PENGAWASAN PEREDARAN PRODUK OBAT OLEH BPOM PROVINSI LAMPUNG

  

ABSTRAK

PENGAWASAN PEREDARAN PRODUK OBAT OLEH BPOM PROVINSI

LAMPUNG

Oleh

Wirawan

  Pengembangan perusahaan obat dapat menunjang pembangunan, apabila ada suatu keterpaduan administratif Negara yang dapat berfungsi secara efektif yang salah satu cara untuk mencegah dan menanggulangi perusahaan obat agar tidak melakukan pelanggaran administrative Negara, adalah dengan menegakkan aturan-aturan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan suatu kegiatan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi. Obat merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena selain dapat mengembalikan kondisi tubuh dari serangan penyakit agar kembali sehat obat juga dibutuhkan untuk menjaga agar stamina tubuh tetap bugar dan kebal terhadap serangan penyakit. Salah satu lembaga yang berperan penting dalam pengawasan terhadap produk obat-obatan adalah Dinas Kesehatan yang ada diseluruh Indonesia, dan untuk Provinsi Lampung adalah Badan menggambarkan betapa pentingnya pengawasan terhadap produk obat secara jelas, tepat dan dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat..

  Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan produk obat oleh BPOM Provinsi lampung. Apakah faktor-faktor penghambat dalam pengawasanan produk oleh BPOM Provinsi Lampung.Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara Yuridis dan Empiris.

  Pendekatan Yuridis adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan mempelajari dan mengkaji ketentuan berupa peraturan-peraturan yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas. Sedangkan pendekatan secara Empiris adalah suatu pendekatan yang dilakukan dengan wawancara langsung dengan pihak pegawai/pimpinan Badan Badan Pengawas Obat Dan Makanan. Dari hasil penelitian ini diketahui Bahwa pelaksanaan pengawasan prduk obat

  • – oleh BPOM Provinsi Lampung belum sesuai dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Bahwa pengawasan peredaran produk obat oleh BPOM blumss sesuai dengan ketentuan dalam undang – undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Tahun 1992 No.100 Tambahan Lebaran Negara No.3495), Undang – undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang – undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang – undang No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan. Diharapkan Badan POM RI dapat mengupayakan sarana dan prasarana peralatan laboratorium diseluruh Balai /

  2006 Tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis dilingkungan Badan POM.Kiranya Badan POM RI dapat meningkatkan pengetahuan teknis dan manajernial Balai POM di Bandar Lampung untuk menunjang kinerja yang optimal.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang tidak terlepas dari

  pembangunan yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat Indonesia .salah satu contoh pembangunan di Indonesia adalah dengan didirikannya perusahaan obat oleh pengusaha-pengusaha Nasional. Hal ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia sebagai Negara yang sedang berkembang mempunyai potensi untuk menggembangkan sumber daya alam maupun sumber daya manusia.

  Pengembangan perusahaan obat dapat menunjang pembangunan, apabila ada suatu keterpaduan administratif Negara yang dapat berfungsi secara efektif yang salah satu cara untuk mencegah dan menanggulangi perusahaan obat agar tidak melakukan pelanggaran administratif negara adalah dengan menegakkan aturan- aturan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan suatu kegiatan dan pemberian sanksi terhadap pelanggaran yang terjadi.

  Obat merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan untuk meningkatkan dari serangan penyakit agar kembali sehat obat juga dibutuhkan untuk menjaga agar stamina tubuh tetap bugar dan kebal terhadap serangan penyakit.

  Salah satu lembaga yang berperan penting dalam pengawasan terhadap produk obat-obatan adalah Dinas Kesehatan yang ada diseluruh Indonesia, dan untuk Provinsi Lampung adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Lampung. Keadaan tersebut menggambarkan betapa pentingnya pengawasan terhadap produk obat secara jelas, tepat dan dapat diketahui oleh seluruh lapisan masyarakat. Oleh sebab itu muncul ketentuan berupa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 292/menkes/sk/v/1996 tentang wajib daftar obat jadi serta Peraturan Menteri Kesehatan nomor 180/Menkes/IV/1985 tentang daluarsa.

  Pengawasan produk obat dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan kuantitas produk obat agar dapat dipercaya oleh masyarakat Indonesia. Untuk keperluan itu perlu adanya pedoman dan aturan melaksanakan kegiatan tersebut yaitu perlu adanya pengawasan terlebih dahulu terhadap produk obat dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi yang tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan tentang Promosi obat Nomor HK.00.00.3.02706 Tahun 2002 . obat kadaluarsa yang masih beredar di Provinsi Lampung. Menurut data dari Balai Penelitian Obat dan Makanan (BPOM) Provinsi Lampung diperoleh informasi bahwa pada pemeriksaan dan pengawasan penjualan obat-obatan di Provinsi Lampung pada tahun 2009 Triwulan pertama awal tahun pada pemeriksaan sarana sarana apotek yang diperiksa kurang lebih 166 sarana atau 61,7 % dari 269 sarana dengan hasil 68 sarana, 41% telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta 98 sarana atau 59 % tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan uraian sebagai berikut :

1. Pelanggaranan perijinan sebanyak 3 sarana 2.

  Mengedarkan Obat rusak / kadaluarsa sebanyak 10 sarana Yang kemudian telah ditindak lanjuti oleh Badan POM sebanyak 7 sarana, dari temuan 13 sarana yang tidak mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Oleh karena itu Badan POM sebagai lini depan dalam mengawal, serta mengawasi peredaran obat obat tersebut, harus bekerja cepat dan taktis sehingga penegakan peraturran berjalan dengan baik, seiring perkembangan waktu, dan kemajuan interaksi sosial masyarakat, dalam hidup bermasyarakat. Agar pengawasan produk obat sesuai dengan apa yang diharapkan, khususnya di Provinsi Lampung maka diperlukan suatu alat pengendali atau kontrol dari suatu lembaga yang menangganinya. Salah satu alat kontrol tersebut adalah pengawasan oleh Badan

  Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengkajian secara lebih mendalam tentang: “Pengawasan Produk Obat Oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

  Provinsi Lampung ”.

C. Permasalahan dan ruang lingkup penelitian

  1. Permasalahan

  Berangkat dari pemikiran normatif sebagaimana yang telah diatur dalam berbagai perundang-undangan tersebut di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: a.

  Bagaimanakah pelaksanaan pengawasan produk obat oleh BPOM Provinsi lampung? b.

  Apakah faktor-faktor penghambat dalam pengawasanan produk oleh BPOM Provinsi Lampung?

  2. Ruang Lingkup Penelitian

  Ruang lingkup pembahasan penelitian ini dibatasi pada pelaksanaan pengawasan serta faktor-faktor penghambat dalam pengawasan produk obat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 292/menkes/sk/v/1996 tentang wajib daftar obat jadi dan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 180/menkes/per/IV/1985 tentang daluarsa.

  D. Tujuan Penelitian

  Dari rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: a.

  Untuk mengetahui pengawasan produk obat oleh BPOM Provinsi Lampung b. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pengawasan produk oleh BPOM Provinsi Lampung.

  E. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan dari penelitian ini antara lain adalah: a.

  Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat mengembangkan teori, konsep, tata cara, dan pelaksanaan pengawasan produk obat serta faktor-faktor penghambat dalam pengawasan produk obat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Lampung berdasarkan Peraturan menteri kesehatan Nomor 292/Menkes/sk/v/1996 tentang wajib daftar obat jadi serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 180/MSenkes/per/IV/1985 tentang daluwarsa.

  b.

  Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai pelaksanaan pengawasan produk obat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Lampung

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan diatas,makapenulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

  1. Bahwa pelaksanaan pengawasan prduk khususnya oleh BPOM Provinsi Lampung belum

  • – sesuai dan masih kurang dari apa yang diharapkan ,Karna masih banyak nya temuan temuan kasus / atau pelangaran – pelangaran yang di lakukan oleh Produsen sbagai pembuat dan pengedar obat
  • – obatan yang melangar perundang – undangan yang berlaku, dikaranakan lemahnya atau belum maksimalnya kinerja dari BPOM provinsi Lmpung Selaku instansi Negara yang berwenang dalam melakukan tugasnya sebagai pengawas Produk Obat – obatan da makanan. Bahwa pengawasan peredaran produk obat oleh BPOM tidak sesuai dengan ketentuan dalam un
  • – undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Tahun 1992 No.100 Tambahan Lebaran Negara No.3495), Undang – undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang – undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang – undang No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998

  2. Masih lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BPOM Provinsi Lampung, atau masih belum maksimal dan optimalnya kinerja BPOM Provinsi Lampung sebagai salah satu instansi Negara yang mempumyai tugas dan fungsi pokok dalam mengawasi peredaran produk obat di Provinsi Lampung dikarenakan 2 faktor penghambat yaitu :

  INTERNAL 1.

  Sarana dan prasarana pendukung pengujian secara keseluruhan masih belum memenuhi standar minimal laboratorium sesuai Surat Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor.HK.00.05.21.4978 tangal 27 November 2006 tentang standar Minimum Laoratorium Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM.

  2. Kompetensi SDM tenaga teknis pengujian dan pemeriksaan dalam melaksanakn penerapan oprasional kerja di Laboratorium dan Pengawasan belum optimal.

  3. Keterbatasan SDM baik dari segi ilmu pengetahuan, keterampilan maupun kesiapan dalam menghadapi pesatnya kemajuan teknologi informasi sehingga kepuasan pelanggan belum dapat diwujudkan secara memadai.

4. Teamwork dan pemberdayaan SDM di lingkungan Balai Besar POM di Bandar Lampung belum optimal.

  EKSTERNAL

  Cakupan pemeriksaan berdasarkan pemeriksaan hanya terperiksa 20,9% dari jumlah sarana yang terinvantarisir.

  2. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pelaku usaha IRTP dalam menerapakan system jaminan mutu keamanan pangan dan kurangnya perhatian khusus dari DISKES KOTA/KABUPATEN untuk menjadikan prioritas program keamanan pangan yang belum berjalan secara maksimal.

  3. Provinsi Lampung merupakan pintu gerbang lalu – lintas distribusi produk obat dan makanan dari pulau jawa ke sumatra maupaun sebaliknya memungkinkan peredaran produk sub standar atau illegal semakin menngkat.

4. Belum optimalnya Feed Back tindak lanjut hasil temuan Balai Besar POM oleh Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten.

5.2 SARAN

  1.Sebaiknya Badan POM RI dapat mengupayakan sarana dan prasarana peralatan laboratorium diseluruh Balai / Balai Besar POM paling tidak memenuhi standar minimum sesuai dengan Surat Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.21.4978 tanggal 27 November 2006 Tentang Standar Minimum Laboratorium Unit Pelaksana Teknis dilingkungan Badan POM. Kiranya Badan POM RI dapat meningkatkan pengetahuan teknis dan manajernial Balai POM di Bandar Lampung untuk menunjang kinerja yang optimal.

  2. Serta sebaiknya, Badan POM selaku pengawas peredaran produk obat

  • – obatan juga
konsumen. Sebagai implementasi dari ketentuan peraturan dalam undang – undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan ( Lembaran Negara Tahun 1992 No.100 Tambahan Lebaran Negara No.3495), Undang

  • – undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang – undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika, Undang – undang No.22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan.