KETEPATAN DAN KEPATUHAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) PERAWAT DI BANGSAL AR-ROYAN RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: DEWI ARINA HAYATI

20120320005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh: DEWI ARINA HAYATI

20120320005

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

Nama : Dewi Arina Hayati

NIM : 20120320005

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, Agustus 2016 Yang Membuat Pernyataan


(4)

“Cukuplah Allah bagiku, tiada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku

bertawakal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki „Arsy yang agung”

(At-Taubah:129)

“Tak akan ada waktu dan tempat untuk merubah masa lalu anda tapi akan selalu

ada waktu dan tempat dimana anda akan dapat mengubah masa depan anda” (Al Muhtaram)


(5)

1. Orang tuaku, ibuku tercinta Hj. Yuni Hartati dan bapakku yang luar biasa H.Suriani yang selalu mendoakanku dalam setiap sujudnya, yang tak pernah lelah mendukung dan menjadi pahlawanku.

2. Ketiga saudaraku, Mas Syahid dan kedua adik perempuanku Ayu dan Zahra yang selama ini menjadi motivasiku dan semangatku. Semoga kita selalu dilimpahkan kasih sayang dan selalu berbakti kepada orang tua.

3. Keluarga besar Trah Eyang Marto Rejo di Yogyakarta dan keluarga besar Alm. H. Suradi di Kalimantan, terimakasih atas segala dukungan dan motivasi yang diberikan kepadaku.

4. Ibu Novita Kurnia Sari, Ns., M.Kep, terimakasih atas waktu dan kesabarannya dalam membimbing hingga terselesaikan karya tulis ilmiah ini.

5. RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta, terimakasih telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian disini.

6. Semua dosen PSIK UMY yang selama ini telah memberikan ilmu dan dukungan selama saya berada di PSIK UMY.

7. Teman-teman dekat saya, yang tidak bisa saya sebutkan nama-nama kalian satu persatu, teman-teman bimbingan, skill lab 1A, geng jomblo dan kepada Mbak Desoy terimakasih banyak atas dukungan dan bantuan kalian.

8. Seluruh teman-teman PSIK UMY angkatan 2012, terimakasih atas suka dan duka menjalani pertemanan diantara kita semua.


(6)

melimpahkan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun karya tulis ilmiah ini dengan judul “Ketepatan dan Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Perawat Di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping” sebagaimana mestinya.

Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai dalam rangka untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana keperawatan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini tidak terlepas dari berbagai pihak, sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada:

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., Sp. Mat., HNC selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Novita Kurnia Sari, S.Kep., Ns., M.Kep. selaku pembimbing karya tulis ilmiah ini, yang telah sabar memberikan bimbingan, semangat, motivasi dan bantuan pemikiran serta pengarahan yang sangan berguna dalam terselesaikannya karya tulis ilmiah ini.

4. Dr. Elsye Maria Rosa, SKM., M.Kep selaku dosen penguji karya tulis ilmiah, yang telah memberikan masukan dan saran selama berlangsungnya ujian.


(7)

6. Kedua orang tua saya, bapak Suriani dan ibunda Yuni Hartati, S.Pd yang selama ini selalu memberikan dukungan dalam bentuk moril dan materil serta terus memberikan motivasi dan semangat untuk menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

7. Seluruh teman-teman PSIK 2012 yang telah memberikan semangat, motivasi dan bantuan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini untuk bisa mengenakan toga diwaktu yang sama.

8. Semua pihak yang telah memberikan bantuannya sehingga karya tulis ilmiah ini bisa terselesaikan.

Dengan segenap kerendahan hati, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik dalam isi maupun sistematika. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk memperbaiki karya tulis ilmiah ini.

Yogyakarta, Agustus 2016

Penulis


(8)

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR DIAGRAM ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

INTISARI ... xiv

ABSTRACT ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

E. Penelitian Terkait ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) ... 9

B. Kewaspadaan Isolasi ... 10

1. Kewaspadaan Standar ... 11

2. Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi... 12

C. Alat Pelindung Diri (APD) ... 15

1. Pengertian APD ... 15

2. Tujuan Menggunakan APD ... 16

3. Jenis-Jenis APD ... 17

4. Penetapan Penggunaan APD sesuai Transmisi ... 20

5. Penetapan Jenis APD ... 21

6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi dalam Penggunaan APD ... 23

D. Kepatuhan Penggunaan APD ... 26

E. Hand Hygiene ... 27

F. Healthcare-Associated Infections (HAIs) ... 28

1. Definisi HAIs ... 28

2. Dampak HAIs... 29


(9)

2. Sampel ... 34

C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

D. Variabel dan Definisi Operasional ... 37

1. Variabel ... 37

2. Definisi Operasional... 37

E. Instrument Penelitian ... 38

F. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 39

G. Tahap Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ... 40

H. Pengolahan dan Metode Analisis Data ... 40

1. Pengolahan Data... 40

2. Analisa Data ... 41

I. Etika Penelitian ... 42

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 43

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 43

2. Gambaran Karakteristik Responden ... 44

3. Gambaran Ketepatan Penggunaan APD ... 45

4. Gambaran Kepatuhan Penggunaan APD ... 46

B. Pembahasan ... 48

1. Karakteristik Responden ... 48

2. Ketepatan Penggunaan APD ... 49

3. Kepatuhan Penggunaan APD ... 52

C. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 62

B. Saran ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 65 LAMPIRAN


(10)

Tabel 2.2. Kerangka Teori ... 32

Tabel 2.3. Kerangka Konsep ... 33

Tabel 3.1. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data... 40

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden (N=400) ... 44

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Ketepatan Penggunaan APD Perawat Bangsal Ar-Royan pada Mei-Juni 2016 (N=400) ... 45

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ketepatan Penggunaan APD Perawat Bangsal Ar-Royan pada Mei-Juni 2016 (N=400) ... 45

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kepatuhan Penggunaan APD Perawat Bangsal Ar-Royan pada Mei-Juni 2016 (N=400) ... 46


(11)

(12)

Lampiran 2 : Form Penilaian Kepatuhan Standard Precautions Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian dari FKIK UMY

Lampiran 4 : Surat Kelayakan Etik Penelitian Lampiran 5 : Surat Pengantar Izin Penelitian


(13)

APD : Alat Pelindung Diri

APIC : Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology

CDC : The Centers for Disease Control and Prevention DEPKES : Departemen Kesehatan

HAIs : Healthcare-Associated Infections HBV : Hepatitis B Virus

HIV : Human Immunodeficiency Virus

ICU : Intensive Care Unit

IGD : Instalansi Gawat Darurat

ILO : International Labour Organization KEPMENKES : Keputusan Menteri Kesehatan PAK : Penyakit Akibat Kerja

PERDALIN : Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia PPI : Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

RS : Rumah Sakit

RSUD : Rumah Sakit Unit Daerah

RI : Republik Indonesia

SOP : Standar Operational Prosedure

TB : Tuberkulosis


(14)

(15)

Di Bangsal Ar-Royan Rs Pku Muhammadiyah Gamping Dewi Arina Hayati1, Novita Kurnia Sari2

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

ABSTRACT

The use of the Nurses’ Personal Protective Equipment (PPE) is a crucial issue in conducting nursing actions. Nurses’ in accuracy and incomplience in using the Personal Protective Equipment (PPE) will result in the risk of having healthcare-associated infection (HAIs) such as HIV/AIDS viruses and Hepatitis. This fact obliges nurses to be accurate and compliance in using the Personal Protective Equipment (PPE) in hospitals. This research aims to find out the accuracy and compliance in using the nurses’ Personal Protective Equipment (PPE) at the Ar-Royan Wards in RS PKU Muhammadiyah Gamping.

This research is a quantitative research by using descriptive observational method. The research samples are 400 nursing actions including the contact possibility of 346 nursing actions and 57 actions using syringe, 3 out of 57 actions using syringe have the contact possibility. The sample collecting technique uses incidental sampling technique. The data analysis uses frequency distribution. The research instrument uses two kinds of observation sheet which are based on the Personal Protective Equipment (PPE) provision of guidance from the Ministry of Health and the Association for professionals in Infection Control and Epidemiology.

The research result shows that 298 nursing actions (74.5%) use accurate Personal Protective Equipment (PPE). As an additional, the indicator of the use of the Personal Protective Equipment (PPE) is washing hands after removing gloves has the highest score in the compliance category that is 316 actions (91.30%). Meanwhile, the indicator of removing gloves before leaving the patient treatment area has the highest score in the incompliance category that is 237 actions (68.5%).

Most of the use of the Nurses’ Personal Protective Equipment (PPE) has been accurate and most of the use of the Personal Protective Equipment (APD) has been compliance. The researcher recommends the next researches to focus on the same topic and pay more attention to the influencing factors.

Keywords: Accuracy and Compliance, Nurses, Personal Protective Equipment (PPE).


(16)

A. Latar Belakang Masalah

Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting bagi perawat. Setiap hari perawat selalu berinteraksi dengan pasien dan bahaya-bahaya di rumah sakit, hal tersebut membuat perawat beresiko terkena Healthcare-associated Infection (HAIs). HAIs merupakan infeksi yang terjadi selama dalam proses asuhan keperawatan ataupun selama bekerja di rumah sakit atau di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (WHO, 2009).

Pekerjaan yang dilakukan perawat mempunyai potensi yang tinggi dalam penyebaran infeksi, seperti pembersihan cairan tubuh, injeksi/pengambilan darah, pemasangan kateter, perawatan luka dan lain-lain. Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan akan berpotensi menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan (Nursalam, 2011; Akib et al, 2008).

Prevalensi HAIs di negara-negara berkembang berkisar antara 5,7-19,1%, sementara di negara-negara berkembang berkisar antara 3,5-12% (WHO, 2014). Sedangkan prevalensi kejadian HAIs di Indonesia sebesar 7,1% (Wikansari, Hestiningsih & Raharjo, 2012). Data International Labour Organization (ILO) tahun 2012 mencatat angka Penyakit Akibat Kerja (PAK) secara global menurut data WHO dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah (2 juta terpajan virus HBV; 0,9 juta terpajan virus HBC; dan 170,000 terpajan virus HIV/AIDS. Data di USA per tahun 5000


(17)

petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, 47 positif HIV (KEMENKES, 2010). Selain itu, berdasarkan data yang dilaporkan WHO (2002), setiap tahunnya diperkirakan sekitar 3 juta kasus tertusuk jarum atau perlukaan lain oleh benda tajam yang terkontaminasi pada tenaga kesehatan diseluruh dunia. Penggunaan APD merupakan bagian dari usaha perawat dalam menciptakan lingkungan yang terhindar dari infeksi dan sebagai upaya perlindungan diri serta pasien terhadap penularan penyakit (Potter & Perry, 2005). Penggunaan APD salah satu program Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) yang termasuk dalam kewaspadaan isolasi yang disusun oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Kewaspadaan isolasi dibagi menjadi 2 pilar yaitu Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions) dan kewaspadaan berdasarkan cara transmisi (Transmission based Precautions. Kewaspadaan standar yaitu pencegahan dan pengendalian infeksi diterapkan kepada semua pasien yang berprinsip bahwa darah dan cairan tubuh pasien berpotensi menularkan penyakit. Sedangkan, kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk kewaspadaan standar yaitu tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang dilakukan setelah jenis infeksi sudah diketahui (Akib et al, 2008; Nursalam, 2007).

Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini diterapkan kepada pasien yang memang sudah terinfeksi kuman tertentu yang bisa ditransmisikan melalui kontak, udara, dan droplet. Penggunaan APD akan disesuaikan dengan transmisi yang mungkin terjadi, penggunaan APD yang tidak sesuai dengan transmisi, kemungkinan dapat akan menyebabkan penyebaran infeksi tersebut.


(18)

Misalnya saat pemeriksaan fisik yang tidak ada kontak dengan darah atau cairan pasien menggunakan sarung tangan lalu perawat akan melakukan tindakan kepada pasien lain, apabila perawat tidak mengganti sarung tangan akan menyebakan perpindahan mikroorganisme dari pasien ke pasien lain dan apabila perawat selalu mengganti sarung tangan setiap tindakan yang tidak ada kemungkinan kontak dengan darah atau cairan pasien akan terjadi pemborosan sarung tangan sedangkan kontaminasi yang mungkin terjadi dapat dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).

Penggunaan alat pelindung diri pada perawat masih dikategorikan kurang dalam pelaksanaan atau penerapannya. Hal ini dapat dilihat dari penelitian yang dilakukakan Siburian (2012) menunjukkan bahwa sikap perawat dalam penggunaan APD masih kurang, ditujukkan dengan sikap positif sebanyak 46.70% dan sikap negatif sebanyak 53.30%. Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih (2014) menunjukkan perilaku penggunaan APD perawat tidak signifikan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam menggunakan APD. Hasilnya responden yang memiliki perilaku penggunaan APD yang baik berjumlah 40 (47,6%), sedangkan responden yang memiliki perilaku penggunaan APD yang kurang baik berjumlah 44 (52,4%).

Studi pendahuluan yang dilakukan di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping pada tanggal 16 Desember 2015, dari 29 tindakan yang dilakukan terdapat 19 tindakan yang tidak tepat dalam penggunaan APD. Tindakan yang tidak tepat yaitu perawat menggunakan sarung tangan saat mengangkat telepon, menggunakan masker saat memberikan injeksi dan


(19)

masker tidak dilepas saat di ruang perawat, serta terdapat perawat yang tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah menggunakan sarung tangan. Serta dari hasil wawancara dengan Kepala Bangsal Ar-Royan meskipun perawat sudah mengetahui peraturan penggunaan APD dengan tepat, masih terdapat perawat yang tidak melaksanakan sesuai dengan peraturan. Maka dari itu peneliti bermaksud melakukan melihat tentang ketepatan dan kepatuhan penggunaan APD perawat pada bangsal tersebut.

Ketepatan penggunaan APD perawat yang dimaksud adalah tepat dan sesuai dengan kebutuhan atau sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan, karena terdapat tindakan yang tidak perlu menggunakan APD misalnya sarung tangan, cukup dengan melakukan hand hygiene dapat mencegah dan melindungi perawat dari perpindahan mikroorganisme berbahaya dari pasien dan potensi penyebaran berikutnya kepada pasien dan petugas kesehatan lain (Rohani & Setio, 2010).

Sedangkan Kepatuhan penggunaan APD perawat berkaitan dengan sikap perawat dalam penggunaan APD, dari data diatas menunjukkan bahwa sikap perawat masih negatif atau kurang baik dalam penggunaan APD. Karena kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan disiplin (Pranoto, 2007).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa rumusan masalah yang diambil adalah apakah penggunaan APD perawat


(20)

sudah tepat dan patuh pada setiap tindakan keperawatan yang dilakukan di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ketepatan dan kepatuhan penggunaan alat pelindung diri perawat di Bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui ketepatan penggunaan APD perawat (sarung tangan, masker, gaun, dan kacamata) berdasarkan kemungkinan transmisi. b. Mengetahui kepatuhan perawat dalam penggunaan APD, meliputi: 1) Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan pada pasien 2) Menggunakan sarung tangan jika kontak dengan darah/cairan

tubuh, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua pasien.

3) Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien. 4) Mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

5) Membuang jarum ke dalam wadah benda tajam tanpa recapping. 6) Menggunakan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah ketika

adanya kemungkinan percikan atau semprotan cairan tubuh.

7) Sarung tangan yang kotor jangan sampai menyentuh area bersih dari ruangan atau pasien.


(21)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengembangan Ilmu

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi konstribusi dalam kemajuan ilmu keperawatan.

2. Bagi Instansi Rumah Sakit

Diharapkan dapat memberikan gambaran perilaku perawat dalam upaya meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit pada petugas rumah sakit lebih spesifiknya pada perawat.

3. Bagi Perawat

Diharapkan dapat meningkatkan perilaku perawat dalam penggunaan APD dengan tepat dan benar pada setiap bentuk tindakan keperawatan. Dan diharapkan perawat dapat menerapkan penggunaan APD dengan tepat dan benar.

E. Penelitian Terkait

1. Penelitian yang dilakukan Siburian (2012) dengan judul Gambaran Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Terhadap Keselamatan Kerja Perawat IGD RSUD Pasar Rebo Tahun 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi gambaran penggunaan APD terhadap keselamatan kerja oleh perawat di ruang IGD RSUD Pasar Rebo Jakarta Timur, secara khusus penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dari perawat dalam penggunaan APD sebelum memberikan asuhan keperawatan dengan beberapa distribusi yaitu pengetahuan, sikap serta alasan perawat menggunakan APD dan alasan perawat tidak


(22)

menggunakan APD. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, pengumpulan data melalui kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perawat IGD mempunyai pengetahuan yang tinggi terhadap penggunaan APD, tetapi perawat memiliki sikap negatif dalam menggunakan APD. Dan alasan terbanyak perawat menggunakan APD karena ingin menjaga keselamatan diri dan alasan terbanyak tidak menggunakan APD adalah karena sudah terbiasa tidak menggunakan APD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada desain penelitian, populasi dan sampel, tempat dan waktu, instrument penelitian serta pengambilan data.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Setianingsih (2014) yang berjudul Adakah Perbedaan Tingkat Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Pada Perawat Bangsal Kelas Non Utama dan Utama di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan tingkat kepatuhan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada perawat bangsal kelas non utama dan utama di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa sebagian besar perawat bangsal kelas non utama tidak patuh menggunakan APD pada saat melakukan perawatan pada pasien dan sebagian besar perawat bangsal kelas utama patuh menggunakan APD pada saat melakukan perawatan kepada pasien, yang berarti terdapat perbedaan tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada


(23)

perawat bangsal kelas non utama dan utama di Rumah Sakit Wijayakusuma Purwokerto. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah populasi dan sampel, teknik sampling, variable penelitian, waktu dan tempat penelitian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Siagian (2012) dengan judul Pengaruh Pengawasan dan Kepatuhan terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Perawat dalam Pencegahan Infeksi Nosokomial Di Rumah Sakit Umum Daerah Kisaran. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pengawasan dan kepatuhan terhadap penggunaan APD pada perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial. Penelitian ini merupakan penelitian survey deskriptif analitik dengan teknik cross sectional. Hasil penelitian dinyatakan bahwa tingkat pengawasan dari rumah sakit kurang dan kepatuhan perawat dalam menggunakan APD dikategorikan patuh serta perawat di rumah sakit tersebut banyak yang menggunakan APD. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah desain penelitian, jumlah variabel, tempat dan waktu penelitian serta pengambilan sampel.


(24)

A. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia, termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial. Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang bertujuan untuk perawatan atau penyembuhan pasien, apabila dilakukan tidak sesuai prosedur maka berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien yang lain atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena tidak dapat ditentukan secara pasti asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi nosokomial (Hospital acquired infection) diganti dengan istilah

baru yaitu “Healthcare-associated infections” (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya di rumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, serta tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan perawatan pasien (Akib et al, 2008).

Mencegah atau membatasi penularan infeksi di sarana pelayanan kesehatan memerlukan penerapan prosedur dan protokol yang disebut sebagai "pengendalian". Secara hirarkis hal ini telah ditata sesuai dengan efektivitas pencegahan dan pengendalian infeksi (Infection Prevention and Control– IPC), yang meliputi: pengendalian bersifat administratif, pengendalian dan


(25)

rekayasa lingkungan, dan alat pelindung diri (Slamet et al, 2013). Program yang termasuk pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu, (1) Tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi; (2) Surveilans (HAIs dan Proses: audit kepatuhan petugas untuk cuci tangan dan memakai APD); (3) Penerapan kewaspadaan isolasi; (4) Pendidikan dan pelatihan PPI; (5) Penggunaan antimikroba rasional; (6) Kesehatan karyawan (Rosa, 2015).

Tujuan dari Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah untuk membantu mengurangi penyebaran infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan, dengan penilaian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi oleh National Infection Control Policies. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung promosi kualitas pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien, petugas kesehatan, dan orang lain dalam perawatan kesehatan dan lingkungan dengan cara yang hemat biaya (WHO, 2014).

B. Kewaspadaan Isolasi

Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang disusun oleh CDC dan harus diterapkan di rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk menurunkan resiko trasmisi penyakit dari pasien ke pasien lain atau ke pekerja medis. Kewaspadaan isolasi memiliki 2 pilar atau tingkatan, yaitu Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions) dan Kewaspadaan berdasarkan cara transmisi (Transmission based Precautions) (Akib et al, 2008).


(26)

1. Kewaspadaan Standar (Standard/Universal Precautions)

Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rutin dan harus diterapkan terhadap semua pasien di semua fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar/universal yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Tindakan dalam kewaspadaan standar meliputi:

a. Kebersihan tangan.

b. APD : sarung tangan, masker, goggle, face shield , gaun. c. Peralatan perawatan pasien.

d. Pengendalian lingkungan. e. Penatalaksanaan Linen.

f. Pengelolaan limbah tajam/ Perlindungan & Kesehatan karyawan. g. Penempatan pasien

h. Hygiene respirasi/Etika batuk i. Praktek menyuntik aman


(27)

Berdasarkan Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC) kepatuhan kewaspadaan standard terdapat 8 indikator yang terdiri dari:

a. Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan kepada pasien.

b. Gunakan sarung tangan apabila kontak dengan darah/cairan tubuh, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua pasien. c. Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien. d. Mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan.

e. Buang jarum pada tempat pembuangan tanpa menutup kembali.

f. Gunakan gaun, kacamata atau pelindung wajah ketika adanya percikan atau semprotan dari cairan tubuh.

g. Ketika menggunakan sarung tangan kotor jangan menyentuh area bersih dari ruangan/pasien.

h. Needleboxes tidak terisi dengan penuh.

2. Kewaspadaan berdasarkan transmisi (Transmission based Precautions). Kewaspadaan berdasarkan transmisi merupakan tambahan untuk kewaspadaan standar, yaitu tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan setelah jenis infeksinya sudah terdiagnosa atau diketahui (Akib et al, 2008). Tujuannya untuk memutus mata rantai penularan mikroba penyebab infeksi, jadi kewaspadaan ini diterapkan pada pasien yang memang sudah terinfeksi kuman tertentu yang bisa ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak kulit atau lain-lain (Muchtar, 2014). Berdasarkan Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


(28)

Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya tahun 2008, jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi:

a. Kewaspadaan transmisi kontak

Transmisi kontak merupakan cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Kewaspadaan transmisi kontak ini ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung.

1)Kontak langsung

Meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau scabies.

2)Transmisi kontak tidak langsung

Terjadi kontak antara orang yang rentan dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya, dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien.


(29)

Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.

b. Kewaspadaan transmisi droplet

Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien dengan infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat

ditransmisikan melalui droplet ( > 5μm). Droplet yang besar terlalu

berat untuk melayang di udara dan akan jatuh dalam jarak 1 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak konjungtiva atau mukus membran hidung/mulut, orang rentan dengan droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction, bronkhoskopi.

Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal: mukosa membran. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal: commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.


(30)

c. Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions )

Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui jalur udara. Seperti transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster) langsung melalui udara.

Ditujukan untuk menurunkan resiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa

partikel kecil < 5μm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di

udara) atau partikel debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).

C. Alat Pelindung Diri (APD) 1. Pengertian APD

Occupational Safety and Health Administration (OSHA) mendefinisikan Alat Pelindung Diri (APD) adalah pakaian khusus atau peralatan yang digunakan oleh karyawan untuk perlindungan diri dari bahan yang menular (Centers for Disease Control and Prevention). APD merupakan suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri terhadap


(31)

bahaya-bahaya kecelakaan kerja, dimana secara teknis dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan kerja yang terjadi. Meskipun tidak menghilangkan ataupun mengurangi bahaya yang ada dengan menggunakan APD (Mulyanti, 2008).

Berdasarkan Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2015. APD merupakan solusi pencegahan yang paling mendasar dari segala macam kontaminasi dan bahaya akibat bahan kimia. APD digunakan untuk melindungi kulit dan membran mukosa petugas kesehatan dari resiko terpaparnya darah, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh, dan selaput lendir pasien serta semua jenis cairan tubuh pasien. Jenis-jenis tindakan beresiko yang menggunakan alat-alat seperti perawatan gigi, tindakan bedah tulang, otopsi dan tindakan rutin (KEMENKES, 2010).

2. Tujuan menggunakan APD

Alat pelindung diri bertujuan untuk melindungi dirinya dari sumber bahaya tertentu, yang berasal dari pekerjaan maupun lingkungan pekerjaan dan sebagai usaha untuk mencegah atau mengurangi kemungkinana cedera atau sakit (Siburian, 2012). Alat pelindung diri merupakan komponen utama personal precaution beserta penggunaannya yang biasa digunakan perawat sebagai kewaspadaan standar (standard precaution) dalam melakukan tindakan keperawatan menurut Departemen Kesehatan RI, 2007 yang bekerjasama dengan Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia (PERDALIN) tahun 2008.


(32)

3. Jenis-Jenis APD a. Sarung tangan

Sarung tangan digunakan oleh petugas kesehatan dianjurkan untuk dua alasan utama, yaitu: 1) untuk mengurangi resiko kontaminasi tangan petugas kesehatan dengan darah dan cairan tubuh pasien; 2) untuk mengurangi resiko penyebaran kuman ke lingkungan dan transmisi dari petugas kesehatan ke pasien dan sebaliknya, serta dari satu pasien ke pasien lain (WHO, 2009).

Sarung tangan steril digunakan untuk intervensi bedah dan beberapa perawatan non-bedah, seperti kateter pembuluh darah pusat serta saat akan memegang atau kontak dengan peralatan steril atau luka (Kozier, 2002; WHO, 2009). Sarung tangan tidak perlu digunakan saat tindakan ambulasi klien, tindakan yang kontak dengan kulit utuh, mengganti cairan infus, memeriksa tanda-tanda vital, atau mengganti linen, kecuali terdapatnya tumpahan cairan tubuh kontaminasi (Kozier, 2002).

Gunakan sarung tangan yang berbeda untuk setiap pasien, saat menggunakan sarung tangan hindari kontak pada benda-benda yang tidak berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, serta tidak dianjurkan menggunakan sarung tangan rangkap bila tidak benar-benar diperlukan, kecuali dalam tindakan yang memerlukan waktu yang lama dan tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang banyak (KEMENKES, 2010).


(33)

Penggunaan sarung tangan harus tepat atau sesuai dengan indikasi, hal ini berhubungan dengan pemborosan sarung tangan. Kondisi ini berkaitan juga dengan ketersediaan fasilitas atau pasokan sarung tangan yang disediakan dan biaya, jadi petugas kesehatan terutama perawat sangat penting untuk dapat: 1) mengidentifikasi situasi klinis ketika sarung tangan tidak perlu digunakan; 2) membedakan situasi atau tindakan yang harus memakai sarung tangan atau tidak; 3) memilih jenis sarung tangan yang paling tepat yang akan digunakan. Selain berkaitan dengan biaya dan fasilitas sarung tangan yang tersedia, penggunaan sarung tangan dengan tepat berkaitan dengan penularan atau kontaminasi dari sarung tangan tersebut, sedangkan kontaminasi dapat dicegah dengan melakukan cuci tangan dengan benar (WHO, 2009).

b. Masker

Masker digunakan untuk menghindarkan perawat menghirup mikroorganisme dari saluran pernapasan klien dan mencegah penularan patogen dari saluran pernapasan perawat ke klien, begitu pula sebaliknya. Misalnya berinteraksi atau memberikan tindakan pada klien yang menderita infeksi penularan lewat udara (airborne), misalnya merawat pasien tuberculosis. Saat menggunakan masker minimalkan pembicaraan, serta masker yang sudah lembab segera diganti dan masker hanya digunakan satu kali (Potter & Perry, 2005).


(34)

c. Goggle atau Kacamata

Perawat menggunakan kacamata pelindung, masker, atau pelindung wajah saat ikut serta dalam prosedur invasif yang dapat menimbulkan adanya percikan atau semprotan darah atau cairan tubuh lainnya meliputi pembersihan luka, membalut luka, mengganti kateter atau dekontaminasi alat bekas pakai. Kacamata harus terpasang dengan pas sekeliling wajah sehingga cairan tidak dapat masuk antara wajah dan kacamata (Potter & Perry, 2005).

d. Gown atau Gaun pelindung

Gaun digunakan untuk melindungi seragam atau baju petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh yang terinfeksi, serta digunakan untuk menutupi pakaian atau seragam saat merawat pasien yang atau dicurigai menderita penyakit menular melalui udara. Gaun pelindung harus dipakai bila kontak dalam ruang isolasi ada indikasi misalnya saat membersihkan luka, melakukan tindakan drainase, membuang cairan terkontaminasi, mengganti pembalut, menangani pasien pendarahan massif, melakukan tindakan bedah, otopsi dan perawatan gigi. Saat membuka gaun harus berhati-hati untuk meminimalkan kontaminasi terhadap tangan dan seragam (Potter & Perry, 2005).

e. Penutup kepala atau Topi

Penutup kepala atau topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga mencegah mikroorganisme yang terdapat di


(35)

rambut dan kulit kepala tidak masuk atau jatuh ke daerah atau alat yang steril. Topi digunakan untuk melindungi petugas kesehatan dari darah atau cairan tubuh yang menyemprot atau terpercik (KEMENKES, 2010).

f. Sepatu Pelindung (Pelindung Kaki)

Sepatu pelindung adalah sepatu khusus yang digunakan oleh petugas yang bekerja diruangan tertentu misalnya ruang bedah, laboratorium, ICU, ruang isolasi, ruang pemulasaran, dan petugas sanitasi, tidak boleh dipakai ke ruangan lainnya. Tujuannya untuk melindungi kaki petugas dari tumpahan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan (KEMENKES, 2010).

4. Penetapan Penggunaan APD sesuai transmisi Tabel 2.1. Penggunaan APD sesuai transmisi

Kontak Droplet Udara/Airborne

APD petugas

Sarung tangan dan cuci tangan:

− Memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke ruang pasien.

− Ganti sarung setelah kontak dengan bahan infeksius (feses, cairan drain). − Lepaskan sarung

tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci

Masker:

− Pakailah bila bekerja dalam radius 1 m terhadap pasien, saat kontak erat. − Masker

seyogyanya melindungi hidung dan mulut.

− Dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan

Perlindungan saluran napas: − kenakan masker

respirator (N95) saat masuk ruangan pasien atau suspek TB paru.

− Orang yang rentan

seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar


(36)

Kontak Droplet Udara/Airborne tangan dengan

antiseptic. Gaun:

− Pakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan

lingkungan, barang di ruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy,

colostomy, luka terbuka.

− Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan.

− Jaga agar tidak ada kontaminasi

silang ke

lingkungan dan pasien lain.

infeksi saluran napas.

air kecuali petugas yang telah imun. − Bila terpaksa

harus masuk maka harus menggunakan masker

respirator untuk pencegahan. − Orang yang

pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker. Masker bedah/prosedur (min) Sarung tangan Gaun Goggle

Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan

timbul aerosol. Sumber: PERDALIN, 2008

Berdasarkan tabel diatas penggunaan APD yang tepat adalah sesuai dengan kemungkinan transmisi yang mungkin terjadi. Hal ini juga sesuai dengan panduan pemakaian APD di RS PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2015.

5. Penetapan Jenis APD

Penetapan Jenis APD ruang rawat inap berdasarkan Panduan Pemakaian Alat Pelindung Diri di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping tahun 2015, yaitu:


(37)

a. Pelayanan pasien dengan luka, tindakan menjahit, Bedah Minor, rawat luka pasien resiko rendah (pasien tanpa HIV, Hepatitis B/C, dan penyakit menular berbahaya lainnya yang ditularkan lewat cairan tubuh) :

1)Pelindung pernafasan : masker bedah

2)Pelindung tangan : sarung tangan bersih atau sarung tangan steril menyesuaikan dengan jenis tindakan dan kondisi luka

b. Pelayanan pasien dengan luka, tindakan menjahit, bedah minor, rawat luka pasien resiko tinggi (pasien dengan HIV, Hepatitis B/C, dan penyakit menular berbahaya lainnya yang ditularkan lewat cairan tubuh) :

1) Pelindung mata: Spectacle Google 2) Pelindung kepala: Tutup kepala

3) Pelindung respirasi/hidung/mulut: Masker bedah 4) Pelindung Tubuh: Apron/scotch/celemek /gaun

5) Pelindung tangan: Sarung tangan bedah bersih dipasang double dengan sarung tangan panjang bila ada. Bila tidak ada di double dengan sarung tangan sejenis.

6) Pelindung kaki: Sepatu karet.

c. Pelayanan pasien dengan penyakit paru menular berbahaya (TBC, Penumonia) :

1) Pelindung pernafasan : Masker respirator N95 2) Pelindung tangan : Sarung tangan bedah bersih


(38)

d. Pelayanan pasien dengan kemungkinan sangat tinggi terpapar cairan tubuh baik pada pasien infeksius maupun tidak.

1) Pelindung mata Pelindung mata: Spectacle Google 2) Pelindung kepala: Tutup kepala

3) Pelindung respirasi/hidung/mulut: Masker bedah 4) Pelindung Tubuh: Apron/Scotch/Celemek

5) Pelindung tangan: Sarung tangan bedah bersih dipasang double dengan sarung tangan panjang bila ada. Bila tidak ada di double dengan sarung tangan sejenis.

6) Pelindung kaki: sepatu boot karet.

e. Pelayanan pasien dengan penyakit kulit menular 1) Pelindung hidung/mulut: masker bedah 2) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih

f. Pelayanan pasien dengan risiko terpapar cairan tubuh minimal 1) Pelindung hidung/mulut: masker bedah

2) Pelindung tangan: sarung tangan bedah bersih 6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan APD

a. Pengawasan

Dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit diperlukan pengawasan dan pembinaan yang dilakukan oleh menteri kesehatan, dinas kesehatan provinsi, dan dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai fungsi dan tugasnya masing-masing (KEMENKES, 2010). Pengawasan dilakukan bertujuan untuk


(39)

meningkatkan kedisiplinan pekerja untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan Standar Operational Prosedure (SOP). Begitu pula pada penerapan penggunaan alat pelindung diri harus diatas pengawasan yang tepat agar terlaksana sesuai dengan Standar Operational Prosedure (SOP) yang di rumah sakit.

b. Standar Operating Procedure ( SOP)

Dalam panduan nasional keselamatan pasien rumah sakit (patient safety), selain keselamatan pasien yang harus diperhatikan adalah keselamatan pekerja atau petugas kesehatan agar tidak terjadinya kejadian yang tidak diingikan (Depkes, 2007), maka dari itu diperlukannya peraturan atau acuan untuk melaksanakan keselamatan pasien dan petugas kesehatan dalam bentuk Standar Operational Procedure (SOP).

Rumah sakit harus memiliki Standar Operational Prosedure yang akan mengatur dan sebagai acuan untuk melaksanakan kegiatan yang berhubungan dengan pasien, petugas, pengunjung, jenis-jenis tindakan, alat-alat, isolasi, pemberian obat, pengaturan ruang, transportasi, ruang perawatan maupun penggunaan APD (Siburian, 2012).

c. Fasilitas APD di Rumah Sakit

Alat pelindung diri (APD) yang tersedia di rumah sakit seperti sarung tangan, masker, baju pelindung, kacamata pelindung dan sepatu pelindung. Fasilitas APD yang tersedia di rumah sakit ini sangat berpengaruh, karena walaupun tingkat pengetahuan tenaga


(40)

keperawatan sudah baik, adanya pelatihan dan terdapat Standar Operating Procedure (SOP) apabila fasilitas pendukung APD rumah sakit tidak terpenuhi/tidak sesuai standar maka penggunaan APD oleh perawat tidak maksimal (Amaliaet al, 2011).

d. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan tahu terjadi dari proses pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan tersebut terjadi dengan panca indra manusia yaitu pendengaran, penglihatan, perasa, penghidu dan peraba (Efendi, Ferry, Makhfudhli, 2009) tetapi sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari proses penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam pembentukan tindakan atau perilaku seseorang.

Menurut Standard Precautions Clinical Governance 2010, seorang perawat dalam menggunakan APD dipengaruhi beberapa faktor diantanya adalah:

1. Sebagai pemenuhan standar di rumah sakit tempat perawat berkonstribusi dalam pelaksanaan proses keperawatan.

2. Penggunaan APD dapat mendukung semua kegiatan kesehatan selama pemberian tindakan keperawatan, seperti tingkat antisipasi dari paparan darah / cairan tubuh lainnya.

3. Penggunaan APD merupakan prosedur yang paling penting untuk mencegah kontaminasi.


(41)

4. Menjamin keamanan pasien atau klien serta personil kesehatan dan orang yang mengunjungi klien.

5. Tingkat dasar pencegahan dan pengendalian infeksi yang akan digunakan dalam memberikan tindakan keperawatan yang dapat mengurangi resiko penularan patogen melalui darah dan droplet. D. Kepatuhan Penggunaan APD

Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah, prosedur, dan disiplin. Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena perilaku ini bertahan karena adanya pengawasan. Perilaku kepatuhan yang optimal jika perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif (Evaldiana, 2013).

Kepatuhan perawat dalam penggunaan APD sangat diperlukan, karena kurang patuhnya perawat dalam menerapkan asuhan keperawatan akan berakibat rendanya mutu asuhan itu sendiri (Setiadi, 2007). Penggunaan APD merupakan salah satu upaya untuk mengurangi terjadinya infeksi bagi perawat, jika perawat mengalami penyakit akibat kerja yaitu infeksi akan mengakibatkan kurang optimalnya pelayanan yang diberikan (KEMENKES, 2010). Faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan penggunaan APD menurut Efstathiou Georgios, 2011 yaitu:

1. Kurangnya pengetahuan tentang penggunaan APD 2. Kurangnya fasilitas APD

3. Kurangnya pelaksanaan pelatihan tentang penggunaan APD. 4. Jarak tempat pemenuhan fasilitas peralatan yang diperlukan.


(42)

E. Hand Hygiene / Mencuci Tangan

Mencuci tangan merupakan salah satu bagian penting dalam penggunaan APD, karena sebelum dan sesudah menggunakan APD khususnya sarung tangan. The Center for Diesease Control and prevention (CDC) 2002, mencuci tangan merupakan teknik yang paling penting dan paling mendasar dalam mencegah dan mengendalikan penularan infeksi (Potter & Perry, 2006). Larson 1995 mendefinisikan mencuci tangan adalah menggosok dengan sabun secara bersamaan seluruh kulit permukaan tangan dengan kuat dan ringkas yang kemudian dibilas dengan air yang mengalir (Potter & Perry, 2005). Hand hygiene atau mencuci tangan adalah tindakan membersihkan tangan menggunakan menggunakan handrub atau handsoap untuk menghilangkan mikroorganisme yang menempel di tangan secara efektif (Boscart, et al. 2012; Squires, et al. 2013). Tujuan melakukan mencuci tangan adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba yang ada saat itu serta mencegah perpindahan organism multi resisten dari lingkungan rumah sakit ke pasien dan dari pasien ke petugas kesehatan begitu juga sebaliknya (Potter & Perry, 2005; KEMENKES, 2010).

Menurut CDC (2002) mencuci tangan direkomendasikan dalam situasi sebelum dan setelah kontak dengan pasien, sebelum memakai sarung tangan steril dan sebelum melakukan prosedur invasive seperti pemasangan kateter intravascular atau kateter menetap, setelah kontak dengan kulit klien (misalnya, ketika mengukur tekanan darah atau nadi, dan mengangkat klien),


(43)

setelah kontak dengan sumber mikroorganisme (darah atau cairan tubuh, membrane mukosa, kulit yang tidak utuh, melakukan membalut luka walaupun tangan tidak terlihat kotor), ketika berpindah saat tubuh terkontaminasi ke bersih selama perawatan, setelah kontak dengan benda-benda (misalnya peralatan medis) yang bersangkutan atau terkontaminasi dengan klien, dan setelah melepaskan sarung tangan (Potter & Perry, 2006). Hand hygiene harus dilakukan dengan benar sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan meskipun memakai sarung tangan atau alat pelindung lain (Fauzia, Ansyori, Hariyanto, 2014). Indikasi hand hygiene harus dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadinya perpindahan kuman melalui tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran dan setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran (Depkes, 2007).

Menurut WHO (2009) ada 5 moments hand hygiene, yaitu: (1) sebelum kontak dengan pasien, (2) sebelum melakukan prosedur bersih/aseptic, (3) setelah kontak dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi, (4) setelah kontak dengan pasien, (5) setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien.

F. Healthcare-Asssociated Infections (HAIs) 1. Definisi HAIs

HAIs adalah istilah yang digunakan untuk infeksi yang didapat di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya, infeksi yang terjadi sebagai akibat intervensi kesehatan (Mitchell, et al., 2014). Intervensi yang dilakukan oleh perawat untuk penyembuhan dan perawatan pasien, seperti


(44)

pembersihan cairan tubuh, injeksi/pengambilan darah, pemasangan kateter, perawatan luka dan lain-lain. Apabila tindakan tersebut tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan akan berpotensi menularkan penyakit infeksi, baik bagi pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan (Nursalam, 2011; Akib et al, 2008).

2. Dampak HAIs

HAIs mempunyai dampak yang luas bagi pasien, keluarga pasien dan masyarakat hingga pemberi layanan kesehatan (Rohani & Setio, 2010). a. Pasien.

Dampak HAIs bagi pasien ada banyak, antara lain: fungsi organ menurun, bahkan beberapa kasus dapat menimbulkan kecacatan dan kematian. Pasien juga akan menjalani pemeriksaan dan pengobatan tambahan yang seharusnya tidak perlu dijalani.

b. Keluarga pasien dan masyarakat.

Jika keluarga pasien atau masyarakat terjangkit akan meningkatkan biaya rawat, memperpanjang waktu rawat. Jika waktu perawatan bertambah, maka produktivitas kerja akan menurun. Serta anggota keluarga yang lain, yang menjaga pasien juga dapat terinfeksi.

c. Pemberi pelayanan kesehatan

Jika suatu rumah sakit banyak terjadi kasus HAIs pada pasiennya akan mengakibatkan citra rumah sakit tersebut menjadi buruk. Pasien pun dapat menuntut pihak rumah sakit, selain itu jika petugas


(45)

kesehatan terjangkit HAIs akan menurunkan optimalitas kinerja petugas tersebut.

3. Rantai Penularan

Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah (Akib et al, 2008): a. Agen infeksi (infectious agent)

Agen infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan

jumlah (dosis, atau “load”). b. Reservoir

Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.

c. Pintu keluar (portal of exit)

Pintu keluar adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan, pencernaan,


(46)

saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.

d. Transmisi (cara penularan)

Cara penularan adalah mekanisme bagaimana perpindahan agen infeksi dari reservoir ke penderita. Ada beberapa cara penularan yaitu:

1)Kontak langsung atau tidak langsung. 2)Droplet.

3)Airborne.

4)Melalui makanan dan minuman. 5)Melalui vector

e. Pintu masuk (portal of entery)

Pintu masuk adalah tempat dimana agen infeksi memasuki penjamu yang rentan. Pintu masuk bisa melalui saluran pernapasan, pencernaan, saluran kemih, selaput lendir, pembuluh darah, dan kulit yang terdapat luka.

f. Penjamu (host) yang rentan

Penjamu yang rentan adalah orang yang tidak memilki daya tahan tubuh yang cukup kuat untuk melawan agen infeksi serta mencegah infeksi atau penyakit.


(47)

G. Kerangka Teori

Tabel 2.2. Kerangka Teori

Kewaspadaan Isolasi Program Pengendalian Infeksi

(PPI)

Ketepatan dan Kepatuhan Penggunaan APD

HAIs

Kewaspadaan Standar 1. Kebersihan tangan

2. APD: sarung tangan, masker, kacamata, pelindung wajah,gaun.

3. Peralatan perawatan pasien 4. Pengendalian lingkungan 5. Penalaksanaan linen

6. Pengelolaan limbah tajam, pelindungan dan kesehatan karyawan

7. Penempatan pasien 8. Etika batuk

9. Praktek menyuntik aman

10.Praktek pencegahan infeksi untuk prosedur pungsi lumbal

Kewaspadaan berdasarkan Transmisi

1. Transmisi kontak 2. Transmisi droplet 3. Transmisi airborne


(48)

H. Kerangka Konsep

Tabel 2.3. Kerangka Konsep

Keterangan: = diteliti

= tidak diteliti Ketepatan Penggunaan APD:

1. Trasnmisi kontak : Sarung tangan dan gaun

2. Trasmisi droplet: Masker 3. Trasmisi Airborne:

Masker Bedah *Minimal Sarung tangan Gaun

Kacamata/goggles

*Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol.

Kepatuhan Penggunaan APD:

1. Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan pada pasien

2. Menggunakan sarung tangan jika kontak dengan darah/cairan tubuh, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua pasien. 3. Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan

area perawatan pasien.

4. Mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

5. Membuang jarum ke dalam wadah benda tajam tanpa recapping.

6. Menggunakan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah ketika adanya kemungkinan percikan atau semprotan cairan tubuh.

7. Sarung tangan yang kotor jangan sampai menyentuh area bersih dari ruangan atau pasien.

8. Needleboxes tidak terisi penuh. Faktor yang mempengaruhi:

1. Pengawasan

2. Standar Operating Procedure (SOP)

3. Fasilitas APD di rumah sakit 4. Pengetahuan


(49)

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif observasional. Penelitian dilakukan untuk melihat ketepatan dan kepatuhan penggunaan APD perawat pada setiap tindakan yang dilakukan. Penelitian ini hanya melakukan pengamatan pada ketepatan dan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD, dilihat dari tindakan keperawatan yang dilakukan perawat tersebut.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan subjek dalam penelitian yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi dalam penelitian ini adalah semua tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Populasi pada penelitian ini tidak diketahui jumlahnya atau populasi infinit.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi terjangkau yang dapat digunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sampling merupakan proses menyeleksi jumlah dari populasi yang dapat mewakili populasi (Nursalam, 2013). Sampel dalam penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan perawat di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah


(50)

sampling insidental yaitu penentuan sampel berdasarkan kebetulan (Sugiyono, 2012), sampel diambil saat peneliti menemukan penggunaan APD perawat saat melaksanakan tindakan di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Penelitian ini menggunakan penentuan kriteria sampel untuk mengurangi bias hasil penelitian, yaitu kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dengan karakteristik yang di miliki responden penelitian yang akan diteliti (Nursalam, 2013).

Kriteria inklusi pada penelitian ini, yaitu :

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

b. Kriteria Eksklusi, yaitu :

1) Tindakan keperawatan yang dilakukan selain di bangsal Ar-Royan.

2) Tindakan keperawatan yang dilakukan tanpa menggunakan APD karena fasilitas APD yang di rumah sakit tidak memadai.

3) Tindakan keperawatan dilakukan dengan menggunakan APD karena sedang dalam pengawasan oleh kepala ruang dan supervisor Ar-Royan.

Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel berikut ini (Nursalam, 2013):


(51)

Keterangan:

n = perkiraan besar sampel

z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% q = 1- p (100% - p)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05) Perhitungan besar sampelnya sebagai berikut:

Setelah dilakukan penelitian jumlah sampel yang didapatkan adalah 400 tindakan keperawatan yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. C. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi penelitian

Peneliti mengambil lokasi di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping, karena bangsal tersebut merupakan bangsal pendidikan. Sebagai bangsal pendidikan segala kegiatan disana menjadi contoh termasuk dalam penggunaan APD perawat. Serta dari hasil wawancara dengan kepala ruang di bangsal tersebut masih terdapat perawat yang belum tepat dalam penggunaan APD dan penelitian ini juga akan digunakan untuk mengevaluasi penggunaan APD di bangsal tersebut. 2. Waktu Penelitian


(52)

D. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel

Variabel dalam penelitian ini terdapat dua variable, yaitu variabel dependen. Variabel pada penelitian ini adalah ketepatan dan kepatuhan perawat dalam penggunaan APD saat melakukan tindakan keperawatan. 2. Definisi Operasional

Ketepatan penggunaan APD perawat adalah penggunaan APD seperti sarung tangan, masker, kacamata dan gaun pada semua tindakan keperawatan di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping yang disesuaikan dengan kemungkinan transmisi. Diukur dengan cara mengobservasi menggunakan alat ukur checklist lembar observasi, dengan skala ukur yaitu skala nominal. Hasil ukur yang didapatkan adalah penggunaan APD tepat jika sesuai dengan checklist lembar observasi dan penggunaan APD tidak tepat jika tidak sesuai dengan checklist lembar observasi.

Kepatuhan penggunaan APD perawat adalah tingkah laku perawat dalam menggunakan APD dengan tepat dan sesuai dengan prosedur penggunaan APD yang benar pada setiap tindakan keperawatan di bangsal Ar-Royan RS PKU Muhammadiyah Gamping. Diukur dengan cara mengobservasi menggunakan alat ukur checklist lembar observasi, dengan skala ukur yaitu skala nominal. Hasil ukur yang didapatkan adalah patuh jika tingkah laku perawat dalam menggunakan APD sesuai dengan prosedur yang ada di checklist lembar observasi dan tidak patuh jika


(53)

tingkah laku perawat dalam menggunakan APD tidak sesuai dengan prosedur di checklist lembar observasi.

E. Intrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk mengumpulkan data (Notoatmodjo, 2010). Instrumen yang digunakan pada penelitian ini terdapat 2 lembar observasi berupa checklist dengan pengukuran data yang digunakan yaitu skala Guttman. Lembar observasi yang pertama untuk mengetahui ketepatan penggunaan APD perawat dan lembar observasi yang kedua untuk mengetahui kepatuhan penggunaan APD perawat.

1. Lembar observasi ketepatan penggunaan APD berisi tentang penggunaan sarung tangan, masker, gaun, dan kacamata sesuai dengan kemungkinan transmisi sesuai dengan pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya tahun 2008. Penilaian dalam lembar observasi ketepatan penggunaan alat pelindung diri perawat yaitu mendapatkan nilai 1, “jika penggunaan APD perawat tepat sesuai dengan

ceklist” dan mendapat nilai 0, “jika penggunaan APD perawat tidak tepat”.

Lembar observasi ketepatan penggunaan APD mencakup:

a. Kemungkinan transmisi melalui kontak APD yang digunakan mencuci tangan dan memakai sarung tangan.

b. Kemungkinan transmisi droplet APD yang digunakan masker dan pelindung mata.

c. Kemungkinan transmisi udara/airborne APD yang digunakan masker respiratori (N95) atau minimal masker bedah/prosedur, apabila


(54)

melakukan tindakan dengan kemungkinan timbulnya aerosol APD yang digunakan selain, masker adalah sarung tangan, gaun, dan kacamata.

2. Lembar observasi kepatuhan penggunaan APD berisi tentang tingkah laku perawat dalam melaksanakan prosedur penggunaan APD dengan benar, yang berdasarkan lembar observasi dari Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology (APIC). Penilaian dalam lembar observasi ini adalah diberikan tanda plus (+) jika “ya dilakukan”, dan pada kolom minus (-) jika “tidakdilakukan”.

Lembar observasi kepatuhan penggunaan APD meliputi:

a. Mencuci tangan sebelum memberikan perawatan pada pasien

b. Menggunakan sarung tangan jika kontak dengan darah/cairan tubuh, membrane mukosa atau kulit yang tidak utuh pada semua pasien. c. Lepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien. d. Mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.

e. Membuang jarum ke dalam wadah benda tajam tanpa recapping. f. Menggunakan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah ketika adanya

kemungkinan percikan atau semprotan cairan tubuh.

g. Sarung tangan yang kotor jangan sampai menyentuh area bersih dari ruangan atau pasien.

h. Needleboxes tidak diisi berlebihan. F. Uji Validitas dan Reliabilitas


(55)

G. Tahap Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan peneliti melakukan observasi dan menyesuaikan checklist penggunaan APD perawat pada setiap tindakan perawat yang dilakukan.

Tabel 3.1. Tahapan Penelitian dan Pengumpulan Data

H. Pengolahan dan Metode Analisis Data 1. Pengolahan Data

Pengumpulan dan pengolahan data dilakukan dengan menggunakan lembar observasi berupa ceklist. Data yang sudah terkumpul sebelum dianalisis, data terlebih dahulu harus diolah sehingga menjadi informasi. Dalam mengolah data terdapat langkah-langkah yaitu:

a. Editing yaitu data yang sudah terkumpul dipastikan dan diperiksa kembali kelengkapan, kesesuaian, dan kejelasan data tersebut.

b. Coding yaitu mengklasifikasikan hasil pengamatan dengan mengubah data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi kode dalam bentuk

Peneliti datang ke ruang rawat inap Ar-Royan Mengobservasi ketepatan dan kepatuhan penggunaan APD perawat. Data terkumpul.

Peneliti datang pada shif pagi, siang dan malam.

Pengolahan dan analisis data. Peneliti menemui kepala ruang Ar-royyan untuk meminta ijin.

Peneliti menyusun bab IV dan V

Peneliti melakukan ujian hasil penelitian setelah

disetujui dosen pembimbing


(56)

angka untuk mempermudah dalam analisis data dan mempercepat dalam memasukan data.

c. Processing atau data entry yaitu memasukan data yang didapat ke dalam komputer dengan menggunakan salah satu program komputer. Pada penelitian ini menggunakan program Software Statistic (SPSS). d. Cleanning yaitu proses pengecekan kembali data yang sudah

dimasukan (entry) agar tidak terjadi kesalahan, yaitu dengan mengetahui data yang hilang (missing), variasi data atau kode yang digunakan.

e. Tabulating merupakan pengorganisasian data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan peneliti untuk ditampilkan dan dianalisis.

f. Setelah data diolah dan dilakukan pengecekan kembali, untuk memudahkan pembaca, data tersebut disajikan dalam bentuk narasi. 2. Analisis Data

Data dari penelitian ini akan dianalisi menggunakan uji univariat, yaitu analisis yang dilakukan bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel. Bentuk analisis univariat ini tergantung dari jenis datanya (Notoatmodjo, 2010). Hasil data akan dianalisa secara deskripsi dalam bentuk frekuensi dan prosentase.

Rumus:

Keterangan : P = Persentase yang dicari

F = Jumlah frekuensi setiap kategori N = Jumlah sampel


(57)

I. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan tindakan keperawatan, walaupun dalam penelitian ini tidak melibatkan perawat (manusia) secara langsung tetapi berkaitan dengan responden yang akan menjadi data penelitian. Selain memperhatikan etika penelitian terhadap tindakan keperawatan peneliti juga menggunakan etika untuk perawat. Etika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kemandirian (autonomy)

Peneliti memberikan kebebasan kepada perawat yang melakukan tindakan keperawatan untuk bersedia tindakannya untuk menjadi data penelitian. Peneliti meminta bantuan pada kepala perawat untuk menyampaikan bahwa akan dilakukan penelitian di bangsal tersebut.

2. Kejujuran (veracity)

Peneliti jujur dalam meneliti dan mengambil data dengan mengolah data responden menjadi bermanfaat.

3. Menghormati (privacy)

Peneliti dalam penelitian ini tidak mencantumkan nama perawat yang melakukan tindakan keperawatan tersebut.

4. Kerahasiaan (confidentiality)

Data dari hasil penelitian digunakan hanya untuk keperluan khusus dan tidak dipublikasikan.


(58)

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan salah satu pelayanan yang ditawarkan adalah ruang rawat inap. Ruang rawat inap yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai macam kelas sesuai dengan kebutuhan dan biaya yang dimiliki pasien, ruang perawatan kelas I, ruang perawatan kelas II dan ruang perawatan kelas III. Ruang rawat inap yang terdapat di PKU Muhammadiyah Gamping yaitu bangsal Al Kautsar, Wardah, Naim, Zaitun, dan Ar-Royan. Peneliti melakukan penelitian di bangsal Ar-Royan yang merupakan bangsal pendidikan, dengan harapan perawat yang bekerja di bangsal Ar-Royan dapat menjadi role model bagi perawat bangsal lainnya. Jumlah perawat di bangsal Ar-Royan 24 perawat, di bangsal ini terdapat 6 ruang rawat inap dan 30 bed pasien, setiap ruangan ada 5 bed. Terdapat 7-8 perawat pada setiap shifnya. Untuk fasilitas APD di bangsal ini terdapat sarung tangan, masker, dan gaun, selain itu juga terdapat fasilitas hand hygiene yaitu terdapat 1 wastafel di depan ruang perawat, 1 wastafel masing-masing toilet ruangan perawatan dan 5 handrub. Setiap ruangan terdapat 1 handrub di depan pintu.


(59)

Selama penelitian di bangsal tersebut tidak terdapat penyakit yang menular melalui kontak, droplet ataupun airborne, hanya adanya kemungkinan terjadinya trasmisi kontak. Tindakan keperawatan yang peneliti dapatkan seperti dokumentasi, mengganti botol infus, melepas infus, memasang infus, injeksi obat melalui infus, perawatan luka, menyiapkan obat, mengambil darah, menyiapkan bed, medikasi dan lain-lain. Peneliti mendapatkan responden sebanyak 400 tindakan, terbagi menjadi beberapa macam trasmisi. Tindakan yang memiliki kemungkinan trasmisi kontak sebanyak 343, transmisi droplet sebanyak 54, dan terdapat 54 tindakan yang menggunakan jarum suntik serta 3 tindakan yang memiliki trasmisi kontak dan menggunakan jarum suntik.

Maka dari itu pada penelitian ini berbeda-beda pada jumlah responden pada setiap kategori penilaiannya. Pada kategori ketepatan terbagi menjadi 2 yaitu responden transmisi kontak sebanyak 346 responden dan trasmisi droplet sebanyak 54 responden. Sedangkan pada kategori kepatuhan terdapat 346 responden trasmisi kontak dan 57 responden yang menggunakan jarum suntik.

2. Gambaran Karakteristik Transmisi

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Transmisi (N=400)

Karakteristik APD Jumlah

(n)

Prosentase % Transmisi

Kontak

Sarung tangan

Cuci tangan 346 86.5

Transmisi

Droplet Masker 54 13.5

Total 400 100.0


(60)

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar trasmisi adalah tindakan keperawatan yang memiliki kemungkinan transmisi kontak, yaitu sebanyak 346 responden (86.5%).

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Transmisi Berdasarkan Ketepatan Penggunaan APD Perawat Bangsal Ar-Royan pada Mei-Juni 2016 (N=400)

Ketepatan Penggunaan

APD

Transmisi Kontak Transmisi Droplet n

% n %

Tepat 298 81.87 0 0

Tidak Tepat 66 18.13 36 100

Total 364 100 36 100

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan APD pada transmisi kontak tepat, sebanyak 298 tindakan keperawatan (81.87%). Sedangkan pada hasil trasmisi droplet seluruhnya tidak tepat yaitu sebanyak 36 tindakan keperawatan (100%).

3. Gambaran Ketepatan Penggunaan APD

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Ketepatan Penggunaan APD Perawat Bangsal Ar-Royan pada Mei-Juni 2016 (N=400)

Ketepatan

Penggunaan APD n %

Tepat 298 74.5

Tidak Tepat 102 25.5

Total 400 100.0

Sumber: Data Primer, 2016

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa sebagian besar ketepatan penggunaan APD secara keseluruhan tepat, yaitu sebanyak 298 tindakan keperawatan (74.5%).


(1)

serta hindari kontak pada benda-benda lain selain yang berhubungan dengan tindakan yang sedang dilakukan, agar mencegah terjadinya kontaminasi silang6.

Mencegah terjadinya HAIs tidak hanya kebersihan tangan yang diperhatikan dengan mencuci tangan dan menggunakan sarung tangan, tetapi area lain juga dengan menggunakan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah. Penggunaan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah digunakan ketika adanya kemungkinan percikan atau semprotan cairan tubuh16. Pada penelitian ini tidak didapatkan data dalam penggunaan gaun, kacamata dan/atau pelindung wajah, karena selama peneliti melakukan pengambilan data tidak ada tindakan yang dilakukan menggunakan APD tersebut. Pemakaian gaun pelindung bertujuan untuk melindungi petugas dari kemungkinan genangan atau percikan darah atau cairan tubuh lainnya. Gaun digunakan apabila melakukan tindakan yang mempunyai kemungkinan adanya perdarahan massif dan percikan darah atau cairan tubuh lainnya16. Gaun pelindung sebaiknya digunakan pada setiap dinas atau bekerja9. Penggunaan kacamata atau pelindung wajah digunakan saat ikut serta dalam prosedur invasive yang dapat menimbulkan adanya percikan atau semprotan darah/cairan tubuh pasien seperti pembersihan luka. Hal ini agar area wajah perawat dapat terlindungi dari kontaminasi atau

infeksi silang yang diakibatkan percikan atau semprotan16.

Infeksi silang dapat terjadi dari kecelakaan yaitu prosedur penyuntikan, yang sering terjadi pada saat memasukan kembali jarum suntik bekas pakai kedalam tutupnya4. Ketika perawat tanpa sengaja tertusuk jarum suntik yang sudah terpakai, perawat beresiko terjangkit sekurang-kurangnya 20 patogen potensial10. Maka dari itu sangat tidak disarankan untuk menutup kembali jarum suntik yang telah digunakan melainkan langsung dibuang ke penampungan sementara, tanpa menyentuh atau memanipulasi. Apabila jarum terpaksa ditutup kembali (recapping) gunakanlah dengan cara penutupan dengan satu tangan untuk mencegah jari tertusuk jarum4.

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar tidak patuh, dari hasil observasi jarum suntik yang telah digunakan ditutup kembali setelah dipakai dan dibuang. Namun dalam teknik penutupan jarum suntik sudah benar yaitu dengan satu tangan, hal ini bisa jadi dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan pengetahuan15. Selain itu kemungkinan besar perawat memiliki pengetahuan yang rendah tentang bahaya pemasangan kembali tutup jarum suntik. Rendahnya pengetahuan ini dapat dikarenakan kurangnya informasi yang diterima oleh perawat26.

Sebelum dibuang ketempat pembuangan akhir atau tempat pemusnahan, maka diperlukan wadah penampung sementara


(2)

yang bersifat kedap tusukan. Wadah penampungan jarum suntik bekas pakai harus dapat digunakan dengan satu tangan agar saat memasukan jarum tidak sulit. Wadah tersebut ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah, dan tidak dapat terbuka lagi sehingga tidak tumpah. Hal tersebut bertujuan agar terhindar dari perlukaan pada pengelolaan yang selanjutnya4. Data dari penelitian ini mayoritas patuh dalam hal needlebox atau wadah pembuangan jarum tidak diisi dengan penuh. Tetapi wadah sementara yang digunakan untuk menampung jarum suntik masih belum sesuai dengan yang seharusnya, di bangsal tersebut masih menggunakan tempat persegi panjang yang terbuat dari besi tanpa penutup.

Dari penjelasan dan hasil penelitian kepatuhan didapatkan hasil patuh pada hampir semua indikator. Indicator kepatuhan pada penelitian ini termasuk pada kepatuhan kewaspadaan standar. Penerapan kewaspadaan standar yang baik akan membantu mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi/HAIs.

KESIMPULAN

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Sebagian besar ketepatan

penggunaan alat pelindung diri perawat sudah tepat pada trasmisi kontak yaitu pemakaian sarung tangan sesuai dengan kebutuhan. Tetapi pada penggunaan

masker yaitu APD yang

digunakan untuk

kemungkinan trasmisi droplet masih tidak tepat, pemakaian masker tidak sesuai dengan kemungkinan trasmisi yang ada.

2. Tingkat kepatuhan penggunaan alat pelindung diri perawat sebagian besar sudah patuh. Pada indikator mencuci tangan setelah melepaskan sarung tangan merupakan indikator yang memiliki nilai kepatuhan paling tinggi. Sedangkan pada indikator melepas sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien merupakan indikator yang memiliki nilai tertinggi pada kategori tidak patuh.

SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat beberapa hal yang direkomendasikan terkait topik penelitian, yaitu bagi:

1. Perawat

Perawat dapat menggunakan APD dengan tepat sesuai dengan kebutuhan dan trasmisi yang mungkin terjadi dan memperhatikan penggunaan APD antara pasien satu dengan pasien yang lainnya, agar semua yang berada di lingkungan tersebut terhindar dari infeksi silang bukan hanya melindungi diri sendiri.

2. Kepala Perawat

Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan


(3)

kepala perawat lebih mengawasi dalam hal pemakaian APD. Pemakaian masker sesuai dengan trasmisinya dan sarung tangan selalu diganti untuk setiap pasien walaupun pada tindakan yang sederhana, misalnya injeksi.

3. Bagian Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI) Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan bagian PPI membuat SOP pemakaian APD sesuai dengan trasmisi yang mungkin terjadi. Agar pemakaian APD tepat sesuai dengan kebutuhan. Serta sosialisai tentang kepatuhan dalam hal melepaskan sarung tangan sebelum meninggalkan area perawatan pasien, yang terdapat di panduan pemakaian APD.

4. Direktur Rumah Sakit

Setelah dilakukan penelitian ini, diharapkan direktur rumah sakit dapat lebih banyak mengadakan pelatihan dalam hal pengendalian dan pencegahan infeksi. Karena hal ini sangatlah penting untuk kemajuan rumah sakit, apabila angka infeksi dapat dikendalikan.

5. Peneliti selanjutnya

Peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian dengan topik yang sama, tetapi tempat penelitian tidak hanya dilakukan di satu bangsal saja.

Peneliti selanjutnya dapat juga memperhatikan faktor yang mempengaruhi dalam variabel yang diteliti atau lebih memfokuskan pada poin yang belum terdapat datanya. DAFTAR PUSTAKA

1. Association for Professionals in Infection Control and Epidemiology. (2015). Standard Precautions Compliance Data Collection Form. Diakses pada 14 November 2015, dari http://apic.org/Resource/Tiny MceFileManager/Academy/A SC101_resources/Assessment _Checklist/StandardPrecautio nsCompliance

Assessment_Tool.doc.

2. Akib, K.M., Lebang, Y., Samudra, E., et al. (2008). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Departemen Kesehatan RI: Jakarta. Diakses pada 1 Februari 2016, dari: https://www.k4healt h.org/sites/default/files/IPC%2 0Technical%20Guideline%20 200 8%20small.pdf.

3. Darmadi. (2008). Infeksi nosokomial: Problematika dan Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika. Diakses pada 15 juni 2016, dari: http://books

.google.co.id/books?id=BdkO Haf5RIC&printsec=frontcover hl=id#v=onepage&q&f=false


(4)

4. Emaliyawati, E. (2009). Tindakan Kewaspadaan Universal Sebagai Upaya untuk Mengurangi Resiko Penyebaran Infeksi. Universitas Padjadjaran Bandung: Fakultas Ilmu Keperawatan. Diakses pada 1 Februari 2016, dari: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/10/tinda k

ankewaspadaan_universal.pdf 5. Evaldiana, (2013). Kepatuhan

Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam Menangani Pasien TB Paru Di Rumah Sakit Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Skripsi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Diakses pada 6 Maret 2016, dari: http://reposi tory.uksw.edu/handle/123456 789/6706.

6. KEMENKES, RI. (2010). Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Di Rumah Sakit (K3RS). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 7. Kozier, B., Erb. G., Berman,

A., Snyder, S. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. 8. Madyanti, D.R. (2012).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada Bidan saat Melakukan Pertolongan Persalinan di RSUD Bengkalis tahun 2012. Skripsi Universitas Indonesia.

Fak. Kesehatan Masyarakat, Jur. Kebidanan Komunitas. 9. Mashuri, Rosa, E. M., Istanti,

Y. P. (2013). Pengaruh Penerapan Universal Precaution (Hand Hygiene dan APD) dalam Mencegah Insiden Hepatitis C pada Pasien Hemodialisa di RSU

PKU Muhammadiyah

Yogyakarta. Jurnal Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Diakses pada 15

juni 2016, dari:

http://journal.umy.ac.id/index. php/mjn/article/view8.

10. Maria, S.P.I., Wiyono, J., Candrawati, E. (2015). Kejadian Kecelakaan Kerja Perawat Berdasarkan Tindakan Tidak Aman. Jurnal Care vol. 3, No. 2. Diakses pada 15 Juni 2016, dari: http://jurnal.unitri.ac.id/ind ex.php/care/article/view/387/3 5.

11. Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

12. Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.

13. Nursalam dan Ninuk. (2007). Asuhan Keperawatn Pada Pasien Terinfeksi. Jakarta: Salemba Medika.

14.Nursalam. (2013). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan:


(5)

Pendekatan Praktis Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika. 15. Prakasiwi, R.F. (2010).

Hubungan Faktor Penentu Perilaku Keselamatan Kerja

dengan Terjadinya

Kecelakaan Kerja Tertusuk Jarum Suntik pada Perawat di RSD dr. Soebandi Jember. Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat Unversitas Jember. Diakses pada 15 Juni

2016, dari:

http://repository.unej.ac.id/bits tream/handle/123456789/1609 0/rizqifitri_1.pdf?sequence=1 16. Potter A. Patricia & Perry A.

G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep dan praktik, Vol.1 Edisi 4. Jakarta: EGC.

17. Rosa, E. M. (2015). Infection Control. Yogyakarta

18. Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Gamping. (2015). Panduan Penggunaan Alat Pelindung Diri. Yogyakarta.

19. Sugiyono. (2012). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

20. Slamet et al, (2013). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Kasus Konfirmasi Atau Probabel Infeksi Virus Middle East Respiratory Syndrome-Corona Virus (Mers-Cov). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Diakses pada 7 Maret 2016, dari:

http://www.depkes.go.id/resou r ces/download/puskes-haji/5-pe doman-pencegahan-dan-pengen dalian-infeksi-mers-cov.

21.Tietjen, L. (2005). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta: YBP Sarwono Prawiroharjo.

22.World Health Organization. (2009). WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety Challenge Clean Care Is Safer Care. Diakses pada 24 November 2015, dari: http://ww

w.ncbi.nlm.nih.gov/books/NB K 144047/#parti ch23.s1. 23.______. (2002). The World

Health Report 2002-Reducing Risks, Promoting healthy life. Diakses pada 20 November 2015, dari: www.who.int/whr/ 2002/en/index.html.

24.______. (2014). Infection prevention and control in health care. Diakses pada 7 Maret 2016, dari: http://www.who.int/

csr/bioriskreduction/infection control/en/.

25.Winkansari, N., Hestiningsih, R., Raharjo, B. (2012). Pemeriksaan Total Kuman Udara dan Staphylococcus Aureus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Diakses pada 24


(6)

November 2015, dari: http://eprints.undip

.ac.id/38370/1/4453

26. Yuliana, C. (2012). Kepatuhan

Perawat terhadap

Kewaspadaan Standar di

RSKO Jakarta tahun 2012. Skripsi Universitas Indonesia. Diakses pada 3 Juni 2016, dari: http://lib.ui.ac.id /file ?file=digital/20355664-S-Citra %20Y uliana.pdf.