HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DALAM PEMBANGUNAN FISIK DESA (Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)

ABSTRAK
HUBUNGAN KEMITRAAN KEPALA DESA DAN BADAN
PERMUSYAWARATAN DESA DALAM
PEMBANGUNAN FISIK DESA
(Studi Pada Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono
Kabupaten Lampung Timur)
Oleh :
Alex H Situmorang
Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai Pemerintahan desa dengan
tugasnya masing-masing memiliki keterkaitan yang erat dengan tujuan membangun
masyarakat desa. Hubungan kerja kedua lembaga ini yakni bersifat kemitraan.
Hubungan kemitraan antara Kepala Desa dengan BPD seringkali tidak berjalan
dengan baik. Terdapat persoalan-persoalan yang timbul terkait dengan hubungan
kerja tersebut. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana
hubungan kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa dalam
penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono
Kabupaten Lampung Timur.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data yang digunakan adalah
data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk
uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan
dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

Hubungan kerja kedua lembaga ini yakni bersifat kemitraan, konsulatif, dan
koordinatif. Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Indonesia tidak dapat
dipungkiri hubungan kemitraan antara Kepala Desa dengan BPD seringkali tidak
berjalan dengan baik. Terdapat persolan-persoalan yang timbul terkait dengan
hubungan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diketahui bahwa hubungan kemitraan
Badan Permusyawaratan Desa dan Kepala Desa dalam penyelenggaraan
pembangunan fisik Desa Sripendowo masih ada konflik dalam pucuk pemegang
kekuasaan yang masih berada ditangan Kepala Desa karena ada otoritas tertentu dari
Kepala Desa oleh perangkat yang lain tidak bisa ikut campur didalamnya.
Konsolidasi antara Kepala Desa dengan BPD Sripendowo sudah terlaksana. Kepala
Desa dan BPD mampu menyatukan pendapat mereka meskipun sering sekali terjadi

perbedaan pendapat, namun hal tersebut tidak pernah memunculkan konflik diantara
Kepala Desa dengan BPD. Koordinasi antara Kepala Desa Sripendowo dengan BPD
dalam pembangunan sudah terjalin. Jarangnya BPD hadir ke kantor desa bisa
menghambat proses koordinasi yang terjalin antara Kepala Desa dengan BPD.
Kata Kunci: Hubungan, Kemitraan, Pembangunan.

ABSTRACT

PARTNERSHIP RELATIONS AGENCY HEAD OF VILLAGE AND VILLAGES
IN CONSULTATIVE PHYSICAL
DEVELOPMENT VILLAGE
(Studies in Rural District of Sri Bhawono Sripendowo
East Lampung District)
By :
Alex H Situmorang
The village head and the village assembly (BPD) as Village authorities with their
respective duties well aligned with the goal of building a village community. The
working relationship that both organizations are partnerships. Partnership between
the village chief with BPD often do not work well. There are issues that arise relating
to the employment relationship. The problems discussed in this study is how the
partnership Village Consultative Body And Head Village in the implementation of
physical development Sri Bhawono Sripendowo District of East Lampung District.
This study used qualitative research methods. The data used are primary and
secondary data. Data that has been processed and then presented in narrative form,
then dintreprestasikan or construed to be discussed and analyzed qualitatively, and
then to subsequently drawn a conclusion.
Employment relation both institutions, namely is this partnership konsulatif, and
koordinatif. In administering government village in indonesia not be denied a

partnership between the village with BPD often not going well. There are emerging
problems associated with the relationship.
Based on the results of research and discussion note that partnerships Village
Consultative Board and Village Heads in the implementation of physical development
Sripendowo village there is still a conflict in the bud holders of power are still in the
hands of village head because there is a certain authority of the village head by
another device can not interfere in it . Consolidation between the village head with
BPD Sripendowo already done. The village head and BPD is able to unite their
opinion though often there is a difference of opinion, but it never led to a conflict
between the village chief with BPD. Coordination between the Village Head
Sripendowo with BPD in development already exists. The scarcity of BPD comes to

the village office could hamper the process of coordination that exists between village
head with BPD.
Keywords: Relationships, Partnership, Development.

RIWAYAT HIDUP

Alex H Situmorang, di lahirkan di Ps. Bergen pada tanggal
15 Februari 1988, merupakan anak dari pasangan Bapak

BDL. Situmorang dan Ibu Leria Saragi. Penulis merupakan
anak ketiga dari enam bersaudara.

Jenjang akademis penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Dasar (SD)

Negeri 4 Kertosari pada tahun 2000, kemudian melanjutkan ke

Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Ampera dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)
Lentera Harapan dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya tahun 2008 penulis
terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik di Universitas Lampung dengan mengikuti tes Seleksi ujian Mandiri.

Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa
Jurusan (HMJ) Ilmu Pemerintahan sebagai anggota Biro II. Pada Tahun 2012
Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik Universitas Lampung di
Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

PERSEMBAHAN


Kudedikasikan karya yang sederhana ini sebagai tanda
bakti dan terima kasihku kepada:

Bapak dan Mamaku Tercinta
“Yang

selalu memberikan curahan kasih sayang, dukungan, dan

doanya serta restu yang tiada hentinya hingga sekarang dan
sampai selamanya”

Abang, Kakak dan Adik-adikku
“yang selalu memberikan motivasi dan kasih sayang untuk

mencapai yang terbaik”

Almamaterku Universitas Lampung
“yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman”


MOTO

“Dari setiap proses kegagalan memiliki nilai tersendiri, belajar dari
kegagalan untuk mencapai suatu keberhasilan (belive in miracales)”

(Alex H Situmorang)

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karunia yang
telah diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“Hubungan Kemitran Kepala Desa Dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam
Pembangunan Fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten
Lampung Timur” yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai Gelar Sarjana
Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada :


1. Bapak Drs. Hi. Agus Hadiawan, M.Si selaku Dekan FISIP Universitas
Lampung dan juga selaku Dosen Pembimbing Akademik terima kasih atas
masukan dan kritik yang membangun;
2. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si. selaku Ketua Jurusan Ilmu
Pemerintahan dan juga selaku Pembahas Dosen terima kasih atas kesediannya
yang dengan sabar memberikan masukan, saran, kritik serta motivasi dalam
proses penyelesaian skripsi ini;
3. Bapak Drs. Sigit Krisbintoro, M.IP. selaku Sekretaris Jurusan Ilmu
Pemerintahan dan juga selaku Pembimbing Utama, terima kasih untuk

xiii

bimbingan, saran, kritik serta motivasi yang membangun dalam proses
penyelesaian skripsi ini;
4. Seluruh Dosen Pengajar dan Staf Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Staf FISIP
Universitas Lampung, yang telah membantu Penulis selama menuntut ilmu di
Jurusan Ilmu Pemerintahan;
5. Perangkat Pemerintahan Desa Sripendowo, terima kasih atas bantuannya yang
telah memberikan informasi dan data sehingga skripsi ini dapat terselesaikan;
6. Terimaksih buat Bpk Puji, Ibu Puji, Novi dan Puri, beserta keluarga besar

warga desa Sripendowo atas bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini,
terimakasih karena kalian telah menjadikan ku seperti keluarga;
7. Semua responden yang telah memberikan informasi dan bantuan kepada
Penulis;
8. Motivator besar dan yang teristimewa kepada kedua Orang Tuaku (Bapak,
Mama), yang telah membesarkan, mendidik dan membimbingku dengan
penuh kesabaran serta penuh kasih sayang, ini salah satu kado terindah buat
Bapak dan Mama;
9. Terimakasih untuk abang ku Chalen Yuli Boy Situmorang atas motivasinya;
10. Terimakasih untuk kakak ku Nova Eguslawati Situmorang (Mama Torangdo)
atas motivasinya, perhatiannya, serta kasih sayangnya.
11. Terimakasih untuk adik-adik ku; Ucok Febrian Situmorang, Togu Christian
Situmorang dan Alando Putra Situmorang atas motivasi kalian dan cinta kasih
kalian, semoga kalian bisa menjadi orang-orang sukses dan selalu takut akan
Tuhan. Buat adik Togu cepat selesaikan skripsinya dan semoga sukses buat
kedepannya. Buat adik Alando Putra semangat belajarnya ya dik, gapai apa
yang kamu cita-citakan, jadi anak kebangan Orang tua.

xiv


12. Makasih buat Bagus (Bag) yang telah membantu dalam melakukan Riset ke
Desa Sripendowo;
13. Terimakasih buat Mangampu Tua Simamora, Jepray Sitanggang, Jantilas
Pakpahan, Rustam Harianja, Daniel Septiawan Sitanggang, Gomgom Sirait,
Rickho Tumanggor, Yohanes Siagian, Doli Simamora, terimakasih telah
memberikan semangat dan selalu mengingatkan untuk mengerjakan
SKRIPSI, dan terimakasih juga untuk kebersamaannya selama ini.
14. Untuk teman seangkatan ku yang belum selesai Syahridi, Fuad, Ilham, Riska,
Felix Simanungkalit ayoek semangat kalian pasti bisa.
15. Untuk sahabat setiaku Briptu Kiarison Sihotang (Frengki) terimaksih buat
persahabatannya selama ini, semoga persahabatan ini dapat terus terjaga
walaupun dah jarang ketemu. Selalu jadi sahabat yang setia brotha.
16. Untuk adik-adik ku R-N HKBP Bergen (Hotman Hutagalung, Anggi
Sitanggang, Herniyati Br. Sitohang, Arzenius Situmorang, Delima Br.
Pardede, Riris Florenta Br. Rumasondi, Leni Br. Hutagalung, Rohana Sukarsi
Damanik, Denata Br Nainggolan, Tiur Br. Sidabalok,

yang tidak bisa

disebutkan satu persatu namanya, terimkasih untuk kebersamaannya selama

ini.
17. Untuk Betty Br Sirait, makasih buat remengannya selama proses pendaftaran
wisuda. Sukses selalu
18. Terimakasih untuk adek Lenny Widyaningsih yang selama ini sudah mau
menemani perjalan baik senang ataupun susah abang dalam perkuliahan
hingga selesai.
19. Terimakasih buat teman-teman yang belum disebutkan namanya satu persatu.

xv

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, 26 September 2014
Penulis

Alex Hermanto Situmorang

DAFTAR ISI


Halaman
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
ABSTRAK ........................................................................................................
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
RIWAYAT HIDUP .............................................................................................
MOTTO ..............................................................................................................
PERSEMBAHAN ...............................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
vii
ix
x
xi

BAB I PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang ...............................................................................
Rumusan Masalah ..........................................................................
Tujuan Penelitian ...........................................................................
Kegunaan Penelitian.......................................................................

1
8
8
8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

Kemitraan ......................................................................................
Teori Konflik ..................................................................................
Pembagian Kekuasaan (separation of power)................................
Tinjauan Tentang Kepala Desa ......................................................
Tinjaun Tentang Badan Permusyawaratan Desa............................
Tinjauan Tentang Pembangunan Desa ...........................................
Tinjauan Tentang Desa ..................................................................
Penelitian Terdahulu ......................................................................
Kerangka Pikir ..............................................................................

10
15
24
27
34
36
41
42
45

BAB III METODE PENELITIAN
A. Tipe Penelitian .............................................................................. 48
B. Fokus Penelitian ............................................................................. 49
C. Lokasi Penelitian ............................................................................ 50

D.
E.
F.
G.
H.

Sumber Data ...................................................................................
Informan Penelitian ........................................................................
Teknik Pengumpulan Data .............................................................
Teknik Pengolahan Data ................................................................
Analisis Data...................................................................................

50
51
52
53
54

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.

Sejarah Desa Sripendowo ..............................................................
Kondisi Geografis ..........................................................................
Keadaan Demografis ......................................................................
Kelembagaan Desa .........................................................................
Struktur Organisasi ........................................................................
Hubungan Kemitraan Antara Kepala Desa dengan BPD
Desa Sripendowo dalam Pembangunan Desa ................................

57
58
59
64
65
69

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Hasil Penelitian Hubungan Kemitraan Badan
Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam
Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo
Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur .................. 72
B. Pembahasan
Hubungan
Kemitraan
Badan
Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa Dalam
Penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa Sripendowo
Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur .................. 98
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .......................................................................................
109
B. Saran ...............................................................................................
111
DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas Lahan menurut Peruntukkan di Desa Sripendowo ....................... 59
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Sripendowo ..................................................... 60
Tabel 3. Prasarana Perhubungan Desa Sripendowo............................................ 62
Tabel 4. Sarana Pendidikan Desa Sripendowo ................................................... 63
Tabel 5. Sarana Olah Raga di Desa Sripendowo ................................................ 64
Tabel 6. Jumlah Sarana Ibadah di Desa Sripendowo .......................................... 64
Tabel 7. Rincian Pembangunan Desa Sripendowo ............................................. 89

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Pikir................................................................................... 47
Gambar 2. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Sripendowo ....................... 65

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah maka Penyelenggaraan pemerintahan di daerah khususnya
kabupaten/kota dilaksanakan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Penyelenggaraan pemerintahan daerah yang demikian
kemudian lebih akrab disebut Otonomi Daerah.

Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Hakikat Otonomi Daerah
adalah upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah secara
lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk mengelola sumber daya yang dimiliki
sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah sendiri.Kewenangan
yang luas dan utuh yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pengendalian dan evaluasi pada semua aspek pemerintahan ini, pada akhirnya
harus dipertanggungjawabkan kepada pemerintah dan masyarakat.Penerapan
otonomi daerah seutuhnya membawa konsekuensi logis berupa pelaksanaan

2

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah berdasarkan manajemen
keuangan daerah yang sehat.

Dalam perkembangan otonomi daerah, pemerintah pusat semakin memperhatikan
dan menekankan pembangunan masyarakat desa melalui otonomi pemerintahan
desa.Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu
mengakomodasi aspirasi masyarakat, mewujudkan paran aktif masyarakat untuk
turut serta bertanggungjawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai
sesama warga desa.

Hal ini lebih ditegaskan dalam pengaturan mengenai desa yaitu dengan
ditetapkannya PP No 72 tahun 2005. Prinsip dasar sebagai landasan pemikiran
pengaturan mengenai desa yaitu : Keanekaragaman, Partisipasi, otonomi asli,
Demokratisasi, dan Pemberdayaan masyarakat. Ginanjar Kartasasmita (1994)
memberikan pengertian pembangunan yang sederhana, yaitu sebagai “suatu
proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara
terencana”. Pembangunan dalam Paradigma Governance bertujuan untuk
mewujudkan

Interaksi

antara

Pemerintah,

Dunia

Usaha

Swasta,

dan

Masyarakat. Apabila sendi-sendi tersebut dipenuhi, maka terwujudlah Good
Governance.

Selanjutnya berdasarkan Permendagri No 66 Tahun 2007 tentang Perencanaan
Pembangunan Desa, pembangunan di desa merupakan model Pembangunan
partisipatif adalah suatu sistem pengelolaan pembangunan di desa bersama-sama
secara musyawarah, mufakat, dan gotong royong yang merupakan cara hidup
masyarakat yang telah lama berakar budaya wilayah Indonesia. Sebagaimana

3

disebutkan dalam Pasal 5 Permendagri No 66 tahun 2007,

karakteristik

pembangunan partisipatif diantaranya direncanakan dengan pemberdayaan dan
partisipatif. Pemberdayaan, yaitu upaya untuk mewujudkan kemampuan dan
kemandirian masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara sedangkan partisipatif, yaitu keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat
secara aktif dalam proses pembangunan.

Pembangunan di desa menjadi tanggungjawab Kepala desa sebagaimana diatur
dalam Pasal 14 ayat (1) PP No 72 tahun 2005 ditegaskan bahwa Kepala Desa
mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan.

Kegiatan

pembangunan

direncanakan

dalam

forum

Musrenbangdes, hasil musyawarah tersebut di ditetapkan dalam RKPD (Rencana
Kerja Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDesa. Dalam
pelaksanaan pembangunan Kepala Desa dibantu oleh perangkat desa dan dapat
dibantu oleh lembaga kemasyarakatan di desa.

Pemerintah Desa dalam melaksanakan tugas pembangunan dan penyelenggaraan
pelayanan kepada masyarakat harus benar-benar memperhatikan hubungan
kemitraan kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan desa itu sendiri. Kemitraan
yang dimakusd dalam penyelenggaraan pemerintahan desaadalah mampu
melaksanakan tugas pembangunan maupun pemberian pelayanan kepada
masyarakat, semua aparatur pemerintahan desa, baik itu Kepala Desa, Sekretaris
Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa harus benar-benar memahami kapasitas
yang menjadi kewenangan maupun tugasnya masing-masing. Sehingga dalam
melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan desa semua aparatur pemerintah

4

desa dalam hubungannya dapat bersinergi, bermitra dengan baik dan tepat dalam
meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang profesional dan
akuntabel.

Pasal 4 ayat (1) Permendagri No 66 Tahun 2007 merupakan pedoman bagi
pemerintah desa dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) dan Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP Desa).
Perencanaan Pembangunan Desa disusun dalam periode 5 (lima) tahun.
Perencanaan pembangunan 5 (lima) tahun tersebut merupakan RPJM Desa yang
memuat arah kebijakan keuangan desa, strategi pembangunan desa, dan program
kerja desa, dan ditetapkan dengan peraturan desa atau perdes.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) merupakan bagian
dari peraturan desa. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa)
ditetapkan dengan keputusan Kepala Desa dan disusun untuk menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan
pengawasan. Dengan ditetapkannya RPJM Desa oleh Kepala Desa, maka peran
Kepala Desa dalam proses penyusunan tersebut cukup besar dan bahakan harus
terjun langsung dalam proses perumusannnya.

Desa Sripendowo adalah sebuah desa yang berlokasi di Kecamatan Bandar
Sribhawono, Lampung Timur yang memiliki peranan yang besar dalam proses
pembangunan di tingkat desa. Sehingga seorang kepala desa dan Badan
Permusyawaratan Desa memegang suatu peran yang penting dalam pelaksanaan
pembangunan di desa Sripendowo. Desa Sripendowo yang merupakan satu
diantara desa yang ada di Kecamatan Bandar Sribhawono, Lampung Timur yang

5

memiliki jumlah penduduk 3.435 jiwa dengan luas wilayah 82,65 km tahun 2012.
Dimana Desa Sripendowo dalam hal pembangunan sudah terlihat cukup maju
dibandingkan desa-desa lainnya yang ada di Kecamatan Bandar Sribhawono, yang
satu diantaranya pembangunan di bidang infrastruktur yang berupa fasilitas
pelayanan publik baik sarana pendidikan, sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik,
jalan, jembatan, transportasi dan air bersih. ini dikarenakan letak Desa
Sripendowo seberang yang berdekatan dengan pusat kota dan sekaligus menjadi
ibukota dan pusat kecamatan. Sehingga proses penyelenggaraan pembangunan
cepat terlaksanakan.

Kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa Desa Sripendowo dilaksanakan
oleh Pemerintah desa yang terdiri atas Kepala desa dan Perangkat desa serta
Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hubungan Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) merupakan mitra kerja Pemerintah Desa di bidang pemerintahan,
pembangunan dan kemasyarakatan yang berfungsi sebagai badan legislasi. Dalam
setiap pembuatan Peraturannya Badan Permusyawaratan Desa (BPD) wajib
mewakili aspirasi masyarakat.

Menurut Bapak Salikun selaku Kepala Urusan Pemerintahan Desa Sripendowo,
sejauh ini hubungan antara Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
di Desa Sripendowo terjalin cukup baik. Namun ada beberapa hal yang menjadi
masalah dalam hubungan antara Kepala Desa dan BPD di Desa ini. Misalnya
Anggota BPD jarang turun kekantor desa akibatnya tatap muka dengan Kepala
Desa juga kurang. Sehingga mengakibatkan kerjasama serta tukar pikiran dengan
anggota BPD dan Kepala Desa jarang terjadi. Anggota Badan Permusyawaratan

6

Desa (BPD) sibuk dengan pekerjaan yang lain. Ternyata selain menjadi anggota
Badan Permusyawaratan Desa (BPD), anggota BPD juga mempunyai pekerjaan
diluar sebagai anggota BPD. Sehingga tidak ada anggota BPD untuk memikirkan
kepentingan masyarakat Desa dan mengkoordinasikannya kepada Kepala Desa
atau Perangkat Desa (Hasil prariset Penulis 15 Januari 2014).

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, terdapat beberapa permasalahan yang
timbul akibat hubungan antara BPD dengan kepala desa yang kurang baik, hal
tersebut antara lain:
1) Ketua BPD dan anggotanya belum menjalankan tugas pokok dan fungsinya
sebagaimana mestinya di dalam pemerintahan selaku mitra pemerintah desa
dan memiliki kedudukan yang sejajar sehinga pemerintahan desa menjadi
penguasa yang mutlak dalam pemerintahan di Desa dan berjalan sendiri tanpa
adanya peran dari BPD selaku wakil masyarakat di Desa khususnya dalam
pembanguna infrastruktur, hal ini di sebabkan tidak dihargainya pendapat dan
ide yang di sampaikan oleh BPD oleh pemerintah desa Benuang, yang
menyebabkan BPD tidak dapat melaksanakan tugasnya sebagaimana
mestinya, sehingga tujuan dalam Pembangunan desa tidak dpat dihasilkan
secara efektif dan efisien.
2) Sering terjadi pro dan kontra antara keduanya karena Kepala Desa
menganggap kehadiran BPD sebagai lawan bukan mitra. (Hasil prariset
Penulis 15 Januari 2014)

Penting hubungan antara BPD dengan kepala desa dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa khususnya dalam pembangunan fisik sesuai dengan kondisi

7

dan kebutuhan masyarakat. Kerjasama antara BPD dengan kepala desa juga
sangat penting dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan
desa dan pembinaan kemasyarakatan, untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat yang diharapkan yang tercantum dalam Pasal 55 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa.

Berdasarkan data tersebut di atas, dapat terlihat bahwa ada beberapa kendalakendala dan masalah yang terdapat pada Desa Sripendowo yaitu kurangnya
hubungan kerjasama Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa dalam
meningkatkan dan menggerakkan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam
penyelenggaraan pembangunan di Desa Sripendowo seperti jarang ikut serta
dalam proses perencanaan kebijakan, pelaksanaan, pengawasan maupun evaluasi
hasil pembangunan infrastruktur. Selama ini, kebijakan pembangunan di Desa
Sripendowo selalu bersipat top down dan sektoral dalam perencanaan serta
implementasinya tidak terintegrasi. Perencanaan disusun tanpa melibatkan
keseluruhan masyarakat yang berkaitan dengan pembangunan fisik, ternyata tidak
menyentuh semua wilayah desa. Pembangunan selama ini lebih banyak diarahkan
di bagian depan desa saja, hal ini menyebabkan pembangunan hanya terlihat
dibagian depan desa saja sedangkan dibagian belakang desa belum tersentuh
pembangunan secara utuh, kurangnya koordinasi seperti ini telah menimbulkan
kecemburuan sosial bagi sebagian masyarakat desa khususnya yang ada dibagian
belakang desa. Kondisi di desa tidak tersentuh pembangunan secara utuh, aktivitas
ekonomi sangat rendah, peluang usaha juga rendah, sarana pendidikan terbatas,
sebagian besar baru terpenuhi untuk sector pendidikan saja (Hasil prariset Penulis
15 Januari 2014).

8

Sehubungan dengan paparan tersebut di atas, peneliti terdorong untuk
mengadakan suatu penelitian dengan judul “Hubungan Kemitraan Kepala Desa
Dan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Fisik Desa(Studi Pada
Desa Sripendowo Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas yang menjadi rumusan masalah pada penelitian
ini adalah Bagaimana Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan
Kepala Desa dalam penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo
Kecamatan Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala
Desa dalam penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan
Sri Bhawono Kabupaten Lampung Timur.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini ialah :
1. Secara Teoritis
Secara teoritis penelitian ini akan dapat lebih memperkaya lagi kajian-kajian
yang berhubungan dengan Ilmu Pemerintahan, khususnya tentang Hubungan
Kemitraan Badan Permusyawaratan Desa Dan Kepala Desa dalam

9

penyelenggaraan pembangunan fisik Desa Sripendowo Kecamatan Sri
Bhawono Kabupaten Lampung Timur.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Badan
Permusyawaratan

Desa

(BPD)

dan

penyelenggaraan Pembangunan Fisik Desa.

Kepala

Desa

dalam

proses

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemitraan

1. Teori Kemitraan
Secara teoritis, Eisler dan Montuori (1997) membuat pernyataan yang menarik
yang berbunyi bahwa “memulai dengan mengakui dan memahami kemitraan pada
diri sendiri dan orang lain, dan menemukan alternatif yang kreatif bagi pemikiran
dan perilaku dominator merupakan langkah pertama ke arah membangun sebuah
organisasi kemitraan.” Dewasa ini, gaya-gaya seperti perintah dan kontrol kurang
dipercaya. Di dunia baru ini, yang dibicarakan orang adalah tentang karyawan
yang “berdaya”, yang proaktif, karyawan yang berpengetahuan yang menambah
nilai dengan menjadi agen perubahan.

Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong atau
kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Menurut
Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal antara individuindividu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi untuk mencapai suatu
tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian kemitraan secara umum
(Promkes Depkes RI) meliputi:

11

a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan ”mitra”
atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk kebersamaan
yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara sukarela untuk
mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk
bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan, prinsip,
dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan melaksanakan
serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang berupa resiko maupun
keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-masing secara teratur dan
memperbaiki kembali kesepakatan bila diperlukan. (Ditjen P2L & PM, 2004)

2. Prinsip Kemitraan
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu kemitraan
oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity)
Individu, organisasi atau institusi yang telah bersedia menjalin kemitraan
harus merasa sama atau sejajar kedudukannya dengan yang lain dalam
mencapai tujuan yang disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan

12

Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan masing-masing anggota
serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua itu harus diketahui oleh
anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal dijalinnya kemitraan sampai
berakhirnya kegiatan. Dengan saling keterbukaan ini akan menimbulkan
saling melengkapi dan saling membantu diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit)
Individu, organisasi atau institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh
manfaat dari kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi masing-masing.
Kegiatan atau pekerjaan akan menjadi efisien dan efektif bila dilakukan
bersama.

3. Model-model Kemitraan dan Jenis Kemitraan
Secara umum, model kemitraan dalam sektor kesehatan dikelompokkan menjadi
dua (Notoadmodjo, 2003) yaitu:
a. Model I
Model kemitraan yang paling sederhana adalah dalam bentuk jaring kerja
(networking) atau building linkages. Kemitraan ini berbentuk jaringan kerja
saja. Masing-masing mitra memiliki program tersendiri mulai dari
perencanaannya, pelaksanaannya hingga evalusi. Jaringan tersebut terbentuk
karena adanya persamaan pelayanan atau sasaran pelayanan atau karakteristik
lainnya.
b. Model II
Kemitraan model II ini lebih baik dan solid dibandingkan model I. Hal ini
karena setiap mitra memiliki tanggung jawab yang lebih besar terhadap

13

program bersama. Visi, misi, dan kegiatan-kegiatan dalam mencapai tujuan
kemitraan direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi bersama.

Menurut Beryl Levinger dan Jean Mulroy (2004), ada empat jenis atau tipe
kemitraan yaitu:
a. Potential Partnership
Pada jenis kemitraan ini pelaku kemitraan saling peduli satu sama lain tetapi
belum bekerja bersama secara lebih dekat.
b. Nascent Partnership
Kemitraan ini pelaku kemitraan adalah partner tetapi efisiensi kemitraan tidak
maksimal
c. Complementary Partnership
Pada kemitraan ini, partner/mitra mendapat keuntungan dan pertambahan
pengaruh melalui perhatian yang besar pada ruang lingkup aktivitas yang tetap
dan relatif terbatas seperti program delivery dan resource mobilization.
d. Synergistic Partnership
Kemitraan jenis ini memberikan mitra keuntungan dan pengaruh dengan
masalah pengembangan sistemik melalui penambahan ruang lingkup aktivitas
baru seperti advokasi dan penelitian.

Bentuk-bentuk/tipe kemitraan menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen
Kesehatan RI yaitu terdiri dari aliansi, koalisi, jejaring, konsorsium, kooperasi dan
sponsorship. Bentuk-bentuk kemitraan tersebut dapat tertuang dalam:
a. SK bersama
b. MOU

14

c. Pokja
d. Forum Komunikasi
e. Kontrak Kerja/perjanjian kerja

4. Konflik dalam Kemitraan
Beberapa literatur menyebutkan makna konflik sebagai suatu perbedaan pendapat
di antara dua atau lebih anggota atau kelompok dan organisasi, yang muncul dari
kenyataan bahwa mereka harus membagi sumber daya yang langka atau aktivitas
kerja dan mereka mempunyai status, tujuan, nilai, atau pandangan yang berbeda,
dimana masing-masing pihak berupaya untuk memenangkan kepentingan atau
pandangannya. Sedangkan menurut Brown (1998), konflik merupakan bentuk
interaksi perbedaan kepentingan, persepsi, dan pilihan. Wujudnya bisa berupa
ketidaksetujuan kecil sampai ke perkelahian (Purnama, 2000).

Konflik dalam organisasi biasanya terbentuk dari rangkaian konflikkonflik
sebelumnya. Konflik kecil yang muncul dan diabaikan oleh manajemen
merupakan potensi munculnya konflik yang lebih besar dan melibatkan
kelompok-kelompok dalam organisasi. Umstot (1984) menyatakan bahwa proses
konflik sebagai sebuah siklus yang melibatkan elemen-elemen : 1) elemen isu , 2)
perilaku sebagai respon dari isu-isu yang muncul, 3) akibat-akibat, dan 4)
peristiwa-peristiwa pemicu. Faktor-faktor yang bisa mendorong konflik adalah:
1) perubahan lingkungan eksternal,
2) perubahan ukuran perusahaan sebagai akibat tuntutan persaingan,
3) perkembangan teknologi,
4) pencapaian tujuan organisasi, dan

15

5) struktur organisasi.

Menurut Myer dalam Purnama (2000), terdapat tiga bentuk konflik dalam
organisasi, yaitu :
1) Konflik pribadi, merupakan konflik yang terjadi dalam diri setiap individu
karena pertentangan antara apa yang menjadi harapan dan keinginannya
dengan apa yang dia hadapi atau dia perolah,
2) Konflik antar pribadi, merupakan konflik yang terjadi antara individu yang
satu dengan individu yang lain, dan
3) Konflik organisasi, merupakan konflik perilaku antara kelompok-kelompok
dalam organisasi dimana anggota kelompok menunjukkan “keakuan
kelompoknya” dan membandingkan dengan kelompok lain, dan mereka
menganggap bahwa kelompok lain menghalangi pencapaian tujuan atau
harapan-harapannya.

B. Teori Konflik

1. Definisi Konflik
Konflik merupakan salah satu esensi dari kehidupan dan perkembangan manusia
yang mempunyai karakterstik yang beragam. Manusia memiliki perbedaan jenis
kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, bangsa, suku, agama,
kepercayaan, serta budaya dan tujuan hidup yang berbeda, perbedaan inilah yang
melatarbelakangi terjadinya konflik. Konflik adalah sebagai perbedaan persepsi
mengenai kepentingan terjadi ketika tidak terlihat adanya alternatif. Selama masih

16

ada perbedaan tersebut, konflik tidak dapat dihindari dan selalu akan terjadi. yang
dapat memuaskan aspirasi kedua belah pihak (Wirawan, 2010: 1-2).

Teori konflik yang sejalan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah konflik
berdasarkan perbedaan kepentingan ekonomi. Konflik sangat melekat di
masyarakat.

Konflik itu sendiri tidak memandang status atau tatanan dalam

lingkup sosial. Ekonomi sangat memicu terjadinya konflik yang terjadi di dalam
masyarakat.

Konflik dapat terjadi hanya karena salah satu pihak memiliki aspirasi tinggi atau
karena alternatif yang bersifat integratif dinilai sulit didapat. Ketika konflik
semacam itu terjadi, maka ia akan semakin mendalam bila aspirasi sendiri atau
aspirasi pihak lain bersifat kaku dan menetap (Dean G. Pruit, 2004; 27). Ketika
terjadi suatu konflik dalam suatu masyarakat proses konsiliasi perlu di
pertimbangkan jangan sampai terjadi kekerasan yang dapat merugikan salah satu
pihak yang berkonflik.

Sejalan dengan teoritis konflik pada umumnya yang berlawanan dengan pendirian
teori fungsionalisme struktural. Dahrendorf memandang masyarakat selalu berada
dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus
diantara unsur-unsurnya. Setiap elemen-elemen yang ada dalam masyarakat
memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial. Sehingga selalu terdapat
konflik dan pertikaian dalam sistem sosial. Kekuasaan mempunyai peran sentral
dalam mempertahankan ketertiban masyarakat. Keteraturan yang ada merupakan
paksaan pihak yang berkuasa kepada pihak yang dikuasai.

17

Menurut Dahrendorf masyarakat mempunyai sisi ganda, konflik dan konsensus
yang menjadi persyaratan satu sama lain. Tidak akan ada konflik kecuali ada
konsensus. Konflik tidak akan lahir tanpa adanya konsensus sebelumnya. Konsep
konsensus menurut teori konflik merupakan ketidakbebasan yang dipaksakan,
bukan hasrat untuk stabil sebagaimana menurut teori fungsionalisme. Hal ini
posisi sekelompok orang dalam struktur sosial menentukan otoritas terhadap
kelompok lainnya (otoritas berada di dalam posisi). Kepentingan dikategorikan
Dahrendorf menjadi kepentingan tersembunyi dan kepentingan nyata (Poloma;
2007: 49).

Dilain pihak, konflik dapat menciptakan konsensus dan integrasi. Oleh sebab itu,
proses konflik sosial merupakkan kunci adanya struktur

sosial. Dahrendrof

berpendapat bahwa di dalam setiap asosiasi yang ditandai oleh pertentangan
terdapat ketegangan diantara mereka yang ikut dalam struktur kekuasaan dan
yang tunduk pada struktur itu (Poloma; 2007: 135-136). Kekuasaan memisahkan
dengan tegas antara penguasa dan yang dikuasai, sehingga di dalam masyarakat
terdapat dua pihak yang saling bertentangan karena adanya perbedaan
kepentingan.

2. Jenis Konflik
Konflik banyak jenisnya dan dapat dikelompokkan berdasarkan berbagai kriteria.
Sebagai contoh, konflik dapat dikelompokkan berdasarkan latar terjadinya
konflik, pihak yang terkait dalam konflik, dan substansi konflik diantaranya
adalah konflik personal dan konflik interpersonal, konflik interes (Conflict of
interest), konflik realitas dan konflik non realitas, konflik destruktif dan konflik

18

konstruktif, dan konflik menurut bidang kehidupan

(Wirawan, 2010: 55).

Berbagai macam jenis konflik di atas yang sesuai dengan topik penelitian yang
akan diteliti ini adalah konflik menurut bidang kehidupan. Jenis konflikmenurut
bidang kehidupan ini tidak dapat berdiri sendiri, melainkan berkaitan dengan
konflik sejumlah aspek kehidupan. Sebagai contoh, konflik sosial sering kali tidak
hanya disebabkan oleh perbedaan suku, ras, kelas, atau kelompok sosial, tetapi
sering kali disebabkan oleh kecemburuan ekonomi.

Konflik ekonomi terjadi karena perbutan sumber-sumber ekonomi yang terbatas.
Konflik ekonomi misalnya terjadi dalam bentuk sengketa tanah pertanian antara
anggota masyarakat dan perusahaan perkebunan, antara anggota masyarakat dan
lembaga pemerintahan, atau antara anggota masyarakat lainnya. Konflik ekonomi
bisa terjadi antara anggota masyarakat di suatu daerah dan anggota masyarakat di
daerah lainnya mengenai hak wilayah ekonomi (Wirawan; 2010:55-69).

Konflik dapat dibedakan berdasarkan posisi pelaku konflik yang berkonflik, yaitu:
1) Konflik vertikal
Konflik yang terjadi antara elite dan massa (rakyat). Elit yang dimaksud
adalah aparat militer, pusat pemerintah ataupun kelompok bisnis. Hal yang
menonjol

dalam konflik vertikal adalah terjadinya kekerasan yang biasa

dilakukan oleh pemerintah terhadap rakyat.
2) Konflik horizontal
Konflik terjadi dikalangan massa atau rakyat sendiri, antara individu atau
kelompok yang memiliki kedudukan yang relative sama. Artinya, konflik
tersebut terjadi antara individu atau kelompok yang memiliki kedudukan

19

relative sederajat, tidak ada yang lebih tinggi dan rendah. (Wirawan; 2010:
116)

3. Faktor Penyebab Konflik
Konflik memiliki sebab yang melatarbelakangi adanya konflik atau pertentangan
(Soekanto, 2006:91):
1) Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaan mungkin akan melahirkan bentrokan antara
mereka.
2) Perbedaan kebudayaan
Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari pola-pola
kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta perkembangan
kepribadian tersebut.
3) Perbedaan kepentingan
Perbedaan kepentingan antara individu maupun kelompok merupakan sumber
lain dari pertentangan.
4) Perubahan sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu
dapat mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.

Hocker dan Wilmot mengatakan, konflik terjadi karena pihak-pihak yang terlibat
konflik mempunyai tujuan yang berbeda. Konflik bisa juga terjadi karena tujuan
pihak yang terlibat konflik sama, tetapi cara untuk mencapainya berbeda. Hal
seperti ini banyak terjadi dalam dunia politik dan bisnis (Wirawan; 2010: 8).
Sebab-sebab terjadinya konflik antara lain:

20

1) Komunikasi
Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit
dimengerti dan informasi yang tidak lengkap..
2) Struktur.
Pertarungan kekuasaan antara pemilik kepentingan atau sistem yang
bertentangan, persaingan untuk merebutkan sumberdaya yang terbatas, atau
saling ketergantungan dua atau lebih

kelompok-kelompok kegiatan kerja

untuk mencapai tujuan mereka.
3) Pribadi.
Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi dengan perilaku yang
diperankan mereka, dan

perubahan dalam nilai-nilai persepsi. (Wirawan,

2010:59)

Konflik sering kali merupakan salah satu

strategi para pemimpin untuk

melakukan perubahan. Jika tidak dapat dilakukan secara damai, perubahan
diupayakan dengan menciptakan konflik. Pemimpin menggunakan faktor-faktor
yang dapat menimbulkan konflik untuk menggerakan perubahan. Akan tetapi,
konflik dapat terjadi secara alami karena adanya kondisi obyektif yang dapat
menimbulkan terjadinya konflik. Berikut ini adalah kondisi obyektif yang bisa
menimbulkan konflik:
1) Tujuan yang berbeda dkemukakan oleh Hocker dan Wilmot, konflik terjadi
karena pihak-pihak yang terlibat konflik mempunyai tujuan yang berbeda.
2) Komunikasi yang tidak baik, komuikasi yang tidak baik seringkali
menimbulkan

konflik

dalam

organisasi.

Faktor

komunikasi

yang

menyebabkan konflik misalnya,distorsi, informasi yang tidak tersedia dengan

21

bebas, dan penggunaan bahasa yang tidak dimengerti oleh pihak-pihak yang
melakukan komunikasi.
3) Beragam karakteristik sosial, konflik dimasyarakat sering terjadi karena
anggotanya mempunyai karakteristik yang beragam; suku, agama, dan
ideologi. Karakteristk ini sering diikuti dengan pola hidup yang eksklusif satu
sama lain yang sering menimbulkan konflik.
4) Pribadi orang, dalam hal ini konflik terjadi karena adanya sikap curiga dan
berpikiran negatif kepada orang lain, egois, sombong, merasa selalu paling
benar, kurang dapat mengendalikan emosinya, dan ingin menang sendiri.
5) Kebutuhan, orang yang memiliki kebutuhan yang berbeda satu sama lain atau
mempunyai kebutuhan yang sama mengenai sesuatu yang terbatas jumlahnya.
Kebutuhan merupakan pendorong terjadinya perilaku manusia. Jika kebutuhan
orang terhambat, maka bisa memicu terjadinya konflik (Wirawan, 2010: 713).

4. Tipe Konflik
Suatu konflik akan digambarkan persoalan-persoalan sikap, perilaku dan situasi
yang ada. Tipe-tipe konflik terdiri atas tanpa konflik, konflik laten, konflik
terbuka, dan konflik di permukaan:
1) Tanpa konflik, setiap kelompok atau masyarakat yang hidup damai itu lebih
baik, jika mereka ingin agar keadaan ini terusberlangsung, mereka harus hidup
bersemangat dan dinamis, memanfaatkan konflik perilaku dan tujuan, serta
mengelola konflik secara kreatif.
2) Konflik laten, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat kepermukaan sehingga
dapat ditangani secara efektif.

22

3) Konflik terbuka, adalah yang berakar dari semangat nyata, dan memerlukan
berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
4) Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan
muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran, yang dapat diatasi
dengan meningkatkan komunikasi. (Wirawan, 2010: 6)

5. Akibat Konflik
Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pertentangan atau konflik, antara lain:
1) Bertambahnya solidaritas/in-group
Apabila suatu kelompok bertentangan dengan kelompok lain, solidaritas
antara warga-warga kelompok biasanya akan tambah erat.
2) Hancurnya atau retaknya kesatuan kelompok
Hal ini terjadi apabla timbul pertentangan antar golongan dalam suatu
kelompok.
3) Adanya perubahan kepribadian individu
Ketika terjadi pertentangan, ada beberapa pribadi yang tahan dan tidak tahan
terhadapnya. Mereka yang tidak tahan akan mengalami perubahan tekanan
yang berujung tekanan mental.
4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia
Konflik

yang

berujung

pada

kekerasan

maupun

peperangan

akan

menimbulkan kerugian, baik secara materi maupun jiwa-raga manusia.
5) Akomodasi, dominasi, dan takluknya suatu pihak
Konflik merupakan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.Konflik bisa
terjadi ketika beberapa tujuan dari masyarakat tidak sejalan. (Wirawan: 2010:
106-109)

23

6. Manajemen Konflik
Ketika menghadapi situasi konflik, orang berperilaku tertentu untuk menghadapi
lawannya. Perilaku mereka membentuk satu pola atau beberapa pola tertentu.
Pola perilaku orang orang dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya
manajemen konflik:
1) Koersi, yaitu suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan
kehendak suatu pihak terhadap pihak lain yang lebih lemah. Misalnya, sistem
pemerintahan totalitarian.
2) Kompromi, yaitu suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat
perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian.
Misalnya, perjanjian genjatan senjata antara dua negara.
3) Arbitrasi, yaitu terjadi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup
mencapai kompromi sendiri. Misalnya, penyelesaian pertentangan antara
karyawan dan pengusaha dengan serikat buruh, serta Departemen Tenaga
Kerja sebagai pihak ketiga.
4) Mediasi, seperti arbitrasi namun pihak ketiga hanya penengah atau juru damai.
Misalnya, mediasi pemerintah RI untuk mendamaikan fraksi-fraksi yang
berselisih di Kamboja.
5) Konsiliasi, merupakan upaya mempertemukan keinginan-keinginan dari
pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
Misalnya, panitia tetap menyelesaikan masalah ketenagakerjaan mengundang
perusahaan dan wakil karyawan untuk menyelesaikan pemogokan.
6) Toleransi, yaitu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi.

24

7) Stalemate, terjadi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai
kekuatan

seimbang.

Kemudian

keduanya

sadar

untuk

mengakhiri

pertentangan. Misalnya, persaingan antara Blok Barat dan Blok Timur.
8) Ajudikasi, yaitu penyelesaian masalah melalui pengadilan. Misalnya,
persengketaan tanah warisan keluarga yang diselesaikan di pengadilan
(Soekanto, 2010: 84).
C. Pembagian Kekuasaan (separation of power)

Pembagian kekuasaan adalah maslah yang selalu dihubungkan dengan ajaran
moetesquieu yang terkenal dengan sebutan Trias Politika. Walaupun pada
kenyataannya ajaran Moentesquieu sulit dilaksanakan, namun ajarannya itu
mengikat kepada kita, bahwa kekuasaan negara itu harus dicegah jangan sampai
berda didalam satu tangan, karena dengan demikian akan timbul kekuasaan yang
sewenang-wenag. Oleh sebab itukekuasaan negara harus dibagi-bagi dan
dipisahkan satu sama lain dalam tiga macam kekuasaan yang lazim disebut
sebagai kekuasaan legislatif, kekuasaan eksekutif, kekuasaan yudikatif, dengan
pengertian, bahwa untuk melaksanakan kekuasaan-kekuasaan tersebut perlu
dibentuk badan-badan tertentu terpisah satu sama lain, sehingga dengan demikian
tidak ada campur tangan antara badan-badan itu dalam melaksanakan
kekuasaannya masing-masing (Koesnardi, 1978:30).

Hubungan ketatanegaraan yang lazim melakukan kekuasaan legislatif adalah
parlemen atau Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan kekusaan eksekutif ada pada
Persiden atau kabinet yang dipimpin oleh seorang Perdana Mentri, dan kekuasaan
yudikatif di pegang oleh Badan-badan Kehakiman. Selanjutnya, bahwa didalam

25

ajaran Trias Political itu terdapat suasana checks end balance di mana di dalam
hubungan antarlembaga negara itu terdapat saling menguji karena masing-masing
lembaga tidak boleh melampai batas kekuasaanyang sudah ditentukan atau
masing-masing lembaga tidak mau dicampuri kekuasaannya sehingga antar
lembaga itu terdapat sutau perimbangan kekuasaan.

Namun dalam sebuah praktek ketatanegaraan tidak jarang terjadi pemusatan
kekuasaan pada satu tangan, sehingga terjadi pengelolaan sistem pemerintahan
yang dilakukan secara absolut atau otoriter, sebut saja misalnya seperti dalam
bentuk monarki dimana kekuasaan berada ditangan seorang raja. Maka untuk
menghindari hal tersebut perlu adanya pembagian/pemisahan kekuasaan, sehingga
terjadi kontrol dan keseimbangan diantara lembaga pemegang kekuasaan.

Pembagian kekuasaan terdiri dari dua kata, yaitu “pembagian” dan “kekuasaan”.
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) pembagian m

Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

3 68 100

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Fisik Studi Pada Kantor Kepala Desa Palding Jaya Sumbul Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi)

15 191 104

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembentukan Peraturan Desa (Studi Kasus Di Desa Tridayasakti Kecamatan Tambun Selatan Kabupaten Bekasi)

1 12 92