Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung

(1)

A. Latar Belakang

Penyakit malaria ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia bagian barat yang belum terbebas dari penyakit malaria adalah Propinsi Lampung. Hampir semua kabupaten yang ada di Propinsi Lampung merupakan daerah endemis malaria. Annual Parasite Incidence(API) Malaria di Kabupaten Pesawaran tahun 2007-2011 menunjukkan angka fluktuatif. API Malaria tahun 2007 adalah 1,87 per 1000 penduduk dan terus menunjukkan peningkatan tahun 2008 menjadi (2,15‰), tahun 2009 menjadi (2,97‰), tahun 2010 menurun menjadi (1,65‰),dan tahun 2011 meningkat menjadi (4,76 ‰) (Dinkes Pesawaran, 2011).

Kabupaten Pesawaran memiliki daerah reseptif endemis malaria, khususnya di sepanjang pantai di Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pedada. Total penderita malaria di Puskesmas Hanura sekitar 68.0%, 16.9% berada di

Puskesmas Pedada dan selebihnya 15.1 % berada di Puskesmas Padang Cermin. Tingginya kasus malaria di kedua wilayah tersebut karena faktor mobilitas penduduk yang tinggi dan kondisi alam yang memungkinkan banyaknya tempat


(2)

perindukan nyamuk seperti hutan, lagun, dan tambak terlantar (Dinkes Pesawaran, 2010).

Ernawati dkk (2011) melaporkan bahwa kasus malaria pada delapan desa endemis malaria yaitu desa Pulau Pahawang, Pagar jaya, Sukamaju, Bawang, Kota Jawa, Sukarame, Sukajaya Punduh, dan Kampung Baru di daerah Punduh Pedada, Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung pada tahun 2010 adalah 52,2% dari 414 jumlah sampel dengan jenis plasmodium seluruhnyaPlasmodium vivax, hal tersebut menunjukkan bahwa Kejadian Luar Biasa (KLB) di Punduh Pedada sangat besar dan perlu penanggulangan yang tepat. Kasus bayi positif

Plasmodium ditemukan pada tiga desa yaitu Sukamaju, Bawang, dan Kampung Baru yang berarti tingkat transmisi di daerah tersebut tinggi. Tingkat transmisi tinggi, menunjukkan adanya jentik nyamuk pada lingkungan Tempat Perindukan Vektor (TPV) di daerah tersebut.

Menurut hasil survai staf P2M Puskesmas Pedada pada bulan Mei 2011, lahan tambak terlantar yang berpotensi sebagai TPV malaria yang berada di daerah Punduh Pedada mencapai 281 ha. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Oktober–Desember 2011 diperoleh bahwa desa Sukamaju memiliki banyak spesies nyamuk yang bervariasi yang ditemukan daripada desa Kampung Baru dan Sukarame. Spesies nyamuk yang ditemukan antara lain : Anopheles sundaicus, An. acconitus, An. palmatus, An. sinensis, An. nigerimus, dan An. maculatus.


(3)

Sushanti (1999) menyatakan bahwa selama proses perkembangan hidup nyamuk sebagai vektor penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kondisi

geografis, cuaca, suhu, kelembaban, waktu dan tempat, serta kondisi lingkungan. Faktor biotik dan abiotik saling berinteraksi satu sama lain yang merupakan bagian dari ekosistem.

Daerah Punduh Pedada, khususnya desa Sukamaju memiliki kondisi tambak terlantar yang berpotensi sebagai tempat perindukan vektor. Puskesmas Pedada pada bulan Desember 2011 melaporkan bahwa kasus malaria di desa Sukamaju adalah 16,3% tertinggi kedua setelah desa Pulau Pahawang (34,9%), dan desa lainnya di bawah 10%. Upaya penanggulangan malaria dapat dilakukan dengan mengamati aspek ekologi tempat perindukan nyamuk untuk mengetahui kondisi lingkungan terhadap kehidupan larva vektor malaria. Oleh karena itu, penelitian tentang studi ekologi perindukan vektor malaria sangat penting guna memperoleh informasi dalam penentuan strategi pemberantasan penyakit malaria.

B. Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan larva pada tempat perindukan vektor tambak terlantar.

C. Manfaat Penelitian


(4)

kondisi ekologis yang sangat berperan pada TPV tambak terlantar serta memberikan informasi dalam upaya penanggulangan nyamuk vektor malaria dengan memperhatikan tempat yang berpotensi sebagai tempat perindukan vektor malaria.

D. Kerangka Pemikiran

Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit protozoagenus

Plasmodium bentuk aseksual yang masuk ke dalam tubuh manusia. Plasmodium ini ditularkan oleh nyamukAnophelesbetina. Kepadatan populasi nyamuk

Anophelessp. dipengaruhi oleh adanya tempat perindukan. Kasus malaria di Kabupaten Pesawaran empat tahun terakhir cenderung fluktuatif dengan nilai AMI(Annual Malaria Incidence)per 1000 penduduk pada tahun 2008 (15,00‰), tahun 2009 (12,51‰) , tahun 2010 ( 8,76‰ ), dan tahun 2011 (14,77‰)(Dinkes Pesawaran, 2011). Berdasarkan laporan Puskesmas Pedada (2011), nilai AMI kasus malaria klinis Kecamatan Punduh Pedada adalah 28,8‰tertinggi kedua setelah Kecamatan Hanura. Untuk prevalensi penyakit malaria di Punduh Pedada memang cukup tinggi, sehingga daerah ini dapat dinyatakan sebagai daerah endemik malaria.

Secara geografis Punduh Pedada merupakan daerah yang dekat dengan pantai. Dari 21 desa di Punduh Pedada, 11 diantaranya merupakan desa pantai yang salah satunya adalah Desa Sukamaju. Di Desa Sukamaju ini banyak diusahakan untuk budidaya tambak udang. Banyak tambak yang ditinggalkan oleh pemiliknya


(5)

karena serangan penyakit terhadap udang. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus. Adanya kolam tambak yang tidak terawat menjadi pendukung tempat perkembangan dan perindukan vektor malaria. Desa Sukamaju dipilih sebagai lokasi penelitian dengan luas tambak terlantar 11,7 Ha.

Faktor lingkungan fisik, kimia, dan biologi mempengaruhi kehidupan larva nyamuk. Kondisi lingkungan yang mendukung kehidupan larva dapat

meningkatkan penyebaran penyakit yang disebabkan oleh vektor. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan dan datanya digunakan sebagai dasar dalam upaya penanggulangan malaria.

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Terdapat hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan larva pada tempat perindukan vektor tambak terlantar.


(6)

A. Faktor Ekologi Larva Vektor Malaria

Nyamuk berkembang biak dengan baik bila lingkungannya sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan. Faktor abiotik antara lain curah hujan, suhu,

kelembaban, angin, cahaya, keseimbangan energi, sedangkan faktor biotik antara lain tumbuhan dan hewan, interaksi antara jasad, pemangsa, pemakan bangkai, simbiosis, parasitisme, dan manusia (Ewusie, 1980).

Hasil Penelitian Pebrianto (2008), menunjukkan bahwa kondisi ekologi

perindukan vektor malaria di pantai puri gading Kelurahan Sukamaju Kecamatan Teluk Betung Barat Bandar Lampung mendukung kehidupan larva vektor

malaria. Hasil analisisnya menunjukkan bahwa pada Bakau, Rawa, dan Empang terdapat hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan larva nyamuk

Anopheles sp.

Faktor-faktor yang dapat mengatur keseimbangan populasi nyamuk di alam, yaitu:


(7)

1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yang sangat berpengaruh pada perkembangbiakan jentik nyamuk malaria dan nyamuk malaria, antara lain :

a.

Suhu

Nyamuk adalah binatang berdarah dingin sehingga proses metabolisme dan siklus kehidupannya tergantung pada suhu lingkungan. Nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah tetapi proses metabolismenya menurun bahkan terhenti bila suhu turun sampai suhu kritis. Pada suhu yang lebih tinggi dari 35 ºC, juga mengalami perubahan. Suhu optimum untuk pertumbuhan nyamuk 25º–27ºC. Toleransi suhu tergantung pada spesies nyamuknya, spesies nyamuk tidak tahan pada suhu 5º–6ºC

(Depkes RI, 2001).

Kecepatan perkembangan nyamuk tergantung dari kecepatan metabolisme yang sebagian diatur oleh suhu seperti lamanya masa pra dewasa, kecepatan pencernaan darah yang dihisap, pematangan dari indung telur, frekuensi mengambil makanan atau mengigit berbeda-beda menurut suhu. Suhu juga mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar antara 20 dan 30ºC. Makin tinggi suhu (sampai batas tertentu) makin pendek masa inkubasi ekstrinsik (siklus sporogoni dalam tubuh nyamuk) dan sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik (Harijanto, 2000).


(8)

Suhu air sangat mempengaruhi perkembangbiakan larva ditempat hidupnya. Secara umum, nyamukAnopheleslebih menyukai temperatur yang tinggi jika dibandingkan dengan jenis Culicinae. Itulah sebabnya jenisAnopheleslebih banyak dijumpai di daerah tropis (Takken dan Knols, 2008).

b.

Kelembaban nisbi udara

Kelembaban nisbi udara adalah banyaknya kandungan uap air dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen (%). Kelembaban yang rendah memperpendek umur nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60% merupakan batas paling rendah untuk

memungkinkan hidupnya nyamuk. Kelembaban juga berpengaruh terhadap kemampuan terbang nyamuk. Pada waktu terbang, nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak sehingga trachea terbuka. Dengan demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk mempertahankan cadangan air dalam tubuh dari penguapan, maka jarak terbang nyamuk terbatas.

Kelembaban udara menjadi faktor yang mengatur cara hidup nyamuk, beradaptasi pada keadaan kelembaban yang tinggi dan pada suatu ekosistem kepulauan atau ekosistem hutan. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif dan lebih sering menggigit, sehingga meningkatkan penularan malaria (Depkes RI, 2001).


(9)

c.

Hujan

Hujan menyebabkan naiknya kelembaban nisbi udara dan menambah jumlah tempat perkembangbiakan (breeding places) dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada jenis dan derasnya hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembang biaknya nyamuk Anopheles (Harijanto, 2000). Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), curah hujan yang cukup tinggi dengan jangka waktu yang lama akan memperbesar kesempatan nyamuk untuk berkembang biak secara optimal.

d. Ketinggian Lokasi

Setiap ketinggian naik 100 meter maka selisih suhu udara dengan tempat semula ½ ºC. Bila perbedaan tempat cukup tinggi, maka perbedaan suhu udara juga cukup banyak dan mempengaruhi faktor-faktor yang lain, termasuk penyebaran nyamuk, siklus pertumbuhan parasit di dalam nyamuk dan musim penularan. S ecara umum malaria berkurang pada ketinggian yang semakin bertambah pada ketinggian di atas 2000 m jarang ada transmisi malaria (Harijanto, 2000).

e. Angin

Angin secara langsung berpengaruh pada penerbangan nyamuk dan ikut menentukan jumlah kontak antara nyamuk dan manusia. Kecepatan angin 11


(10)

–14 m/detik atau 25–31 mil/jam akan menghambat penerbangan nyamuk (Harijanto, 2000).

Angin mempengaruhi jarak terbang nyamuk. Jarak terbang nyamuk dapat diperpendek atau diperpanjang tergantung dari arah angin. Anophelesbetina dewasa tidak ditemukan lebih dari 2-3 km dari lokasi tempat perindukan vektor (TPV) dan mempunyai sedikit kemampuan untuk terbang jauh, namun angin kencang dapat membawaAnophelesterbang sejauh 30 km atau lebih

( Hoedojo, 1998).

f. Sinar matahari

Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. An. sundaicuslebih suka tempat yang teduh.An. hyrcanusdanAn.

punctulatuslebih menyukai tempat yang terbuka.An. barbirostrisdapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang (Harijanto, 2000).

g. Arus air

An. barbirostrismenyukai perindukan yang airnya statis/ mengalir lambat, sedangkanAn. minimusmenyukai aliran air yang deras danAn. letifer menyukai air tergenang (Depkes RI, 1993).

h. Kedalaman air

Larva nyamuk ditemukan sebagian besar di tempat yang kumpulan airnya dangkal. Hal ini diperkirakan bahwa erat kaitannya dengan beberapa cara


(11)

makan atau frekuensi pernafasan dari larva tersebut (Takken dan Knols, 2008).

2. Lingkungan Kimia

Lingkungan kimia yang paling mendukung terhadap kelanjutan perkembang-biakan vektor malaria adalah pH, salinitas, oksigen terlarut (DO), dan

kebutuhan oksigen biologi (BOD). pH mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan organisma yang berkembang biak di akuatik. pH air tergantung kepada suhu air, oksigen terlarut, dan adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadium organisme (Takken dan Knols 2008).

a. Derajat Keasaman (pH air)

Besarnya pH dalam suatu perairan adalah besarnya konsentrasi ion hidrogen yang terdapat di dalam perairan tersebut. Secara alamiah pH diperairan dipengaruhi ole konsentrasi CO2dan senyawa-senyawa yang bersifat asam. Kadar CO2dalam suatu perairan dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi. Fitoplankton dan tanam air akan mengambil CO2untuk kegiatan fotosintesis. Oleh sebab itu, nilai pH perairan pada pagi hari menjadi rendah, meningkat pada siang hari, dan maksimum pada sore hari ( Mulyanto,1992). Sebagian besar biota akuatik sangat sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7 - 8,5. Nilai pH sangat berpengaruh terhadap proses biokimiawi suatu perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi, 2003).


(12)

b. Salinitas

salinitas air sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya malaria disuatu daerah. Adanya danau, genangan air, persawahan, kolam ataupun parit disuatu daerah yang merupakan tempat perindukan nyamuk, sehingga meningkatkan

kemungkinan timbulnya penularan penyakit malaria (Prabowo,2004). Salinitas merupakan ukuran yang dinyatakan dengan jumlah garam–garam yang larut dalam suatu volume air. Tinggi rendahnya salinitas ditentukan oleh banyaknya garam-garam yang larut dalam air. Berdasarkan kemampuannya untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas, organisme perairan dapat digolongkan menjadi dua, yaitustenohalinedaneuryhaline. Stenohaline adalah organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap salinitas sempit, sedangkan euryhalineadalah organisme perairan yang mempunyai kisaran kemampuan untuk

menyesuaikan diri terhadap salinitas yang lebar (Odum, 1998).

3. Lingkungan Biologi a. Predator nyamuk

Adanya berbagai jenis ikan pemangsa larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan mengurangi populasi nyamuk di suatu daerah. Begitu pula adanya hewan piaraan seperti sapi, kerbau dan babi dapat mempengaruhi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, bila ternak tersebut kandangnya tidak jauh dari rumah (Harijanto,2000).


(13)

Hasil penelitian Setyaningrum (1998), menunjukkan keberadaan ikan pada tempat perindukan mempengaruhi larva nyamuk, makin banyak ikan maka kepadatan larva semakin kecil.

Telah banyak diketahui bahwa ada beberapa jenis hewan yang menjadi musuh alami nyamuk, baik terhadap nyamuk dewasa maupun masih larva. Musuh-musuh alami tersebut bersama faktor-faktor lainnya berperan penting dalam mengatur keseimbangan untuk mencegah ledakan populasi nyamuk. Musuh alami atau predator nyamuk dewasa antara lain : Serangga, laba-laba, burung, kelelawar, sedangkan sebagai predator larva antara lain: coelenterata,

serangga air, dan ikan (Depkes RI, 2001).

Hasil Penelitian Wati (2008), menunjukkan bahwa jenis- jenis hewan akuatik yang ditemukan pada tempat perindukan nyamukAnopheles sp. di desa Way Muli adalah ikan kepala timah (Panchax phancax), ikan cere (Gambusia affinis), ikan mujair (Tilapia mossambica),udang air tawar (Palaemonetes sp), kecebong(Rana sp.),anggang-anggang(Gerris sp.),dan nimfa capung (Anac junius).

a. Pengaruh tumbuhan

Berbagai jenis tumbuh-tumbuhan dapat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk karena dapat menghalangi sinar matahari yang masuk atau melindungi dari serangan mahluk hidup lain. Beberapa jenis tanaman air


(14)

merupakan indikator bagi jenis nyamuk tertentu. Tanaman air seperti lumut perut ayam (Heteromorpha, sp) dan lumut sutera (Enteromorpha, sp) yang terdapat di Lagun kemungkinan menunjukkan adanya larvaAnopheles sundaicus(Peter dan Gilles, 2002).

Adanya tumbuh-tumbuhan sangat mempengaruhi kehidupan larva nyamuk antara lain sebagai tempat meletakkan telur, tempat berlindung, tempat mencari makan, berlindung bagi larva serta tempat hinggap nyamuk dewasa pada waktu istirahat selama menunggu siklus gonotropik, yaitu pergerakan nyamuk dimulai dari tempat istirahat, mencari makan, kemudian menuju tempat berkembang biak dan kembali lagi ke tempat istirahat (Depkes RI, 2001).

B. Tempat Perindukan Larva Vektor Malaria

Keberadaan nyamuk malaria di suatu daerah sangat tergantung pada lingkungan, keadaan wilayah seperti perkebunan, keberadaan pantai, curah hujan, kecepatan angin, suhu, sinar matahari, ketinggian tempat dan bentuk perairan yang ada. NyamukAnopheles aconitusdijumpai di daerah-daerah persawahan, tempat perkembangbiakan nyamuk ini terutama di sawah yang bertingkat-tingkat dan di saluran irigasi. An. sundaicusdijumpai di daerah pantai, tempat perindukannnya adalah di air payau dengan salinitas antara 0-25 per mil, seperti rawa-rawa berair payau, tambak-tambak ikan tidak terurus yang banyak ditumbuhi lumut, lagun, muara-muara sungai yang banyak ditumbuhi


(15)

tanaman air dan genangan air di bawah hutan bakau yang kena sinar matahari dan berlumut (Hiswani, 2004).

Menurut Taken dan Knols (2008), tempat perindukan vektor dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe permanen seperti rawa-rawa, sawah non teknis dengan aliran air gunung, mata air, dan kolam. Sedangkan tipe temporer seperti muara sungai tertutup pasir di pantai, genangan air payau di pantai, genangan air di dasar sungai waktu musim kemarau, dan genangan air hujan / sawah tadah hujan.

Hasil dari aktivitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungan-cekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi. Berbagai kegiatan manusia dalam pembangunan seperti kegiatan tambak yang terlantar, pembangunan bendungan, penambangan timah, dan pembukaan lahan untuk pertanian dan peternakan menyebabkan perubahan lingkungan yang menyebabkan timbulnya tempat perindukan nyamuk buatan manusia (man made breeding places)( Depkes RI, 2007).

Tabel dibawah ini menyajikan data tempat perindukan larva vektor malaria. Tabel 1. Tempat perindukan larvaAnopheles(Safar, 2010)

NO Vektor Tempat Perindukan Larva

1 An.sundaicus Muara sungai yang mendangkal pada musim kemarau,tambak ikan yang kurang terpelihara, parit


(16)

di sepanjang pantai bekas galian yang terisi air payau, tempat penggaraman (Bali) di air tawar (Kalimantan Timur dan Sumatra)

2 An.aconitus Pesawahan dengan saluran irigasi, tepi sungai pada musim kemarau, kolam ikan dengan tanaman rumput di tepinya

3 An.subpictus Kumpulan air yang permanen/sementara, celah tanah bekas kaki binatang, tambak ikan dan bekas galian di pantai (pantai utara pulau Jawa)

4 An.barbirostris Sawah dan saluran irigasi, kolam, rawa, mata air, sumur dan lain-lain

5 An.balabacensis Bekas roda yang tergenang air, bekas jejak kaki binatang pada tanah berlumpur yang berair, tepi sungai pada musim kemarau, kolam atau kali yang berbatu di hutan atau daerah pedalaman

6 An.letifer Air tergenang (tahan hidup di tempat asam terutama dataran pinggir pantai)

7 An.nigerimus Sawah, kolam dan rawa yang ada tanaman air 8 An.sinensis Sawah, kolam dan rawa yang ada tanaman air 9 An.maculatus Mata air dan sungai dengan air jernih yang mengalir

lambat di daerah pegunungan, daerah perkebunan teh (di Jawa)


(17)

1. Tambak Terlantar Berpotensi Sebagai tempat Perindukan

Keberadaan tambak-tambak tidak berproduksi di Punduh Pedada berpotensi menjadi tempat perindukan vektor malaria. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus, sehingga semakin banyak nyamuk yang berkembang biak di daerah tersebut. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten pesawaran, Harun Trijoko, mengemukakan kepada Antara News Lampung pada selasa 24 Agustus 2010.

Rata-rata di daerah pesisir yaitu Kecamatan Padang Cermin dan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung semakin banyak tambak yang ditinggalkan oleh pemiliknya karena serangan penyakit terhadap udang yang dibudidayakan oleh mereka. Tambak yang tidak digunakan lagi secara otomatis tidak akan terurus, sehingga semakin banyak nyamuk yang

berkembangbiak di daerah tersebut. Aktivitas sebagian warga pun tidak terlepas dari kawasan tambak tersebut sehingga faktor terjangkitnya malaria sangat tinggi. Kawasan hutan bakau juga merupakan sarang atau habitat dari nyamuk tersebut, namun semakin banyak hutan mangrove yang dihancurkan maka nyamuk-nyamuk tersebut pindah di sekitar rumah warga.

C. Penyakit Malaria 1. Definisi Malaria

Penyakit malaria merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Plasmodium (Kelas Sporozoa) yang menyerang sel darah merah. Proses terjadinya penularan malaria di suatu daerah meliputi tiga faktor utama, yaitu:


(18)

(1) Adanya penderita baik dengan adanya gejala klinis ataupun tanpa gejala klinis, (2) Adanya nyamuk atau vektor, (3) Adanya manusia yang sehat

( Depkes RI, 1995).

Malaria adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia. Hampir 50% penduduk berisiko terinfeksi penyakit malaria. Insiden malaria pada ibu hamil berkisar 7-24% tergantung pada tingkat endemisitas. Risiko Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) pada ibu dengan malariameningkat 2 kali dibandingkan dengan ibu hamil tanpa malaria. Penyakit malaria mengenai semua usai mulai dari bayi, balita, anak-anak, usia remaja bahkan usia produktif (Depkes RI, 2011).

2. Penyebaran Malaria di Propinsi Lampung

Penyakit malaria ditemukan hampir di seluruh daerah di Indonesia. Salah satu daerah di Indonesia bagian barat yang belum terbebas dari penyakit malaria

adalah Propinsi Lampung. Berdasarkan Annual Malaria Insidens per 1000 penduduk, situasi penyakit malaria baik di kota maupun kabupaten di Propinsi Lampung cukup tinggi. Jumlah penderita malaria klinis yang paling banyak

ditemukan adalah di Tanggamus sebesar (14,95 ‰), Lampung Utara (12,51

‰), Bandar Lampung dan Way Kanan (11,58 ‰), Lampung Selatan (9,89 ‰), Lampung Barat (9,31 ‰), Tulang Bawang (3,37 ‰), Lampung Timur (0,77

‰), Lampung Tengah (0,71 ‰), dan yang terendah adalah Kota Metro dengan


(19)

Penyakit malaria tersebar luas di berbagai daerah, dengan derajat infeksi yang bervariasi. Di beberapa daerah yang telah belasan tahun tidak ada kasus malaria, tiba-tiba menjadi endemis kembali. Hal ini berkaitan dengan terjadinya perubahan lingkungan yang memudahkan perkembangan nyamuk vektor malaria. Malaria mudah menyebar pada sejumlah penduduk, terutama yang bertempat tinggal di daerah persawahan, perkebunan, kehutanan maupun pantai (Anies, 2005).

3. Jenis Malaria

Malaria dapat menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya, hewan melata, dan hewan pengerat yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus Plasmodium. Penyakit malaria pada manusia ada empat jenis dan masing-masing disebabkan spesies parasit yang berbeda. Jenis malaria itu adalah: (1) Malaria tertiana (paling ringan), yang disebabkan olehPlasmodium vivax, (2) Demam rimba (jungle fever), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria tropika, disebabkan olehP. falciparum, (3) Malaria kuartana yang disebabkanP. malariae, (4) Malaria yang mirip malaria tertiana, malaria ini paling jarang ditemukan, dan disebabkan olehP. ovale.Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati, beberapa hari sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan sel darah merah sehingga menyebabkan demam (Prasetyo, 2006).


(20)

D. Biologi Nyamuk Vektor

Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur-larva-pupa-dewasa. Stadium telur, larva,dan pupa hidup di dalam air, sedangkan stadium dewasa hidup beterbangan. Nyamuk betina dewasa biasanya menghisap darah manusia dan binatang sedangkan nyamuk jantan menghisap cairan

tumbuhan dan buah-buahan. Jumlah telur yang dikeluarkan oleh nyamuk betina dewasa pada umumnya berlainan sesuai dengan spesiesnya (Brown, 1979).

1. Morfologi NyamukAnopheles sp

Morfologi Anophelini berbeda dengan culicini. Stadium telur Anophelini yang diletakkan diletakkan satu per satu diatas permukaan air berbentuk seperti perahu yang bagian bawahnya konveks dan bagian atasnya konkaf,serta mempunyai sepasang poelampung yang terletak dibagian lateral. Stadium larva Anophelini di tempat perindukan tampak mengapung sejajar dengan permukaan air,mempunyai bagian badan yang khas yaitu spirakel pada bagian

posterior abdomen,”tergal plate” pada bagian tengah setelah dorsal abdomen dan batu palma pada bagian lateral abdomen. Stadium pupa mempunyai tabung pernapasan yang disebutrespiratory trumpetberbentuk lebar dan pendek yang berguna untuk mengambil O2dari udara. Pada stadium dewasa, nyamuk jantan dan betina mempunyai palpi yang hampir sama dengan panjang probosisnya, hanya pada nyamuk jantan palpi pada bagian apikal berbentuk gada yang disebutclub formsedangkan pada nyamuk betina ruas itu mengecil. Sayap pada bagian pinggir yaitu kosta dan vena 1, ditumbuhi


(21)

sisik-sisik yang berkelompok hingga membentuk belang-belang hitam putih. Bagian posterior abdomen agak sedikit lancip (Safar R, 2010).

2. Klasifikasi NyamukAnopheles sp

Klasifikasi nyamukAnopheles spmenurut Borror dkk (1992) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Diptera

Famili : Culicidae

Genus : Anopheles

Spesies :Anopheles sp.

3.Siklus Hidup NyamukAnopheles sp

Nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna (Holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan daur hidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini memerlukan dua habitat yang berbeda, yaitu lingkungan air (aquatic) dan di daratan (terrestrial). Lama siklus hidup

dipengaruhi kondisi lingkungan, misalnya suhu dan zat kimia/biologis di tempat hidup (Hoooedojo, 1998).


(22)

Telur diletakkan satu persatu di permukaan air. Setelah 2-4 hari telur menetas menjadi larva yang selalu hidup di dalam air. Pertumbuhan instar I sampai IV berlangsung dan bervariasi tergantung pada spesies, makanan, dan temperatur. Larva tumbuh menjadi pupa yang tidak makan, tetapi masih membutuhkan oksigen yang diambil melalui sepasang spirakel pada ujung posterior tubuh (Borror dkk,1992).

4. Habitat

Anopheles spmempunyai habitat pada tempat-tempat air yang tidak mengalir, air yang tenang atau sedikit mengalir seperti sawah, di air payau, di tempat yang terlindung matahari dan ada juga yang mendapat sinar matahari langsung (Anonim, 2009).

5. Perilaku NyamukAnopheles sp

NyamukAnopheles spmenggigit manusia untuk mendapatkan makan. Sebagian besar nyamukAnophelesbersifat krepuskular atau nokturnal, maka kegiatan menggigit nyamuk selalu aktif pada tengah malam, dimulai pukul 18.00-06.00 dan mencapai puncaknya pada tengah malam yaitu pukul 24.00-01.00

(Depkes,2007).

Beberapa nyamukAnophelesberprilaku menggigit di dalam rumah (endophagic) sementara yang lain menggigit di luar rumah (exophagic).Setelah menggigit, beberapa nyamukAnopheleslebih memilih untuk beristirahat di dalam rumah


(23)

(endophylic) sementara yang lain lebih suka untuk beristirahat di luar rumah (exophylic) (CDC, 2008).

Perilaku nyamuk sangat menentukan dalam proses penularan malaria. Beberapa perilaku nyamuk yang penting menurut Rumbiak (2006) adalah: a) Tempat hinggap atau beristirahat

- Eksofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka hinggap atau istirahat di luar rumah.

- Endofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka hinggap atau istirahat di dalam rumah.

b) Tempat menggigit

- Eksofagik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit di luar rumah.

- Endofagik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit di dalam rumah.

c) Obyek yang digigit

- Antrofofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit manusia. - Zoofilik adalah jenis nyamuk yang lebih suka menggigit hewan.


(24)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel sebagai studi pendahuluan dilakukan di Desa Sukarame, Kampung baru, dan Sukamaju pada bulan Oktober–Desember 2011. Penelitian lanjutan telah dilaksanakan pada bulan April–Mei 2012 di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran.

a. Deskripsi Lokasi Penelitian

Kondisi Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran yang sebagian besar merupakan daerah perbukitan, pantai dan rawa menyebabkan sulitnya penataan lingkungan fisik daerah tersebut. Sarana transportasi juga sangat buruk, karena sebagian jalan aspal rusak, dan masih ada sebagian jalan tanah yang sulit dilewati ketika hujan. Lokasi penelitian yang dipilih adalah desa Sukamaju yang berada di sekitar pantai, jumlah luas perindukan 11,7 Ha berupa tambak terlantar yang berpotensi sebagai tempat perindukan vektor malaria. Lokasi ini bila ditempuh dengan jalan darat dari kota Bandar Lampung ± 3 jam dengan jarak ± 85 Km. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


(25)

b. Peta Lokasi Penelitian

Keterangan :

1. Penyandingan 12. Kota Jawa 2. Sukajaya 13. Banding Agung 3. Maja 14. Rusabana 4. Tajur 15. Sukajaya P 5. Umbul Limus 16. Baturaja 6. Pekon Ampai 17. Bangun Rejo 7. Kunyaian 18. Bawang 8. Kekatang 19. Sukamaju 9. Kampung Baru 20. Pager Jaya 10. P. Pahawang 21. P. Legundi 11. Sukarame

Gambar 1. Lokasi Penelitian Desa Sukamaju B. Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan menggunakan metode survai dengan tujuan untuk menentukan tempat perindukan nyamuk vektor malaria sebagai stasiun pengamatan yang berupa tambak terlantar pada ekosistem pantai di daerah endemis malaria, yaitu Desa Sukamaju di Kecamatan Punduh Pedada. TPV yang diamati terdiri dari tiga Tambak terlantar, diantaranya Tambak terlantar 1 dengan luas area ± 234 m2

Kecamatan Punduh Pedada

Ds. Sukamaju


(26)

(Gambar 2.a), Tambak terlantar 2 dengan luas area ± 360 m2(Gambar 2.b), dan Tambak terlantar 3 dengan luas area ± 510 m2(Gambar 2.c) .

Gambar 2.a. Tempat Gambar 2.b. Tempat Gambar 2.c. Tempat Perindukan Vektor Perindukan Vektor Perindukan Vektor Tambak Terlantar 1 Tambak Terlantar 2 Tambak Terlantar 3 Pengamatan langsung pada obyek penelitian dengan cara mengukur dan mengamati beberapa faktor ekologi di tempat perindukan vektor malaria. Faktor ekologi yang diukur dan diamati adalah faktor fisik dan kimia (suhu air, salinitas air, pH air, kadar oksigen terlarut ( DO), dan kedalaman air), kemudian faktor biologi yang diamati yaitu jenis tumbuhan air, berbagai jenis hewan air yang terdapat disekitar tempat perindukan, dan kepadatan larva.

C. Cara Kerja

1. Penentuan tempat perindukan vektor


(27)

pendahuluan. Survai ini dilakukan untuk mengetahui tempat perindukan vektor yang ditandai dengan adanya jentik nyamuk dan lokasi ini yang nantinya akan dijadikan sebagai tempat pengambilan sampel.

2. Pengamatan faktor-faktor ekologi

Melakukan pengamatan langsung terhadap faktor-faktor ekologi pada tempat perindukan nyamuk yang berupa faktor fisik, kimia, dan biologi.

2.1 Pengukuran faktor fisik dan kimia

Pengukuran faktor fisik dan kimia diamati pada tiga tempat perindukan vektor yang terdiri dari tiga tambak terlantar. TPV masing–masing tambak dibagi menjadi 6 stasiun pengamatan sehingga total stasiun pengamatan berjumlah 18 di tiga tempat perindukan, karena adanya perbedaan luas dari masing - masing tambak maka luas tiap stasiun berbeda. Pada tambak 1, luas tiap stasiun pengambilan sampel adalah

6,5 x 6 m, tambak 2 yaitu 8 x 7,5 m, dan tambak 3 yaitu 10 x 8,5 m. Pada tiap stasiun pengamatan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali.

Pengukuran faktor fisik dan kimia meliputi : a. Suhu air

Pengukuran suhu air dengan menggunakan termometer air raksa , yaitu dengan cara mencelupkan bagian ujung yang terdapat bintik merah ke dalam air, ditunggu 5-10 menit hingga angka menunjukkan angka konstan (Mulyanto,1992).


(28)

b. Derajat keasaman (pH air)

Pengukuran pH air dengan menngunakan pH stick. Bagian ujung kertas pH stick dimasukkan ke dalam air,ditunggu 3-5 menit kemudian

dicocokkan warna yang dihasilkan dengan warna pH standard. Warna yang sama menunjukkan pH air tersebut.

c. Salinitas air

Pengukuran salinitas air dengan menggunakan refraktometer, yaitu dengan cara mengambil 1 tetes air sampel dan diteteskan pada kaca refraktometer setelah itu ditutup. Skala dibaca lewat lubang pengintai dan alat diarahkan ke sumber cahaya matahari (Mulyanto,1992).

d. Kadar oksigen terlarut (DO)

Pengukuran kadar oksigen dilakukan dengan menggunakan DO meter, yaitu dengan cara memasukkan probe ke dalam air sampel lalu digerak-gerakkan, nilai skala dapat dilihat pada pencatat DO meter sampai angka menunjukkan konstan.

e. Kedalaman air

Pengukuran kedalaman air dengan cara memasukkan kayu ke dalam air sampai dasar, kemudian ditandai sampai batas kedalamannya dan diukur berapa kedalamannya menggunakan meteran.

2.2 Pengamatan faktor biologi

Faktor-faktor biologi yang diamati, antara lain : a. Jenis-jenis tumbuhan air


(29)

Mengambil sampel setiap tumbuhan air yang hidup di sekitar tempat perindukan dan difoto menggunakan kamera digital, kemudian

memasukkannya ke dalam kantung plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung.

b. Jenis-jenis ikan dan hewan air yang hidup di daerah perindukan nyamuk

Mengambil sampel ikan dan hewan air yang hidup di tempat perindukan, kemudian difoto dan sampel dimasukkan ke dalam plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung. c. Kepadatan larva nyamuk

Larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan penciduk gayung yang berukuran 250 ml, kemudian dituangkan di kantung plastik untuk dihitung kepadatannya. Setiap titik sampel pada masing–masing tambak diambil 5 kali ulangan.

Larva nyamuk yang diperoleh dari tiap titik dihitung dengan menggunakan rumus yang dipergunakan Depkes RI (1999) :

Kepadatan larva=Jumlah larva yang didapat (ekor/250 ml) Jumlah cidukan

D. Analisis Data

Data yang berupa faktor ekologi (fisik, kimia, dan biologi) akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan gambar untuk menggambarkan kondisi ekologis tempat perindukan larva nyamuk di Punduh Pedada. Untuk mengetahui


(30)

hubungan antara faktor abiotik terhadap kepadatan larva dianalisis dengan korelasi Pearson program SPSS for Windows version 17.0.

E. Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Pengamatan faktor–faktor ekologi

Pengamatan faktor biotik Pengamatan faktor abiotik

Analisis Data

Survai pendahuluan dan penentuan tempat perindukan vektor malaria di Daerah Punduh Pedada

Jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di tempat perindukan Pengukuran Suhu, PH,salinitas,

DO, dan kedalaman air

Sampling kepadatan larva nyamuk Laboratorium

Data faktor ekologi disajikan dalam bentuk tabel dan gambar

Data faktor abiotik dengan kepadatan larva dianalisis dengan

menggunakan korelasi pearson


(31)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada Tambak terlantar 1 terdapat hubungan antara suhu dan kedalaman air dengan kepadatan larvaAnopheles, pada Tambak 2 terdapat hubungan antara DO dengan kepadatan larva, dan pada Tambak 3 terdapat hubungan antara kedalaman air dengan kepadatan larva.

2. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada Tambak terlantar 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml kemudian jenis tumbuhan yang ditemukan di sekitar tempat perindukan yaitu bakau (Rhizophorasp),ganggang, dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

B. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang studi ekologi perindukan vektor malaria dalam kurun waktu yang lama dengan perbandingan dua musim dan pada beberapa tempat perindukan vektor yang bervariasi, tidak berfokus pada tambak terlantar saja, akan tetapi pada sawah terbengkalai, genangan air, selokan, lagun, kobangan,dll.


(32)

(33)

1. Judul Skripsi : Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung

2. Nama Mahasiswa / NPM : Linda Septiani / 0817021009 3. Komisi Pembimbing Skripsi

Pembimbing I : Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed Pembimbing II : Kholis Ernawati, S.Si., M.Kes

Pembahas : Drs. Suratman Umar, M.Sc 4. Jurusan / Prog. Studi : Biologi / S1 Biologi

5. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 6. Bidang Keilmuan(a) : Parasitologi

7. Abstrak Skripsi(b)

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu parasit (agent), manusia (hospes),nyamuk Anopheles (vektor),dan lingkungan (environment). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamukAnophelessp. Banyaknya tambak terlantar pada pantai di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran diduga merupakan tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan pada tempat perindukan vektor (tambak terlantar).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012 dengan metode survai. Pengamatan berupa beberapa faktor ekologi (fisik, kimia, dan biologi) di tempat perindukan nyamuk serta pengambilan larva nyamuk untuk dihitung kepadatannya dan diidentifikasi. Data hubungan kepadatan larva dan faktor abiotik dianalisis menggunakan korelasi pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor abiotik seperti suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kedalaman air memiliki korelasi terhadap kepadatan larva Anopheles sp. pada taraf nyata 5%. Kondisi ekologi perindukan nyamuk mendukung kehidupan larva dengan suhu tertinggi 31,330C,

salinitas 2,78 ‰, pH berkisar 5-6, DO berkisar 5- 6,23 mg/L, dan kedalaman air tertinggi 57,83 cm. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada tambak 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml. Pengamatan faktor biologi ditemukan jenis tumbuhan air berupa ganggang dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

Kata Kunci(c):Ekologi, Perindukan,Vektor, Malaria, Punduh Pedada

(a)bidang keilmuan diisi sesuai dengan konsentrasi bidang ilmu skripsi

(b)abstrak diisi sesuai dengan yang tercantum diskripsi. Minimal 500 kata.


(34)

(1)

29

Mengambil sampel setiap tumbuhan air yang hidup di sekitar tempat perindukan dan difoto menggunakan kamera digital, kemudian

memasukkannya ke dalam kantung plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung.

b. Jenis-jenis ikan dan hewan air yang hidup di daerah perindukan

nyamuk

Mengambil sampel ikan dan hewan air yang hidup di tempat perindukan, kemudian difoto dan sampel dimasukkan ke dalam plastik untuk diamati dan diidentifikasi di Laboratorium Zoologi FMIPA Universitas Lampung. c. Kepadatan larva nyamuk

Larva nyamuk diambil dari genangan air dengan menggunakan penciduk gayung yang berukuran 250 ml, kemudian dituangkan di kantung plastik untuk dihitung kepadatannya. Setiap titik sampel pada masing–masing tambak diambil 5 kali ulangan.

Larva nyamuk yang diperoleh dari tiap titik dihitung dengan menggunakan rumus yang dipergunakan Depkes RI (1999) :

Kepadatan larva=Jumlah larva yang didapat (ekor/250 ml) Jumlah cidukan

D. Analisis Data

Data yang berupa faktor ekologi (fisik, kimia, dan biologi) akan disajikan dalam bentuk tabel disertai dengan gambar untuk menggambarkan kondisi ekologis tempat perindukan larva nyamuk di Punduh Pedada. Untuk mengetahui


(2)

30

hubungan antara faktor abiotik terhadap kepadatan larva dianalisis dengan korelasi Pearson program SPSS for Windows version 17.0.

E. Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Pengamatan faktor–faktor ekologi

Pengamatan faktor biotik Pengamatan faktor abiotik

Analisis Data

Survai pendahuluan dan penentuan tempat perindukan vektor malaria di Daerah Punduh Pedada

Jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di tempat perindukan Pengukuran Suhu, PH,salinitas,

DO, dan kedalaman air

Sampling kepadatan larva nyamuk Laboratorium

Data faktor ekologi disajikan dalam bentuk tabel dan gambar

Data faktor abiotik dengan kepadatan larva dianalisis dengan

menggunakan korelasi pearson


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:

1. Pada Tambak terlantar 1 terdapat hubungan antara suhu dan kedalaman air dengan kepadatan larvaAnopheles, pada Tambak 2 terdapat hubungan antara DO dengan kepadatan larva, dan pada Tambak 3 terdapat hubungan antara kedalaman air dengan kepadatan larva.

2. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada Tambak terlantar 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml kemudian jenis tumbuhan yang ditemukan di sekitar tempat perindukan yaitu bakau (Rhizophorasp),ganggang, dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

B. Saran

Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang studi ekologi perindukan vektor malaria dalam kurun waktu yang lama dengan perbandingan dua musim dan pada beberapa tempat perindukan vektor yang bervariasi, tidak berfokus pada tambak terlantar saja, akan tetapi pada sawah terbengkalai, genangan air, selokan, lagun, kobangan,dll.


(4)

(5)

1. Judul Skripsi : Studi Ekologi Tempat Perindukan Vektor Malaria Di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran Propinsi Lampung 2. Nama Mahasiswa / NPM : Linda Septiani / 0817021009

3. Komisi Pembimbing Skripsi

Pembimbing I : Dra. Endah Setyaningrum, M.Biomed Pembimbing II : Kholis Ernawati, S.Si., M.Kes

Pembahas : Drs. Suratman Umar, M.Sc 4. Jurusan / Prog. Studi : Biologi / S1 Biologi

5. Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam 6. Bidang Keilmuan(a) : Parasitologi

7. Abstrak Skripsi(b)

ABSTRAK

Malaria merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu parasit (agent), manusia (hospes),nyamuk Anopheles (vektor),dan lingkungan (environment). Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamukAnophelessp. Banyaknya tambak terlantar pada pantai di Desa Sukamaju Kecamatan Punduh Pedada Kabupaten Pesawaran diduga merupakan tempat perindukan nyamuk Anopheles sp. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kepadatan pada tempat perindukan vektor (tambak terlantar).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April – Mei 2012 dengan metode survai. Pengamatan berupa beberapa faktor ekologi (fisik, kimia, dan biologi) di tempat perindukan nyamuk serta pengambilan larva nyamuk untuk dihitung kepadatannya dan diidentifikasi. Data hubungan kepadatan larva dan faktor abiotik dianalisis menggunakan korelasi pearson.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor abiotik seperti suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kedalaman air memiliki korelasi terhadap kepadatan larva Anopheles sp. pada taraf nyata 5%. Kondisi ekologi perindukan nyamuk mendukung kehidupan larva dengan suhu tertinggi 31,330C,

salinitas 2,78 ‰, pH berkisar 5-6, DO berkisar 5- 6,23 mg/L, dan kedalaman air tertinggi 57,83 cm. Kepadatan larva paling tinggi terdapat pada tambak 3 yaitu 15,3 ekor/250 ml. Pengamatan faktor biologi ditemukan jenis tumbuhan air berupa ganggang dan lumut serta hewan air berupa kepiting (Uca pugnax), udang (Palaemonete sp), kecebong (Ranasp.), dan bentos.

Kata Kunci(c):Ekologi, Perindukan,Vektor, Malaria, Punduh Pedada

(a)bidang keilmuan diisi sesuai dengan konsentrasi bidang ilmu skripsi

(b)abstrak diisi sesuai dengan yang tercantum diskripsi. Minimal 500 kata.

(c) kata kunci diisi kata-kata yang berhubungan dengan abstrak skripsi. Minimal 5 kata kunci.

ABSTRAK SKRIPSI MAHASISWA

Jurusan Biologi – Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung


(6)