MAKNA PULAU SABU T1 752015025 BAB IV

73 BAB IV MAKNA PULAU SABU DAN NARASI TEMPAT DAN IDENTITAS KULTURAL ORANG SABU DIASPORA Masyarakat suku Sabu memiliki banyak warisan kebudayaan yang masih tetap dipelihara dan dilaksanakan hingga saat ini. Warisan kebudayaan tersebut adalah benda-benda peninggalan, tari-tarian, ritual, dan lain sebagainya. Benda-benda peninggalan dari suku Sabu yang ada hingga saat ini adalah kebudayaan megalitik yang berada di kampung adat namata, batu-batu keramat yang terdapat di Raijua sebagai tempat persembahan kepada raja Majapahit, dll. Tari-tarian yang biasa digunakan dalam setiap ritual dari masyarakat suku Sabu adalah tarian padoa dan tarian ledo hawu . Ritual-ritual yang digunakan dalam masyarakat suku Sabu adalah ritual yang sesuai dengan siklus hidup manusia mulai dari ketika seseorang dilahirkan sampai meninggal. Salah satu ritual dari masyarakat suku Sabu yang masih dilaksanakan hingga saat ini adalah pebale rau kattu do made . Ritual ini dilaksanakan oleh orang Sabu diaspora terutama bagi mereka yang hidup agar mereka mengadopsi nilai-nilai persaudaraan ketika mereka kembali ke pulau Sabu untuk melaksanakan ritual ini. Selanjutnya, nilai-nilai tersebut bermakna dalam kehidupan mereka ketika mereka kembali dalam masyarakat diaspora tempat mereka tinggal. Sementara bagi orang yang meninggal, pelaksanaan ritual ini bertujuan agar orang Sabi diaspora tersebut meninggal dalam memori keluarga.

1. MAKNA PULAU SABU

Dalam memahami makna pulau Sabu maka terlebih dahulu penulis ingin menggambarkan tentang orang Sabu diaspora. Ritual pebale rau kattu do made dilakukan oleh orang Sabu diaspora yang merantau di sebelah timur pulau Sabu. Dalam hubungannya dengan 74 teori diaspora maka Sheffer mendefinisikan diaspora modern sebagai emigran yang berasal dari kelompok etnis yang menetap di negara tempat tinggal host country , namun masih menjaga hubungan sentimental yang kuat dengan negara asal dan kampung halamannya. 1 Berdasarkan hasil temuan dari penulis, orang Sabu diaspora adalah orang Sabu yang lahir di Sabu, tetapi karena tuntutan hidup dan pekerjaan akhirnya harus merantau ke luar pulau Sabu dan bahkan menetap di tanah rantau. Sekalipun orang Sabu telah merantau dan menetap di tanah rantau, tetapi mereka masih menjaga hubungan sentimental dengan kampung halamannya. Hal itu terlihat dari kebiasaan orang Sabu yang tetap menjalankan ritual-ritual yang ada. Salah satu ritual yang masih tetap dijalankan oleh orang sabu diaspora adalah ritual pebale rau kattu do made. Hubungan sentimental yang dibangun tidak saja dengan kampung halaman tempat orang Sabu diaspora berasal tetapi juga dengan keluarga yang berada di tempat asal. Hal itu dapat dilihat dari pemahaman orang Sabu bahwa pulau Sabu itu sebagai rumah. Rumah dimana seorang Sabu diaspora dilahirkan sehingga ketika meninggal, ia juga harus kembali ke dalam rumah. Rumah dalam pemahaman baik masyarakat primitif, modern dan religius adalah pusat dunia axis mundi. Pulau Sabu juga dimaknai sebagai pusat dunia axis mundi. Oleh karena itu, kehidupan manusia dimulai dari dalam rumah, berlangsung di rumah dan berakhir di rumah. Rumah orang Sabu sama dengan sebuah perahu yang dari luar nampaknya tertutupterbalik. Rumah juga dimaknai sebagai tempat tinggal baik bagi orang yang sudah meninggal maupun yang masih hidup bersama dengan yang Ilahi. Oleh karena itu, ketika seorang Sabu diaspora yang meninggal maka ia harus kembali ke rumah yang merupakan tempat berkumpul keluarga yang masih hidup dan yang sudah meninggal. Tujuan untuk berkumpul dalam rumah bagi orang Sabu diaspora adalah bagi orang yang hidup adalah agar mengambil nilai-nilai kehidupan seperti 1 G. Sheffer, A New Field of Study: Modern diasporas in international politics Croom Helm, London and Sydney, 1986, p. 1-15. 75 persaudaraan, dan lain-lain untuk dipakai ketika kembali dalam kehidupan diaspora. Sementara bagi orang yang meninggal, ia ingin meninggal dalam memori keluarga. Hubungan sentimental dengan kampung halamannya juga terlihat dalam ritual pebale rau kattu do made yang dilaksanakan di Sabu dan dihadiri oleh anak cucu dan keluarga inti dari yang meninggal di tanah rantau, keluarga di Sabu, pemerintah dan pemimpin agama. Dalam kehidupan masyarakat diaspora memiliki ciri-ciri khusus dibandingkan dengan masyarakat dimana tempat mereka tinggal menetap. Menurut William Safran mendefinisikan orang-orang yang merupakan diaspora dengan menampakkan enam ciri utama: mereka atau nenek moyang mereka yang tersebar dari satu pusat asli untuk dua atau lebih lokasi asing, memiliki memori kolektif tentang tanah asli mereka, mereka tidak sepenuhnya percaya dan mereka tidak sepenuhnya diterima oleh masyarakat tuan rumah mereka, menganggap tempat asal mereka sebagai rumah mereka yang sebenarnya mereka atau keturunan mereka akhirnya akan kembali, secara kolektif berkomitmen untuk pemeliharaan tanah air mereka, dan terus berhubungan dengan tanah air yang dalam satu atau lain cara. 2 Demikian pula yang terjadi dalam kehidupan orang Sabu diaspora, orang Sabu disapora menetap hampir tersebar di seluruh Indonesia bahkan sampai di luar negeri. Khusus di Nusa Tenggara Timur NTT sendiri hampir di setiap daerah atau kabupaten tempat orang Sabu diaspora tinggal, Mereka membentuk komunitas sendiri yang biasa dinamakan sebagai “kampung Sabu”. Tujuan pembentukkan komunitas tersebut adalah untuk menjaga kesatuan identitas mereka. Khusus untuk orang Sabu diaspora yang masih hidup, cara mereka mengingat tanah leluhur atau kampung halaman mereka adalah dengan nyanyian lagu Elemoto . Lagu ini menggambarkan agar seorang Sabu yang telah 2 Yolanda Covington-Ward, Transforming Communities, Recreating Selves: Interconnected Diasporas, Perfomance in the Shaping Liberian Immigrant Identity, Jurnal Ebsco Africa Today seri 1,vol.60, 2013: 5 76 merantau dan telah mengalami keberhasilan di tanah rantau, tidak boleh melupakan Sabu sebagai tanah tuak dan gula. Sementara untuk orang Sabu yang telah meninggal, mereka juga tidak akan melupakan tanah leluhur atau pulau Sabu. Hal itu tergambar dari ritual pebale rau kattu do made yang dilaksanakan oleh keluarga yang masih hidup terhadap orang Sabu diaspora yang telah meninggal di tanah rantau. Tujuan pelaksanaan ritual pebale rau kattu do made di Sabu adalah orang Sabu diaspora yang telah merantau dan meninggal di tanah rantau telah kembali dalam rumah dan persekutuan keluarga di tempat asal atau pulau Sabu. Menurut Hans Ucko, masyarakat diaspora dalam suatu negara dapat dikategorikan sebagai masyarakat minoritas. Sering kali dalam situasi mayoritas-minoritas ada perasaan curiga bahwa kelompok minoritas tidak memiliki kesetiaan apapun, dan mereka mengajukan agendanya sendiri, yang kalau diterima dan diberi kesempatan akan mengganggu keamanan dan melenyapkan stabilitas. Sering juga kita menganggap kelompok minoritas sebagai kelompok yang lemah, yang membutuhkan perlindungan dari yang mayoritas. Perlindungan tersebut sering dalam bentuk kemurahan yang berubah-ubah, bahkan bisa menjadi suatu penganiayaan. Semakin kelompok minoritas ditekan, semakin pula anggotanya memberi diri untuk mempertahankan eksistensi kelompoknya. 3 Berdasarkan temuan dari penulis, orang Sabu diaspora yang terdapat di Kupang, mereka menjadi masyarakat yang minoritas. Hal itu dapat dilihat dari kelompok tempat mereka tinggal adalah hanya khusus dihuni oleh orang-orang Sabu. Dalam keberadaannya sebagai yang minoritas ditengah masyarakat yang beragam suku dan budaya maka orang Sabu diaspora juga dapat menjadi ancaman yang berarti bagi masyarakat disekitarnya. Mereka juga hidup dalam budaya yang mereka bentuk sendiri, cara hidup dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan. Contohnya, kejadian yang terjadi di kampung Sabu, Kabupaten Timor Tengah 3 Hans Ucko, Akar Bersama, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999,36 77 Selatan TTS yaitu kejadian terkait ada isu yang beredar via SMS tentang penikaman terhadap 2 dua pemuda asal TTS di yang ditikam di Naibonat. Setelah dikonfirmasi dengan Kapolres TTS Bapak Agus Hermawan dan koordinasi dengan Kapolres Babau, diperoleh jawaban pasti isu tersebut tidak benar. Sebelum diketahui bahwa isu ini tidak benar, keadaan kampung Sabu cukup mencekam. Beberapa warga setempat bersiaga di sejumlah sudut kampung sambil mempersentajai diri dengan batu, parang, panah, potongan kayu, potongan pipa besi, tombak, senapan angin dan benda lainnya. Untuk mengatasi keadaan tersebut maka polisi mengadakan razia terhadap warga luar yang melintasi jalan masuk ke lingkungan kampung Sabu di belakang RSUD Soe. Selain itu, polisi bersiaga di sejumlah titik dalam lingkungan kampung tersebut. 4 Inilah yang dikatakan oleh Hans Ucko bahwa masyarakat diaspora itu sebagai masyarakat minoritas. Sekalipun sebagai masyarakat minoritas tetapi masyarakat dispora itu juga dapat menjadi ancaman bagi orang-orang yang berada disekitarnya. Kampung Sabu di Soe, TTS itu adalah salah satu contoh dari orang Sabu diaspora. Khusus untuk komunitas Sabu diaspora dalam contoh ini terlihat bahwa mereka menjadi ancaman bagi masyarakat Soe secara keseluruhan. Dilihat dari kasus yang dilakukan oleh warga kampung Sabu tersebut sudah jelas mengganggu keamanan dan ketertiban dari masyarakat TTS secara keseluruhan. Untuk menjaga eksistensi kelompoknya dalam kasus tentang isu pembunuhan terhadap 2 warganya maka kita bisa melihat bahwa warga kampung Sabu mempersenjatai diri mereka dengan berbagai benda tajam, dan lain- lain. Yudaisme dalam banyak aspek adalah agama dari umat yang hidup dengan suatu ingatan atau kenangan akan sejarah. Ia adalah suatu agama yang mengenang. Salah satu kunci dalam Yudaisme adalah perintah Zakor “Ingatlah” Ingatlah masa ketika diperbudakan dan dalam 4 https:www.google.co.id?gws_rd=cr,sslei=txzRV_-LB8HRvgSHp4PQCAq=kampung+Sabu+Soe diunduh 08 September 2016 78 kurungan Ingatlah bahwa engkau dibawa keluar dari perbudakan Ingatlah kesulitan-kesulitan dalam perjalanan di padang gurun Ingatlah bahwa engkau menjadi umat Tuhan ketika berada di gurun pasir. Ingatlah bahwa engkau dibebaskan agar menjadi umat yang terpilih Ingatlah identitasmu sebagai umat yang terpilih. 5 Jika membandingkan antara Yudaisme dengan Sabu diaspora maka ada kesamaan diantaranya yaitu cara mereka mengekspresikan kerinduan terhadap tempat asal mereka adalah dengan ingatan atau kenangan akan sejarah. Ingatan dimulai dari orang Sabu diaspora tidak melupakan sejarah pulau Sabu dari masa ke masa. Ingatan itu juga berkenaan dengan orang-orang yang berjasa terhadap Sabu dan perkembangannya. Seperti contoh nama-nama besar seperti Bapak El Tari, Piet Alexander Tallo, Is Tiboeloedi, R. Riwu Kaho, dan lain-lain. Ingatan terhadap nama-nama besar tersebut sebenrnya mau menjelaskan bahwa orang Sabu diaspora telah berdiaspora sejak lama tetapi juga orang-orang Sabu diaspora tersebut juga mengalami kesuksesan dan keberhasilan di tanah rantau. Hal itu terlihat dari jabatan-jabatan penting yang dipegang oleh orang-orang Sabu diaspora tersebut seperti gubernur, kakanwil depdikbud NTT, pimpinan perusahan daerah NTT, dan lain-lain. Ingatan yang lain dari orang Sabu diaspora yang masih hidup terhadap tempat asal atau pulau Sabu adalah dengan penggunaan bahasa Sabu di tanah rantau, lagu elemoto yang tetap dinyanyikan dan ritual pebale rau kattu do made yang dilaksanakan oleh keluarga yang masih hidup. Selain itu juga, ingatan terhadap pulau Sabu tidak akan pernah hilang dari kehidupan orang Sabu diaspora. Hal itu terlihat dari ketika keluarga Riwu Kaho dan Tiboeloedji datang ke Sabu. Mereka tidak saja membawa rau kattu dari tanah rantau tetapi juga berbagi rejeki melalui talenta yang mereka miliki. Rejeki yang dibagi adalah berupa pengobatan gratis yang dilakukan oleh keluarga dan seminar berupa penyadaran gender. Ingatan terhadap pulau Sabu membuat generasi penerus 5 Ucko, Akar Bersama. 38. 79 dapat mengabdikan talenta yang dimiliki dan menggunakan Sumber Daya Manusia SDM yang ada untuk membangun masyarakat yang ada di Sabu. Perintah untuk mengingat inilah yang biasa dikenal dengan nama menyimpan memori. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan orang Israel yaitu ketika mereka meninggal di tanah diaspora maka mereka harus membawa pulang sesuatu ke kampung halaman mereka. Sebagai contoh, ada kisah dari keluarga Yakub atau Israel dimana di akhir hidupnya ia meminta kepada anak-cucu di Mesir tepatnya di wilayah Gosyen yang subur agar suatu hari nanti Yakub di bawa pulang ke Kanaan. Bahkan ia meminta dibuat sebuah janji atau sumpah. Demikian juga Yusuf melakukan hal yang sama agar ia pun dibawa pulang untuk menikmati persekutuan dengan para leluhurnya di Kanaan. Bukankah Mesir lebih mewah dibanding Kanaan? Yakub meminta Yusuf untuk memenuhi kerinduannya seperti ini: “ketika hampir waktunya bahwa Israel akan mati, dipanggi lnya anaknya Yusuf, dan berkata kepadanya: “jika aku mendapatkan kasihmu, letakkanlah kiranya tanganmu di bawa pangkal pahaku, dan bersumpahlah, bahwa engkau akan menunjukkan kasih dan setiamu: jangan kiranya kuburkan aku di Mesir, karena aku mau mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangku. Sebab itu angkutlah aku dari Mesir dan kuburkanlah aku dalam kubur mereka. jawabnya: “aku akan berbuat seperti katamu itu. Kemudian kata Yakub: “bersumpahlah kepadaku”. Maka Yusuf pun bersumpah kepadanya Kejadian 47:29-31. Demikian juga Yusuf melakukan hal sama seperti Yakub kepada anak- anaknya; meskipun membutuhkan waktu yang panjang untuk membawa Yusuf ke Kanaan melalui tragedi penindasan dari Firaun dimana Allah sendiri menolong. Melepaskan serta membawa mereka melalui peristiwa Paskah. Kehadiran anak-anak dan cucu ini adalah kehadiran Yusuf sendiri seperti nyata dalam doanya di Kejadian 50:24- 25: “Tidak lama lagi akau akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke 80 negeri yang dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub; pada waktu itu kamu harus membawa tulang- tulangku dari sini”. Rindu ke rumah dan berkumpul dengan keluarga, tanah dan air adalah semangat dari permintaan bapak leluhur Israel. Harapan itu dilegalkan menjadi wadah ziarah tiap generasi ke tanah air perjanjian yang telah diwariskan kepada anak cucu mereka. Ketika Yusuf meninggal di tanah diaspora yaitu di tanah Mesir maka saudara-saudaranya harus membawa tulang-tulangnya untuk dikuburkan di Israel. Artinya bahwa ketika Yusuf menjadi seorang diaspora di tanah Mesir dan waktu ia meninggal harus membawa sesuatu puulang ke tanah leluhur atau tempat asal dari Yusuf. Yakub dan Yakub menginginkan bahwa tulang-tulangnya dikuburkan di Israel. Ketika Yakub meminta Yusuf bersumpah untuk membawa tulangnya ke Israel. Hal inilah juga yang terjadi dalam sejarah rau kattu yaitu ketika Jawa Miha meminta kepada Hawu Miha agar ketika ia meninggal maka harus membawa rambut dan tutup kepalanya dikembalikan ke negeri asalnya, pulau Sabu. Peristiwa membawa sesuatu ke tempat asal dari orang yang meninggal telah dimulai dari zaman Yakub dan Yusuf. Tradisi membawa pulang sesuatu dari orang yang meninggal juga terjadi dalam kehidupan orang Sabu diaspora khususnya orang Sabu diaspora yang merantau di sebelah timur pulau Sabu. Dalam cerita Yakub dan Yusuf yang dibawa pulang adalah tulang maka bagi orang Sabu diaspora yang dibawa pulang adalah rambut. Tetapi dalam perkembangannya rau kattu yang dibawa tidak lagi berupa rambut, namun batu kecil dari kuburan, sarung atau selimut, pakaian dari orang yang meninggal dan tulang. Dalam contoh kasus yang terjadi di Seba yaitu pembawaan rau kattu dalam bentuk tulang. Sebenarnya mau menjelaskan bahwa mereka meneruskan tradisi yang dilakukan oleh bangsa Israel terhadap Yakub dan Yusuf. Ritual pebale rau kattu do made dalam perkembangannya dapat dilaksanakan baik oleh orang yang merantau di sebelah timur maupun sebelah barat dari 81 pulau Sabu. Beberapa daerah rantau orang Sabu diaspora yang pernah melaksanakan ritual pebale rau kattu do made adalah Kupang, Flores, Jakarta, dan lain-lain. Tempat asal itu berhubungan dengan tempat dimana seseorang dilahirkan. Dalam pandangan orang Sabu jika ia dilahirkan di tempat asalnya atau tanah lelehurnya maka dengan sendirinya ketika ia meninggal ia harus kembali ke tempat asalnya. Alasan orang Sabu harus meninggal dan kembali ke Sabu karena tali plasentanya dikuburkan di Sabu. Bagi orang Sabu diaspora yang merantau di sebelah timur pulau Sabu dan meninggal di tanah rantau maka harus melaksanakan ritual pebale rau kattu do made . Ritual ini dilaksanakan karena jenazah orang Sabu diaspora tidak dapat kembali ke Sabu. Jadi, rau kattu dianggap mewakili diri si mati untuk kembali ke kampung halaman, rumah dan persekutuan keluarga. Tempat asal juga sering digambarkan sebagai sebuah tempat dimana banyak memori tersimpan didalamnya. 6 Bagi orang Sabu diaspora, di pulau Sabu terdapat rumah yang menjadi tempat dimana banyak memori tersimpan didalamnya. Rumah di Sabu bukan saja tempat dimana orang Sabu sebelum merantau dilahirkan tetapi menjadi ruang dimana masa kecil dihabiskan bersama dengan seluruh keluarga. Kerinduan untuk kembali dalam rumah yang merupakan tempat dilahirkan juga menjadi kerinduan orang Sabu diaspora yang merantau ketika ia meninggal agar ia dapat kembali ke dalam rumah dan persekutuan keluarga. Rumah juga tidak saja menjadi tempat beristirahat bagi orang yang telah meninggal tetapi juga rumah menjadi tempat pertemuan antara keluarga yang masih hidup baik itu keluarga dari tanah rantau maupun keluarga yang ada di Sabu. Selain itu juga, rumah orang Sabu terdapat kolong rumah yang merupakan tempat bagi orang Sabu dikuburkan. Bagi orang Sabu diaspora, jika meninggal kembali ke rumah maka kembali untuk dikuburkan di bagian kolong rumah. Kolong rumah orang Sabu terdiri dari bagian wui buritan 6 Bell Hook, Belonging: A Culture of Place. New York: Routledge, 2009, 5. 82 dan d’uru haluan dengan lantai tanah. Memori yang lain yang tersimpan dalam ingatan orang Sabu diaspora adalah kembali ke tempat asal atau pulau Sabu berarti kembali kepada kendaraan milik dari Ama Piga Laga . Dalam pemahaman orang Sabu diaspora khususnya bagi mereka yang merantau, jika meninggal dan tidak melaksanakan ritual pebale rau kattu do made maka arwah dari orang yang meninggal belum tenang. Alasannya, karena di Sabu terdapat kendaraan dari Ama Piga Laga yang akan mengantarkan menuju tempat berkumpulnya roh para leluhur di Tanjung Sasar, Juli-Haha . Memori yang tersimpan dalam rumah orang Sabu adalah tentang seorang ibu yang melahirkan. Oleh karena itu, pulau Sabu juga memiliki makna sebagai rahim ibu. Ketika seseorang dilahirkan oleh ibu, ibu tidak sendiri tetapi bersama dengan beberapa perempuan dan bidan, sehingga ketika seseorang Sabu diaspora meninggal juga harus kembali ke rahim atau rumah ibu. Selain itu juga, ketika seorang perempuan melahirkan dalam budaya Sabu dalam posisi duduk sehingga ketika seorang Sabu diaspora meninggal juga ketika dikuburkan dalam keadaan duduk seperti waktu melahirkan dalam posisi duduk di rahim ibu. Pulau Sabu sebagai tempat dimana banyak deposit memori kehidupan yang tersimpan di dalamnya. Hal itu tergambar dari kehidupan baik itu orang Sabu diaspora yang masih hidup maupun yang sudah meninggal. Bagi orang yang hidup ketika mereka pulang ke Sabu dan melaksanakan ritual ini berarti mereka mengambil nilai-nilai kekeluargaan, persaudaraan, dan lain-lain yang akan mereka bawa kembali ketika mereka berada kembali dalam kehidupan diaspora. Bagi orang yang meninggal, mereka ingin meninggal dalam memori keluarga. Keputusan untuk kembali ke tempat asal adalah suatu cara agar seseorang tidak mengalami hubungan yang terputus dengan tempat asalnya, untuk tetap terikat dengan budaya asalnya dan dengan bahasa yang digunakan di tempat asal. Sekalipun seseorang telah pergi lama untuk merantau di suatu tempat namun ketika ia pulang kembali ke tempat asal maka ia akan 83 disambut oleh keluarganya. Kedatangan kembali ke tempat asal menggambarkan bahwa seseorang kembali ke dalam cinta kasih keluarganya. 7 Dalam kehidupan orang Sabu diaspora yang pulang kembali ke tempat asal bukan hanya orang yang telah meninggal tetapi juga bersama dengan keluarga dari diaspora. Bagi orang Sabu diaspora, kembali ke tempat asal seperti kembali ke dalam rumah dan persekutuan keluarga. Hal itu dapat dilihat dari cara bagaimana orang Sabu ketika menyambut orang yang telah meninggal didahului dengan ritus pelango do made menyambut si mati kembali dalam persekutuan keluarga. Bukan hanya orang yang telah meninggal telah kembali ke rumah berkumpul dengan keluarga, tetapi keluarga yang dari rantau juga turut serta berziarah ke kampung halaman.

2. NARASI TEMPAT DAN IDENTITAS KULTURAL ORANG SABU DIASPORA