PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh:

GILANG FARDES PRATAMA

Sektor Perkebunan adalah salah satu penyumbang devisa negara, sumber pendapatan petani, dan penciptaan lapangan kerja. Maka kegiatan perkebunan yang dilakukan harus didukung kualitas dari unsur-unsur yang ada, salah satunya adalah ketersediaan benih unggulan. Pada Pasal 15 UU RI No. 12 Tahun 1992 dikatakan bahwa dilakukan pengawasan oleh Pemerintah terhadap pengadaan dan peredaran benih unggulan. Di Provinsi Lampung, berdasarkan data pada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, untuk tahun 2013 tanaman karet yang membutuhkan 686.950 benih bersertifikat ternyata 30.700 benih karet yang digunakan palsu. Dalam skripsi ini peneliti merumuskan masalah menjadi bagaimanakah pengawasan terhadap peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung dan apa faktor-faktor penghambat dalam pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif empiris, dimana peneliti turun lapangan dan mensinkronisasi dengan teori dan undang-undang terkait yang menjadi dasar hukum penelitian ini diantaranya UU RI No. 12 Tahun 1992 dan Permentan RI No. 02/Permentan/Sr.120/I/2014.

Dari hasil penelitian yang dilakukan pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung baik secara preventif dalam bentuk Pembinaan Penangkar Benih, Pendidikan dan Pelatihan kepada Penangkar Benih, Pengujian Mutu Benih, Monitoring dan Evaluasi, maupun dalam bentuk represif dengan sanksi yang belum ditegakkan secara maksimal sehingga menyebabkan masih beredarnya benih palsu. Beberapa faktor yang menghambat dalam pengawasan peredaran benih antara lain karena kurangnya sosialisasi mengenai penggunaan benih bersertifikat, kurangnya pengetahuan petani, kurangnya tenaga ahli dan fasilitas pendukung, minimnya anggaran Pemerintah Pusat, dan tidak adanya tindak lanjut dalam pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung.


(2)

ABSTRACT

MONITORING OF CIRCULATION OF THE HORTICULTURE SEEDS IN LAMPUNG PROVINCE

By:

GILANG FARDES PRATAMA

Horticulture is one of the contributors of foreign exchange the country, farmers' income source, and job creation. The horticulture activities undertaken should be supported by the quality of existing elements, one of which is the availability of high-quality seed. In Article 15 of Act No. 12/1992 said that The Government is responsible for the supervision of the eminent seed circulation. In Lampung, based on data at Horticultural Department of Lampung Province (Dinas Perkebunan Provinsi Lampung), In 2013, the rubber plant certified seed requires 686.950 seeds, but it turns out 30,700 of which are illegal. In this thesis the researchers formulate the problem becomes how surveillance of circulating seed plantations in Lampung Province and what the factors inhibiting the flow of seed monitoring in Lampung Province.

The approach used in this study is normative empirical, where researcher falling pitch and synchronizing with theories and laws related to the legal basis of which the study of Act No. 12/1992 and The Ministerial Regulation of Agriculture No. 02/Permentan/Sr.120/I/2014

From the results of research shown the surveillance of the seed in Lampung Province either in the form of preventive seed like Development for the Cultivators, Education and Training for the Cultivators, Seed Quality Testing, Monitoring and Evaluation, as well as the repressive form like administrative sanction is still very weak, resulting in the illegal seeds still exist out there. Some of the factors that impede the circulation surveillance seeds are due to lack of socialization in the use of certified seeds, farmers' lack of awareness, lack of expertise and supporting facilities, the limited budget from the Central Government, and the absence of follow-up in monitoring the circulation of seed plantations in Lampung Province.

Keywords: Monitoring, Seed, Horticulture  


(3)

PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

SKRIPSI

Oleh

GILANG FARDES PRATAMA

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015 


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Kota Bandar Lampung pada tanggal 13 Desember 1993, sebagai anak pertama dari dua bersaudara yaitu pasangan Bapak Ir. Jabuk, MTA dan Ibu Attaubah, SKM., MKM. Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-Kanak RA Daya di Kota Bandar Lampung, Pendidikan Sekolah Dasar SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2005, SMP Negeri 1 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2008, dan SMA Negeri 10 Bandar Lampung yang diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis yang terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung aktif dalam mengikuti kegiatan dan bergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Administrasi Negara (HIMA HAN), dan yang terakhir AIESEC in Unila.


(8)

MOTTO

Hiduplah seperti pohon kayu yang lebat buahnya, hidup di tepi

jalan dan dilempari orang dengan batu, tetapi dibalas dengan buah


(9)

PERSEMBAHAN

Semua yang tertulis dalam karya ini tidak lain karena keridhoan

Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Kasih Sayang Yang Meraja.

TanpaNYA, penulis tidak akan bisa sampai di titik ini. Dari lubuk

hati yang paling dalam dan penuh ketulusan, karya ini

kupersembahkan pula untuk:

Ayahanda Tercinta Ir. Jabuk, MTA

Ibunda Terkasih Attaubah, SKM., MKM

Adikku Tersayang Muhammad Thorriq

Teman-teman Fakultas Hukum ‘11


(10)

SANWACANA

Bismillahirrahmaannirrahim,

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGAWASAN TERHADAP PEREDARAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG”. Skripsi diajukan sebagai syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Unversitas Lampung.

Peneliti sadar, ada orang-orang yang menunggu untuk bisa tersenyum akan prestasi yang dibuat penelti suatu hari nanti. Atas segala bantuan, doa, kasih sayang, motivasi, dan semua bentuk bantuan yang peneliti terima, maka dengan segala kerendahan hati dan penuh ketulusan, dengan ini peneliti mengucapkan terimakasih tak terhingga kepada :

1. Ayahanda terbaik, Ir. Jabuk, MTA, yang terus memberikan semangat dan cinta kepada peneliti walau kadang cinta itu tidak terkatakan langsung namun Gilang sadar cinta itu selalu ada, Kakak akan berjuang untuk selalu memberikan yang terbaik dan menjadi anak yang membanggakan bagi keluarga. Terimakasih, Pa.

2. Ibunda terkasih, Attaubah, SKM., MKM., terimakasih atas semua yang mama telah berikan, yang selalu mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini. Doakan selalu kakak untuk sukses dalam menjalani tiap fase kehidupan ini


(11)

dan terus dalam berkat Allah SWT. Maaf kalau kadang kakak tanpa sadar mengecewakan mama.

3. Adik tercinta, Muhammad Thorriq, terimakasih atas motivasinya, walau kadang kakak keras, percayalah semua itu untuk Kamu, dan alasan kakak berjuang untuk keluarga adalah agar kita semua bisa bergerak maju ke arah yang lebih baik. Kamu adalah salah satu alasan kakak buat berkorban dan menjadi lebih baik lagi dan lagi.

4. Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung, Prof. Dr. Heryandi, S.H.,M.S., beserta jajarannya yaitu Bapak/ Ibu Pembantu Dekan (PD) I, PD II dan PD III atas segala bantuan baik langsung maupun tidak langsung selama mengikuti pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

5. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung, Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., sebagai bersedia meluangkan waktunya dan memberikan saran, bimbingan dan petunjuk serta nasihat selama penyusunan skripsi ini.

6. Sekretaris Bagian Hukum Administrasi Negara Bapak Satria Prayoga, S.H., M.H., yang telah memberikan peneliti izin untuk mengangkat judul ini sebagai skripsi, juga masukan-masukan berharga yang telah diberikan.

7. Pembimbing pertama Bapak Prof. Dr. Muhammad Akib., S.H., M.Hum dimana berkat bimbingan beliaulah skripsi ini sampai tahap penyelesaian. Terima kasih atas ilmu yang telah tersalurkan.

8. Pembimbing kedua Ibu Eka Deviani, S.H., M.H. Terima kasih telah dengan sangat sabar meluangkan waktunya dan memberikan saran, arahan, serta bimbingan selama penyusunan skripsi ini.


(12)

9. Pembahas pertama Bapak Syamsir Syamsu, S.H., M.H., saya berterima kasih atas masukannya yang pada awalnya terasa keras bagi saya namun saya sadar itulah justru hal yang berharga dalam membangun skripsi ini, dan atas segala pengarahan, saran dan masukannya.

10.Pembahas kedua Ibu Ati Yuniati, S.H., M.H., terima kasih atas segala pengarahan, saran dan motivasinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. 11.Pembimbing Akademik Bapak Rinaldy Amrullah, S.H, M.H., saya berterima

kasih atas segala bantuan selama menjadi mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

12.Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung Bagian Hukum Administrasi Negara Bapak Alm. Sudirman Mechsan, S.H., M.H., tidak akan cukup kata terimakasih yang terucap kepada Bapak dalam halaman ini, begitu banyak ilmu yang diberikan juga pembentukan karakter yang diajarkan yang walau kadang keras diberikan namun justru hal itu yang akan terus terkenang.

13.Seluruh dosen, Staf Pengajar dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan pemikiran, ilmu pengetahuan, interpretasi lain dalam melihat dadu, kesempatan, dan segala bentuk lainnya. Terima Kasih.

14.Partner terdekat yang saya kenal sejak semester satu yang dipertemukan dan dipertahankan Tuhan sampai saat peneliti menulis kalimat ini, Stella Marito Simanjuntak, yang senantiasa memberikan banyak sekali pelajaran dalam hidup ini, mulai dari hal sentimentil sampai hal yang membuat untuk berpikir filosofis. Perjalanan dan perjuangan panjang dalam ruang dan waktu yang


(13)

pernah dijalani tak akan terlupakan begitu saja. Terimakasih untuk semuanya, teruslah menebar kebaikan dan senyum lebar.

15.Teman juga sekaligus senior dan juga pemberi inspirasi terbaik penulis Resky Pradhana Romli yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak dalam penyusunan skripsi ini.

16.Teman-teman terdekat yang selama menjalani program sarjana di Fakultas Hukum Universitas Lampung selalu memberikan tawa dan canda yang menjadi energi positif tersendiri bagi penulis, Kurniawan Manullang, Ivan Savero, Ferinda Eka Adlina, Fitri Ratna Wulan, Egi Yuzario, Bayu Teguh Pranoto, dan juga Fannyza Fitri Faisal. Makasih, lek!

17.Keluarga selama 40 hari KKN Desa Titiwangi, Heral, Hesty, Dian, Nordiansyah “Doy”, Tita, Mbak Esty, Ferinda, Mbot, Induk Semang, Dosen Pembimbing Lapangan, Bapak Sumari, Bapak Sekdes terima kasih atas pengalaman baru dan pelajaran hidup yang diberikan disana sehingga membentuk karakter positif bagi saya hingga sekarang.

18.Teman-teman Fakultas Hukum 2011 dan HIMA HAN FH 2011, terima kasih atas segala royalitas, loyalitas, kesederhanaan, kesetiakawanan, kepercayaan kepada peneliti untuk bekerjasama dalam segala urusan akademik, juga segala bentuk keakraban dan bantuan yang pernah diberikan kepada peneliti. Terimakasih atas segala kerjasama dan bantuannya selama menjalani masa perkuliahan.

19.Keluarga Besar AIESEC Unila 14/15 yang telah memberikan peneliti kesempatan besar untuk mengembangkan potensi diri dan jiwa kepemimpinan


(14)

yang ada dan juga mempertemukan dengan orang-orang luar biasa yang memberi pengaruh positif.

20.Almamater tercinta Universitas Lampung, terima kasih atas segala fasilitas, ilmu dan pengalaman hidup yang peneliti terima dari sana. Peneliti sadar memang Universitas Lampung pada awalnya bukanlah pilihan utama bagi peneliti untuk mengemban pendidikan namun pada akhirnya peneliti sadari bahwa disanalah peneliti harus mulai besar dan membangun kampus tercinta dengan menyebarkan pengaruh positif bagi civitas akademika lainnya untuk kemajuan bersama.

21.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan menyumbangkan pemikirannya, semangat, motivasi, doa, dan materi dalam pembuatan skripsi ini.

Semoga apa yang telah kalian berikan akan kembali lebih baik kepada kalian suatu hari nanti dengan penuh harapan dan impan yang menjadi kenyataan. Peneliti tidak pernah bisa mencapai titik ini tanpa kalian semua. Terima kasih untuk semuanya. Semoga Allah SWT bisa membalas dengan kasih-Nya yang seluas Langit dan Bumi. Amin

Bandar Lampung, Februari 2015

Penulis

Gilang Fardes Pratama  


(15)

  DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN RIWAYAT HIDUP MOTTO PERSEMBAHAN SAN WACANA DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR/GRAFIK DAFTAR TABEL

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 9

1.2.1 Permasalahan ... 9

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 10

1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Kegunaan Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengawasan ... 12

2.2 Pengaturan Hukum Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan 16 2.3 Tujuan dan Manfaat Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung ... 20

2.4 Pengertian Benih dan Sertifikasi Benih ... 28

2.4.1 Pengertian Benih ... 28

2.4.2 Pengertian Sertifikasi Benih ... 30

2.4.3 Proses Sertifikasi Benih ... 32

2.4.4 Manfaat dan Tujuan Sertifikasi Benih ... 33


(16)

 

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah ... 36

3.2 Sumber Data ... 36

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 38

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data ... 38

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data ... 38

3.4 Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Unit Pelaksana Teknis DInas Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (UPTD-BP2MB) Provinsi Lampung ... 40

4.1.1 Struktur dan Uraian Tugas Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (UPTD-BP2MB) Provinsi Lampung ... 42

4.2 Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung ... 44

4.2.1 Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung Secara Preventif ... 49

4.2.1.1Pembinaan Penangkar Benih ... 49

4.2.1.2Pendidikan dan Pelatihan kepada Penangkar Benih ... 51

4.2.1.3Pengujian Mutu Benih ... 55

4.2.1.4Monitoring dan Evaluasi Penyaluran ... 57

4.2.2 Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung Secara Represif ... 61

4.2.2.1Sanksi Terhadap Peredaran Benih Perkebunan Ilegal ... 62

4.2.2.2Penerapan Hukum dalam Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung ... 63

4.3 Faktor-faktor Penghambat dalam Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung ... 65

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75 LAMPIRAN


(17)

 

DAFTAR GAMBAR/GRAFIK

Halaman

1. Proses Pengawasan ... 15 2. Bagan Proses Sertifikasi dan Pelabelan Benih ... 33 3. Struktur Organisasi UPTD-BP2MB Dinas Perkebunan Provinsi

Lampung ... 42 4. Siklus Pengawasan ... 60


(18)

 

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Ekspor Perkebunan Tahun 2009-2013 ... 2 2. Data Sertifikasi Benih Tahun 2013 ... 46 3. Jumlah Peserta Sosialisasi Tata Cara Pengajuan Prosedur

Sertifikasi Benih per-Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung

Tahun 2013 ... 53


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sumber Daya Alam Nabati dengan segala jenis keanekaragamannya yang ada di Tanah Indonesia, adalah salah satu kelebihan yang dari dulu telah menjadi sumber kekayaan bagi masyarakat Indonesia yang dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk tujuan kesejahteraan. Salah satu bentuk kegiatan pemanfatan dan pengelolaan dari Sumber Daya Alam yang melimpah dan tanah yang subur telah diwujudkan dalam suatu kegiatan perkebunan yang terencana, terbuka, terpadu profesional dan bertanggung jawab yang juga memiliki peranan penting dalam pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Pada Triwulan Pertama tahun 2013 lalu, nilai ekspor untuk sektor perkebunan mencapai US $6.856,0 juta, dengan komoditas yang paling besar nilai ekspornya adalah kelapa sawit yang mencapai US$4.131,5 juta. Angka total tersebut mengalami peningkatan yang signifikan hingga dua kali lipat pada Triwulan Kedua tahun 2013 yaitu di angka US $13.444,5 juta, serta Triwulan Ketiga di tahun yang sama mencapai US $19.511,3 juta dimana komoditas kelapa sawit masih memegang pencapaian untuk nilai ekspor tertinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hal tersebut dapat kita lihat sebagaimana tercatat oleh


(20)

2 Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai bahan analis, dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Ekspor Perkebunan Tahun 2009-2013

Jumlah Ekspor Tanaman Perkebunan 

2009  2010  2011  2012 

2013  s.d. Triwulan I  s.d. Triwulan II  s.d. Triwulan III  Total 2013  …Volume (000/ton) 

21.626,4  21.405,8  21.682,4  24.431,5  6.737,8  13.105,9  18.997,7  26414,9   

Nilai Pendapatan Ekspor Tanaman Perkebunan 

2009  2010  2011  2012 

2013  s.d. Triwulan I  s.d. Triwulan II  s.d. Triwulan III  Total 2013  …Nilai (Juta US$) 

16.977,6  24.730,7  32.222,5  29.956,1  6856,0  13.444,5  19.511,3  26.816,7 

Sumber: Halaman Web Direktorat Jenderal Perebunan (http://ditjenbun.pertanian.go.id) diakses 19 Mei 2014

Dapat kita lihat dalam data yang disajikan pada tabel diatas bahwa besarnya jumlah ekspor dari sektor Perkebunan secara nasional terus mengalami peningkatan dari tahun 2009-2013. Hal tersebut juga diikuti oleh pendapatan yang diterima dari sektor ekspor melalui komoditas Perkebunan secara nasional terus mengalami kenaikan dari tahun yang sama, dimana jenis Minyak Sawit adalah penyumbang terbesar angka-angka tersebut.


(21)

3 Untuk pengembangan komoditas ekspor kelapa sawit, terlihat bahwa rata-rata laju pertumbuhan luas areal kelapa sawit selama 2007 - 2012 sebesar 6,96%, sedangkan produksi kelapa sawit meningkat rata-rata 6,02% per tahun. Laju pertumbuhan rata-rata volume ekspor kelapa sawit selama 2007-2012 sebesar 12,19% per tahun dengan peningkatan nilai ekspor rata-rata 22,24% per tahun. Realisasi ekspor komoditas kelapa sawit tahun 2012 telah mencapai volume 20,57 juta ton (minyak sawit/CPO dan minyak sawit lainnya) dengan nilai US $19,35 milyar.

Perkebunan juga menyumbang terhadap Pendapatan Domestik Bruto di Indonesia yaitu berupa nilai pasar semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu, yang merupakan salah satu komponen penting untuk menghitung angka pendapatan nasional secara makro.

Dari sumber yang sama dengan data diatas, lebih dari setengah persen sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan hasil pendapatannya didapat dari produksi tanaman perkebunan. Secara total, pada tahun 2013 lalu setidaknya telah berkontribusi terhadap pendapatan nasional Indonesia sebanyak Rp. 54.903 Miliar.

Dari sana dapat dilihat kontribusi perkebunan adalah meningkatnya produk domestik bruto (PDB) yang akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat. Nilai PDB perkebunan secara kumulatif terus meningkat cukup fantastis, dari Rp. 81,66 triliyun pada tahun 2007 tumbuh menjadi Rp.153,731 triliyun pada tahun 2011 dan terus melambung menembus


(22)

4 angka Rp.159,73 triliyun pada tahun 2012 atau tumbuh rata-rata per tahunnya sebesar 14,79%.

Pada tataran mikro, kinerja pembangunan perkebunan juga cukup baik yang ditunjukkan antara lain melalui kenaikan produksi 15 komoditi unggulan perkebunan rata-rata sebesar 3,6% pada tahun 2013 terutama untuk kelapa sawit, karet, kopi dan kelapa. Nilai ekspor 12 komoditas primer perkebunan pada tahun 2013 mencapai USD 26,817 juta.

Berdasarkan data yang disajikan sebelumnya dapat dilihat bahwa komoditas perkebunan merupakan salah satu andalan ekspor Indonesia. Indikator ekonomi makro sub sektor perkebunan, seperti pendapatan domestik bruto, neraca perdagangan, dan juga untuk penyerapan tenaga kerja melalui sektor ini terus meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Sebagai salah satu penyumbang devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, terbentuknya pusat–pusat pertumbuhan, mendorong kegiatan agribisnis dan agroindustri maka kegiatan perkebunan yang sifatnya terencana, terbuka, terpadu profesional dan bertanggung jawab tadi harus juga didukung kualitas dari unsur-unsur lainnya, dan salah satu hal pokok yang menjadi unsur dasar keberhasilan dari kegiatan perkebunan tadi adalah dengan adanya benih-benih unggulan. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk peningkatan penggunaan benih unggul, antara lain dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas sertifikasi benih; meningkatkan bantuan benih di daerah; meningkatkan sosialisasi/penyebaran informasi perbenihan kepada masyarakat tentang manfaat benih unggul. Perkebunan memegang peranan penting dalam


(23)

5 perekonomian nasional dan juga Perkebunan yang baik harus diawali oleh seleksi dalam hal pemilihan benih-benih berkualitas terbaik untuk diedarkan dan kemudian ditanam sehingga menjadi varietas unggul, atau yang dikenal dengan nama Benih Bina.

Permasalahan-permasalahan perbenihan yang telah ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 tentang Pembenihan Tanaman tidak terlaksana dengan baik karena masih banyak kekurangan dalam hal pelaksanaannya. Kurangnya pengawasan akan perbenihan di Provinsi Lampung tentu saja akan merugikan banyak pihak dan bila ditelaah lebih jauh secara makro akan menurunkan pendapatan nasional dari sektor perkebunan.

Peredaran benih yang tidak bersertifikat, atau ilegal akan mempengaruhi kualitas tanam dan hasil yang diperoleh nantinya, sehingga petani akan mengalami kerugian karena benih-benih yang mereka tanam ternyata adalah benih yang bukan berasal dari kualitas unggul, padahal secara yuridis formil, hal ini telah diatur baik dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah dan juga lembaga atau instansi yang berwenang. Hal ini tentu saja sesuatu yang mendesak agar dilakukan penelitian lebih jauh, karena ada keanehan dimana perangkat hukum yang mencakup secara formil dan materil telah ada, namun pada praktiknya masih banyak permasalahan-permasalahan perbenihan yang terjadi terkait sertifikasi dan hubungannya dengan mutu benih.

Di Medan, Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan melalui Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS), Ir Susana Bangun, mengamankan 30.600 kecambah kelapa sawit yang akan dikirim oleh PT Damai Jaya Lestari ke Kendari, Sulawesi


(24)

6 Tengah. Modus yang digunakan adalah memalsukan berbagai jenis dokumen dalam pengiriman kecambah atau benih sawit melalui Bandara Polonia, Medan, Sumatera Utara. Benih sawit yang dikirim adalah ilegal, tetapi sindikat ini mengatasnamakan sumber resmi dan telah mendapat akreditasi pemerintah dan korbannya adalah PT Socfindo.

Balai Karantina Pertanian Kelas II Medan juga pernah mengamankan sebanyak 30.600 benih kelapa sawit dibungkus dalam enam koli yang akan dikirim oleh PT Damai Jaya Lestari ke Kendari. Benih kelapa sawit itu diamankan usai menjalani pemeriksaan barang melalui Sinar X di terminal kargo Bandara Polonia karena diduga dikirim secara illegal karena tidak memiliki kelengkapan dokumen diantaranya Surat Persetujuan Penyaluran Benih (SP2B) Kelapa Sawit. Hal itu diketahui setelah puluhan ribu benih kelapa sawit itu menjalani pemeriksaan kelengkapan dokumen dan salah satu dokumen diantaranya dikeluarkan oleh PT Socfindo. Namun setelah dikonfirmasi keperusahaan pembibitan benih kelapa sawit itu mengaku tidak pernah mengeluarkan dokumen itu karena ukuran benih berbeda dengan yang produksi PT Socfindo. PT Damai Jaya Lestari sendiri dalam keterangannya beberapa waktu lalu menyebutkan pihaknya tidak pernah mengirimkan benih sawit secara ilegal.1

Sepanjang 2013 di Kalimantan Timur ditemukan dua kasus peredaran benih palsu sebanyak 514.800 kecambah sawit dan 30.000 bibit kelapa sawit.2 Bahaya        

1

Karantina Polonia Endus Sindikat Pengiriman Kecambah Ilegal”, Portal Berita Sore, diakses dari http://beritasore.com/2008/11/19/karantina-polonia-endus-sindikat-pengiriman-kecambah-ilegal/, pada tanggal 27 Agustus 2014.

2

Ghofar, “Disbun Kaltim Ingatkan Bahaya Bibit Sawit Palsu”, Portal Berita Antara Kaltim, diakses dari http://www.antarakaltim.com/berita/21222/disbun-kaltim-ingatkan-bahaya-bibit-sawit-palsu, pada tanggal 27 Agustus 2014.


(25)

7 penggunaan benih sawit palsu bagi petani hanya dapat diketahui setelah tanaman mencapai usia 4-5 tahun yang tak kunjung berbuah sehingga petani akan rugi besar karena telah mengeluarkan biaya banyak. Dalam usia itu, benih sawit yang asli sudah berbuah, sedangkan sawit yang berasal dari benih palsu tidak berbuah. Kalaupun berbuah, namun tidak banyak dan kualitasnya tidak bagus sehingga pengedar bibit sawit palsu sama saja dengan menghilangkan kesempatan petani untuk memperoleh pendapatan.

Bibit unggul palsu banyak beredar di Riau, Diperkirakan terdapat 70.662 hektare kebun kelapa sawit berbibit unggul palsu. Banyak perusahaan dan warga masyarakat yang tertipu menggunakan bibit unggul palsu sehingga mengakibatkan tingkat kerugian dari seluruh kebun sawit yang ditanam dengan benih dari varietas Tenera palsu mencapai Rp 424 miliar setiap tahunnya. Banyaknya petani yang tertipu ini karena tergiur dengan harga varietas Tenera palsu jauh lebih murah dari Tenera asli. Tenera asli dijual paling murah Rp 2.800 perbibit, sementara Tenera palsu yang sebenarnya hanya dijual paling mahal Rp 1.800 perbibit.3

Sementara itu, di Provinsi Lampung, berdasarkan data yang didapatkan pada Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, untuk tahun 2013 pada tanaman karet membutuhkan 686.950 benih karet bersertifikat namun ternyata ada sekitar 30.700 benih/bibit karet yang digunakan ternyata lolos dari pengawasan oleh Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

        3

Tertipu Mafia, 70.662 Hektare Kebun Sawit Berbibit Unggul Palsu”, Riau Terkini, diakses dari http://riauterkini.com/hukum.php?arr=3879, pada 28 Agustus 2014.


(26)

8 Mengingat begitu besarnya potensi kerugian yang ditimbulkan dari penggunaan benih ilegal atau yang tidak bersertifikat, maka dalam hal peredarannya diatur dan harus dilakukan pengawasan berdasarkan perundang-undangan tentang perbenihan. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, benih yang berasal dari varietas unggul dan telah diedarkan disebut Benih Bina. Dalam hal pengedarannya, Benih Bina ini telah melalui serangkaian proses penelitian terkait standar mutu yang telah ditetapkan, proses tersebut dinamakan sertifikasi yang kemudian dilanjutkan dengan proses pelabelan. Dalam undang-undang tersebut juga dikatakan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas perkebunan, ketersediaan benih bermutu mutlak diperlukan.

Untuk menjamin tersedianya bibit unggul bermutu tinggi bagi konsumen maka menurut Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman perlu dilakukan pengawasan oleh Pemerintah terhadap pengadaan dan peredaran benih bina. Benih Bina yang akan diedarkan langsung harus melalui sertifikasi dan memenuhi standar mutu yang ditetapkan pemerintah. Proses Sertifikasi Benih Bina ini dapat dilakukan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengawasan, dalam hal ini, Dinas Perkebunan Provinsi Lampung membentuk Unit Pelaksana Teknis - Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih yang berlokasi di Tegineneng, Lampung Selatan.

Dalam pelaksanaannya, permasalahan perbenihan masih cukup serius dimana benih-benih ini seringkali tidak memenuhi ekspektasi dan seakan lolos dari


(27)

9 pengawasan dinas-dinas yang berwenang dalam hal perbenihan itu sendiri. Masalah-masalah tersebut misalnya saja, masih banyak benih yang beredar itu dipalsukan karena tidak berasal dari Benih Bina yang telah diuji sebelumnya; ketersediaan sumber benih belum memadai dari segi kualitas maupun kuantitas; penyebaran kebun sumber benih belum sesuai dengan wilayah pengembangan; sumber benih belum dievaluasi secara menyeluruh; pengadaan benih-benih perkebunan bersertifikat belum sesuai harapan; penangkar benih banyak yang tidak memiliki TRUP (Tanda Registrasi Usaha Perbenihan); dan pelaku usaha yang tidak memiliki TRUP diperbolehkan mengajukan sertifikasi.4

Berdasarkan Latar Belakang Permasalahan di atas, perlu diteliti lebih jauh terutama fokus pada pelaksanaan dan faktor-faktor penghambat dalam pengawasan terhadap peredaran benih perkebunan dengan judul skripsi: Pengawasan Terhadap Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung.

        4

Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pedoman Koordinasi Pengawasan Benih pada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta. hlm. 6.


(28)

10 1.2Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1.2.1 Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, maka yang dijadikan permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1) Bagaimanakah pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung?

2) Faktor-faktor apakah yang menjadi penghambat dalam pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung?

1.2.2 Ruang Lingkup Penelitian

Mengingat luasnya permasalahan mengenai peredaran benih di Provinsi Lampung, maka penelitian ini dibatasi ruang lingkupnya pada benih Tanaman Perkebunan yang telah memiliki sertifikat dan bidang Hukum Administrasi Negara yaitu mengenai fungsi Pengawasan dan hambatan dalam pelaksanaannya.

1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian :

1) Untuk mengetahui pengawasan terhadap peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung.

2) Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pengawasan peredaran benih perkebunan yang dilakukan oleh UPT-BP2MB Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.


(29)

11 1.3.2 Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memperluas juga memperdalam ilmu hukum administrasi negara dan memberikan kontribusi mengenai peran sentral dan fungsional pemerintah dalam hal pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung untuk meningkatkan pendapatan daerah maupun nasional dari sektor perkebunan.

b. Kegunaan Praktis

Adapun kegunaan praktis dalam penelitian ini adalah:

1) Memberikan masukan-masukan terhadap pelaksanaan dalam mengoptimalkan fungsi pengawasan terhadap peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung.

2) Sebagai rekomendasi strategis kepada instansi terkait dalam pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung dan pemberian sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

3) Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Lampung bagian Hukum Administrasi Negara.


(30)

12  BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Pengertian Pengawasan

Dalam kamus bahasa Indonesia istilah Pengawasan berasal dari kata awas yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang di awasi.1

Beberapa pengertian pengawasan menurut para ahli diantaranya sebagai berikut :

a Prajudi menyatakan Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang di jalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan atau diperhatikan.2

b Saiful Anwar menyatakan pengawasan atau kontrol terhadap tindakan aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.3 c M. Manullang mengatakan bahwa Pengawasan adalah suatu proses untuk

menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan

       

1 Sujanto. 1986. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta. hlm. 2. 2 Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta, hlm. 80.


(31)

13  mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.4

d Sarwoto yang dikutip oleh Sujamto memberikan batasan bahwa Pengawasan

adalah kegiatan manager yang mengusahakan agar pekerjaan- pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.5

e Menurut Harold Koonz, dkk, yang dikutip oleh John Salinderho mengatakan bahwa pengawasan adalah pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pngawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan- penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.6

Mc. Farland, memberikan definisi Pengawasan (Control) sebagai berikut: 'Control is the process by which an executive gets the performance of his subor-dinates to correspond as closely as posible to chosen plans, orders, objectives, or policies’

Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai sebagai proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau

       

4 Manullang, M. 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Ghalia Indonesia. Jakarta. hlm. 18. 5 Sujanto. Op.Cit. hal.13.


(32)

14  diperintahkan.7 Pengawasan yang efektif adalah sarana terbaik untuk membuat segala sesuatunya berjalan dengan baik dalam Administrasi Negara terutama

pengawasan preventif.8

Berdasarkan beberapa teori yang dikutip diatas dapat dipahami bahwa pengawasan ditujukan untuk mempermudah dan mengetahui hasil pelaksanaan dari apa yang telah pemerintah di daerah kerjakan sesuai dengan tahap-tahapan dan/atau perencanaan yang telah ditentukan sebelumnya, dan sekaligus dapat melakukan tindakan perbaikan apabila kelak terjadi penyimpangan dari rencana/program yang telah dibuat sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut, pemerintah pusat dalam hal melakukan pengawasan terhadap pemerintahan dibawahnya, juga melakukan pelimpahan bidang pengawasan kepada Gubernur, Walikota, dan/atau Bupati selaku perpanjangan tangan pemerintah pusat.

Dapat disimpulkan Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan dan apakah suatu pekerjaan tersebut telah sesuai dengan standar yang ditentukan sebelumnya, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan seefisien mungkin.

        7 Prajudi. Op. Cit. hlm. 84.


(33)

15  Dalam proses pengawasan secara umum menurut M.Manullang setidaknya terdiri dari tiga fase, yaitu :

1. Menetapkan alat pengukur/standar; 2. Mengadakan penilaian ; dan

3. Mengadakan perbaikan.9

Di bawah ini digambarkan proses pengawasan sebagai berikut:

Gambar 1. Proses Pengawasan

STANDAR

Pedoman Hasil

Monitoring Koreksi

UMPAN BALIK (FEEDBACK)

Pengawasan pada dasarnya dilakukan sepenuhnya untuk memberikan arahan untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan dan/atau penyimpangan dari tujuan awal yang hendak dicapai. Dengan dilakukannya prosedur pengawasan yang baik diharapkan nantinya akan membantu melaksanakan kebijakan yang telah direncanakan dan ditetapkan sehingga mampu mencapai tujuan awal yang dibuat secara efektif dan efisien. Lebih jauh lagi, dengan sistem pengawasan yang baik akan tercipta suatu aktifitas yang berkaitan dengan evaluasi kerja berkenaan dengan sejauh mana pelaksanaan kerja telah

        9 Manullang, M. Op. Cit. hlm. 183

Rencana (Planning)

Pelaksanaan Pekerjaan (Performance)

Pengawasan (Control)


(34)

16  dilaksanakan. Hal tersebut tentu dapat juga dilaksanakan sebagai alat untuk mengetahui tentang sejauh mana kinerja pemimpin dalam hal kebijakan yang dijalankannya .

Dari hasil pengawasan yang baik tentu akan didapatkan hasil berupa ketidakcocokan tertentu dalam hal rencana yang dibuat dan tujuan yang ingin dicapai untuk kemudian ditemukan penyebab dari hal tersebut. Hasil tersebut dalam konteks pemerintahan tentu sangat erat hubungannya untuk membangun tata kelola pemerintahan yang baik, maka dapat dikatakan pengawasan merupakan aspek yang sangat penting guna membangun tata kelola yang baik didalam pemerintahan.

Dapat diberikan sebuah pengertian berdasarkan penjabaran di atas maka pengertian fungsi pengawasan adalah suatu kegiatan yang dijalankan oleh pimpinan ataupun suatu badan dalam mengamati, membandingkan tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepada aparat pelaksana dengan standar yang telah ditetapkan guna mempertebal rasa tanggung jawab untuk mencegah penyimpangan dan memperbaiki kesalahan dalam pelasanaan pekerjaan.10

2.2Pengaturan Hukum Pengawasan Peredaran Benih

Penetapan suatu standar yang berupa peraturan perundang-undangan atau surat keputusan lainnya diperlukan sebagai upaya untuk pengawasan terhadap peredaran benih. Sampai saat ini sudah ada beberapa peraturan mengenai

       

10 Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung. Bandar Lampung. hlm. 82.


(35)

17  pedoman untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap peredaran benih, antara lain:

a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman;

b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman;

c) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih; d) Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya;

e) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas;

f) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina; dan

g) Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas Daerah Provinsi Lampung.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini adalah Direktorat Jenderal Perkebunan telah berusaha melakukan segala upaya pengawasan dari perederan benih-benih Perkebunan yang beredar secara umum pengaturannya dapat ditemukan pada


(36)

18  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan implementasi kemudian dilanjutkan dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. Pasal 15 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 khusus berbicara tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih diharapkan semua benih perkebunan yang beredar adalah benih-benih yang telah lulus uji laboratorium mutu benih-benih dan telah melalui proses sertifikasi untuk kemudian diberi label sesuai ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

Dalam Pasal 15 jo Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dikatakan bahwa Pemerintah melakukan pengawasan terhadap pengadaan dan peredaran benih bina, serta Pemerintah dapat melarang dalam hal pengadaan, peredaran, dan penanaman benih tanaman tertentu yang merugikan masyarakat, budidaya tanaman, Sumber Daya Alam lainnya, dan/atau lingkungan hidup.

Terkait hal tersebut bagi siapa saja yang dengan sengaja mengedarkan benih bina yang tidak sesuai dengan label yang sebelumnya diharuskan telah lulus pengujian mutu di laboratorium dan sertifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan melanggar ketentuan pelaksanaan pada Pasal 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman aturannya tegas mengatakan pelakunya akan diancam dipidana dengan


(37)

19  pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Masih terkait hal tersebut, secara khusus tentang pengawasan terhadap peredaran benih dan pelaksanaan teknisnya diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina. Pasal 15 Ayat (3) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina ini menentukan bahwa Proses Sertifikasi Benih Bina diselenggarakan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengawasan dan Sertifikasi Benih serta Produsen Benih Bina yang mendapat sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Mutu.

Terkait fungsi Pengawasan, pengaturannya dapat ditemukan pada Pasal 44 jo Pasal 45 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina yang menentukan bahwa Pengawasan Peredaran Benih Bina dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman atau Pengawas Mutu Pakan yang berkedudukan di Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Dimana Pengawasan tersebut dilakukan terhadap dokumen dan/atau benih melalui pengecekan mutu dan/atau pelabelan ulang. Apabila Pengedar Benih Bina tidak memenuhi kewajibannya11 diberikan        

11

Kewajiban tersebut berdasarkan Pasal 40 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina, antara lain:


(38)

20  peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali oleh Pengawas Benih Tanaman atau Pengawas Mutu Pakan. Apabila ternyata peringatan tersebut tidak diindahkan, Pengawas Benih Tanaman atau Pengawas Mutu Pakan merekomendasikan kepada bupati/walikota melalui Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengawasan dan Sertifikasi Benih untuk mencabut tanda daftar sebagai pengedar Benih Bina.12

Sementara itu, untuk menjalankan fungsi pengawasan di daerah, dalam hal ini berdasarkan prinsip Otonomi Daerah, pengawasan dilakukan di tiap Dinas Perkebunan pada daerah dimana benih Perkebunan ini akan beredar yang berdasarkan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas Daerah Provinsi Lampung maka hal tersebut dilakukan oleh UPT Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih Dinas Perkebunan Provinsi Lampung.

       2. bertanggungjawab atas mutu Benih Bina yang diedarkan;

3. melakukan pencatatan dan penyimpanan dokumen Benih Bina yang diedarkan selama 1 (satu) tahun bagi Tanaman semusim, dan 5 (lima) tahun bagi Tanaman tahunan; 4. memberikan data atau keterangan yang diperlukan Pengawas Benih Tanaman atau

Pengawas Mutu Pakan; dan

5. melaporkan setiap terjadi perubahan data.

12 Pasal 53 Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.


(39)

21 

2.3Tujuan dan Manfaat Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan

Tujuan pengawasan secara umum menurut Sukarno. K adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang digariskan

2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas-asas yang telah diinstruksikan.

3. Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan dalam bekerja.

4. Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan dengan efisien.

5. Untuk mencari jalan keluar,bila ternyata dijumpai kesulitan-kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan-kegagalan ke arah perbaikan. 13

Berkaitan dengan konsep pengawasan dalam hukum administrasi negara, maka hal tersebut sangat berkaitan erat dengan peran serta dari aparatur pemerintah sebagai fungsi nya dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Tugas umum dan tugas pembangunan ini sangat berhubungan, artinya dalam menjalankan tugas pemerintahan, aparatur pemerintah juga melaksanakan tugas pembangunan, begitu juga sebaliknya.

Sementara itu, berkaitan dengan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung, fungsi pengawasan ini perlu dilakukan guna menjamin beredarnya benih perkebunan berkualitas tinggi, melindungi konsumen agar memperoleh benih/bibit yang terjamin keunggulan varietas, kemurnian dan kebenaran

       


(40)

22  mutunya, serta meningkatkan kesejahteraan petani, dan penangkar benih/bibit tanaman perkebunan. Agar pengawasan berjalan sesuai dengan apa yang dicita-citakan dan dapat mencapai tujuannya, maka pengawasan tersebut harus dijalankan berdasarkan asas-asas dan prinsip tertentu.

a. Asas dan Prinsip Pengawasan

Dalam pelaksanaannya, Pengawasan juga tunduk dalam beberapa asas guna memaksimumkan fungsi pengawasan tadi untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Prajudi, telah merumuskan setidaknya 14 asas dalam hal menjalankan fungsi pengawasan, antara lain:

1) Asas tercapainya tujuan, ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan atau deviasi perencanaan.

2) Asas efisiensi, yaitu sedapat mungkin menghindari deviasi dari perencanaan sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain diluar dugaan. 3) Asas tanggung jawab, asas ini dapat dilaksanakan apabila pelaksana

bertanggung jawab penuh terhadap pelaksana perencanaan.

4) Asas pengawasan terhadap masa depan, maksud dari asas ini adalah pencegahan penyimpangan perencanaan yang akan terjadi baik di waktu sekarang maupun di masa yang akan datang.

5) Asas langsung, adalah mengusahakan agar pelaksana juga melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan.

6) Asas refleksi perencanaan, bahwa harus mencerminkan karakter dan susunan perencanaan.


(41)

23  7) Asas penyesuaian dengan organisasi, bahwa pengawasan dilakukan sesuai

dengan struktur organisasi dan kewenangan masing-masing.

8) Asas individual, bahwa pengawasan harus sesuai kebutuhan dan ditujukan sesuai dengan tingkat dan tugas pelaksana.

9) Asas standar, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat, yang akan digunakan sebagai tolok ukur pelaksanaan dan tujuan.

10)Asas pengawasan terhadap strategis, bahwa pengawasan yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis.

11)Asas kekecualiaan, bahwa efisiensi dalam pengawasan membutuhkan perhatian yang di tujukan terhadap faktor kekecualian yang dapat terjadi dalam keadaan tertentu, ketika situasi berubah atau tidak sama.

12)Asas pengendalian fleksibel bahwa pengawasan harus untuk menghindarkan kegagalan pelaksanaan perencanaan.

13)Asas peninjauan kembali, bahwa pengawasan harus selalu ditinjau, agar sistem yang digunakan berguna untuk mencapai tujuan.

14)Asas tindakan, bahwa pengawasan dapat dilakukan apabila ada ukuran – ukuran untuk mengoreksi penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi dan pelaksanaan.14

Pengawasan mempunyai sifat menyeluruh dan luas, maka dalam pelaksanaanya juga diperlukan sebuah prinsip yang harus dipatuhi dan dijalankan, antara lain:

        14 Prajudi. Op. Cit. hlm 86-87.


(42)

24  1) Objektif dan menghasilkan data. Artinya pengawasan harus bersifat objektif dan harus dapat menemukan fakta-fakta tentang pelaksanaan pekerjaan dan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

2) Berpangkal dari keputusan pimpinan. Artinya untuk dapat mengetahui dan menilai ada tidaknya kesalahan-kesalahan dan penyimpangan, pengawasan harus bertolak pangkal dari keputusan pimpinan yang tercermin dalam:

a. Tujuan yang ditetapkan

b. Rencana kerja yang telah ditentukan

c. Kebijaksanaan dan pedoman kerja yang telah digariskan d. Perintah yang telah diberikan

e. Peraturan-peraturan yang telah ditetapkan.

3) Bersifat preventif. Artinya bahwa pengawasan tersebut adalah untuk menjamin tercapainya tujuan yang telah ditetapkan, yang harus efisien dan efektif, maka pengawasan harus bersifat mencegah jangan sampai terjadi kesalahan- kesalahan berkembangnya dan terulangnya kesalahan-kesalahan.

4) Tidak berfokus pada tujuan tetapi sarana. Artinya pengawasan tersebut hendaknya tidak dijadikan tujuan tetapi sarana untuk menjamin dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pencapaian tujuan organisasi.

5) Berfokus pada efisiensi. Artinya pengawasan haruslah dilakuan secara efisien, bukan justru menghambat efisiensi pelaksanaan kerja.


(43)

25  6) Berfokus pada apa yang salah, bukan siapa yang salah. 15

Membimbing dan mendidik. Artinya “pengawasan harus bersifat membimbing dan mendidik agar pelaksana dapat meningkatkan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas yang ditetapkan.”

b. Jenis-Jenis Pengawasan

Saiful Anwar menyebutkan bahwa berdasarkan bentuknya pengawasan dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pengawasan internal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan atau organ yang secara organisatoris/struktural termasuk dalam lingkungan pemerintahan itu sendiri. Misalnya pengawasan yang dilakukan pejabat atasan terhadap bawahannya sendiri.

2. Pengawasan eksternal dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga yang secara organisatoris/struktural berada di luar pemerintah dalam arti eksekutif. Misalnya pengawasan keuangan dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).16

Pengawasan ditinjau dari segi waktunya dibagi dalam dua kategori yaitu sebagai berikut:

1. Pengawasan a-priori atau pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan- keputusan dari aparatur yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan        

15 Ibid. hlm. 75.


(44)

26  sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan administrasi negara atau peraturan lainnya dengan cara pengesahan terhadap ketetapan atau peraturan tersebut. Apabila ketetapan atau peraturan tersebut belum disahkan maka ketetapan atau peraturan tersebut belum me mpunyai kekuatan hukum.

2. Pengawasan a-posteriori atau pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan aparatur pemerintah yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah atau sudah terjadinya tindakan pemerintah. Tindakan dalam pengawasan represif dapat berakibat pencabutan apabila ketetapan pemerintah tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam keadaan yang mendesak tindakan dapat dilakukan dengan cara menangguhkan ketetapan yang telah dikeluarkan sebelum dilakukan pencabutan.17

Berkaitan dengan hal tersebut, secara singkat Melayu SP Hasibuan menjelaskan tentang beberapa sifat dan waktu pengawasan tersebut diatas antara lain adalah sebagai berikut:

1. Pengawasan preventif yaitu pengawasan yang dilaksanakan sebelum kegiatan dilaksanakan dengan maksud untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan seawal mungkin.

        17Ibid. hlm. 128.


(45)

27  2. Pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya

penyimpangan atau kesalahan dalam melaksanakan kegiatan. 3. Pengawasan yang dilakukan pada waktu proses kegiatan terjadi.

4. Pengawasan berkala yaitu pengawasan yang dilakukan secara berkala satu bulan sekali, satu semester sekali, atau satu tahun sekali.

5. Pengawasan mendadak yaitu pengawasan yang dilakukan secara mendadak dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu.18

Pengawasan terhadap aparatur pemerintah apabila dilihat dari segi sifat pengawasan itu, terhadap objek yang diawasi dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu :

1. Pengawasan dari segi hukum (rechtmatigheidstoetsing) misalnya pengawasan yang dilakukan oleh badan peradilan pada prinsipnya hanya menitik beratka pada segi legalitas. Contoh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara bertugas menilai sah tidaknya suatu ketetapan pemerintah. Selain itu tugas hakim adalah memberikan perlindungan (law proteciton) bagi rakyat dalam hubungan hukum yang ada diantarra negara/pemerintah dengan warga masyarakat.

2. Pengawasan dari segi kemanfaatan (doelmatigheidstoetsing) yaitu pengawasan teknis administratif intern dalam lingkungan pemerintah sendiri (builtincontrol) selain bersifat legalitas juga lebih menitik beratkan pada segi penilaian kemanfaatan dari tindakan yang bersangkutan.19

        18 Nurmayani. Op Cit. hlm. 85. 19Ibid. hlm. 129.


(46)

28  Disamping hal-hal tersebut juga banyak faktor yang sifatnya subjektif yang dapat mempengaruhi jalannya pengawasan yang hal tersebut bersumber dan berkenaan dengan diri pejabat yang melaksanakan fungsi pengawasan, yaitu berkenaan dengan kecakapan dari petugas, pengetahuan yang dimiliki dan tentu saja pengalaman kerja dari petugas pengawas. Agar pengawasan berjalan efektif dan efisien, seorang pejabat yang berada diatas hendaknya melakukan koordinasi yang baik dengan satuan kerja dibawahnya.

Dapat dikatakan, menjalankan fungsi pengawasan bukanlah hal yang mudah dilakukan begitu saja, karena didalamnya memerlukan kepandaian, ketelitian, pengetahuan yang cukup, dan/atau pengalaman yang harus disertai dengan jiwa kepemimpinan yang tegas dan berwibawa, hal tersebut dimasudkan guna mengukur tingkat efektivitas kerja dari pada aparatur pemerintah dan tingkat efesiensinya dalam penggunaan sarana yang ada untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

2.4Pengertian Benih dan Sertifikasi Benih

2.4.1 Pengertian Benih

Benih, adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak dan/atau mengembangbiakkan tanaman20. Benih Bina adalah benih yang dapat dihasilkan melalui perbanyakan generatif dan/atau vegetative. Perbenihan tanaman adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengadaan, pengelolaan dan peredaran benih tanaman. Sementara itu, yang disebut Benih Bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas yang produksi dan peredarannya diawasi. Untuk        

20 Pasal 1 Angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.


(47)

29  memproduksi Benih Bina mengikuti prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional. Standar Mutu Benih Bina yang digunakan adalah spesifikasi teknis dari benih yaitu mencakup mutu genetik, fisik, fisiologis dan/atau kesehatan benih21. Produksi benih bina antara lain dapat dilakukan dan diproses oleh perseorangan, badan usaha, badan hukum atau instansi pemerintah.

Untuk dapat dikategorikan sebagai benih bina dari varietas unggul maka benih-benih tersebut harus memenuhi kriteria:

1. Varietas unggul berasal dari varietas baru atau varietas lokal yang mempunyai potensi tinggi.

2. Terhadap varietas baru maupun varietas lokal harus dilakukan uji adaptasi sebelum dinyatakan sebagai varietas unggul.

3. Uji adaptasi bagi tanaman Tahunan, dapat dilakukan dengan cara observasi.

Uji adaptasi atau observasi dilakukan oleh instansi Pemerintah yang ditunjuk atau penyelenggara pemuliaan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan.

Benih Bina dapat diklasifikasikan dalam lima kelompok, antara lain:

1. Benih Penjenis (BS), adalah benih yang diproduksi oleh dan di bawah Pengawasan Pemulia Tanaman atau institusi pemulia.

       

21 Pasal 1 Ayat (15) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.


(48)

30  2. Benih Dasar (BD), merupakan keturunan pertama dari BS yang memenuhi standar mutu kelas BD dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional. 3. Benih Pokok (BP), merupakan keturunan pertama dari BD atau BS yang

memenuhi standar mutu kelas BP dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional. 4. Benih Sebar (BR), merupakan keturunan pertama BP 1, BP, BD atau BS

yang memenuhi standar mutu kelas BR dan harus diproduksi sesuai dengan prosedur baku Sertifikasi Benih Bina atau sistem standardisasi nasional.

5. Benih Sebar Unggulan (BR Varietas Hibrida), merupakan benih yang diproduksi dari persilangan galur-galur tetua sesuai deskripsi galur-galur tetua yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pertanian tentang pelepasan suatu Varietas hibrida.

Terhadap peredarannya, Benih Bina yang disebut diatas tadi harus diawasi oleh pemerintah terkait, dalam hal ini adalah dari Dinas Perkebunan yang ada di daerah bersangkutan agar tidak terjadi persebaran Benih Bina asli tapi palsu beredar di masyarakat.

2.4.2 Pengertian Sertifikasi Benih

Sertifikasi benih adalah suatu prosedur berupa pengujian benih secara berkala dengan tujuan mengarahkan, mengendalikan, dan mengorganisasi perbanyakan dan produksi benih. Adapun tujuan dari sertifikasi benih yang terkontrol adalah untuk memelihara dan menyediakan benih bermutu tinggi dari varietas yang


(49)

31  memiliki daya hasil tinggi bagi masyarakat sehingga dapat diperbanyak dan didistribusikan untuk kemudian ditanam dengan jaminan sebuah identitas genetik yang tinggi. Dapat dikatakan bahwasanya proses sertifikasi ini juga ditujukan sebagai pemberian jaminan kepada pembeli atau calon pembeli benih (petani dan/atau penangkar) terkait aspek jaminan mutu, yang tidak bisa ditentukan hanya dengan pemeriksaan sesaat saja pada benih yang diinginkan. Sertifikasi Benih Bina dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh produsen benih yang telah terdaftar dan mendapat Rekomendasi sebagai produsen benih yang memproduksi Benih Bina dan belum menerapkan sistem manajemen mutu.

Sertifikasi Benih dapat diartikan juga sebagai serangkaian pemeriksaan dan/atau pengujian dalam rangka penerbitan sertifikat benih bina. Sementara itu, Sertifikat Benih Bina itu sendiri mengandng arti sebuah keterangan tentang pemenuhan atau telah memenuhi persyaratan mutu yang diberikan oleh lembaga sertifikasi pada kelompok benih yang disertifikasi. Lembaga Sertifikasi yang dimaksud dalam hal ini adalah suatu lembaga penilaian kesesuaian yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk melakukan sertifikasi.

Sebelum benih-benih yang ada dapat dilakukan sertifikasi, maka sebelumnya perlu dilakukan pengujian mutu benih. Untuk mengetahui kesesuaian mutu benih dalam bentuk biji dilakukan pengujian mutu benih tersebut di laboratorium. Pengujian mutu benih di laboratorium dilakukan terhadap contoh benih yang mewakili kelompok benih. Pengambilan contoh benih dan pengujian mutu benih dilakukan sesuai ketentuan yang diatur, dengan Keputusan Menteri yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri Pertanian.  


(50)

32 

2.4.3 Proses Sertifikasi Benih

Proses Sertifikasi Benih Bina meliputi:

1) Pemeriksaan terhadap:

a kebenaran Benih Sumber; b lapangan dan pertanaman;

c isolasi Tanaman agar tidak terjadi persilangan liar; d alat panen benih;

e tercampurnya benih.

2) Pengujian laboratorium untuk menguji mutu benih yang terdiri atas mutu fisik, fisiologis, dan/atau tanpa kesehatan benih, sedangkan untuk kemurnian genetik diambilkan dari hasil pemeriksaan lapangan.

3) Pengawasan pemasangan Label. 22

Sertifikasi Benih Bina sebagaimana dimaksud diatas dilakukan atas permohonan yang diajukan oleh produsen benih yang telah terdaftar dan mendapat Rekomendasi sebagai produsen benih yang memproduksi Benih Bina dan belum menerapkan sistem manajemen mutu. Benih Bina yang memenuhi persyaratan sertifikasi dan dinyatakan lulus, diterbitkan sertifikat Benih Bina. Sertifikat tersebut diberikan sesuai standar mutu kelas Benih Bina yang dapat dipenuhi. Untuk proses sertifikasi tadi, secara teknis dilakukan oleh Badan yang telah ditunjuk oleh pemerintah. Secara ringkas, proses tersebut dapat digambarkan dalam sebuah bagan proses pada gambar berikut:

       

22 Pasal 15 Ayat (2) Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina.


(51)

33  Gambar 2. Bagan Proses Sertifikasi dan Pelabelan Benih

 

Sumber: Halaman Web Direktorat Jenderal Perkebunan

(http://ditjenbun.pertanian.go.id) diakses 19 Mei 2014

2.4.4 Manfaat dan Tujuan Sertifikasi Benih

Penerimaan manfaat dari sertifikasi benih adalah perkembangan pertanian karena sistem dan program sertifikasi benih yang efektif memungkinkan benih bermutu tinggi tersedia bagi petani. Pedagang benih memperoleh manfaat karena benih yang disertifikasi merupakan sumber pasokan benih yang otentik dan tinggi mutunya. Produsen benih memperoleh manfaat karena sertifikasi benih memungkinkan tersedianya program pengendalian mutu yang ketat, yang lazimnya di luar kemampuannya. Petani memperoleh manfaat karena dapat


(52)

34  mengharapkan bahwa benih bersertifikat yang dibelinya akan memiliki sifat-sifat varietas yang diinginkan.23

Secara ringkas, Sertifikasi Benih antara lain ditujukan untuk:

a menjaga kemurnian varietas; b memelihara mutu benih;

c memberikan jaminan kepada pengguna benih; dan d memberikan legalitas kepada produsen.

2.5Pelabelan Benih

Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/SR.120/1/2014 Benih Bina yang diedarkan wajib diberi Label. Pelabelan adalah kegiatan penetapan keterangan tertulis dalam bentuk cetakan tentang identitas serta mutu benih bina yang akan beredar. Keterangan yang harus ada dalam Label untuk setiap benih yang beredar antara lain mencantumkan keterangan jenis dan Varietas Tanaman, kelas benih, data kemurnian genetik dan mutu benih, akhir masa edar benih, serta nama dan alamat produsen. Label disediakan oleh produsen dengan dilegalisasi oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengawasan dan Sertifikasi Benih. Legalisasi Label tersebut berupa nomor seri Label dan stempel, hologram atau segel. Dalam hal produsen benih memiliki sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Sistem Manajemen Mutu dapat melabel sendiri benih produknya.

       


(53)

35  Dalam pelaksaannya senantiasa dilakukan pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu diperlukan terhadap dokumen, proses produksi dan/atau benih yang beredar untuk mengetahui kesesuaian mutu dan data lainnya dengan label dan standar mutu benih yang ditetapkan. Label yang dipasang harus sesuai dengan jenis benih yang beredar misalnya:

1) Benih Penjenis (BS) berwarna kuning; 2) Benih Dasar (BD) berwarna putih;

3) Benih Pokok (BP) dan (BP1) berwarna ungu; 4) Benih Sebar (BR), (BR1) dan (BR2) berwarna biru.


(54)

36 

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Pendekatan Masalah

Dalam memperoleh data untuk penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa pendekatan yaitu :

a. Pendekatan Normatif

Pendekatan normatif dilakukan dengan cara menelaah, mengutip dan mempelajari ketentuan atau peraturan-peraturan perundang-undangan dan literatur yang berkaitan dengan Pengawasan yang dilakukan pemerintah terhadap peredaran benih-benih perkebunan.

b. Pendekatan Empiris

Pendekatan empiris dilakukan dengan cara melakukan penelitian langsung di lokasi penelitian yaitu di Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (UPT-BP2MB) Dinas Perkebunan Provinsi Lampung, berdasarkan fakta yang ada.

3.2Sumber Data

Sumber Data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data Primer adalah data yang diperoleh dari studi lapangan yaitu hasil wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder terdiri dari:


(55)

37 

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan, meliputi: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman;

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih; Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya; Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas; Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina; dan Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas Daerah Provinsi Lampung.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah Bahan Hukum yang terdiri dari Studi Kepustakaan terhadap buku-buku ilmu pengetahuan hukum, buku-buku yang berkaitan dengan Hukum Administrasi Negara dan buku-buku ysng berkaitan dengan judul penelitian skripsi ini.


(56)

38 

3.3Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Untuk membantu dalam proses penelitian, maka peneliti menggunakan dua macam prosedur pengumpulan data, yaitu :

a. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan adalah data sekunder yang diperoleh dengan cara membaca, mengutip literatur-literatur, mengkaji peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

b. Studi lapangan

Studi lapangan ini dimaksudkan untuk memperoleh data primer, maka peneliti mengadakan studi lapangan dengan teknik wawancara, observasi, atau pengamatan kepada narasumber, yaitu Kepala UPT-BP2MB Dinas Perkebunan Provinsi Lampung; Kepala Seksi Pengawasan UPT-BP2MB Dinas Perkebunan Provinsi Lampung; Kepala Seksi Pengujian UPT-BP2MB Dinas Perkebunan Provinsi Lampung; dan/atau sekiranya pihak lain yang dianggap penting terhadap penelitian skripsi ini. Dalam wawancara tersebut digunakan teknik wawancara dengan menggunakan catatan yang berisi daftar pertanyaan yang nantinya akan dikembangkan saat wawancara berlangsung.

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Langkah selanjutnya setelah data terkumpul baik data primer maupun data sekunder dilakukan pengolahan data dengan cara :

a. Seleksi Data, yaitu memilih mana data yang sesuai dengan pokok


(57)

39  b. Pemeriksaan Data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai

kelengkapannya serta kejelasan dan kebenaran jawaban.

c. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar memudahkan dalam mendeskripsikannya.

d. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menginterprestasikan data dan memaparkan dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya dan melalui pembahasan tersebut diharapkan permasalahan tersebut dapat terjawab sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.  


(58)

  73  BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung dilakukan

dalam bentuk preventif dan represif. Pengawasan preventif dilakukan melalui Pembinaan Penangkar Benih, Pendidikan dan Pelatihan Kepada Penangkar Benih, Pengujian Mutu Benih, serta Monitoring dan Evaluasi Penyaluran. Pengawasan represif dilakukan dengan pemeriksaan atau pengecekan benih-benih di 13 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung oleh Petugas Benih Tanaman serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang ada dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (UPTD-BP2MB) Provinsi Lampung

Pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung baik secara preventif maupun represif masih lemah dan kurang maksimal karena penegakkan hukum yang tidak berjalan dengan baik seperti diamanatkan dalam undang-undang perbenihan. Penegakkan hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar sulit ditegakkan sehingga Pengawasan peredaran benih dirasa masih kurang maksimal pada hasil yang dicapai.

2. Beberapa faktor penghambat dalam Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan


(59)

  74 

a. Kurangnya Sosialisasi Mengenai Pentingnya Menggunakan Benih

Bersertifikat.

b. Terhambatnya Penarikan Retribusi Karena Kurangnya Pengetahuan dan

Modal Petani.

c. Kurangnya Tenaga Ahli dan Fasilitas Pendukung Pengujian dan

Pengawasan Sertifikasi Benih.

d. Minimnya Anggaran Pemerintah Pusat.

e. Tidak Adanya Tindak Lanjut Dalam Pengawasan Peredaran Benih

Perkebunan di Provinsi Lampung

5.2.Saran

1. Terhadap fungsi pengawasan yang telah diberikan undang-undang, instansi

pemerintah yang telah diberikan amanat dalam hal ini adalah UPTD-BP2MB yang merupakan perpanjangan tangan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung harus melaksanakan fungsi tersebut secara profesional dengan cara memaksimalkan efisiensi pengawasan, jadi dengan anggaran yang ada yang diterima dari Pemerintah Pusat dapat melakukan fungsinya dalam hal menjamin mutu benih dengan sebaik-baiknya.

2. Untuk mengatasi faktor penghambat yang yang paling utama adalah

pemerintah harus mulai mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan benih perkebunan yang bersertifikat. Perlu juga dihimbau kepada petani, penangkar, dan pelaku usaha perbenihan yang terbatas permodalannya untuk selalu memenuhi ketentuan teknis perbenihan dan peraturan yang berlaku. Untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan segera direalisasikan sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Lampung Nomor


(60)

  75  44 Tahun 2002 tentang Tenaga Fungsional Pengawas Benih Tanaman. Terkait kurangnya tenaga di UPTD-BP2MB dapat dilakukan dengan segera mengadakan tenaga analis laboratorium untuk benih/bibit tanaman perkebunan melalui program magang dan praktik serta pendidikan dan pelatihan yang intens. Juga untuk tingkat penyidikan perlunya pemberdayaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penanganan peredaran benih palsu/ilegal. Pelaksanaan Kegiatan Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih walaupun dana/anggarannya sebaiknya dilaksanakan sesuai pada prioritas daerah yang terjangkau dan potensial, baik dilihat ari sudut pandang penangkar benih serta pelaku usaha perbenihan lainnya.

3. Supaya Pengawasan terhadap peredaran benih palsu/ilegal dapat berjalan

dengan lebih maksimal, maka terhadap pengawasan represif diperlukan tindak lanjut dalam pemberian sanksi berupa penegakkan hukum yang berjalan dengan baik, tegas, dan tidak memihak sehingga masyarakat akan lebih sadar dan tidak lagi menggunakan benih ilegal.


(61)

  76  DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Anwar, Saiful. 2004. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara. Glora Madani Press.

Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pedoman

Koordinasi Pengawasan Benih pada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi

Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan. Direktorat Jenderal Perkebunan.

Jakarta.

Manullang, M. 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mugnisjah, Wahyu Qamara. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali. Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya

Bakti. Bandung.

Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Salindeho, John. 1998. Tata Laksana Dalam Manajemen. Sinar Grafika. Jakarta. Siagian, Sondang P. 1980. Administrasi Pembangunan : Konsep Dimensi dan

Strategisnya. Gunung Agung. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sujanto. 1986. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sukarno, K. 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Miswar. Jakarta.

Supriadi. 2010. Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.


(62)

  77  Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas Daerah Provinsi Lampung

Sumber Lain

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Balai Pustaka. Jakarta

Pedoman Teknis Koordinasi Pengawasan Benih Perkebunan dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan Tahun 2014.

Portal Berita Sore, http://beritasore.com/2008/11/19/karantina-polonia-endus-sindikat-pengiriman-kecambah-ilegal/.

Portal Berita Antara Kaltim, http://www.antarakaltim.com/berita/21222/disbun-kaltim-ingatkan-bahaya-bibit-sawit-palsu/.

Riau Terkini, http://riauterkini.com/hukum.php?arr=3879/. http://ditjenbun.pertanian.go.id/


(1)

39  b. Pemeriksaan Data, yaitu meneliti kembali data yang diperoleh mengenai

kelengkapannya serta kejelasan dan kebenaran jawaban.

c. Klasifikasi Data, yaitu pengelompokan data menurut pokok bahasan agar memudahkan dalam mendeskripsikannya.

d. Penyusunan Data, yaitu data disusun menurut aturan yang sistematis sebagai hasil penelitian yang telah disesuaikan dengan jawaban permasalahan yang diajukan.

3.4Analisis Data

Data yang telah diolah kemudian dianalisis dengan menggunakan cara deskriptif kualitatif, yaitu dengan cara menginterprestasikan data dan memaparkan dalam bentuk kalimat untuk menjawab permasalahan pada bab-bab selanjutnya dan melalui pembahasan tersebut diharapkan permasalahan tersebut dapat terjawab sehingga memudahkan untuk ditarik kesimpulan dari permasalahan tersebut.  


(2)

  73  BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.Kesimpulan

1. Pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung dilakukan dalam bentuk preventif dan represif. Pengawasan preventif dilakukan melalui Pembinaan Penangkar Benih, Pendidikan dan Pelatihan Kepada Penangkar Benih, Pengujian Mutu Benih, serta Monitoring dan Evaluasi Penyaluran. Pengawasan represif dilakukan dengan pemeriksaan atau pengecekan benih-benih di 13 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung oleh Petugas Benih Tanaman serta Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang ada dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (UPTD-BP2MB) Provinsi Lampung

Pengawasan peredaran benih perkebunan di Provinsi Lampung baik secara preventif maupun represif masih lemah dan kurang maksimal karena penegakkan hukum yang tidak berjalan dengan baik seperti diamanatkan dalam undang-undang perbenihan. Penegakkan hukum terhadap pelaku usaha yang melanggar sulit ditegakkan sehingga Pengawasan peredaran benih dirasa masih kurang maksimal pada hasil yang dicapai.

2. Beberapa faktor penghambat dalam Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung adalah:


(3)

  74  a. Kurangnya Sosialisasi Mengenai Pentingnya Menggunakan Benih

Bersertifikat.

b. Terhambatnya Penarikan Retribusi Karena Kurangnya Pengetahuan dan Modal Petani.

c. Kurangnya Tenaga Ahli dan Fasilitas Pendukung Pengujian dan Pengawasan Sertifikasi Benih.

d. Minimnya Anggaran Pemerintah Pusat.

e. Tidak Adanya Tindak Lanjut Dalam Pengawasan Peredaran Benih Perkebunan di Provinsi Lampung

5.2.Saran

1. Terhadap fungsi pengawasan yang telah diberikan undang-undang, instansi pemerintah yang telah diberikan amanat dalam hal ini adalah UPTD-BP2MB yang merupakan perpanjangan tangan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung harus melaksanakan fungsi tersebut secara profesional dengan cara memaksimalkan efisiensi pengawasan, jadi dengan anggaran yang ada yang diterima dari Pemerintah Pusat dapat melakukan fungsinya dalam hal menjamin mutu benih dengan sebaik-baiknya.

2. Untuk mengatasi faktor penghambat yang yang paling utama adalah pemerintah harus mulai mengadakan sosialisasi mengenai pentingnya penggunaan benih perkebunan yang bersertifikat. Perlu juga dihimbau kepada petani, penangkar, dan pelaku usaha perbenihan yang terbatas permodalannya untuk selalu memenuhi ketentuan teknis perbenihan dan peraturan yang berlaku. Untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan segera direalisasikan sesuai dengan Keputusan Gubernur Provinsi Lampung Nomor


(4)

  75  44 Tahun 2002 tentang Tenaga Fungsional Pengawas Benih Tanaman. Terkait kurangnya tenaga di UPTD-BP2MB dapat dilakukan dengan segera mengadakan tenaga analis laboratorium untuk benih/bibit tanaman perkebunan melalui program magang dan praktik serta pendidikan dan pelatihan yang intens. Juga untuk tingkat penyidikan perlunya pemberdayaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penanganan peredaran benih palsu/ilegal. Pelaksanaan Kegiatan Sertifikasi dan Pengawasan Peredaran Benih walaupun dana/anggarannya sebaiknya dilaksanakan sesuai pada prioritas daerah yang terjangkau dan potensial, baik dilihat ari sudut pandang penangkar benih serta pelaku usaha perbenihan lainnya.

3. Supaya Pengawasan terhadap peredaran benih palsu/ilegal dapat berjalan dengan lebih maksimal, maka terhadap pengawasan represif diperlukan tindak lanjut dalam pemberian sanksi berupa penegakkan hukum yang berjalan dengan baik, tegas, dan tidak memihak sehingga masyarakat akan lebih sadar dan tidak lagi menggunakan benih ilegal.


(5)

  76  DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Anwar, Saiful. 2004. Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara. Glora Madani Press.

Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pedoman

Koordinasi Pengawasan Benih pada Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Medan. Direktorat Jenderal Perkebunan. Jakarta.

Manullang, M. 1995. Dasar-Dasar Manajemen. Ghalia Indonesia. Jakarta. Mugnisjah, Wahyu Qamara. 1990. Pengantar Produksi Benih. Rajawali. Jakarta. Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. PT. Citra Aditya

Bakti. Bandung.

Nurmayani. 2009. Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Prajudi. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Salindeho, John. 1998. Tata Laksana Dalam Manajemen. Sinar Grafika. Jakarta. Siagian, Sondang P. 1980. Administrasi Pembangunan : Konsep Dimensi dan

Strategisnya. Gunung Agung. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Sujanto. 1986. Beberapa Pengertian di Bidang Pengawasan. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Sukarno, K. 1992. Dasar-Dasar Manajemen. Miswar. Jakarta.

Supriadi. 2010. Hukum Kehutanan dan Hukum Perkebunan di Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta.


(6)

  77  Perundang-undangan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

38/Permentan/OT.140/8/2006 tentang Pemasukan dan Pengeluaran Benih. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Republik Indonesia Nomor 09 Tahun 2010 tentang Jabatan Fungsional Pengawas Benih Tanaman dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

61/Permentan/OT.140/10/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan, dan Penarikan Varietas.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor

02/Permentan/Sr.120/I/2014 tentang Produksi, Sertifikasi dan Peredaran Benih Bina

Peraturan Gubernur Lampung Nomor 27 Tahun 2010 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas Pada Dinas Daerah Provinsi Lampung

Sumber Lain

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1997. Balai Pustaka. Jakarta

Pedoman Teknis Koordinasi Pengawasan Benih Perkebunan dari Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan Tahun 2014.

Portal Berita Sore, http://beritasore.com/2008/11/19/karantina-polonia-endus-sindikat-pengiriman-kecambah-ilegal/.

Portal Berita Antara Kaltim, http://www.antarakaltim.com/berita/21222/disbun-kaltim-ingatkan-bahaya-bibit-sawit-palsu/.

Riau Terkini, http://riauterkini.com/hukum.php?arr=3879/. http://ditjenbun.pertanian.go.id/