Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan suatu persoalan hidup dan kehidupan manusia sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai bangsa. Pendidikan diyakini sebagai upaya yang paling mendasar dan strategis sebagai wahana penyiapan sumber daya manusia dalam pembangunan bangsa. Posisi strategis pendidikan ini, menurut Shane dalam Fajar, 1998 : 1954 memiliki empat potensi yang signifikan dengan kehidupan masa depan, salah satu di antaranya dinyatakan bahwa pendidikan merupakan cara terbaik bagi perkembangan manusia menuju ke arah yang lebih baik. Pendidikan memainkan peran peranan yang sangat penting dalam mengembangkan sumber daya manusia yang diperlukan bagi pembangunan di semua bidang kehidupan bangsa, terutama dalam mepersiapkan kader bangsa peserta didik menjadi aktor pembangunan yang mampu menampilkan keunggulannya secara profesional di bidangnya masing-masing. Pendidikan berusaha untuk mengembangkan potensi individu sehingga perlu diberi berbagai kemampuan dalam pengembangan berbagai hal, konsep, prinsip kreativitas, tanggung jawab, 1 dan keterampilan-keterampilan. Hal ini berarti bahwa perlu mengalami perkembangan dalam aspek afektif, kognitif, dan psikomotor Fatah, 2000:5. Sistem pendidikan nasional yang menyoroti tentang isu peningkatan kualitas manusia yang sesungguhnya merupakan mata rantai dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan produktivitas nasional. Hal ini akan dapat diwujudkan hanya melalui lembaga pendidikan. Pendidikan nasional pada dasarnya merupakan proses pencerdasan bangsa dalam meraih kehidupan bangsa yang lebih baik. Oleh karena itu pendidikan sangat berperan dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia dan berfungsi mengembangkan kemampuan, keterampilan, serta mutu kehidupan manusia seutuhnya yang diselenggarakan melalui berbagai program dan jenjang pendidikan. Hal tersebut sejalan dengan Tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 BAB II Pasal 3, yang berbunyi : “Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negera yang demokratis serta tanggung jawab”. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang merupakan wadah atau tempat proses pendidikan berlangsung. Sekolah memiliki 2 sistem yang komplek dan dinamis, sehingga sekolah bukan hanya sekedar tempat berkumpul antara guru dan murid, tetapi lebih dari itu, sekolah merupakan pusat pengelolaan dan pengembangan sumber daya manusia menjadi bermutu. Hal ini senada dengan pendapat Fajar 1988 : 51 dan Notoatmodjo 1992 : 27 menyebutkan bahwa pendidikan merupakan wahana pengembangan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Konsekuensi dari hal tersebut maka setiap lembaga pendidikan sekolah akan selalu mengupayakan peningkatan mutu pendidikan secara optimal yang berusaha mengarahkan kegiatan proses pembelajaran pada tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Tapi pada kenyataanya hal ini mudah dikatakan dan sulit untuk dikerjakan karena banyak sekolah yang gulung tikar gara-gara tidak bisa mengarahkan dan meningkatkan mutu pendidikan yang ada. Fenomena ini ditandai dari rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, atau cenderung tambal sulam, bahkan lebih berorientasi proyek. Akibatnya, seringkali hasil pendidikan mengecewakan masyarakat. Mereka terus mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Kualitas lulusan pendidikan kurang sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja dan pembangunan, baik industri, perbankan, telekomunikasi, maupun pasar tenaga kerja sektor lainnya yang cenderung menggugat eksistensi sekolah. 3 Agar tidak terjadi hal seperti ini sekolah harus bisa mencapai dan memuaskan harapan pelanggan masyarakat. Salah satu bentuk usaha sekolah untuk mengggulanginya adalah dengan meningkatkan mutu proses pembelajaran di sekolah. Mutu proses pembelajan dapat tercapai bila dilakukan tindakan pengejaran atas mutu, prosesnya harus secara terus- menerus diperbaiki dengan diubah, ditambah, dikembangkan, dan dimurnikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Syafarudin 2002 : 37 bahwa : “Mutu proses pembelajaran dapat tercapai bila dilakukan perbaikan terus-menerus, adanya pengejaran atas mutu sehingga sekolah- sekolah tidak hanya cukup menawarkan program studi dengan kurikulum tertentu, lalu orang tua dan pelajar menjadi puas. Akan tetapi, sekolah juga harus menyediakan alat-alat belajar dan mengajar yang relevan dengan perkembangan zaman untuk mendukung kemajuan proses pembelajaran dan pengajaran”. Dengan mengacu kepada pendapat tersebut maka personil pengelola sekolah kepala sekolah, guru, stap, dan komite sekolah harus berusaha ke arah tersebut. Terlebih kepala sekolah sangat berperan dalam menjalankan fungsinya, baik fungsi administrasi maupun fungsi supervisi yang memiliki pengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran. David F. Salibury 1996 : 149 dalam Five Technology in Educational Change menjelaskan: “Without quality leadership and skillfull management, even the ideas are never implemented. Without good management and on going support for their leaders, those lower in the organization become disillusioned in time, cease to continue the change effort”. 4 Kepala sekolah dalam buku Panduan Manajemen Sekolah Diknas, 2000 : 11 diartikan sebagai pimpinan tertinggi di sekolah. Pola kepemimpinannya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan sekolah. Oleh karena itu, dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala sekolah perlu mendapat perhatian yang serius. Kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam mengembangkan kualitas pendidikan di Sekolah Dasar SD. Berkembangnya semangat kerja, kerjasama yang harmonis, minat terhadap perkembangan pendidikan, suasana kerja yang menyenangkan serta perkembangan kualitas kemampuan guru banyak ditentukan oleh keterampilan kepemimpinan dan kualitas pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 Pasal 12 yang menyatakan : “Kepala sekolah bertanggung jawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana”. Kepemimpinan menurut Terry yang dikutip oleh Toha 2001: 5 adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan untuk mencapai tujuan organisasi. Menurut Burhanudin 1994 : 20 kepemimpinan adalah suatu usaha yan dilakukan oleh seseorang dengan segenap kemampuan untuk mempengaruhi, mendorong, mengarahkan, dan menggerakan orang-orang yang dipimpin supaya mereka mau bekerja dengn penuh semangat dan 5 kepercayaan dalam mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dari pengertian ini, maka kepemimpinan pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses mempengaruhi, mengarahkan, menggerakkan, dan memotivasi orang- orang yang terlibat dalam pendidikan yang diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Untuk dapat melaksanakan kepemimpinannya kepala sekolah harus memiliki motivasi dan kinerja yang baik. Motivasi adalah suatu kondisi kekuatandorongan yang menggerakkan organisme individu untuk mencapai suatu tujuan atau beberapa tujuan dari suatu tingkat ke tingkat tertentu Juhaya S. Praja, 1984 : 60. Sejalan pula dengan Sardiman 1994 : 73 bahwa motivasi adalah daya penggerak dari dalam atau dari luar subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Maka seyogyanya kepala sekolah selaku pemimpin mempunyai motivasi yang kuat dalam menjalankan tugasnya di sekolah. Lebih jauh lagi Bejo Siswanto 1989 : 143 mengelompokkan teori motivasi sebagai berikut : “1. Teori kepuasan Content Theories yaitu berorientasi dari dalam diri individu yang menguatkan,mengarahkan, mendukung, dan menghentikan perilaku. Termasuk di dalamnya mencapai prestise, kekuasaan, dan mengaktualisasikan diri. 2. Teori harapan Expectacy Theory yaitu dalam setiap organisasi setiap individu mempunyai suatu harapan usaha prestasi. 3. Teori keadilan Equity theory yaitu bawahan membandingkan usaha mereka dan imbalan mereka dengan usaha dan imbalan yang diterima dari orang lain dalam iklim kerja yang sama. 6 4. Teori pengukuhan Reinforcement theory yaitu pengukuhan terhadap pekerjaan. Seseorang akan merasa senang dan bangga bila pekerjaannya dikukuhkan oleh pihak atasan kepala sekolah”. Hal lain yang penting dimiliki oleh kepala sekolah adalah kinerja performance yaitu sumbangan secara kualitatif dan kuantitatif yang terukur dalam rangka membantu tercapainya tujuan kelompok dalam suatu unit kerja. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahjosumidjo 2002 : 430 bahwa kinerja adalah prestasi hasil kerja yang disumbangkan seseorang atau kelompok dalam menunjang tercapainya tujuan organisasi. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat ditarik pengertian bahwa kinerja adalah prestasi atau sumbangan yang diberikan dalam proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin dan mengendalikan usaha anggota-anggota organisasi serta pendayagunaan seluruh sumber- sumber daya organisasi baik secara kuantitatif maupun kualitatif dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Beberapa tujuan utama dari kinerja kepala sekolah adalah : 1 untuk mengelola dan memperbaiki kinerja bawahan guru dan stap ; 2 untuk menyelidiki kasus-kasus pada persoalan kinerja; 3 untuk memperhatikan kasus-kasus itu secara langsung; 4 merencanakan kegiatan pengembangan dan pemberdayaan para bawahan guru dan stap untuk menemukan solusi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam kinerja adalah bagaimana seorang pemimpin pendidikan kepala sekolah memberikan 7 pengawasan kualitas, memberikan pengembangan profesional, memberikan motivasi, dan memberikan penilaian kinerja performance appraisal. Dengan demikian kinerja dari seorang kepala sekolah sangat diperlukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengelola suatu organisasi sekolah. Fenomena yang nampak ada kepala sekolah yang melaksanakan tugasnya tidak menunjukkan kinerja yang baik seperti datang ke kantor terlambat, tidak melaksanakan supervisi terhadap guru- guru, dan ada pula yang tidak bisa memberikan motivasi terhadap bawahannya. Dengan kondisi seperti ini, mutu proses pembelajaran pun berlangsung seadanya, sewaktu-waktu proses pembelajaran berjalan dengan baik dan kadang-kadang berjalan dengan tidak mulus. Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian yang berkaitan bagaimana kinerja kepala sekolah dapat berpengaruh terhadap peningkatan mutu proses pembelajaran. Ketertarikan tersebut dituangkan dalam penelitian dengan judul, “Pengaruh Kinerja Kepala Sekolah terhadap Peningkatan Mutu Proses Pembelajaran di Sekolah Dasar Kecamatan Panumbangan”.

B. Identifikasi Masalah