skripsi pendidikan

HUBUNGAN ANTARA KADAR HEMOGLOBIN
DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWI
SMP NEGERI 25 SEMARANG

SKRIPSI
Diajukan dalam rangka penyelesaian studi Strata 1
Untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh
Nama

: Annisa Shinta Wijayanti

NIM

: 6450401011

Jurusan

: Ilmu Kesehatan Masyarakat


Fakultas

: Ilmu Keolahragaan

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2005

SARI
Annisa Shinta Wijayanti, 2005, “Hubungan antara Kadar Hemoglobin dengan
Prestasi Belajar Siswi SMP Negeri 25 Semarang”. Skripsi. Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang.
Salah satu fungsi dari kadar hemoglobin dalam darah adalah menjaga
kondisi kesehatan. Kadar hemoglobin yang cenderung normal akan
memungkinkan seseorang mempunyai ketahanan dalam berkonsentrasi pada
sesuatu hal, termasuk berkonsentrasi dalam belajar. Dengan demikian, kadar
hemoglobin dalam darah mempunyai peran terhadap keberhasilan seseorang
dalam belajar, yang tercermin dari prestasi belajarnya. Ada beberapa siswi yang
mempunyai prestasi belajar rendah dan ada pula yang mempunyai prestasi belajar
tinggi. Masalahnya adalah apakah ada hubungan antara kadar hemoglobin dengan
prestasi belajar siswi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

kadar hemoglobin dengan prestasi belajar siswi SMP Negeri 25 Semarang tahun
pelajaran 2004/2005.
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 25 Semarang, dengan populasi
penelitian seluruh siswi sekolah. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik
sampling purposive, yang menghasilkan jumlah sampel sebanyak 48 siswi.
Variabel bebas (X) penelitian adalah kadar hemoglobin darah, variabel terikat (Y)
penelitian adalah prestasi belajar dan variabel penganggu dalam penelitian ini
adalah bakat, minat dan motivasi, cara belajar, kesehatan, inteligensi, menstruasi,
penyakit kronik, perdarahan kronis, keluarga, sekolah, masyarakat, dan
lingkungan sekitar. Teknik pengambilan data dilakukan dengan pemeriksaan
kadar hemoglobin dengan cara cyanmethemoglobin dan dokumentasi. Analisis
data dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Spearman Rank.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kadar hemoglobin darah
siswi adalah 12,27 gram %. Sebanyak 73% siswi mempunyai kadar hemoglobin
darah yang normal, sedangkan 27% mengindikasikan anemia. Hasil analisis data
dengan teknik Spearman Rank memperoleh koefisiensi korelasi sebesar +0,329.
Pada taraf signifikansi 0,05 korelasi variabel kadar hemoglobin dengan prestasi
belajar di dapat angka probabilitas 0,023. Oleh karena angka tersebut di bawah
0,05, maka Ho di tolak dan Ha di terima, artinya ada hubungan antara kadar
hemoglobin dengan prestasi belajar siswi SMP Negeri 25 Semarang. Tanda ‘+’

menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar hemoglobin(dalam batas normal) maka
semakin tinggi prestasi belajar. Koefisien korelasi +0,329 menunjukkan kurang
kuatnya korelasi antara kadar hemoglobin dengan prestasi belajar (di bawah 0,5).
Disarankan kepada sekolah hendaknya melakukan sosialisasi pentingnya
kesehatan terutama menjaga agar kadar hemoglobin tetap tinggi melalui programprogram UKS dan PMR di sekolah. Siswi hendaknya menjaga kondisi
kesehatannya dengan jalan mengkonsumsi makanan sehat bergizi dan
mengandung zat besi untuk menghindari anemia. Juga kepada orang tua siswi
hendaknya berusaha selalu menghidangkan makanan sehat bergizi kepada putriputrinya, terutama makanan yang mengandung zat besi.
Kata Kunci : Kadar Hemoglobin, Prestasi Belajar

PERSETUJUAN

Telah disetujui oleh Pembimbing I dan Pembimbing II untuk diajukan mengikuti
ujian Skripsi Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan
Universitas Negeri Semarang.
Pada hari

:

Tanggal


:

Pembimbing I

Pembimbing II

Dra.E.R Rustiana,MSi
NIP. 131472346

dr. Yuni Wijayanti
NIP. 132296578

Mengetahui
Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

dr.Oktia Woro K H,Mkes
NIP. 131695159

PENGESAHAN


Telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang

Pada hari

:

Tanggal

:
Panitia Ujian

Ketua Panitia,

Sekretaris,

Drs. Herry Koesyanto, MS
NIP. 131571549


Drs. Sutardji, MS
NIP. 130523506
Dewan Penguji,

1. dr.Oktia Woro Kasmini H., Mkes.
NIP. 131695159

(Ketua)

2. Dra. ER Rustiana, MSi
NIP. 131472346

(Anggota)

3. dr.Yuni Wijayanti
NIP. 132296578

(Anggota)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN


MOTTO :

Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orangorang yang berilmu pengetahuan dengan beberapa derajat
(Al Mujahadah : 11)

Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu
maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga
(HR. Muslim)

PERSEMBAHAN:
Karya ini kupersembahkan kepada :


Ayah dan Ibuku tercinta atas segala
dukungan dan doanya



Saudara-saudaraku, yang selalu

berbagi kasih mengiringi langkahku



Rekan IKM ‘ 01, terima kasih atas
jalinan persahabatan selama ini

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, yang
telah melimpahkan rahmat-Nya kepada penulis dan berkat bimbingan ibu dosen,
penulis dapat menyusun skripsi dengan judul “Hubungan antara Kadar
Hemoglobin dengan Prestasi Belajar Siswi SMP Negeri 25 Semarang”
Skripsi ini disusun untuk melengkapi persyaratan kelulusan Program Studi
S1 Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas
Negeri Semarang.
Perlu disadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
disampaikan terima kasih kepada:
1.


Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan, Bapak Drs. Sutardji, MS yang telah
memberikan izin penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

2.

Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Ibu dr. Oktia Woro K.H, Mkes
yang telah membantu dan memberikan surat pengantar untuk mengadakan
penelitian.

3.

Pembimbing I, Ibu Dra. ER.Rustiana, MSi yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

4.

Pembimbing II, Ibu dr. Yuni Wijayanti yang telah memberikan bimbingan,
pengarahan dan masukan dalam penyusunan skripsi ini.


5.

Kepala Sekolah SMP Negeri 25 Semarang, Bapak Drs. Kardi yang telah
memberikan izin penelitian.

6.

Bapak dan Ibu guru SMP Negeri 25 Semarang yang telah membantu
pelaksanaan penelitian.

7.

Siswi SMP Negeri 25 Semarang yang telah bersedia menjadi subjek
penelitian.

8.

Tenaga medis dari Laboratorium Prima yang telah membantu pengambilan
darah dan pemeriksaan kadar hemoglobin siswi.


9.

Ayah, Ibu, Adik Dewi, Adik Fajar dan Semua Keluarga tercinta atas segala
doa dan pengorbanannya.

10.

Sahabatku Tika, Naning, Cholidah, Ita, Dewi yang telah membantu proses
penyusunan skripsi, memberikan do’a, nasehat, waktu diskusi, pikiran dan
semangat yang diberikan kepada penulis.

11.

Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu kelancaran penelitian dan penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu

saran dan kritik selalu penulis harapkan demi sempurnanya skripsi ini. Semoga
amal baik dari semua pihak mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT,
dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Semarang ,
Penulis

2005

DAFTAR ISI

Halaman
JUDUL……………..……………………………………………………………...i
SARI……….…………………………………………………………………….. ii
PENGESAHAN.…………………………………………………………………iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN……………………………………………...iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………………v
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….vii
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………ix
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….....x
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………....xi
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul..……………………………………………1
1.2 Permasalahan..………………………………………………………4
1.3 Tujuan Penelitian…….……………………………………………. 4
1.4 Penegasan Istilah.………………………………………………….. 4
1.5 Manfaat Penelitian.…………………………………………………5

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori.……………………………………………………..6
2.1.1 Hemoglobin.……………………………………………………….6
2.1.2 Anemia.………………..…………………………………………13
2.1.3 Anemia Defisiensi Besi.………………………………………….15
2.1.4 Belajar……………………………………………………………23
2.1.5 Prestasi Belajar.…………………………………………………..31

2.2 Kerangka Berfikir………………………………………………….40
2.3 Hipotesis…………………………………………………………...40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Populasi Penelitian………………………………………………...41
3.2 Sampel Penelitian………………………………………………….41
3.3 Variabel Penelitian………………………………………………...42
3.4 Rancangan Penelitian……………………………………………...43
3.5 Instumen Penelitian ……………………………………………….43
3.6 Teknik Pengambilan Data...……………………………………….43
3.7 Prosedur Penelitian………………………………………………..43
3.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi…...…………………………..44
3.9 Analisis Data………………………………………………………44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Diskripsi Data..…………………………………………………….46
4.2 Penyajian Data Hasil Penelitian…………………………………...47
4.3 Analisis Pengujian Hipotesis………………………………………50
4.4 Pembahasan………………………………………………………..52
4.5 Keterbatasan Penelitian.…………………………………………...54
BAB V Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan………………………………………………………….55
5.2 Saran.……………………………………………………………...55
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………...57
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Halaman
1.Nilai ambang batas penentuan status anemia

13

2.Batasan Anemia

14

3.Kebutuhan zat besi dari 97,5% individu berdasarkan
zat besi yang diterapkan, menurut usia dan jenis

18

4.Tabulasi Kadar Hemoglobin Responden

47

5.Distribusi Frekuensi Skor Prestasi Belajar

49

6.Koefisiensi Korelasi Spearman Rank

51

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Pembentukan Hemoglobin

8

2. Proses metabolisme zat besi dalam tubuh

19

3. Kerangka Berfikir

40

4. Kerangka Konsep

42

5. Kadar Hemoglobin Responden

48

6. Distribusi Frekuensi Skor Prestasi Belajar

50

DAFTAR LAMPIRAN

1. Daftar Hasil Test Inteligensi Siswi SMP Negeri 25 Semarang
2. Daftar Hasil Pemeriksaan Kadar Hemoglobin Siswi SMP Negeri 25
Semarang
3. Daftar Nilai Mata Pelajaran Siswi SMP Negeri 25 Semarang
4. Daftar Nama Responden
5. Frequencies
6. Frequency Table
7. Histogram
8. Nonparametric Correlation
9. Surat Keputusan Dekan Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
Tentang Penetapan Dosen Pembimbing Skripsi Semester Genap
10. Surat Ijin Penelitian dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang untuk Kepala Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Semarang
11. Surat Ijin Penelitian dari Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang untuk Kepala
Laboratorium Prima
12. Surat Ijin Penelitian dari Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
Kota Semarang
13. Surat Ijin Penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Semarang
14. Bukti Pembayaran Pemeriksaan Kadar Hemoglobin dari Laboratorium
Prima
15. Surat Keterangan dari Kepala Sekolah SMP Negeri 25 Semarang bahwa
telah melakukan penelitian di sekolah tersebut

16. Surat Keputusan Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Semarang Tentang Penunjukan/ Pengangkatan Penguji Skripsi Dekan
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang
17. Daftar Kata Asing

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Alasan Pemilihan Judul 
Dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

574/Menkes /SK/IV/2000 ditetapkan Visi dan Misi serta strategi baru
Pembangunan Kesehatan. Visi baru yaitu Indonesia Sehat 2010, akan dicapai
melalui berbagai program pembangunan kesehatan yang telah tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(Propenas).
Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu menuntut jajaran kesehatan mengkonkritkan
kerjasama lintas sektor dengan sektor-sektor terkait. Misi barunya adalah
menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan; mendorong
kemandirian masyarakat untuk hidup sehat; memelihara dan meningkatkan
pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau; serta memelihara dan
meningkatkan

kesehatan

individu,

keluarga

dan

masyarakat

termasuk

lingkungannya. (Departemen Kesehatan RI,2003)
Pada era globalisasi saat ini yang intinya adalah pasar bebas, pemenangan
persaingan sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Tanpa kualitas
sumber daya manusia yang baik, suatu negara tidak akan memenangkan
persaingan pasar bebas tersebut. Oleh karena itu untuk menyongsong era
globalisasi tersebut kita perlu memantapkan dan meningkatkan pembangunan

nasional,

mewujudkan

sumber

daya

manusia

yang

berkualitas.

Untuk

mewujudkan keadaan tersebut diperlukan tingkat kesehatan dan gizi yang optimal.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia, yaitu peningkatan status gizi masyarakat. Suatu status gizi yang baik
akan mempengaruhi status kesehatan dan prestasi belajar seseorang. Masalah gizi
perlu perhatian yang lebih khusus untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Masalah gizi di Indonesia ada empat yaitu Kurang Energi Protein
(KEP), Anemia Gizi Besi (AGB), Gangguan Akibat Yodium (GAKY), dan
Kurang Vitamin A (KVA) ( I Dewa Nyoman, 2001 : 1).
Menurut Penelitian Indah Indriati (2001:1) Anemia merupakan salah satu
masalah di Indonesia yang harus ditanggulangi secara serius, terutama anemia
gizi besi. Penyebab anemia gizi besi adalah karena jumlah zat besi yang
dikonsumsi tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu berbagai
faktor juga dapat mempengaruhi terjadinya anemia gizi besi, antara lain kebiasaan
makan, pola haid, pengetahuan tentang anemia status gizi. Akibat anemia gizi besi
adalah produktivitas rendah, perkembangan mental dan kecerdasan terhambat,
menurunnya kekebalan terhadap infeksi, morbiditas dan lain-lain. Prevalensi
anemia pada usia sekolah menurut hasil SKRT tahun 1995 yaitu 57,1 %
Defisiensi zat besi terutama berpengaruh pada kondisi gangguan fungsi
hemoglobin yang merupakan alat transport oksigen. Oksigen diperlukan pada
banyak reaksi metabolik tubuh. Pada anak-anak sekolah telah ditunjukkan adanya
korelasi antara kadar hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Dikatakan

bahwa pada kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun
(Achmad Djaeni, 2004:70).
Remaja berisiko tinggi menderita anemia, khususnya kurang zat besi, pada
saat mengalami pertumbuhan yang sangat cepat yaitu masa puber (Thompson,
J.L, 1993:39). Dalam pertumbuhan tubuh membutuhkan nutrisi dalam jumlah
banyak dari zat besi. Bila zat besi yang dipakai untuk pertumbuhan kurang dari
yang diproduksi tubuh, maka terjadilah anemia. Remaja putri berisiko lebih tinggi
daripada remaja putra (Indah I, 2001).
Penelitian Indah Indriati pada siswi SMUN 1 Cibinong Kabupaten Bogor
dengan jumlah sampel 83 siswi menunjukkan bahwa kejadian anemia gizi remaja
putri sebesar 42,2%.
Dari wawancara guru SMP Negeri 25 Semarang yang bertugas pada
kegiatan UKS, didapat tiga informasi yaitu pada tahun 2004 dilakukan
pengukuran berat badan dan tinggi badan oleh guru pada kegiatan UKS,
hasil pengukuran tersebut terdapat 38,33 % siswi dalam kategori gizi
kurang; pemeriksaan tensi darah yang dilakukan oleh dokter Puskesmas
Bulu Lor bahwa murid sekolah tersebut hampir 40 % dari 7 kelas yang di
periksa, mempunyai tekanan darah yang rendah; dan sekolah tersebut juga
pernah mendapatkan makanan tambahan berupa biskuit bagi murid yang
menderita gizi kurang dari dokter Puskesmas Bulu Lor.
Dari hasil ujian nasional pada tahun 2003 sekolah SMP Negeri 25 Semarang
menduduki peringkat ke 18 ke atas dari 40 SMP Negeri yang ada di Semarang.

Dengan memperhatikan alasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian di sekolah tersebut dan mengambil judul “ Hubungan antara kadar
hemoglobin dengan prestasi belajar siswi SMP Negeri 25 Semarang “
1.2    Permasalahan  
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah Apakah Ada
Hubungan antara Kadar Hemoglobin dengan Prestasi Belajar Siswi SMP Negeri
25 Semarang ?
1.3

 Tujuan Penelitian 
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kadar

hemoglobin dengan prestasi belajar siswi SMP Negeri 25 Semarang.
1.4

Penegasan Istilah
Untuk membatasi masalah, menghindari kemungkinan salah tafsir, maka

perlu ditegaskan istilah-istilah dalam skripsi ini. Beberapa istilah perlu ditegaskan
untuk mendapat penjelasan yaitu:
1.4.1

Kadar hemoglobin

Kadar hemoglobin adalah banyaknya hemoglobin dalam 100 ml darah
(Guyton,

1995:45).

Kadar

Hemoglobin

ditentukan

dengan

cara

Cyanmethemoglobin yaitu hasil yang didapat paling mendekati kebenaran dan
menggunakan spektrofotometer (Oktia Woro K.H, 1999:39). Kadar hemoglobin
normal bagi usia anak sekolah adalah 12 gram/100ml (I Dewa Nyoman,
2001:145).
1.4.2

Prestasi Belajar

Prestasi Belajar atau keberhasilan belajar dapat dioperasikan
dalam bentuk indikator-indikator berupa nilai rapot (Saifuddin Azwar,
1996: 164). Pada penelitian ini prestasi belajar tidak diambil dari nilai
rapot keseluruhan, tapi jumlah nilai dari 4 mata pelajaran (Matematika,
IPA, IPS, Bahasa Inggris) pada rapot semester 1 karena nilai-nilai ini
dianggap lebih objektif dan dapat diukur.
1.4.3

Siswi
Pelajar wanita atau putri pada sekolah SMP Negeri 25
Semarang.

1.5

Manfaat Penelitian

1.5.1. Untuk Peneliti
Memberikan pengalaman di lapangan bagi penulis yang merupakan
penerapan dari teori-teori yang diperoleh selama mengikuti kuliah di Ilmu
Kesehatan Masyarakat UNNES, serta sebagai salah satu upaya dalam rangka
meningkatkan kemampuan dan ketrampilan peneliti untuk melakukan penelitian
dan penulisan ilmiah.
1.5.2 Untuk Fakultas.
Menambah bahan untuk kepustakaan dan menambah informasi mengenai
kejadian kadar hemoglobin.
1.5.3

Untuk Para Guru dan Siswi SMP

Menambah pengetahuan mengenai kejadian kadar hemoglobin pada anak
sekolah dan pentingnya menjaga agar kadar hemoglobin tetap normal sehingga
prestasi belajar tidak menurun.

1.5.4 Untuk Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan informasi mengenai kadar hemoglobin pada
anak sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Hemoglobin
2.1.1.1 Pengertian Hemoglobin.
Hemoglobin adalah suatu molekul yang berbentuk bulat yang terdiri dari 4
subunit. Setiap subunit mengandung satu bagian heme yang berkonjugasi dengan
suatu polipeptida. Heme adalah suatu derivat porfirin yang mengandung besi.
Polipeptida itu secara kolektif disebut sebagai bagian globin dari molekul
hemoglobin. Ada dua pasang polipeptida didalam setiap molekul hemoglobin
(Ganong, William. F, 2003:513).
Komponen utama sel darah merah adalah protein hemoglobin yang
mengangkut O2 dan CO2 dan mempertahankan PH normal melalui serangkaian
dapar intraselular. Molekul-molekul hemoglobin terdiri dari 2 pasang rantai
polipeptida dan 4 gugus hem, masing-masing mengandung sebuah atom besi.
Konfigurasi ini memungkinkan pertukaran gas yang sangat sempurna (Price,
Sylvia.A dan Wilson, Lorraine.M, 1995:231).
Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah.
Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat

digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan
hemoglobin yang rendah dengan demikian mengindikasikan anemia (I Dewa
Nyoman, 2001:145).
Pengertian lain hemoglobin adalah protein yang kaya akan zat besi.
Hemoglobin mempunyai afinitas terhadap oksigen dan dengan oksigen itu
membentuk oxihemoglobin di dalam sel darah merah. Dengan melalui fungsi ini
maka oksigen dibawa dari paru-paru ke jaringan-jaringan (Pearce, Evelyn C,
1999:134).
Sel-sel darah merah mampu mengkonsentrasikan hemoglobin dalam cairan
sel sampai sekitar 34 gm/dl sel. Konsentrasi ini tidak pernah meningkat lebih dari
nilai tersebut, karena ini merupakan batas metabolic dari mekanisme
pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya pada orang normal, persentase
hemoglobin hampir selalu mendekati maksimum dalam setiap sel. Namun bila
pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang, maka persentase
hemoglobin dalam darah merah juga menurun karena hemoglobin untuk mengisi
sel kurang.
Bila hematokrit (persentase sel dalam darah normalnya 40 sampai 45 persen)
dan jumlah hemoglobin dalam masing-masing sel nilainya normal, maka seluruh
darah seorang pria rata-rata mengandung 16 gram/dl hemoglobin, dan pada wanita
rata-rata 14 gram/dl (Guyton dan Hall, 1997:530).
Hemoglobin dibentuk dalam sitoplasma sel sampai stadium retikulosit.
Setelah inti sel dikeluarkan, hilang juga RNA dari dalam sitoplasma, sehingga
dalam sel darah merah tersebut tidak dapat dibentuk protein lagi, begitu juga

berbagai enzim yang sebelumnya terdapat dalam sel darah merah dan protein
membran sel (Slamet Suyono, dkk, 2001:496).
Pembentukan hemoglobin dimulai dalam proeritroblas dan kemudian
dilanjutkan sedikit dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit
meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit
tetap membentuk sedikit hemoglobin selama beberapa hari berikutnya (Guyton
dan Hall, 1997:534).

2 sulsinil-KoA + 2 gilsin

4 pirol
protoporfirin IX + Fe
heme + polipeptida
2 rantai α + 2 rantai β

A

P

C

C

HC

CH

protoporfirin IX
heme
rantai hemoglobin (α atau β)
hemoglobin A

N
H
(pirol)

Sumber : Guyton dan Hall (1997:535)
Gambar 1
Pembentukan Hemoglobin
Kadar hemoglobin adalah salah satu pengukuran tertua dalam laboratorium
kedokteran dan tes darah yang paling sering dilakukan (Isbister, James P dan
Pittiglio, D.Harmening, 1999:5).
Interprestasi gejala dalam hubungannya dengan kadar hemoglobin yaitu :
• Hb >10 gram % : Gejala terjadi jika system transpor oksigen mengalami stres
karena meningkatnya permintaan oksigen (misalnya : latihan, demam) atau karena

berkurangnya oksigenasi darah (misalnya : gangguan paru-paru, tempat tinggi,
merokok, pajanan terhadap karbon monoksida).
• Hb 8 – 10 gram % : Gejala meningkatnya curah jantung pada saat istirahat
dapat diperhatikan (misalnya : berdebar-debar) terutama dalam pasien tua, tetapi
sebagai aturan umum gejala tidak berat.
• Hb < 8 gram % : Meningkatnya gejala-gejala pada saat istirahat, tergantung
pada cadangan kardiorespiratorius (Isbister, James P dan Pittiglio, D.Harmening,
1999:39).
2.1.1.2 Penetapan Kadar Hemoglobin.
Kadar hemoglobin darah ditentukan dengan bermacam-macam cara antara
lain: cyanmethemoglobin, sahli, talquist.
2.1.1.2.1 Cara Fotoelektrik: Cyanmethemogobin.
Hemoglobin darah diubah menjadi sianmethemoglobin (hemoglobinsianida)
dalam larutan yang berisi kaliumsianida. Absorbansi larutan diukur pada
gelombang 540 nm atau filter hijau. Larutan Drabkin yang dipakai pada cara ini
mengubah

hemoglobin,

oksihemoglobin,

methemoglobin

dan

karboksihemoglobin menjadi sianmethemoglobin. Sulfhemoglobin tidak berubah
dan karena itu tidak ikut diukur (R. Gandasoebrata, 2001:11).
Cara
1. Ke dalam tabung kolorimeter dimasukkan 5,0 ml larutan Drabkin.
2. Dengan pipet hemoglobin diambil 20 μl darah (kapiler, EDTA atau oxalat);
sebelah luar ujung pipet dibersihkan, lalu darah itu dimasukkan ke dalam
tabung kolorimeter dengan membilasnya beberapa kali.

3. Campurlah isi tabung dengan membalikkannya beberapa kali. Tindakan ini
juga

akan

menyelenggarakan

perubahan

hemoglobin

menjadi

sianmethemoglobin.
4. Bacalah dalam spektrofotometer pada gelombang 540 nm; sebagai blanko
digunakan larutan Drabkin.
5. Kadar hemoglobin ditentukan dari perbandingan absorbasinya dengan
absorbansi standard sianmethemoglobin atau dibaca dari kurve tera.

Catatan
Cara ini sangat bagus untuk laboratorium rutin dan sangat dianjurkan untuk
penerapan kadar hemoglobin dengan teliti karena standard cyanmethemoglobin
yang ditanggung kadarnya bersifat stabil dan dapat dibeli. Kesalahan cara ini
dapat mencapai ± 2 %.
Larutan

Drabkin:

natriumbikarbonat

1

g;

kaliumsianida

50

mg;

kaliumferrisianida 200 mg; aqua dest ad 1000 ml. Adakalanya ditambahkan
sedikit detergent kepada larutan Drabkin ini supaya perubahan menjadi
sianmethemoglobin berlangsung lebih sempurna dalam waktu singkat. Simpan
reagens ini dalam botol coklat dan perbaruilah tiap bulan. Meskipun larutan
Drabkin berisi sianida, tetapi ia tidak dianggap racun dalam pengertian sehari-hari
karena jumlah sianida itu sangat kecil.
Kekeruhan dalam suatu sampel darah mengganggu pembacaan dalam
fotokolorimeter dan menghasilkan absorbansi dan kadar hemoglobin yang lebih

tinggi dari sebenarnya. Kekeruhan semacam ini dapat disebabkan antara lain oleh
leukositosis,

lipemia

dan

adanya

globulin

abnormal

seperti

pada

macroglobulinemia.
Laporan hasil pemeriksaan kadar hemoglobin dengan memakai cara
cyanmethemoglobin dan spektrofotometer hanya boleh menyebut satu angka
(digit) di belakang tanda desimal; melaporkan dua digit sesudah angka desimal
melampaui ketelitian dan ketepatan yang dapat dicapai dengan metode ini.
Variasi-variasi fisiologis juga menyebabkan digit kedua di belakang tanda desimal
menjadi tanpa makna.

2.1.1.2.2 Cara Sahli
Pada cara ini hemoglobin diubah menjadi hematin asam, kemudian warna
yang terjadi dibandingkan secara visual dengan standard dalam alat itu (R.
Gandasoebrata, 2001:13).
Cara
1. Masukkan kira-kira 5 tetes HCl 0,1 n ke dalam tabung pengencer hemometer.
2. Isaplah darah (kapiler, EDTA, atau oxalat) dengan pipet hemoglobin sampai
garis tanda 20 μl.
3. Hapuslah darah yang melekat pada sebelah luar ujung pipet.
4. Catatlah waktunya dan segeralah alirkan darah dari pipet ke dalam dasar
tabung pengencer yang berisi HCl itu. Hati-hati jangan sampai terjadi
gelembung udara.

5. Angkatlah pipet itu sedikit, lalu isap asam HCl yang jernih itu ke dalam pipet 2
atau 3 kali untuk membersihkan darah yang masih tinggal dalam pipet.
6. Campurkan isi tabung itu supaya darah dan asam bersenyawa; warna campuran
menjadi coklat tua.
7. Tambahkan air setetes demi setetes, tiap kali diaduk dengan batang pengaduk
yang tersedia. Persamaan warna campuran dan batang standard harus dicapai
dalam waktu 3-5 menit setelah saat darah dan HCl dicampur. Pada usaha
mempersamakan warna hendaknya tabung diputar demikian sehingga garis
bagi tidak terlihat.
8. Bacalah kadar hemoglobin dengan gram/100 ml darah.

Catatan
Cara Sahli ini bukanlah cara teliti. Kelemahan metodik berdasarkan
kenyataan bahwa kolorimetri visual tidak teliti, bahwa hematin asam itu bukan
merupakan larutan sejati dan bahwa alat itu tidak dapat distandardkan. Cara ini
juga kurang baik karena tidak semua macam hemoglobin diubah menjadi hematin
asam, umpamanya karboxyhemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin.
Kesalahan yang biasanya dicapai oleh ± 10 % kadar hemoglobin yang
ditentukan dengan cara Sahli dan cara-cara kolorimetri visual lain hanya patut
dilaporkan dengan meloncat-loncat ½ g/dl, sehingga laporan menjadi ump,
11,11½, 12, 12½, 13 g/dl. Janganlah melaporkan hasil dengan memakai angka

desimal seperti 8,8; 14; 15,5 g/dl ketelitian dan ketepatan cara sahli yang kurang
memadai tidak membolehkan laporan seperti itu.
Hemoglobinometer yang berdasarkan penetapan hematin asam menurut
Sahli dibuat oleh banyak pabrik. Perhatikanlah bahwa bagian-bagian alat yang
berasal dari pabrik yang berlainan biasanya tidak dapat saling dipertukarkan:
tabung pengencer berlainan diameter; warna standard berlainan intensitasnya; dll.
Selain cara sahli ada pula cara-cara lain yang berdasarkan kolorimetri
dengan hematin asam; di Indonesia cara sahli masih banyak digunakan di
laboratorium-laboratorium kecil yang tidak mempunyai fotokolorimeter. Yang
banyak dipakai di laboratorium klinik ialah cara-cara fotoelektrik dan kolorimetrik
visual (R. Gandasoebrata, 2001:11).
2.1.1.2.3

Cara Talquist (Oktia Woro K.H, 1999:38)

a. Mempunyai kesalahan yang paling besar dibandingkan cara pemeriksaan
yang lain.
b. Paling mudah dilakukan
c. Cara pemeriksaan:
- Ambil darah dari ujung jari
- Teteskan pada kertas talquist
- Cocokan dan baca pada standard yang ada
2.1.2 Anemia
2.1.2.1 Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin kurang dari harga
normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin. Gejala
yaitu lemah, lesu, letih, mudah mengantuk, nafas pendek, nafsu makan berkurang,
bibir tampak pucat, susah buang air besar, denyut jantung meningkat, kadangkadang pusing (I Dewa Nyoman , 2001:169).
Pengertian lain anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas
hemoglobin dan volume sel pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah
(Price, Sylvia.A dan Wilson, Lorraine.M, 1995:232).
Tabel 1
Nilai ambang batas penentuan status Anemia menurut WHO adalah
Kelompok

Batas Normal
Hemoglobin
1
2
Bayi / Balita
11 gram %
Usia sekolah
12 gram %
Ibu hamil
11 gram %
Pria dewasa
13 gram %
Wanita dewasa
12 gram %
Sumber : I Dewa Nyoman (2001:169)
Tabel 2
Batasan Anemia ( menurut Departemen Kesehatan )
Batas Normal Hemoglobin
Kelompok
1
2
Anak Balita
11 gram %
Anak Usia Sekolah
12 gram %
Wanita Dewasa
12 gram %
Laki-laki Dewasa
13 gram %
Ibu Hamil
11 gram %
Ibu menyusui > 3 bulan
12 gram %
Sumber : I Dewa Nyoman (2001:169)
Anemia dibagi menjadi 3 yaitu anemia ringan bila kadar hemoglobin diatas
10 gram % tetapi dibawah batas ketentuan, anemia sedang jika kadar hemoglobin

di antara 7 dan 10 gram %, dan anemia berat kalau kadar hemoglobin dibawah 7
gram % (DeMaeyer, E.M, 1995:27).
2.1.2.2 Macam-Macam Anemia (Slamet Suyono, dkk, 2001:497).
1. Anemia Defisiensi Besi
Anemia terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi kebutuhan tubuh
terlalu sedikit.
2. Anemia Megaloblastik
Sekelompok anemia yang ditandai oleh adanya eritroblas yang besar yang
terjadi akibat gangguan maturasi inti sel tersebut. Sel tersebut dinamakan
megaloblas.
3. Anemia Aplastik
4. Anemia pada Gagal Ginjal
Anemia yang terjadi apabila kreatinin serum lebih dari 3,5mg/dl atau GFR
menurun sampai 30% normal.
5. Anemia pada Penyakit Kronik

2.1.2.3

Penyebab Anemia

Penyebab anemia

dapat dipilah menjadi 4 kelompok (Mohammad Sadikin,

2002:27):
1) Anemia dapat disebabkan oleh cacat atau masalah yang ada pada faktor
konstitusional dari SDM.

2) Anemia dapat disebabkan oleh faktor defisiensi atau kekurangan bahanbahan yang berasal dari luar, yaitu makanan, yang diperlukan untuk
sintesis komponen SDM.
3) Anemia dapat disebabkan oleh kehilangan SDM yang baik dan sehat, yang
sudah dibuat dalam jumlah yang cukup.
4) Adanya reaksi imunitas (otoimun) dari sistem imun seseorang terhadap sel
darah merahnya sendiri, sedangkan SDM tersebut mungkin sehat-sehat
saja.
2.1.3 Anemia Defisiensi Besi
2.1.3.1 Pengertian Anemia Defisiensi Besi
Zat besi merupakan micro elemen yang esensial bagi tubuh, yang sangat
diperlukan dalam pembentukan darah, yakni dalam hemoglobin (Hb). Zat besi
juga diperlukan enzim sebagai penggiat. Zat besi lebih mudah diserap oleh usus
halus dalam bentuk ferro. Penyerapan ini mempunyai mekanisme autoregulasi
yang diatur oleh kadar Ferritin yang terdapat dalam sel-sel mukosa usus. Ekskresi
zat besi dilakukan melalui kulit, di dalam bagian-bagian tubuh yang aus dan
dilepaskan oleh permukaan tubuh yang jumlahnya sangat kecil sekali. Sedang
pada wanita ekskresi

zat besi lebih banyak melalui menstruasi (Soekidjo

Notoatmodjo, 1997: 200).
Anemia defisiensi besi adalah anemia mikrosifik hipokromik yang terjadi
akibat defisiensi besi dalam gizi atau hilangnya darah secara lambat dan kronik.
(Corwin, Elizabeth.J, 2001:131).

Anemia defisiensi besi terjadi bila jumlah yang diserap untuk memenuhi
kebutuhan tubuh terlalu sedikit. Ketidakcukupan ini diakibatkan oleh kurangnya
pemasukan zat besi, berkurangnya sediaan zat dalam makanan, meningkatnya
kebutuhan akan zat besi atau kehilangan darah yang kronis (DeMaeyer, E.M,
1995:1).
2.1.3.2 Penyebab Anemia Defisiensi Besi.
2.1.3.2.1 Kehilangan darah secara kronis
Pada wanita terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah
yang keluar selama menstruasi sangat banyak akan terjadi anemia defisiensi zat
besi.
Kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasit seperti
cacing tambang, Schistosoma dan mungkin pula Trichuris trichiura.
2.1.3.2.2 Asupan dan serapan tidak adekuat
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang
berasal dari daging hewan. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang dapat
menganggu penyerapan zat besi secara bersamaan pada waktu makan
menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam penyerapan zat besi
Faktor makanan
1. Faktor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme;
- Vitamin C
- Daging, unggas, ikan, makanan laut lain
- PH rendah

2. Faktor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme;
- Fitat ( 500 mg/hari )
- Polifenol
Faktor Penjamu ( host )
1. Status zat besi
2. Status kesehatan ( infeksi, malabsorpsi )
(Arisman,MB, 2004:149)
2.1.3.2.3 Peningkatan kebutuhan
Meningkatnya kebutuhan karena kehamilan dan perdarahan (Arisman,MB,
2004:145).
2.1.3.3 Gejala Anemia Defisiensi Besi
Anak akan tampak lemas, sering berdebar-debar, lekas lelah, pucat, sakit
kepala, iritabel. Mereka tidak tampak sakit karena perjalanan penyakitnya bersifat
menahun. Tampak pucat terutama pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan
dan dasar kuku, konjungtiva okular berwarna kebiruan atau putih mutiara. Jantung
agak membesar dan terdengar murmur sistolik yang fungsional (Rusepno Hassan
dan Husein Alatas, 2002:435).
2.1.3.4 Kebutuhan Zat Besi
Masukan zat besi setiap hari diperlukan untuk mengganti zat besi yang
hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basal ini kira-kira 14 μg per
kilogram berat badan per hari, atau hampir sama dengan 0,9 mg zat besi pada lakilaki dewasa dan 0,8 mg bagi wanita dewasa ( DeMaeyer, E.M, 1995:8).
Tabel 3

Kebutuhan zat besi dari 97,5 % individu berdasarkan zat besi yang
diterapkan, menurut usia dan jenis.
μg/kg/hari

mg/hari

4 – 12 bulan

120

0,96

13 – 24 bulan

56

0,61

2 – 5 tahun

44

0,70

2 – 11 tahun

40

1,17

12 – 16 (wanita)

40

2,02

12 – 16 tahun (lelaki)

34

1,82

lelaki dewasa

18

1,14

wanita menyusui

24

1,31

wanita haid

43

2,38

wanita pasca menopause

18

0,96

Usia/jenis kelamin

wanita hamil

Sumber DeMaeyer, E.M (1995:7)
2.1.3.5 Metabolisme Zat Besi
Metabolisme dalam tubuh terdiri dari proses penyerapan, pengangkutan,
pemanfaatan, penyimpanan, dan pengeluaran. Zat besi dari makanan diserap ke
usus halus, kemudian masuk ke dalam plasma darah. Selain itu, ada sejumlah zat
besi yang keluar dari tubuh bersama tinja. Didalam plasma berlangsung proses
turn over, yaitu sel-sel darah yang lama diganti dengan sel-sel darah baru. Jumlah
zat besi yang mengalami turn over setiap harinya kira-kira 35 mg, berasal dari
makanan, hemoglobin, dan sel-sel darah merah yang sudah tua yang diproses oleh
tubuh agar dapat digunakan lagi.

Zat besi dari plasma sebagian harus dikirim ke sumsum tulang untuk
pembentukan hemoglobin dan sebagian lagi diedarkan ke seluruh jaringan.
Cadangan besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin didalam hati atau
limpa.
Pengeluaran besi dari jaringan melalui kulit, saluran pencernaan, atau urine,
berjumlah 1 mg setiap harinya. Zat besi yang keluar melalui cara ini disebut
kehilangan besi basal (iron basal losses). Sedangkan pengeluaran besi melalui
hilangnya hemoglobin yang disebabkan menstruasi sebanyak 28 mg/periode
(Emma, 1999:13).
Usus halus 1 mg

Makanan 10 mg Fe

Tinja 9 mg Fe

Fe di dalam darah
(turn over 35 mg)
Sumsum tulang

Hati sebagai
ferritin 1 g
Seluruh
jaringan 34

Sel – sel mati
Hilang bersama menstruasi,
28 mg/periode

Dikeluarkan lewat kulit,
saluran pencernaan,
urine 1mg

Sumber :Emma (1999:13)
Gambar 2
Proses metabolisme zat besi dalam tubuh
2.1.3.6 Pengaruh Defisiensi Fe

Defisiensi Fe terutama berpengaruh pada kondisi gangguan fungsi
hemoglobin yang merupakan alat transport O2 yang diperlukan pada banyak reaksi
metabolic tubuh. Pada anak-anak sekolah telah ditunjukan adanya korelasi antara
kadar hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Dikatakan bahwa pada
kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun (Achmad Djaeni
, 2004:70).
2.1.3.7 Akibat defisiensi zat besi (DeMaeyer, E.M, 1995:5) adalah
2.1.3.7.1 Anak - anak :
-

Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar,

-

Menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan otak,

-

Meningkatkan risiko menderita infeksi karena daya tahan tubuh menurun.

2.1.3.7.2 Wanita :
-

Anemia akan menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit,

-

Menurunkan produktivitas kerja,

-

Menurunkan kebugaran.

2.1.3.7.3 Remaja putri :
-

Menurunkan kemampuan dan konsentrasi belajar,

-

Mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal,

-

Menurunkan kemampuan fisik olahragawati,

-

Mengakibatkan muka pucat.

2.1.3.7.4 Ibu hamil :
- Menimbulkan perdarahan sebelum atau saat persalinan,
- Meningkatkan risiko melahirkan Bayi dengan Berat Lahir Rendah,

-

Pada anemia berat, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan atau
bayinya.

2.1.3.8 Pengobatan Anemia Defisiensi Besi
Makanan yang adekuat. Sulfas ferosus 3x10 mg/kgbb/hari. Obat ini murah
tapi kadang-kadang dapat menyebabkan enteritis. Hasil pengobatan dapat terlihat
dari kenaikan hitung retikulosit dan kenaikan kadar hemoglobin 1-2 gram
%/minggu. Disamping itu dapat pula diberikan preparat besi parental. Obat ini
lebih mahal harganya dan penyuntikannya harus intramuskular dalam atau ada
pula yang dapat

diberikan secara intravena. Preparat besi parenteral hanya

diberikan bila pemberian peroral tidak berhasil.
Tranfusi darah diberikan bila kadar hemoglobin kurang dari 7 gram % dan
disertai dengan keadaan umum yang tidak baik, misalnya gagal jantung,
bronkopneumonia.
Antelmintik diberikan bila ditemukan cacing penyebab defisiensi besi,
(umur) dalam tiap kapsul, diberikan 3 kapsul dengan selang waktu 1 jam,
semalam sebelumnya anak dipuasakan dan diberikan laksan setelah 1 jam kapsul
ketiga dimakan. Pirantel pamoate 10 mg/kgbb (dosis tunggal)). Antibiotika
diberikan bila terdapat infeksi (Rusepno Hassan dan Husein Alatas, 2002:436).
2.1.3.9 Pencegahan Anemia Defisiensi Besi
2.1.3.9.1

Pemberian tablet atau suntikan zat besi

Wanita hamil merupakan salah satu kelompok (disamping anak usia pra
sekolah, anak usia sekolah, serta bayi) yang diprioritaskan dalam program
suplementasi. Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua

tablet yang dimakan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut
kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
2.1.3.9.2

Pendidikan

Pemberian tablet zat besi ini dapat menimbulkan efek samping yang
menganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan
tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka selama kehamilan
mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para wanita hamil harus
diberi pendidikan yang tepat misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat
anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah
defisiensi zat besi.
Sebagai catatan, subjek penelitian adalah remaja putri, jadi tidak
memerlukan perlakuan pemberian tablet atau suntikan zat besi seperti pada wanita
hamil, namun tetap memerlukan pendidikan tentang bahaya anemia bagi dirinya,
juga tentang penyebab anemia yaitu defisiensi besi.
2.1.3.9.3

Modifikasi makanan

Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara :
1.

Pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar
yang semestinya dikonsumsi.

2.

Meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan
jalan

mempromosikan

makanan

yang

dapat

memacu

menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.

dan

2.1.3.9.4

Fortifikasi makanan

Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara
terpusat merupakan inti pengawasan anemia diberbagai negara. Fortifikasi
makanan merupakan salah satu cara terampuh dalam pencegahan defisiensi zat
besi.
Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit jika
dibandingkan dengan fortifikasi dengan zat lain, karena zat besi yang tersedia
secara kimia, sangat reaktif dan berkecenderungan mengubah warna makanan.
Contohnya, garam ferrous yang dapat larut, ternyata sering mengubah warna
akibat persenyawaannya dengan campuran sulfur, tannin, polifenol, serta
substansi lain.
Di negara industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung
gandum serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan
produk susu seperti susu formula bayi dan makanan sapihan (Arisman, M.B,
2004:151).
2.1.4 Belajar
2.1.4.1. Pengertian
Belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Perubahan ini bersifat relatif konstan dan
berbekas (Winkel, 2004:59).

Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil
pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat, atau kecelakaan) dan bisa
melaksanakannya kepada orang lain (Made Pidarta,1997:197).
Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi
dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor (Syaiful
Bahri Djamarah, 2002:13).
Belajar merupakan suatu proses, yang mengakibatkan adanya perubahan
prilaku (change in behavior or performance). Ini berarti sehabis belajar individu
mengalami perubahan dalam perilakunya. Perilaku dalam arti yang luas dapat
dalam segi kognitif, afektif dan dalam segi psikomotor (Bimo Walgito, 2004:168).
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang
dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
2.1.4.2 Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar
Prinsip-Prinsip Belajar-Mengajar (Oemar Hamalik, 2002:54) adalah
a) Belajar senantiasa bertujuan yang berkenaan dengan pengembangan perilaku
siswa.
b) Belajar didasarkan atas kebutuhan dan motivasi tertentu.
c) Belajar dilaksanakan dengan latihan daya-daya, membentuk hubungan asosiasi,
dan melalui penguatan.

d) Belajar bersifat keseluruhan yang menitikberatkan pemahaman, berpikir kritis,
dan reorganisasi pengalaman.
e) Belajar membutuhkan bimbingan, baik secara langsung oleh guru maupun
secara tak langsung melalui bantuan pengalaman pengganti.
f) Belajar dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri individu dan faktor dari luar diri
individu.
g) Belajar sering dihadapkan kepada masalah dan kesulitan yang perlu
dipecahkan.
h) Hasil belajar dapat ditransferkan ke dalam situasi lain.
2.1.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Proses Belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar menurut Sarlito Wirawan
Sarwono (2000:45) adalah:
1. Waktu istirahat : Khususnya kalau mempelajari sesuatu yang meliputi bahan
yang banyak, perlu disediakan waktu-waktu tertentu untuk beristirahat. Dalam
waktu istirahat sebaiknya tidak banyak kegiatan yang mengganggu pikiran
sehingga bahan yang sudah dipelajari punya cukup kesempatan untuk
mengedap dalam ingatan.
2. Pengetahuan tentang materi yang dipelajari secara menyeluruh : Dalam
mempelajari sesuatu adalah lebih baik kalau pertama-tama kita pelajari dulu
materi atau bahan yang ada secara keseluruhan dan baru setelah itu dipelajari
dengan lebih seksama bagian-bagiannya. Tetapi untuk dapat melakukan hal ini,
diperlukan taraf kecerdasan yang relatif tinggi. Makin rumit persoalannya,
makin sukarlah ditangkap materinya sebagai keseluruhan. Karena itu kalau

memang seseorang kurang mampu, lebih baik ia mempelajari terlebih dahulu
detail-detailnya, dan baru kemudian menyatukannya ke dalam suatu
keseluruhan.
3. Pengertian terhadap materi yang dipelajari : Kalau kita mempelajari sesuatu,
maka kita harus mengerti apa yang kita pelajari itu. Tanpa pengertian, maka
usaha belajar kita akan menemui banyak kesulitan. Misalnya, dua orang
disuruh menghafalkan sajak bahasa inggris. Orang yang pertama mengerti
bahasa inggris, sedangkan orang yang kedua tidak dapat berbahasa inggris
maka bahan yang sama akan dihafalkan jauh lebih cepat oleh orang yang
pertama.
4. Pengetahuan akan prestasi sendiri : Kalau tiap kali kita dapat mengetahui hasil
prestasi kita sendiri, yaitu mengetahui mana perbuatan-perbuatan kita yang
salah, maka akan lebih mudah kita memperbaiki kesalahan-kesalahan itu
daripada kalau kita harus meraba-raba terus. Dengan demikian pengetahuan
akan prestasi sendiri atau umpan balik akan mempercepat kita dalam
mempelajari sesuatu.
5. Transfer : Pengetahuan kita mengenai hal-hal yang pernah kita pelajari
sebelumnya, kadang-kadang mempengaruhi juga proses belajar yang sedang
kita lakukan sekarang. Pengaruh ini disebut transfer. Transfer dapat bersifat
positif, yaitu kalau hal yang lalu mempermudah proses belajar yang sekarang,
atau dapat juga bersifat negatif, yaitu kalau hal yang lalu justru mempersukar
proses belajar yang sekarang.
2.1.4.4

Kategori Belajar

Menurut Oemar Hamalik (2002:47) kategori belajar adalah :
1. Belajar ketrampilan sensorimotor adalah tindakan-tindakan yang bersifat
otomatis sehingga kegiatan-kegiatan lain yang telah dipelajari dapat
dilaksanakan secara simultan tanpa saling mengganggu. Contohnya berjalan,
mengendarai sepeda, menari.
2. Belajar Asosiasi dimana urutan kata-kata tertentu berhubungan sedemikian
rupa terhadap objek-objek, konsep-konsep, atau situasi sehingga bila kita
menyebut yang satu cenderung untuk ingat kepada yang lain. Misalnya : ayah
berasosiasi dengan ibu, kursi dengan meja.
3. Belajar ketrampilan Pengamatan Motoris yaitu menggabungkan belajar
sensorimotor dengan belajar asosiasi. Sebagai contoh ialah mengetik dimana
jari yang sama digunakan secara tetap untuk mengetik huruf tertentu, tetapi
urutan huruf dan jaraknya bergantung pada apa yang sedang diketik.
4. Belajar Konseptual adalah gambaran mental secara umum dan abstrak tentang
situasi-situasi atau kondisi-kondisi. Contoh konsep adalah demokrasi.
5. Belajar tentang cita-cita dan Sikap
Belajar tentang cita-cita dan sikap sedang diteliti dengan penuh perhatian.
Suatu masalah dunia yang besar adalah sulitnya orang-orang dari kebudayaan
yang berbeda memiliki saling pengertian antara yang satu dengan yang lainnya.
Masalah sikap antara lain berhubungan dengan masalah senang dan tidak
senang yang biasanya berhubungan dengan kontak-kontak pertama dengan orang
atau objek tertentu dalam situasi yang menyenangkan. Apabila kontak pertama
menyenangkan, maka responsnya menyenangi, menerima, dan berusaha untuk

mengadakan kontak lebih lama. Alasan mengapa ada kesenangan atau
ketidaksenangan didalam masyarakat ialah setiap masyarakat cenderung untuk
menciptakan suasana emosional di sekitar situasi-situasi tertentu.
6. Belajar Memecahkan Masalah
Pemecahan masalah dipandang oleh beberapa ahli sebagai tipe yang tertinggi
dari belajar karena respons tidak bergantung pada kemampuan manipulasi ide-ide
yang abstrak, menggunakan aspek-aspek dan perubahan-perubahan dari belajar
terdahulu, melihat perbedaan-perbedaan yang kecil dan memproyeksikan diri
sendiri ke masa yang akan datang. Pemecahan masalah membutuhkan kreasi dan
bukan pengulangan, dari respons-respons apabila situasi yang timbul sedemikian
kompleknya sehingga inisiatif dan sintesis mental diperlukan untuk menyesuaikan
diri terhadap situasi itu.
2.1.4.5 Aktivitas-Aktivitas Belajar
Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2002:38) aktivitas-aktivitas dalam belajar
adalah:
1) Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di
sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan
metode ceramah, maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan
apa yang guru (dosen) sampaikan. Menjadi pendengar yang baik dituntut dari
mereka. Di sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal-hal yang dianggap
penting.
2) Memandang

Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas
memandang berhubungan erat dengan mata. Karena dalam memandang itu
matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi
aktivitas memandang dapat dilakukan. Orang buta pasti tidak dapat melihat. Maka
dia tidak bisa memandang sesuatu yang menjadi kebutuhannya.
3) Meraba, Membau, dan Mencicipi atau Mengecap
Aktivitas meraba, membau, dan mengecap adalah indra manusia yang dapat
dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba,
membau, dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk
belajar. Tentu saja aktivitas harus disadari oleh suatu tujuan. Dengan demikian,
aktivitas-aktivitas meraba, membau, mengecap dapat dikatakan belajar, apabila
semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan
dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.
4) Menulis atau