SRI KERTANAGARA DALAM USAHA MEWUJUDKAN WAWASAN DWIPANTARA TAHUN 1275-1292

(1)

SRI KERTANAGARA DALAM USAHA MEWUJUDKAN

WAWASAN DWIPANTARA

TAHUN 1275-1292

Oleh SOBRI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(2)

ABSTRAK

SRI KERTANAGARA DALAM USAHA MEWUJUDKAN

WAWASAN DWIPANTARA

TAHUN 1275-1292

Oleh: Sobri

Kerajaan Singhasari merupakan sebuah Kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Letak Kerajaan ini sekarang diperkirakan berada di Desa Candi Renggo, Kecamatan Singhasari, Kabupaten Malang. Sri Kertanagara adalah raja terakhir dalam sejarah Kerajaan Singhasari (1268-1292). Sri Kertanagara memiliki gagasan politik untuk memperluas kekuasaannya ke luar pulau Jawa. Gagasan tersebut dimulai tahun 1275 dengan pengiriman pasukan di bawah pimpinan Kebo Anabrang untuk menaklukkan bumi Malayu melalui ekspedisi Pamalyu. Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer yang dilakukan Kerajaan Singhasari di bawah perintah raja Kertanagara pada tahun 1275-1292 terhadap Kerajaan Malayu di Dharmasraya pulau Sumatra.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: apakah upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292. Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya yang dilakukan Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292. Metode yang digunakan adalah metode penelitian historis. Adapun langkah- langkah dalam penelitian historis yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi. Variabel dalam penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu Sri Kertanagara dalam usaha mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik kepustakaan dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa upaya yang dilakukan Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292 yaitu melalui ekspedisi Pamalayu yang berhasil menundukkan Kerajaan Malayu (Suwarnabhumi). Sedangkan dengan cara diplomasi dilakukan dengan Kerajaan Campa dengan cara menjalankan politik perkawinan.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR LAMPIRAN ………... i

DAFTAR GAMBAR ……….. ii

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Analisis Masalah ... 4

1. Identifikasi Masalah ... 4

2. Batasan Masalah ... 5

3. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian ... 5

1. Tujuan Penelitian ... 5

2. Kegunaan Penelitian ... 6

D. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka . ... 10

1. Konsep Ekspedisi Pamalayu ... 10

2. Kosep Perluasan Wilayah Kekuasaan ... 11

3. Konsep Wawasan Dwipantara ... 12

B. Kerangka Pikir ... 13

C. Paradigma ... 15

III. METODELOGI PENELITIAN A. Metode Yang Digunakan ... 17

B. Variable Penelitian ………... 21

C. Teknik Pengumpulan Data ... 21

1. Tehnik Kepustakaan ... 22

2. Tehnik Dokumentasi ... 22

D. Teknik Analisis Data ... 23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Gambaran Umum tentang Kerajaan Singhasari ... 27


(7)

1.2.2. Silsilah Kerajaan Singhasari ... 32

2. Sekilas tentang Sri Kertanagara ... 39

2.1. Asal-usul Sri Kertanagara ... 39

2.2. Politik Sri Kertanagara ……… 41

3. Upaya Penaklukkan oleh Sri Kertanagara dalam Mewujudkan Wawasan Dwipantara tahun 1275-1292 ………. 43

3.1 Serangan Militer... 43

3.2 Diplomasi ... 50

B. PEMBAHASAN ………. 53

1. Upaya Sri Kertanagara dalam Mewujudkan Wawasan Dwipantara tahun 1275-1292 ………. 53

1.1Serangan Militer ... 53

1.2 Diplomasi ... 55

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 60

B. Saran... 61

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Kerajaan Singhasari merupakan sebuah Kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Letak Kerajaan ini diperkirakan berada di Desa Candi Renggo Kecamatan Singhasari, tepatnya di Kabupaten Malang. Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singhasari yang sesungguhnya ialah Kerajaan Tumapel. Dalam buku Nagarakretagama, ketika pertama kali Kerajaan didirikan tahun 1222 ibukota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja (Slamet Muljana, 1979: 64).

Pada tahun 1253 M raja Wisnuwardhana mengangkat puteranya yang bernama Sri Kertanagara sebagai yuwaraja (raja muda) dan mengganti nama ibukota Kerajaan Tumapel menjadi Singhasari. Nama Singhasari yang sebelumnya merupakan nama ibukota, kemudian justru lebih terkenal daripada nama Tumapel. Dengan demikian, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan Singhasari. Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-ma-pan (Slamet Muljana, 1979: 102).

Sri Kertanagara adalah raja terakhir yang merupakan raja terbesar Kerajaan Singhasari (1268-1292). Sri Kertanagara adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar pulau Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan yang


(9)

sering dikenal dengan Ekspedisi Pamalayu. Istilah Pamalayu itu harus ditafsirkan bahwa pengiriman tentara Singhasari ke Suwarnabhumi pada tahun 1275 dimaksudkan untuk menundukkan negara Malayu yang juga disebut Suwarnabhumi (Slamet Muljana, 1981: 233). Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Singhasari ingin memperluas wilayah kekuasaannya dengan adanya dukungan dari raja Singhasari Sri Kertanagara, yang dalam ekspedisinya tersebut dipimpin oleh Kebo Anabrang.

Dalam Nagarakretagama pupuh XLI/4 diuraikan dengan jelas bahwa dengan pengiriman tentara Singhasari ke Malayu, raja Malayu akan takut dan tunduk begitu saja (Slamet Muljana, 1979: 105). Namun, tujuan tersebut mengalami perubahan karena raja Suwarnabhumi ternyata melakukan perlawanan. Meskipun demikian, ekspedisi militer itu berhasil dengan gemilang, terbukti dari adanya prasasti Amoghapasa bertarikh 1289 yang dikeluarkan oleh Sri Kertanagara dan ditemukan di daerah Dharmasraya. Ekspedisi militer itu jatuh pada masa pemerintahan Srimat Maharaja Tribhuanaraja Mauliwarmadewa.

Ekspedisi Pamalayu ini bertujuan untuk perluasan wilayah Nusantara ke Suwarnabhumi yang dilakukan oleh Sri Kertanagara dalam usaha mewujudkan politik Dwipantara.

Politik Nusantara Sri Kertanagara yang berhasil dengan baik secara resmi, diistilahkan dengan politik dwipantara. Dwipantara adalah sinonim dari nusantara, terbukti dari prasasti Camunda bertarikh 17 April 1292 yang berbunyi seperti berikut:

“Swasti Cakrawarsita 1 ...tatkala kaparatisthan paduka bhatari maka tewek huwus cri maharaja ring sakala loka sadwipantara”.

Artinya:

“Salam bahagia! Tahun saka 1 (214) ....Pada waktu itu ditegakkan arca Paduka Bhatari. Sri Maharaja sudah puas dengan


(10)

kemenangan-kemenangan yang diperoleh di segenap tempat, menjadi pelindung seluruh dwipantara” (Slamet Muljana, 1983: 95).

Ekspedisi militer ke Suwarnabhumi pada tahun 1275 bertepatan dengan munculnya Kaisar Khubilai Khan, seorang Jenderal dari Mongolia termasuk bangsa Tartar, kerabat Jenghis Khan. Khubilai Khan mempunyai watak yang ambisius, belum merasa puas dengan penundukan Cina. Ia masih mengirim utusan ke berbagai negara disekitarnya dengan permintaan atau ancaman agar negara-negara yang bersangkutan mengakui kekuasaannya dan sanggup menjadi negara-negara bawahannya (Slamet Muljana, 1981: 235).

Adanya Ekspedisi yang hendak dilancarkan oleh Kaisar Khubilai Khan tersebut membuat Sri Kertanagara yakin bahwa cepat atau lambat negara-negara di daerah Laut Selatan juga akan menjadi sasaran ambisi Kaisar Khubilai Khan. Untuk membendung ambisi tersebut Sri Kertanagara bermaksud mengadakan hubungan dengan negara-negara di Laut Selatan, terutama dengan Kerajaan Campa dan Suwarnabhumi. Hubungan dengan Kerajaan Campa berhasil dijalin, untuk mempererat hubungan itu Sri Kertanagara mengawinkan putrinya yang bernama Tapasi dengan Jaya Singawarman III, raja Campa. Pada saat itu, Campa dijadikan benteng pertahanan paling awal dalam menghadapi serangan Kaisar Khubilai Khan (Slamet Muljana, 1981: 235).

Suwarnabhumi dimaksudkan sebagai benteng pertahanan yang kedua dalam menghadapi serangan tersebut. Oleh karena itu, Sri Kertanagara menjalin pendekatan terhadap raja Suwarnabhumi. Namun rupanya pendekatan tersebut tidak berhasil. Dalam Nagarakretagama pupuh XLI/4 tertulis bahwa sebenarnya pengiriman tentara Singasari ke Suwarnabhumi pada tahun 1275 itu hanya


(11)

dimaksudkan untuk menakut-nakuti raja Suwarnabhumi. Namun karena raja Suwarnabhumi tidak takut, maka serangan benar-benar dilancarkan (Slamet Muljana, 1979: 105).

Sri Kertanagara mengetahui betapa pentingnya kedudukan Suwarnabhumi baik ditinjau dari sudut perdagangan internasional maupun dari sudut pertahanan militer karena letaknya yang sangat strategis. Untuk membendung ambisi Kaisar Khubilai Khan yang sudah pasti akan menjangkau wilayah Asia Tenggara bagian barat, Sri Kertanagara berusaha mengadakan hubungan secara damai dengan raja Suwarnabhumi. Akan tetapi, Suwarnabhumi lebih senang mengadakan persahabatan dengan Cina daripada dengan Jawa, karena Cina terkenal sebagai negara besar tempat banyak negara mencari perlindungan. Jika ditinjau dari segi perdagangan hubungan Suwarnabhumi dengan Cina lebih menguntungkan daripada hubungannya dengan Jawa. Dengan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Suwarnabhumi menolak pendekatan Singhasari karena kegagalan itulah, Sri Kertanagara akhirnya mengirim tentara Singhasari ke Suwarnabhumi. Dengan adanya pengiriman tentara tersebut Sri Kertanagara mengharapkan perubahan sikap raja Suwarnabhumi, yang mungkin timbul karena ketakutan. Rupanya peperangan antara Singhasari dan Suwarnabhumi berlangsung cukup lama, sebelum Suwarnabhumi menyerah pada tahun 1286.

B.Analisis Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diutarakan oleh penulis di atas, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah :


(12)

1. Tujuan Sri Kertanagara dalam usaha mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

2. Faktor penyebab Sri Kertanagara dalam usaha mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

3. Upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan tidak terlalu luas, maka masalah yang akan diangkat pada penelitian ini dibatasi pada upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu apakah upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

C.Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.


(13)

2. Kegunaan Penelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentunya dapat memberikan berbagai manfaat bagi semua orang yang membutuhkan informasi tentang masalah yang penulis teliti, baik dalam penelitian skripsi terutama yang berkaitan dengan masalah-masalah nasional maupun lokal dapat menambah sumber bacaan sejarah yang bersifat ilmiah. Adapun kegunaan dalam penelitian ini adalah:

a. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi setiap pembaca dalam peningkatan pemahaman mengenai upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

b. Sebagai masukan dari penulis yang mungkin bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa sejarah pada khususnya.

c. Sebagai suplemen dalam mata pelajaran sejarah yang dapat digunakan oleh pengajar mata pelajaran sejarah untuk Sekolah Menengah Atas, khususnya kelas XI semester I, dengan pokok bahasan Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia.

3. Ruang Lingkup Penelitian

Agar tidak terjadi suatu kerancuan dalam sebuah penelitian, perlu sekali penulis memberikan batasan ruang lingkup agar mempermudah pembaca memahami isi karya tulis ini.

1. Objek penelitian adalah sifat keadaan (attributes) dari sesuatu benda, orang, atau keadaan, yang menjadi pusat perhatian atau sasaran penelitian. Sifat keadaan dimaksud bisa berupa sifat, kuantitas, dan


(14)

kualitas (benda, orang, dan lembaga), bisa berupa perilaku, kegiatan, pendapat, pandangan penilaian, sikap pro-kontra atau simpati-antipati, keadaan batin disebut (orang), bisa pula berupa proses disebut (lembaga). Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan Kerajaan Singhasari sebagai objek penelitian.

2. Subjek penelitian adalah sesuatu, baik orang, benda ataupun lembaga (organisasi), yang sifat-keadaannya (“attribut”-nya) akan diteliti. Dengan kata lain subjek penelitian adalah sesuatu yang di dalam dirinya melekat atau terkandung objek penelitian. Maka dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah upaya Sri Kertanagara.

3. Tempat penelitian dalam penelitian ini dilakukan di perpustakaan umum dan perpustakaan daerah Lampung karena dalam bidang ilmu sejarah dibutuhkan banyak buku guna menunjang penyelesaian penelitian ini.

4. Temporal yakni berhubungan atau mengenai waktu. Dinamakan relasi temporal apabila bagian kalimat yang satu diberikan keterangan waktu dan berkenaan dengan waktu-waktu tertentu. Dalam penelitian ini, peneliti membatasi tahun yang diteliti sejak tahun 1275 hingga tahun 1292.

5. Konsentrasi ilmu yakni suatu perhatian yang dirumuskan dan dibatasi secara pasti terhadap bidang keilmuan tertentu. Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan


(15)

rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil bidang ilmu sejarah. Hal ini disebabkan karena disesuaikan dengan bidang ilmu peneliti yaitu pendidikan sejarah.


(16)

REFERENSI

Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Halaman 64.

Ibid. Halaman 102.

Slamet Muljana. 1981. Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi. Jakarta: Yayasan Idayu. Halaman 233.

Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Halaman 105.

Slamet Muljana. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. Halaman 95.

Slamet Muljana. 1981. Op. Cit. Halaman 235. Ibid.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Ekspedisi Pamalayu

Istilah Pamalayu harus ditafsirkan bahwa pengiriman tentara Singasari ke Suwarnabhumi pada tahun 1275 dimaksudkan untuk menundukkan negara Malayu yang juga disebut Suwarnabhumi (Slamet Muljana, 1981: 233). Ekspedisi militer ke Suwarnabhumi ialah akibat adanya penerapan politik perluasan wilayah Kerajaan Singhasari di bawah kepemimpinan Sri Kertanagara. Sri Kertanagara adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Pulau Jawa. Gagasan tersebut dimulai tahun 1275 dengan pengiriman pasukan di bawah pimpinan Kebo Anabrang untuk menaklukkan bhumi Malayu melalui Ekspedisi Pamalyu.

Dalam sastra sejarah Jawa Kuna ekspedisi ke Malayu itu biasa disebut Pamalayu artinya: perang melawan Malayu (Slamet Muljana, 1979: 104). Ekspedisi Malayu ini berhasil dengan baik, tentara Singhasari berhasil menundukkan raja Malayu Tribuwanaraja Mauliwarmadewa di Dharmasraya yang berpusat di Jambi dan menguasai Selat Malaka.

Berdasarkan pendapat diatas, bahwa yang dimaksud dengan ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer yang dilakukan


(18)

Kerajaan Singhasari di bawah perintah Sri Kertanagara pada tahun 1275-1292 terhadap Kerajaan Malayu di Dharmasraya di Pulau Sumatra.

2. Konsep Perluasan Wilayah Kekuasaan

Perluasan merupakan suatu usaha memperluas daerah kekuasan. Hal ini didasarkan pendapat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang mengartikan perluasan yaitu :

1. Perihal meluaskan atau memperluas, kota; daerah kekuasaan

2. Penambahan; aktiva tetap kepada yang sudah dimiliki oleh perusahaan (Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 685 ).

Kekuasaan tidak sama dengan wewenang, wewenang tanpa kekuasaan atau kekuasaan tanpa wewenang akan menyebabkan konflik dalam organisasi. Kekuasaan berkaitan erat dengan pengaruh yaitu tindakan atau contoh tingkah laku yang menyebabkan perubahan sikap atau tingkah laku orang lain atau kelompok.

Dikuatkan oleh pendapat Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi yang dikutip oleh Abdulsyani menyatakan bahwa kekuasaan tergantung dari yang berkuasa dan yang dikuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak yang menerima pengaruh ini dengan rela atau terpaksa (Abdulsyani, 1994: 136). Sedangkan menurut pendapat J.R.P. French dan B. Raven yang dikutip oleh Abdulsyani. Bahwa Kekuasaan merupakan kemampuan potensial dari seseorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi yang lainnya di dalam sistem yang ada (Abdulsyani, 1994: 136).


(19)

Selanjutnya menurut Departemen Pendidikan Nasional, Kekuasaan adalah: 1. Kuasa (untuk mengurus, memerintah, dsb); dia telah menggunakan-nya

secara sewenang-wenang.

2. Daerah (tempat dsb) yang dikuasai: bekas Raja itu tidak mau pergi dari bekasnya meskipun sudah kalah perang.

3. Kemampuan orang atau golongan untuk menguasai orang atau golongan lain berdasarkan kewibawaan, wewenang, karisma, atau kekuatan fisik (Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 604).

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa yang dimaksud dengan perluasan wilayah kekuasaan adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang atau kelompok dalam memperluas daerah kekuasaannya dengan mengandalkan kemampuan yang dimiliki untuk mengubah sikap atau tingkah laku individu atau kelompok lain untuk melancarkan pengaruh dan pihak yang menerima pengaruh ini dengan rela atau terpaksa.

3. Konsep Wawasan Dwipantara

Kata “wawasan” itu sendiri berasal dari wawas (bahasa Jawa) yang artinya melihat atau memandang. Adanya penambahan akhiran “an” kata ini secara harfiah berarti cara penglihatan atau cara tinjau atau cara pandang (S. Sumarsono, 2001: 55).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “wawasan” berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan, konsepsi cara pandang (Departeman Pendidikan Nasional, 2002: 1271).

Kini kebanyakan sejarawan Indonesia percaya bahwa konsep kesatuan Nusantara bukanlah pertama kali dicetuskan oleh Gajah Mada dalam Sumpah Palapa pada tahun 1336, melainkan dicetuskan lebih dari setengah abad lebih awal oleh


(20)

Kertanagara pada tahun 1275. Sebelumnya dikenal konsep Cakrawala Mandala Dwipantara yang dicetuskan oleh Sri Kertanagara sebagai raja Singhasari.

Dwipantara adalah kata dalam bahasa Sansekerta untuk "kepulauan antara", yang maknanya sama persis dengan Nusantara, karena "dwipa" adalah sinonim "nusa" yang bermakna "pulau" (http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara// diakses tanggal 08-01-2013). Dalam Kamus Jawa Kuna Indonesia kata Dwipantara berarti pulau lain (L. Mardiwarsito, 1986: 55). Kata Nusantara atau Dwipantara berarti pulau-pulau yang berada di antara benua-benua. Dalam kitab Nagarakretagama disebutkan kalau Nusantara adalah pulau-pulau kecil yang berada di luar Pulau Jawa. Sedangkan dalam sejarah Malayu, dipakai nama Nusa Tamara. Nama inipun sesungguhnya berasal dari perkataan yang diucapkan “Nusantara”.

Berdasarkan pendapat di atas, bahwa yang dimaksud dengan wawasan Dwipantara adalah cara pandang atau gagasan yang dimilki seseorang dalam usaha perluasan wilayah kekuasaannya ke Pulau-pulau yang berada di antara Benua-benua khususnya di luar pulau Jawa.

B. Kerangka Pikir

Sri Kertanagara merupakan raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Kerajaan Singhasari (1268-1292). Sri Kertanagara adalah seorang raja yang sangat terkenal, baik dalam bidang politik maupun keagamaan. Dalam bidang politik ia terkenal sebagai seorang raja yang mempunyai gagasan perluasan Cakrawala Mandala ke luar pulau Jawa, yang meliputi daerah seluruh Dwipantara.


(21)

Sri Kertanagara memiliki wawasan suatu persatuan Kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di bawah kewibawaan Singhasari dalam menghadapi kemungkinan ancaman serangan Mongol yang membangun Dinasti Yuan di Tiongkok. Dengan adanya alasan itulah Sri Kertanagara meluncurkan ekspedisi Pamalayu untuk menjalin persatuan dan persekutuan politik dengan Kerajaan Malayu Dharmasraya di Jambi. Pada awalnya ekspedisi ini dianggap penaklukkan militer, akan tetapi belakangan ini diduga ekspedisi ini lebih bersifat upaya diplomasi berupa unjuk kekuatan dan kewibawaan untuk menjalin persahabatan dan persekutuan dengan Kerajaan Malayu Dharmasraya.

Pada tahun 1284 Sri Kertanagara dapat menaklukkan Kerajaan Bali, rajanya ditawan dan dibawa ke Kerajaan Singhasari. Demikianlah maka seluruh daerah-daerah lain tunduk di bawah kekuasaan Sri Kertanagara, yaitu seluruh Pahang, seluruh Malayu, seluruh Gurun, seluruh Bakulapura, tidak perlu disebutkan lagi Sunda dan Madura, karena seluruh Pulau Jawa tunduk di bawah kekuasaan Sri Kertanagara.


(22)

C.Paradigma

Garis Kegiatan Garis Tujuan

Sri Kertanagara

Ekspedisi Pamalayu

Perluasan Wilayah Kekuasaan Kerajaan Singhasari


(23)

REFERENSI

Slamet Muljana. 1981. Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi. Jakarta: Yayasan Idayu. Tebal Halaman 233.

Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. Halaman 104.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Balai Pustaka: Jakarta. Halaman 685.

Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 136

Ibid.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Op. Cit. Halaman 604.

S. Sumarsono, dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Halaman 55.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Op. Cit. Halaman 1271.

http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 13. 00 WIB.

L. Mardiwarsito. 1986. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Flores: Nusa Indah. Halaman 55.


(24)

III. METODE PENELITIAN

A.Metode Penelitian 1. Metode yang digunakan

Dalam setiap penelitian, metode merupakan faktor yang penting untuk memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan penelitian. Metode adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan. Oleh karena tujuan umum penelitian adalah untuk memecahkan masalah, maka langkah-langkah yang akan ditempuh harus relevan dengan masalah yang telah dirumuskan (Hadari Nawawi, 2001: 61). Pendapat lain mengatakan bahwa metode merupakan jalan yang berkaitan dengan cara kerja dalam mencapai sasaran yang diperlukan bagi penggunanya, sehingga dapat memahami objek sasaran yang dikehendaki dalam upaya mencapai sasaran atau tujuan pemecahan permasalahan (P. Joko Subagyo, 2006: 1).

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh pemecahan terhadap suatu permasalahan oleh karenanya, metode penelitian sangat dibutuhkan dalam memecahkan suatu masalah yang turut menentukan keberhasilan suatu penelitian.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian historis, karena penelitian ini mengambil objek dari peristiwa-peristiwa yang terjadi pada


(25)

masa lalu. Metode historis adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lalu (Louis Gottschalk, 1986: 32). Selain itu, para ahli juga menerangkan bahwa:

Metode penelitian historis adalah prosedur pemecahan masalah dengan menggunakan data masa lalu atau peninggalan-peninggalan, baik untuk memahami kejadian atau suatu keadaan yang berlangsung pada masa lalu terlepas dari keadaan masa sekarangmaupun untuk memahami kejadian atau keadaan masa lalu, selanjutnya kerap kali juga hasilnya dapat dipergunakan untuk meramalkan kejadian atau keadaan masa yang akan datang (Hadari Nawawi, 2001: 79).

Sementara itu, metode penelitian historis adalah suatu usaha untuk memberikan interpretasi dari bagian trend yang naik turun dari suatu status keadaan di masa lampau untuk memperoleh suatu generalisasi yang berguna untuk memahami kenyataan sejarah, membandingkan dengan keadaan sekarang dan dapat meramalkan keadaan yang akan datang (Mohammad Nazir, 2005: 48).

Dari pendapat di atas mengenai metode historis, maka yang dimaksud dengan metode historis adalah suatu metode yang digunakan dalam upaya prosedur pemecahan masalah secara ilmiah yang mempergunakan data masa lalu melalui penilaian secara kritis dan kemudian diinterpretasikan dan disajikan dalam bentuk tulisan. Adapun langkah-langkah dalam penelitian sejarah yaitu:

1. Heuristik, yaitu kegiatan menghimpun jejak masa lampau.

2. Kritik, yaitu penyelidikan tentang kesejatian jejak, baik bentuk maupun isinya.

3. Interpretasi, yaitu menetapkan makna yang saling berhubungan dan fakta-fakta yang diperoleh.

4. Historiografi, yaitu menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah(Nugroho Notosusanto, 1984: 36).


(26)

Berdasarkan langkah-langkah metode sejarah yang diungkapkan oleh Nugroho Notosusanto, maka dapat dijelaskan tahapan-tahapan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Heuristik, adalah proses mencari untuk menemukan sumber-sumber sejarah atau bahan bukti sejarah, seperti: dokumen, arsip, naskah, surat kabar maupun buku-buku referensi lain yang ada kaitannya dengan permasalahan mengenai upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

Proses yang dilakukan penulis dalam heuristik adalah mencari sumber- sumber data dan fakta yang berasal dari kepustakaan, yaitu buku-buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Sumber-sumber yang diperoleh dengan riset kepustakaan berguna sebagai bahan pembanding, pelengkap, dan penganalisa guna memperdalam masalah yang akan dibahas. Dalam penelitian ini peneliti mendapat literatur-literatur tersebut dari perpustakaan-perpustakaan diantaranya adalah yang dapat dijadikan literatur dalam penulisan.

2. Kritik, adalah menyelidiki apakah jejak-jejak sejarah itu asli atau turunan dan apakah dapat digunakan atau sesuai dengan tema dalam penelitian. Kritik sumber ini merupakan penerapan dari sejumlah aturan-aturan atau prinsip-prinsip untuk menguji kebenaran atau keaslian dari sumber-sumber sejarah. Kritik sumber yang digunakan adalah kritik intern dan kritik ekstern. Dalam kritik intern yang peneliti lakukan adalah dengan mengadakan penilaian berdasarkan sumber itu sendiri, membandingkan kesaksian dari berbagai sumber, sedangkan dalam kritik ekstern yang peneliti lakukan adalah dengan


(27)

melihat beberapa sumber misalnya tentang peninggalan-peninggalan sejarah tentang Kerajaan Singhasari khususnya pada masa pemerintahan Sri Kertanagara.

3. Interpretasi, pada bagian ini setelah mendapat fakta-fakta yang diperlukan maka selanjutnya merangkaikan fakta-fakta itu menjadi keseluruhan yang masuk akal, dalam hal ini penulis berupaya untuk menganalisis data dan fakta yang telah diperoleh dan dipilah yang sesuai dengan kajian penulis.

4. Historiografi, adalah suatu kegiatan terakhir dalam metode penelitian sejarah, yaitu berusaha merangkaikan fakta berikut maknanya secara kronologis/diakronis dan sistematis, menjadi suatu tulisan sejarah sebagai kisah (Jusuf Soewadji, 2012: 68). Bentuk dari peristiwa dan peninggalan masa lampau yang berkaitan dengan upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292 yang akan disusun secara sistematis dengan topik yang jelas sehingga akan mudah untuk dimengerti dengan tujuan agar pembaca dapat mudah memahaminya. Penulisan merupakan puncak dari segala-galanya, sebab apa yang dituliskan sejarah yaitu histoire-recite, sejarah sebagaimana ia dikisahkan, yang mencoba menangkap dan memahami histoire-realite, sejarah sebagaimana terjadinya. Hasil dari penulisan dalam bentuk laporan penelitian ini yang disebut historiografi. Historiografi bermula dari pertanyaan dan berkembang dari tingkat kematangan pertanyaan historis yang diajukan (Taufik Abdullah, 1984: xv/xx). Dalam hal ini penulis membuat laporan hasil penelitian berupa penulisan skripsi dari apa yang di dapatkan penulis.


(28)

B.Variabel Penelitian

Variabel dalam arti sederhana adalah suatu konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Mohammad Nazir, 2005: 123). Sedangkan menurut pendapat lain, variabel sebagai segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian. Sementara itu, variabel penelitian sebagai faktor-faktor yang berperanan dalam peristiwa atau gejala yang akan diteliti (Sumadi Suryabrata, 2000: 72).

Variabel adalah himpunan sejumlah gejala yang memiliki beberapa aspek atau unsur di dalamnya yang dapat bersumber dari kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada di luar dan berpengaruh pada objek penelitian (Hadari Nawawi, 2001: 56). Variabel adalah objek penelitian/atribut, atau apa yang menjadi variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik (Sugiyono, 2009: 60).

Dari pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan variabel penelitian adalah sebuah objek yang mempunyai nilai dan menjadi pusat perhatian dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian pada upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292.

C.Teknik Pengumpulan Data

Teknik dalam pengumpulan data ini diartikan sebagai metode atau cara peneliti dalam mengumpulkan data-data atau sumber-sumber informasi untuk mendapatkan data yang valid sesuai dengan tema penelitian ini, dengan demikian peneliti perlu menggunakan beberapa metode dalam mengumpulkan sumber-sumber bahan antara lain melalui :


(29)

1. Teknik Kepustakaan

Studi pustaka adalah suatu cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan bermacam-macam materi yang terdapat di ruangan perpustakaan misalnya koran, catatan-catatan, kisah-kisah sejarah, dokumen, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian (Koentjaraningrat, 1997: 8).

Teknik kepustakaan adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi secara lengkap serta untuk menentukan tindakan yang akan diambil sebagai langkah penting dalam kegiatan ilmiah (P. Joko Subagyo, 2006: 109). Menurut pendapat lain teknik studi kepustakaan dilaksanakan dengan cara mendapatkan sumber-sumber data yang diperoleh dari perpustakaan yaitu dengan mempelajari buku-buku literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. (Nawawi, 1993: 133).

Dari pendapat di atas penulis menyimpulkan bahwa teknik kepustakaan ini peneliti berusaha untuk melakukan penelitian dengan mempelajari buku-buku literatur sehingga peneliti memperoleh data-data serta informasi dengan bantuan material berupa koran, majalah, naskah, catatan-catatan, kisah sejarah, dokumen, jurnal, dan ensiklopedia yang relevan.

2. Teknik Dokumentasi

Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan lain sebagainya (Suharsimi Arikunto, 2002: 206). Sementara itu menurut pendapat lain mengatakan bahwa teknik dokumentasi juga dapat diartikan sebagai suatu metode atau cara mengumpulkan data yang menghasilkan


(30)

catatan-catatan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan (Dr. Basrowi dan Dr. Suwandi, 2008: 158).

Teknik dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data peninggalan-peninggalan tertulis yang berupa arsip-arsip dan juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil, atau hukum lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Hadari Nawawi, 2001: 133).

Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa seorang peneliti dalam mengumpulkan data tidak hanya terbatas pada literatur yang berkenaan dengan upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292, tetapi juga melalui pembuktian atau mencari data lain yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, gambar arkeologi dan lain sebagainya.

3. Teknik Analisis Data

Dalam sebuah penelitian, analisis data merupakan hal yang sangat penting, karena data yang diperoleh akan lebih memiliki arti bila telah dianalisis. Kecermatan dalam memilih teknik analisis dalam sebuah penelitian sangat diperlukan. Setelah data penelitian diperoleh maka langkah peneliti selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data untuk diinterpretasikan dalam menjawab permasalahan penelitian yang telah diajukan.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif maka data yang terdapat dalam penelitian ini adalah data kualitatif, dengan demikian teknik analisis data yang


(31)

digunakan adalah teknik analisis data kualitatif, yang berupa fenomena-fenomena dan kasus-kasus dalam bentuk laporan dan karangan sejarawan, sehingga memerlukan pemikiran yang teliti dalam menyelesaikan masalah penelitian dan mendapatkan kesimpulan.

Adapun definisi kualitatif adalah data yang berupa informasi, uraian dalam bentuk bahasa prosa kemudian dikaitkan dengan data lainnya untuk mendapatkan kejelasan terhadap suatu kebenaran atau sebaliknya, sehingga memperoleh gambaran baru atau memuatkan suatu gambaran yang sudah ada dan sebaliknya (P. Joko Subagyo, 2006: 106).

Pada prinsipnya analisis data kualitatif dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan data. Analisis data dilakukan melalui beberapa tahapan yang diperlukan dalam menganalisis data-data tersebut.

1. Reduksi data yaitu sebuah proses pemulihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data yang muncul dari catatan di lapangan. reduksi data juga merupakan bentuk analisis yang tajam, menggolongkan, mengarahkan, serta membuang yang tidak perlu serta mengorganisir data sampai akhirnya bisa menarik kesimpulan. 2. Penyajian data yaitu data yang dibatasi sebagai kumpulan informasi

tersusun, memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan penyajian data tersebut akan dapat dipahami apa yang terjadi dan apa yang harus dilakukan, sehingga dalam penganalisisan atau mengambil tindakan nantinya akan berdasarkan pemahaman yang di dapat dari penyajian tersebut.

3. Verifikasi data yaitu menarik sebuah kesimpulan secara utuh setelah semua makna-makna yang muncul dari data sudah diuji kebenarannya, kekokohannya, kecocokannya sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang jelas kegunaannya dan kebenarannya (H.B. Sutopo, 2006: 113).


(32)

REFERENSI

Hadari Nawawi. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Idayu Press. Halaman 61.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 1.

Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 32.

Hadari Nawawi. 2001. Op. Cit. Halaman 79.

Moh Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.Halaman 48. Nugroho Notosusanto. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia

Press. Halaman 36.

Jusuf Soewadji. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. Halaman 68.

Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarata: Gramedia. Halaman xv/xx. Moh Nazir. 2005. Op. Cit. Halaman 123.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Halaman 72.

Hadari Nawawi. 2001. Op. Cit. Halaman 56.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Halaman 60. Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia.

Halaman 8.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 109.


(33)

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 206.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 158.

Hadari Nawawi. 2001. Loc. Cit. Halaman 133.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 106.

H.B. Sutopo 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Halaman 113.


(34)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang diuraikan dalam hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengambil beberapa kesimpulan berdasarkan upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292, bahwasanya beliau ingin mempersatukan Nusantara dibawah kekuasaan Kerajaan Singhasari. Ada dua cara yang dilakukan Sri Kertanagara yaitu :

1. Melalui serangan militer atau ekspedisi Pamalayu yang dilakukan Sri Kertanagara pada tahun 1275 yang berhasil menundukkan Kerajaan Malayu (Suwarnabhumi). Selain itu, pada tahun 1284 Bali pun dapat ditundukkan dan daerah-daerah lain seperti Pahang, Malayu, Gurun, Bakulapura, Sunda, serta Madura tunduk di bawah kekuasaan Sri Kertanagara. Dengan tunduknya Kerajaan-kerajaan tersebut, menunjukkan bahwa keberhasilan cita-cita Sri Kertanagara dalam politik perluasan wilayah kekuasaannya atau sering disebut politik Dwipantara.

2. Melalui diplomasi dilakukan dengan Kerajaan Campa. Hubungan ini dilakukan Sri Kertanagara dengan cara politik perkawinan yakni dengan mengawinkan putrinya yang bernama Dewi Tapasi dengan seorang raja dari Kerajaan Campa yang bernama Jaya Singawarman III. Dengan


(35)

adanya perkawinan tersebut, maka Kerajaan Campa dijadikan sebagai benteng pertahanan yang pertama dalam membendung tentara Kublai Khan. Politik ini merupakan akhir dari politik perluasaan wilayah kekuasaan Kerajaan Singhasari di Nusantara.

B. Saran

Upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipanatara untuk perluasan wilayah kekuasaan Singhasari di Nusantara merupakan upaya yang ditempuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Oleh sebab itu penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru sejarah hendaknya mampu menyajikan materi tentang sejarah Kerajaan Singhasari, khususnya upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara untuk perluasan kekuasaan Kerajaan Singhasari di Nusantara baik melalui serangan militer maupun melalui perkawinan.

2. Kepada generasi muda penerus bangsa untuk lebih giat mempelajari sejarah Kerajaan Singhasari sehingga dapat mewarisi sifat-sifat perjuangan, kepahlawanan dan cinta tanah air.


(36)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan Abdurrachman Surjomiharjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. 327 halaman. Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

143 halaman.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 274 halaman.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. 266 halaman.

Bayu Adji, Krisna, dkk. 2013. Majapahit (Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta Sejarah). Yogyakarta: Araska. 170 halaman.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai pustaka. 1382 halaman.

Drake, Earl. 2012. Gayatri Rajapatni (Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit). Yogyakarta: Ombak. 192 halaman.

Francaise, Ecole dan D’extreme-Orient. 1981. Kerajaan Campa. Jakarta: Balai Pustaka. 375 halaman.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia. 245 halaman.

Mangkudimedja, R.M.. 1979. Serat Pararaton Ken Arok 2. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. 356 halaman.

Mardiwarsito, L. 1986. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Flores: Nusa Indah. 718 halaman.

Muljana, Slamet. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. 246 halaman.

. 1981. Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi. Jakarta: Yayasan Idayu. 353 Halaman.

. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. 367 Halaman.


(37)

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. 544 halaman. Nawawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Idayu

Press. 250 halaman.

Pusponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka. 553 halaman.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 404 halaman.

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. 210 halaman.

Subagyo, P.Joko. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 145 halaman.

Sumarsono, S. dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 179 halaman.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 126 halaman.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 376 halaman.

Tim Sejarah Yayasan Kerti Wibawa. 2011. Perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan. 340 halaman.

Sumber-sumber lain

http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 13. 00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Singhasari// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 14. 00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekspedisi_Pamalayu// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 14. 05 WIB.


(1)

REFERENSI

Hadari Nawawi. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Idayu Press. Halaman 61.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 1.

Louis Gottschalk. 1986. Mengerti Sejarah (Terjemahan Nugroho Notosusanto). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman 32.

Hadari Nawawi. 2001. Op. Cit. Halaman 79.

Moh Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.Halaman 48. Nugroho Notosusanto. 1986. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia

Press. Halaman 36.

Jusuf Soewadji. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. Halaman 68.

Taufik Abdullah dan Abdurrachman Surjomihardjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarata: Gramedia. Halaman xv/xx. Moh Nazir. 2005. Op. Cit. Halaman 123.

Sumadi Suryabrata. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. Halaman 72.

Hadari Nawawi. 2001. Op. Cit. Halaman 56.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Halaman 60. Koentjaraningrat. 1997. Metode-Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia.

Halaman 8.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 109.


(2)

26

Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 206.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 158.

Hadari Nawawi. 2001. Loc. Cit. Halaman 133.

P. Joko Subagyo. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Halaman 106.

H.B. Sutopo 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Halaman 113.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data-data yang diuraikan dalam hasil penelitian dan pembahasan maka penulis mengambil beberapa kesimpulan berdasarkan upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara tahun 1275-1292, bahwasanya beliau ingin mempersatukan Nusantara dibawah kekuasaan Kerajaan Singhasari. Ada dua cara yang dilakukan Sri Kertanagara yaitu :

1. Melalui serangan militer atau ekspedisi Pamalayu yang dilakukan Sri Kertanagara pada tahun 1275 yang berhasil menundukkan Kerajaan Malayu (Suwarnabhumi). Selain itu, pada tahun 1284 Bali pun dapat ditundukkan dan daerah-daerah lain seperti Pahang, Malayu, Gurun, Bakulapura, Sunda, serta Madura tunduk di bawah kekuasaan Sri Kertanagara. Dengan tunduknya Kerajaan-kerajaan tersebut, menunjukkan bahwa keberhasilan cita-cita Sri Kertanagara dalam politik perluasan wilayah kekuasaannya atau sering disebut politik Dwipantara.

2. Melalui diplomasi dilakukan dengan Kerajaan Campa. Hubungan ini dilakukan Sri Kertanagara dengan cara politik perkawinan yakni dengan mengawinkan putrinya yang bernama Dewi Tapasi dengan seorang raja dari Kerajaan Campa yang bernama Jaya Singawarman III. Dengan


(4)

61

adanya perkawinan tersebut, maka Kerajaan Campa dijadikan sebagai benteng pertahanan yang pertama dalam membendung tentara Kublai Khan. Politik ini merupakan akhir dari politik perluasaan wilayah kekuasaan Kerajaan Singhasari di Nusantara.

B. Saran

Upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipanatara untuk perluasan wilayah kekuasaan Singhasari di Nusantara merupakan upaya yang ditempuh dengan perjuangan dan pengorbanan. Oleh sebab itu penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Guru sejarah hendaknya mampu menyajikan materi tentang sejarah Kerajaan Singhasari, khususnya upaya Sri Kertanagara dalam mewujudkan wawasan Dwipantara untuk perluasan kekuasaan Kerajaan Singhasari di Nusantara baik melalui serangan militer maupun melalui perkawinan.

2. Kepada generasi muda penerus bangsa untuk lebih giat mempelajari sejarah Kerajaan Singhasari sehingga dapat mewarisi sifat-sifat perjuangan, kepahlawanan dan cinta tanah air.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik dan Abdurrachman Surjomiharjo. 1984. Ilmu Sejarah dan Historiografi (Arah dan Perspektif). Jakarta: Gramedia. 327 halaman. Abdulsyani. 1994. Sosiologi: Skematik, Teori dan Terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

143 halaman.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 274 halaman.

Basrowi dan Suwandi. 2008. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta. 266 halaman.

Bayu Adji, Krisna, dkk. 2013. Majapahit (Menguak Majapahit Berdasarkan Fakta Sejarah). Yogyakarta: Araska. 170 halaman.

Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Jakarta: Balai pustaka. 1382 halaman.

Drake, Earl. 2012. Gayatri Rajapatni (Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit). Yogyakarta: Ombak. 192 halaman.

Francaise, Ecole dan D’extreme-Orient. 1981. Kerajaan Campa. Jakarta: Balai Pustaka. 375 halaman.

Koentjaraningrat. 1997. Metode-metode Penelitian Sosial. Jakarta: Gramedia. 245 halaman.

Mangkudimedja, R.M.. 1979. Serat Pararaton Ken Arok 2. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. 356 halaman.

Mardiwarsito, L. 1986. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Flores: Nusa Indah. 718 halaman.

Muljana, Slamet. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara Karya Aksara. 246 halaman.

. 1981. Kuntala, Sriwijaya dan Suwarnabhumi. Jakarta: Yayasan Idayu. 353 Halaman.

. 1983. Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press. 367 Halaman.


(6)

. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (Sejarah Kerajaan Majapahit).Yogyakarta: LkiS. 275 halaman.

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. 544 halaman. Nawawi, Hadari. 2001. Metodologi Penelitian Bidang Sosial. Jakarta: Idayu

Press. 250 halaman.

Pusponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka. 553 halaman.

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers. 404 halaman.

Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: Mitra Wacana Media. 210 halaman.

Subagyo, P.Joko. 2006. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 145 halaman.

Sumarsono, S. dkk. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 179 halaman.

Suryabrata, Sumadi. 2000. Metode Penelitian. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada. 126 halaman.

Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 376 halaman.

Tim Sejarah Yayasan Kerti Wibawa. 2011. Perjalanan Arya Damar dan Arya Kenceng di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan. 340 halaman.

Sumber-sumber lain

http://id.wikipedia.org/wiki/Nusantara// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 13. 00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Singhasari// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 14. 00 WIB.

http://id.wikipedia.org/wiki/Ekspedisi_Pamalayu// diakses tanggal 08-01-2013, pukul 14. 05 WIB.