Nilai Ambang Batas Kebisingan Pengukuran Kebisingan Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising .1 Anamnesis dan gejala klinis

11 saat kecepatan perambatan gelombang yang berjalan masih cukup tinggi dan struktur anatomi koklea menyebabkan pergeseran cairan pada daerah 4 kHz. 1,25

2.6 Nilai Ambang Batas Kebisingan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER. 13MENX2011 pasal 1 ayat 8 membahas tentang nilai ambang batas faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja, yang dimaksud dengan nilai ambang batas adalah standar rata-rata waktu kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan adalah tidak melebihi 8 jam perhari atau 40 jam perminggu. Pada pasal 5 ditetapkan nilai ambang batas kebisingan sebesar 85 dB. 11 Tabel 3. Nilai ambang batas kebisingan berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja nomor PER. 13MENX2011. 11 Waktu pemaparan per hari Intensitas kebisingan dalam dBA 8 Jam 85 4 88 2 91 1 94 30 Menit 97 15 100 7,5 103 3,75 106 1,88 109 0,94 112 28,12 Detik 115 14,06 118 7,03 121 3,52 124 1,76 127 0,88 130 0,44 133 0,22 136 0,11 139

2.7 Pengukuran Kebisingan

12 Pengukuran kebisingan dapat dilakukan menggunakan alat Sound Level Meter yaitu alat digital yang dapat menunjukkan secara langsung hasil kebisingan di tempat kerja. Alat ini dapat mengukur intensitas kebisingan antara 30-130 dB dan frekuensi 20 - 20.000 Hz yang terdiri dari mikropon, alat penunjuk elektronik, amplifier dan terdapat tiga skala pengukuran yaitu skala A untuk memperlihatkan kepekaan yang terbesar telinga pada frekuensi rendah dan tinggi, skala B untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi dengan intensitas sedang, skala C untuk memperlihatkan kepekaan telinga terhadap bunyi dengan intensitas tinggi. 26 Gambar 2. Sound Level Meter 26 2.8 Diagnosis Gangguan Pendengaran Akibat Bising 2.8.1 Anamnesis dan gejala klinis Dari anamnesis didapatkan informasi mengenai riwayat pajanan bising dalam waktu tertentu. Selain itu ditanyakan juga adanya riwayat penyakit pada telinga sebelumnya dan riwayat konsumsi obat ototoksik seperti streptomisin yang juga menjadi faktor predisposisi terjadinya gangguan pendengaran. 1,3,9 Gejala yang dapat muncul adalah tinnitus dengan suara berdenging pada telinga yang timbul segera setelah pajanan dan dapat menjadi permanen pada pajanan yang berlangsung terus menerus. Tinitus akibat pajanan bising biasanya bernada tinggi. 2,9,18 Vertigo dapat juga timbul setelah mengalami pajanan yang 13 sangat kuat. Penderita mengalami kesulitan memahami pembicaraan terutama dalam suasana bising. 2,6,15,20

2.8.2 Pemeriksaan fisik dan audiometri

Pada pemeriksaan otoskopi penderita dengan gangguan pendengaran akibat bising tidak ditemukan adanya kelainan patologis. Pada pemeriksaan garpu tala didapatkan tes rinne positif pada kedua telinga, tes weber lateralisasi ke telinga yang sehat dan tes schwabach memendek, kesan tuli sensorineural. 1,2,9 Pada pemeriksaan audiometri, tahap awal audiogram menunjukkan gambaran yang khas berupa penurunan fungsi pendengaran pada frekuensi 3 kHz, 4 kHz dan 6 KHz, sedangkan pada frekuensi lain masih normal. 1,3,20 Pada audiogram didapatkan suatu takik yang dikenal dengan takik akustik. Pada keadaan lanjut, bila paparan bising terus menerus berlangsung, kerusakan koklea makin meluas mengenai sel rambut dan saraf yang berperan untuk mengantarkan impuls bunyi dengan frekuensi lebih rendah atau frekuensi komunikasi sehingga penderita mulai merasa adanya kendala dalam mendengar atau berkomunikasi. 1-3 III. KERANGKA KONSEP Intensitas bising di tempat pelatihan bengkel Pemeriksaan audiometri skrining Derajat nilai ambang dengar Penggunaan alat pelindung telinga Siswa SMK - Jenis kelamin - Umur 14

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan potong lintang untuk mengetahui tingkat kebisingan selama melakukan pelatihan bengkel dan hasil pemeriksaan audiometri siswa di 4 SMK jurusan otomotif yang ada di provinsi Bali.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 4 SMK jurusan otomotif yang ada di provinsi Bali yaitu SMK PGRI 6 Denpasar, SMK Saraswati 1 Tabanan, SMK Negeri 1 Kuta Selatan, dan SMK Negeri 2 Manggis Karangasem pada bulan April dan Mei 2013.

4.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah siswa SMK PGRI 6 Denpasar, SMK Saraswati 1 Tabanan, SMK Negeri 1 Kuta Selatan dan SMK Negeri 2 Manggis Karangasem.

4.4 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah siswa SMK PGRI 6 Denpasar, SMK Saraswati 1 Tabanan, SMK Negeri 1 Kuta Selatan, dan SMK Negeri 2 Manggis Karangasem yang telah menjalani masa pendidikan selama 1 tahun 9 bulan atau kelas 2 dengan besar sampel sebanyak 120 orang. Sampel penelitian dipilih secara stratified random sampling.

4.4.1 Kriteria inklusi

Siswa SMK yang berusia 15-19 tahun dan berlatih rutin minimal 1 kali dalam satu minggu. 4.4.2 Kriteria eksklusi Kriteria eksklusi dari sampel adalah adanya riwayat konsumsi obat ototoksik, riwayat ketulian dalam keluarga, riwayat otore, perforasi membran timpani, dan riwayat kurang pendengaran sebelum menjadi siswa SMK jurusan otomotif.