Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

(1)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM

PEMBANGUNAN PERTANIAN DI DESA BATUKARANG

KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO

SKRIPSI

Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FRIMA HAJIRIN S. PELAWI

100903089

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh :

Nama

: Frima Hajirin S. Pelawi

NIM

: 100903089

Departemen

: Ilmu Administrasi Negara

Judul

: Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam

Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung

Kabupaten Karo

Medan, April 2014

Dosen Pembimbing

Ketua Departemen

Ilmu Administrasi Negara

Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si

NIP. 195908161986111001

NIP. 196401081991021001

Dekan FISIP USU

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si


(3)

KATAPENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Rahmat dan KaruniaNya sampai saat ini penulis masih diberikan kesehatan dan semangat yang luar biasa sehingga berhasil menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian”.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, maka penyusunan skripsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Penulis telah banyak menerima bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik moriil dan materiil. Sehubungan dengan hal tersebut, maka pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku dosen pembimbing Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran kepada penulis sejak awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Bapak Dadang Darmawan, S.Sos, M.Si selaku dosen penguji yang telah banyak membantu dan memberikan masukan dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.


(4)

6. Kepada Kak Mega dan Kak Dian selaku pegawai pendidikan Fisip USU yang selalu membantu penulis dalam urusan administrasi yang berhubungan dengan perkuliahan maupun skripsi.

7. Dosen-dosen dan Staf Administrasi Ilmu Administrasi Negara yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam membantu kelancaran proses pembuatan skripsi ini.

8. Bapak Dhani Bangun selaku Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) desa Batukarang yang membantu dan bekerjasama dengan penulis pada saat melakukan penelitian.

9. Bapak Roin Andreas Bangun selaku Kepala Desa Batukarang yang membantu dan bekerjasama dengan penulis pada saat melakukan penelitian.

10. Mayarakat Desa Batukarang yang telah banyak membantu dan memberikan informasi kepada penulis mengenai skripsi ini.

11. Kedua orang tua ku tercinta, Ibu, Bapak dan Kakak ku juga yang selalu mendoakan penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terutama untuk Ibu yang dengan keikhlasan dan kesabarannya yang telah banyak memberikan dukungan. (Aku bangga menjadi putra kalian).

12. Sahabat-sahabat ku di luar maupun di Administrasi Negara 2010 dan juga Kelompok 5 Magang di desa Lau Damak Kecamatan Bahorok yang telah banyak memberikan dukungan dan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah memberikan masukan kepada penulis sampai selesainya skripsi ini. Penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin dalam meyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak kekurangan baik dari segi isi maupun tata bahasa yang digunakan, untuk itu penulis memohon maaf atas kurang kesempurnaannya

membacanya.


(5)

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kepada Allah SWT penulis mohonkan segala bantuan dan kebaikan yang telah penulis terima akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda. Amin….

Medan, April 2014 Penulis

Frima Hajirin S. Pelawi


(6)

DAFTARISI

Halaman

KATAPENGANTAR……… i

DAFTARISI………... iv

DAFTARGAMBAR………. vii

DAFTARBAGAN………. viii

ABSTRAK……….. ix

BABIPENDAHULUAN……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah………. 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 8

1.3 Tujuan Penelitian……… 9

1.4 Manfaat Penelitian……….. 9

1.5 Kerangka Teori……… 10

1.5.1 Pembangunan Desa…….………. 10

1.5.2 Pemerintahan Desa………... 16

1.5.3 Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……….. 20

1.5.3.1 Definisi Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……… 20

1.5.3.2 Fungsi, Wewenang dan Hak Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD)………... 22

1.5.3.3 Hubungan Kerja Kepala Desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)……… 25


(7)

1.5.5 Pembangunan Pertanian………... 30

1.6 Definisi Konsep………. 33

1.7 Sistematika Penulisan……… 34

BABIIMETODEPENELITIAN……… 36

2.1 Bentuk Penelitian………... 36

2.2 Lokasi Penelitian……… 36

2.3 Informan Penelitian………. 37

2.4 Teknik Pengumpulan Data………. 38

2.5 Teknik Analisis Data………... 39

BABIII DESKRIPSILOKASIPENELITIAN……… 41

3.1 Keadaan Geografis……….. 41

3.2 Keadaan Demografis………... 43

3.3 Keadaan Sosial dan Ekonomi………... 44

3.4 Peta Desa Batukarang………... 49

3.5 Struktur Pemerintahan Desa Batukarang……….. 50

3.6 Struktur Badan Permusyawaratan Desa Batukarang……… 56

BABIVPENYAJIANDATA……….. 61

4.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian…. 62 4.1.1 Perancanaan Yang Dilakukan BPD Untuk Pembangunan Pertanian.. 65

4.1.2 Usaha Yang Telah Dilakukan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………... 67 4.1.3 Keadaan Pertanian Di Desa Batukarang Sejak Dibentuknya BPD


(8)

Sebagai Badan Legislatif Desa ………... 70

4.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pelaksanaan PembangunanPertanian………... 72

4.3 Keterlibatan Masyarakat Dalam Pembangunan Pertanian……….. 73

BABVANALISISDATA………... 78

5.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Pembangunan Pertanian………..……… 78

5.2 Kerjasama BPD Dengan Kelompok Tani Dalam Pembangunan Pertanian………. 81

5.3 Keterlibatan Masyarakat Desa Batukarang Dalam Pembangunan Pertanian………..……….. 83

BABVIPENUTUP………..….. 85

6.1 Kesimpulan………. 85

6.2 Saran……….……… 86

DAFTARPUSTAKA……… xi LAMPIRAN


(9)

DAFTARGAMBAR

Halaman Gambar 1

Gambar 2

: Peta Lokasi Desa Batukarang………. 49

: Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang

Panggong Lama……… 75

Gambar 3 : Pembangunan Irigasi Pertanian Ladang

Panggong Mbaru……… 76


(10)

DAFTARBAGAN

Halaman

Bagan 1 : Struktur Pemerintahan Desa Batukarang………. 50

Bagan 2 : Struktur Badan Permusyawaratan Desa (BPD)


(11)

ABSTRAK

PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN

PAYUNGKABUPATENKARO

Nama Nim Fakultas Departemen

:FrimaHajirinS.Pelawi :100903089

:IlmuSosialdanIlmuPolitik :IlmuAdministrasiNegara

Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA

Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus, mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu


(12)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga mengikut sertakan masyarakat desa.

Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik. Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab pada bidangnya masing-masing.


(13)

ABSTRAK

PERANANBADANPERMUSYAWARATANDESA(BPD)DALAM PEMBANGUNANPERTANIANDIDESABATUKARANGKECAMATAN

PAYUNGKABUPATENKARO

Nama Nim Fakultas Departemen

:FrimaHajirinS.Pelawi :100903089

:IlmuSosialdanIlmuPolitik :IlmuAdministrasiNegara

Pembimbing :Prof.Dr.MarlonSihombing,MA

Dengan pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah maka dalam hal ini pemerintah desa memiliki hak untuk mengurus, mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan kepada pemerintahan desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk lingkup desa masing-masing. Suatu keberhasilan pembangunan terletak pada pemerintahannya sendiri, dalam hal ini pemerintah desa dalam melaksanakan pembangunan harus melibatkan lembaga lain yang paling berpengaruh yaitu


(14)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Karena BPD sebagai satu-satunya lembaga dalam menampung aspirasi masyarakat desa. Dalam melaksanakan pembangunan pertanian pemerintah desa harus mampu bekerjasama dengan BPD dan juga mengikut sertakan masyarakat desa.

Sehubungan dengan hal itu maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian di desa Batukarang, dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

Metode penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Adapun fokus penelitiannya adalah peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan pertanian. Dalam pengumpulan data dilaksanakan melalui wawancara, observasi, dokumentasi, dan penelitian kepustakaan.

Dari hasil penelitian yang didapatkan penulis di lapangan bahwa peranan Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang sudah berjalan dengan baik. Program yang BPD kerjakan juga sudah berjalan, tetapi masyarakat masih kurang diikutsertakan dalam pembangunan pertanian tersebut. BPD juga masih kurang dalam melakukan musyawarah-musyawarah desa karena musyawarah atau rapat dilakukan hanya jika diperlukan saja. Dan perlunya membuat suatu bidang-bidang khusus dalam keanggotaan BPD agar setiap anggota mampu bertanggung jawab pada bidangnya masing-masing.


(15)

BABI

PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakangMasalah

Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Sekalipun di berbagai daerah ekosistem wilayahnya ada yang sudah berubah menjadi daerah perkotaan dan perindustrian, namun pertanian masih tetap merupakan andalan utama bagi kehidupan masyarakat. Hingga saat ini sektor pertanian walau secara proporsi menurun selama lima tahun terakhir masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja tertinggi. Pada Februari 2013, tercatat sebanyak 39,96 juta orang atau 35 persen dari total tenaga kerja yang bekerja berpenghasilan dengan mengais rezeki di sektor pertanian. (http://ekonomi. kompasiana.com/agrobisnis/2013//09/26/surveipendapatanrumah-tangga-usahaper tanian-2013-596021.html).

Sebagai salah satu pilar ekonomi negara dan dasar bagi kelangsungan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, sektor pertanian diharapkan dapat meningkatkan pendapatan penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan serta mampu memberikan pemecahan permasalahan bagi bangsa Indonesia. Karena sektor pertanian mempunyai 4 fungsi yang sangat fundamental bagi pembangunan suatu bangsa, yaitu :

1. Mencukupi pangan dalam negeri


(16)

2. Penyediaan lapangan kerja

3. Penyediaan bahan baku untuk industri, dan

4. Sebagai penghasil devisa bagi negara

Sebagai sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional, sudah seharusnya sektor ini berkembang dan mendapat perhatian yang lebih serius dari pemerintah. Namun, perjalanan pembangunan pertanian Indonesia hingga saat ini masih belum dapat menunjukkan hasil yang maksimal jika dilihat dari tingkat kesejahteraan petani dan kontribusinya pada pendapatan nasional. Potensi pertanian Indonesia sangat besar, akan tetapi pada kenyataannya sampai saat ini sebagian besar dari petani kita masih banyak yang termasuk dalam golongan miskin. (http://www. paskomnas.com/id/berita/Kondisi-Pertanian-Indonesia-saat-ini-Berdasarkan-Pand angan-Mahasiswa-Pertanian-Indonesia.php). Bahkan desa yang merupakan wilayah sentra pertanian di Indonesia justru tidak mengalami perkembangan, baik dari segi kualitas hidup maupun kesejahteraan masyarakat desa itu sendiri.

Pembangunan pertanian di masa yang akan datang tidak hanya dihadapkan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada, namun juga dihadapkan pula pada tantangan untuk menghadapi perubahan tatanan politik di Indonesia yang mengarah pada era demokratisasi yakni tuntutan otonomi daerah dan pemberdayaan petani. Disamping itu, dihadapkan pula pada tantangan untuk mengantisipasi perubahan tatanan dunia yang mengarah pada globalisasi dunia. Oleh karena itu, pembangunan pertanian di Indonesia tidak saja dituntut untuk


(17)

menghasilkan produk-produk pertanian yang berdaya saing tinggi namun juga mampu mengembangkan pertumbuhan daerah serta pemberdayaan masyarakat. Ketiga tantangan tersebut menjadi sebuah kerja keras bagi kita semua apabila menginginkan pertanian kita dapat menjadi pendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan dapat menjadi motor penggerak pembangunan bangsa.

Desa Batukarang merupakan salah satu desa yang memproduksi hasil-hasil pertanian terutama tanaman holtikultura dalam jumlah yang besar, yang bisa memenuhi permintaan dari daerah lain. Desa ini termasuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Payung, Kabupaten Karo. Dimana, Kabupaten Karo merupakan daerah yang terkenal sebagai sentra tanaman holtikultura di Sumatera Utara.

Desa Batukarang memiliki topografi dataran tinggi dengan ketinggian antara ± 850 s/d 11.200 meter di atas permukaan laut. Secara umum Desa Batukarang beriklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan dengan tipe-tipe iklim kering. Rata-rata suhu udara sebesar 19,8°C dengan suhu maksimum 25,8°C dengan suhu minimum 14,3°C. Sepanjang tahun daerah ini hanya mengalami dua kali pertukaran musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung sepanjang bulan September sampai bulan Maret pada tahun berikutnya, dan musim kemarau berlangsung dari bulan April hingga Agustus. Rata-rata curah hujan di daerah ini berkisar 2500 mm pertahun. Dengan kondisi ini, Desa Batukarang memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor pertanian.


(18)

Kondisi alam yang mendukung, membuat penduduk Desa Batukarang memiliki kemauan dan kerja keras yang kuat dalam bidang pertanian. Penduduk Desa Batukarang sendiri sebahagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Ada juga penduduk yang bekerja sebagai pegawai negeri, pedagang, wiraswasta, dan lain sebagainya, namun mereka tetap memiliki lahan pertanian bahkan masih menyempatkan diri untuk bekerja di ladang. Hal ini kemudian membuat penduduk Desa Batukarang tidak pernah kekurangan bahan pangan. Bahkan usaha pertanian di desa ini telah menyediakan pekerjaan bagi orang-orang di luar Kabupaten Karo, sebagai buruh tani atau lebih dikenal dengan istilah aron.

Luas areal kawasan Desa Batukarang adalah 1370 Ha. Dengan penggunaan lahan terbesar untuk pertanian. Penggunaan tanah di Desa Batukarang sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian cabai dan padi baik pertanian lahan kering maupun pertanian lahan basah / sawah. Kesuburan tanah menjadikan desa Batukarang sebagai tempat yang ideal dan pertanian menjadi sumber kehidupan pokok dan utama bagi penduduknya. Pertanian padi adalah yang utama sehubungan dengan makanan pokok adalah beras. (Proposal Penelitian Kurnia Putra Bangun, 2008. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat di Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2005 di Kabupaten Karo. Medan : Universitas Sumatera Utara).

Meskipun desa Batukarang memiliki potensi yang besar dalam sektor pertanian, namun hal ini tidak menjamin bahwa produksi pertanian di desa ini berkembang. Selain itu, jika dibandingkan dengan desa-desa pertanian lainnya di Indonesia, seperti yang ada di Bali, maka pembangunan pertanian di desa ini


(19)

sangat tertinggal jauh. Selain dari produksi pertanian itu sendiri, desa-desa pertanian di Bali telah dikembangkan menuju desa agrowisata. Dimana usaha pertanian di samping tetap berproduksi, dikembangkan juga menjadi kawasan wisata alam tanpa meninggalkan fungsi utamanya sebagai lahan pertanian produktif. Sehingga hal ini bisa lebih meningkatkan pendapatan petani.

Pembangunan pertanian di Bali dilakukan secara sungguh-sungguh dan terencana dengan baik, dengan melihat peluang-peluang yang ada. Pengembangan agrowisata di wilayah ini pun dilakukan dengan melihat potensi pariwisata yang cukup besar dengan objek wisata yang beraneka ragam yang dimilikinya. Dan upaya ini telah membawa keberhasilan tersendiri bagi Bali. Wisatawan yang berkunjung ke Bali belakangan ini memiliki kecenderungan tidak sekedar menikmati keunikan sosial budaya, tetapi juga perhatian akan lingkungan yang semakin meningkat. (Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali: Kasus Bagus Discovery Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism di Kampus STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus 2002). Bahkan para wisatawan yang datang selalu menyempatkan diri untuk mengunjungi desa-desa agrowisata di Bali, baik yang datang untuk tujuan dapat melihat langsung dan mengikuti proses panen serta mengetahui tentang bagaimana hasil-hasil pertanian itu dipasarkan maupun yang datang hanya untuk menikmati pemandangan alam dan udara yang segar.

Desa Batukarang sendiri memiliki potensi untuk berkembang seperti desa- desa pertanian di Bali. Dimana Kabupaten Karo juga memiliki objek-objek wisata yang banyak dan beraneka ragam. Bahkan Karo sendiri menjadi salah satu tujuan


(20)

wisata terbesar di Sumatera Utara, selain Danau Toba yang ada di Samosir. Namun hingga saat ini pertanian di Desa Batukarang tidak berubah dari keadaan yang sebelumnya. Dimana pertanian hanya ditujukan untuk sekedar memenuhi kebutuhan masyarakat dan belum memanfaatkan potensi-potensi yang ada secara maksimal. Padahal sejak berlakunya otonomi daerah, desa sudah diberi kewenangan untuk berkreasi dan mengembangkan daerahnya sesuai dengan potensi yang ada.

Desa memiliki hak untuk mengurus, mengatur rumah tangganya sendiri yang disebut otonomi desa. Desa tidak lagi berada dibawah pemerintahan kecamatan seperti sebelumnya. Untuk itulah telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa. Dimana inti dari peraturan ini adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat desa untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan persyaratan yang diamanatkan yakni diselenggarakan dengan memperhatikan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah. (http://repository.unhas.ac.id/handle/1 23456789/253).

Dengan peraturan ini, pemerintah desa harus melakukan sendiri aktivitas perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan. Untuk itulah pemerintah desa harus membuat dan menetapkan sendiri peraturan perundang-undangan untuk lingkup desa masing-masing. Peraturan inilah yang kemudian dikenal sebagai peraturan desa. Penetapan peraturan desa sendiri dilakukan oleh Badan Permusyawaratan Desa bersama dengan Kepala Desa. Jadi, Kepala Desa sebagai


(21)

lembaga eksekutif di tingkat desa, sedangkan Badan Permusyawaratan Desa sebagai lembaga legislatif di ditingkat desa.

Pembentukan Badan Permusyawaratan Desa tersebut pada dasarnya merupakan implementasi dari demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa; yang berfungsi dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan Keputusan Kepala Desa. Badan Permusyawaratan Desa yang selanjutnya disebut BPD adalah Badan Permusyawaratan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di Desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD sebagai Badan Permusyawaratan merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. BPD berkedudukan sejajar dan menjadi mitra dari Pemerintah Desa. BPD mempunyai fungsi, yaitu: (1) mengayomi yaitu menjaga kelestarian adat istiadat yang hidup dan berkembang di Desa yang bersangkutan sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan; (2) legislasi yaitu merumuskan dan menetapkan Peraturan Desa bersama-sama Pemerintah Desa; (3) pengawasan yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa serta Keputusan Kepala Desa; dan (4) menampung aspirasi masyarakat yaitu menangani dan menyalurkan aspirasi yang diterima dari masyarakat kepada Pejabat atau Instansi yang berwenang. (http://www.sundul.desa.id/2013/06/bpd- desa-sundul-tahun-2013-2018.html).


(22)

Mencermati fungsi BPD khususnya dalam hal legislasi di desa, maka dapat dikatakan bahwa BPD memiliki peran yang sangat penting dan strategis dalam proses pemerintahan di desa. BPD secara langsung dapat mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat desa dan sangat menentukan kemana arah pembangunan suatu desa. Untuk itulah, peran BPD sangat menentukan dalam pembangunan pertanian di Desa Batukarang. Hal ini dikarenakan keberhasilan pembangunan sektor pertanian tidak hanya bergantung pada seberapa besar potensi yang dimiliki, tetapi juga peran dari pemerintah.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melihat lebih dalam bagaimana sebenarnya peran BPD dalam pembangunan pertanian. Untuk itu peneliti mengangkat judul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Pembangunan Pertanian Di Desa BatukarangKecamatanPayungKabupatenKaro’’.

1.2RumusanMasalah

Untuk mempermudah penelitian ini nantinya dan agar penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data kedalam penulisan skripsi, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan dijawab melalui penelitian ini adalah: “ Bagaimana Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo’’.


(23)

1.3TujuanPenelitian

Setiap penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau apa yang menjadi tujuan penelitian dalam penyelenggaraanya. Dengan demikian adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Peranan Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo dalam Pembangunan Pertanian.

2. Untuk mengetahui masalah atau kendala yang dihadapi oleh Badan Permusyawaratan Desa dalam menjalankan Perannya pada Pembangunan Pertanian di desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo.

1.4ManfaatPenelitian

Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus mempunyai manfaat yang jelas. Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi penulis, sebagai suatu tahap untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah serta kemampuan untuk menuliskannya ke dalam bentuk karya tulis ilmiah berdasarkan kajian-kajian teori yang diperoleh ilmu administrasi negara FISIP USU khususnya pada konsentrasi pembangunan.

2. Bagi instansi, sebagai bahan masukan bagi Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan kegiatannya.


(24)

3. Secara akademis, penelitian ini diharapkan bisa memperkaya khasanah ilmiah dan referensi dalam penelitian ilmu sosial khusunya bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan bagi kalangan penulis lainnya yang tertarik dalam bidang ini.

1.5KerangkaTeori

1.5.1PembangunanDesa

Teori pembangunan dalam ilmu sosial dapat dibagi ke dalam dua paradigma besar, modernisasi dan ketergantungan (Lewwellen 1995, Larrin 1994, Kiely 1995 dalam Tikson, 2005). Paradigma modernisasi mencakup teori-teori makro tentang pertumbuhan ekonomi dan perubahan sosial dan teori-teori mikro tentang nilai-nilai individu yang menunjang proses perubahan. Paradigma ketergantungan mencakup teori-teori keterbelakangan (under-development) ketergantungan (dependent development) dan sistem dunia (world system theory) sesuai dengan klassifikasi Larrain (1994). Sedangkan Tikson (2005) membaginya kedalam tiga klassifikasi teori pembangunan, yaitu modernisasi, keterbelakangan dan ketergantungan. Dari berbagai paradigma tersebut itulah kemudian muncul berbagai versi tentang pengertian pembangunan.

Pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004).


(25)

Tema pertama adalah koordinasi, yang berimplikasi pada perlunya suatu kegiatan perencanaan seperti yang telah dibahas sebelumnya. Tema kedua adalah terciptanya alternatif yang lebih banyak secara sah. Hal ini dapat diartikan bahwa pembangunan hendaknya berorientasi kepada keberagaman dalam seluruh aspek kehidupan. Ada pun mekanismenya menuntut kepada terciptanya kelembagaan dan hukum yang terpercaya yang mampu berperan secara efisien, transparan, dan adil. Tema ketiga mencapai aspirasi yang paling manusiawi, yang berarti pembangunan harus berorientasi kepada pemecahan masalah dan pembinaan nilai-nilai moral dan etika umat.

Siagian (1994) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1994) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Menurut Deddy T. Tikson (2005) bahwa pembangunan nasional dapat pula diartikan sebagai transformasi ekonomi, sosial dan budaya secara sengaja melalui kebijakan dan strategi menuju arah yang diinginkan. Transformasi dalam struktur ekonomi, misalnya, dapat dilihat melalui peningkatan atau pertumbuhan produksi yang cepat di sektor industri dan jasa, sehingga kontribusinya terhadap pendapatan nasional semakin besar. Sebaliknya, kontribusi sektor pertanian akan menjadi semakin kecil dan berbanding


(26)

terbalik dengan pertumbuhan industrialisasi dan modernisasi ekonomi. Transformasi sosial dapat dilihat melalui pendistribusian kemakmuran melalui pemerataan memperoleh akses terhadap sumber daya sosial-ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, air bersih, fasilitas rekreasi, dan partisipasi dalam proses pembuatan keputusan politik. Sedangkan transformasi budaya sering dikaitkan, antara lain, dengan bangkitnya semangat kebangsaan dan nasionalisme, disamping adanya perubahan nilai dan norma yang dianut masyarakat, seperti perubahan dan spiritualisme ke materialisme/sekularisme. Pergeseran dari penilaian yang tinggi kepada penguasaan materi, dari kelembagaan tradisional menjadi organisasi modern dan rasional.

Dengan demikian, proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan (progress), pertumbuhan dan diversifikasi.

Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar.

b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan yang lebih baik.


(27)

Taliziduhu Ndraha (1982:71) mengemukakan bahwa: “pembangunan desa merupakan setiap pembangunan yang di dalam prosesnya masyarakat desa harus berpartisipasi aktif”. Sementara Soewignjo (1985:24) juga mengemukakan pendapat mengenai pembangunan desa yaitu: “Pembangunan desa yaitu perencanaan pembangunan dari, oleh, dan untuk masyarakat desa.”

Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong mereka untuk menyumbang bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakan secara bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi masyarakat.

Dalam penjelasannya oleh Syahyuti dari Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, partisipasi adalah proses tumbuhnya kesadaran terhadap kesalinghubungan di antara stakeholders yang berbeda dalam masyarakat, yaitu antara kelompok-kelompok sosial dan komunitas dengan pengambil kebijakan dan lembaga-lembaga jasa lain. Secara sederhana, partisipasi dapat dimaknai sebagai “the act of taking part or sharing in something” . Dua kata yang dekat dengan konsep partisipasi adalah “engagement” dan “involvement” .

Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan


(28)

mereka. Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan. Pada akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan.

Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan masyarakat. Para ahli telah mampu membuat pengklasifikasian partisipasi. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa sesungguhnya ada tujuh karakteristik tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana pembangunan tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk pembangunan, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian, tidak dibahas bersama masyarakat.


(29)

3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian pelaksana pembangunan, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.

6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.


(30)

7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat mempengaruhi pemerintahan desa dan memaksa mereka agar lebih accountable.

1.5.2PemerintahanDesa

Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan barada di Kabupaten atau Kota. Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.


(31)

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengakui otonomi yang dimiliki oleh desa ataupun dengan sebutan lainnya dan kepada desa melalui pemerintahan desa dapat diberikan penugasan ataupun pendelegasian dari pemerintah ataupun pemerintah daerah untuk melaksanakan urusan pemerintah tertentu. Sedangkan desa di luar desa geneologis yaitu desa yang bersifat administratif seperti desa yang dibentuk karena pemekaran desa ataupun karena transmigrasi ataupun karena alasan lain yang warganya pluralistis, majemuk, ataupun heterogen, maka otonomi desa akan diberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan desa itu sendiri.

Desa dapat melakukan perbuatan hukum, baik hukum publik maupun hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda, dan bangunan serta dapat dituntut dan menuntut di pengadilan. Untuk itu kepala desa dengan persetujuan BPD mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hukum dan mengadakan perjanjian yang saling menguntungkan.

Desa memiliki sumber pembiayaan berupa pendapatan desa, bantuan pemerintah dan pemerintah daerah, pendapatan lain-lain yang sah, sumbangan pihak ketiga dan pinjaman desa. Berdasarkan hak asal-usul desa yang bersangkutan, kepala desa mempunyai wewenang untuk mendamaikan perkara atau sengketa dari para warganya. Dalam upaya meningkatkan dan mempercepat pelayanan kepada masyarakat yang bercirikan perkotaan dibentuk kelurahan sebagai unit pemerintahan kelurahan yang berada di dalam daerah kabupaten dan/atau daerah kota.


(32)

Dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa dibentuk Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, yang berfungsi sebagai lembaga pengaturan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, seperti dalam pembuatan dan pelaksanaan Peraturan Desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan Kepala Desa. Di desa dibentuk lembaga kemasyarakatan yang berkedudukan sebagai mitra kerja pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat desa.

Kepala Desa pada dasarnya bertanggungjawab kepada rakyat desa yang dalam tata cara dan prosedur pertanggungjawabannya disampaikan kepada Bupati atau walikota melalui Camat. Kepada Badan Permusyawaratan Desa, Kepala Desa wajib memberikan keterangan laporan pertanggungjawabannya dan kepada rakyat menyampaikan informasi pokok-pokok pertanggungjawabannya namun tetap harus memberi peluang kepada masyarakat melalui Badan Permusyawaratan Desa untuk menanyakan dan atau meminta keterangan lebih lanjut terhadap hal-hal yang berhubungan dengan pertanggungjawaban tersebut.

Desa tidak lagi merupakan level administrasi, tidak lagi menjadi bawahan daerah tetapi menjadi independent community, sehingga setiap warga desa dan masyarakat desanya berhak berbicara atas kepentingannya sendiri dan bukan dari atas ke bawahan seperti selama ini terjadi. Desa dapat dibentuk, dihapus, dan/atau digabungkan dengan memperhatikan asal- usulnya atas prakarsa masyarakat dengan persetujuan pemerintahan kabupaten dan DPRD.


(33)

Di desa dibentuk pemerintah desa yang terdiri atas kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dan perangkat desa. Perangkat Desa terdiri atas sekretaris desa dan perangkat desa lainnya seperti perangkat pembantu kepala desa terdiri dari sekretaris desa, pelaksana teknis lapangan seperti kepala urusan dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan sebutan lain.

Penyelenggaraan pemerintah desa merupakan subsistem dari sistem penyelenggaraan pemerintah sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Kepala desa bertanggungjawab pada BPD dan menyampaikan laporan pelaksanaan tugas tersebut kepada bupati.

Dalam menjalankan Pemerintahan Desa, pemerintah desa menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. Sedangkan dalam menyelenggara- kan tugas dan fungsinya, kepala desa:

a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui BPD; dan

b. Menyampaikan laporan mengenai pelaksanaan tugasnya kepada Bupati tembusan Camat.

Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai penanggungjawab utama dalam bidang pembangunan Kepala Desa dapat dibantu lembaga kemasyarakatan yang ada di desa. Sedangkan dalam menjalankan tugas dan fungsinya, sekretaris desa, kepala seksi, dan kepala dusun berada di bawah serta tanggungjawab kepada Kepala Desa, sedang kepala urusan berada di bawah dan bertanggungjawab kepada sekretaris desa.


(34)

Menurut UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pasal 209, urusan pemerintah yang menjadi kewenangan desa adalah sebagai berikut.

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal-usul desa. b. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kabupaten atau kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa.

c. Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan atau pemerintah kabupaten atau kota.

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa.

1.5.3BadanPermusyawaratanDesa(BPD)

1.5.3.1DefinisiBadanPermusyawaratanDesa(BPD)

Badan Permusyawaratan Desa adalah merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.

BPD mempunyai peran yang besar dalam membantu Kepala Desa untuk menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan. Dalam UU No. 32 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa. Dalam rangka pemberdayaan dan penguatan desa,


(35)

pemerintah mendorong terbentuknya Badan Perwakilan Desa (BPD) yang dalam UU.No.32 tahun 2004 , menjadi Badan Permusyawaratan Desa.

Dalam melaksanakan kewenangan yang dimilikinya untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legeslasi (menetapkan kebijakan desa) dan menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakat bersama Kepala Desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh Pemerintah Desa.

Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa untuk secara bersama-sama Pemerintah Desa ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis. Sebagai lembaga pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Selain itu, dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Dengan adanya kontrol BPD tersebut membuat pembangunan di desa semakin terarah dan program-program dalam meningkatkan pembangunan pertanian di desa akan lebih terawasi dan terlaksana dengan pembentukan BPD.


(36)

1.5.3.2Fungsi,WewenangdanHakAnggotaBadanPermusyawaratanDesa (BPD)

Adanya mekanisme kontrol melalui sebuah lembaga perwakilan, tidak semata dengan terwujudnya lembaga BPD. Melainkan sangat ditentukan pula dari proses pembentukannya serta bagaimana kapasitas kerja dari anggota BPD tersebut sesudahnya. Kesadaran politik masyarakat terutama dalam hal peran serta, menentukan kebijakan yang akan diambil, sangat dibutuhkan.

Badan Perwakilan Desa (BPD) yang ada selama ini berubah namanya menjadi Badan Permusyawaratan Desa. BPD merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa. Dalam pasal 29 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 Badan Permusyawaratan Desa berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa, serta Dalam pasal 209 UU No 32 tahun 2004 Junto pasal 209 UU No 12 Tahun 2008 Junto Pasal 34 Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 disebutkan bahwa fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa ialah menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, oleh karenanya BPD sebagai Badan Permusyawaratan yang berasal dari masyarakat desa, disamping menjalankan fungsinya sebagai jembatan penghubung antara kepala desa dengan masyarakat desa, juga harus menjalankan fungsi utamanya, yakni fungsi representasi. Perubahan ini didasarkan pada kondisi faktual bahwa budaya politik lokal yang berbasis pada filosofi “musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses, sedangkan mufakat berbicara tentang hasil. Hasil yang baik diharapkan diperoleh dari proses yang


(37)

dapat segera diselesaikan secara arif, sehingga tidak sampai menimbulkan goncangan-goncangan yang merugikan masyarakat luas.

Keanggotaan BPD seperti yang disebutkan dalam pasal 30 PP No 72 tahun 2005 adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.

Adapun jumlah anggota Badan Permusyawaratan Desa ditentukan berdasarkan jumlah penduduk desa yang bersangkutan dengan ketentuan menurut PP nomor 72 tahun 2005 tentang pemerintahan desa, sebagai berikut :

a. Jumlah penduduk desa sampai dengan 1.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 5 (lima) orang

b. Jumlah penduduk desa antara 1.501 sampai dengan 2.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 7 (tujuh) orang

c. Jumlah penduduk desa antara 2.001 sampai dengan 2.500 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 9 (sembilan) orang

d. Jumlah penduduk desa antara 2.501 sampai dengan 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 11 (sebelas) orang


(38)

e. Jumlah penduduk lebih dari 3.000 jiwa, jumlah anggota BPD sebanyak 13 (tiga belas) orang

Dalam Pasal 35 PP No 72 Tahun 2005, dijelaskan BPD mempunyai wewenang:

a) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa

b) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa

c) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa

d) Membentuk panitia pemilihan Kepala Desa

e) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan,dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan menyusun tata tertib BPD.

Dan dalam pasal 37 PP No 72 Tahun 2005, Anggota BPD mempunyai hak:

a) Mengajukan rancangan Peraturan Desa

b) Mengajukan pertanyaan

c) Menyampaikan usul dan pendapat

d) Memilih dan dipilih


(39)

Sedangkan yang dimaksud dengan Peraturan Desa ialah produk hukum tingkat desa yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan Permusyawaratan Desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa (pasal 55 PP No 72 tahun 2005). Peraturan desa dibentuk dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa, dengan demikian maka pemerintahan desa harus merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan-peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta harus memperhatikan kondisi sosial budaya masyarakat desa setempat dalam upaya mencapai tujuan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat jangka panjang, menengah dan jangka pendek.

1.5.3.3HubunganKerjaKepala DesadenganBadanPermusyawaratanDesa (BPD)

Hubungan kerja Kepala Desa dengan BPD, dilakukan melalui pengertian dan kedudukan, tugas dan fungsi serta kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi tersebut. Tugas dan fungsi Kepala Desa dalam UU NO. 32 Tahun 2004 tidak merinci apa saja yang menjadi tugas dan fungsinya tersebut, tetapi menekankan supaya di atur lebih lanjut oleh Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota berdasarkan Peraturan Pemerintah. Secara umum dapat dikatakan bahwa tugas dan fungsi Kepala Desa adalah :

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa

b. Membina kehidupan masyarakat desa dalam arti sosial dan ekonomi


(40)

c. Memelihara kehidupan yang harmonis di tengah-tengah masyarakat desa

d. Mewakili desa dalam beberapa peristiwa hukum dan atau menunjuk kuasa hukumnya.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang anggota-anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa yang di tetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat, berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. (Pasal 210 ayat 1 dan Pasal 209 UU No. 32 Tahun 2004).

Kedudukan Kepala Desa dan BPD dapat dikatakan. Pertama, sebagai pihak yang bermitra kerja dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Desa, karena BPD bersama Kepala Desa menetapkan Peraturan Desa. Di samping itu, Kepala Desa memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Desa, BPD secara institusional mewakili penduduk desa bertindak sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Di sisi lain adanya fungsi BPD untuk menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Kedua, Kepala Desa bertanggung jawab kepada penduduk desa melalui BPD dalam arti kultural dan etika.

Selanjutnya mengenai kemampuan melaksanakan tugas dan fungsi dapat dikatakan sebagai pelengkap dalam harmonisasi atau disharmonisasi hubungan kerja. Hubungan kerja dalam mekanisme kemitraan mengenai penetapan Peraturan Desa, pada kelaziman umum, tedapat kondisi penyusunan rencana perundang-undangan dapat dilakukan oleh salah satu pihak, namun yang prinsip-


(41)

prinsip rancangan Peraturan Perundang-undangan wajib mendapat persetujuan dari pihak lain sebagai mitra yang dtentukan. Hal yang sama berlaku dalam mekanisme peyusunan dan pengesahan Rancangan Peraturan Desa. Rancangan Peraturan Desa dapat dibuat oleh Kepala Desa atau BPD dan mendapat pengesahan dari salah satunya.

Dinamika penetapan peraturan desa pada umumnya dapat terlaksana sesuai harapan walaupun melalui beberapa ketegangan akibat adanya tuntutan perubahan dan perbaikan naskah atau materi yang diusulkan, dan hal itu adalah suatu kewajaran. Ketegangan yang sesungguhnya terjadi apabila Peraturan Desa dilaksanakan dengam Keputusan Kepala Desa.

Hubungan kerja BPD, secara institusional mewakili penduduk desa, bertindak sebagai pengawas terhadap penyelenggaraan Pemerintah Desa. Obyek- obyek pengawasan dapat berupa implementasi Peraturan Desa, mekanisme pelayanan masyarakat, operasionalisasi pemerintahan secara umum dan pelaksanaan program pembangunan desa. Pekerjaan menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sesungguhnya merupakan fungsi namun dalam aplikasi penyaluran aspirasi tersebut diperlukan kerja kemitraan. Kemitraan dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa antara Kepala Desa dan BPD adalah suatu keniscayaan. Bagaimana mungkin aspirasi masyarakat dapat terwujud jika tidak dibarengi dengan kesungguhan dan tekad yang tinggi dari semua unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. BPD menjembatani antara aspirasi yang tumbuh, Kepala Desa operator aspirasi dan BPD secara berkelanjutan memotivasi


(42)

tumbuhnya aspirasi, terwujudnya aspirasi menuju peningkatan partisipasi dalam rangka pemberdayaan masyarakat secara keseluruhan.

Pertanggungjawaban Kepala Desa secara normatif, UU No 32 tahun 2004 tidak mengatur tentang pertanggungjawaban tersebut, tetapi secara etika dan kultural, pertanggungjawaban Kepala Desa adalah hal pokok terutama dalam membangun “TRUST’ dan peningkatan pemberdayaan.

Semenjak adanya otoritas formal ditingkat desa dalam bentuk institusi pemerintahan desa, Kepala Desa selalu lahir sebagai hasil pemilihan langsung oleh penduduk desa. Oleh karena itu wajar apabila Kepala Desa melaporkan kinerja yang telah dicapainya kepada penduduk yang memilihnya.

Sebagai pemimpin yang terpilih, tampilan Kepala Desa adalah sosok kebapakan yang terbuka apalagi dalam lingkungan masyarakat gemeinschaft, rasa tanggung jawab merupakan hal yang di junjung tinggi, pemimpin lah yang pertama-tama harus bertanggung jawab terhadap kelompok yang dipimpinnya.

1.5.4Pertanian

Secara umum pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang termasuk di dalamnya yaitu bercocok tanam, peternakan, perikanan dan juga kehutanan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.


(43)

Sejalan dengan peningkatan peradaban manusia, pertanianpun berkembang menjadi berbagai sistem. Mulai dari sistem yang paling sederhana sampai sistem yang canggih dan padat modal. Berbagai teknologi pertanian dikembangkan guna mencapai produktivitas yang diinginkan.

Kemajuan ilmu dan teknologi, peningkatan kebutuhan hidup manusia, memaksa manusia untuk memacu produktifitas menguras lahan, sementara itu daya dukung lingkungan mempunyai ambang batas toleransi. Sehingga, peningkatan produktivitas akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, yang pada ujungnya akan merugikan manusia juga. Berangkat dari kesadaran itu maka muncullah tuntutan adanya sistem pertanian berkelanjutan.

Di desa Batukarang sendiri sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Tanah yang subur dan iklim yang sesuai disertai dengan kemauan dan kerja keras membuat penduduk desa Batukarang tidak pernah kekurangan bahan pangan.

Jenis tanaman yang utama di Desa Batukarang adalah tanaman cabai. Produksinya di pasarkan pada umumnya kepada penulak atau dengan sebutan di desa tersebut tokeh baik yang datang maupun yang berdomisili di desa tersebut. Selain itu, masyarakat juga menjual hasil pertaniannya ke pajak (tiga) di kota Kabanjahe yang merupakan Ibukota provinsi. Jenis tanaman lainnya yang ditanam di ladang oleh masyarakat adalah padi, tembakau, jagung, dan sayur-sayuran.

Para perencana dan pelaksana seperti Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam pembangunan pertanian di desa Batukarang sendiri perlu diberikan wewenang yang lebih luas dalam merencanakan daerahnya. Karena mereka lebih mengetahui potensi dan kendala daerahnya. Meskipun banyak lembaga-lembaga


(44)

masyarakat seperti LKMD, PKK, Karang Taruna, dan perkumpulan-perkumpulan remaja dan kelompok-kelompok tani di desa Batukarang sendiri yang sifatnya membangun. Namun, peran dari BPD tersebut sangat besar kepada masyarakat desa.

Dalam sektor pertanian di desa Batukarang, Badan Permusyawaratan Desa sebagai penampung aspirasi masyarakat haruslah dapat melakukan pembangunan yang merata dalam sektor pertanian. BPD dalam meningkatkan sumber daya manusia pada sektor pertanian tidak hanya diarahkan pada peningkatan produktifitas petani, namun harus diarahkan pula pada peningkatan partisipasi petani dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.

Pertanian diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien, dan tangguh. Pengertian maju, efisien dan tangguh dalam Pertanian mencakup konsep-konsep mikro dan makro yaitu bagi sektor pertanian sendiri maupun dalam hubungannya dengan sektor-sektor lain di luar pertanian, misalnya industri, transportasi, dan keuangan. Selanjutnya kegiatan pertanian bertujuan untuk meningkatkan hasil dan mutu produksi, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan memperluas lapangan kerja dan kesempatan kerja.

1.5.5 PembangunanPertanian

Bagi Negara-negara sedang berkembang, pembangunan pertanian pada abad-21 bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan juga harus mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang akan menunjang sistem tersebut. Peningkatan sumber daya manusia disini tidak


(45)

dibatasi maknanya dalam artian peningkatan produktifitas mereka saja, namun yang tidak kalah penting adalah untuk meningkatkan kemampuan para petani agar dapat lebih berperan dalam berbagai proses pembangunan.

Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya masyarakat dapat memiliki sebuah kemandirian dari sisi ekonomi hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari yang kurang baik menjadi lebih baik (Dr. Soekartawi, 1994;1). Dengan begitupan proses pembangunan pertanian yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) akan lebih memberikan pelayanan yang efektif dikarenakan adanya sebuah partisipasi aktif dari BPD tersebut dengan masyarakat karena adanya suatu kesadaran untuk berkontribusi dalam memajukan pembangunan daerahnya khusunya dalam peningkatan produktifitas pertanian masyarakat.

Menurut Suhendra (2004) di banyak negara, sektor pertanian yang berhasil merupakan prasyarat bagi pembangunan sektor industri dan jasa. Para perancang pembangunan Indonesia pada awal masa pemerintahan Orde Baru menyadari benar hal tersebut, sehingga pembangunan jangka panjang dirancang secara bertahap. Pada tahap pertama, pembangunan dititikberatkan pada pembangunan sektor pertanian dan industri penghasil sarana produksi pertanian. Pada tahap kedua, pembangunan dititikberatkan pada industri pengolahan penunjang pertanian (agroindustri) yang selanjutnya secara bertahap dialihkan pada pembangunan industri mesin dan logam.


(46)

Kebijakan untuk menetapkan sektor pertanian sebagai titik berat pembangunan ekonomi sesuai dengan rekomendasi Rostow dalam rangka persiapan tinggal landas (Simatupang dan Syafa’at, 2000). Lebih lanjut dinyatakan bahwa revolusi pertanian merupakan syarat mutlak bagi keberhasilan upaya menciptakan prakondisi tinggal landas.

Menurut Arifin (2004) tidak berkembangnya sektor pertanian berakar pada terlalu berpihaknya pemerintah pada sektor industri sejak pertengahan tahun 1980-an. Menyusul periode pertumbuhan tinggi sektor pertanian satu dekade sebelumnya, pemerintah seolah menganggap pembangunan pertanian dapat bergulir dengan sendirinya. Asumsi ini membuat pemerintah mengacuhkan pertanian dalam strategi pembangunannya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh paradigma pembangunan saat itu yang menekankan industrialisasi. Pemerintah mencurahkan perhatiannya pada sektor industri, yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai kebijakan proteksi yang sistematis. Akibatnya, proteksi besar- besaran ini telah merapuhkan basis pertanian pada tingkat petani.

Definisi pembangunan pertanian dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan sosial. Implementasinya tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan status dan kesejahteraan petani semata, tetapi sekaligus juga dimaksudkan untuk mengembangkan potensi sumberdaya manusia baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya, lingkungan, maupun melalui perbaikan (improvement), pertumbuhan (growth) dan perubahan (change) (Iqbal dan Sudaryanto, 2008).


(47)

Dalam literatur klasik pembangunan pertanian karya Arthur Mosher yang berjudul “Getting Agriculture Moving” dijelaskan secara sederhana dan gambling tentang syarat pokok dan syarat pelancar dalam pembangunan pertanian.

Syarat pokok pembangunan pertanian meliputi: (1) adanya pasar untuk hasil-hasil usahatani, (2) teknologi yang senantiasa berkembang, (3) tersedianya bahan-bahan dan alat-alat produksi secara lokal, (3) adanya perangsang produksi bagi petani, dan (5) tersedianya pengangkutan yang lancar dan kontinyu. Adapun syarat pelancar pembangunan pertanian meliputi: (1) pendidikan pembangunan, (2) kredit produksi, (3) kegiatan gotong royong petani, (4) perbaikan dan perluasan tanah pertanian, dan (5) perencanaan nasional pembangunan pertanian.

1.6DefinisiKonsep

Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau andividu tertentu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun,1995: 33). Melalui konsep, peneliti diharapkan akan dapat menyederhanakan pemikirannya dengan menggunakan satu istilah untuk beberapa kejadian yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang diteliti atau untuk menghindari interpretasi ganda dari variabel yang diteliti, maka dalam hal ini penulis mengemukakan definisi konsep pada penelitian ini adalah sebagai berikut:


(48)

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. BPD dapat dianggap sebagai “Parlemen”-nya desa. BPD merupakan lembaga baru didesa pada era otonomi daerah di Indonesia. Sedangkan penggunaan nama atau istilah BPD tidak harus seragam pada seluruh desa di Indonesia dan dapat disebut dengan nama lain.

2. Pembangunan Pertanian

Pembangunan pertanian merupakan sebuah program dalam meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia sehingga nantinya masyarakat dapat memiliki sebuah kemandirian dari sisi ekonomi hingga sosial politik di lingkungannya. Jadi pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan masyarakat tani dari yang kurang baik menjadi lebih baik.

1.7SistematikaPenulisan

Sistematika yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:

BABI:PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka teori, definisi konsep, serta sistematika penulisan.


(49)

BABII:METODEPENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data serta teknik analisis data.

BABIII:DESKRIPSILOKASIPENELITIAN

Bab ini berisikan tentang gambaran umum dan karakteristik lokasi penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, dan struktur organisasi dimana peneliti melakukan penelitian.

BABIV:PENYAJIANDATA

Bab ini membahas tentang hasil data yang diperoleh dari lapangan selama penelitian berlangsung.

BABV:ANALISISDATA

Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh saat penelitian.

BABVI:PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. Dan juga berisikan saran-saran dari penulis untuk memberikan masukan guna menjawab permasalahan yang ada.


(50)

BABII

METODEPENELITIAN

2.1BentukPenelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberikan gambaran terhadap objek yang diteliti secara sistematis. Penelitian kualitatif menyajikan data yang dikumpulkan terutama dalam bentuk kata-kata, kalimat, atau gambar yang memiliki arti lebih daripada sekedar angka atau frekuensi. Jadi, penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan mendalam mengenai kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan (H.B Sutopo, 2002:111). Dengan demikian metode ini memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat. Dimana penelitian ini menggambarkan fakta- fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya, dan mencoba menganalisis untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh.

2.2LokasiPenelitian

Penelitian ini dilakukan di desa Batukarang yang terletak di Kecamatan Payung Kabupaten Karo


(51)

2.3InformanPenelitian

Dalam penelitian kualitatif, tidak menggunakan istilah populasi ataupun sampel dalam penelitian kuantitatif. Dalam penelitian kualitatif, populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi itu. (sugiyono, 2005:297).

Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinnya dapat diperoleh informasi yang jelas, akurat, dan terpercaya baik berupa pernyataan, keterangan atau data-data yang dapat membantu dalam memenuhi persoalan atau permasalahan.

Menurut Bagong Suyanto (2005:172), Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu :

1. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. 2. Informan utama, yaitu mereka yang terlibat secara langsung dalam

interaksi sosial yang diteliti.

3. Informan tambahan, merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi yang diteliti.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan informan kunci dan informan utama. Informan dalam penelitian ini yaitu :


(52)

1. Informan kunci yaitu Ketua dan Anggota BPD Batukarang.

2. Informan utama yaitu masyarakat yang bekerja di sektor pertanian di desa Batukarang

2.4TeknikPengumpulanData

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer yaitu pengumpulan data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian langsung ke lokasi penelitian untuk mencari data-data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara :

a. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan langsung kepada pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode ini dipakai untuk informan yang berhubungan dan memiliki relevansi terhadap masalah yang berhubungan dengan penelitian.

b. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan berkenaan dengan topik penelitian.


(53)

Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari objek penelitian. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Studi Dokumentasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan- catatan atau dokumen-dokumen yang ada dilokasi penelitian atau sumber-sumber lain yang terkait dengan objek penelitian.

b. Studi Kepustakaan

Menurut Nawawi (1999:80), Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data yang mempelajari dan memberikan referensi serta sumber bacaan yang relevan dan mendukung penelitian, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, literature, internet, dan sumber-sumber lain yang berkompetensi dan memiliki keterkaitan dengan masalah penelitian.

2.5 TeknikAnalisisData

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpretasikan data yang diperoleh di lapangan dari para informan, analisis data dilakukan secara sistematis sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Menurut Moleong (2006:276), teknik analisis data kualitatif dilakukan dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, dan menyusunnya dalam satuan-satuan, yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan dan


(54)

menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian. Jadi, teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dan melakukan analisis terhadap masalah yang ditemukan di lapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan.


(55)

BABIII

DESKRIPSILOKASIPENELITIAN

3.1KEADAANGEOGRAFIS

Desa Batukarang yang terletak di kecamatan payung adalah desa yang sangat strategis tempatnya karena diapit oleh dua sungai yaitu sungai Lau Biang dan sungai Lau Borus. Desa Batukarang telah ada sebelum penjajahan Belanda, dan pada waktu itu di Kepalai oleh Raja Urung. Setelah terbentuknya Proklamasi Kemerdekaan RI maka Raja Urung diubah menjadi Pengulu, dari nama Pengulu diubah menjadi Kepala Kampung, dan kemudian menjadi Kepala Desa sampai sekarang.

Desa Batukarang merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Payung dan terletak di wilayah Kabupaten Karo berjarak ± 27 Km ke Ibukota Kabupaten Karo. Desa Batukarang berada pada ketinggian antara ± 850 s/d 11.200 meter di atas permukaan laut. Secara umum Desa Batukarang beriklim tropis dengan udara sejuk yang dipengaruhi oleh iklim pegunungan dengan tipe- tipe iklim kering. Rata-rata suhu udara sebesar 19,8°C dengan suhu maksimum 25,8°C dengan suhu minimum 14,3°C.

Batas-batas desa Batukarang adalah sebagai berikut :

฀Sebelah Utara berbatasan dengan Sungai Lau Borus

฀Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Rimo Kayu

฀Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Lau Biang

฀Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jandi Meriah


(56)

Desa Batukarang memiliki luas wilayah 1370 Ha atau 13,70 Km2. Luas Pemukiman 14 Ha, Luas lahan sawah 415 Ha, Luas tanah Ladang Kering 351 Ha, Perkuburan Umum 5 Ha, Luas lahan tidur/hutan 585 Ha.

Dengan lahan sawah 415 Ha dan luas tanah ladang kering 351 Ha maka sangat berpotensi untuk penggunaan lahan pertanian. Penggunaan tanah di Desa Batukarang sebagian besar digunakan untuk lahan pertanian cabai baik pertanian lahan kering maupun pertanian lahan basah/sawah. Kesuburan tanahnya menjadikan sebagai desa yang ideal dan pertanian menjadi sumber kehidupan pokok dan utama bagi penduduknya.

Dengan penggunaan lahan yang besar tersebut maka Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) terhadap pembangunan dalam peningkatan pertanian tersebut sangat dibutuhkan. Tidak akan bisa masyarakat mengembangkan sendiri pertanian mereka tanpa dibantu oleh BPD baik itu dalam mendatangkan bantuan pertanian dari pemerintah kepada masyarakat seperti pupuk subsidi maupun dalam memberikan penyuluhan pertanian kepada masyarakat petani. Pertanian padi adalah yang utama sehubungan dengan makanan pokok adalah beras. Padi ditanam disawah dikenalnya teknologi sawah sangat membantu perbaikan kehidupan rakyat. Air untuk sawah diperoleh dari dibangunnya bendungan sebuah sungai, Lau Borus yang berhulu disebuah danau kecil, Lau Kawar, di kaki Gunung Sinabung.

Selain pertanian padi, terutama setelah penduduk desa masuk kedalam rejim perekonomian uang, tanaman yang dapat dijual dipasar untuk memperoleh uang (cash crops) menjadi sumber utama yang kedua. Tomat, kentang, wortel,


(57)

kol, buncis, arcis, cabai, adalah beberapa jenis tanaman untuk memperoleh uang. Didalam hal tanaman yang baru itu sawah menjadi lahan yang ideal, meskipun lahan kering juga dapat dipergunakan.

Berdasarkan kesesuaian lahan, serta ciri khas Desa masyarakat Batukarang khususnya, dan Kabupaten Karo umumnya yang dikenal dengan spesifikasi tanaman tertentu, maka penggunaan lahan pertanian terutama pada tanaman holtikultura berupa sayur - sayuran dan beberapa jenis buah - buahan. Buah jeruk merupakan buah yang cukup mandapat perhatian pada kawasan ini, tetapi jika dinilai dari potensi lahan berdasarkan kekuatan dan arah angin. maka komoditi ini tidak dapat dikembangkan secara optimal karena bentuk lahan yang terbuka. Beberapa komoditi primadona Sumatera Utara untuk eksport juga berasal dari kawasan ini, terutama kentang dan kubis. Selain itu, berdasarkan kesesuaian jenis tanah dengan komoditi, terdapat kecocokan terhadap tanaman buah marquisa, dan terong belanda.

3.2KEADAANDEMOGRAFIS

Masyarakat Desa Batukarang merupakan komunitas masyarakat yang majemuk yang sebagian besar masyarakatnya adalah suku Karo. Bahasa pengantar sehari-hari adalah bahasa Karo. Berdasarkan data yang ada pada Desa Batukarang, penduduk desanya berjumlah 4830 jiwa atau 1416 kepala keluarga yang terdiri dari laki-laki 2482 jiwa dan perempuan 2449 jiwa. Dengan jumlah penduduk tersebut tentunya pembangunan yang akan dilaksanakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di desa Batukarang tersebut sangat dibutuhkan oleh penduduknya.


(58)

Dengan jumlah penduduk tersebut maka hubungan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan penduduknya haruslah berjalan dengan baik. Setiap program pembangunan yang dilaksanakan oleh BPD haruslah bersama-sama dengan masyarakat agar tercipta pembangunan yang berhasil. Karena pembangunan yang dilakukan BPD tersebut adalah untuk masyarakatnya.

Dalam penelitian tersebut permasalahan yang ada, masih kurangnya keterlibatan penduduk desa Batukarang dalam perencanaan atau pelaksanaan pembangunan. Masyarakat menganggap bahwa keterlibatan masyarakat hanyalah masyarakat yang tertentu saja dan orangnya tidak pernah berganti. Seharusnya baik pemerintah desa Batukarang maupun Badan Permusyawaratan Desa harus membuat suatu konsep melibatkan masyarakat dalam pembangunan desa tersebut. Baik itu meminta ide-ide kepada penduduk desa maupun mengadakan musyawarah kerumah-rumah warga ataupun ke warung-warung.

Karena pada umumnya penduduk desa Batukarang pada malam hari ibu- ibu berkumpul di teras rumah dan bapak-bapaknya kebanyakan ke warung kopi sehingga sangat gampang dijumpai dalam melakukan musyawarah oleh BPD.

3.3KEADAANSOSIALDANEKONOMI

1. Mata Pencaharian

Pada umumnya penduduk Desa Batukarang bermata pencaharian dari pertanian dengan bercocok tanam tanaman holtikultura berupa sayur-sayuran dan beberapa jenis buah-buahan karena dari struktur pertanahannya yang basah dan sejuk. Berdasarkan data yang didapat penulis dari kantor Kepala desa Batukarang


(59)

bahwa komposisi penduduk desa Batukarang menurut mata pencahariannya adalah Petani jumlahnya 3669, Pegawai Negeri Sipil jumlahnya 215, Pegawai Swasta jumlahnya 42, Jasa jumlahnya 19, Wiraswasta jumlahnya 196.

Dengan data yang diperoleh tersebut bisa diketahui bahwa pekerjaan yang paling besar penduduk desa Batukarang adalah petani. Masyarakat bertani dan hasil dari pertanian tersebut memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wakil penduduk desa harus mampu membantu masyarakat dalam mencapai kesejahteraan hidupnya.

Dengan pekerjaan terbanyak sebagai petani di desa Batukarang dan desa tersebut penyedia sayur-sayuran, beras dan buah-buahan kepada masyarakat kota maka sudah selayaknya pemerintah desa dan Badan Permusyawaratan Desa bekerja sama untuk meningkatkan pertanian masyarakat dengan membangun dan mengembangkan potensi pertanian masyarakat desa tersebut.

Meskipun ada pekerjaan PNS berjumlah 215 dan wiraswasta berjumlah 196. Tetap saja mereka mempunyai pekerjaan sampingan yaitu bertani. Karena bertani merupakan pekerjaan yang utama dan terbesar pada masyarakat desa Batukarang maka peran dari Badan Permusyawaratan Desa sangat dibutuhkan dalam pembangunan pertanian tersebut. Agar masyarakat dapat mengenal teknologi pertanian dan mampu mengikuti pertanian yang sukses di daerah lain.

2. Agama

Berdasarkan sumber data yang didapat penulis dari kantor Kepala desa Batukarang. Dari segi agama, penduduk desa masyarakat batukarang terbagi ke


(1)

Dari hasil observasi yang dilihat peneliti di desa Batukarang sendiri keterlibatan masyarakatnya sudah cukup. Baik itu dalam pelaksanaan program maupun dalam pelestariaannya. Masyarakat sangat antusias apa yang menjadi pembangunan yang dibuat Badan Permusyawaratan Desa tersebut. Sehingga adanya hubungan timbal balik dalam dukungan masyarakat terhadap program BPD dan BPD juga bisa menjalankan program dengan baik.

Namun permasalahan yang didapatkan peneliti dilapangan. Dalam musyawarah yang dilakukan Badan Permusyawaratan Desa terhadap pembahasan pembangunan pertanian masih melibatkan masyarakat yang tertentu saja. Seharusnya dengan pekerjaan petani yang sangat utama dan terbesar di desa tersebut keterlibatan atau pemberian pengetahuan harus dilakukan secara keseluruhan.

Badan Permusyawaratan Desa dapat mengundang masyarakat

bermusyawarah di jambur desa agar dapat menampung masyarakat yang banyak. Dengan menyebarkan poster pemberitahuan di warung-warung kopi dan bisa juga menggunakan michropon dibantu loudspeaker memberitahukan dengan cara keliling desa.

Sebagai objek pembangunan masyarakat sangat dibutuhkan dalam peran serta pembangunan pertanian di desa tersebut. Tidak akan mungkin suatu program yang baik yang dilaksanakan BPD tanpa dukungan dan keterlibatan dari masyarakat. Masyarakat bisa mengetahui apa yang mereka butuhkan dalam peningkatan hasil pertanian mereka. Dan BPD bisa sebagai penyedia apa yang mereka butuhkan.


(2)

BABIV

PENUTUP

6.1Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, adapun yang menjadi kesimpulan dari skripsi ini adalah :

1. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan pertanian

di desa Batukarang sangat besar pengaruhnya terhadap

keberlangsungan pertanian masyarakat. BPD sebagai wakil dari masyarakat dan dipilih oleh masyarakat kemudian bekerja untuk masyarakat harus mampu menyerap aspirasi dari masyarakat tersebut. Bahkan boleh dibilang BPD lah yang menjadi pelaksana tunggal penyerapan aspirasi di desa tersebut.

2. Jika ada proyek desa tentang pelaksanaan pembangunan pertanian maka Badan Permusyawaratan Desa melibatkan kelompok tani dan P3A ( Pengurus, Penyalur, dan Pemakai Air ) dalam pembangunan tersebut. BPD juga sering mendatangkan PPL ( Penyuluhan Pertanian Lapangan ) untuk membantu masyarakat mengetahui masalah pertaniannya dan memberikan solusi.

3. Peranan dari Badan Permusyawaratan Desa di desa Batukarang tersebut sudah baik. Hanya saja masih kurang hasil yang ditimbulkan dari kinerja BPD. Masyarakat juga sudah diikutsertakan dalam


(3)

melakukan musyawarah tentang pembangunan pertanian tersebut tetapi keikutsertaan masih masyarakat yang tertentu saja.

6.2Saran

Adapun saran yang akan diajukan kepada Badan Permusyawaratan Desa di Desa Batukarang adalah sebagai berikut :

1. Seharusnya koordinasi antar anggota BPD harus sering dilaksankan. Baik ada masalah ataupun tidak ada masalah BPD harus sering mengadakan rapat dalam kelancaran pembangunan pertanian di desa Batukarang. Karena BPD lah yang menjadi penyedia dari aspirasi masyarakat tersebut.

2. Seperti Badan Legislatif Pusat seperti DPR atau DPRD, BPD sebagai Badan Legislatif desa harus membuat suatu format anggota yang di fokuskan pada bidang-bidang khusus misalkan bagian perencanaan, bagian teknis lapangan dan sebagainya. Agar kinerja BPD tersebut dapat dipertanggungjawabkannya dalam bidangnya yang khusus tersebut.

3. Dalam pelaksanaan pembangunan Badan Permusyawaratan Desa harus sering bekerjasama baik itu dengan pemerintah desa, kelompok tani, dan juga masyarakat desa. Agar suatu perencanaan pembangunan yang tujuannya baik dapat tercapai dan terlaksana dengan baik.


(4)

DAFTARPUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta

Arifin, Muhammad & Araman Wijanarko, 2000. Kondisi dan tantangan ke depan subsector tanaman pangan di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Widianegara Indonesia.

HAW. Widjaja, 2008. Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli dan Utuh. Jakarta : Rajawali Pers.

Moleong, Lexy, 2006. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari, 1999. Metode Penelitian Bidang Sosial, Jakarta : Gajah Mada University Press.

Ndraha. Taliziduhu. 2000. Peranan Administrasi Pemerintahan Desa dalam Pembangunan Desa, Jakarta : Yayasan Karya Dharma IIP.

Singarimbun, Masri, 1995, Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

Siagian. Sondang. P. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta : Bumi Aksara.


(5)

Sugiyono, 2005. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Alfabeta

Soekanto, Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Pers

Sutopo, H.B. 2002. Metode Penelitian Kualitatif: Dasar teori dan terapannya dalam penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press

Suyanto, Bagong dan Sutina, 2005. Metode Penelitian Sosial: Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Prenada Media.

SumberBacaanTambahan:

Proposal Penelitian Kurnia Putra Bangun, 2008. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat di Dalam Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2005 di Kabupaten Karo. Medan : Universitas Sumatera Utara

Sudibya, Bagus. 2002. “Pengembangan Ecotourism di Bali: Kasus Bagus Discovery Group”. Makalah disampaikan pada Ceramah Ecotourism di Kampus STIM-PPLP Dhyana Pura, Dalung, Kuta pada tanggal 14 Agustus 2002

SumberUndang-Undang:

Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Pemerintahan Desa


(6)

Sumber Internet :

http://repository.unhas.ac.id/handle/123456789/253 (diakses pada tanggal 28Oktober 2013 pukul 14:48 WIB)

(diakses pada tanggal 28 Oktober 2013 pukul 14:51 WIB)

http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2013/09/26/survei-pendapatan-rumah-tangga usaha-pertanian-2013-596021.html (diakses pada tanggal 20

November2013 pukul 20:05 WIB)

(diakses pada

tanggal 20 November 2013 pukul 20:32 WIB)


Dokumen yang terkait

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

3 68 100

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

35 350 77

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DI DESA BUNTU NANNA KECAMATAN PONRANG KABUPATEN LUWU

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

0 8 35

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN DI DESA BATUKARANG KECAMATAN PAYUNG KABUPATEN KARO SKRIPSI Disusun Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

0 0 12