FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR.

(1)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

SKRIPSI

Disusun untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Program Studi Pendidikan Sosiologi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia

oleh

Andika Prabowo

1104792

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2015


(2)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

oleh

Andika Prabowo 1104792

Diajukan untuk memenuhi sebagaian syarat gelar sarjana Pendidikan Sosiologi

©Andika Prabowo 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

2015

Hak cipta dilindungi undang-undang

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, Dengan cetakan ulang, di foto copy, atau cara lainnya tanpa seizin penulis


(3)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu ANDIKA PRABOWO

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING :

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Dasim Budimansyah, M.Si NIP. 196203161988031003

Pembimbing II

Dra. Wilodati, M.Si NIP. 196801141992032002 \

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Sosiologi


(4)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu NIP. 196804031991032002

ANDIKA PRABOWO

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PENGUJI :

Penguji I

Dr. Yadi Ruyadi, M.Si NIP. 196205161989031002

Penguji II

Syaifullah Syam, M.Si NIP. 197211121999031003

Penguji III

Mirna Nur Alia A. S.Sos, M.Si NIP. 198303122010122008


(5)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR


(6)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu ABSTRAK

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK

PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Penelitian ini mengupas secara mendalam mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu yang menjangkit beberapa remaja siswi di Cianjur. Kupu-kupu abu-abu-abu-abu merupakan sebutan bagi gadis remaja berstatus pelajar yang memiliki perilaku menyimpang di mana mereka sering melakukan hubungan seks di luar nikah dengan kekasihnya atau pun laki-laki yang baru dikenal tanpa menuntut bayaran. Melakukan hubungan seks atas dasar kesanangan menjadikannya pembeda antara kupu-kupu abu-abu dengan WTS (Wanita Tuna Susila) pada umumnya. Bebagai macam faktor melatarbelakangi dimulai dari rendahnya tingkat ekonomi, keluarga tidak harmonis, lingkungan, konsumsi munuman keras, hingga faktor paling mengerikan yaitu para pelaku memiliki kelainan seks yang disebut hypersexual. Maka dari itu kupu-kupu abu-abu dalam melakukan hubungan seksnya tidak meminta bayaran karena yang mereka cari adalah kepuasan. Aktifitas pelaku sebagai kupu-kupu abu-abu dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan sangat rapih hingga untuk mendapatkan informasi mengenai mereka sangatlah sulit karena untuk mendapatkan kupu-kupu abu-abu hanya bisa melalui laki-laki yang pernah berkencan bersamanya. Pada hakikatnya kupu-kupu abu-abu tidak mempromosikan diri layaknya WTS (Wanita Tuna Susila) di lokalisasi akan tetapi peran laki-laki disini lebih aktif untuk dapat kencan bersama kupu-kupu abu-abu. Penyakit kelamin hingga sanksi sosial menjadi suatu momok yang tak dapat dielakan dari perilaku seks bebas gadis kupu-kupu abu-abu. Berbagai upaya sudah dilakukan pihak sekolah untuk meredap perilaku menyimpang tersebut dimulai dari memperketat peraturan sekolah sampati melakukan pendekatan personal terhadap peserta didik. Akan tetapi alangkah lebih baik ketika berbagai pihak dapat berperan aktif untuk menanggulangi fenomena kup-kupu abu-abu seperti keluarga, masyarakat dan pihak berwenang.


(7)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu ABSTRACT

THE PHENOMENON OF “KUPU-KUPU ABU-ABU” AS DEVIATION

AMONG TEENAGERS IN CIANJUR

This study describes phenomenon about Kupu-kupu Abu-abu who happens to some students (girls) in Cianjur. Kupu-kupu Abu-abu is called for teenage girls who are students do some deviations where they often have a sex with their boyfriend or man whom they meet at first time without getting paid. Usually prostitute to get laid is based on need for money but it is different for Kupu-kupu Abu-abu, they have a sex for pleasure. Various factors can be the reason for people to get laid such as low payment, complicated family, influence of society, alcohol, until terrible factor that can be the reason is hypersexual. Therefore, girls of kupu Abu-abu get laid not for money due to seeking for pleasure. Kupu-kupu Abu-abu do secret things and organize their activities so that to find out about them is vary difficult because of knowing and meeting one of them can be carried ou through man who ever had a date before with them. Common Kupu-kupu Abu-abu do noy sell themselves or in other words do not promote themselves like the other prostitutes in prostitution but in this case man who wish to have a date with them should be more active to approach. Venereal disease or social sanction become something horrible that cannot be avoided by the girls of Kupu-kupu Abu-abu who do free sex. Various attempts have been treated by school to decrease deviations such as tight rules until organizing counseling or personal approach on puppils. But it will be more effective when all sides such as family, society, and government must get involved to fight againts phenomenon of Kupu-kupu Abu-abu.


(8)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

Judul Penelitian ... 1

1.1Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 6

1.4Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Secara Teoritis ... 7

1.4.2 Secara Praktis ... 7

1.5Struktur Organisasi SKRIPSI ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kupu-kupu Abu-abu ... 9

2.2 Pengertian Pekerja Seks Komersial (PSK) ... 9

2.3 Jenis-jenis Prostitusi ... 11

2.4 Sejarah Pelacuran ... 13

2.4.1 Komersialisasi Seks Selama Masa Penjajahan ... 14

2.4.2 Perkembangan Industri Seks... 15

2.5 Alasan Wanita Menjadi Pelaku Prostitusi ... 16

2.6 Latar Belakang Prostitusi ... 17

2.7 Dampak Prostitusi ... 18

2.8 Ciri-ciri Prostitusi ... 19

2.9 Golongan Pelacur/WTS (Wanita Tuna Susila) ... 20

2.10Penyimpangan Sosial ... 20

2.10.1 Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang ... 22

a. Penyimpangan Positif ... 22

b. Penyimpangan Negatif... 22


(9)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

2.10.3 Ciri-ciri Perilaku Penyimpangan ... 23

2.10.4 Sebab Perilaku Menyimpang ... 24

a. Sudut Pandang Sosiologi ... 24

b. Sudut Pandang Psikologi ... 24

c. Sudut Pandang Kriminologi ... 24

2.11 Remaja... 27

2.11.1 Problematika Remaja ... 28

2.12 Kenakalan Remaja ... 30

2.13 Seks ... 31

2.14 Seks Bebas ... 32

2.15 Sekolah ... 32

2.16 SMA ... 33

2.17 Nilai ... 33

2.18 Norma ... 33

2.19 Teori Patologi Sosial ... 34

2.20 Teori Komunikasi... 36

2.20.1 Teori Social penetration ... 36

2.21 Penelitian Terdahulu ... 37

2.11.1 Skripsi ... 37

2.11.2 Jurnal... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Desain Penelitian ... 43

3.2 Tempat dan Partisipan Penelitian ... 45

3.2.1 Tempat Penelitian ... 45

3.2.2 Partisipan Penelitian ... 45

3.3 Metode Penelitian ... 47

3.4 Instrumen Penelitian ... 49

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 50

3.5.1 Observasi ... 50


(10)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3.5.3 Analisis Dokumen ... 52

3.6 Teknis Analisis Data ... 52

3.6.1 Data Reduction (Reduksi Data) ... 53

3.6.2 Data Display (Penyajian Data) ... 53

3.6.3 Conclusion Drawing Verification (Kesimpulan) ... 53

3.6.4 Kesimpulan/Verifikasi ... 54

3.7 Uji Keabsahan Data ... 54

3.7.1 Perpanjangan Pengamatan ... 54

3.7.2 Triangulasi Data ... 55

3.7.3 Menggunaan Bahan Referensi ... 57

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 58

4.1 Deskripsi Umum Daerah Penelitian ... 58

4.2 Temuan Penelitian ... 62

4.2.1 Faktor yang Menyebabkan Remaja Siswi Melakukan Aktivitas Sebagai Kupu-kupu Abu-abu ... 63

4.2.2 Kupu-kupu Abu-abu dalam Menajalankan Proses Prostitusinya ... 70

4.2.3 Dampak bagi Remaja yang Menjalankan aktivitas Sebagai Kupu-kupu Abu-abu ... 78

4.2.4 Upaya Penanggulangan Sekolah Terhadap Fenomena Kupu-kupu Abu-abu ... 81

4.3 Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

4.3.1 Faktor Penyebab Remaja Melakukan Aktifitas Sebagai Kupu-kupu Abu-abu ... 84

4.3.2 Kupu-kupu Abu-abu dalam Melakukan Proses Prostitusinya ... 90

4.3.3 Dampak bagi Remaja yang Menjalankan Aktifitas Sebagai Kupu-kupu Abu-abu ... 93


(11)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

4.3.4 Upaya Penganggulangan Sekolah Terhadap

Fenomena Kupu-kupu Abu-abu ... 95

BAB V SIMPULAN, IMPILAKSI & REKOMENDASI... 99

5.1Simpulan Umum ... 99

5.2Simpulan Khusus ... 103

5.3Implikasi ... 104

5.4Rekomendasi ... 106


(12)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Cianjur merupakan daerah bagian Jawa Barat yang terkenal dengan beras Cianjurnya dan panganan khasnya yaitu manisan dan tauco. Pencurian dan pelacuran bukan merupakan hal baru yang ada di Cianjur, perilaku ini sudah terbukti dengan banyaknya tertangkap devian dalam kasus pencurian oleh pihak berwenang, begitupun dengan pelacuran. Pelacuran merupakan salah satu penyakit masyarakat di Cianjur yang sangat sulit untuk diberantas sampai saat ini, terbukti dengan masih maraknya tempat prostitusi yang masih eksis menjajakan PSK-nya untuk melayani nafsu kotor para laki-laki hidung belang. Salah satu tempat yang cukup terkenal sebagai tempat prostitusi di Cianjur yaitu di Gadong daerah Cipanas dan Legok Terong yang berada di Kecamatan Sukaluyu berbatasan dengan Kecamatan Ciranjang. Tempat ini sudah tidak asing lagi di kalangan laki-laki hidung belang karena begitu terkenalnya di Cianjur.

Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Cianjur di Bidang Sosial mendata adanya WTS (Wanita Tuna Susila) dengan jumlah 53 orang. Jumlah tersebut berdasarkan hasil pendataan pada tahun 2015. Menurut bapak Cecep salah satu staf Bidang Sosial menyatakan bahwasalnya selain WTS ada pula kupu-kupu abu-abu. Akan tetapi data mengenai kupu-kupu abu-abu tidak ada karena keberadaan mereka sulit untuk ditemui, terlebih mereka hanyalah wanita nakal yang tidak termasuk pada golongan WTS.

Masa remaja adalah masa-masa yang paling indah. Pencarian jati diri seseorang terjadi pada masa remaja. Bahkan banyak orang mengatakan bahwa remaja adalah tulang punggung sebuah negara. Statement de mikian memanglah benar, karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Di tangan remajalah tergenggam arah masa depan bangsa ini.

Namun melihat kondisi remaja saat ini, harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menjadi salah satu penentu kualitas negara di masa yang akan datang


(13)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

sepertinya bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Perilaku nakal dan menyimpang di kalangan remaja saat ini cenderung mencapai titik kritis. Telah banyak remaja yang terjerumus ke dalam kehidupan yang dapat merusak masa depan. Memang, sebagai bagian dari masalah-masalah sosial yang ada, kenakalan anak-anak dan remaja merupakan masalah yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Penyakit sosial anak-anak dan remaja muncul sebagai akibat melemahnya pengertian dan kewaspadaan terhadap kebutuhan dan permasalahan usia anak itu sendiri. Sifat sulit diatur, berontak, merajuk, kumpul-kumpul, suka meniru, mulai jatuh cinta, hura-hura dan sebagainya, adalah rangkaian pola perilaku yang selalu muncul membayangi sisi kehidupan remaja.

Hal ini tidak lain dikarenakan remaja itu sendiri belum memiliki pendirian kuat atau bisa dikatakan masih dalam masa labil. Dikatakan Soekanto (1982, hlm. 387) “Secara psikologis usia remaja merupakan umur yang dianggap gawat, karena yang bersangkutan sedang mencari identitasnya”. Untuk itu diperlukan tokoh-tokoh ideal yang pola prilakunya terpuji untuk menjadi contoh bagi remaja karena remaja sangat rentan berperilaku menyimpang dari norma sosial yang ada di masyarakat.

Dalam rentang waktu kurang dari satu dasawarsa terakhir, kenakalan remaja semakin menunjukkan trend yang amat memprihatinkan. Kenakalan remaja yang diberitakan dalam berbagai forum dan media dianggap semakin membahayakan. Berbagai macam kenakalan remaja yang ditunjukkan akhir-akhir ini seperti perkelahian secara perorangan atau kelompok, tawuran pelajar, mabuk-mabukan, pemerasan, pencurian, perampokan, penganiayaan, penyalahgunaan narkoba, dan seks bebas pranikah kasusnya semakin menjamur.

Kemudian sebuah fenomena baru kini mulai muncul di Kota Cianjur. Beberapa remaja siswi yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan duduk di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang seharusnya melakukan tugasnya dengan baik yaitu belajar dengan giat namun beberapa dari mereka ada yang menjajakan diri menjual jasa pemuas nafsu birahi kepada para pria hidung belang untuk mendapatkan uang jajan tambahan atau hanya sekedar dengan alasan suka sama suka.


(14)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sungguh merupakan sebuah masalah yang dapat membuat bulu kuduk semua lapisan masyarakat diluar sana berdiri ketika mendengar tentang kasus ini. Fenomena Kupu-kupu Abu-abu memang bisa dibilang baru di daerah Cianjur, belum semua orang mengetahui akan fenomena ini namun permasalahan ini cukup menyedot perhatian warga sekitar yang sudah mengetahuinya.

Kupu-kupu abu-abu adalah sebutan bagi beberapa gadis remaja yang memiliki kebiasaan berhubungan seks dengan laki-laki secara bebas tanpa menuntut upah, karena pada hakikatnya mereka melakukan perilaku tersebut atas dasar kesenangan. Menjalankan aktivitas prostitusinya dengan beragam cara, ada yang terhimpun dalam sebuah kelompok yang dimotori oleh mucikari atau germo adapula yang bergerak secara individu. Hasil yang mereka dapat bukan berupa uang melainkan hanya sebatas kepuasan serta kesenangan saja. Mereka melakukan hal ini tanpa sepengetahuan orangtuanya yang selama ini mendidik dengan penuh kasih sayang dan membimbing untuk menjadi pribadi yang baik.

Beragam motif yang melatarbelakangi seorang pelajar memilih untuk menjadi kupu-kupu abu-abu, mulai dari tidak terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang kepada seorang anak di dalam keluarga karena broken home sehingga mencari pelarian kepada hal lain, memiliki sikap hidup hedon yang tidak disokong dengan keadaan ekonomi yang memadai sehingga mencari jalan pintas, dan seks bebas dikalangan pelajar yang membuat ada perasaan “terlanjur” terjerumus dalam dunia tersebut seperti yang disampaikan oleh salah seorang kupu-kupu abu-abu yang peneliti jumpai di Cianjur dengan sebutan Dinda (bukan nama sebenarnya, 18 tahun) kelas XI di salah satu Sekolah Menengah Atas, mengungkapan dirinya berasal dari keluarga broken home dan kini tinggal bersama ibunya dengan kondisi ekonomi yang menengah kebawah, merasa kondisi tersebut kurang bisa mencukupi hasrat gaya hidupnya, Dinda memutuskan untuk berpasangan dengan orang yang kaya agar bisa juga mencukupi hasrat gaya hidupnya. Mulai dari hal itu lah Dinda kini menjalankan aktivitas sebagai kupu-kupu abu-abu.


(15)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Para “kupu-kupu abu-abu” tidak memasang tarif tertentu atau

menghargakan dirninya karena tujuan mereka hanya untuk kesenangan semata. Berbeda dengan WTS pada umumnya yang melakukan tindakan prostitusi untuk mendapatkan keuntukan ekonomi. Maka dari itu mereka lebih mengutamakan negosiasi dengan pria-pria yang ingin menggunakan jasa tubuhnya agar mendapat kepuasan bersama dan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang merasa dirugikan. Hal ini diperkuat dengan adanya penelitian sebelumnya mengenai Wanita Tuna Susila oleh Henderina (2012, hlm 88) dalam skripsinya yang berjudul “Wanita Pekerja Seks Komersial (Studi tentang Patron-Client Germo dengan PSK di Desa Osango Kecamatan Mamasa Kabupaten Mamasa)” menemukan bahwa:

Patron client bos dan PL di Desa Osango Kecamatan Mamasa di awali dengan hubungan atas persetujuan kedua belah pihak tanpa menggunakan perjanjian tertulis dalam suatu bentuk ikatan kerja. Semua dilakukan dengan saling percaya dan pengertian yang dilandasi satu tekat bekerjasama untuk memberikan kepuasan dan keuntungan pada masing-masing pihak. Dalam hubungan kerja yang terjalin ini bos memanfaatkan sumber daya yang dimilikinya yaitu berupa tempat, untuk memberikan lapangan kerja bagi mereka yang membutuhkan dan mau bekerjasama serta bersedia untuk bekerja. Demikian pula dengan PL, mereka memanfaatkan tubuh mereka untuk memberikan jasa berupa kepuasan nafsu terhadap laki-laki hidung belang demi mendapatkan keuntungan sesuai dengan tujuan utama mereka yaitu mendapatkan keuntungan ekonomi dari hasil menjual tubuhnya.

Tentunya hal ini menjadi penguat penelitian bagi fenomena yang akan diteliti. Sebuah penyakit masyarakat yang dapat merusak kehidupan bagi generasi penerusnya. Soekanto (1982, hlm. 123) menyatakan bahwa:

Gejala-gejala Pathologi Sosial tersebut merupakan problema di Amerika Serikat, beberapa Negara Eropa, dan Negara kita yaitu Indonesia. Penanggulangan masalah Pathologi Sosial di Indonesia umumnya bersifat kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaannya dilakukan oleh “Vice Control” POLRI, Jawatan Sosial, DPRD, dan oleh Yayasan-yayasan Swasta.

Berdasarkan kutipan di atas maka fenomena tersebut merupakan gejala sosial negatif yang harus diatasi atau ditangani oleh berbagai belah pihak.


(16)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Secara sosiologis, maraknya fenomena kupu-kupu abu-abu pada pelajar SMA (Sekolah Menengah Atas) menimbulkan kesenjangan antara das sein (seharusnya) dan das sollen (kenyataannya). Seharusnya sebagai seorang pelajar SMA yang masih di bawah umur mereka hanya mempunyai kewajiban untuk belajar dan memberikan prestasi yang baik di sekolah tetapi kenyataannya saat ini malah terdapat pelajar SMA yang melacur dan berprofesi sebagai kupu-kupu abu-abu. Ada banyak istilah untuk menyebut para pelaku prostitusi anak di bawah umur selain kupu-kupu abu-abu seperti wanita BO (bookingan) dan istilah bispak (bisa di pakai). Kupu-kupu abu-abu adalah salah satu istilah yang dipakai untuk memberikan identitas bagi seorang pelaku prostitusi. Istilah kupu-kupu abu-abu diberikan oleh komunitas pria hidung belang (sebutan bagi laki-laki pengguna jasa prostitusi) untuk menyebut siswi SMA berseragam abu-abu yang memiliki kegiatan sambilan menjadi pelaku prostitusi. Pelajar SMA sebagai kupu-kupu abu-abu pasti memiliki alasan, maksud dan tujuan tertentu yang ingin mereka capai sehingga mereka lebih memilih melacur. Tentunya hak ini merupakan gambaran nyata dari sebuah degradasi moral remaja yang tidak bisa dipandang sebelah mata.

Ada pepatah yang berbunyi “terkadang keinginan tidak selalu sesuai dengan kenyataan” pepatah ini terbukti pada fenomena kupu-kupu abu-abu yang dimana seharusnya para remaja putri duduk manis dan menerima pembelajaran dengan baik dari para guru yang akan membagikan ilmu-ilmunya untuk menjadikan peserta didik menjadi pintar. Akan tetapi mereka malah menjajakan tubuhnya demi sebuah tambahan uang saku yang jumlahnya tidak seberapa. Tentu ini bukanlah tipe remaja yang kita inginkan sebagai penerus bangsa.

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “FENOMENA KUPU-KUPU ABU-ABU SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA di CIANJUR”.


(17)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Secara umum, rumusan masalah “Fenomena Kupu-kupu Abu-abu Sebagai Bentuk Penyimpangan Sosial Pada Kalangan Remaja di Cianjur” dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arah dalam penelitian maka dari itu rumusan masalah tersebut dibuat dalam beberapa pertanyaan penelitian, diantaranya sebagai berikut:

1.2.1 Apa saja faktor yang menyebabkan pelajar siswi menjalankan aktivitas sebagai kupu-kupu abu-abu?

1.2.2 Bagaimana kupu-kupu abu-abu menjalankan proses prostitusinya?

1.2.3 Dampak apa saja bagi pelajar yang menjalankan aktivitas sebagai kupu-kupu abu-abu?

1.2.4 Bagaimana upaya penanggulangan sekolah dalam menangani fenomena kupu-kupu abu-abu?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada permasalahan-permasalahan yang peneliti uraikan pada rumusan masalah, maka dari itu penelitian ini dibagi kedalam tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu :

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mendapatkan gambaran mengenai apa sebenarnya yang disebut kupu-kupu abu-abu dan bagaimana permasalahan FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA di CIANJUR bisa terjadi pada kalangan siswi-siswi remaja yang masih aktif di bangku sekolahnya.

1.3.2 Tujuan Khusus

Adapun secara khusus, tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: 1) Mengetahui alasan atau faktor yang mendorong pelajar menjalankan aktivitas

sebagai kupu-kupu abu-abu.


(18)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

3) Menganalisis dampak bagi pelajar yang menjalankan aktivitas sebagai kupu-kupu abu-abu.

4) Menganalisis upaya penanggulangan sekolah dalam menangani fenomena kupu-kupu abu-abu.

1.4 Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini diharapkan berguna secara teoretis maupun secara praktis.

1.4.1 Secara Teoretis

Secara teoretis hubungan dari hasil penelitian ini adalah dapat memperluas wawasan serta bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam keilmuan Sosiologi khususnya Teori Penyimpangan Sosial. Dengan penelitian ini peneliti berharap dapat memberikan gambaran nyata mengenai penyimpangan sosial yang ada di lingkungan masyarakat sehingga hasil dari penelitian ini dapat diaplikasikan untuk ilmu sosiologi dan bermanfaat secara sempurna, serta diharapkan dapat menjadi acuan bagi penelitian selanjutnya di masa yang akan datang.

1.4.2 Secara Praktis

1) Bagi peneliti mengangkat permasalahan mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu diharapkan dapat memperkaya wahana konsep keilmuwan sosiologi dan patologi sosial. Membuat peneliti dapat melakukan upaya preventif dan persuasif terkait kupu-kupu abu-abu.

2) Bagi pelaku kupu-kupu abu-abu, sebagai bahan refleksi dan evaluasi diri atas aktivitas prostitusi yang selama ini di jalani.

3) Prodi Pendidikan Sosiologi, sebagai media informasi dan penambah ilmu pengetahuan sehingga dapat menjadi referensi dan acuan dalam pematerian dan penelitian lebih lanjut.

4) Memberikan sumbangsih pemikiran kepada pihak sekolah, sebagai bahan refleksi dan evaluasi diri atas upaya-upaya yang telah dilakukan dalam rangka penanggulangan fenomena kupu-kupu abu-abu.


(19)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

5) Masyarakat, sebagai kontrol sosial yang berdekatan dengan prostitusi kupu-kupu abu-abu diharap tidak melakukan permisivisme atau pembiaran terhadap tindak perilaku prostitusi remaja tersebut.

1.5 Struktur Organisasi Skripsi

Agar skripsi ini dapat mudah dipahami oleh berbagai pihak yang berkepentingan, maka skripsi ini disajikan ke dalam lima bab yang disusun berdasarkan struktur penulisan sebagai berikut:

1) BAB I: Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi skripsi sebagai landasan dari permasalahan ketika melakukan penelitian.

2) BAB II: Tinjauan pustaka. Pada bab ini memaparkan teori-teori yang akan menjadi pisau analisis pada bab IV. Menguraikan dokumen-dokumen atau data-data sebagai pendukung dalam penelitian.

3) BAB III: Metodologi penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan desain penelitian, partisipan dan tempat penelitian, metode penelitian, pengumpulan data, analisis data, dan uji keabsahan data sebagai alur penelitian.

4) BAB IV: Temuan dan pembahasan. Dalam bab ini peneliti menganalisis fenomena Kupu-kupu Abu-abu terhadap, interaksi atau aktivitas Kupu-kupu Abu-abu dalam proses prostitusi, faktor-faktor yang menjadikan seorang remaja putri menjadi Kupu-kupu Abu-abu atau pelaku prostitusi, dan menganalisis upaya sekolah dalam penanggulangan Kupu-kupu Abu-abu atau pelaku prostitusi remaja.

5) BAB V: Simpulan, implikasi dan rekomendasi. Dalam bab ini peneliti menyajikan penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian sebagai penutup dari hasil penelitian skripsi.


(20)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja siswi di Cianjur diteliti dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dipilih karena Fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja siswi di Cianjur tidak dapat diukur dengan menggunakan model matematis, teori, serta hipotesis dan melalui proses pengukuran seperti pada pendekatan kuantitatif.

Tujuan penelitian akan tercapai dengan menggali makna yang di dapat saat peneliti terlibat langsung dengan subjek penelitian sehingga dapat mengamati dan mencatat perilaku subjek secara alamiah, yaitu siswi kupu-kupu abu-abu di Cianjur. Peneliti berusaha memahami, mendalami, serta menguak fenomena kupu-kupu abu-abu pada remaja siswi di Cianjur dengan pengalaman yang akan dituangkan melalui kata-kata atau deskripsi saat observasi langsung.

Untuk mendapatkan data guna menjawab permasalahan seperti yang dikemukakan di atas, peneliti menggunakan desain penelitian deskriptif kualitatif. Hal ini dikarenakan permasalahan yang diangkat masih belum jelas, kompleks, dinamis, dan penuh makna, dan penelitian kualitatif digunakan untuk memberi gambaran yang lebih jelas tentang situasi-situasi sosial.

Metode ini menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati. Metode deskriptif kualitatif yaitu metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 35) metode penelitian deskriptif adalah “metode penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variable mandiri atau lebih (independen) tanpa membuat perbandingan atau menggabungkan antara variabel satu dengan yang lain”.


(21)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Desain penelitian yang digunakan dalam meneliti Fenomena Kupu-kupu Abu-abu Sebagai Bentuk Penyimpangan Sosial Pada Kalangan Remaja di Cianjur menggunakan desain deskriptif kualitatif. Bungin (2012, hlm 68) mengemukakan bahwa:

Penelitian sosial menggunakan format deskriptif kualitatif bertujuan untuk mengkritik kelemahan penelitian kuantitatif (yang terlalu positivisme), serta juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai siatuasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi dan siatuasi.

Desain deksriptif kualitatif adalah salah satu desain penelitian yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Selain deskriptif kualitatif, dalam penelitian pendekatan kualitatif juga terdapat desain verifikatif, naratif, dan grounded research.

Format deskriptif kualitatif pada umumnya dilakukan pada penelitian dalam bentuk studi kasus. Format deskriptif kualitatif studi kasus tidak memiliki ciri seperti air (menyebar di permukaan), tetapi memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena yang ada.

Desain deskriptif kualitatif studi kasus yang digunakan peneliti dalam penelitian mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja di Cianjur hasilnya sangat bergantung pada wawancara yang mendalam di kalangan remaja di kota Cianjur, terutama dalam penelitian ini adalah remaja siswi SMA di Cianjur.

Desain deskriptif kualitatif studi kasus adalah kegiatan mendeskripsikan suatu fenomena tertentu secara mendalam. Tujuan utama dalam penelitian deskriptif kualitatif studi kasus adalah untuk memahami suatu fenomena tertentu dengan pendekatan yang mendalam dari sudut pandang pelaku yang berada di tempat tertentu. Seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2014, hlm 49) bahwa “deskriptif kualitatif studi kasus bertujuan untuk memahami secara mendalam aktivitas (activity), orang-orang (actors), yang ada pada tempat (place) tertentu”.

Peneliti dalam fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja siswi di Cianjur berupaya bukan hanya sebagai


(22)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

peneliti yang menghasilkan suatu hasil penelitian tetapi peneliti juga mampu memahami mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja siswi di Cianjur. Peneliti dalam desain deskriptif kualitatif studi kasus diharapkan mampu mengungkapkan makna dalam setiap tindakan, kejadian atau pandangan mengenai suatu fenomena tertentu. Melihat lebih dalam terhadap suatu temuan lapangan, bukan hanya sekedar menuliskannya dalam hasil penelitian tanpa mengolah kembali makna tersirat yang ada di temuan lapangan tersebut.

Dengan demikian desain deskriptif kualitatif dapat disimpulkan sebagai sebuah desain yang bertujuan untuk melukiskan atau menggambarkan keadaan di lapangan secara sistematis dengan fakta-fakta melalui interpretasi yang tepat dan data yang saling berhubungan, serta bukan hanya untuk mencari kebenaran mutlak tetapi pada hakekatnya mencari pemahaman observasi sehingga kedalaman data menjadi pertimbangan penting dalam penelitian model ini.

3.2 Tempat dan Partisipan Penelitian

3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian ini berlangsung atau berlokasi di Cianjur. Objek dalam penelitian ini adalah siswi Kupu-kupu abu-abu, sedangkan yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah siswi di remaja putri yang berada di Cianjur diperlakukan sebagai partisipan sekaligus informan. Alasan peneliti memilih Cianjur sebagai lokasi penelitian karena sebagai berikut:

a. Terdapat siswi SMA dan SMP sebagai pelaku kupu-kupu abu-abu.

b. Hasil wawancara dengan beberapa informan, terdapat lokalisasi prostitusi yang „menjual‟ wanita dibawah umur dengan statusnya masih pelajar.

c. Berdasarkan informasi dari seorang informan kunci yang menyatakan pernah menggunakan jasa kupu-kupu abu-abu pada remaja putri di Cianjur tersebut semakin menguatkan dugaan dari penulis.

3.2.2 Partisipan Penelitian

Penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan penelitian yang tidak menggunakan populasi. Spradley dalam Sugiyono (2014, hlm.49) mengemukakan bahwa :


(23)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Dalam peneltian kualitiatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri dari atas tiga elemen yaitu: tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat di rumah, orang yang di sudut jalan atau di tempat kerja, kota dan lain sebagainya.

Dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi.

Partisipan dalam penelitian merupakan pihak-pihak yang dipilih berdasarkan atas pertimbangan kebutuhan penelitian. Bungin (2012, hlm. 76) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan informan adalah “…subjek yang memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang lain yang memahami penelitian”. Informan berperan sebagai subjek penelitian yang representatif, memiliki kualitas dan ketepatan yang sesuai dengan karakteristik masalah penelitian serta metode penelitian yang digunakan. Cara ini dikenal dengan “prosedur purposif sebagai satu strategi menentukan informan paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok peserta yang menjadi informan sesuai dengan kriteria terpilih yang relevan dengan masalah penelitian tertentu” (Bungin, 2012, hlm. 107). Subjek dalam penelitian dipilih secara selektif berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu dan dianggap dapat dipercaya untuk menjadi sumber data berdasarkan pertimbangan untuk menemukan jawaban mengenai gambaran bagaimana fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai penyimpangan sosial pada kalangan remaja siswi di Cianjur.

Peneliti melakukan penggalian informasi melalui informan melalui pendekatan secara indvidu sesuai dengan tujuan penelitian. Herdiansyah (2010, hlm. 34) mengemukakan bahwa “peneliti kualitatif dan subjek penelitian harus mengenal satu sama lain”. Peneliti diharapkan mampu mengenal subjek penelitian secara mendalam guna mendapatkan informasi. Penentuan subjek dalam penelitian dimaksudkan agar peneliti dapat memperoleh informasi sebanyak mungkin mengenai permasalahan remaja sebagai pelaku kupu-kupu abu-abu tersebut.

Adapun yang menjadi subjek atau partisipan dalam penelitian ini adalah remaja putri sebagai pelaku kupu-kupu abu-abu, laki-laki hidung belang yang


(24)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

menggunakan jasa kupu-kupu abu-abu, masyarakat umum dan sekolah sebagai pemberi pandangan terhadap fenomena tersebut. Mereka dipilih karena dinilai menguasai serta memahami mengenai permasalahan yang diteliti, dan mereka adalah orang yang terlibat dalam kegiatan yang sedang diteliti serta mempunyai waktu untuk diteliti. Tetapi sampel dapat berubah sewaktu-waktu di lapangan tergantung data sudah mencukupi atau tidak dibutuhkan oleh peneliti.

Selain memakai prosedur purposif, peneliti juga memakai snowball sampling sehingga besarnya perolehan sampel ditentukan oleh informasi yang diperoleh. Sugiyono (2014, hlm. 54) yang menyatakan bahwa:

Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada awalnya jumlahnya sedikit lama-lama menjadi besar. hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber data yang sedikit tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar.

Penentuan sampel dianggap telah memadai apabila telah sampai pada titik jenuh seperti yang dikemukakan. Sugiyono (2014, hlm. 57) menjelaskan bahwa “penambahan sampel itu dihentikan, manakala datanya sudah jenuh. Dari berbagai informan, baik yang lama maupun yang baru tidak memberikan data yang baru lagi”. Jadi yang menjadi kepedulian bagi peneliti kualitatif adalah tuntasnya perolehan informasi dengan keragaman variasi yang ada, bukan banyaknya sampel sumber data.

Sama halnya seperti Sugiyono, Nasution (2003, hlm. 32) menjelaskan bahwa: Untuk memperoleh informasi sampai dicapai taraf “redundancy” ketentuan atau kejenuhan artinya bahwa dengan menggunakan responden selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru yang dianggap berarti.

Oleh karena itu, dari uraian pendapat-pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pengumpulan data berdasarkan kebutuhan infromasi yang dihasilkan. Perolehan data yang diperoleh dari responden didasarkan pada tingkat kejenuhan data dan informasi yang diterima.


(25)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Metode penelitian bertujuan untuk menyusun proses, prinsip-prinsip dan prosedur yang digunakan dalam mengkaji masalah penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode studi kasus yang dipakai didasarkan pada pertimbangan situasi dan kondisi status subjek yang khas atau spesifikasi.

Menggunakan metode studi kasus karena dengan studi kasus peneliti dapat menyelidiki sebuah kasus atau fenomena dengan cermat dan mendapatkan informasi secara lengkap tehadap peristiwa atau fenomena yang sedang di teliti. Bungin (2012, hlm. 132) mendeskripsikan studi kasus sebagai “studi yang mendalam hanya pada satu kelompok orang atau peristiwa. Teknik ini hanyalah sebuah deskripsi terhadap individu. Sebuah studi kasus adalah sebuah puzzle yang harus dipecahkan” maksudnya ialah dalam metode studi kasus diharuskan memiliki informasi yang mendalam agar peneliti dapat memahami apa yang menjadi masalah terjadinya suatu kasus atau fenomena sosial.

Senada dengan penjelasan Bungin, Stake dalam Creswell (2010, hlm 20) menyatakan bahwa ;

Studi kasus merupakan strategi penelitian dimana di dalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktifitas, proses, atau sekelompok individu. Kasus kasus dibatasi oleh waktu dan aktifitas, dan peneliti mengumpulkan informasi secara lengkap dengan menggunakan berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan.

Persiapan yang dilakukan peneliti dalam melakukan metode studi kasus harus dimulai dengan menguasai keterampilan yang memadai. Dengan menggunakan metode studi kasus peneliti berharap dapat mengidentifikasi permasalahan fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada remaja putri di Cianjur.

Beberapa alasan yang dipilih peneliti dengan menggunakan metode kasus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Studi ini diharapkan mampu memberikan keleluasaan dalam menggunakan beragam teknik pengumpulan data di lapangan.


(26)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

b. Peneliti diharapkan dapat menggali serta mengkaji secara mendalam mengenai fenomena kupu-kupu pada sebagian remaja putri yang masih duduk di bangku SMP dan SMA sebagai bentuk penyimpangan sosial.

Sesuai dengan pemaparan sebelumnya, penggunaan metode studi kasus dipilih agar mendapatkan hasil yang mendalam serta spesifik mengenai permasalahan yang diteliti. Penulis diharapkan dapat memaparkan secara komprehensif dan mengungkapkan fakta-fakta mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu pada remaja putri di Cianjur.

Kesimpulannya peneliti memilih pendekatan kualitatif yaitu untuk mendapatkan data maupun fakta secara ketika melakukan penelitian di lapangan. Sedangkan metode studi kasus dipilih karena untuk mendapatkan data dan fakta di lapangan yang lebih mendalam, terperinci serta spesifik. Ruang lingkup metode studi kasus ini lebih sempit, namun hasil yang diperoleh akan lebih mendalam, karena dengan metode studi kasus akan diperoleh informasi secara lengkap berkenaan dengan masalah yang hendak diteliti dengan menggunakan langkah-langkah yang tepat.

Fenomena kupu-kupu abu-abu yang akan peneliti teliti merupakan sebuah kasus atau fenomena sosial yang cocok diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif karena permasalahan tersebut masih belum jelas, metode deskriptif kualitatif membantu peneliti membantu untuk melakukan penelitian mendalam, kemudian dengan disertai metode studi kasus akan makin menajamkan informasi-informasi yang diperoleh ketika di lapangan. Pada aktifitasnya peneliti akan terjun langsung ke lapangan demi mendapat data secara mendalam dengan mencari data pada objek-objek yang telah di tentukan sebelumnya. Objek penelitian tersebut adalah orang-orang yang terlibat langsung maupun tidak langsung dengan fenomena kupu-kupu abu-abu. Dengan hal ini diharapkan data yang terkumpul dapat menjadi jawaban dari penelitian yang sedang dilakukan.

3.4 Instrumen Penelitian

Untuk mengetahui FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI


(27)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

CIANJUR penelitian ini harus didukung oleh instrumen penelitian. Instrumen penelitian sangat diperlukan dalam penelitian ini untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Nasution dalam Sugiyono (2014, hlm. 60), menyatakan bahwa:

Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrument penelitian utama. Alasannya ialah bahwa segala sesuatu belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu.

Dapat disimpulkan pada umumnya penelitian kualitatif menggunakan manusia sebagai alat utama dalam pengumpulan data lapangan (key human instrument). Oleh sebab itu, dalam prakteknya peneliti akan menjadi alat utama dalam pengumpulan data penelitian, baik fenomena kupu-kupu abu-abu di kalangan remaja siswi Cianjur yang menjadi fokus utama penelitian ini, proses berjalannya prostitusi kupu abu-abu, aktifitas para remaja siswi sebagai pelaku kupu-kupu, penyebab hingga alasan remaja siswi menjadi pelaku kupu-kupu abu-abu. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa dalam penelitian kualitatif pada awalnya dimana permasalahan belum jelas dan pasti, maka yang menjadi instrument adalah peneliti sendiri. Tetapi setelah masalah yang akan dipelajari mulai jelas, maka dapat dikembangkan suatu instrumen.

3.5 Teknik Pengumpulan Data 3.5.1 Observasi

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan ikut merasakan suka-dukanya.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Creswel (2010, hlm. 267) “Observasi kualitatif merupakan observasi yang di dalamnya peneliti langsung turun ke lapangan untuk mengamati perilaku individu-individu di lokasi penelitian”.

Senada dengan Creswel, Nasution dalam Sugiono (2014, hlm 64) menyatakan bahwa :


(28)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Data itu dikumpulkan dan sering dengan bantuan berbagai alat yang sangat canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil (proton dan elektron) maupun yang sangat jauh (benda ruang angkasa) dapat diobservasi dengan jelas.

Begitupun dengan Marshall dalam Sugiono (2014, hlm 64) yang menyatakan “Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut”.

Observasi langsung yang dilakukan peneliti akan membuat pengamatan terhadap tujuan penelitian lebih matang. Peneliti juga akan lebih mudah dalam mengkaji makna dari kegiatan yang dilakukan oleh subjek penelitian. Keikutsertaan peneliti dalam penelitian bertujuan untuk memperkecil jarak antara peneliti dengan subjek penelitian atau yang diteliti.

Untuk teknik pengumpulan data dengan cara observasi peneliti akan melakukannya dengan pengamatan nyata atau langsung terhadap kupu-kupu abu-abu disaat mereka beraktifitas baik itu di kawasan lokalisasi atau ketika transaksi dengan para lelaki hidung belang sebagai pelanggannya. Dengan observasi yang dilakukan peneliti menyerahkan pada kedaan di lapangan agar data dapat “bicara” secara bebas dalam artian data tersebut murni di dapatkan apa adanya tanpa pemberian intervensi dari peneliti.

3.5.2 Wawancara

Wawancara merupakan suatu usaha yang dilakukan peneliti terhadap informan dalam rangka mendapatkan informasi tertentu melalui sebuah dialog. Seperti yang dipaparkan Creswel (2010, hlm. 267) menyatakan bahwa:

Dalam wawancara kualitatif, peneliti bisa langsung melakukan wawancara berhadap-hadapan, melalui telepon atau terlibat dalam focus Group interview (wawancara dalam kelompok tertentu) yang terdiri dari enam sampai delapan orang dalam satu kelompoknya.

Dalam teknik pengumpulan data dengan cara wawancara peneliti akan menentukan key person seperti pelaku kupu-kupu abu-abu itu sendiri dan pengguna jasa kupu-kupu abu-abu untuk dilakukan wawancara mendalam demi mendapatkan informasi yang sangat real atau nyata. Wawancara memungkinkan peneliti untuk mendapatkan pengetahuan mengenai makna subjektif individu


(29)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

terhadap fokus penelitian. Selain hal tersebut juga dapat memberikan ruang bagi peneliti untuk dapat mengeksplorasi topik penelitian yang tidak dapat dilakukan melalui teknik lain.

Wawancara ini akan dilakukan terhadap pihak-pihak terkait seperti remaja putri sebagai pelaku kupu-kupu abu-abu, laki-laki hidung belang sebagai pengguna jasa kupu-kupu abu-abu, germo sebagai orang yang menyediakan atau memfasilitasi pelaku kupu-kupu abu-abu untuk melakukan aktifitasnya, serta sekolah sebagai kontrol sosial terhadap siswa yang menjadi pelaku kupu-kupu abu-abu.

Akan tetapi ketika di lapangan teknik wawancara ini dilakukan dengan sangat hati-hati demi menjaga etika pembicaraan dengan informan. Pertanyaan tidak begitu saja di lontarkan secara utuh, tetapi pertanyaan ini di kemas seperti pernyataan yang akan memancing respon informan untuk berargumen hingga secara tidak sadar objek penelitian atau informan telah menjawab pertanyaan penelitian.

3.5.3 Analisis Dokumen

Dokumen yang akan dianalisis oleh peneliti selama melakukan penelitian di Cianjur ini berupa dokumen yang berbentuk tulisan resmi ataupun tidak resmi. Dokumen yang dimaksud sebagai berikut :

a. Profil subjek penelitian,

b. Catatan pribadi atau buku harian, dll.

Akan tetapi dalam analisis dokumen disini peneliti tidak diperkenankan untuk menggambil gambar pelaku dalam bentuk foto karena dirasa akan mencemarkan nama baik pelaku. Kemudian hal ini merupakan persetujuan yang telah disepakati peneliti dengan objek penelitian. Bentuk penelitian baik adalah penelitian yang menghasilkan data memuaskan tanpa membuat salah satu pihak merasa di rugikan.

3.6 Teknis Analisis Data

Teknis analisis data ini digunakan guna untuk mengemukakan permasalahan yang ada pada suatu gejala atau fenomena sosial secara tuntas dan mendalam. Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2008, hlm. 246)


(30)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

3.6.1 Data Reduction (Reduksi Data)

Reduksi data adalah proses analisis yang dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan hasil penelitian dengan menfokuskan pada hal-hal yang dianggap penting oleh peneliti, dengan kata lain reduksi data bertujuan untuk memperoleh pemahaman-pemahaman terhadap data yang telah terkumpul dari hasil catatan lapangan dengan cara merangkum mengklasifikasikan sesuai masalah dan aspek-aspek permasalahan yang diteliti. Atau dengan kata lain data yang telah di dapat tidak disajikan secara utuh melainkan data terlebih dahulu melalui proses peleburan untuk memudahkan pembaca dalam memahami isi tulisan.

3.6.2 Data Display (Penyajian Data)

Penyajian data (data display) adalah sekumpulan informasi tersusun yang akan memberikan gambaran penelitian secara menyeluruh dengan kata lain menyajikan data secara terperinci dan menyeluruh dengan mencari pola hubungannya.

Penyajian data yang disusun secara singkat, jelas dan terperinci namun menyeluruh akan memudahkan dalam memahami gambaran-gambaran terhadap aspek-aspek yang diteliti baik secara keseluruhan maupun bagian demi bagian. Penyajian data selanjutnya disajikan dalam bentuk uraian atau laporan sesuai dengan data hasil penelitian yang diperoleh.

3.6.3 Conclusion Drawing Verification (Penarikan Kesimpulan)

Conclusion drawing verification merupakan upaya untuk mencari arti, makna, penjelasan yang dilakukan terhadap data-data yang telah dianalisis dengan mencari hal-hal penting. Kesimpulan ini disusun dalam bentuk pernyataan singkat dan mudah dengan mengacu kepada tujuan penelitian.


(31)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Demikian prosedur yang dilakukan peneliti dalam pelaksanaan penelitian ini. Dengan melakukan tahapan-tahapan ini diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat memperoleh data yang memenuhi kriteria suatau penelitian yaitu derajat kepercayaan, maksudnya data yang diperoleh dapat dipercaya dan dipertanggung jawabkan kebenarannya.

3.6.4 Kesimpulan/Verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. Sugiyono (2010, hlm. 252) menjelaskan “kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan”. Tujuan dari kesimpulan dan verifikasi adalah untuk mendapatkan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum bahkan tidak jelas sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotetis atau teori.

Langkah yang ketiga ini peneliti lakukan di lapangan dengan maksud untuk mencari makna dari data yang dikumpulkan, agar mencapai suatu kesimpulan yang baik, kesimpulan tersebut senantiasa diverifikasi selama penelitian berlangsung. Langkah ini dimaksudkan agar hasil penelitian mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan remaja menjadi jelas dan dapat dirumuskan kesimpulan akhir yang akurat.

3.7 Uji Keabsahan Data

Untuk menguji keabsahan data dalam penelitian penyimpangan sosial terhadap remaja putri pelaku kupu-kupu abu-abu, digunakan prosedur-prosedur pemeriksaan data yang termasuk kedalam uji credibility. Sugiyono (2010, hlm. 270) menyatakan “uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, analisis kasus negatif,


(32)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

menggunakan bahan referensi, dan member check”. Berikut adalah penjelasan tentang proses-proses yang dilakukan untuk menguji kredibilitas data dalam penelitian ini.

3.7.1 Perpanjangan Pengamatan

Proses ini ditujukan untuk memperdalam pemahaman terhadap fokus penelitian agar dapat menyampaikan secara detail mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu bersamaan dengan orang-orang yang terlibat didalamnya seperti remaja putri sebagai pelaku kupu-kupu abu-abu dan laki-laki hidung belang sebagai pengguna jasa kupu-kupu abu-abu yang menjadi subjek penelitian. Upaya yang dilakukan peneliti untuk memperpanjang waktu pengamatan ini bertujuan untuk memperoleh data dari informan yang merupakan data sebenarnya dengan cara meningkatkan intensitas pertemuan. Adapun lamanya perpanjangan penelitian ini didasarkan kepada kebutuhan peneliti untuk melakukan cek ulang terhadap data yang telah didapat. Hal ini seperti yang dikatakan Sugiyono (2009, hlm. 123) bahwa “perpanjangan penelitian bisa diakhiri bila data yang dilakukan cek ulang sudah benar yang berati kredibel.” Maka dari itu penelitian dilakukan tanpa batasan waktu tertentu demi mempertajam data-data di lapangan.

3.7.2 Triangulasi Data

Triangulasi dilakukan dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari berbagai sumber data. Sugiyono (2010, hlm. 273) menjelaskan “triangulasi dalam pengujian kredibilitas adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu”. Terdapat tiga jenis triangulasi data yaitu triangulasi waktu, triangulasi sumber informasi dan triangulasi teknik pengumpulan data. Berikut adalah gambar yang menampilkan skema dari traingulasi yang dilakukan dalam penelitian ini.

Gambar 3.1 Triangulasi Sumber Informasi


(33)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sumber: Sugiyono (2010, hlm. 273)

Gambar 3.1 menunjukkan proses triangulasi data yang didasarkan pada sumber data, yaitu uji keabsahan data dengan cara membandingkan data yang didapat dari informasi satu informan dengan data dari informasi yang diberikan oleh informan lain.

Proses triangulasi data yang didasarkan pada teknik pengambilan data, dilakukan dengan cara membandingkan data hasil wawancara, observasi dan dokumentasi.

Langkah dalam melakukan triangulasi data adalah sebagai berikut:

1) Triangulasi sumber dilakukan dengan pihak yang berkompeten yaitu para informan yang dibutuhkan dan sesuai dengan penelitian, yaitu empat orang siswi kupu-kupu abu, dua orang laki-laki pengguna jasa kupu-kupu abu-abu, masyarakat di sekitar lokalisasi, satu mucikari atau germo, dan sekolah tempat kupu-kupu abu-abu tersebut menimba ilmu. Hal ini perlu dilakukan agar keseluruhan proses penelitian dapat berlangsung dengan tepat sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian dan menghindari terjadinya bias dalam interpretasi data.

2) Data mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan di kalangan remaja siswi di Cianjur dikumpulkan, selanjutnya data mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu pada kalangan remaja di Cianjur ini diperiksa kembali ketepatan dan kelengkapannya. Ketepatan dan kelengkapan data penelitian dapat diperiksa dengan cara sebagai berikut:

Remaja Putri (Kupu-kupu Abu-abu)

Masyarakat


(34)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

a) Membaca dan menelaah kembali sumber data penelitian sehingga diperoleh pemahaman makna.

b) Membaca dan mengkaji dengan teliti berbagai sumber hasil penelitian terdahulu mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu atau yang bersangkutan mengenai prostitusi atau tindak pelacuran sebagai bahan informasi.

c) Melakukan pengamatan secara terus-menerus, tekun, ajeg, berkesinambungan, cermat dan terperinci terhadap berbagai fenomena yang berhubungan dengan fenomena kupu-kupu abu-abu pada kalangan remaja di Cianjur yaitu mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu tersebut, sebab serta akibat yang ditimbulkan ketika fenomena kupu-kupu abu-abu tersebut mulai menjamur pada sebagian remaja siswi di Cianjur.

Observasi mengenai fenomena kupu-kupu abu-abu sebagai bentuk penyimpangan sosial pada kalangan remaja di dilakukan melalui pengamatan langsung oleh peneliti terhadap peran dan aktivitas yang dilakukan kupu-kupu abu-abu tersebut.

Peneliti akan berpartisipasi dalam kegiatan siswi remaja kupu-kupu abu-abu, dan peneliti juga mengikuti jalannya aktivitas mereka ketika menjajakan diri, selain daripada itu, peneliti mengikuti pula aktivitas mereka di lokalisasi dengan lingkungannya, hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pemahaman makna daripada fenomena kupu-kupu abu-abu.

Proses triangulasi dilakukan karena dalam penelitian ini bukan tidak mungkin peneliti akan mendapatkan hasil yang masih rancu. Untuk meminimalisir hal tersebut maka peneliti melakukan triangulasi sumber data, agar informasi yang diperoleh tidak hanya berasal dari satu sumber, hal ini untuk mengantisipasi adanya indikasi informasi palsu dari partisipan yang peneliti wawancara. Dan untuk lebih memvalidkan suatu data yang sudah diambil dari lapangan, peneliti mengumpulkan dan mengkaji hasil penelitian yang didapat dari observasi, wawancara dan studi dokumentasi tidak termasuk foto didalamnya demi menjaga nama baik informan. Tujuan akhirnya adalah mendapatkan data-data akurat yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.


(35)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Bahan referensi digunakan sebagai pendukung untuk membuktikan hasil penelitian lapangan. Berbagai data pendukung dapat diperoleh oleh peneliti seperti rekaman sebagai pendukung data wawancara dan gambar sebagai pendukung data kondisi lingkungan. Data tersebut penting dalam suatu proses penelitian seperti yang disampaikan Sugiyono (2009, hlm. 129) “dalam laporan penelitian, sebaiknya data-data yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi lebih dapat dipercaya.

Untuk penelitian fenomena kupu-kupu abu-abu peneliti tidak dapat memberikan dokumentasi dalam bentuk gambar atau foto demi menjaga nama baik informan, selebihnya sudah ada persetujuan yang telah disepakati peneliti dengan informan.


(36)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu BAB V

SIMPULAN, IMPILAKSI & REKOMENDASI

5.1 Simpulan Umum

Kupu-kupu abu-abu merupakan sebuah fenomena dimana beberapa remaja siswi yang memiliki tindak perilaku menyimpang, perilaku menyimpang yang dilakukan kupu-kupu abu-abu adalah melakukan hubungan seks diluar nikah atas dasar kesenangan semata. Dalam kegiatan yang dilakukan kupu-kupu abu-abu ini sekilas nampak sama seperti WTS (wanita tuna susila) di lokalisasi yang bisa melakukan hubungan seks secara bebas dengan siapa saja akan tetapi kupu-kupu abu-abu disini melakukan hubungan seks secara bebas bukan berdasarkan materi atau uang namun lebih ke pemuasan diri pribadi akan kebutuhan seksualnya yang harus dipenuhi.

Para remaja siswi kupu-kupu abu-abu enggan disamakan dengan pelacur karena menurut pengakuannya dalam berhubungan seks secara bebas mereka tetap memiliki syarat pada para laki-laki yang ingin mengencaninya dan salah satu syarat yang harus dipenuhi laki-laki itu ialah harus memiliki wajah yang tampan dan berpenampilan menarik jadi ketika syarat itu tidak dipenuhi laki-laki yang ingin mengencaninya maka gadis kupu-kupu abu-abu ini menolak untuk berkencan. Mereka para kupu-kupu abu-abu tidak menjajakan diri seperti WTS pada umumnya dan tidak memiliki tempat tertentu untuk melakukan hubungan seks, dan tempat dalam melakukan hubungan seks biasanya disediakan oleh laki-laki yang sedang mengencaninya tempat itu biasanya di motel-motel, kost-kostan, dan rumah laki-laki itu sendiri.

Karena para pelaku kupu-kupu abu-abu ini tidak memiki tempat layaknya WTS di lokalisasi yang sudah memiliki rumah-rumah bordil dalam menjajakan dirinnya dan mempermudah para laki-laki hidung belang yang ingin mencarinya sebagai pemberi jasa pemuas nafsu seks laki-laki hidung belang tersebut. Maka untuk kupu-kupu abu-abu sendiri tidak bisa ditemukan semudah itu karena mereka tidak menjajakan diri dan tidak mendeklarasikan bahwa dirinya adalah


(37)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

wanita yang bisa „dipakai‟ oleh semua orang seperti pelaku prostitusi di lokalisasi pada umumnya oleh karena itu keberadaan kupu-kupu abu-abu sendiri sulit untuk diketahui baik bagi masyarakat luas atau bahkan untuk laki-laki hidung belang sendiri sebagai laki-laki yang ingin mengencaninya namun bukan berarti tidak bisa diketahui sama sekali akan keberadaan kupu-kupu abu-abu ini karena keberadaannya dapat diketahui oleh laki-laki hidung belang yang sudah melakukan kencan bersama kupu-kupu abu-abu tersebut atau dengan kata lain karena keberadaan kupu-kupu abu-abu ini sangatlah terselubung maka untuk bisa mendapatkannya hanya bisa dengan cara mencari laki-laki hidung belang yang pernah mengencaninya dan memintanya untuk menghubungkannya dengan kupu-kupu abu karena apabila tidak menggunakan cara seperti itu kupu-kupu-kupu-kupu abu-abu sangat sulit untuk ditemukan.

Kupu-kupu abu-abu adalah gadis remaja yang masih berstatus sebagai pelajar dan pada umumnya para gadis kupu-kupu abu-abu ini adalah remaja yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas maka mereka dalam menjalankan aktivitasnya sebagai kupu-kupu abu-abu ini dilakukan setelah kegiatan belajar di sekolah selesai yang biasanya dimulai pada pukul 15.00 sore hingga pukul 20.00 malam. Waktu kencan yang disediakan bisa dibilang singkat hal ini karena para gadis kupu-kupu abu-abu ingin mengantisipasi kecurigaan dari orangtuanya kerena tindak perilaku menyimpang yang dilakukan sangat dirahasiakan dari kedua orangtuanya. Namun jika di sekolah sedang bebas dari kegiatan belajar maka tak jarang gadis kupu-kupu abu-abu membolos demi mengikuti ajakan laki-laki yang ingin mengencaninya.

Istilah kupu-kupu abu-abu ini dibuat oleh para laki-laki hidung belang yang mulai jenuh dengan pelayanan WTS di lokalisasi yang dirasa sudah biasa dan terlalu menguras kocek dompet karena minimal untuk mendapatkan jasa seorang WTS dengan paras cukup menarik para laki-laki hidung belang minimal harus mengeluarkan uang diatas Rp. 300.000 (tiga ratus ribu rupiah) sedangkan keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kupu-kupu abu-abu karena untuk mendapatkan mereka laki-laki yang ingin mengencaninya tidak akan mengeluarkan uang sebesar itu tapi lebih ke uang untuk mentraktir makan yang


(38)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

tidak lebih dari Rp.100.000 (seratus ribu) karena pada dasarnya untuk bisa mendapatkan jasa kupu-kupu abu-abu ini diperlukan bibir manis yang mampu memberikan bujuk rayu untuk meluluhkan hati gadis tersebut dan mengikuti ajakan sang laki-laki hidung belang. Gadis kupu-kupu abu-abu disini tidak sama seperti pelaku pelacuran pada umumnya yang melakukan hal tersebut untuk sebuah komersialisasi seks namun kupu-kupu abu-abu lebih kepada gadis remaja yang sakit karena memiliki kebiasaan berhubungan seks berlebihan atau sering disebut dengan istilah hypersexual yang membuatnya terjerumus dalam dunia pergaulan bebas dalam bentuk melakukan hubungan seks diluar nikah.

Bebagai macam faktor yang melatarbelakangi seorang pelajar memilih untuk menjadi kupu-kupu abu-abu, dimulai mulai dari tidak terpenuhinya kebutuhan akan kasih sayang kepada seorang anak di dalam keluarga karena broken home sehingga mencari pelarian kepada hal lain, memiliki sikap hidup hedon yang tidak disokong dengan keadaan ekonomi yang memadai sehingga mencari jalan pintas, dan seks bebas dikalangan pelajar yang membuat ada perasaan “terlanjur” terjerumus dalam dunia tersebut.

Namun faktor yang paling menonjol pada fenomena kupu-kupu abu-abu ini adalah adanya penyakit seksual yang menjangkit gadis tersebut karena dengan penyakit hypersexsual-nya para gadis kupu-kupu abu-abu ini dalam melakukan hubungan seksualnya tidak merasa bersalah bahkan lebih ke menikmati tindakan yang dilakukan. Hubungan seks bebas ini diawali ketika gadis kupu-kupu abu-abu memiliki kekasih dan diwaktu berpacaran gadis remaja ini sering melakukan hubungan seks diluar nikah dengan alasan cinta dan kasih kepada kekasihnya hingga mereka menganggap hubungan seks adalah suatu tindakan wajar dilakukan kaum muda-mudi dalam hubungan pacaran dan lebih lanjut kebiasaan itu semakin sering dilakukan hingga pelaku ketagihan serta menjadikan hubungan seks diluar nikah merupakan sebuah kebutuan yang harus dipenuhi oleh sebab itu para gadis kupu-kupu abu-abu tidak pernah menuntut bayaran kepada laki-laki yang sudah mengencaninya.

Tindak perilaku seks bebas yang dilakukan para pelaku kupu-kupu abu-abu ini bukan berarti tidak menimbulkan dampak negatif melainkan jauh dari itu


(39)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

dampak-dampak dari perilaku seks bebas ini sangatlah berbahaya mulai dari menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit seperti syphilis dan gonorrohoe (kencing nanah). Rasa sakit yang dirasa para gadis kupu-kupu abu-abu tersebut tentunya mengganggu dan cukup menyulitkan dalam menjalani aktifitas sehari-hari ketika terserang penyakit. Bukan berarti para gadis kupu-kupu abu-abu ini tidak menyadari akan adanya dampak yang akan ditimbulkan namun sebuah kenikmatan dalam hubungan seks membutakan mereka dari dampak-dampak yang diakibatkan hubungan seks bebas tersebut

Lebih lanjut tidak hanya dampak penyakit yang didapatkan gadis kupu-kupu abu-abu namun dampak atau sanksi sosialpun didapatkannya. Sanksi sosial ini berupa pengucilan yang didapat gadis kupu-kupu abu-abu atas perilakunya dari teman-teman sepergaulannya yang telah mengetahui kebiasaan buruknya tersebut karena pelaku sering terlihat bergonta-ganti pasangan ketika berkencan, kemudian dianggap sebagai wanita gampangan, kehidupan bermasyarakatnya terganggu karena tetangga yang sering memberikan gosip-gosip kurang baik mengenai dirinya, dan juga kehidupan dalam dunia pendidikannya-pun sering terganggu hal itu tidak lain karena penyakit kelamin yang menyulitkannya untuk beraktifitas di sekolah ataupun karena laki-laki yang mengajaknya kencan di waktu sekolah sehingga mengakibatkannya membolos dan hal-hal tersebut berimbas pada prestasi belajar gadis kupu-kupu abu-abu menurun.

Sekolah sebagai salah satu lembaga yang wajib memberikan upaya penanggulangan mengenai fenomena kupu-kupu abu karena kupu-kupu abu-abu adalah remaja yang masih aktif di sekolah dan berstatus pelajar. Kemudian untuk upaya yang ditawarkan sekolah ialah dengan cara memperketat peraturan atau tata tertib di sekolah, mendekatkan jarak antara peserta didik, guru, maupun karyawan-karyawan sekolah berserta segala pihak yang terkait di sekolah untuk menghindari rasa terkekang bagi peserta didik dengan pemberian tata tertib yang begitu ketat. Penanggulangan masalah fenomena kupu-kupu abu-abu dilihat dari aspek sosilogi yaitu dengan cara pemberian mata pelajaran sosiologi dengan menarik dan yang menyangkut permasalah-permasalahan yang ada dalam suatu masyarakat karena mata pelajaran sosiologi dapat menjelaskan sebab dan akibat


(1)

106

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

g. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu atau memepermudah dalam memperkaya dan menambah referensi pada proses penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian mengenai pelacuran.

5.4 Rekomendasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian, maka penulis memberikan saran terhadap beberapa pihak. Adapun rekomendasi dari penulis yaitu:

a. Bagi Mahasiswa

Sebaiknya mahasiswa memahami permasalahan mengenai kenakalan remaja secara mendalam karena hal ini merupakan bagian kajian sosiologi dan permasalahan yang terjadi di masyarakat yang harus ditangani sebab memberikan dampak yang kurang baik. Disamping itu, sebagai calon pendidik hendaknya dapat memberikan penjelasan dan pemahaman terhadap peserta didik mengenai masalah kenakalan remaja agar siswa tidak melakukan tindak kenakalan, serta diharapkan mampu memberikan pengawasan bagi siswa di sekolah.

b. Bagi Kupu-kupu Abu-abu

Dari hasil penelitian ini diharapkan kupu-kupu abu-abu lebih memiliki kesadaran akan tindakan menyimpang yang sudah dilakukannya serta mengetahui efek jangka panjang ketika tetap meruskan perilaku menyimpang tersebut. Maka dari itu yang peneliti harapkan adalah perubahan sikap yang lebih baik dari remaja siswi pelaku kupu-kupu abu-abu karena bagaimanapun mereka adalah generasi muda yang dimasa depan akan menjadi pemimpin.

c. Bagi Remaja

Diharapkan remaja lebih bisa memilah dan memilih segala sesuatunya yang akan dilakukan agar tidak terjerumus kedalam perilaku menyimpang, baik


(2)

107

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

itu dalam pertemanan, pergaulan, dan lain sebagainya. Kemudian pergunakanlah waktu sebaik-baiknya dengan kegiatan positif serta tidak lupa mrmperkuat ibadah kepada Tuhan sesuai dengan agama yang dianutnya masing-masing

d. Bagi Masyarakat

Masyarakat diharapkan melakukan perannya dengan baik seperti menjadi kontrol sosial di lingkungan sekitar untuk menghindari tindak perilaku menyimpang yang dilakukan remaja-remaja karena dengan itu ruang untuk melakukan suatu tindak penyimpangan yang dimiliki remaja akan semakin sempit dan sulit dilakukan hingga secara langsung perilaku menyimpang tersebut bisa hilang.

e. Bagi Orang Tua

Orang tua disini diharapkan bisa lebih terbuka terhadap anak-anaknya karena dengan demikian anak tidak ragu untuk mencurahkan keluh kesahnya terhadap orang tua serta melibatkan orang tua dalam penyelesaian masalah yang dimiliki remaja. Kemudian orang tua hendaknya mampu memberikan contoh yang baik agar bisa dijadikan sosok ideal atau cerminan bagi remaja. Kemudian orang tua disini diharapkan untuk menghilangkan tindak kekerasan terhadap anak karena jika demikian hanya akan membuat anak semakin liar dan menantang maka dari itu mulailah dengan ketegasan disertai kasih kasang didalamnya.

f. Bagi Sekolah

Selain dengan serba-serbi tata-tertib yang diterapkan sekolah untuk meminimalisir suatu tindak perilaku menyimpang yang dilakukan peserta didik pihak sekolah disini juga harus memberikan perhatian lebih layaknya orang tua yang memberikan kasih sayang kepada anaknya karena dengan demikian ikatan antara perserta didik dengan pihak-pihak sekolah dapat terjalin dengan harmonis. Karena keharmonisan dapat membawa suatu generasi kearah yang lebih baik. g. Bagi Penelitian Selanjutnya


(3)

108

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Bagi peneliti selanjutnya handaknya penelitian ini dapat menjadi bahan reverensi untuk melakukan penilitian lebih lanjut mengenai kupu-kupu abu-abu dengan penelitian yang lebih mendalam demi memperluas kajian ilmu Sosiologi dalam materi penyimpangan sosial dan juga, mencari lokasi penelitian baru untuk mengetahui apakan bentuk penyimpangan ini berkembang atau tidak dan juga diharap dapat mengajak peneliti selanjutnya untuk ikut membantu mencari solusi terkait fenomena kupu-kupu abu-abu.


(4)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

1. Buku

Ahmadi, Abu. (2007). Sosiologi Pendidikan. Jakarta: RINEKA CIPTA.

Anwar, dan Adang. (2010). Kiminologi. Jakata: PT. Refika Aditana. Bungin, B. (2012). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Creswell, John W. (2010). Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Horton Paul, Hunt C.L. (1984). SOCIOLOGY, Six Edition. Jakarta: Erlangga. Hull, T. dkk. (1997). Prostitusi di Indonesia. Jakarta: PT Penebar Swadaya. Ikbar, Yanuar. (2012). Metode Penelitian Sosial Kualitatif. Bandung: Refika

Aditama.

Kartono, Kartini. (2009). Patologi Sosial Jilid 1. Depok: Raja Grafindo Persada. Komala, dan Ardianto (2009). ILMU KOMUNIKASI (Prespektif, Proses dan Konteks). Bandung: Widya Padjadjaran

Laning, V. (2008). Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya. Klaten: Milik Negara.

Malihah, Elly Setiadi dan Usman Kolip. (2011). Pengantar Sosiologi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Moleong, J.X. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaj Rosdakarya.

Muin, Ind

ianto. (2006). Sosiologi SMA/MA Jilid 1 Untuk Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Mulyana, Deddy. (2009). ILMU KOMUNIKASI Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


(5)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Santrock, J. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Simandjuntak, B. (1981). Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Bandung:

TARSITO.

Soekanto, Soerjono. (1982). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2014). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Truong, T.D. (1992). Seks Uang dan Kekerasan, Parawisata dan Pelacuran di Asia Tenggara. Jakarta: LP3ES.

Willis, S. (2012). Remaja dan Masalahnya. Bandung: Alfabeta. 2. Skripsi

A.R, Henderina. (2012). WANITA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (Studi tentang Patron-Client Germo dengan PSK Di Desa Osango Kecamatan Mamasa Kabupaten Mamasa). (Skripsi), Universitas Hasanuddin. Makasar.

Anganthi, A. (2007). REMAJA YANG MELAKUKAN HUBUNGAN SEKSUAL TEENAGERS’ SEXUALITY: THE DIFFERENCE BETWEEN NON AND PRACTITIONERS OF PREMARITAL SEXUAL INTERCOURSE. (SKRIPSI). Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

SALISA, A. (2010). PERILAKU SEKS PRANIKAH DI KALANGAN REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Perilaku Seks Pranikah Di Kalangan Remaja Kota Surakarta). (SKRIPSI). UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA, Surakarta.

3. Jurnal

Candhra, A. (2012). FENOMENA GREY CHICKEN Studi Tentang Pemaknaan Seks Komersial Di Kalangan Siswi SMA Di Surabaya, Jurnal 1 (1). Universitas Airlangga

Jamal, C. (2013). POLITIK PROSTITUSI KOTA SURABAYA (Studi Deskriptif: Eksistensi Dolly), Jurnal 2 (1). Universitas Airlangga


(6)

Andika Prabowo, 2015

FENOMENA “KUPU-KUPU ABU-ABU” SEBAGAI BENTUK PENYIMPANGAN SOSIAL PADA KALANGAN REMAJA DI CIANJUR

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Sari, C. (2004). JURNAL HARGA DIRI PADA REMAJA PUTRI YANG TELAH MELAKUKAN HUBUNGAN SEKS PRANIKAH, Jurnal: Universitas Gunadarma, Depok. Hlm. 12.

4. Internet

Abdul Aziez Muslim. Penyimpangan Sosial : Pelacuran. [Online]. Tersedia : https://azezpanda.wordpress.com/2012/04/11/penyimpangan-sosial-pelacuran/ [Diakses pada 31 Agustus 2014]

Dodi Permana. Peran dan fungsi orang tua dalam keluarga terhadap anak. [Online]. Tersedia :

http://dodypp.blogspot.com/2010/09/peran-dan-fungsi-orang-tua-dalam.html [Diakses pada 31 Agustus 2014]

Eko Wardoyo. Pekerja Seks Komersial (PSK). [Online]. Tersedia :

http://dewasastra.wordpress.com/2012/03/12/pekerja-seks-komersial-psk/ [Diakses pada 31 Agustus 2014]

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Orang Tua. [Online]. Tersedia : http://kbbi.web.id/orang [Diakses pada 31 Agustus 2014]

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). PSK. [Online]. Tersedia : http://kbbi.web.id/psk [Diakses pada 5 Maret 2015]

Universitas 17 Agustus 1945 Banyuwangi. TINJAUAN HISTORIS LOKALISASI PAKEM DAN DAMPAKNYA TERHADAP MASYARAKAT SEKITAR (Suatu Studi Penelitian Di Lokalisasi Pakem Kelurahan Kertosari Kecamatan Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi Tahun 1970-2010. [Online]. Tersedia :

http://wwwhistoryclub.blogspot.com/2011/02/pkm-p.html [Diakses pada 31 Agustus 2014]

Wikipedia. Orang Tua. [Online]. Tersedia :