ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGATURAN PENGELOLAAN ANGGARAN DANA DESA BERDASARKAN OTONOMI DESA

(1)

ABSTRAK

ANALISIS YURIDIS TENTANG PENGATURAN PENGELOLAAN ANGGARAN DANA DESA BERDASARKAN OTONOMI DESA

Oleh

ANNISAA TORIQI

Anggaran Dana Desa sangat penting guna pembiayaan pengembangan wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Namun kurang maksimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan desa yang dibiayai dari Anggaran Dana Desa juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelolaan Anggaran Dana Desa dengan masyarakat, maka harus ada pengaturan hukum yang tepat atas pengelolaan Anggaran Dana Desa. Anggaran Dana Desa diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Terdapat dua permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi ini yakni: pertama, Bagaimanakah pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa. Kedua, Faktor pendorong dan penghambat pelaksanaan pengelolaan anggaran dana desa. Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif (dogmatic research). Pendekatan masalahnya menggunakan pendekatan peratutran perundang-undangan (statute approach).

Berdasarkan hasil penelitian maka didapatkan hasil bahwa: pertama, pengaturan hukum kebijakan pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) secara khusus diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam peraturan tersebut pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Penguatan pelaksanaan otonomi Desa dan pemberian kewenangan yang lebih besar kepada desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tidak akan bermakna manakala tidak dibarengi dengan dukungan sumber pendanaannya. Maka kebijakan pemberian ADD merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya dalam rangka peningkatan pelayanan publik dan pemberdayaan masyarakat. Kedua, faktor pendukung dalam pengelolaan ADD salah satunya adalah partisipasi masyarakat. Faktor penghambat dalam pengelolaan ADD yaitu rendahnya sumberdaya manusia. Sebaiknya pemerintah dapat meningkatkan sumberdaya manusia dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan pengelolaan ADD, agar Dana Desa dapat dioptimalkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan desa.


(2)

Oleh

ANNISAA TORIQI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(3)

(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Annisaa Toriqi Penulis dilahirkan di Mulya Asri, Tulang Bawang Barat, pada tanggal 28 Februari 1993, dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Kuwat Waluyo dan Ibu Sukarsih.

Penulis mengawali pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 4 Mulya Asri pada tahun 2000, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Tulang Bawang Tengah sampai tahun 2009, dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Mengenang Atas Negeri 2 Tumijajar pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada tahun 2011. Penulis melaksanakan Kuliah KerjaNyata (KKN) pada tahun 2014 di kecamatan Marga Tiga Kabupaten Lampung Timur.

Di tengah banyaknya polemik pada saat perkuliahan tidak menjadi penghalang penulis untuk menjadi organisatoris. Salama menjadi mahasiswa, penulis aktif diberbagai unik kegiatan mahasiswa. Penulis pernah menjadi anggota bidang kaderisasi UKMF FOSSI FH UNILA 2011-2013, anggota KMB VII BEM U UNILA, Bendahara Umum UKMU UNILA periode 2013-2015.


(6)

Atas Ridho Allah SWT dan dengan segala kerendahan hati kupersembahkan skripsiku ini kepada:

Ibundaku (Sukarsih) dan Ayahandaku (Kuat Waluyo) tercinta.

Terimakasih atas segala lelah, pengorbanan, kasih sayang, doa, dan dukungan dalam setiap langkah yang kupilih.

Adik-adikku Diana Dwi Yulianti dan Adnan Raghib Zuhair.

Terimakasih untuk semangat, motivasi, dukungan serta tawa yang kalian berikan.

Semoga menjadi anak-anak yang bermanfaat dalam melanjutkan estafet kebaikan untuk keluarga dimasa depan.

Kepada segenap keluarga besarku, terimakasih atas segalanya semoga kelak dinda dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian tersenyum

dalam kebahagiaan;

Almamater tercinta Universitas Lampung,

Tempatku memperoleh ilmu dan merancang mimpi yang menjadi sebagian jejak langkahku menuju kesuksesan...


(7)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji Bagi Allah SWT, Rabb semesta alam, Sang

Mengetahui dan Maha Melihat hamba-hambaNya, Maha suci Allah, Dzat pemilik atas seluruh ilmu tanpa batas. Dia-lah Penetap atas hukumnya yang Maha Adil, Rabb yang Maha Mulia dan memuliakan kita diatas makhluk-Nya yang lain. Rabb yang memberi kita jalan keluar dari keputusasaan. Rabb yang Maha Pengasih dan Penyayang... Yang menguasai segala sesuatu... Yang Maha Berhendak ...Yang Maha Memuliakan dan Menghinakan hamba-hamba yang dikehendaki-Nya.

“Maka nikmat Tuhan Kamu yang manakah yang kamu dustakan..?? (Ar-Rahman:13)

shalawat teriring salam senantiasa terlimpahkan kepada Baginda Rasullah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya yang senantiasa mengikuti jalan petunjuk-Nya. Amin. Hanya dengan kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Tentang Pengeturan Pengelolaan Anggaran Dana Desa Berdasarkan Otonomi Desa” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Faultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari masi terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi nini, saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan untuk pengembangan dan kesempurnaan skripsi ini. Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima asih kepada:

1. Ibu Nurmayani, S.H., M.H., selaku Pembimbing Satu atas kesabarannya dan kesediaan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap pemikirannya,


(8)

2. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku Pembimbing Dua atas kesabarannya dan kesediaan meluangkan waktu di sela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang sangat berharga dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H., selaku Pembahas Satu, yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

4. Ibu Ati Yuniarti, S.H., M.H., selaku Pembahas Dua, yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

5. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universutas Lampung; 6. Bapak Dr. Muhammad Akib, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademi, yang telah

membantu penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung; 7. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi

dalam memeberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan yang diberikan kepada penulis selam menyelesaikan studi;

8. Mas Eko Wahyudi, S.P, om Huda, pakde Barman, mbah sumo kardi, mbah joe utomo, dan seluruh keluarga besar di Tulang Bawang Barat, yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat serta telah banyak memberi inspirasi selama ini. Semoga apa yang telah kalian Allah berikan balasan kebaikan ;

9. Teman seperjuangan Fakultas Hukum Universitas Lampung angkatan 2011, Birsye Niadora, S.H, Angga Adi Yama D.P, Aisyah Muda Cemerlang, S.H, Andre Jevi Surya, S.H, Elsha Venca Inditta, S.H, Eva rohmaniyah, S.H, Agus Suteja, S.H, Ratna Eka Sari, Anisa Apriyani, Abdul Arifin, Fitri Agista dan seluruh teman-teman Fakultas Hukum yang


(9)

tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya. Semoga kita semua sukses.

10. Seluruh teman-teman KKN Tematik di Desa Marga Tiga, Lampung Timur, Arif Lukman Fauzun, Ayu Agustina, Sulistya Wardani, Dwi Ariyanti, Bambang Irawan, Aridza Adiargo, Asna Lestari, Astri Ambun Sari.

11. Seluruh teman-teman Asrama Astid A, Esa Devi sefiani, Nurhikamah Harahap, Marlina, Moriana Dewi, Mar Tini, Roaida, Siti, Puji, Erlin, dll;

12. Sahabat istimewaku, Amelia Zahra, Ning Hartati Setiasih, Yudi Wibowo dan Muhammad Ridho. Saya benar-benar merasakan sebuah kebaikan yang tulus ketikan kalian membantu saya .Thank you for all that you have given to me, hopefully all of these are useful for all of us.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, terima kasih atas semua bantuan dan dukungannya.

Semoga Allah memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.

Bandar Lampung,

Penulis,


(10)

Halaman DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 6

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Desa ... 8

2.1.1 Pengertian Desa ... ... 8

2.1.2 Struktur Pemerintahan Desa... ... 14

2.2 Dana Desa... ... 20

2.2.1 Pengertian Dana Desa... 20

2.2.2 Sumber-Sumber Kuangan Desa... 27

2.2.3 Pengertian Pengelolaan Keuangan Desa ... ... 30

2.3 Otonomi Desa ... ... 32

2.3.1 Pengertian Otonomi Desa... ... 32

2.3.2 Tujuan Otonomi Desa... 42

2.3.3 Pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam Keuangan Desa (APBDesa)... ... 43

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 48


(11)

3.2 Sumber Data ... 48

3.3 Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 50

3.3.1 Pengumpulan Data... 50

3.3.2 Pengolahan Data ... 50

3.4 Analisis Data ... 51

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaturan Pengelolaan Anggaran Dana Desa ... 52

4.1.1 Perencanaan Pengelolaan Dana Desa ... 52

4.1.2 Pelaksanaan Pengelolaan Dana Desa... 55

4.1.3 Penganggaran Dana Desa... 60

4.1.4 Penatausahaan... . 63

4.1.5 Pelaporan dan pertanggung jawaban Dana Desa... 64

4.1.6 Pengaturan Anggaran Dana Desa Berdasarkan Otonomi Desa ... 65

4.1.7 Pengawasan Badan Permusyawaratan (BPD) dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa... 74

4.4 Faktor Pendorong dan Pengehambat Pelaksanaan Pengelolaan Anggaran Dana Desa... .. 78

4.4.1 Faktor Pendorong... 78

4.4.2 Faktor Penghambat... ... 79

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... .... 81

5.2 Saran... ... 82


(12)

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah sebuah negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah provinsi. Daerah provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan derah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantu dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Menurut Dwipayana desentralisasi memungkinkan berlangsungnya perubahan mendasar dalam karakteristik hubungan kekuasaan antara daerah dengan pusat, sehingga daerah diberikan keleluasaan untuk menghasilkan keputusan-keputusan politik tanpa intervensi pusat.1 Demokratisasi setidaknya mengubah hubungan

kekuasaan diantara lembaga-lembaga politik utama dalam berbagai tingkatan. Salah satu bentuk perubahan karakter hubungan kekuasaan tercermin dari

1

Dwipayana, Aridan Suntoro Eko, 2003,Membangun Good Governance di Desa, Institute of Research and Empowerment,Yogyakarta. Hlm,6.


(13)

2

pergeseran locus politics dari pemerintahan oleh birokrasi menjadi pemerintahan oleh partai (party government).

Desentralisasi ini tidak hanya terbatas pada tingkat kabupaten kota tetapi juga desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP 72/2005). Desa, atau sebutan-sebutan lain yang sangat beragam di Indonesia, pada awalnya merupakan organisasi komunitas lokal yang mempunyai batas-batas wilayah, dihuni oleh sejumlah penduduk, dan mempunyai adat-istiadat untuk mengelola dirinya sendiri yang disebut dengan self-governing community. Desa pada umumnya mempunyai pemerintahan sendiri yang dikelola secara otonom tanpa ikatan hirarkhis-struktural dengan struktur yang lebih tinggi.

Sementara itu Nordiawan menyatakan bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.2

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, bahwa efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara pemerintah pusat

2

Nordiawan, Deddi, Iswahyudi SP dan Maulidah Rahmawati, 2007,Akuntansi Pemerintahan,


(14)

dengan daerah dan antar daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah tidak sesuai lagi dengan perkembangan, keadaan ketatanegaraan dan tuntutan penyelenggaraan pemerintah daerah sehingga perlu diganti.

Dalam pemerintahan daerah kabupaten/kota dibentuk pemerintahan desa yang terdiri dari pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Pembentukan, penghapusan, dan/atau penggabungan desa dengan memperhatikan asal-usulnya atas prakarsa masyarakat. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

Pemerintah mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintah desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu, sedangkan terhadap desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistik, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan dari desa itu sendiri.

Dalam menyelenggarakan kewenangan, tugas dan kewajiban desa dalam penyelenggaraan pemerintah maupun pembangunan maka dibutuhkan sumber pendapatan. Menanggapi permasalahan tersebut, pemerintah memberi dukungan


(15)

4

keuangan desa salah satunya adalah berasal dari dana Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah minimal 10% (sepuluh persen) diperuntukkan bagi desa yang disebut Anggaran Dana Desa (ADD). Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, maka tiap desa akan mendapatkan kucuran dana dari pemerintah pusat melalui APBN lebih kurang dari 1 Milyar per tahun. Pada pasal 72 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengenai sumber pendapatan desa, maksud pemberian Anggaran Dana Desa (ADD) sebenarnya adalah sebagai bantuan stimulan untuk mendorong dalam membiayai program pemerintah desa yang ditunjang dengan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemerintah dan pemberdayaan masyarakat.3

Melalui Anggaran Dana Desa, desa atau pun kelurahan berpeluang untuk mengelola pembangunan, pemerintahan dan sosial kemasyarakatan desa secara otonom. Anggaran Dana Desa adalah dana yang di berikan kepada Desa yang berasal dari dana perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota. Pemberian Anggaran Dana Desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonominya agar tumbuh dan berkembang mengikuti pertumbuhan dari desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi, pemberdayaan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memacu percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis.

Anggaran Dana Desa sangat penting guna pembiayaan pengembangan wilayah tertinggal dalam suatu sistem wilayah pengembangan. Pelaksanaan Anggaran 3


(16)

Dana Desa ini ditujukan untuk program-program fisik dan non fisik yang berhubungan dengan indikator perkembangan desa, meliputi tingkat pendidikan, tingkat pendapatan masyarakat, dan tingkat kesehatan.

Salah satu alasan rasional mengapa perlu ada Anggaran Dana Desa (ADD) adalah Kebijakan ADD sejalan dengan agenda Otonomi daerah, dimana desa ditempatkan sebagai basis desentralisasi. Kebijakan ADD sangat relevan dengan perspektif yang menempatkan desa sebagai basis partisipasi, karena desa berhadapan langsung dengan masyarakat dan kontrol masyarakat lebih kuat. Sebagian besar Masyarakat Indonesia hidup di dalam komunitas pedesaan. Sehingga desentralisasi di tingkat desa akan meningkatkan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.

Mengenai hal tersebut tentunya akan memunculkan berbagai permasalahan yang sangat menarik untuk dikaji berkaitan dalam proses pengelolaan anggaran dana desa di desa. Sehingga kegiatan penelitian tentang masalah tersebut sangat penting untuk dilakukan, yaitu dengan melakukan penelitian untuk mengamati dan mencermati proses pengelolaan alokasi dana desa yang selama ini telah dilaksanakan, agar dapat mengetahui apakah dalam proses tersebut berjalan dengan baik.

Di dalam pelaksanaan bantuan Anggaran Dana Desa masih terdapat beberapa permasalahan. Sebagai contoh adalah masih rendahnya Pendapatan Asli Desa yang diperoleh desa. Permasalahan dalam pelaksanaan Anggaran Dana Desa dijumpai juga pada kemampuan pengelola Anggaran Dana Desa baik dari unsur pemerintah desa maupun lembaga kemasyarakatan di desa dalam perencanaan,


(17)

6

pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan yang belum baik. Permasalahan lainnya adalah masih kurang maksimal partisipasi swadaya gotong royong masyarakat desa. Kurang maksimalnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan desa yang dibiayai dari Anggaran Dana Desa juga menunjukkan kurangnya komunikasi dari organisasi pengelola Anggaran Dana Desa dengan masyarakat, oleh karena itu harus ada pengaturan yang hukum yang tepat atas pengelolaan Anggaran Dana Desa dan disamping itu harus ada kebijakan trensisi yang harus dilakukan oleh pemerintah guna memaksimalkan pengelolaan ADD tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang

Analisis Yuridis Tentang Pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) Berdasarkan Otonomi Desa”untuk mengkaji kritis atas pengaturan pengelolaan Anggaran Dana Desa ini.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa?

2. Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat dalam pelaksanaan pengaturan pengelolaan anggaran dana desa berdasarkan otonomi desa.


(18)

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai pengaturan hukum tindakan pemerintah dalam mendapatkan dan mengelola Anggaran Dana Desa secara yuridis dalam otonomi daerah, selanjutnya mengetahui bagaimana implikasi dan kebijakan transisi dari program pemerintah tersebut, sehingga mahasiswa dapat memberikan kritisi dan menemukan solusi-solusi yang terbaik untuk pengelolaan ADD Indonesia kedepannya.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini untuk memberikan pengetahuan bagi semua pihak yang mempunyai perhatian terhadap kebijakan pemerintah bidang pengelolaan Anggaran Dana Desa dan sebagai bahan bacaan alternative dalam bidang kebijakan hukum pengelolaan ADD Indonesia terutama mahasiswa Fakultas Hukum dalam menambah wawasan dalam urgensi suatu kebijakan pemerintah dan implikasinya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Desa

2.1.1 Pengertian Desa

Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sansekerta, decayang berarti tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Dari perspektif geografis, desa atau village

yang diartikan sebagai “ a groups of houses or shops in a country area, smaller than and town “. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewewenangan untuk mengurus rumah tangganya berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat yang diakui dalam Pemerintahan Nasiona dan berada di Daerah Kabupaten.

Desa menurut H.A.W. Widjaja dalam bukunya yang berjudul “Otonomi Desa”

menyatakan bahwa:4 Desa adalah sebagai kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai susunan asli berdasarkasan hak asal-usul yang bersifat istimewa. Landasan pemikiran dalam mengenai Pemerintahan Desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.

4

Prof. Drs. Widjaja, HAW. 2003.Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 3.


(20)

Menurut R. Bintarto5, berdasarkan tinajuan geografi yang dikemukakannya, desa

merupakan suatu hasil perwujudan geografis, sosial, politik, dan cultural yang terdapat disuatu daerah serta memiliki hubungan timbal balik dengan daerah lain. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia6, desa adalah suatu kesatuan wilayah

yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai system pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang Kepala Desa) atau desa merupakan kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan.

Pengertian tentang desa menurut undang-undang adalah:

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa Pasal 1 ,7 Desa atau

yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 1, Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan/atau hak tradisional yang

5

R. Bintaro,Dalam Interaksi DesaKota dan Permasalahannya(Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989).

6

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Medan: Bitra Indonesia, 2013. Hlm.2.

7


(21)

10

diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut , adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 1, Desa adalah Desa dan adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemrintahan atauoun dari pemerintahan daerah untuk melaksanakan pemerintahan tertentu. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai adalah keanekaragaman, partisipai, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Pemerintahan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 adalah penyelenggaraan


(22)

urusan pemerintahan oleh Pemerintahan dan Badan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-ususl dan adat istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan suatu kegiatan pemerintah , lebih jelasnya pemikiran ini didasarkan bahwa penyelenggaraan tata kelola (disingkat

penyelenggara ), atau yang dikenal selama ini sebagai “Pemerintahan ”. Kepala

adalah pelaksana kebijakan sedangkan Badan Pemusyawaratan dan lembaga pembuatan dan pengawasan kebijakan (Paraturan ).

Menurut Zakaria dalam Wahjudin Sumpeno dalam Candra Kusuma8menyatakan

bahwa desa adalah sekumpulan yang hidup bersama atau suatu wilayah, yang memiliki suatu serangkaian peraturan-peraturan yang ditetapkan sendiri, serta berada diwilayah pimpinan yang dipilih dan ditetapkan sendiri. Sedangkan pemerintahan berdasarkan Undang-Undang Nomor 72 Tahun 2005 Tentang pasal 6 menyebutkan bahwa Pemerintahan Permusyawaratan dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dan dihormti dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.9

Dengan demikian sebagai suatu bagian dari sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diakui otonominya dan Kepala melalui pemerintah dapat diberikan penugasan pendelegasian dari pemerintahan ataupun pemerintahan daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sebagai 8

Candra Kusuma Putra, Ratih Nur Pratiwi, suwondo, Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam

Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jurnal Administrasi Publik , vol I, No. 6.

9


(23)

12

unit organisasi yang berhadapan langsung dengan masyarakat dengan segala latar belakang kepentingan dan kebutuhannya mempunyai peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas dibidang pelayanan publik. Maka desentralisasi kewenangan-kewenangan yang lebih besar disertai dengan pembiayaan dan bantuan sarana prasarana yang memadai mutlak diperlukan guna penguatan otonomi menuju kemandirian dan alokasi.

Dalam pengertian menurut W idjaja dan Undang-Undang di atas sangat jelas sekali bahwa desa merupakan self community yaitu komunitas yang mengatur dirinya sendiri. Dengan pemahaman bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengurus dan mengatur kepentingan masyarakatnya sesuai dengan kondisi dan sosial budaya setempat, maka posisi desa yang memiliki otonomi asli sangat strategis sehingga memerlukan perhatian yang seimbang terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Karena dengan Otonomi Desa yang kuat akan mempengaruhi secara signifikan perwujudan Otonomi Daerah.

Desa memiliki wewenang sesuai yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni:10

1. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa.

2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, yakni urusan pemerintahan urusan pemerintahan yang secara langsung dapat meningkatkan pelayanan masyarakat.

10


(24)

3. Tugas pembantuan dari pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

4. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

Desa juga memiliki hak dan kewajiban yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yakni, Desa berhak:

a. Mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat-istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat desa;

b. Menetapkan dan mengelola kelembagaan desa; c. Mendapatkan sumber pendapatan;

Desa berkewajiban;

a. Melindungi dan menjaga persatuan, keatuan serta kerukunan masyarakat desa dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat desa; c. Mengembangkan kehidupan demokrasi;

d. Mengembangkan pemberdayaan masyarakat desa; dan

e. Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat desa;

Tujuan pembentukan desa adalah untuk meningkatkan kemampuan penyelenggaraan Pemerintahan secara berdaya guna dan berhasil guna dan peningkatan pelayanan terhadap masyarakat sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemajuan pembangunan. Dalam menciptakan pembangunan hingga ditingkat akar rumput, maka terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk


(25)

14

pembentukan desa yakni:pertama, faktor penduduk, minimal 2500 jiwa atau 500 kepala keluarga, kedua, faktor luas yang terjangkau dalam pelayanan dan pembinaan masyarakat, ketiga, faktor letak yang memiliki jaringan perhubungan atau komunikasi antar dusun,keempat, faktor sarana prasarana, tersedianya sarana perhubungan, pemasaran, sosial, produksi, dan sarana pemerintahan desa, kelima, faktor sosial budaya, adanya kerukunan hidup beragama dan kehidupan bermasyarakat dalam hubungan adat istiadat, keenam, faktor kehidupan masyarakat, yaitu tempat untuk keperluan mata pencaharian masyarakat.

2.1.2 Struktur Pemerintah Desa

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 25 bahwa Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan yang dibantu oleh perangkat desa atau yang disebut dengan nama lain. Dalam ilmu manajemen pembantu pimpinan disebut staf. Staf professional diartikan sebagai pegawai yaitu pimpinan yang memiliki keahlian dalam bidangnya, bertanggungjawab, dan berperilaku professional dalam menjalankan tugasnya. Selanjutnya pada pasal 26 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 disebutkan; Kepala Desa bertugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, Pembinaan Kemasyarakatan Desa, dan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perangkat desa adalah Pembantu Kepala Desa dan pelaksanaan tugas menyelenggaraan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat desa. Atas dasar tersebut,


(26)

Kepala Desa memiliki wewenang yang sesuai dengan tugas-tugasnya itu. Diantaranya adalah, bahwa Kepala Desa berwenang untuk:

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa; b. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;

c. Memegang kekeuasaanpengelolaan Keuangan dan Aset Desa; d. Menetapkan Peraturan Desa;

e. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; f. Membina kehidupan masyarakat desa;

g. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa;

h. Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengintegrasi agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa;

i. Mengembangkan sumber pendapatan desa;

j. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guma meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

k. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa; l. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

m. Mengordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

n. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perumdang-undangan; dan

o. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


(27)

16

Jika ada wewenang, tentu ada kewajiban, wewenang yang dimaksud diatas merupakan format yang diakui oleh kontitusi Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk kewajiban untuk menjadi Kepala Desa tidaklah mudah, diantaranya adalah:

1. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika;

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

3. Menaati dan menegakkan peraturan perundang-undangan; 4. Melaksanakan kehidupan demokrasi dan berkeadilan gender;

5. Melaksanakan prinsip tata Pemerintahan Desa yang akuntabel, transparan, profesional, efektif dan efesien, bersih serta bebas dari kolusi, korupsi, dan nepotisme;

6. Menjalin kerja sama dan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan di desa;

7. Menyelengarakan administrasi pemerintahan desa yang baik; 8. Mengelola keuangan dan Aset Desa;

9. Melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan desa; 10. Menyelesaikan perselisihan masyarakat di desa;

11. Mengembangkan perekonomian masyarakat desa;

12. Membina dan melestarikan nilai sosial budaya masyarakat desa; 13. Memberdayakan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan desa;


(28)

14. Mengembangkan potensi sumber daya alam dan melestarikan lingkungan hidup;

15. Memberikan informasi kepada masyrakat desa.

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya, kepala desa bersama dengan Badan Permusyawaratan Desa membuat rencana strategis desa. Hal ini tercantum pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang berbunyi: Badan Permusyawartan Desa mempunyai fungsi:11

a. Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa;

b. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; c. Melakukan pengawasan kinerja kepala desa;

Badan Permusyawartan Desa juga memiliki hak untuk mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa, hal ini terdapat dalam Pasal 61 huruf a Undang-Undang Desa yang berbunyi:

Badan Permusyawaratan Desa berhak:

1. Mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa;

2. Menyatakan pendapat atas penyelenggara pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa; dan

3. Mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja.

11


(29)

18

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Desa Pasal 4812, dalam melaksanakan tugas, kewenangan, hak,

kepala desa wajib: menyampikan laporan penyelenggaraan Pemerintah Desa setiap akhir tahun anggaran kepada Bupati/Walikota, menyampaikan laopran penyelenggaraan Pemerintahan Desa pada akhir masa jabatan kepada Bupati/Kota, menyampaikan laporan keterangan secara tertulis kepada Badan Permusyawaratan Desa setiap akhir tahun anggaran. Lebih lanjut dalam Pasal 51 Kepala Desa menyampaikan laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 48 huruf c setiap akhir tahun anggaran kepada Badan Permusyawaratan Desa secara tertulis paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pelaksanaan peraturan Desa. Laporan keterangan penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsi pengawasan kinerja kepala desa. Dari uraian tersebut sudah jelas bahwa Badan Permusyawaratan Masyarakat Desa mempunyai peran yang strategis dalam ikut mengawal penggunaan dana desa tersebut agar tidak diselewengkan. Mari kita cermati ketentuan pasal 48 dan 51 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014.

12

Lihat Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Undang-Undang Desa.


(30)

Selain bersama Badan Permusyawaratan Desa, sesuai dengan undang-undang bahwa kepala desa dibantu oleh perangkat desa. Perangkat desa menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa terncantum dalam Pasal 48.

Perangkat desa terdiri atas;13

a. Sekretariat desa;

b. Pelaksana kewilayahan; dan c. Pelaksana teknis.

Perangkat desa diangkat oleh Kepala Desa setelah dikonsultasikan dengan camat atas nama Bupati/Walikota. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, perangkat desa bertanggungjawab kepada Kepala Desa. Perangkat desa diangkat dari warga desa yang memenuhi persyaratan, karena tugas pemerintah desa begitu berat maka perangkat desa harus memiliki kemampuan yang memadai untuk bisa mendukung Kepala Desa dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan.

Pemerintah desa berkewajiban melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sesuai dengan kewenangannya. Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 18 disebutkan bahwa kewenangan desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa, berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal-usul, dan adat istiadat desa.14 Untuk melaksanakan

tugas-tugas ini diperlukan susunan organisasi dan perangkat desa yang memadai agar mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Dengan demikian susunan

13

Lihat Pasal 48 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

14


(31)

20

organisasi pemerintah desa yang ada saat ini perlu dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dalam upaya melaksanakan amanat Undang-Undang Desa.

Struktur organisasi pemerintah desa harus disesuikan dengan kewenangan dan beban tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Asnawi Rewansyah (2011) ada 5 (lima) fungsi utama pemerintah yaitu: (1) Fungsi pengaturan/regulasi, (2) Fungsi pelayanan kepada masyarakat, (3) Fungsi pemberdayaan masyarakat, (4) Fungsi pengelolaan asset/kekayaan dan (5) Fungsi pengamanan dan perlindungan.

2.2 Dana Desa

2.2.1 Pengertian Dana Desa

Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi yang ditransfer melalui APBD kabupaten dan kota yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan.15

Dana desa adalah salah satu issu krusial dalam undang-undang desa, penghitungan anggaran berdasarkan jumlah desa dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pemerataan pembangunan desa. Karena issu yang begitu krusial, para senator menilai, penyelenggaraan pemerintahan desa membutuhkan pembinaan dan pengawasan, khususnya penyelenggaraan kegiatan desa.

15

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241 Tahun 2014 pasal 1 tentang Pelaksanaan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa.


(32)

Anggaran Dana Desa atau ADD adalah bagian keuangan yang diperoleh dari Bagi Hasil Pajak dan bagian dari Dana Perimbangan Kuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh kabupaten. Sumber pendapatan desa tersebut secara keseluruhan digunakan untuk menandai seluruh kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa. Dana tersebut digunakan untuk menandai penyelenggaraan kewenangan desa yang menacakup penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Dengan demikian, pendapatan yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk menandai kewenangan tersebut.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kewenangannya sesuai dengan kebutuhan dan prioritas desa. Hal itu berarti dana desa akan digunakan untuk menandai keseluruhan kewenangan sesuai denagan kebutuhan dan prioritas dana desa tersebut namun, mengingat dana desa bersumber dari Belanja Pusat, untuk mengoptimalkan penggunaan dana desa, Pemerintah diberikan kewenangan untuk menetapkan prioritas penggunaan dana desa untuk mendukung program pembangunan desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Penetapan prioritas penggunaan dana tersebut tetap sejalan dengan kewenangan yang menjadi tanggungjawab desa.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 18 bahwa Anggaran Dana Desa berasal dari APBD Kabupaten/Kota yang bersumber dari bagian Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota


(33)

22

untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh persen).16 Anggaran Pendapatan dan

Belanja bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya disingkat APBDES adalah Rencana Keuangan Tahunan Desa yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa yang ditetapkan dengan Peraturan Desa dan Dana Alokasi Desa terdapat pada Bantuan Keuangan Pemerintah Kabupaten meliputi:

1. Tunjangan Penghasilan Aparatur Pemerintah Desa (TPAPD). 2. Anggaran Dana Desa.

3. Penyisihan pajak dan retribusi daerah. 4. Sumbangan bantuan lainnya dari Kabupaten.

Pembagian Anggaran Dana Desa (ADD) dapat dilihat berdasarkan Variabel Independen utama dan Variabel Independen tambahan dengan rincian sebagai berikut:

1. Asas Merata adalah besarnya bagian Anggaran Dana Desa (ADD) yang sama untuk di setiap atau yang disebut dengan Alokasi Dana Desa (ADD) minimal. Alokasi Dana Desa (ADD) Variabel Independen utama sebesar 70% dan Variabel Independen Tambahan 30%.

2. Asas Adil adalah besarnya bagian Alokasi Dana Desa (ADD) yang dibagi secara proporsional untuk di setiap berdasarkan Nilai Bobot Desa yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu atau Alokasi Dana Desa (ADD) Proporsional (ADDP), Variabel Proporsional Utama sebesar 60% dan Variabel Proporsional Tambahan sebesar 40%. Variabel Independen

16

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa pada Pasal 18.


(34)

Utama adalah Variabel yang dinilai terpenting untuk menentukan nilai bobot desa. Variabel Utama ditujukan untuk mengurangi kesenjangan kesejahteraan masyarakat dan pelayanan dasar umum antar desa secara bertahap dan mengatasi kemiskinan strukturan masyarakat di desa. Variabel Independen Utama meliputi sebagai berikut:

1. Indikator kemiskinan. 2. Indikator Pendidikan Dasar. 3. Indikator Kesehatan.

4. Indikator Keterjangkauan Desa Variabel Tambahan merupakan Variabel yang dapat ditambahkan oleh masing-masing daerah yang meliputi sebagai berikut :

1. Indikator Jumlah Penduduk. 2. Indikator Luas Wilayah.

3. Indikator Potensi Ekonomi (PBB).

4. Indikator Jumlah Unit Komunitas (Dusun).

Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada Pasal 72 ayat (1) mengenai sumber pendapatan desa, dalam huruf d disebutkan “ anggaran dana

desa yang merupakan bagian dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota". Selanjutnya dalam ayat (4) Pasal yang sama disebutkan "Anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah setelah dikurangi Dana Alokasi


(35)

24

Khusus".17Dalam masa transisi, sebelum dana desa mencapai 10% anggaran dana

desa dipenuhi melalui realokasi dari Belanja Pusat dari desa“ program yang berbasis desa”18. Kementrian/lembaga mengajukan anggaran untuk program yang

berbasis kepada menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembanguna nasional untuk ditetapkan sebagai sumber dana desa.

Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 dirasakan menjadi angin segar bagi desa. Adanya undang-undang ini menjadi dasar hukum dari diakuinya desa sebagai suatu daerah otonomi sendiri. Dalam hubungannya dengan desentralisasi fiscal yang menjadi pokok dari berlakunya undang-unadang tersebut yaitu terkait dengan 10% dana dari APBN untuk desa diseluruh Indonesia, dimana setiap desa akan menerima dana kurang lebih besar 1 Milyar per tahun. Pembagian anggaran yang hampir seragam berkisar 1 Milyar padahal kapasitas pengelolaan pemerintah sangat beragam ( hal ini akan diantisipasi melalui aturan-aturan desentralisasi fiscal yang mengatur besarnya anggaran desa berdasarkan kebutuhan serta kemampuannya mengelola melalui peraturan pemerintah.

Dana desa dikelola secara tertib, taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan serta mengutamakan kepentingan masyarakat setempat. Pemerintah menganggarkan Dana Desa secara nasional dalam APBN setiap tahun. Dana Desa sebagaimana bersumber dari belanja

17

Lihat pasal 72 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

18

Pasal 4 yang dimaksud dengan program yang berbasis adalah program dalam rangka

melaksanakan kewenangan Desa berdasarkan hak asal-usul dan kewenangan lokal berskala Desa sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan peraturan


(36)

Pemerintah dengan mengefektifkan program yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara ditransfer melalui APBD kabupaten/kota untuk selanjutnya ditransfer ke APBDesa.19 Dana Desa

setiap kabupaten/kota dialokasikan berdasarkan perkalian antara jumlah di setiap kabupaten/kota dan rata-rata Dana Desa setiap provinsi. Rata-rata Dana Desa setiap provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan berdasarkan jumlah desa dalam provinsi yang bersangkutan serta jumlah penduduk kabupaten/kota, luas wilayah kabupaten/kota, angka kemiskinan kabupaten/kota, dan tingkat kesulitan geografis kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Berdasarkan besaran Dana Desa setiap kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara, bupati/walikota menetapkan besaran Dana Desa untuk setiap desa di wilayahnya.20

Besaran Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Neagara, dihitung berdasarkan jumlah penduduk desa, luas wilayah desa, angka kemiskinan Desa, dan tingkat kesulitan

19

Lihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

20

Pasal 11 ayat (8) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara,


(37)

26

geografis21. Jumlah penduduk Desa, luas wilayah Desa, dan angka kemiskinan

Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung dengan bobot:22

a. 30% (tiga puluh perseratus) untuk jumlah penduduk Desa; b. 20% (dua puluh perseratus) untuk luas wilayah Desa; dan c. 50% (lima puluh perseratus) untuk angka kemiskinan Desa.

Tingkat kesulitan geografis setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai faktor pengalihasil penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Besaran Dana Desa setiap Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan cara:23

a. Dana Desa untuk suatu Desa = Pagu Dana Desa kabupaten/kota x [(30% x persentase jumlah penduduk desa yang bersangkutan terhadap total penduduk desa di kabupaten/kota yang bersangkutan) + (20% x persentase luas wilayah desa yang bersangkutan terhadap total luas wilayah desa di kabupaten/kota yang bersangkutan) + (50% x persentase rumah tangga pemegang Kartu Perlindungan Sosial terhadap total jumlah rumah tangga desa di kabupaten/kota yang bersangkutan)];dan

b. hasil penghitungan sebagaimana dimaksud pada huruf a disesuaikan dengan tingkatkesulitan geografis setiap desa.

c. Tingkat kesulitangeografis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditentukan oleh faktor yang meliputi:

21

Pasal 11 ayat (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 yang dimaksud dengan jumlah Desa adalalah jumlah Desa yang ditetapkan oleh menteri, dan pada Pasal 12 ayat (2) yang dimaksud dengan angka kemiskinan adalah presentase rumah tangga pemegang Kartu Pelindung Sosial.

22

Pasal 12 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

23

Lihat Pasal 12 Ayat (4) dan (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.


(38)

a. Ketersediaan pelayanan dasar; b. kondisi infrastruktur;

c. transportasi; dan

d. komunikasi desa ke kabupaten/kota.

2.2.2 Sumber-Sumber Keuangan Desa

Keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa, APBD dan APBN. Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari APBDesa, bantuan pemerintahan pusat, dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah yang diselenggarakan oleh pemerintahan desa didanai dari APBD, sedangkan yang dimaksud dengan keuangan desa. HAW.Widjaja berpedoman pada (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 212 Ayat 1) yang dimaksud dengan keuangan desa adalah semua hak dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik desa behubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban.

Sumber pendapatan desa tersebut secara keseluruhan digunakan untuk menandai seluruh kewenangan desa yang menjadi tanggungjawab desa. Dana tersebut digunakan untuk menandai penyelenggaraan kewenangan desa tang mencangkup penyelenggaran pemerintahan, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, dan


(39)

28

kemasyarakatan dengan demikian, pendapatan desa yang bersumber dari APBN juga digunakan untuk menandai kewenangan tersebut.

Sumber keuangan desa atau pendapatan desa sebagaimana yang disebutkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 68 (1), menyatakan bahwa sumber pendapatan desa terdiri dari:

a. Pendapatan Asli Desa yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;

b. Bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;

c. Dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap desa secara proporsional yang merupakan Alokasi Dana Desa;

d. Bantuan keuangan dari Pemerintah yaitu bantuan dari Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;

e. Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa sumber pendapatan desa diantaranya adalah bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan dana daerah yang diterima oleh


(40)

Kabupten/Kota.24 Supaya Anggaran Dana Desa (ADD) dapat mencapai sasaran

yang telah diinginkan dan terealisasikan dengan baik, sesuai dengan amanat Undang-Undang tentu dibutuhkan mekanisme perencanaan, penyaluran, penggunaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta pengawasan Alokasi Dana Desa.

Pasal 72 ayat (2) Undang-Undang Desa menyebutkan secara jelas bahwa sumber Alokasi Dana Desa dari APBN adalah berasal dari belanja pusat yang di dalamnya terdapat dana program berbasis desa. Contoh dana program berbasis desa adalah kegiatan peningkatan kemandirian masyarakat perdesaan (PNPM). Salah satu output kegiatan ini adalah PNPM Mandiri Perdesaan yang tersebar pada 5.300 kecamatan.

Dana program berbasis desa sebenarnya cukup banyak terbesar di berbagai Kementrian/Lembaga, tetapi untuk sampai pada tahap identifikasi bahwa suatu dana program Kementrian/Lembaga benar-benar akan direalokasi menjadi Dana Desa serta penetapan besaran dana program Kementrian/Lembaga yang akan direalokasi menjadi Dana Desa memerlukan koordinasi yang intensif antara para pihak (Kementrian Keuangan, Kementrian Dalam Negeri, Bappenas, serta Kementrian teknis) dan penetapan kriteria yang jelas.

Salah satu kriteria yang diusulkan agar program Kementrian/Lembaga bisa direalokasikan ke pos Dana Desa adalah yang kegiatan yang outputnya berdampak meningkatkan sarana dan prasarana desa atau pemberdayaan terhadap masyarakat desa misalnya, dana kegiatan PNMP Mandiri seperti diatas namun,

24


(41)

30

untuk kegiatan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan kegiatan berbasis desa tersebut tetap menjadi domain dari pemerintah diatasnya (pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota). Apabila penyusunan kriteria untuk merealokasi dana program berbasis desa sudah semakin jelas, maka langkah selanjutnya adalah masuk pada tahap pengalokasian Dana Desa.

2.2.3 Pengertian Pengelolaan Keuangan Desa

Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 Pasal 1 yang dimaksud dengan pengelolaan adalah rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan, penatausahaan, penilaian, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Pengelolaan atau disebut juga dengan manajemen dalam pengertian umum adalah suatu seni, ketrampilan, atau keahlian.25 Yakni seni dalam

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain atau keahlian untuk menggerakkan orang melakukan seuatu pekerjaan.

Menurut James A.F Stoner,26 pengelolaan merupakan proses perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan pengguna sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Muhammad Arif (2007:32)27 pengelolaan keuangan desa adalah keseluruhan kegiatan yang

meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan desa.

25

Lihat Pasal 1 Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007

26

Stoner, James A.F. (2006).Management. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall, Inc.hlm.43.

27

Arif, Muhammad. 2007.Tata Cara Pengelolaan Keuangan Desa Dan Pengelolaan Kekayaan Desa. Pekanbaru: ReD Post Press.hlm.32.


(42)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerahnya. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaaan adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD).28 Inilah yang kemudian melahirkan suatu

proses baru tentang desentralisasi desa diawali dengan digulirkannya Alokasi Dana Desa (ADD).

Pemerintah desa wajib mengelola keuangan desa secara transparan, akuntabel, partisipatif serta dilakukan dengan tertib dan disiplin. Transparan artinya dikelola secara terbuka, akuntabel artinya dipertanggungjawabkan secara legal, dan partisipatif artinya melibatkan masyarakat dalam penyusunannya. Keuangan desa harus dibukukan dalam sistem pembukuan yang benar sesuai dengan kaidah sistem akuntansi keuangan pemerintahan (Nurcholis,2011:82).29 Kepala Desa

sebagai kepala pemerintahan desa adalah pemegang kekuasaan pengelola keuangan desa dan mewakili pemerintahan desa dalam kepemilikan kekayaan desa yang dipisahkan. Oleh karena itu, Kepala Desa mempunyai kewewenang:

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBDesa. b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang desa. c. Menetapkan bendahara desa.

28

Sumaryadi,I Nyoman.(2005).Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta,Citra Utama. Hlm 24.

29

Hanif, Nurcholis. 2011.Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta Penerbit Erlangga.hlm.82.


(43)

32

d. Menetapkan petugas yang melakukan pemungutan penerimaan desa dan. e. Menetapkan petugas yang melakukan pengelolaan barang milik desa.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 93 pengelolaan keuangan desa meliputi:30

a. Perncanaan; b. Pelaksananan; c. Penatausahaan; d. Pelaporan; dan e. Pertanggungjawaban;

Kepala Desa adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan desa, dalam melaksanakan kekuasaan pengelolaan keuangan desa kepala desa menguasakan sebagian kekeuasaannya kepada perangkat desa. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang desa pengelolaan keuangan desa dilaksanakan dalam masa 1 (satu tahun) anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan 31 Desember.

2.3 Otonomi Desa

2.3.1 Pengertian Otonomi Desa

Menurut Widjaja31 menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli,

bulat, dan utuh serta bukan merupakan pemberian dari pemerintah. Sebaliknya

30

Lihat Pasal 93 dan Pasal 94 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa.

31

Prof. Drs. Widjaja, HAW. 2003.Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hlm. 165.


(44)

pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak istimewa, desa dapat melakukan perbuatan hukum baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut di muka pengadilan.

Berkaitan dengan otonomi asli menurut Fakrulloh dkk bahwa:32dalam mekmanai

otonomi asli terdapat dua aliran pemikiran yaitu: (1) aliran pemikiran pertama memakai kata otonomi asli sebagai adat atau dekat dengan sosial budaya, (2) aliran pemikiran yang memaknai sebagai otonomi asli yang diberikan, oleh karenanya digagasan pemikiran bahwa otonomi desa sebagai otonomi masyarakat sehingga lebih tepat disebut otonomi masyarakat desa.

Juliantara menerangkan bahwa otonomi desa bukanlah sebuah kedaulatan melainkan pengakuan adanya hak untuk mengatur urusan rumah tangganya sendiri dengan dasar prakarsa dari masyarakat. Otonomi dengan sendirinya dapat menutup pintu intervensi institusi diatasnya, sebaliknya tidak dibenarkan proses intervensi yang serba paksa, mendadak, dan tidak melihat realitas komunitas.33

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan

32

Fakrullah, Zudan, dkk. 2004.Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan. Jakarta. CV. Cipruy.hlm.7

33

Juliantara, Dadang . 2003.Pembahuruan Desa, Bertumpu Pada Angka Terbawah. Yogyakarta. Lappera Pustaka Utama.hlm.116.


(45)

34

pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang pemerintahan Kabupaten atau Kota diserahkan pengaturannya kepada desa, namun dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi desa harus tetap mengunjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia.34

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh daerah provinsi maupun daerah Kabupaten dan daerah Kota. Otonomi yang dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Pengakuan otonomi di desa, Taliziduhu Ndraha menjelaskan sebagai berikut:35

a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya, dan dilindungi oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada

“kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.

Undang-Undang Desa mengatur tata kelola pemerintahan desa, baik perangkat, masyarakat, maupun pengembangan ekonomi yang mungkin dikembangkan di desa serta penguatan sistem informasi desa. Pemerintah desa memiliki

34

Ibid.Prof. Drs. Widjaja, HAW. 2003. Hlm. 166.

35

Ndraha, Taliziduhu. 1997.Peranan Administrasi Pemerintahan Desa Dalam Pembangunan Desa. Yayasan Karya Dharma IIP. Jakarta. Hlm. 12.


(46)

kewenangan tinggi dalam pengembangan desa. Selain itu, dibangunnya mekanisme checks and balances kewenangan di desa dengan pengaktifan BPD untuk mendorong akuntabilitas pelayanan yang lebih baik kepada warga desa. Bila Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa ini diterapkan secara sungguh-sungguh, akan terjadi pemberdayaan dari unit pemerintahan desa untuk menggerakkan roda pembangunan. Otonomi desa ini harus diiringi kesadaran akan pemahaman spirit otonomi bagi seluruh penggerak warga desa dan kapasitas perangkat juga masyarakat dalam memahami tata kelola pemerintahan.

Dalam pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalam penyelenggaraan otonomi Desa harus tetap menjunjung nilai-nilai tanggungjawab terhadap Negara Kaesatuan Republik Indonesia dengan menekankan bahwa Desa adalah bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa dan negara Indonesia. Pelaksanan hak, wewenang dan kebebasan otonomi Desa menuntut tanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.36

Pengaturan eksistensi desa melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 mesti diakui memberi peluang bagi tumbuhnya otonomi desa. Sejumlah tekanan dalam beberapa pasal memberi diskresi yang memungkinkan otonomi desa tumbuh disertai beberapa syarat yang mesti diperhatikan oleh pemerintah desa, masyarakat desa, pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Syarat tersebut penting menjadi perhatian utama jika tidak ingin melihat kondisi desa bertambah malang nasibnya. Dari aspek kewenangan, terdapat tambahan kewenangan desa selain

36


(47)

36

kewenangan yang didasarkan pada hak asal usul sebagaimana diakui dan dihormati negara. Tampak bahwa asas subsidiaritas yang melandasi undang-undang desa memberikan keleluasaan dalam penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa. Kewenangan lokal berskala desa adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat desa yang telah dijalankan oleh desa atau mampu dan efektif dijalankan oleh desa, atau yang muncul karena perkembangan desa dan prakasa masyarakat desa, antara lain tambatan perahu, pasar desa, tempat pemandian umum, saluran irigasi, sanitasi lingkungan, pos pelayanan terpadu, sanggar seni dan belajar, serta perpustakaan desa, rembung desa dan jalan desa.37

Konsekuensi dari pertambahan kewenangan tersebut memungkinkan desa dapat mengembangkan otonomi yang dimiliki bagi kepentingan masyarakat setempat. Implikasinya desa dapat menggunakan sumber keuangan yang berasal dari negara dan pemerintah daerah untuk mengembangkan semua kewenangan yang telah ada, yang baru muncul, dan sejumlah kewenangan lain yang mungkin merupakan penugasan dari supradesa. Untuk mendukung pelaksanaan sejumlah kewenangan tersebut, desa dan kepala desa memiliki kewenangan yang luas guna mengembangkan otonomi asli melalui sumber keuangan yang tersedia.

Sterilisasi desa dari perangkat desa yang berasal dari pegawai negeri sipil menjadi momentum bagi pemerintah desa untuk mengembangkan otonominya sesuai perencanaan yang diinginkan tanpa perlu takut di sensor ketat oleh sekretaris desa. Selain kewenangan berdasarkan hak asal-usul yang telah ada dan kewenangan

37


(48)

berskala lokal desa, semua kewenangan tambahan yang ditugaskan oleh pemerintah daerah maupun pusat hanya mungkin dilaksanakan jika disertai oleh pembiayaan yang jelas.38 Terkait dengan itu, undang-undang desa menentukan

bahwa sumber keuangan desa secara umum berasal dari APBN, APBD, PAD dan sumber lain yang sah. Jika diperkirakan pemerintah mampu menggelontorkan setiap desa sebanyak 10% dari total APBN, plus ADD sebesar 10% dari Pajak/Retribusi/DAU/DBH, ditambah Pendapatan Asli Desa dan sumbangan lain yang sah, maka setiap desa kemungkinan akan mengelola dana di atas 1 Milyar perdesa pada 72.944 desa di Indonesia.

Dengan sumber keuangan yang relatif cukup dibanding kuantitas urusan yang akan dilaksanakan, desa sebetulnya dapat lebih fokus dalam mengintenfisikasi pelayanan publik serta pembangunan dalam skala yang lebih kecil. Kenyataan tersebut setidaknya mendorong otonomi yang dimiliki untuk menjadikan semua urusan yang telah diakui dan dihormati negara, ditambah urusan skala lokal bukan sekedar pajangan, tetapi akumulasi dari seluruh aset yang memungkinkan desa bertambah kaya dengan modal yang dimilikinya. Sumber asli yang berasal dari desa dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan publik agar masyarakat dapat lebih efisien dan efektif dilayani oleh pemerintah desa. Penyelenggaraan pemerintahan desa selama ini menggambarkan rendahnya dukungan sarana dan prasarana sehingga pelayanan di desa tak maksimal.

Kantor desa bahkan secara umum tak berfungsi kecuali pada waktu-waktu tertentu. Dalam banyak hal desa harus diakui tertinggal dari berbagai aspek

38


(49)

38

disebabkan rendahnya dukungan pemerintah daerah sekalipun dalam semangat otonomi. Sementara sumber keuangan yang berasal dari APBN dapat diarahkan bagi kepentingan pembangunan desa. Tentu saja selain alokasi pembangunan yang berasal dari pemerintah, desa dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dalam jangka panjang sehingga terjadi pembangunan desa yang berkelanjutan.

Realitas desa sejauh ini menunjukkan lemahnya pertumbuhan ekonomi, tingginya kemiskinan dan pengangguran sehingga menurunkan daya saing desa dibanding kota. Sumber keuangan negara setidaknya berpeluang mendorong laju pertumbuhan ekonomi desa sehingga tak jauh ketinggalan dibanding kota. Sekalipun demikian, alokasi APBN tidaklah merupakan wujud dari pendekatan

local state government semata, tetapi lebih merupakan tanggungjawab negara yang diamanahkan konstitusi. Demikian pula alokasi APBD bukanlah merupakan manifestasi dari pendekatan local self government semata, namun perintah undang-undang pemerintahan daerah. Jadi, sekalipun desa dalam undang-undang ini bersifat self governing community, namun negara dan pemerintah daerah tetap bertanggungjawab untuk mengakui, menghormati dan memelihara keberlangsungan pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat di desa.39

Bentuk pengakuan negara terhadap desa dapat dilihat dari pengakuan atas realitas keberagaman desa di berbagai daerah (asas rekognisi). Sedangkan konkritisasi dari penghormatan negara terhadap desa adalah terbukanya kran alokasi negara secara langsung yang akan dikelola desa (asas subsidiaritas). Penggunaan kedua

39


(50)

asas tersebut sekalipun didahului oleh pengakuan konstitusi atas keragaman dan batasan desa dalam pengertian umum (desa, desa adat dan atau nama lain), setidaknya menjadi pijakan konkrit dalam pengaturan desa lebih lanjut di tingkat daerah masing-masing.

Terkait postur organisasi pemerintahan desa, batasan pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan perangkat desa semata tanpa posisi BPD. Batasan tersebut berbeda jika dibandingkan dengan pengaturan dalam PP Nomor 72 tahun 2005, dimana pemerintahan desa terdiri dari kepala desa dan BPD. Pemisahan posisi kepala desa beserta perangkatnya dari BPD memungkinkan pemerintahan desa lebih efektif dalam melaksanakan otonomi desa selain kewajiban dari supradesa. Pengalaman menunjukkan bahwa kolektivitas kepala desa dan BPD sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa sulit dilaksanakan karena kedua lembaga tak selalu sejalan dalam penetapan dan pelaksanaan kebijakan.

Terpisahnya posisi BPD memungkinkan pemerintah desa dapat lebih leluasa mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tanpa pengawasan ketat BPD yang selama ini relatif sulit hidup sekamar dengan pemerintah desa. Bias dari kondisi semacam itu tak jarang membuat desa kurang dinamis, bahkan statis karena saling menunggu persetujuan yang berlarut-larut. Selain itu, separasi semacam itu bertujuan untuk menciptakan pemerintahan desa yang lebih modern, dimana secara politik terjadi diferensiasi antara desainer kebijakan (BPD) dan implementator kebijakan (kepala desa).

BPD setidaknya mewakili masyarakat yang dipilih secara demokratis untuk membahas suatu kebijakan sebelum dilaksanakan oleh pemerintah desa.


(51)

40

Kebijakan desa dimulai dari tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi. Perencanaan desa merupakan perencanaan jangka menengah yang dijabarkan dalam bentuk perencanaan pembangunan tahunan. Perencanaan desa dapat dikembangkan sejalan dengan periodisasi kepemimpinan kepala desa yang dapat mencapai tiga kali masing-masing selama enam tahun. Artinya, perencanaan menengah desa dapat berjalan selama 18 tahun bergantung pada elektabilitas kepala desa. Dengan demikian selama periodisasi yang relatif lebih lama dibanding kepala daerah yang hanya dua periode, desa dengan sendirinya berpeluang meletakkan perencanaan secara berkelanjutan melalui prioritas yang disepakati bersama masyarakat setempat.

Dalam kerangka pelaksanaan pembangunan, desa membutuhkan partisipasi aktif masyarakat. Peluang bagi pengembangan otonomi desa yang demokratis tampak terbuka lebar dimana masyarakat berhak memperoleh informasi, melakukan pemantauan serta melaporkan semua aktivitas yang dinilai kurang transparan kepada pemerintah desa dan BPD. Proses semacam ini merupakan bentuk pembelajaran partisipasi demokrasi melalui siklus perencanaan, implementasi dan evaluasi pembangunan di desa. Dengan demikian tercipta mekanisme bottom up

yang senyatanya, bukan rekayasa musyawarah pembangunan desa seperti yang terjadi selama ini.

Pembangunan desa sejauh ini tak memperlihatkan hasil signifikan karena tak jelas darimana sumber penunjangnya. Alokasi dana desa yang semestinya terjadi tampak bergantung pada kemurahan hati pemerintah daerah. Sementara pendapatan asli desa menyusut hingga tak bersisa akibat meresapnya peraturan


(52)

daerah hingga ke kawasan desa yang paling strategis. Dalam regulasi inilah pembangunan desa diharapkan dapat ditopang lewat aset desa, termasuk sumber keuangan desa dan Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Aset Desa dapat berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa. Sumber keuangan desa berasal dari pendapatan asli desa, negara, pemerintah daerah dan pendapatan lain yang sah. Sedangkan BUM desa dapat digunakan untuk pengembangan usaha, pembangunan desa, pemberdayaan masyarakat desa, dan pemberian bantuan untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial dan kegiatan dana bergulir yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

Pembangunan desa juga meliputi upaya pengembangan kawasan desa dengan maksud untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Desa memiliki hak untuk dilibatkan dalam perencanaan makro pemerintah daerah sehingga desa tak sekedar menjadi objek pembangunan semata. Selain itu desa berhak memperoleh akses informasi yang dapat dikelola bagi kepentingan stakeholders terkait. Hal itu mendukung terciptanya proses pemerintahan yang lebih transparan dalam kerangka good governance. Lebih dari itu peluang pengembangan otonomi memungkinkan desa dapat meluaskan pembangunan melalui strategi kerjasama dengan desa lain yang saling menguntungkan.


(53)

42

2.3.2 Tujuan Otonomi Desa

Tugas utama pemerintah dalam rangka otonomi desa adalah menciptakan kehidupan demokratis, memberi pelayanan publik dan sipil yang cepat dan membangaun kepercayaan masyarakat menuju kemandirian desa, untuk itu desa tidak dikelola secara teknokratis tetapi harus mampu memadukan realita kemajuan teknologi yang berbasis pada sistem nilai lokal yang mngendung tata aturan, nilai, norma, kaidah, dan pranata-pranata sosial lainnya. Potensi-potensi desa berupa hak tanah (tanah bengkok, titisari dan tanah-tanah khas Desa lainnya), potensi penduduk, sentra-sentra ekonomi dan dinamika sosial-politik yang dinamis itu menuntut kearifan dan professionalisme dalam pengelolaan desa menuju optimalisasi pelayanan, pemberdayaan, dan dinamisasi pembangunan masyarakat desa.

Perncanaa desa akan memberikan keleluasaan dan kesempatan bagi desa untuk menggali inisiatif lokal (gagasan, kehendak dan kemauan lokal) yang kemudian dilembagakan menjadi kebijakan, program dan kegiatan dalam bidang pemerintahan dan pembangunan desa. Kemandirian itu sama dengan otonomi desa yang mempunyai relevansi (tujuan dan manfaat) sebagai berikut:40

1. Memeperkuat kemandirian desa berbasis kemandirian NKRI; 2. Memperkuat posisi desa sebagai subyek pembangunan; 3. Mendekatkan perncanaan pembangunan ke masyarakat;

4. Memperbaiki pelayanan publik dan pemerataan pembangunan;

40

http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/03/memahami-otonomi-desa-dari-berbagai.html. Diunduh pada pukul 11:01 tanggal 10 April 2015.


(54)

5. Menciptakan efesiensi pembiayaan pembangunan yang sesuai dengan kebutuhan lokal;

6. Menggairahkan ekonomi lokal dan penghidupan masyarakat desa;

7. Memberikan kepercayaan, tanggungjawab dan tantangan bagi desa untuk membangkitkan prakarsa dan potensi desa;

8. Menempa kapasitas desa dalam mengelola pemerintahan dan pembangunan;

9. Membuka arena pembelajaran yang sangat berharga bagi pemerintah Desa, lembaga-lembaga Desa dan masyarakat;

10. Merangsang tumbuhanya partisipasi masyarakat lokal.

2.3.3 Pengelolaan Anggaran Dana Desa Dalam Keuangan Desa (APBDesa)

Pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Desa.41 Pemendagri tersebut bertujuan untuk

memudahkan dalam pelaksanaan dalam pengelolaan keuangan desa, sehingga tidak menimbulkan multitafsir dalam penerapannya. Dengan demikian desa dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, yang memiliki tiga pilar utama yaitu transparasi, akuntabilitas, dan partisipatif. Oleh karenanya, proses dan mekanisme penyusunan APBDesa yang di atur dalam Pemendagri tersebut akan menjelaskan siapa yang dan kepada siapa yang bertanggungjawab, dan bagaimana cara pertanggungjawabannya. Untuk itu perlu ditetapkan pedoman umum tata cara

41


(55)

44

pelaporan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintah desa, yang dimuat dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2007.42

Untuk memberikan pedoman bagi pemerintah dalam menyusun RPJM-Desa dan RKP-Desa perlu dilakukan pengaturan. Dengan itu maka dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa.43

Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan APBDesa semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat.

Untuk menimalisir bahkan mencegah terjadinya penyalahgunaan Alokasi Dana Desa ini maka pemerintah kabupaten menetapkan pengaturan dan pengelolaan yang harus ditaati oleh setiap pengelola ADD di setiap desa yang adalah sebagai berikut:44

a) Pengelolaan ADD dilakukan oleh Kepala Desa yang dituangkan kedalam Peraturan Desa tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

b) Pengelolaan Keuangan ADD merupakan bagian tidak terpisahkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa beserta lampirannya.

c) Seluruh kegiatan yang didanai oleh ADD harus direncanakan.

42

Subroto, Agus. (2000).Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa.Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang. Hlm 22.

43

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa.

44

http://elkanagoro.blogspot.com/2013/07/pengelolaan-kebijakan-alokasi-dana-Desa.htmldiunduh pada pukul 10:30 WIB 25 Maret 2015.


(56)

d) ADD dilaksanakan dengan menggunakan prinsip efisien dan efektif, terarah, terkendali serta akuntabel dan bertanggungjawab.

e) Bupati melakukan pembinaan pengelolaan keuangan desa. f) ADD merupakan salah satu sumber pendapatan desa.

g) Pengelolaan Alokasi Dana Desa dilakukan oleh Pemerintah Desa yang dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa.

Sebagai program ungulan pemerintah kabupaten, maka ADD dikelola atas dasar dan prinsip sebagai berikut.

a. Prinsi-prinsip Pengelolaan

Pelaksanaan Alokasi Dana Desa (ADD) didasarkan atas prinsip-prisip berikut ini: 1. Seluruh kegiatan dilaksanakan secara transparan/terbuka dan diketahui

oleh masyarakat luas.

2. Masyarakat berperan aktif mulai proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeliharaan.

3. Seluruh kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, teknis dan hukum.

4. Memfungsikan peran lembaga kemasyarakatan sesuai tugas pokok dan fungsinya.

5. Hasil kegiatan dapat diukur dan dapat dinilai tingkat keberhasilannya. 6. Hasil kegiatan dapat dilestarikan dan dikembangkan secara berkelanjutan

dengan upaya pemeliharaan melalui partisipasi masyarakat.

7. Untuk meningkatkan pembangunan nasional dan pemerataan pembangunan di tingkat daerah provinsi / kabupaten / kota / kecamatan / hingga desa.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Anggara Dana Desa diatur secara khusus didalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 93 pengelolaan keuangan desa meliputi: perencanaan, pelaksanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban. Setelah melalui proses panjang Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah disahkan. Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 setidaknya ingin menjawab dua problem utama, yaitu mengembalikan otonomi asli desa sebagaimana pernah dirampas orde baru, serta pada saat yang sama mengembangkan otonomi desa untuk membatasi intervensi otonomi daerah pasca reformasi. Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) sangat berpengaruh terutama dalam penyusunan skala prioritas dalam penetapan rencana kegiatan dan mempertimbangkan potensi desa, kebutuhan masyarakat sehingga hasil pelaksanaan pengelolaan Anggaran Dana Desa (ADD) dapat dirasakan secara optomal bagi seluruh lapisan masyarakat desa dimana dapat diterima semua pihak, semua proses perencanaan dan pemeliharaannya.


(2)

82

2. Faktor pendukung dalam melaksanakan pengelolaan Anggaran Dana Desa adalah parsitisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pelaksanaan Anggaran Dana Desa cukup tinggi. Faktor penghambat dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa dalam pemberdayaan masyarakat selanjutnya yaitu rendahnya swadaya masyarakat, padahal swadaya masyarakat merupakan Pendapatan Asli Desa yang sah. Kurangnya swadaya masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai masih kurang sejahtera.

5.2 Saran

1. Dengan adanya pengaturan hukum Anggaran Dana Desa, Pengelolaan Anggaran Dana Desa dapat optimal sehingga menunjukkan hasil yang maksimal seperti, rendahnya kemiskinan adanya peningkatan Pendapatan Asli Desa tingkat pendidikan yang tinggi, tebentuknya Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) dan juga optimalnya keswdayaan masyarakat, karena Kurangnya swadaya masyarakat merupakan cerminan dari tingkat kesejahteraan masyarakat desa yang dinilai masih kurang sejahtera. Dengan peningkatan kapasitas seluruh pemangku kepentingan di desa, diharapkan terjadi perbaikan tata kelola pemerintahan desa. Pengawalan implementasi Undang-Undang Desa akan berjalan dengan baik.

2. Kementrian Desa, PDT, dan Transmigrasi melakukan evalusai peraturan perundang-undangan di bidang Dana Desa yang menghambat upaya peningkatan pengelolaan Anggaran Dana Desa melalui meningkatkan kembali partisipasi masyarakat. Kesiapan warga untuk terlibat aktif dalam


(3)

83

proses perencanaan dan kemampuan melakukan monitoring terhadap program-program yang dilakukan di desa. Meningkatkan sumberdaya manusia dapat dilihat dari pendidikan masyarakat dan perangkat desa, sehingga ada bentuk kreativitas dan inovasi dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa untuk pemberdayaan masyarakat.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Arif, Muhammad. 2007. Tata Cara Pengelolaan Keuangan Desa Dan Pengelolaan Kekayaan Desa. Pekanbaru: ReD Post Press.

Dwipayana, Aridan Suntoro Eko, 2003, Membangun Good Governance di Desa, Institute of Research and Empowerment,Yogyakarta.

Fakrullah, Zudan, dkk. 2004. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan. Jakarta. CV. Cipruy.

Hanif, Nurcholis. 2011. Pertumbuhan Dan Penyelenggaraan Pemerintah Desa. Jakarta Penerbit Erlangga.

Joeliono. Drs.1988.Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) dalam Penguatan Otonomi Desa (Studi Kasus tentang Kebijakan Penentuan Besaran Alokasi Dana Desa di Kabupaten Banyumas). Widyaiswara Pada Kantor Diklat Kabupaten Banyumas.

Juliantara, Dadang . 2003. Pembahuruan Desa, Bertumpu Pada Angka Terbawah. Yogyakarta. Lappera Pustaka Utama.

Loekman, Soetrisno. 1988.Negara dan Peranannya dalam Menciptakan Pembangunan Desa yang Mandiri. dalam Majalah Prisma No.1. LP3ES. Jakarta.

Mustopadidjaja. AR. 2003.Manajemen Proses Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi Kinerja. Cetakan Pertama. Perum Percetakan Negara RI. Jakarta.

Ndraha, Taliziduhu. 1997. Peranan Administrasi Pemerintahan Desa Dalam Pembangunan Desa. Yayasan Karya Dharma IIP. Jakarta. Nordiawan, Deddi, Iswahyudi SP dan Maulidah Rahmawati, 2007,


(5)

Prasojo, Eko. 2003. People And Society Empowerment:Perspektif Membangun Partisipasi Publik.

Prof. Drs. Widjaja, HAW. 2003. Pemerintahan Desa/Marga. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Stoner, James A.F. (2006). Management. Englewood Cliffs, N.J. : Prentice Hall, Inc.

Subroto, Agus. (2000). Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Semarang.

Suharto, Edi. 2005.Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama.

Sumaryadi,I Nyoman.(2005).Perencanaan Pembangunan Daerah Otonom dan Pemberdayaan Masyarakat.Jakarta,Citra Utama.

Wahjudin, Sumpeno (2011).Perencanaan Desa Terpadu.Banda Aceh, Reinforcement Action and Development.

Wasistiono, Sadu. 2002.Napak Tilas Penyelenggaraan Alokasi Dana Desa ( ADD ) Dalam Rangka Otonomi Asli Desa. Departemen Dalam Negeri. Jakarta.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Medan: Bitra Indonesia, 2013. ARTIKEL

Candra Kusuma Putra, Ratih Nur Pratiwi, suwondo, Pengelolaan Alokasi Dana Desa Dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam Pemberdayaan Masyarakat Desa. Jurnal Administrasi Publik , vol I, No. 6.

R. Bintaro, Dalam Interaksi DesaKota dan Permasalahannya (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989).

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 4 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Kekayaan Desa.


(6)

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan Desa.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 113 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 241 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri tanggal 22 Maret 2005 Nomor: 140/640/SJ perihal Pedoman Anggaran Dana Desa dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah.

WEBSITE

http://rajawaligarudapancasila.blogspot.com/2011/03/memahami-otonomi-desa-dari-berbagai.html. Diunduh pada pukul 11:01 tanggal 10 April 2015.

http://elkanagoro.blogspot.com/2013/07/pengelolaan-kebijakan-alokasi-dana-Desa.htmldiunduh pada pukul 10:30 WIB 25 Maret 2015.

http://www.ireyogya.org/ire.php?about=booklet-15.htm diakses pada pukul 13:56 tanggal 27 Maret 2015.

http://desabalekambang.blogspot.com/2014/12/otonomi desa dan alokasi dana desa.html.diunduh pada tanggal 20 januari 2015 pukul 19.30 WIB.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt54ae654492113/menkeu-tetapkan-aturan-pengalokasian-transfer-ke-daerah-dan-dana-desa. Diunduh pada tanggal 20 mei 2015 pukul 19.30.

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147-artikel-anggaran-dan perbendaharaan/20438-bagaimana-keuangan-desa-dikelola.diunduh pada tanggal 24 Mei 2015 pukul 20.45.