang didapat dan dari pelatihan pendidikan.

Sedangkan menurut Anderson (Hidayat, 2009), seseorang yang telah lama bekerja mempunyai wawasan yang lebih luas dan mempunyai pengalaman lebih banyak dalam peranannya pembentukan petugas perilaku kesehatan. Selanjutnya menurut Hersey dan Blancard (Hidayat, 2009) mengatakan bahwa lama tugas seseorang akan mempengaruhi kemampuannya untuk melaksanakan tugas yang diberikan.

Masa kerja yang berorientasi pada permasalahan dasar dan berorientasi pada tugas dapat meningkatkan ketaatan dalam melakukan hand hygiene. Dengan demikian masa kerja mempengaruhi tingkat seorang perawat dalam pelaksanaan prosedur


(50)

hand hygiene, dalam hal ini adalah sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.

d. Pengetahuan

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Menurut Notoadmodjo (2005) pengetahuan terdiri dari 6 tingkatan yaitu tahu, memahami, aplikasi, analisa, sintesis dan evaluasi.

1) Tahu (know)

Tahu artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalaman pengetahuan, tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension)

Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4) Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen komponen tetapi masih di


(51)

dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu dengan yang lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian bagian di dalam keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi. Sebagian besar pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan seseorang.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan faktor rendahnya pengetahuan perawat tentang pelaksanaan hand hygiene diantaranya adalah karena ketidaktahuan perawat tentang bagaimana mencegah terjadinya kontaminasi pada tangan, kurang mengerti tentang teknik melakukan hand hygiene yang benar dan ketidaktahuan perawat terhadap pentingnya program hand hygiene sebagai sebuah langkah efektif untuk mencegah HAIs.

e. Ketersediaan Fasilitas Untuk Mencuci Tangan

Kurangnya ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk pelaksanaan hand hygiene perawat meliputi tidak tersedianya fasilitas wastafel serta jarak yang jauh untuk menuju tempat cuci tangan. Damanik dkk (2010) menyatakan bahwa salah satu kendala dalam


(52)

ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan hand hygiene adalah sulitnya mengakses tempat cuci tangan atau persediaan alat lainnya yang digunakan untuk melakukan hand hygiene. Kemudahan dalam mengakses persediaan alat-alat untuk melakukan hand hygiene, bak cuci tangan, sabun atau alkohol jell adalah sangat penting untuk membuat kepatuhan menjadi optimal sesuai standar.

f. Kebijakan Rumah Sakit

Salah satu langkah dari pihak rumah sakit untuk meningkatkan pengetahuan perawat adalah dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi secara periodik terhadap pelaksanaan hand hygiene. Karena pelatihan dan sosialisasi dapat memberikan dampak yang positif terhadap sikap perawat dalam melakukan hand hygiene. Hal ini sesuai dengan teori yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan melakukan perubahan perilaku afektif yang meliputi perubahan sikap seseorang terhadap sesuatu. Disisi lain pelatihan dapat memberikan informasi kepada perawat untuk membentuk sikap positif dan meningkatkan keterampilan dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Sehingga dapat menjadi masukan bagi pihak rumah sakit dalam menerapkan prosedur hand hygiene untuk mencegah terjadinya HAIs dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan menurunkan resiko kejadian HAIs serta pelaksanaan hand hygiene diharapkan dapat memperpendek hari perawatan dan biaya perawatan di rumah sakit.


(53)

C. HAIs (Health-care Associated Infection)

1. Pengertian HAIs (Health-care Associated Infection)

HAIs (Health-care Associated Infection) atau biasa disebut HAIs adalah infeksi yang diperoleh atau yang didapat oleh pasien ketika di rumah sakit atau dari fasilitas pelayanan kesehatan setelah 48 jam atau lebih (Darmadi, 2008). Pendapat lain mengenai HAIs juga dikemukakan oleh (Soedarmo et al, 2008), yaitu setiap infeksi yang diperoleh selama perawatan di rumah sakit, tetapi bukan merupakan dampak dari tanda dan gejala infeksi sebelumnya ataupun pada stadium inkubasi pada saat masuk dan dirawat di rumah sakit. Suatu infeksi dikatakan didapat dari rumah sakit apabila memiliki ciri-ciri:

a) Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tanda-tanda klinik dari infeksi tersebut.

b) Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak sedang dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.

c) Tanda-tanda klinik infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya setelah 3x24 jam sejak mulai perawatan.

d) Infeksi tersebut bukan merupakan sisa dari infeksi sebelumnya.

e) Bila saat mulai dirawat di rumah sakit sudah ada tanda-tanda infeksi, dan terbukti infeksi tersebut didapat penderita ketika dirawat di rumah sakit yang sama pada waktu lalu, serta belum pernah dilaporkan sebagai HAIs (Darmadi, 2008).


(54)

Berbagai tindakan pelayanan medis dapat beresiko terjadinya HAIs, seperti pengambilan darah/suntikan, persalinan, pembersihan cairan tubuh, tindakan pembedahan, dan lain-lain. Upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yaitu dilakukannya universal precaution yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Unsur-unsur universal precaution meliputi cuci tangan, alat pelindung diri yang sesuai prosedur (masker, sarung tangan, gaun), pengelolaan alat tajam (sediakan tempat khusus untuk membuang jarum suntik, bekas botol ampul, dan lain-lain), dekontaminasi, sterilisasi, disinfeksi dan pengelolaan limbah medis. Perawat merupakan petugas kesehatan yang paling sering dan paling lama bertemu dengan pasien bahkan selama 24 jam penuh, daripada itu perawat lebih rentan beresiko terkena HAIs.

2. Penyakit akibat HAIs

Beberapa penyakit yang terjadi akibat HAIs (Nursalam, 2011) yaitu: a. Infeksi saluran kemih

Infeksi saluran kemih ini merupakan kejadian yang sering terjadi yaitu sekitar 40% dari HAIs, 80% infeksinya berhubungan dengan penggunaan kateter. Organisme yang bisa menginfeksi biasanya E.coli, Klebsiella, Proteus, Pseudomonas, atau Enterococcus, penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan atau sarung tangan ketika pemasangan kateter atau air yang digunakan untuk membesarkan balon kateter. Kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter.


(55)

b. Pneumonia HAIs

Pneumonia HAIs dapat muncul pada pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi, pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut, penyebab infeksi pneumonia berasal dari virus seperti cytomegalovirus, influenzavirus, adenovirus, parainfluenzavirus, enterovirus, dan coronavirus.

c. Bakteriemi HAIs

Infeksi ini memiliki resiko kematian yang sangat tinggi jika disebabkan oleh bakteri yang resistan antibiotik seperti staphylococcus dan candida. Infeksi ini dapat muncul dari alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus. Faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh, saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus.

d. Infeksi jaringan kulit/luka operasi

Luka terbuka seperi ulkus, bekas terbakar, dan bekas luka operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya infeksi sistemis, infeksi ini berasal dari golongan virus herpes simplex, varicella, zooster, dan rubella.

3. Cara Penularan HAIs

Berbagai tindakan pelayanan medis yang dilakukan oleh dokter ataupun dari tenaga kesehatan yang menangani pasien tidak dengan prosedur atau tidak menjaga kebersihan peralatan medis yang akan


(56)

digunakan untuk pasien dapat menyebabkan HAIs. Adapun cara penularan HAIs secara langsung dan tidak langsung, yaitu :

a. Langsung

Penularan ini melalui pasien dan petugas kesehatan atau person to person.

b. Tidak langsung

1) Kondisi pasien yang lemah.

2) Lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan.

3) Penularan melalui droplet infection dimana kuman dapat meyebar melalui udara.

4) Penularan melalui vektor, yaitu penularan melalui hewan atau serangga yang membawa kuman.

Selain penularan secara langsung dan tidak langsung, ada beberapa penularan HAIs lainnya, yaitu :

1) Penularan melalui common vehicle

Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit. Jenis-jenis common vehicle seperti: darah/produk darah, cairan intravena, serta obat-obatan.

2) Penularan melalui udara dan inhalasi

Penularan ini terjadi jika mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan.


(57)

3) Penularan dengan perantara vektor

Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Penularan secara eksternal jika hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vector, seperti shigella dan salmonela oleh lalat. Sedangkan penularan secara internal jika mikroorganisme masuk kedalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis.

4. Pencegahan HAIs

Pencegahan HAIs dapat diatasi dengan cara : membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan, mengontrol resiko penularan dari lingkungan, melindungi pasien dengan penggunaan antibiotik yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi, membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasi, pengawasan infeksi, identifikasi penyakit serta mengontrol penyebarannya.

Selain itu pencegahan HAIs juga dengan menggunakan standar kewaspadaan terhadap infeksi, seperti:

1. Cuci tangan

Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, dan bahan terkontaminasi, segera setelah melepasa sarung tangan, setelah bersentuhan dengan pasien.


(58)

2. Masker, kaca mata, masker muka

Penggunanaan masker, kaca mata dan masker muka yaitu untuk mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien.

3. Baju pelindung

Gunanya untuk melindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien dan mencegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah dan cairan tubuh.

4. Peralatan perawatan pasien

Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah terkontaminasi pada pakaian dan lingkungan, serta cuci peralatan bekas digunakan oleh pasien sebelum digunakan kembalik.

5. Resusitasi pasien

Hal ini dilakukan dengan diusahakan menggunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut.

6. Pembersihan lingkungan

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk memastikan bahwa rumah sakit benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Pengaturan udara yang baik sulit dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Selain itu rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan air serta mencegah terjadinya pertumbuhan bakteri.


(59)

5. Faktor Penyebab Terjadinya HAIs

HAIs dapat berasal dari dalam tubuh penderita (infeksi endogen) maupun luar tubuh (infeksi eksogen/cross-infection). Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada di dalam tubuh dan berpindah ke tempat baru. Faktor endogen yaitu seperti umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi-kondisi lokal. Menurut Darmadi (2008) faktor-faktor luar (ekstrinsic factor) yang berpengaruh dalam insidensi HAIs adalah sebagai berikut:

a. Petugas pelayanan medis

Dokter, perawat, bidan, tenaga laboratorium dan sebagainya. b. Peralatan dan material medis

Jarum, kateter, instrumen, respirator, kain/doek, kasa, dan lain-lain. c. Lingkungan

Lingkungan internal seperti ruangan/bangsal perawatan, kamar bersalin, dan kamar bedah. Sedangkan lingkungan eksternal adalah halaman rumah sakit dan tempat pembuangan sampah/pengolahan limbah. d. Makanan dan minuman

Hidangan yang disajikan setiap saat kepada pasien. e. Penderita lain

Keberadaan penderita lain dalam satu kamar/ruangan/bangsal perawatan dapat merupakan sumber penularan.

f. Pengunjung/keluarga


(60)

Adapun faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya HAIs yaitu kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada karakteristik mikroorganisme, resistensi terhadap zat-zat antibiotik, tingkat virulensi, dan banyaknya materi infeksius, berikut uraiannya:

a. Agen

Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur, dan parasit dapat menyebabkan HAIs. Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini disebabkan karena faktor eksternal, yaitu penyakit yang penyebarannya melalui makanan, udara, atau benda-benda yang tidak steril.

b. Respon atau toleransi tubuh

Faktor terpenting yang mempengaruhi tingkat toleransi dan respon tubuh pasien terhadap infeksi adalah usia, status imunitas penderita, penyakit yang diderita, obesitas dan malnutrisi, serta penggunaan obat-obatan imunosupresidan steroid. Banyaknya prosedur pemeriksaan penunjang dan terapi seperti biopsi, endoskopi, kateterisasi, intubasi dan tindakan pemebedahan juga dapat meningkatkan resiko infeksi. c. Resistensi terhadap agen antibiotik

Penggunaan antibiotik yang terus menerus dapat meningkatkan penyebaran dan resistansi. Penyebab utamanya karena penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dan tidak terkontrol, serta pemakaian dosis


(61)

antibiotik yang tidak optimal. Penggunaan antibiotik besar-besaran untuk terapi dan profilaksis adalah faktor utama terjadinya resistensi. d. Faktor alat

Suatu penelitian klinis HAIs disebabkan oleh infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan septikemi, terutama pada pemakaian infus dan kateter urin yang lama dan tidak diganti sesuai standar waktu pemakaian. Komplikasi tersebut berupa ekstravasasi infiltrat, penyumbatan, flebitis, trombosis, kolonisasi kanul, septikemia, supurasi. Beberapa faktor di bawah ini berperan dalam meningkatkan komplikasi kanula intravena yaitu jenis kateter, ukuran kateter, kateter yang terpasang lebih dari 72 jam, serta peralatan tambahan pada tempat infus untuk pengaturan tetes obat.


(62)

D. Kerangka Konsep

Hand Hygiene

su

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :

= Yang diteliti = Tidak diteliti Faktor-faktor yang

Mempengaruhi perawat Cuci Tangan:

 Usia

 Jenis kelamin  Tingkat pendidikan  Masa Kerja

 Pengetahuan  Ketersediaan

fasilitas cuci tangan  Kebijakan rumah

sakit

(Sumber: Lankford, 2005)


(63)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk mengetahui gambaran faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan, tingkat pendidikan, ketersediaan fasilitas cuci tangan dan kebijakan rumah sakit yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat di bangsal Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang Ar Royan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman yang berjumlah 20 orang.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang ingin diteliti (Arikunto, 2006). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan total sampling, yaitu pengambilan sampel dengan


(64)

mengambil semua anggota populasi untuk menjadi sample (Notoatmodjo, 2010).

Sampel penelitian (responden) adalah perawat di ruang Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, berjumlah 20 orang dengan kritria inklusi perawat yang bekerja di ruang Ar Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman dan kriteria eksklusi perawat yang tidak bersedia menjadi responden.

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, dan dilaksanakan pada bulan April- Mei 2016.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini menggunakan variabel tunggal yaitu untuk mengetahui gambaran faktor usia, jenis kelamin, masa kerja, pengetahuan, tingkat pendidikan, ketersediaan fasilitas cuci tangan dan kebijakan rumah sakit yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene perawat di ruang Ar Royan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman.

E. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi hand hygiene Perawat

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur Skala Faktor-faktor

yang

mempengaruhi hand hygiene perawat:

Umur seseorang yang secara garis

Kuesioner data

Usia responden


(65)

1. Usia besar menjadi indikator dalam setiap mengambil keputusan yang mengacu pada setiap

pengalamannya.

demografi rata-rata: - 17-25 tahun - 26-35 tahun

2. Pendidikan

2. Jenis Kelamin

Pendidikan

perawat dalam bidang kesehatan mengenai prosedur hand hygiene dapat memberikan

landasan yang mendasar sehingga memerlukan

partisipasi secara efektif dalam menemukan

sendiri pemecahan masalah ditempat bekerja.

Jenis kelamin responden pada saat dilakukan penelitian Kuesioner data demografi Kuesioner data demografi - D3 - S1 - Laki-laki -Perempuan Nominal Nominal

Tabel 3.1 Definisi Operasional Faktor-faktor yang Mempengaruhi hand hygiene Perawat

Variabel Definisi Operasional

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala

4. Masa kerja Lama dalam tahun yang telah digunakan selama responden bekerja di PKU Muhammadiyah Gamping Sleman

Kuesioner data demografi

Masa kerja perawat: - 1 tahun - > 1 tahun

Ordinal


(66)

responden mengenai hand hygiene.

Pertanyaan faktor-faktor yang mempengar uhi HH

perawat: - Rendah -Tinggi

6. Fasilitas Fasilitas adalah segala bentuk sarana untuk mendukung pelaksanaan hand hygiene.

Kuesioner Pertanyaan faktor-faktor yang mempengar uhi HH

Fasilitas: - Kurang memadai - Memadai

Nominal

7. Kebijakan Aturan yang dimiliki

RS PKU

Muhammadiyah Gamping Sleman dalam pelaksanaan hand hygiene.

Kuesioner Pertanyaan faktor-faktor yang mempengar uhi HH

Kebijakan: - kurang mendukung -Mendukung

Nominal

F. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner yang berupa sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadi atau hal-hal yang diketahui (Arikunto, 2010). Instrumen pertanyaan atau kuesioner dalam penelitian ini dibuat oleh peneliti sendiri. Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini bersifat tertutup (yang sudah disediakan jawaban sehingga responden tinggal memilih). Instrumen dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yang pertama data demografi terdiri dari usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja, dan pertanyaan berupa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan hand hygiene yaitu: pengetahuan tentang hand hygiene, ketersediaan fasilitas untuk mencuci tangan dan kebijakan rumah sakit.


(1)

(40%) fasilitas rumah sakit kurang memadai dan 4 (20%) memadai.

Tabel 5 diatas bahwa perawat dengan usia 17 – 25 tahun mengatakan bahwa kebijakan rumah sakit kurang mendukung 2 (10%) dan 11 (55%) mendukung. Usia 26 – 35 tahun 1 (5%) yang mengatakan bahwa kebijakan rumah sakit kurang mendukung dan 6 (30%) memadai. Perawat laki – laki 5 (25%) mengatakan kebijakan rumah sakit mendukung, dan perawat perempuan yang mengatakan kebijakan rumah sakit yang kurang mendukung 3 (15%) dan 12 (60%) mendukung.Perawat yang berpendidikan D3 ada 2 (10%) yang mengatakan kurang mendukung untuk kebijakan rumah sakit dan 13 (65%)

mendukung. S1 mengatakan kurang mendukung 1 (5%) dan 4 (20%) mendukung. Masa kerja kurang atau sama dengan satu tahun mengatakan 1 orang (5%) kurang mendukung untuk kebijakan rumah sakit dan mendukung 10 (50%).

PEMBAHASAN

Semakin meningkat usia seseorang, diharapkan juga psikologis serta kedewasaannya ikut meningkat. Seseorang tersebut juga diharapkan mampu menunjukkan kematangan jiwa, pengambilan keputusan yang semakin bijaksana, pengendalian emosi yang semakin baik, serta semakin toleran terhadap pandangan orang lain sehingga diharapkan kinerja meningkat (Widyaningrum, 2005). Usia berpengaruh terhadap pola pikir


(2)

seseorang dan pola fikir berpengaruh terhadap perilaku seseorang. Semakin cukup usiaseseorang akan semakin matang dalam berpikir dan bertindak (Saragih dan Rumapea, 2011).

Dari 20 orang perawat yang ada di bangsal Ar Royan 15 (75%) berjenis kelamin perempuan.Jenis kelamin dapat mempengaruhi tahapan cuci tangan seseorang, sebagian besar perempuan memiliki kebiasaan

dalam pola hidup

bersih.Perempuan memiliki sifat seperti perhatian yang lebih, penyabar, dan ulet dalam melakukan pekerjaan (Cahyani, 2010).

Penelitian diatas mengatakan pendidikan D3 yang mempunyai kategori tinggi tentang

pengetahuan cuci tangan jika dibandingkan dengan yang berpendidikan S1. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka pengetahuan yang dimiliki juga akan semakin banyak sebab pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenalnya (Nursalam, 2008).

Lama bekerja dapat mempengaruhi terhadap perilaku, perawat yang sudah bekerja lebih dari satu tahun lebih banyak memiliki perilaku baik dibandingkan dengan perawat yang lama bekerjanya masih kurang dari satu tahun (Damanik,2012), semakin lama seseorang bekerja pada suatu pekerjaan yang ditekuni maka akan semakin berpengalaman


(3)

orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik.

Ketersediaan fasilitas hand hygiene masih kurang memadai dikarenakan faktor yang mempengaruhi rendahnya pemenuhan HH yaitu meningkatnya beban kerja, jarak yang jauh menuju wastafle, kurangnya pengetahuan perawat atau tidak setujunya perawat terhadap prosedur pelaksanaan HH, terbatasnya waktu dan keyakinan bahwa penggunaan sarung tangan tidak memerlukan HH (Karabay et al, 2005).

Salah satu langkah kebijakan pihak RS untuk meningkatkan pengetahuan perawat adalah dengan mengadakan pelatihan atau sosialisasi secara berkala terhadap pelaksanaan HH, karena

pelatihan dan sosialisasi dapat memberikan dampak positif terhadap sikap perawat dalam melakukan HH. Program seperti pelatihan patient safety dengan cara memberikan pendidikan tentang pengetahuan 5 moment hand hygiene dapat meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan HH oleh perawat. Oleh sebab itu dibutuhkan dukungan dari berbagai pihak untuk meningkatkan kepatuhan perawat melakukan hand hygiene.

KESIMPULAN

Dilihat dari karakteristik responden diketahui: sebagian besar responden mempunyai umur antara 17 – 25 tahun (65%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 15 orang (75%), tingkat pendidikan D3


(4)

(75%), dan lama bekerja 1 tahun (55%).Pengetahuan perawat di bangsal Ar Royan hanya 10 orang yang berpengetahuan tinggi dan 10 orang juga berpengetahuan rendah, hal ini menunjukkan bahwa sebagian perawat belum mengetahui secara benar pelaksanaan hand hygiene yang sesuai standar. Fasilitas ketersediaan untuk mencuci tangan di bangsal Ar Royan kurang memadai yaitu sebesar 75%.Kebijakan yang ada di rumah sakit PKU Muhammadiyah Gamping Sleman sudah sangat mendukung (85%) dengan diadakannya pelatihan patient safety bagi perawat – perawat di bangsal Ar Royan.

SARAN

Bagi instansi Rumah Sakit penelitian ini dapat menjadi masukan untuk pihak RS dan TIM PPI, agar dapat melakukan evaluasi mengenai pelaksanaan program dan kebijakan pencegahan HAIs khususnya prosedur HH yang telah ditetapkan secara berkala. Juga agar dapat melakukan supervise dan penilaian HH perawat yang bekerja di RS, serta memberikan reward kepada perawat yang memiliki professional dalam bekerja dan memberikan punishment untuk perawat yang kurang profesional dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adiwimarta, S et al. (2009). Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka: Jakarta.


(5)

2. Center for Disease Control and Prevention (CDC). (2012). Outbreak of mesotheraphyassociated skin reaction – District of Columbia area, January-February 2005. MMWR Morb Mortal Wkly Rep 54(44): 1127-30.

3. Cahyani, C. (2010). Hubungan Jenis Kelamin dengan Tahap Cuci Tangan Mahasiswa saat Praktikum di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Sebelas Maret Surakarta. Surakarta: skripsi Universitas Sebelas Maret. Diakses pada 10 Agustus 2016 dalam http://core.ac.uk/download/pd f/16508177.pdf

4. Damanik, S, M., Susilaningsih, S, F., danAmrullah Amir, A. (2012). Kepatuhan Hand Hygiene di Rumah Sakit Immanuel Bandung. Student e-Jurnals. Diakses 10 Agustus 2016, dalam http://journal.unpad.ac.id/ejo

urnal/article/download/683/7 29

5. Darmadi, (2008). Infeksi Nosokomial Problematika dan Pengendaliaanny, Jakarta: Salemba Medika. 6. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia. (2008). Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Kesehatan Lainnya. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. 7. Jamaludidin, J., Sugeng, S.,

dan Sondang M., (2012). Kepatuhan Cuci Tangan 5 Momen di Unit Perawatan Intensif. Majalah Kedokteran Terapi Intensif Edisi 2: hlm. 125-129.

8. Karabay, O, Sencan, I, Alpteker, H, Ozcan, A, Oksuz, S. (2005). Compliance and Effi cacy of Hand Rubbing during In-Hospital Practice. Medical Principles and Practice. Diakses 15 Agustus 2016 dalam

http://www.karger.com/Articl e/pdf/86928.

9. Lankford B, Li R, Lyn D, Lapu-Bula R, Oduwole A, Igho-Pemu P, et al. (2005). Relation of endhothelial nitric oxide synthase gene to


(6)

plasma nitric ixide level, endhothelial function, and blood pressure in Africa American.Am J Hypertens, Edisi 17: hlm. 500-67.

10.Nursalam, (2008). Komsep dan Penerapan metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

11. Tomey, A. M.,(2006). Nursing Theorist and Their Work (6th edition), USA: Mosby Elsevier.

12. World Health Organization (WHO). (2009). Guide to Implementation- A Guide to the Implementation of the WHO Multimodal Hand Hygiene Improvement Strategy. Diakses 20 Mei

2015 dari

http://whqlibdo.who.int 13. Widyaningrum, A. (2005).

Kualitas Pelayanan KB dan Prespektif Klien. UGM press:Yogyakarta.


Dokumen yang terkait

Identifikasi Implementasi Hand Hygiene pada Perawat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II

3 28 24

KETEPATAN DAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PERAWAT DI BANGSAL AR-ROYAN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

19 161 109

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUBAN PECAH DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 0 16

PENDAHULUAN Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 8

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETUBAN PECAH DINI DI RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini Di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.

0 2 13

FAKTOR- FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA TAHUN 2008

0 0 14

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEPUASAN KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepuasan Kerja Perawat di Ruang Rawat Inap RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILI

0 6 10

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI PADA KLIEN FRAKTUR DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri pada Klien Fraktur di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta - DIGILIB UNISAYOGYA

0 0 15

HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN TINGKAT KEPATUHAN FIVE MOMENTS HAND HYGIENE PERAWAT DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN SELF EFFICACY DENGAN TINGKAT KEPATUHAN FIVE MOMENTS HAND HYGIENE PERAWAT DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA - DI

0 6 13

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN ABORTUS DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

0 0 13