POTRET PROSTITUSI DI KALANGAN PUTIH ABU-ABU DI KOTA METRO

(1)

POTRET PROSTITUSI DIKALANGAN

PUTIH ABU-ABU DI KOTA METRO

( Skripsi )

Oleh

PEBRIKA SARI

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA SOSIOLOGI

pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

POTRET PROSTITUSI DI KALANGAN PUTIH ABU-ABU DI KOTA METRO

Oleh

PEBRIKA SARI

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang latar belakang yang mempengaruhi remaja putih abu-abu masuk kedunia prostitusi, dampak yang di timbulkan dari prostitusi, dan apa saja aktivitas prostitusi yang dilakukan oleh remaja putih abu-abu. Penelitian deskriptif ini dilakukan di Kota Metro dengan metode kualitatif . Informan yang digunakan yaitu

berjumlah 4 orang. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, dan dokumentasi, dan dokumentasi.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara umum latar belakang yang

mempengaruhi remaja putih abu-abu masuk kedunia prostitusi yaitu lemahnya kontrol dan bimbingan dari orang tua anak, serta tidak adanya perlindungan dari keluarga dan kurangnya kasih sayang dari orang tua ke anak. Dampak atau resiko paling dominan yang di jumpai dalam penelitian ini yaitu adanya kekerasan secara psikis (mental) yang di dapatkan dari masyarakat tempat mereka tinggal sehingga mempengaruhi beban pikiran dan mental anak. Aktivitas pelacuran yang dilakukan oleh remaja putih abu-abu ini tidak lain kesehariannya melakukan kewajiban rutinnya sebagai pelajar yang berangkat sekolah di pagi hari hingga siang hari, lalu di waktu senggang mereka menghabiskan waktu untuk sekedar beridtirahat atau mengerjakan tugas sekolah, dan dilanjut malam hari mereka bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK).


(3)

(4)

(5)

(6)

Halaman

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Rumusan Masalah ... 10

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Kegunaan Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

A. Konsep Prostitusi atau Pelacuran ... 12

1. Tinjauan Prostitusi atau Pelacuran ... 12

2. Tinjauan Tentang Kategori Prostitusi atau Pelacuran ... 13

3. Tinjauan Tentang Bentuk-Bentuk Prostitusi atau Pelacuran... 15

B. Konsep Anak Yang Menjadi Pelacur ... 17

C. Faktor Pendorong Timbulnya Prostitusi ... 18

1. Keadaan Ekonomi ... 18

2. Pendidikan ... 19

3. Keluarga ... 20

4. Lingkungan Sosial ... 22

D. Tinjauan Konsep Remaja... 23

E. Dampak Ptostitusi Terhadap Remaja... 26

1. Kekerasan... 26

2. Kesehatan... 26

3. Penyalahgunaan Alkohol Dan Obat-Obatan Terlarang... 28

F. Kerangka Pikir... 28


(7)

B. Fokus Penelitian ... 32

C. Penentuan Informan... 33

D. Lokasi Penelitian ... 34

E. Teknik Pengumpulan Data ... 34

F. Teknik Analisis Data... 35

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

A. Sejarah Singkat Kota Metro ... 32

B.Visi dan Misi Kota Metro ... 42

C. Gambaran Umum Tempat-tempat Prostitusi Di Kota Metro ... 43

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Profil Informan... 45

1. Profil Informan 1... 45

2. Profil Informan 2... 50

3. Profil Informan 3... 55

4. Profil Informan 4... 59

B. Latar Belakang Terjadinya Remaja Putih Abu-abu Menjadi Pelacur... 64

1.Faktor Ekonomi Keluarga... 64

2. Faktor Pendidikan Orang Tua... 67

3. Faktor Lingkungan Keluarga... 68

4. Faktor Lingkungan Sosial... 72

C. Bentuk-bentuk Resiko Dari Aktivitas Pelacuran... 75

1. Kekerasan Psikis (Mental) ... 76

2. Kekerasan Fisik... 78

3. Kekerasan Seksual ... 79


(8)

A. Kesimpulan ... 93 B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Data anak Yang Terlibat Prostitusi Di Kota Metro ...9

2. Profil Informan ...83

3. Latar Belakang Terjadinya Anak Yang Melacurkan Diri ...84

4. Bentuk-bentuk Resiko Pekerjaan Pada Anak Yang Melacurkan Diri ...87


(10)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hakekat pembangunan adalah pembangunan Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat pada umumnya. Hal ini ditujukan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur yang merata secara materiil maupun spiritual. Tujuan dan hakekat pembangunan tersebut akan tercapai jika didukung partisipasi aktif masyarakat dalam proses pelaksanaaannya, tentunya dalam proses tersebut sangat diperlukan manusia yang berkualitas. Pembentukan kualitas manusia yang dicita-citakan tersebut harus dimulai pada usia anak-anak.

Anak selain sebagai generasi penerus keluarga juga merupakan generasi penerus kehidupan bangsa yang ikut bertanggung jawab dalam kegiatan pembangunan nasional kelak. Keberhasilan manusia Indonesia dalam pembangunan di masa yang akan dating sangat ditentukan oleh keberhasilan anak-anak saat ini, maka dari itu diperlukan perhatian dan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk tumbuh dan berkembang secara wajar, baik secara mental, jasmani, rohani, maupun sosial.


(11)

Dalam kehidupan masyarakat, di manapun berada, selalu terdapat penyimpangan-penyimpangan sosial yang dilakukan oleh anggotanya, baik yang dilakukan secara sengaja maupun terpaksa. Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat. Interaksi sosial yang terjadi diantara masyarakat terkadang menimbulkan gesekan-gesekan yang tidak jarang menimbulkan penyimpangan norma yang berlaku pada masyarakat tersebut (Soekanto, 1989:79).

Di kalangan masyarakat Indonesia, khususnya Lampung pelacuran dipandang negatif, dan mereka yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Ada pula pihak yang menganggap pelacuran sebagai sesuatu yang buruk, malah jahat, namun toh dibutuhkan (evil necessity). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa kehadiran pelacuran bisa menyalurkan nafsu seksual pihak yang membutuhkannya (biasanya kaum laki-laki) tanpa penyaluran itu, di khawatirkan para pelanggannya justru akan menyerang dan memperkosa kaum perempuan baik-baik.

Prostitusi yang kian marak hadir di masyarakat kini bukan hanya wanita-wanita yang sudah dewasa, melainkan wanita muda yang baru berumur belasan tahun. Fenomena ini terjadi karena adanya faktor eksternal dan internal seperti; gaya hidup, lingkungan sekitar, pergaulan bebas, dan bahkan hasrat dalam diri sendiri. Dengan hadirnya prostitusi yang menghadirkan remaja-remaja belasan tahun ini, maka kian meliriklah mata laki-laki buaya darat yang ingin sekali mencicipinya, dengan kata lain “masih segel”. Keadaan yang seperti inilah yang membuat para mami-mami (mucikari) kian memburu anak-anak belasan tahun yang notabennya


(12)

masih duduk di bangku sekolah atas (SMA) dengan menawarkan sejuta iming-imingnya.

Dahulu remaja mungkin mengaggap seks adalah hal yang tabu dan belum pantas untuk di pelajari, namun kian hari dunia terhempas westernisasi, maka seks saat ini tidak lah menjadi hal yang tabu lagi bagi para remaja, karena banyaknya pola dan tingkah laku para remaja saat ini sudah berkiblat ke barat-baratan sehingga mereka menganggap seks adalah sesuatu yang biasa untuk diperbincangkan bahkan di ikuti para remaja saat ini. Saat ini pendidikan seks sudah harus diberikan kepada anak/remaja, agar anak/remaja tidak lagi merasa seks hal tabu untuk diketahui dan dibicarakan agar diharapkan kelak mereka tidak menyalahgunakan seks dalam masa pubertasi mereka.

Menurut Kartono Mohamad pendidikan seksual yang baik mempunyai tujuan membina keluarga dan menjadi orang tua yang bertanggung jawab (dalam Diskusi Panel Islam Dan Pendidikan Seks Bagi Remaja, 1991). Beberapa ahli mengatakan pendidikan seksual yang baik harus dilengkapi dengan pendidikan etika, pendidikan tentang hubungan antar sesama manusia baik dalam hubungan keluarga maupun di dalam masyarakat. Juga dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu dan ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang. Selain itu pendidikan seksual juga bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan mendidik anak agar berperilaku yang baik dalam hal seksual,


(13)

sesuai dengan norma agama, sosial dan kesusilaan. Jadi tujuan pendidikan seksual adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu suatu yang menjijikan dan kotor. Tetapi lebih sebagai bawaan manusia, yang merupakan anugrah Tuhan dan berfungsi penting untuk kelanggengan kehidupan manusia, dan supaya anak-anak itu bisa belajar menghargai kemampuan seksualnya dan hanya menyalurkan dorongan tersebut untuk tujuan tertentu (yang baik) dan pada waktu yang tertentu saja. (Http:/www.ecenterconsultant.com,diakses tgl 08/05/2012)

Pada manusia, hasrat seksual dewasa biasanya mulai muncul dengan masa pubertas. Ekspresi seksual dapat mengambil bentuk masturbasi atau seks dengan pasangan. Minat seksual di kalangan remaja, seperti orang dewasa, dapat sangat bervariasi. Aktivitas seksual secara umum dikaitkan dengan sejumlah risiko, termasuk penyakit menular seksual (termasuk HIV/AIDS) dan kehamilan yang tidak diinginkan. Hal ini dianggap sangat benar untuk remaja muda, karena otak remaja tidak memiliki saraf yang matang (daerah beberapa otak lobus frontal korteks otak dan di hipotalamus penting untuk kontrol diri, penundaan kepuasan, dan analisis resiko dan penghargaan yang tidak sepenuhnya matang sampai usia 25-30). Karena sebagian hal ini, kebanyakan remaja dianggap secara emosional kurang matang dan tidak mandiri secara finansial.


(14)

Faktanya remaja saat ini bukan hanya menjadi korban eksploitasi oleh manusia-manusia yang tidak bertanggung jawab, tetapi melainkan mereka lah yang menjajakan diri kepada para laki-laki hidung belang (0m”), bahkan mereka merelakan diri untuk menjadi istri simpanan para lelaki yang sudah beristri. Saat ini kehidupan seks bukanlah hal yang tabu bagi kalangan remaja khususnya anak berseragam putih abu-abu, melainkan sudah menjadi kehidupan yang sudah melekat dikehidupan sehari-hari yang biasa di perbincangkan di lingkungan sosial mereka. Kenyataan yang menyengangkan adalah bahwa ada salah satu pengakuan di salah satu media masa, dimana mereka mengatakan bahwa menjadi seorang pekerja seks komersial (PSK) adalah salah satu hobi dan hanya sampingan mencari uang (Radar Lampung 3/5/12).

Prostitusi yang marak terjadi kini sedang banyak di bicarakan yaitu prostitusi yang beredar di kalangan remaja khususnya remaja putih abu-abu, dimana tidak seharusnya remaja yang menjadi harapan bangsa menjadi perusak generasi-generasi muda saat ini. Dengan perilaku menyimpang tersebut banyak masyarakat yang kecewa atas sikap-sikap penerus bangsa saat ini, khususnya bagi masyarakat Lampung yaitu Kota Metro. Dimana munculnya kasus penyimpangan perilaku di Kota Metro dimana kita tahu bahwa Metro melambangkan sebagai Kota Pendidikan. Dengan adanya kasus yang menguak prostitusi di kalangan putih abu-abu di awal bulan lalu menambah sederetan kasus penyimpangan sosial di Lampung yang mencorengkan nama baik Kota Metro khususnya. Oleh karena itu peneliti ingin menguak permasalahan yang terjadi di Kota Metro atas kasus penyimpangan sosial yaitu terjadinya prostitusi di kalangan putih abu-abu tersebut dengan harapan suatu saat nanti dapat memberikan suatu motivasi terhadap


(15)

remaja-remaja yang akan datang, agar tidak menyalah gunakan kesempatan muda mereka dengan hal-hal yang mencorengkan nama baik keluarga, diri sendiri dan khalayak ramai.

Pada aktivitas remaja yang menjadi pelacur di Metro, sebagai seorang remaja yang masih berstatus sebagai pelajar, tetap menjalankan ativitasnya untuk berangkat kesekolah pada hari sekolah, dan menggunakan waktu luang untuk beristirahat, bermain bersama teman-teman, ataupun membantu orang tua, dan menjelang malam hari para pekerja seks komersial ini pun memulai aktivitasnya dijalanan yaitu sebagai pekerja seks komersial (PSK), sedangkan bagi remaja yang sudah tidak bersekolah, tidak ada batasan waktu untuk memulai kapan pekerjaannya, waktu luang biasanya digunakan untuk beristirahat ataupun bermain besama teman-temannya. Remaja yang sudah putus sekolah akibat lemahnya ekonomi, biasanya mereka menjadi pekerja seks komersial yang masuk kategori penggundikan yaitu pemeliharaan istri tidak resmi, istri gelap dimana mereka hidup sebagai suami isrti, namun tanpa ikatan perkawinan.

Dalam melakukan pekerjaannya mereka harus berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan seksual dengan banyak orang. Di antara konsumen yang datang dan pergi itu tentunya juga terdapat berbagai karakter manusia yang harus dihadapi, ada yang lembut, ada yang kasar, ada yang sehat, ada pula yang berpenyakit menular, ada yang jujur dan ada juga yang tega menipu para pekerja seks komersial anak. Dari konsumen yang banyak dan beragam itulah, resiko yang harus dihadapi remaja yang masuk ke dunia prostitusi banyak dan beragam, dari konsumen yang menipu mungkin saja remaja tersebut tidak dibayar setelah


(16)

konsumen tersebut melakukan aktivitas seksual. Apabila tidak menggunakan alat kontrasepsi, pekerja seks komersial anak juga beresiko mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, selain itu posisi tawar yang lemah dari pekerja seks komersial dikalangan remaja juga membuat mereka sering tidak berhasil membujuk konsumen untuk menggunakan alat kontrasepsi/alat pengaman, akibatnya dari konsumen yang mengidap penyakit menular seksual (PMS), atau bahkan HIV/AIDS dapat menularkan penyakitnya kepada anak tersebut karena tidak mampu melindungi tubuhnya, jenis penyakit menular seksual ini sendiri membawa pengaruh besar karena dapat menimbulkan kematian apabila tidak ditangani secara serius. Selain itu remaja yang menjadi pekerja seks komersial juga tak jarang mendapatkan perlakuan yang tidak wajar, perlakuan tidak wajar itu pada umumnya diberikan oleh orang dewasa yang dapat berasal dari semua alur kehidupan dan latar belakang sosial. Hal ini terjadi akibat lemahnya posisi anak yang sering dianggap sebagai obyek, peralakuan yang tidak wajar tersebut biasanya terjadi dalam perlakuan kekerasan fisik dan kekerasan psikologis maupun pelecehan seksual yang dilakukan oleh para pengguna jasa PSK.

Pekerja seks komersial tidak dipandang sebagai pekerjaan hormat dalam masyarakat, apalagi bila pekerjaan ini dijalani oleh seorang anak yang masih berusia belasan tahun, dalam masyarakat sendiri terdapat dua pandangan dalam menyikapi masalah prostitusi dikalangan remaja. Di satu pihak permintaan terhadap pekerja seks dikalangan remaja tetap tinggi dan banyak pria dewasa yang bersedia membayar mahal dibandingkan yang sudah berumur. Enurut Suyanto dan Hariadi (2002;62), bagi para perantara atau biasa mucikari ada beberapa poin kelebihan yang dimiliki pelacur belia, di antaranya pelacur belia relatif disukai


(17)

oleh para tamu dan mempunyai prospek lebih lama dipekerjakan sebelum usia 30an tahun, serta dapat mengangkat citra wimanya agar menjadi semakin terkenal. Namun dipihak lain walaupun saat ini sebagian kecil masyarakat sudah melihat pekerja seks komersial anak sebagai korban dan berusaha untuk menawarkan program-program pengentasan untuk menolong merea, sebagian besar lain dari masyarakat ini masih terus mengutuk dan mengucilkan pekerja seks komersial dikalangan remaja, bahkan menganggap mereka sebagai sampah masyarakat yang tidak harus ditolong, sehingga ketika pekerja seks komersial anak ini ingin beralih pekerjaan dibidang lain yang lebih dianggap bermartabat oleh lingkungannya, masyarakat tidak begitu saja menerima mereka. Hal ini mengakibatkan remaja yang masuk ke dunia prostitusu mengalami kesulitan untuk beralih profesi kebidang lain.

Sudah tentu tidak dapat dipungkiri lagi masuknya para remaja ke dunia prostitusi sangat membahayakan mereka untuk menikmati masa remaja mereka dan kemampuan mereka untuk hidup produktif, berharga dan bermartabat. Tindakan tersebut dapat mengakibatkan dampak-dampak yang serius, seumur hidup, bahkan mengancam nyawa jiwa mereka sehubungan dengan perkembangan-perkembangan fisik, psikologis, spiritual, emosional dan sosial serta kesejahteraannya, dan bukan tidak mungkin juga akan mengakibatkan hilangnya generasi sumber daya manusia yang berkualitas bagi bangsa Indonesia untuk meneruskan cita-cita bangsa yang akan datang.

Remaja yang menjadi pelacur ini ternyata telah cukup menggejala di berbagai kota Lampung, khususnya Metro yang merupakan masalah sampai pada saat ini


(18)

belum dapat terpecahkan, masalah ini cukup memprihatinkan karena korbannya adalah penduduk yang dari satu sudut kematangan seksualnya belum dewasa, beberapa remaja yang menjadi pekerja seks komersial yang menjajakan dirinya, khususnya di Metro dengan lokasi kerja mereka yang tersebar, mulai dari Lapangan Samber, Stadion Tejosari, Hotel-hotel, Tempat billiyard, Salon kecantikan, Kafe dan tempat Karaoke.

Tabel 1. Data Anak Yang Terlibat Prostitusi di Wilayah Metro

NO NAMA USIA JENIS

KELAMIN

STATUS

1 Ri 17 Tahun perempuan pelajar 2 Na 16 Tahun perempuan pelajar 3 On 17 Tahun perempuan pelajar 4 Wn 18 Tahun perempuan pelajar

Sumber Data : Lembaga Advokasi Anak (LADA), Tahun 2012

Dari data yang diperoleh diatas, nampak bahwa masalah prostitusi di kalangan siswa Putih Abu-abu merupakan fenomena nyata yang tampak nyata di mata kita. Kehadirannya justru diangap sebagai masalah yang harus di berantas, tanpa member solusi yang jelas untuk menanganinya. Masyarakat tidak menyadari bahwa sebenarnya hal itu merupakan produk dari masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu perlu adanya kajian mengenai siswa putih abu-abu yang terlibat prostitusi, melalui penelitian ini peneliti akan mencari tahu latar belakang kehidupan secara keseluruhan, dampak yang timbul akibat dari prostitusi tersebut, dan diharapkan dapat membantu agar menemukan jalan keluar untuk mengurangi angka terjadinya prostitusi di kalangan siswa putih abu-abu yang kini menjadi


(19)

topik hangat dimasyarakat. Karena tidak dipungkiri bekerja pada bidang prostitusi sangat mempengaruhi perkembangan pribadi dan masa depan anak-anak kelak.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dalam latar belakang masalah penelitian ini, maka rumusan masalah yang diperoleh adalah :

1. Apakah yang menjadi latar prostitusi yang terjadi di kalangan para remaja Putih Abu-abu ?

2. Aktivitas prostitusi apa sajakah yang di lakukan oleh kalangan remaja Putih Abu-abu ?

3. Apa sajakah dampak yang ditimbulkan dari prostitusi tersebut ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini di lakukan yaitu untuk mengetahui :

1. Untuk mengetahui latar belakang prostitusi yang terjadi di kalangan Putih Abu-abu.

2. Untuk mengetahui aktivitas prostitusi yang dilakukan oleh kalangan Putih Abu-abu.


(20)

D. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain :

1. Secara teoritis :

a) Untuk menambah perbendaharaan ilmu pengetahuan khususnya, mengenai potret prostitusi di kalangan putih abu-abu, yang diharapkan dapat berguna sebagai pengembang ilmu pengetahuan, khususnya sosiologi. b) Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat dalam memberikan

pengasuhan yang baik kepada anak-anaknya sehinga kelak dapat menjadi anak-anak yang berguna bagi orang tua khususnya dan masyarakat pada umumnya serta remaja sebagai penerus bangsa agar dapat menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa.

2. Secara praktis

Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat berguna bagi penelitian dalam penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan pprostitusi dikalangan remaja.


(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Prostitusi atau Pelacuran

1. Tinjauan Prostitusi atau Pelacuran

Menurut Commemge dalam Tjahjo Purnomo(1985:10) prostitusi atau pelacuran adalah suatu perbuatan seorang wanita memperdagangkan atau menjual tubuhnya, yang dilakukan untuk memperoleh bayaran dari laki-laki yang datang kepada wanita tersebut. Kartini kartono (1992:207) medefinisikan prostitusi atau pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks, dengan imbalan pembayaran

Soerjono Soekanto (1990:374) mengatakan prostitusi atau pelacuran merupakan suatu pekerjaan yang bersifat menyerahkan diri untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual dengan mendapatkan upah.

Kartini Kartono (1992 : 207) mendefinisikan prostitusi atau pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjualbelikan badan, kehormatan dan


(22)

kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks, dengan imbalan pembayaran.

Berdasarkan pendapat diatas dapat di katakan beberapa hal :

1. Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa terkendali dengan banyak orang disertai ekploitasi dan komersialisasi, imppersonal tanpa afeksi sifatnya.

2. Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri dengan jalan memperjual belikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada orang banyak untuk memuaskan nafsu seks dengan imbalan bayaran.

3. Pelacuran iyalah perbuatan yang dilakukan perempuan dengan meyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapat upah.

Dari beberapa pendapat diatas dapat peneliti simpulkan bahwa prostitusi/pelacuran adalah suatu perilaku menyimpang dimana wanita lah yang menjadi obyek, baik wanita dewasa maupun anak-anak yang menjual tubuhnya ke kaum laki-laki untuk mendapatkan upah/bayaran.

2. Tinjauan Tentang Kategori Prostitusi atau Pelacuran

Menurut Kartini Kartono (1992:209) ada beberapa orang yang termasuk kategori pelacuran atau prostitusi yaitu :

a. Penggundikan yaitu pemeliharaan istri tidak resmi, istri gelap atau perempuan piaraan. Mereka hidup sebagai suami istri, namun tanpa ikatan perkawinan.


(23)

b. Tante girang yaitu wanita yang sudah menikah, namun tetap melakukan hubungan seks dengan laki-laki lain, untuk mengisi waktu kosong dan bersenang-senang dan mendapatkan pengalaman-pengalaman seks lain.

c. Gadis-gadis bar yaitu gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar dan sekaligus bersedia memberikan layanan seks kepada para pengunjung.

d. Gadis-gadis bebas yaitu gadis-gadis yang masih sekolah atau putus sekolah, putus studi akademik atau fakultas, yang mempunyai pendirian yang tidak baik dan menyebarluaskan kebebasan seks untuk mendapatkan kepuasan seksual.

e. Gadis-gadis panggilan adalah gadis-gadis dan wanita-wanita yang biasa menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai pelacur, melalui penyaluran tertentu.

f. Gadis-gadis taxi, yaitu gadis-gadis panggilan yang ditawar-tawarkan dan dibawa ketempat-tempat hiburan dengan taxi-taxi tersebut.

g. Hotstes atau pramuria yaitu wanita-wanita yang menyamarkan kehidupan malam dalam nightclub. Yang pada intinya profesi hostess merupakan bentuk pelacuran halus.

h. Promisikuitas inilah hubungan seks secara bebas dengan pria manapun juga atau dilakukan dengan banyak laki-laki.

Dari tinjauan berdasarkan kategori prostitusi diatas, maka prostitusi yang terjadi di kalangan putih abu-abu ini termasuk kategori gadis-gadis bebas. Alasan prostitusi ini termasuk prostitusi gadis-gadis bebas adalah dimana para wanita atau gadis-gadis ini masih berstatus duduk di bangku sekolah menengah atas,


(24)

dimana mereka akan melakukan seks dengan para pria manapun yang mereka kehendaki untuk memuaskan nafsu para lelaki hidung belang yang bisanya sudah beristri.

3. Tinjauan Tentang Bentuk-bentuk Prostitusi atau Pelacuran

Menurut Kartini Kartono (1992:204), bentuk-bentuk prostitusi ada dua yaitu :

1. Prostitusi yang terdaftar (legal) yaitu pelakuan dalam prostiitusi ini diawasi bagian vice control dari kepolisian, yang dibantu dan bekerja sama dengan departemen sosial dan kesehatan. Pada umumnya mereka (pelacur) dilokalisir dalam satu daerah tertentu, kemudian penghuninya secara periodik harus memeriksa diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan, sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum.

2. Prostitusi tidak terdaftar (illegal), yaitu orang-orang yang melakukan prostitusi secara gelap-gelapan dan liar, baik secara perorangan maupun dalam kelompok, perbuatannya tidak terorganisir tempatnya pun tidak tertentu, sehinga kesehatan sangat diragukan karena belum tentu mau memeriksa kesehatan pada dokter.

Jenis prostitusi menurut jumlahnya yaitu :

(a). Prostitusi yang beroperasi secara individual merupakan single operator Sering disebut dengan pelacur jalanan. Mereka biasanya mangkal di pinggir jalan, stasiun maupun tempat-tempat aman lainnya. Para pelacur ini menjalankan profesinya dengan terselubung.


(25)

(b). Prostitusi yang bekerja dengan bantuan organisasi dan sindikat yang teratur rapi. Jadi, mereka tidak bekerja sendirian melainkan diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi. Biasanya dalam bentuk rumah bordir, bar atau casino.

Jenis prostitusi menurut tempat penggolongan atau lokalisasinya yaitu:

(a). Segregasi atau lokalisasi, yang terisolasi atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya. Seperti lokalisasi Silir di Solo dan Gang Dolly di Surabaya. Meskipun lokalisasi ini sudah tidak ada namun para pelacur masih beroperasi yaitu di pinggir jalan, hek malam dan mereka merupakan pelacur kelas bawah yang bekerja sama dengan sopir becak dan para pedagang.

(b). Rumah-rumah panggilan, rumah-rumah panggilan ini memiliki ciri khusus dimana hanya pihak yang terkait saja yang mengetahuinya. Selain itu kegiatannyapun lebih terorganisir dan tertutup.

(c). Dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat (salon kecantikan, tempat pijat, rumah makan, warnet, warung remang-remang, dll). Disini sudah memiliki jaringan yang baik dan terorganisir. Tidak sedikit yang melibatkan orang-orang terhormat maupun pihak keamanan yaitu polisi.

Dari bentuk-bentuk prostitusi diatas prostitusi di kalangan putih abu-abu ini termasuk dalam prostitusi yang tidak terdaftar (illegal), karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup tidak ada campur tangan dari pihak departemen sosial dan kepolisian.


(26)

B. Konsep Anak Yang Menjadi Pelacur

Prostitusi anak yang menjadi pelacur merupakan tindakan bekerja untuk mendapatkan atau menawarkan jasa seksual dari seorang anak oleh seseorang atau kepada orang lainnya dengan imbalan uang atau imbalan lainnya.

Dalam buku penelitian partisipan anak yang dilacurkan (di Surakarta dan Indramayu, 2004;9) mendefinisikan anak yang menjadi pelacur yaitu anak- anak laki-laki maupun perempuan, yang terlibat dalam pelacuran, dan dengan sengaja untuk menekankan kondisi legal dimana seorang anak sebagai lawan orang dewasa, dipandang oleh hukum sebagai yang tidak mampu membuat pilihan berdasarkan informasi yang diperolehnya, tentang apakah mau bekerja sebagai pelacur atau tidak. Oleh karena itu, anak dianggap sebagai korban pelacuran. Anak yang menjadi pelacur terjadi ketika seseorang mau mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang anak yang tergolong remaja menawarkan diri atau menjual diri kepada pria dewasa untuk tujuan- tujuan seksual. Anak- anak terebut terlibat dalam pelacuran ketika mereka melakukan seks dengan imbalan kebutuhan- kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan nilai yang tinggi disekolah atau uang saku ekstra untuk membeli barang- barang konsumtif. Semua ini dapat terjadi di berbagai tempat yang berbeda- beda seperti lokalisasi, bar, klub, rumah, hotel atau jalanan (ECPAT Internationals, 2006:5).


(27)

C. Faktor Pendorong Timbulnya Prostitusi

1. Keadaan Ekonomi

Menurut M. Dalyono (1997 : 240-241) keadaan ekonomi digolongkan dalam :

a) Keadaan yang kurang (miskin)

Keadaan dimana tidak terpenuhinya sandang, pangan, papan (kebutuhan primer) dan hidupnya serba kekurangan.

b) Ekonomi yang berlebihan (Kaya)

Keadaan dimana tidak hanya kebutuhan primer saja yang terpenuhi tetepi kebutuhan sekunder terkadang juga terpenuhi.

Apabila memahami tentang ekonomi dalam statifikasi sosial, berarti membedakan diri kita dengan orang lain dengan aspek ekonomi, seperti dari faktor kekayaan, kekayaan yang dimiliki, jenis pekerjaan dan pendidikan yang dimiliki.

Menurut Anwar (1999 : 23-25), bedasarkan kriteria ekonomi, sistem sosial masyarakat dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu :

a. Lapisan ekonomi atas, yang ditempuh oleh :

- Warga masyarakat yang berpenghasilan tinggi, orang- orang kaya, pekerjaan terhormat seperti para pejabat tinggi pemerintahan, direktur bank, para pengusaha besar.

- Tingkat pendidikan tinggi seperti masyarakat perguruan tinggi dan bergelar Ir, Dr, dr, atau Profesor.

b. Lapisan masyarakat ekonomi menengah, yang ditempuh oleh :

- Warga masyarakat yang berpenghasilan menengah, orang- orang yang berkecukupan, seperti para pejabat, pemerintahan tingkat menengah,


(28)

pengusaha menengah, pegawai negeri menengah, para pedangang menengah dan sebagainya.

- Tingkat pendidikan menengah, seperti masyarakat yang telah menyelesaikan SLTP dan SLTA.

c. Lapisan masyarakat bawah, yang ditempati oleh :

- Warga masyarakat yang berpenghasilan rendah, orang- orang miskin, seperti pekerja kasar, buruh tani, pegawai negeri tingkat bawah, pedagang kecil, buruh pabrik dan sejenisnya.

- Tingkat pendidikannya pun rendah, seperti warga masyarakat yang tidak selesai SD, lulusan SD, atau mereka yang tidak pernah sekolah.

2. Pendidikan

Pengertian pendidikan berasal dari kata “didik” mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik”, yang artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi pelatihan diperlikan adanya ajaran, tuntunan, pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan menurut Kamus Bahasa Besar Indonesia (1991 : 232), ialah proses merubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dalam pengertian agak luas, pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan, pemahaman dan cara laku yang disesuaikan dengan kebutuhan. Jadi pendidikan merupakan tahapan kegiatan yang bersifat kelembagaan yang digunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dan menguasai pengetahuan, kebiasaan, sikap, dan sebagainya.


(29)

Pendidikan dapat berlangsung secara formal dan non formal disamping secara formal seperti di sekolah, madrasah, dan instansi-instansi lainnya. Bahkan menurut definisi diatas pendidikan juga dapat berlangsung dengan cara mengajar dirinya sendiri (M. Dalyono, 1997 :4-6)

3. Keluarga

Keluarga merupakan suatu satu kesatuan sosial yang terkecil yang terdiri dari suami, istri dan jika ada anak- anak dan didahului oleh perkawinan (Ahmad, Abu. 1999:242). Keluarga terdiri dari pribadi- pribadi, tetapi merupakan bagian dari jaringan sosial yang lebih besar.

Lembaga keluarga mempunyai fungsi mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat seperti melanjutkan keturunan atau reproduksi, afeksi dan sosialisasi. Selain itu juga keluarga merupakn satu kesatuan sosial yang paling dasar dan terkecil dalam masyarakat. Keluarga hanya terdiri atas dua orang suami dan istri atau ditambah dengan kehadiran anak-anak,baik yang dilahirkan maupun yang diadopsi.

Setelah sebuah keluarga terbentuk, anggota keluarga yang ada didalamnya memiliki tugas masing-masing. Suatu pekerajaan yang harus dilakukan dalam kehidupan keluarga inilah yang disebut fungsi. Jadi fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan atau tugas di dalam atau di luar keluarga. (Abu Ahmadi,1991 : 88).

Menurut Drs. Taufik Rahman Dhohiri, mengemukakan beberapa fungsi dari lembaga keluarga sebagai berikut, yaitu :


(30)

Sebagai mahluk yang tidak saja biologis tetapi juga psikologis dan sosial, manusia mempunyai jenis kebutuhan akan afeksi atau kasih sayang. Kebutuhan ini berkaitan dengan perasaan atau emosinya. Sehubungan dengan ini keluarga merupakan salah satu lembaga penting yang dapat memenuhi kebutuhan para anggotanya dalam hal afeksi atau kasih sayang.

2. Fungsi Sosialisasi

Yaitu menunjukan pada peranan institusi keluarga dalam membentuk kepribadian anak, melalui interaksi dalam keluarga dimana anak mempelajari pola tingkah laku, sikap keyakinan dan nilai-nilai dalam masyarakat agar dapat berpartisipasi secara efektif dan konstruktif dalam kehidupan masyarakat.

3. Fungsi Pendidikan

Dimana berkaitan dengan pendidikan anggota keluarganya

4. Fungsi Rekreasi

Dimana dapat menciptakan suasana yang santai, tentram dan menghibur serta bermanfaat bagi anak-anaknya agar bebas dan terlepas dari ketegangan dan kesibukan sehari-hari.

5. Fungsi Proteksi

Dimana dapat memberikan perlindungan baik fisik maupun sosial kepada anak-anaknya agar mereka dapat melaksanakan aktifitas sehari-hari dengan perasaan terlindungi dengan perkataan lain anak-anak akan merasa aman.


(31)

Yaitu berfungsi dalam memenuhi kebutuhan keuangan anggota keluarganya.

7. Fungsi melanjutkan keturunan atau reproduksi

Keluarga merupakan lembaga yang salah satu fungsinya adalah untuk mempertahankan kelangsungan hidup manusia, melalui fungsi reproduksi.

8. Fungsi Penentuan Status

Yaitu fungsi keluarga agar mampu menentukan status bagi anak-anaknya.

4. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah semua orang/manusia yang mempengaruhi kita, pengaruh linkungan sosial itu ada yang kita teriima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari-hari dengan orang lain, dengan keluarga kita, teman-teman kita, kawan sekolah, kawan sepekerjaan, dan sebagainya. Sedangkan cara tidak langsung dapat melalui radio dan televisi, dengan membaca buku-buku dan majalah, surat kabar, dan denggan berbagai cara lainnya.

Masing-masing dari kita, terutama dalam hal kepribadian kita adalah hasil dari interaksi gen-gen dan lingkungan sosoial, karena interaksi ini maka tiap orang adalah unik, tiap orang memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang berbeda-beda satu ama lain. Jika kita hubungkan antara pembawaan/keturunan dan lingkungan dalam hal pengaruhnya terhadap perkembangan manusia, dapat dikatakan sebagai berikut, sifat-sifat dan watak kita adalah hasil dari interaksi antara pembawaan dan lingkungan. Dalam hal ini pengertian harus ditekankan pada kata


(32)

interaksi-interaksi antara keduanya akan menentukan bagaimana hasil/keadaan perkembangan aspek-aspek tertentu dari manusia ( M.Daliyono,1997:134-137).

D. Tinjauan Konsep Remaja

Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anak-anak. Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak menuju dewasa.

Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun.

Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun. Masa remaja bermula pada perubahan fisik yang cepat, pertambahan berat dan tinggi badan yang dramatis, perubahan bentuk tubuh, dan perkembangan karakteristik seksual seperti pembesaran buah dada, perkembangan pinggang dan kumis, dan dalamnya suara. Pada perkembangan ini, pencapaian kemandirian dan identitas sangat menonjol (pemikiran semakin logis, abstrak, dan idealistis) dan semakin banyak menghabiskan waktu di luar keluarga.

Dilihat dari bahasa inggris "teenager", remaja artinya yakni manusia berusia belasan tahun.Dimana usia tersebut merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Oleh sebab itu orang tua dan pendidik sebagai bagian masyarakat yang lebih berpengalaman memiliki peranan penting dalam membantu perkembangan remaja menuju kedewasaan. Remaja juga berasal dari kata latin "adolensence"


(33)

yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolensence mempunyai arti yang lebih luas lagi yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Remaja memiliki tempat di antara anak-anak dan orang tua karena sudah tidak termasuk golongan anak tetapi belum juga berada dalam golongan dewasa atau tua. Seperti yang dikemukakan oleh Monks, bahwa masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat transisi atau peralihan karena remaja belum memperoleh status dewasa dan tidak lagi memiliki status anak. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek / fungsi untuk memasuki masa dewasa.Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Sedangkan menurut Zakiah Darajat (1990: 23) remaja adalah: Masa peralihan di antara masa kanak-kanak dan dewasa. Dalam masa ini anak mengalami masa pertumbuhan dan masa perkembangan fisiknya maupun perkembangan psikisnya. Mereka bukanlah anak-anak baik bentuk badan ataupun cara berfikir atau bertindak, tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Hal senada diungkapkan oleh Santrock (2003: 26) bahwa remaja (adolescene) diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun.

Rentang waktu usia remaja ini biasanya dibedakan atas tiga, yaitu :

1. 12 – 15 tahun


(34)

3. masa remaja pertengahan, dan 18 – 21 tahun 4. masa remaja akhir.

Tetapi Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10 – 12 tahun, masa remaja awal 12 – 15 tahun, masa remaja pertengahan 15 – 18 tahun, dan masa remaja akhir 18 – 21 tahun (Deswita, 2006:192) Definisi yang dipaparkan oleh Sri Rumini & Siti Sundari, Zakiah Darajat, dan Santrock tersebut menggambarkan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik, maupun psikologis.

Dari definisi remaja di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa yang di maksud dengan remaja di Kalangan Putih Abu-abu adalah dimana tahap terjadinya proses pematangan diri, baik secara fisik dan psikologis dimana masa-masa saat keingin tahuan atas hal-hal baru yang mereka lihat, dengar, dan perbincangkan pada saat rentan usia 15-20 tahun yang notabennya ialah masih memakai seragam putih abu-abu (SMA).

E. Dampak Prostitusi Terhadap Remaja

Kehidupan anak sebagai pelacur memiliki peluang dampak yang mengancam keselamatan bagi diri mereka sendiri. Dampak tersebut dapat berupa :

1. Kekerasan

a. Kekerasan mental yang juga disebut dengan kekerasan non fisik. Jenis kekerasaan ini lebih terkait dengan maslah pisikologis yang dapat


(35)

mempengaruhi emosional serta perendahan harga diri anak yang dilacurkan.

b. Kekerasan fisik yang merupakan suatu tindakan yang dapat mengakibatkan cedera/luka pada tubuh anak yang dilacurkan, seperti : Tindakkan memukul, menampar, dan menjambak.

c. Kekerasan seksual yang merupakan tindakan pelecehan seksual tanpa persetujuan korban seperti : memaksa pasangan untuk melakukan tindakan seksual yang menjijikan, dan memaksa pasangan untuk melakukan hubungan seksual.

2. Kesehatan

Masalah kesehatan pada remaja yang msuk kedalam dunia prostitusi secara umum sangat rawan,baik yang berkaitan dengan kesehatan fisik maupun mental. Beberapa bentuk masalah kesehatan fisik dan mental yang dapat diihadapi oleh anak yang menjadi pelacur, yaitu :

a. Kesehatan seksual, keterjebakan dalam pengalaman seksual sejak dini bagi remaja yang masuk dunia prostitusi tidak diimbangi oleh pengetahuan yang cukup tentang akibat-akibat tindakan seks berganti-ganti pasangan, penyakit ini berupa pada vagina, pendarahan di anal, dan pengeluaran cairan nanah yang bau dari kelaminnya.

b. Penyakit menular seksual, atau penyakit kelamin (veneral diases) telah lama dikenal dan beberapa diantaranya sangat populer di Indonesia, yaitu sifilis dan kencng nanah. Dampak penyakit menular sangat luas dan kompleks antara lain dampak medis berupa kematian, timbulnya kanker


(36)

ganas,kebutaan, janin mati dalam kandungan, cacat bawaan, berat badan bayi lahir rendah, kelanan sistem kardiovaskuler, kelainan susunan saraf pusat, penyakit radang panggul dan kemandulan. Selain itu juga akan meningkatkan risiko menularkan maupun tertular HIV/AIDS.

c. Kesehatan reproduksi, tingginya frekuensi aktivitas seksual dan kebiasaan berganti-ganti pasangan yang dilakukan oleh remaja yang menadi pelacur beresiko terhadap masalah kesehatan reproduksi, masalah reproduksi remaja yang menjadi pelacur seperti kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi dan rasa sakit akibat praktek seksual dengan berbagai gaya yang mengakibatkan perut ketedun atau turun rahim.

d. Penyakit mental, terkait dengan kebiasaan mengkonsumsi obat-obatan terlarang dan minuman beralkohol yang dikonsumsi remaja yang menjadi pelacur seringkali membawa pengaruh yang mengakibatkan anak mengalami ketidakstabilan emosi yang tidak terekspresikan dalam perilaku tidak sehat dari anak yang menjadi pelacur, perilaku tidak sehat ini dapat mencakup : pemarah, bangun tidur kesiangan karena begadangan, boros, membantah perintah orang tua, mudah putus asa dan keras kepala.

3. Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-obatan Terlarang

Penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang merupakan yang tidak tehindarkan bagi remaja yang menjadi pelacur. Di kalangan remaja-remaja yang menjadi pelacur, alkohol dan obat-obatan pskotropika serta rokok merek tertentu merupakan satu media dan bahasa pergaulan yang menunjukan status sosial. Pemahaman yang demikian menjadikan remaja-remaja yang menjadi pelacur yang


(37)

semula tidak mengenal alkohol dan obat-obatan psikotropika, berusaha mengenal dan menggunakannya sebagai bahasa pergaulan dan pertemanan ditengah komunitasnya. (Peneliti partisipatori AYLA di Surakatra dan Indramayu, 2008 : 130).

F. Kerangka Pikir

Prostitusi atau pelacuran merupakan salah satu masalah sosial yang kompleks, mengingat prostitusi merupakan peradaban yang termasuk tertua di dunia dan hingga saat ini masih terus ada pada masyarakat kita. Prostitusi yang kian marak hadir dimasyarakat kini bukan hanya wanita-wanita yang sudah dewasa, melainkan wanita muda yang baru berumur belasan tahun. Melihat sebuah fenomena nyata dikota ini, Banyak hal yang melatar belakangi wanita khususnya remaja menjadi PSK antara lain karena latar belakang masalah ekonomi, psikologi, gaya hidup, pendidikan, sosial dan keluarga.

Aktifitas remaja yang menjadi pekerja seks komersial ini biasanya dituntut untuk dapat meluangkan waktunya yang seharusnya dipergunakan untuk melakukan aktivitas-aktivitas pelajar sebagaimana mestinya, tetapi mereka harus meluangkan waktu untuk bekerja di waktu-waktu tertentu dimana saat konsumen sedang membutuhkan mereka sebagi para pekerja seks komersial. Waktu yang biasanya mereka gunakan untuk bekerja yaitu saat malam hari, dimana pelajar biasanya menghabiskan waktu untuk mengerjakan PR atau beristirahat untuk memulihkan kondisi yang lemah seharian di siang hari setelah mereka beraktivitas di sekolah. Berbeda dengan pelajar yang sudah putus sekolah, biasanya mereka melakukan pekerjaannya tidak memandang waktu, karena tidak adanya kegiatan di luar jam


(38)

bekerja mereka, biasanya para pekeja seks komersial ini dijadikan sebagai istri simpanan para pelanggannya yang didalamnya tidak ada ikatan perkawinan.

Remaja yang tergolong umur belasan tahun ini melakukan prostitusi yang termasuk dalam prostitusi yang tidak terdaftar (illegal), karena dilakukan secara diam-diam dan tertutup tidak ada campur tangan dari pihak departemen sosial dan pihak kepolisian.

Pelacuran jelas menimbulkan keresahan serta goncangan di dalam kehidupan masyarakat. Terlebih yang membuat resah adalah dimana PSK yang terlibat adalah remaja-remaja yang masih duduk di bangku sekolah atas (SMA), dimana akan menimbulkan dampak besar bagi diri mereka sendiri dan juga orang lain di sekitarnya. Dampak yang paling relevan yaitu dampak psikologis dan kesehatan repreduksi remaja tersebut, dimana seharusnya saat-saat seperti ini mereka sedang dalam tahap tumbuh kembang.


(39)

G. Skema Kerangka Pikir

Aktivitas prostitusi yang dilakukan dikalangan Putih Abu-abu

Dampak yang ditimbulkan dari prostitusi Latar belakang

terjadinya prostitusi dikalangan Putih Abu-abu

Prostitusi Di kalangan Putih Abu-abu


(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan kualitataif. Pendekatan ini tepat untuk memperoleh gambaran tentang sikap dan pandangan subjektif informan karena sifatnya yang tidak rigid dalam menggali informasi sehingga informasi bisa digali lebih maksimal. Metode kualitatif lebih menekankan pada dari makna, dari pada generalisasinya. Sugiyono (2007:9) menjelaskan, makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Dengan kata lain, penelitian ini menurut peneliti selaku instrument untuk melihat point of view dari informasinya.

Dalam memosisikan diri sebagai instrument penelitian, peneliti mengumpulkan data dengan tekhnik utama yaitu indepth interview. Namaun begitu, data juga akan dikumpulkan dalam bernagai cara observasi dan notulensi rekaman wawancara. Data-data tersebut biasanya terlebih dahulu diproses sebelum siap digunakan ( melalui pencatatan , pengetikan, penyuntingan kalimat, dan penulisan).


(41)

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian penting dalam suatu penelitian yang sifatnya kualitatif sebab utuk memandu dan mengarahkan peneliti ini pada tempatnya. Rumusan masalah dan fokus penelitian sangatlah terkait karena permasalahannya peneliti dijadikan acuana penentu fokus penelitian, meskipun dapat berubah maupun berkurang di lapangan. Berkaitan dengan rumusan masalah, maka fokus penelitian mengenai obyek ini adalah :

1. Latar belakang prostitusi yang terjadi di kalangan remaja putih abu-abu di Metro, dengan dilakukan pengkategorian dngan indikator sebagai berikut :

a. Faktor Ekonomi keluarga.

b. Faktor gaya hidup (life style) remaja tersebut. c. Faktor lingkungan keluarga.

2. Bentuk-bentuk risiko pekerjaan dari prosttusi yang terjadi dikalangan remaja putih abu-abu di Metro, dengan melakukan pengkategrian dengan indikator sebagai berikut :

a. Kekerasan psikis (mental). b. Kekerasan fisik.

c. Kekerasan seksual


(42)

C. Penentuan Informan

Sesuai dengan konsep anak dalam penelitian ini, maka informan awal yang digunakan adalah anak perempuan yang masih duduk di bangku SMA dan belum pernah menikah dan terlibat dalam kasus prostitusi atau dengan kata lain pernah menjadi pekerja seks komersial yang masih duduk di bangku SMA .

Menurut Spradly (1990 : 31-32), agar lebih terbukti perolehan informasinya, ia mengajukan beberapa kriteria yang perlu di pertimbangkan yaitu :

1. Subyek yang telah lama dan intensif dengan suatu kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian dan biasanya ditandai oleh suatu kemampuan memberikan informasi diluar kepala tentang sesuatu yang ditanyakan.

2. Subyek yang masih terkait secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran atau perhatian penelitian.

3. Subyek yang memiliki cukup informasi, banyak waktu dan ksempatan ntuk dimintai keterangan.

Kriteria dalam penelitian ini, jumlah pekerja seks komersial (PSK) dikalangan putih abu-abu yang dapat digunakan sebagai informan dapat diambil enam orang yang dilakukan secara purposive sampling, dimana pemilihan informan dipilih secara sengaja berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, sebagai berikut :

1. Berjenis kelami perempuan yang memiliki usia dibawah 18 tahun dan bekerja sebagai pekerja seks komersial

2. Memiliki status belum pernah menikah 3. Perbedaan tingkat ekonomi


(43)

4. Memiliki status pelajar/sekolah menengah atas (SMA).

D. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang penulis pilih adalah di Kota Metro. Adapun alasan penulis memilih lokasi ini dikarenakan penulis tinggal di Kota Metro, dan maraknya asumsi-asumsi yang mencoreng icon Kota metro sebagai “Kota Pendidikan”, karena belakangan tersandung kasus yang melibatkan salah satu pelajar putih abu-abu Kota Metro sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) yang dibaru dikabarkan melalui harian Radar Lampung Edisi 2/5.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik yang dipakai untuk mengumpulkan data yang diperlukan adalah:

1. Observasi

Observasi merupakan kegiatan penelitian yang dilakukan secara sistematis dan disengaja untuk melakukan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena fenomena yang diteliti guna memperoleh gambaran yang jelas tentang keadaan atau kondisi yang sebenarnya. Dalam penelitian ini digunakan observasi partisipasi dimana penelitian ini bercirikan interaksi sosial yang memakan waktu cukup lama antara peneliti dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan lapangan dikumpulkan secara sistematis dan berlaku tanpa gangguan.


(44)

2. Wawancara mendalam

Teknik ini dipergunakan untuk memperoleh data tambahan dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka secara langsung antara peneliti dengan informan. Jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan yang terbuka yaitu pertanyaan yang dapat bermacam-macam. Artinya jawaban-jawaban yang diberikan informan tidak dibatasi. Wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Hal ini dimaksudkan agar pertanyaan yang diajukan dapat terarah tanpa mengurangi kebebasan dalam mengembangkan pertanyaan, serta suasana tetap terjaga agar terkesan dialogis dan tampak informal. Informasi yang diharapkan dari wawancara lisan yang diungkapkan oleh informan diekspresikan menurut kata-kata dan perspektif informan. Dan dalam proses ini peneliti menggunakan alat yaitu recorder dan tulisan sebagai media perekam.

F. Teknik Analisis Data

Muhammad Nasir mengartikan analisa data sebagai kegiatan pengelompokkan, membuat suatu ukuran, memanipulasi serta mengangkat data sehingga mudah untuk dibaca. Tehnik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk menjelaskan, mendeskripsikan serta menafsirkan hasil penelitian dengan susuna kata dan kalimat sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti. Data yang diperoleh dari wawancara mendalam diolah dan dianalisis secara kualitatif dengan proses reduction dan interpretations. Data yang terkumpul ditulis dalam bentuk transkrip, kemudian dilakukan pengkategorian sesuai dengan melakukan reduksi data yang terkait, kemudian dilakukan interprestasi yang mengarah pada fokus penelitian.


(45)

Proses analisis data kualitatif menurut Mathhew B. Miles dan A. Michael Huberman (1992:53) akan melalui proses sebagai berikut :

1. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemeutusan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data merupakan salah satu bentuk analisis menajamkan, menggolongkan, mengarahkan , membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan dapat diverifikasikan. Cara yang dipakai dalam reduksi data dapat melalui seleksi yang ketat, melalui ringkasan atau uraian yang singkat, menggolongkannya dalam suatu pola yang lebih luas dan sebagainya.

Dalam proses ini yang dilakukan peneliti adalah mendengarkan hasil rekaman dan membaca lagi tulisan-tulisan dari hasil wawancara informan. Namun karena wawancara dilakukan secara santai maka terkadang informan menceritakan semua hal hingga ada beberapa informasi tidak penting yang diberikan oleh informan. Dan untuk itu, peneliti kembali memfokuskan pada penelitian sehingga peneliti dapat memilah, dan memilih apa saja informasi yang berkaitan untuk penelitian ini.


(46)

2. Display ( penyajian Data)

Display data dalam penelitian ini adalah menyajikan data dalam bentuk matrik naratif, network, chart, atau grafik dan sebagainya. Dengan demikian, peneliti dapat menguasai data dan tidak terbenam dalam setumpuk data. Dalam proses ini peneliti dapat menguasai data dalam bentuk matrik naratif dan tabel, di mana hal ini dapat dari hasil pengumpulan data yang telah direduksi.

3. Verifikasi (Tahap Kesimpulan)

Verifikasi yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan cara mengembalikan data pada tujuan penelitian, dan hal ini dilakukan ketika peneliti sudah menyajikan data dari hasil reduksinya, sehingga setelah data terkumpul dan direduksi juga telah disajikan, peneliti dapat mengetahui dan menyimpulkan bahwa data di sajikan telah selesai.


(47)

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian pada keempat informan anak yang melacurkan diri di kota Metro berikut :

1. Latar belakang timbulnya anak yang melacurkan diri di sebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor ekonomi keluarga, faktor pendidikan orang tua, faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan sosial. Dari keempat faktor tersebut yang mendominasi latar belakang anak masuk dunia prostitusi yaitu lemahnya faktor lingkungan keluarga, karena kurang berjalanya fungsi dan peran dari keluarga itu sendiri sehingga informan anak mudah terpengaruh kedalam dunia prostitusi.

2. Dampak dari resiko pekerjaan anak yang melacurkan diri di kota Metro terjadi dalam bentuk kekerasan, yaitu, kekerasan psikis (mental), kekerasan fisik, kekerasan seksual. Sedangkan dampak yang ditimbulkan pada kesehatan dan penyalahgunaan obat-obatan terlarang tidak ditemukan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pada setiap informan diketahui bahwa kekerasan dalam bentuk psikis merupakan kekerasan yang paling sering diterima anak, kekerasan ini dilakukan baik masyarakat lingkungan tempat tinggalnya


(48)

maupun dari konsumen yang merupakan jasa dari informan. Kekersan secara psikis yang dialami oleh informan tersebut yaitu berupa cacian dan makian yang menimbulkan rasa rendah diri pada anak. Selain itu kekerasan secara fisik yang dialami oleh informan yaitu tendangan pada bagian paha, tamparan, pukulan pada bagian mata, serta rambut di jambak. Kekerasan ini terjadi ketika informan menolak permintaan konsumen untuk melakukan aktifitas seksual yang dianggap berbahaya bagi jiwa informan, seperti melakukan aktifitas oral seks dan melakukan aktifitas seksual melalui anal informan, yang menyebabkan informan anak pada akhirnya mengalami juga kekerasan seksual akibat dari paksaan yang dilakukan oleh konsumen tersebut, kekerasan yang dilakukan oleh konsumen ini sebagai wujud rasa memiliki kekuasaan terhadap informan yang tidak mempunyai nilai tawar terhadap konsumen.

3. Pada aktifitas anak yang melacurkan diri di kota Metro sebagai seorang remaja yang berstatus sebagai pelajar, tetap menjalankan aktivitasnya untuk berangkat ke sekolah pada pagi hari, dan mengunakan waktu luang untuk beristirahat, bermain bersama teman-teman, mengerjakan tugas, atau pun membantu orang tua, dan menjelang malam hari para informan ini pun memulai aktifitasnya dijalanan yaitu sebagai pekerja seks komersial (PSK). Aktifitas yang dilakukan para informan pada malam hari biasanya dilakukan ditempat-tempat remang seperti Café, karaoke, kos-kosan dan hotel-hotel dari kelas menengah sampai kelas bawah. Sedangkan aktivitas siang hari setelah pulang sekolah biasanya mereka gunakan untuk sekedar nongkrong di


(49)

Biasanya para informan untuk meluangakan waktu sengang dengan teman-temanya bertemu/berkumpul di Lapangan Samber dan Stadion Tejosari.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan diatas, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan oleh penulis dan diharapkan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini :

1. Mengingat ditemukan terjadinya anak yang melacukan diri dengan berbagai faktor yang melatar belakangi penyebabnya dalam penelitian ini, maka dianggap perlu adanya bimbingan dan pendidikan yang sesuai dengan

karakteristik dan kepribadian anak. Sebagai orang tua harus selalu memantau perkembangan anak, termasuk dengan lingkungan pergaulan diluar

rumah. Orang tua harus bisa menjadi contoh atau teladan yang baik bagi anak-anaknya dan mampu memberikan solusi yang bijaksana ketika anak mengalami kesulitan dan masalah sehingga anak merasa dirinya mendapat bimbingan dan kasih sayang, serta memberikan bekal agama yang baik dan benar, selalu ditanamkan sejak usia dini karena agama adalah modal dasar dan sebaik-baiknya bekal untuk anak di kemudian hari.

2. Mengingat ditemukannya anak yang melacurkan diri rentan dengan kekerasan, perlu adanya bimbingan terhadap anak, baik yang dilakukan dari lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial masyarakat, ataupun pemerintah untuk dapat mengurangi jumlah angka anak yang melacurkan diri.


(50)

3. Masih terdapatnya anak yang melacurkan diri dikota Metro berstatus pelajar aktif, maka wajib bagi orang tua memberikan pendidikan terhadap bahaya seks bebas dan pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi, membangun kesadaran atas hak-hak mereka dan untuk membangun kesadaran untuk tidak berprilaku konsumtif.

4. Dengan adanya anak yang melacurkan diri ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, perlu adanya kesadaran untuk masyarakat sekitar bahwa mereka sebagai pekerja seks komersial (PSK) juga berhak hidup layak dan ada ditengah-tengah masyarakat tanpa adanya cemoohan dan pandangan negatif terhadap mereka, karena mereka pun sebenarnya tidak mau bekerja sebagai pekerja seks komersial dan mereka sudah terjerumus kedalam dunia prostitusi.

5. Melihat kondisi yang peneliti lihat dan temukan dilapangan, menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa sosiologi untuk lebih bersyukur atas apa yang sudah dimiliki dan bisa melanjutkan hingga keperguruan tinggi, karena ternyata masih banyak penerus bangsa yang bersusah payah untuk menghidupi dan meraih pendidikan dengan cara-cara yang menyulitkan mereka sendiri, seperti anak-anak yang masih berseragam putih abu-abu yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK).

6. Melihat masalah prostitusi yang terjadi pada remaja putih abu-abu perlu diberikan sanksi dan pembinaan yang tepat agar tidak terjadi kembali pada masalah yang sama, seperti memberikan sanksi teguran kepada pelaku prostitusi dengan di hadirkan kepala lingkungan setempat, memanggil kedua


(51)

orang tua serta mendatangkan pihak berwajib agar pelaku prostitusi ini tidak mengulangi kembali.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Abu. 2002. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Anwar,Muhammad. 1999. Sosiologi. CV.Armico.Bandung.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Renika Cipta. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahas Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

ECPAT Internasional. 2006. Tanya Dan Jawab Tentang Ekspploitasi Seksual Komersial Anak. RESTU Printing Indonesia.

Kartono,Kartini. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta.

Kartono,Kartini.1998. Psikologis Abhormal dan Abnormalitas Seksual. Rajawali. Jakarta.

Manda Sari,Melia.2010. Profil Anak Yang Dilacurkan Pada Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) Di Bandar Lampung. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(53)

Purnomo.Tjahjo,da Ashadi Siregar,1985. Dolly Membedah Dunia Pelacuran Surabaya Khusus Kompleks Pelacuran Dolly. Graffiti pers Jakarta.

Siti Noor Laila dan Yunita Satia Rahayu. 2004. Sepatu Lars dirahim Ibu. Grafika Indah. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Keluarga. Rineka Cipta Jakarta.

Tim Peneliti. 2007. Penelitian Anak Yang di lacurkan di Surakarta dan Indramayu.

Jakarta.

Sumber Lain

(Http:/www.ecenterconsultant.com,diakses tgl 08/05/2012)

(Http:/www.radarlampung.co.id, diakses tgl 11/05/2012)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pelacuran, diakses tgl 13/08/2012)


(1)

maupun dari konsumen yang merupakan jasa dari informan. Kekersan secara psikis yang dialami oleh informan tersebut yaitu berupa cacian dan makian yang menimbulkan rasa rendah diri pada anak. Selain itu kekerasan secara fisik yang dialami oleh informan yaitu tendangan pada bagian paha, tamparan, pukulan pada bagian mata, serta rambut di jambak. Kekerasan ini terjadi ketika informan menolak permintaan konsumen untuk melakukan aktifitas seksual yang dianggap berbahaya bagi jiwa informan, seperti melakukan aktifitas oral seks dan melakukan aktifitas seksual melalui anal informan, yang menyebabkan informan anak pada akhirnya mengalami juga kekerasan seksual akibat dari paksaan yang dilakukan oleh konsumen tersebut, kekerasan yang dilakukan oleh konsumen ini sebagai wujud rasa memiliki kekuasaan terhadap informan yang tidak mempunyai nilai tawar terhadap konsumen.

3. Pada aktifitas anak yang melacurkan diri di kota Metro sebagai seorang remaja yang berstatus sebagai pelajar, tetap menjalankan aktivitasnya untuk berangkat ke sekolah pada pagi hari, dan mengunakan waktu luang untuk beristirahat, bermain bersama teman-teman, mengerjakan tugas, atau pun membantu orang tua, dan menjelang malam hari para informan ini pun memulai aktifitasnya dijalanan yaitu sebagai pekerja seks komersial (PSK). Aktifitas yang dilakukan para informan pada malam hari biasanya dilakukan ditempat-tempat remang seperti Café, karaoke, kos-kosan dan hotel-hotel dari kelas menengah sampai kelas bawah. Sedangkan aktivitas siang hari setelah pulang sekolah biasanya mereka gunakan untuk sekedar nongkrong di Café, Salon, dan tempat Billiyard untuk mencari kenalan baru ‘tamu’.


(2)

94

Biasanya para informan untuk meluangakan waktu sengang dengan teman-temanya bertemu/berkumpul di Lapangan Samber dan Stadion Tejosari.

B. Saran

Sehubungan dengan kesimpulan diatas, maka ada beberapa hal yang dapat disarankan oleh penulis dan diharapkan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan penelitian ini :

1. Mengingat ditemukan terjadinya anak yang melacukan diri dengan berbagai faktor yang melatar belakangi penyebabnya dalam penelitian ini, maka dianggap perlu adanya bimbingan dan pendidikan yang sesuai dengan

karakteristik dan kepribadian anak. Sebagai orang tua harus selalu memantau perkembangan anak, termasuk dengan lingkungan pergaulan diluar

rumah. Orang tua harus bisa menjadi contoh atau teladan yang baik bagi anak-anaknya dan mampu memberikan solusi yang bijaksana ketika anak mengalami kesulitan dan masalah sehingga anak merasa dirinya mendapat bimbingan dan kasih sayang, serta memberikan bekal agama yang baik dan benar, selalu ditanamkan sejak usia dini karena agama adalah modal dasar dan sebaik-baiknya bekal untuk anak di kemudian hari.

2. Mengingat ditemukannya anak yang melacurkan diri rentan dengan kekerasan, perlu adanya bimbingan terhadap anak, baik yang dilakukan dari lingkungan keluarga, masyarakat, lembaga sosial masyarakat, ataupun pemerintah untuk dapat mengurangi jumlah angka anak yang melacurkan diri.


(3)

3. Masih terdapatnya anak yang melacurkan diri dikota Metro berstatus pelajar aktif, maka wajib bagi orang tua memberikan pendidikan terhadap bahaya seks bebas dan pengaruhnya terhadap kesehatan reproduksi, membangun kesadaran atas hak-hak mereka dan untuk membangun kesadaran untuk tidak berprilaku konsumtif.

4. Dengan adanya anak yang melacurkan diri ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, perlu adanya kesadaran untuk masyarakat sekitar bahwa mereka sebagai pekerja seks komersial (PSK) juga berhak hidup layak dan ada ditengah-tengah masyarakat tanpa adanya cemoohan dan pandangan negatif terhadap mereka, karena mereka pun sebenarnya tidak mau bekerja sebagai pekerja seks komersial dan mereka sudah terjerumus kedalam dunia prostitusi.

5. Melihat kondisi yang peneliti lihat dan temukan dilapangan, menyarankan kepada pembaca khususnya mahasiswa sosiologi untuk lebih bersyukur atas apa yang sudah dimiliki dan bisa melanjutkan hingga keperguruan tinggi, karena ternyata masih banyak penerus bangsa yang bersusah payah untuk menghidupi dan meraih pendidikan dengan cara-cara yang menyulitkan mereka sendiri, seperti anak-anak yang masih berseragam putih abu-abu yang bekerja sebagai pekerja seks komersial (PSK).

6. Melihat masalah prostitusi yang terjadi pada remaja putih abu-abu perlu diberikan sanksi dan pembinaan yang tepat agar tidak terjadi kembali pada masalah yang sama, seperti memberikan sanksi teguran kepada pelaku prostitusi dengan di hadirkan kepala lingkungan setempat, memanggil kedua


(4)

96

orang tua serta mendatangkan pihak berwajib agar pelaku prostitusi ini tidak mengulangi kembali.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi,Abu. 2002. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.

Anwar,Muhammad. 1999. Sosiologi. CV.Armico.Bandung.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Renika Cipta. Jakarta.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2002. Kamus Besar Bahas Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta

ECPAT Internasional. 2006. Tanya Dan Jawab Tentang Ekspploitasi Seksual Komersial Anak. RESTU Printing Indonesia.

Kartono,Kartini. 1992. Pemimpin dan Kepemimpinan. Jakarta.

Kartono,Kartini.1998. Psikologis Abhormal dan Abnormalitas Seksual. Rajawali. Jakarta.

Manda Sari,Melia.2010. Profil Anak Yang Dilacurkan Pada Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) Di Bandar Lampung. Skripsi Universitas Lampung. Bandar Lampung.


(6)

98

Purnomo.Tjahjo,da Ashadi Siregar,1985. Dolly Membedah Dunia Pelacuran Surabaya Khusus Kompleks Pelacuran Dolly. Graffiti pers Jakarta.

Siti Noor Laila dan Yunita Satia Rahayu. 2004. Sepatu Lars dirahim Ibu. Grafika Indah. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1992. Sosiologi Keluarga. Rineka Cipta Jakarta.

Tim Peneliti. 2007. Penelitian Anak Yang di lacurkan di Surakarta dan Indramayu. Jakarta.

Sumber Lain

(Http:/www.ecenterconsultant.com,diakses tgl 08/05/2012)

(Http:/www.radarlampung.co.id, diakses tgl 11/05/2012)

(http://id.wikipedia.org/wiki/Pelacuran, diakses tgl 13/08/2012)