Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

(1)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

(Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

SKRIPSI

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

OLEH: KHOLIDIN LUBIS

080903081

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

(STUDI TENTANG PROYEK DESA DI DESA GUNUNG TUA PANGGORENGAN KECAMATAN PANYABUNGAN)

Oleh : KHOLIDIN LUBIS

A B S T R A K

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan sarana bagi masyarakat guna merencanakan pembangunan desanya. Disini dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam merencanakan pembangunan di desanya sendiri. Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan.

Kenyataan menunjukkan bahwa secara umum masih lemahnya kinerja dari fungsi BPD desa Gunung tua kecamatan panyabungan dalam hal pembangunan, seperti kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh BPD dalam pembangunan . Oleh karena itu, yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah BPD benar - benar melaksanakan peranannya dalam pembangunan desa sesuai dengan yang telah disepakati bersama, dan penulis mengambil judul

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA (STUDI TENTANG PROYEK DESA DI DESA GUNUNG TUA PANGGORENGAN KECAMATAN PANYABUNGAN)

Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui sejauh mana Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor - faktor penghambat Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Kecamatan Panyabungan Kabupaten


(3)

Mandailing Natal. Sedangkan, Informan dalam penelitian ini adalah terdiri dari BPD, unsur Pemerintah Desa, dan unsur Masyarakat.

Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan dapat dikatakan sudah baik, hal ini terlihat dari jawaban informan terhadap Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan.

Adapun faktor - faktor yang dapat menghambat Peran Badan

Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan adalah masih kurangnya sarana dan prasarana bagi BPD serta masih terbatas dan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah S.W.T, atas rahmat dan hidayah-Nya

serta kesehatan yang diberikan kepada penulis sehingga akhirnya dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Pembuatan skripsi ini penulis lakukan demi memenuhi persyaratan untuk

kelulusan Strata-1 Program Studi Ilmu Administrasi Negara, dengan judul skripsi

”Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan

Desa ( Studi Tentang Proyek Desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan

Panyabungan ).”

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Ibu tercinta Ubaon Dalimunte yang dukungannya tidak ada

batasnya kepada penulis, juga kepada Ayahanda Darman Lubis yang senantiasa

memberikan yang terbaik dari setiap pemberian. Penulis juga mengucapkan

terima kasih yang dalam kepada banyak pihak yang telah mebantu dalam

pengerjaan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara..

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua

Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen

Ilmu Administrasi Negara FISIP USU.

4. Bapak Hatta Riddo, S.sos.M.Sp selaku Dosen Pembimbing yang

juga telah banyak memberikan bimbingannya kepada penulis


(5)

5. Bapak M. Arifin Nasution, S.Sos, M.SP selaku dosen penguji

yang memberikan masukan dan kritik yang membangun.

6. Seluruh dosen di Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP

USU yang memberikan ilmu selama perkuliahan.

7. Kepada Kak Dian dan Kak Mega selaku staf administrasi di

Departemen Ilmu Administrasi Negara.

8. Kepada Bapak gunung selaku sekertaris Desa Gunung Tua

Panggorengan Panyabungan Mandailing natal dan seluruh

perangkat desa juga ketua dan wakil ketua BPD, serta anggota BPD

yang bersedia membantu penulis.

9. Kepada seluruh teman – teman yang telah berkontribusi banyak

dalam penyelesaian skripsi ini : Haza Irma Eka Syahputra, Niko

Sitompul, Selamat Tampubolon, Suhadiman Hasibuan.

10. Kepada Abanganda Asrul Rangkuti yang memberikan banyak

kontribusi dalam penyusunan dan berbagai hal.

11. Kepada teman-teman di Departemen Ilmu Administrasi

Negara, abang, kakak dan adik yang juga memberikan kesan yang

menjadikan perjalanan empat tahun ini begitu layak untuk diingat.

12. Kepada semua pihak yang membantu kelancaran skripsi ini,


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu

penulis menunggu setiap kritik dan saran demi perbaikan ke depannya.

Semoga kita semua semakin dekat dengan kesuksesan dan semoga pertolongan

Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita, Amiin.

Medan, 24 Desember 2014

Penulis,

Kholidin Lubis 080903081


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATAPENGANTAR ... iii

DAFTARISI ... vi

DAFTARGAMBAR ... viii

DAFTARTABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 11

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Masalah ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Kerangka Teori ... 7

1.5.1 Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ... 7

1.5.2 Perencanaan ... 11

1.5.3 Pembangunan ... 12

1.5.4 Perencanaan Pembangunan ... 15

1.5.5 Langkah Penyusunan Perancanaan Pembangunan Desa ... 16

1.6 Jenis-jenis Rencana Desa ... 21

1.7 Pelaksanaan Proyek Desa ... 24

1.8 Defenisi Konsep ... 25

1.9 Defenisi Operasional ... 26

1.10 Sistematika Penulisan ... 27

BAB II METODE PENELITIAN ... 28

2.1 Bentuk Penelitian ... 28

2.2 Lokasi Penelitian ... 28

2.3 Populasi dan Sampel ... 28

1.3.1 Populasi ... 28

1.3.2 Sampel ... 28

2.4 Teknik Pengumpulan Data ... 29


(8)

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN ... 31

3.1 Geografis ... 31

3.2 Kehidupan Sosial ... 34

3.3 Struktur Pemerintahan Desa Gunung Tua Panggorengan ... 35

3. 4 Visi dan Misi Desa Gunung Tua Panggorengan ... 41

BAB IV PENYAJIAN DATA ... 42

4.1 Identitas Informan ... 42

4.2 Data Penelitian ... 43

4.2.1 Peranan Badan Permusyawaratan Desa ... 43

4.2.1.1 Kedudukan, Fungsi, Tugas Pokok, Hak dan Kewajiban BPD ... 44

4.2.1.2 Praktik BPD dalam menampung aspirasi masyarakat ... 47

4.3 Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Penetapan Jenis-jenis Rencana Desa ... 48

4.4 Prosedur Proyek Desa Melalui APBD ... 52

4.4.1 Musyawarah Pembangunan Desa ... 52

4.4.2 Rekapitulasi Usulan Proyek ... 55

4.4.3 Hubungan Fungsional Antara Pemerintah Desa Dengan BPD... 55

BAB V ANALISA DATA ... 58

5.1 Analisa Data Tentang Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Perencanaan Pembangunan Desa ... 58

5.2 Analisa Data Tentang Peranan Badan Perencanaan Desa Dalam Menyusun Jenis- jenis Rencana Desa ... 59

5.3 Analisa Data Tentang Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Perencanaan Pembangunan Proyek Desa ... 60

BAB VI PENUTUP ... 62

6.1 Kesimpulan ... 62

6.2 Saran ... 62


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa

Gunung Tua Panggorengan ... 38 Gambar 2 Struktur Organisasi BPD Gunung Tua Panggorengan ... 39 Gambar 3. Hubungan BPD dengan Kepala Desa dalam Menetapkan

Peraturan ... 57

Gambar 4. Hubungan BPD dengan Kepala Desa dalam Menampung dan Menyalurkan Aspirasi ... 58


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Gunung Tua Panggorengan ... 32

Tabel 2 Jumlah penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 32

Tabel 3 Prasarana dan Sarana Desa Gunung Tua Panggorengan ... 33

Tabel 4 Sarana Pendidilkan di Desa Gunung Tua Panggorengan ... 34

Tabel 5 Ketersediaan Pelayanan Desa ... 40


(11)

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

(STUDI TENTANG PROYEK DESA DI DESA GUNUNG TUA PANGGORENGAN KECAMATAN PANYABUNGAN)

Oleh : KHOLIDIN LUBIS

A B S T R A K

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang merupakan sarana bagi masyarakat guna merencanakan pembangunan desanya. Disini dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam merencanakan pembangunan di desanya sendiri. Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan.

Kenyataan menunjukkan bahwa secara umum masih lemahnya kinerja dari fungsi BPD desa Gunung tua kecamatan panyabungan dalam hal pembangunan, seperti kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh BPD dalam pembangunan . Oleh karena itu, yang menjadi persoalan dalam hal ini adalah apakah BPD benar - benar melaksanakan peranannya dalam pembangunan desa sesuai dengan yang telah disepakati bersama, dan penulis mengambil judul

PERANAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA (STUDI TENTANG PROYEK DESA DI DESA GUNUNG TUA PANGGORENGAN KECAMATAN PANYABUNGAN)

Tujuan penelitian ini Untuk mengetahui sejauh mana Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan dan untuk mengetahui apa saja yang menjadi faktor - faktor penghambat Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Kecamatan Panyabungan Kabupaten


(12)

Mandailing Natal. Sedangkan, Informan dalam penelitian ini adalah terdiri dari BPD, unsur Pemerintah Desa, dan unsur Masyarakat.

Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan dapat dikatakan sudah baik, hal ini terlihat dari jawaban informan terhadap Peran Badan Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan.

Adapun faktor - faktor yang dapat menghambat Peran Badan

Permusyawaratan Desa dalam Pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan adalah masih kurangnya sarana dan prasarana bagi BPD serta masih terbatas dan kurangnya sumber daya manusia yang tersedia.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa dibutuhkan untuk mensinkronkan rencana pembangunan desa yang akan dilaksanakan dengan apa yang dibutuhkan masyarakat. Pembangunan adalah suatu proses kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu yang panjang dan terus-menerus. Dengan kata lain, pembangunan itu bersifat dinamis. Kondisi dinamis dalam pembangunan tersebut bisa dilihat dalam dua konteks, yakni yang pertama adalah masyarakat itu yang selalu berubah, dan kedua bahwa pembangunan itu sendiri dimaksudkan untuk membawa perubahan yakni dari kondisi yang sekarang menuju kondisi lain di masa depan yang lebih baik dan bijaksana.

Orientasi pembangunan yang mengikutsertakan partisipasi masyarakat terkandung suatu pengertian bahwa rakyat adalah subjek pembangunan, bukan objek pembangunan. Sebagai subjek pembangunan berarti rakyat didorong untuk aktif terlibat dalam proses pembangunan sejak perencanaan sampai dengan pelaksanaan serta pemeliharaan dan pengembangan suatu hasil pembangunan.

Perencanaan merupakan tahap awal dan paling penting dalam pembangunan. Perencanaan pembangunan merupakan penentu utama dalam keberhasilan pembangunan yang akan dilakukan di dalam suatu Negara. Perencanaan yang baik dan matang akan melahirkan hasil yang baik pula. Oleh karena itu, dalam perencanaan pembangunan harus melibatkan semua pihak yang di dalamnya bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subjek dalam pelaksanaan pembangunan.

Sebagai objek pembangunan manusia dipandang sebagai sasaran yang dibangun. Dalam hal ini pembangunan meliputi ikhtisar ke dalam diri manusia, berupa pembinaan pertumbuhan jasmani, dan perkembangan rohani yang meliputi


(14)

kemampuan penalaran, sikap diri, sikap sosial, dan sikap terhadap lingkungannya, tekad hidup yang positif serta keterampilan kerja.

Potensi-potensi kebaikan yang perlu dikembangkan aktualisasinya seperti kemampuan berusaha, berkreasi, kesediaan menerima kenyataan, berpendrian, rasa bebas yang bertanggung jawab, kejujuran, toleransi, rendah hati, tenggang rasa, kemampuan bekerjasama, menerima, melaksanakan kewajiban sebagai keniscayaan, menghormati hak orang lain dan seterusnya.

Manusia dipandang sebagai subjek pembangunan karena ia dengan segenap kemampuannya mempunyai kemampuan untuk merencanakan dan membangun. Misalkan saja menggarap lingkungannya secara dinamis dan kreatif, baik terhadap sarana lingkungan alam maupun lingkungan sosial.

Sesuai dengan amanat yang diemban dalam UU No. 32 tahun 2004, perencanaan pembangunan dan pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas, melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak.

Rakyat harus menjadi pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan, menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah dirumuskan dan dilaksanakan. Pengikutsertaan masyarakat dalam perencanaan pembangunan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kebutuhan yang beragam. Dengan kata lain, upaya peningkatan partisipasi masyarakat pada perencanaan pembangunan dapat membawa keuntungan substantif, dimana pelaksanaan pembangunan akan lebih efektif dan efesien, di samping itu juga akan memberi sebuah rasa kepuasan dan dukungan masyarakat yang kuat terhadap program-program pemerintah.


(15)

Antara partisipasi masyarakat dengan kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berkembang secara mandiri, terdapat kaitan yang erat sekali. Kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi merupakan tanda adanya kemampuan awal masyarakat itu untuk berkembang secara mandiri. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat menumbuhkan kemampuan masyarakat tersebut. Sebagai keluaran, partisipasi dapat digerakkan atau dibangun. Disini, partisipasi berfungsi sebagai keluaran proses stimulasi atau motivasi melalui berbagai upaya.

Pusic (dalam Adi, 2001: 206-207) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan tanpa memperhatikan masyarakat akan menjadi perencanaan di atas kertas. Berdasarkan pandangannya, partisipasi dalam pembangunan desa dilihat dari dua hal, yaitu:

a. Partisipasi dalam perencanaan

Pembangunan melalui partisipasi masyarakat merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan potensi masyarakat dalam merencanakan pembangunan yang berkaitan dengan potensi sumber daya lokal berdasarkan kajian musyawarah, yaitu peningkatan aspirasi berupa keinginan dan kebutuhan nyata yang ada dalam masyarakat, peningkatan motivasi dan peran serta kelompok masyarakat dalam proses pembangunan, dan peningkatan rasa memiliki pada kelompok masyarakat terhadap program kegiatan yang telahdisusun.

Prinsip kerja dari pembangunan melalui partisipasi masyarakat adalah sebagai berikut :

1. Program kerja disampaikan secara terbuka kepada masyarakat dengan melakukan komunikasi partisipatif agar mendapat dukungan masyarakat.

2. Program kerja dilaksanakan melalui kerjasama dan kerja bersama kelompok antara masyarakat, pejabat desa dan segenap warga dalam rangka memperkecil hambatan dalam program.


(16)

3. Program kerja tidak mengarah pada golongan tertentu di masyarakat atau kelompok agar tidak menimbulkan perpecahan.

4. Selama program berjalan, koordinasi selalu dilakukan secara vertikal maupun horizontal.

5. Tidak perlu bersikap superior atau “merasa paling tahu” dalam setiap kesempatan pelaksanaan program kerja

6. Tidak perlu memberikan janji kepada siapapun tetapi kesungguhan kerja dalam konteks program kerja yang sudah ditentukan.

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah program-program pembangunan desa yang telah direncanakan bersama sedangkan segi negatifnya adalah adanya kemungkinan tidak dapat dihindari pertentangan antar kelompok dalam masyarakat yang dapat menunda atau bahkan menghambat tercapainya keputusan bersama.

b. Partisipasi dalam pelaksanaan

Segi positif dari partisipasi dalam perencanaan adalah bahwa bagian terbesar dari program (penilaian kebutuhan dan perencanaan program telah selesai dikerjakan). Tetapi segi negatifnya adalah kecenderungan menjadikan warga Negara sebagai objek pembangunan, dimana warga hanya dijadikan pelaksana pembangunan tanpa didorong untuk mengerti dan menyadari permasalahan yang mereka hadapi dan tanpa ditimbulkan untuk mengatasi masalah. Sehingga warga masyarakat tidak secara emosional terlibat dalam program, yang berakibat kegagalan seringkali tidak dapat dihindari.

Partisipasi sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kandungan kapital yang dimiliki oleh seseorang tersebut. Partisipasi hanya mungkin dilakukan bila seseorang memiliki kapital sosial yaitu jaringan kerja, aturan-aturan yang jelas dan kepercayaan. Dalam partisipasi yang dipertukarkan adalah hak dan kewajiban. Kapital sosial merupakan wahana yang memungkinkan terjadinya pertukaran itu. Pertukaran akan semakin sering bila pertukaran tersebut mengakibatkan pemenuhan hak


(17)

seimbang dengan pelaksanaan kewajiban yang akan mempengaruhi frekuensi pertukaran sosial. Partisipasi masyarakat juga akan ditentukan oleh perilaku masyarakat yaitu harapan mereka untuk memperoleh keuntungan/manfaat. Semakin besar manfaat yang diperoleh seseorang atas suatu kegiatan maka semakin tinggi tingkat partisipasinya (Saragi, 2004:49). Jadi agar partisipasi warga makin meningkat dalam kegiatan-kegiatan atau program pembangunan maka harus dijamin adanya pertukaran yang adil.

Menurut Budi Supriyanto (2009:344) bahwa partisipasi masyarakat yang dibutuhkan dalam pembangunan adalah partisipasi yang dilakukan secara sukarela atau tanpa paksaan dan didorong oleh prakarsa atau swadaya masyarakat. Tentunya hal ini sangat relevan dengan cita-cita otonomi daerah yakni untuk mendorong prakarsa dan swadaya masyarakat.

Perencanaan pembangunan desa peranannya sangat penting. Karena dari perencanaan pembangunan inilah kesejahteraan masyarakat desa diarahkan. Karena itu sudah menjadi kewajiban pemerintahan desa untuk menampung aspirasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Aspirasi masyarakat dapat tertampung dengan cara melibatkan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan tersebut.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. AnggotaBPD adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah. Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga, pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah enam tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan anggota BPD tidak diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa.

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Lembaga inilah yang menjembatani masyarakat dengan pemerintahannya. Di sini


(18)

dibutuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat untuk ikut serta dalam merencanakan pembangunan di desanya sendiri.

Keikutsertaan masyarakat merupakan wujud partisipasi dan juga sebagai subjek dalam perencanaan pembangunan di desanya. Sebagai subjek pembangunan tentunya warga masyarakat hendaknya sudah dilibatkan untuk menentukan perencanaan pembangunan sesuai dengan kebutuhan objektif masyarakat yang bersangkutan.

Dengan begitu, arah perencanaan pembangunan yang akan dilaksanakan dapat menyentuh langsung pada kebutuhan masyarakat. Sehingga program perencanaan pembangunan desa yang akan dicanangkan, setiap individu dapat berpartisipasi seoptimal mungkin. Ide-ide pembangunan harus berdasarkan pada kepentingan masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhannya yang menunjang terhadap pembangunan nasional.

Ide-ide pembangunan desa demikian inilah yang akan ditampung dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan akan dimufakatkan bersama dalam musyawarah pembangunan desa sehingga dapat direncanakan dengan baik antara pemerintah dengan masyarakat. Hal ini pada akhirnya akan menumbuhkan prakarsa dan swadaya masyarakat serta partisipasi aktif nantinya pada saat pelaksanaan pembangunan desa.

Dari uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa ( Studi Tentang Proyek Desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan).”

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pemikiran dan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah: Bagaimanakah peranan Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.


(19)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang penulis harapkan dapat dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini adalah : 1. Sebagai usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui karya

ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang telah penulis terima selama perkuliahan di Departeman Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai kontribusi bagi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

1.5. Kerangka Teori

1.5.1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)

Untuk melaksanakan kewenangan yang dimiliki oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) lembaga ini bertugas menampung serta menyalurkan aspirasi masyarakatnya bersama pemerintahan yang berwenang di desa. Lembaga ini pada hakikatnya adalah mitra kerja pemerintah desa yang memiliki kedudukan sejajar dalam menyelenggarakan urusan Pemerintahan Desa, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebagai lembaga legislasi, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) juga memiliki hak untuk menyetujui atau tidak terhadap kebijakan desa yang dibuat oleh Pemerintah Desa. Lembaga ini juga dapat membuat rancangan peraturan desa secara bersama-sama dengan Pemerintah Desa untuk ditetapkan menjadi peraturan desa. Disini terjadi mekanisme check and balance system dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang lebih demokratis.


(20)

Karena dalam UU No. 32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa pembangunan kawasan pedesaan yang dilakukan oleh kabupaten/ kota dan atau pihak ketiga mengikutsertakan Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa. untuk itu, pemerintah mendorong terbentuknya lembaga yang menjembatani pemerintah dengan masyarakatnya, salah satunya yaitu Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam rangka pemberdayaan dan penguatan desa.

Sebagai lembaga pengawasan, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memiliki kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap implementasi kebijakan desa, Anggaran dan Pendapatan Belanja Desa (APBDes) serta pelaksanaan keputusan Kepala Desa. Dan dapat juga dibentuk lembaga kemasyarakatan desa sesuai kebutuhan desa untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan.

Badan Permusyawaratan Desa dalam melaksanakan fungsinya tentu saja memerlukan aspirasi masyarakat desa sebagai acuan dalam penentuan perencanaan desa yang akan ditetapkan bersama-sama dengan perangkat desa.

Adapun dalam merumuskan aspirasi masyarakat, ada beberapa teknik perumusan aspirasi yang dapat dilakukan oleh BPD, yakni sebagai berikut:

1. Menggali aspirasi masyarakat ke lapangan, BPD dapat menggunakan: a. Teknik observasi, yaitu dengan cara mengamati (meninjau, memantau,

melihat, untuk kemudian mencatat/memotret) objek-objek yang dituju. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing anggota BPD dengan terjun langsung ke lapangan, ke masyarakat di tempat tinggalnya. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk mengecek apakah suatu jalan, suatu gang, suatu jembatan, suatu bangunan fasilitas umum/sosial, suatu lokasi untuk pemasangan jaringan listrik/telepon, suatu lapang olahraga, dan seterusnya layak untuk dibangun, diperbaiki/direnovasi, atau dievaluasi. Hasil pencatatan/ pemotretan dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya.


(21)

b. Teknik wawancara, yaitu dengan cara tanya-jawab antara anggota BPD dan individu/anggota masyarakat yang dianggap sebagai tokohnya dan dapat mewakili kelompok masyarakatnya itu. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing oleh anggota BPD, baik secara bergiliran atau simultan/paralel di tempat/lokasi yang berbeda-beda. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk menampung aspirasi yang sebenarnya dari kelompok masyarakat, yang karakteristik masyarakatnya relatif lebih bersifat homogen/paternalistik/paguyuban (panut pada pemimpin kelompoknya). Hasil wawancara berupa catatan-tulisan dan rekaman-kaset dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya.

c. Teknik focus group discussion (FGD), yaitu dengan cara diskusi bersama kelompok yang dijadikan fokus pengumpulan aspirasi yang dianggap dapat mewakili kelompok masyarakat yang lebih luas. Teknik ini dapat dilakukan secara bersama-sama atau secara masing-masing anggota BPD, baik secara bergiliran atau simultan/paralel di tempat yang berbeda-beda. Teknik ini dapat digunakan misalnya untuk menampung aspirasi yang sebenarnya dari kelompok masyarakat, yang karakteristik masyarakatnya relatif lebih bersifat heterogen (panut pada hasil kesepakatan bersama). Hasil diskusi berupa catatan dan rekaman kaset dapat digunakan untuk bahan diskusi atau perumusan pada kegiatan rapat BPD, untuk bahan dokumentasi, atau bahan lampiran pengajuan proyek, dan sebagainya

2. Menampung aspirasi masyarakat di Kantor/Sekretariat, BPD dapat menggunakan:

a. Teknik dengar pendapat, yaitu dengan cara mendengarkan dengan baik, mencatat dengan lengkap, bertanya seperlunya dengan maksud melengkapi bahan/fakta, dan menjawabnya hanya dengan janji atau


(22)

kata kata dan akan meneruskannya kepada Kepala Desa, rapat BPD, atau pihak-pihak lain yang dituju. Melalui teknik ini, BPD dapat mencatat dan menerima surat pengajuan aspirasi dari anggota/kelompok masyarakat yang datang ke Kantor.

b. Teknik diskusi, yaitu dengan cara bertukar-pikiran atau tanya-jawab untuk mendapatkan rumusan yang tepat, lengkap, dan benar untuk kemudian diperjuangkan kepada Kepala Desa, rapat BPD, atau pihak- pihak lain yang dituju. Melalui teknik ini, BPD dapat mencatat atau merekam hasil diskusi.

3. Mempelajari peraturan perundang-undangan, BPD dapat menggunakan teknik studi pustaka, yaitu dengan cara mencari, membaca, dan mencatat hal-hal pokok yang akan dikemukakan/disosialisasikan/ dijadikan landasan:

a. Dalam proses merumuskan aspirasi masyarakat desa pada forum rapat BPD,

b. Dalam menjawab pertanyaan/permasalahan pada forum diskusi atau forum dengar pendapat atau forum FGD, dan

c. Untuk keperluan lainnya. Teknik ini dapat digunakan dalam membaca buku, peraturan perundangundangan, surat kabar, dan sebagainya di satu pihak atau dalam merancang peraturan desa, membuat program pembangunan desa, merancang anggaran penerimaan dan pengeluaran keuangan desa, dan sebagainya di lain pihak.

4. Mendiskusikan aspirasi masyarakat diluar rapat resmi, BPD dapat menggunakan:

a. Teknik komparasi, yaitu dengan cara membandingkan persamaan dan perbedaan hasil yang didapat oleh anggota BPD yang satu dengan yang lainnya, antara yang ada pada para anggota BPD dengan sumber-sumber lainnya (Kepala Desa, Kepala Dusun/Kampung, Ketua RW/RT, wartawan, Babinsa, partai politik, ormas, LSM, dan


(23)

seterusnya). Melalui teknik ini, perbedaan-perbedaan dalam bentuk data dan informasi dapat dikurangi atau diperkecil.

b. Teknik cek dan silang, yaitu dengan cara memeriksa kebenaran fakta/data/informasi tentang aspirasi masyarakat desa yang diperoleh dari satu pihak kepada pihak-pihak lain karena terdapatnya ketidakpercayaan/ ketidakyakinan atau bahkan karena adanya kontraversi diri dari para anggota BPD. Bila ternyata terdapat kontraversi antar kelompok masyarakat tentang suatu aspirasi, BPD sepatutnya menggunakan teknik cek-silang untuk mencari solusi jalantengah atau memilih salah satu versi yang benar yang didukung oleh mayoritas masyarakat.

1.5.2. Perencanaan

Untuk dapat menjamin sistematisasi pelaksanaan pembangunan perlu dipahami bahwa proses perencanaan atau tahapan-tahapan di dalam penyusunan perencaaan tersebut dipandang sangat penting. Menurut Bintoro (2001:12) tahapan-tahapan penyus

unan perencanaan itu meliputi :

a. Tinjauan keadaan, yang meliputi identifikasi masalah-masalah pokok yang dihadapi, seberapa jauh kemajuan yang telah dicapai untuk menjamin kontinuitas kegiatan-kegiatan usaha, hambatan-hambatan yang masih dikembangkan.

b. Perkiraan keadaan masa yang akan dilalui rencana, untuk dapat mengetahui kecenderungan-kecenderungan perspektif masa depan.

c. Perkiraan tujuan rencana dan pemilihan cara-cara pencapaian tujuan rencana tersebut.

d. Identifikasi kebijaksanaan dan atau kegiatan ini adalah tahap persetujuan rencana.

Secara lebih terinci lagi, tahapan-tahapan perencanaan ini dijelaskan oleh S.P.Siagian (1997:108) dalam bukunya “Administrasi Pembangunan” adalah sebagai berikut :


(24)

a. Mengetahui sifat hakiki dari masalah yang dihadapi. b. Kumpulkan data-data.

c. Penganalisaan data-data. d. Penentuan beberapa alternatif.

e. Memilih cara-cara yang kelihatannya terbaik. f. Pelaksanaan.

g. Penilaian hasil yang dicapai.

1.5.3. Pembangunan

pembangunan dapat diartikan sebagai `suatu upaya terkoordinasi untuk menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya yang paling manusiawi (Nugroho dan Rochmin Dahuri, 2004:15). Mengenai pengertian pembangunan, para ahli memberikan definisi yang bermacam-macam seperti halnya perencanaan. Istilah pembangunan bisa saja diartikan berbeda oleh satu orang dengan orang lain, daerah yang satu dengan daerah lainnya, Negara satu dengan Negara lain. Namun secara umum ada suatu kesepakatan bahwa pembangunan merupakan proses untuk melakukan perubahan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005 : 25).

Siagian (1994:86) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”. Sedangkan Ginanjar Kartasasmita (1997:61) memberikan pengertian yang lebih sederhana, yaitu sebagai “suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan secara terencana”.

Proses pembangunan terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat, ekonomi, sosial, budaya, politik, yang berlangsung pada level makro (nasional) dan mikro (commuinity/group). Makna penting dari pembangunan adalah adanya kemajuan/perbaikan, pertumbuhan dan diversifikasi. Sebagaimana dikemukakan oleh para para ahli di atas, pembangunan adalah semua proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya secara sadar dan terencana.


(25)

Sedangkan perkembangan adalah proses perubahan yang terjadi secara alami sebagai dampak dari adanya pembangunan (Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah, 2005:34).

Bintoro (l993:59) menyebutkan bahwa pembangunan merupakan proses tanpa ada akhir, suatu kontinuitas perjuangan mewujudkan ide dan realitas yang akan terus berlangsung sepanjang kurun sejarah. Berarti jelaslah bahwa suatu pembangunan tidak lain merupakan suatu proses pertumbuhan dan perubahan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Berencana dan dilaksanakan secara sadar.

b. Selalu diarahkan pada usaha peningkatan atau menuju kepada keadaan yang lebih baik.

c. Berlangsung terus-menerus.

Dari defenisi di atas mengisyaratkan dengan jelas bahwa keikutsertaan masyarakat dalam proses penentuan pembangunan di desanya adalah sangat dominan. Melibatkan mental dan emosi masyarakat desa yang dapat mendorong mereka untuk berpartisipasi penuh bagi tercapainya tujuan masyarakat dengan jalan mendiskusikan, menentukan keinginan, merencanakan dan mengerjakannya secara bersama-sama dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan berbasis partisipasi masyarakat.

Partisipasi dapat didefinisikan sebagai proses dimana seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisitaif pembangunan. Maka, pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan kehidupan mereka.

Dalam bidang politik dan sosial, partisipasi bermakna sebagai upaya melawan ketersingkiran. Jadi, dalam partisipasi, siapapun dapat memainkan peranan secara aktif, memiliki kontrol terhadap kehidupannya sendiri, mengambil peran dalam masyarakat, serta menjadi lebih terlibat dalam pembangunan.


(26)

Pada akhirnya, tujuan partisipasi adalah untuk meningkatkan inisiatif masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya untuk pembangunan. Jika dicermati, makna partisipasi berbeda-beda menurut mereka yang terlibat, misalnya antara pengambil kebijakan, pelaksana di lapangan, dan masyarakat. Para ahli telah membuat pengklasifikasian partisipasi menjadi tujuh karakteristik tipologi partisipasi, yang berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang ideal, yaitu :

1. Partisipasi pasif atau manipulatif. Ini merupakan bentuk partisipasi yang paling lemah. Karakteristiknya adalah masyarakat menerima pemberitahuan apa yang sedang dan telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di luar kelompok sasaran belaka.

2. Partisipasi informatif. Masyarakat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian untuk proyek, namun tidak berkesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses penelitian. Akurasi hasil penelitian, tidak dibahas bersama masyarakat.

3. Partisipasi konsultatif. Masyarakat berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan orang luar mendengarkan, menganalisa masalah dan pemecahannya. Belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Para profesional tidak berkewajiban untuk mengajukan pandangan masyarakat (sebagai masukan) untuk ditindaklanjuti.

4. Partisipasi insentif. Masyarakat memberikan korbanan dan jasa untuk memperoleh imbalan insentif berupa upah, walau tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran atau eksperimen-eksperimen yang dilakukan. Masyarakat tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan-kegiatan setelah insentif dihentikan.

5. Partisipasi fungsional. Masyarakat membentuk kelompok sebagai bagian proyek, setelah ada keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat tergantung kepada pihak luar, tetapi secara bertahap menunjukkan kemandiriannya.


(27)

6. Partisipasi interaktif. Masyarakat berperan dalam analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan kelembagaan. Cenderung melibatkan metoda interdisipliner yang mencari keragaman perspektif dalam proses belajar yang terstruktur dan sistematis. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan proses kegiatan.

7. Mandiri (self mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan lembaga-lembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta sumber daya yang diperlukan. Masyarakat memegang kendali atas pemanfaatan sumberdaya yang ada dan atau digunakan.

Akhir-akhir ini telah lahir konvergensi antara hasrat pelibatan masyarakat dalam perumusan kebijakan dan implementasinya dengan terciptanya good governance. Telah diupayakan mencari berbagai bentuk baru partisipasi yang bersifat lebih langsung. Intinya adalah bagaimana masyarakat dapat mempengaruhi pemerintah dan memaksa mereka agar lebih accountable.

1.5.4. Perencanaan Pembangunan

Perencanaan pembangunan merupakan suatu fungsi utama Manajemen Pembangunan yang selalu diperlukan karena kebutuhan akan pembangunan lebih besar dari sumber daya (resources) yang tersedia. Melalui perencanaan yang baik dapat dirumuskan kegiatan pembangunan yang secara efisien dan efektif dapat memperoleh hasil yang optimal dalam pemanfaatan sumberdaya yang tersedia dan potensi yang ada.

S.P.Siagian (1997:120) memberikan pengertian tentang pembangunan sebagai “Suatu usaha atau rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana dan dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.


(28)

Menurut Tjokroamidjojo (1998:25), perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu.Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber-sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif.

Terkait dengan perencanaan pembangunan, unsur- unsur pokok yang harus tercakup dalam perencanaan adalah:

1. Adanya kebijaksanaan atau strategi dasar rencana pembangunan atau sering disebut dengan tujuan, arah, prioritas dan sasaran pembangunan. 2. Adanya kerangka rencana atau kerangka makro rencana.

3. Perkiraan sumber-sumber pembangunan, khususnya yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

4. Kerangka kebijakan yang konsisten. Berbagai kebijakan perlu dirumuskan dan kemudian dilaksanakan. Dalam konteks Indonesia, perencanaan pembangunan menjadi penting mengingat sumber- sumber ekonomi yang semakin terbatas dan akan menjadi habis, jumlah penduduk yang sangat besar dan beragam, tingkat pendidikan dan kemampuan manajerial yang masih rendah.

1.5.5. Langkah-langkah Penyusunan Perencanan Pembangunan Desa

Bintoro (1993:2) menyebutkan : “Dengan perencanaan pembangunan dimaksudkan agar pembangunan terselenggara secara berencana, yaitu secara sadar, teratur, sistematis, berkesinambungan, mengusahakan peningkatan dan kemampuan menahan gejolak-gejolak di dalam pelaksanaannya.

Agar usaha-usaha pembangunan dapat berhasil mencapai sasaran, maka pengarahan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada perlu berpedoman pada suatu rencana yang terwujud dalam suatu bentuk perencanaan pembangunan. Bintoro (1998:12) menyatakan bahwa :


(29)

a. Perencanaan dalam arti seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.

b. Perencanaan adalah suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya (maksimal output) dengan sumber-sumber yang ada agar lebih efektif dan efisien.

c. Perencanaan adalah penentuan tujuan yang akan dicapai atau yang akan dilaksanakan, bagaimana, bilamana, dan pada siapa.

d. Perencanaan pembangunan adalah suatu pengarahan penggunaan sumber-sumber pembangunan (termasuk sumber-sumber-sumber-sumber ekonomi) yang terbatas adanya untuk mencapai tujuan-tujuan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efektif dan efisien.

Oleh sebab itu dapat diketahui bahwa suatu perencanaan pembangunan, khususnya perencanaan pembangunan desa sangat membutuhkan pendekatan yang menyeluruh. Perencanaan pembangunan desa merupakan perencanaan pembangunan yang dilakukan masyarakat sendiri, dari dan untuk masyarakat sendiri, dengan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pembinaan serta pengawasannya dilakukan oleh pemerintah.

Jadi, dengan proses pembangunan yang seperti ini apa yang menjadi harapan dan keinginan masyarakat desa dapat terpenuhi dan diwujudkan dalam bentuk nyata berlandaskan musyawarah. Musyawarah merupakan salah satu asas dasar negara Indonesia. Musyarawah pembangunan yang diadakan oleh Pemerintah Desa disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Desa.

Musrenbang Desa dalam penjelasannya tentang panduan penyelenggaraan musyawarah perencanaan pembangunan desa/kelurahan tahun 2008 adalah forum musyawarah tahunan para pemangku kepentingan (stakeholder) desa/kelurahan untuk menyepakati rencana kegiatan untuk tahun anggaran berikutnya.


(30)

Musrenbang desa dilakukan setiap bulan Januari untuk menyusun rencana kegiatan tahunan desa dengan mengacu/memperhatikan kepada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) yang sudah disusun.

Musrenbang yang bermakna akan membangun kesepahaman tentang kepentingan dan kemajuan desa, dengan memotret potensi dan sumber-sumber pembangunan yang tersedia baik dari dalam desa sendiri maupun dari luar desa. Musrenbang adalah forum publik perencanaan (program) yang diselenggarakan oleh lembaga publik yaitu pemerintah desa/kelurahan bekerjasama dengan warga dan para pemangku kepentingan. Penyelenggaraan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah desa/ kelurahan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

Pembangunan tidak akan bergerak maju apabila salah satu saja dari tiga komponen tata pemerintahan (pemerintah, masyarakat, swasta) tidak berperan atau berfungsi. Karena itu, musrenbang juga merupakan forum pendidikan warga agar menjadi bagian aktif dari tatapemerintahan dan pembangunan. Perencanaan pembangunan desa sesuai dengan hakekat pengertian pembangunan desa yaitu perencanaan pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat desa.

Desa adalah subjek pembangunan, namun dalam pelaksanaannya masih perlu bimbingan dan bantuan pemerintahan yang lebih tinggi.

Menurut Suwignjo (1992) untuk meminimalisir permasalahan yang akan dihadapi dalam pembangunan desa maka sebelum menetapkan perencanaan pembangunan desa maka harus terlebih dahulu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah adalah kegiatan pertama dari unsur perencanaan pembangunan desa. Masalah yang perlu diperhatikan dari kegiatan ini adalah keadaan masa lalu, keadaan sekarang dan kecenderungan- kecenderungan di masa yang akan datang, yang meliputi beberapa faktor seperti :


(31)

a. Faktor perkembangan jumlah penduduk, kegiatan ekonomi penduduk. b. Faktor pembatas, yang meliputi: luas wilayah, nilai-nilai sosial

budaya, dan sumber daya alam.

2. Pengumpulan Data

Langkah selanjutnya setelah identifikasi masalah adalah dilakukan kegiatan pengumpulan data yang mempunyai kaitan dengan faktor-faktor yang diperlukan dalam penyusunan rencana pembangunan desa. Data tersebut diperoleh melalui penelitian lapangan atau berdasarkan data yang tertuang dalam papan potensi desa yang dijamin kebenarannya.

Data tata ruang desa merupakan faktor pembatas, karena tidak ada perubahan dalam luas, yang terjadi hanya penggunaan tanah. Perubahan-perubahan penggunaan tanah terjadi karena adanya Perubahan-perubahan aktivitas ekonomi penduduk desa yang bersangkutan. Setiap perubahan perlu dicatat dalam buku register desa dan papan potensi desa.

3. Analisa Data

Langkah berikut setelah pengumpulan data ialah analisa data. Data disistematiskan, disusun sebagai suatu rencana, disusun sesuai urutan prioritas pembangunan. Langkah-langkah sistematis dalam penyusunan rencana pembangunan desa dilakukan melalui penjenisan rencana sesuai dengan tingkatannya. Dengan demikian manakala pada saat sekarang usaha di sektor industri dan jasa memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan sektor pertanian maka masyarakat cenderung untuk memilih pada sektor industri dan jasa, sedangkan sektor pertanian ditinggalkan.

4. Penentuan Sasaran Pembangunan

Dengan telah ditetapkan urutan prioritas permasalahan yang harus diselesaikan melalui serangkaian kegiatan pembangunan maka dapat disusun sasaran-sasaran yang akan dicapai.


(32)

Dalam penentuan sasaran harus pula diperhatikan faktor-faktor pendukung pelancar seperti sumber daya alam, sumber daya manusia serta faktor penghambat, seperti sulitnya transportasi, pengetahuan yang belum memadai dari aparat yang terlibat dalam perencanaan pembangunan.

Selanjutnya agar rencana sesuai dengan kemampuan dan dapat dilaksanakan, maka beberapa hal pokok yang perlu mendapat jawaban adalah :

a. Apa tujuan dan sasaran yang hendak dicapai,

b. Berapa sumber yang dimiliki yang merupakan potensi (alam, manusia dan transportasi),

c. Apa masalah yang dihadapi,

d. Bagaimana program sebagai usaha mengatasi masalah tersebut, e. Dimana kegiatan itu dilakukan,

f. Kapan rencana itu harus dilaksanakan, dan waktu penyelesaiannya.

Dari uraian di atas maka secara singkat dapat dikemukakan bahwa langkah-langkah utama dalam penyusunan suatu rencana pembangunan desa terdiri dari:

a. Studi keadaan masa lalu dan keadaan masa sekarang serta kecenderungan di masa yang akan datang,

b. Penentuan di dalam menghadapi masalah-masalah dengan memanfaatkan potensi yang ada berdasarkan studi analisa,

c. Tindakan yang dilaksanakan didasarkan pada tahapan-tahapan prioritas pembangunan dalam rangka pola pembangunan nasional dan daerah. d. Menyerasikan tindakan-tindakan itu dengan kondisi-kondisi serta

batasan-batasan yang berpengaruh.

1.6. Jenis-jenis Rencana Desa

Ada beberapa jenis, perencanaan desa, dari rencana yang umum sampai rencana yang khusus. Rencana tersebut mempunyai kaitan antara satu dengan yang lain, karena rencana yang umum memberikan arahan kepada rencana yang


(33)

khusus. Selanjutnya secara garis besar perencanaan tersebut akan diuraikan sebagai berikut :

1. Rencana Umum

Rencana Umum adalah suatu rencana peruntukan bumi air dan ruang angkasa yang akan menunjukkan dan memuat pedoman bagi perkembangan suatu desa dan wilayah sekitarnya untuk keperluan penghidupan dan kehidupan yang masih dalam batas kemungkinan.

Rencana Umum Desa merupakan rencana menyeluruh sehingga harus mempunyai kekuatan mengikat, untuk itu diperlukan legalitas hukum. Berhubungan dengan itu maka setiap Rencana Umum Desa suatu desa perlu disahkan oleh instansi yang lebih tinggi yang secara fungsional bertanggung jawab terhadap perencanan pembangunan suatu wilayah yang bersangkutan.

Suatu Rencana Umum Desa harus mengandung segi-segi perencanaan sebagai berikut:

a. Sesuai dengan atau mempunyai kaitan dengan berbagai Rencana Tata Guna Tanah,

b. Suatu gambaran umum mengenai arah dan kecenderungan perkembangan dan perubahan desa yang diperlukan di masa yang akan datang,

c. Perumusan sasaran dan tujuan masyarakat desa di masa yang akan datang,

d. Aspek kelembagaan yang diuraikan peranannya dengan jelas,

e. Suatu gambaran mengenai bentuk dan sifat perkembangan yang diperkirakan di masa yang akan datang,

f. Perumusan kebijakan umum serta strategi program pembangunan desa untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan desa.

Rencana Umum Desa digambarkan dalam bentuk peta dasar dengan uraian yang jelas dan mudah dimengerti. Materi Rencana Induk Desa yang perlu dikemukakan adalah :


(34)

a. Struktur tata ruang pemukiman desa, sesuai dengan fungsi desa yang bersangkutan,

b. Struktur lapangan kerja, dituangkan dalam struktur tata ruang kegiatan umum,

c. Pola sirkulasi, pola jaringan utama, dituangkan dalam jaringan jalan dan terminal,

d. Penempatan fasilitas pelayanan, dituangkan dalam struktur tata ruang sarana pelayanan masyarakat.

2. Rencana Fokus

Rencana Fokus Desa adalah suatu rencana yang merupakan pengisian Rencana Induk Desa. Jika rencana Umum belum ada maka Rencana Fokus Desa merupakan rencana pembangunan lingkungan atau sebagian dari pada lingkungan tersebut.

Rencana Fokus desa merupakan pedoman dalam pelaksanaan operasional. Sama halnya dengan Rencana Umum Desa, Rencana Fokus Desa perlu pula dimusyawarahkan antara perangkat desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan Lembaga Perwakilan Masyarakat (LPM).

Selanjutnya hasil musyawarah ini akan dituangkan dalam Keputusan Desa untuk mendapatkan pengesahan dari Bupati. Pengesahan Bupati merupakan dasar Keputusan Kepala Desa agar pelaksanaan dari Rencana Fokus Desa lebih teratur, terarah dan mencapai tujuan pembangunan. Disamping itu Rencana Fokus Desa tersebut berperan pula sebagai alat pengawasan, yaitu :

a. Pengawasan fisik desa, agar tercapai tertib pembangunan fisik desa, b. Tata letak bangunan, agar dapat terjamin keamanan pembangunan

desa dan kenikmatan lingkungan,

c. Pengawasan pelaksanaan pola tata guna tanah.

Selanjutnya perlu diketahui bahwa rencana Fokus desa memuat perencanaan zoning dan tata letak dari :


(35)

a. Lingkungan wisma (pemukiman) yang lengkap, b. Pusat lingkungan desa,

c. Jaringan jalan desa dengan rencana-rencana terperincinya, d. Jaringan utilitas umum desa

e. Jalur hijau dan pertanaman desa, f. Fasililas sosial dan fasilitas spritual, g. Pembagian persil desa.

Rencana Fokus desa digambarkan pada peta dasar desa. Selanjutnya langkah kegiatan yang perlu dilakukan dalam memperlancar operasional Rencana Terpadu Desa adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan sarana administrasi yang dapat menjamin pelaksanaan rencana,

b. Menyusun program kerja yang realistis,

c. Menyusun program peremajaan, pemugaran dan perbaikan lingkungan,

d. Mencari sumber dana, sumber daya untuk pelaksanaan pembangunan, e. Masukan-masukan (input) rencana khusus.

Rencana Fokus Desa merupakan rencana pengisian suatu Rencana khusus dan terperinci Desa, yang merupakan bagian dari suatu perencanaan lingkungan kecil desa atau dari keseluruhan desa, terutama yang menyangkut suatu komponen kegiatan fungsional tertentu.

Dengan demikian Rencana Fokus Desa merupakan pedoman pokok di dalam pelaksanaan suatu rencana, dan rencana Fokus tersebut harus sesuai dengan Rencana Umum Desa dan Rencana Fokus Desa.

1.7. Pelaksanaan Proyek Desa

Menurut Firman dan Martin (1992:10) menerangkan bahwa: “proyek adalah suatu kesatuan kegiatan yang dilaksanakan untuk menghasilkan suatu hasil atau sasaran tertentu dalam suatu jangka waktu yang telah ditentukan. Kegiatan


(36)

tersebut diusahakan melalui penyediaan sumber-sumber dana, manusia dan peralatan.”

Dengan demikian proyek direncanakan, diarahkan dan diproyeksikan untuk menciptakan suatu hasil tertentu pada waktu yang telah ditentukan dalam mencapai sebagian dari tujuan yang luas dan atau besar, dengan cara yang tepat dan penggunaan sumber-sumber seperti personalia, peralatan dan dana secara efesien dan efektif.

Dari defenisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa proyek desa adalah perencanaan pembangunan yang dibuat dengan jangka waktu dan penyediaan dana yang telah ditentukan untuk membangun ataupun memperbaiki fasilitas-fasilitas pedesaan yang dianggap dibutuhkan oleh masyarakat sebagai wujud pelayanan pemerintah desa dan untuk meningkatkan kondisi sosial sekaligus untuk meningkatkan pembangunan nasional. Proyek mempunyai peranan yang penting dalam upaya pembangunan, karena melalui proyek dapat dicapai tujuan-tujuan program yang kesemuanya menunjang kepada pembangunan di segala bidang.

Perencanaan pembangunan proyek desa ini dilaksanakan melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa yang dihadiri oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, LKMD, PKK, dan tokoh masyarakat setelah sebelumnya BPD dan Pemerintah Desa menampung aspirasi-aspirasi dari masyarakatnya.

Pembangunan yang pendanaannya dapat dibiayai melalui swadaya masyarakat akan ditangani sepenuhnya oleh Pemerintah Desa dan penduduk desa. Inisiatif pembangunan ini berasal dari aspirasi-aspirasi masyarakat desa yang telah mereka tampung. Untuk urusan pencarian dana dari pembangunan ini adalah tugas dari anggota Badan Permusyawaratan Desa.

Tugas Kepala Desa beserta aparaturnya hanyalah dalam pelaksanaan pembangunan tetapi tidak lepas dari pengawasan Badan Permusyawaratan Desa dalam pelaksanaan pembangunannya. Pembangunan yang diperkirakan akan memerlukan dana yang sangat besar akan menjadi proyek desa dan


(37)

pembiayaannya melalui APBD. APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dalam penjelasannya menurut Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah sebagai berikut :

1. Anggaran pendapatan dan belanja daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah.

2. Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

3. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

1.8. Defenisi Konsep

Konsep adalah abstraksi yang dibentuk untuk menggeneralisasikan hal-hal yang bersifat khusus. Menurut Singarimbun (1999:24) menyatakan bahwa kerangka konsep merupakan defenisi untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial ataupun alami.

Berdasarkan kerangka teori yang ada, dapat disusun defenisi konsep sebagai berikut :

1. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unsur Pemerintahan Desa yang merupakan badan legislatif desa sebagai wadah dan berfungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, membantu Kepala Desa untuk menyusun perencanaan desa dan pembangunan desa secara keseluruhan, serta melakukan pengawasan dalam pelaksanaan pembangunan desa dan penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Perencanaan pembangunan desa adalah prosedur resmi perencanaan pembangunan desa yaitu proses kegiatan yang dilaksanakan secara kontiniu dan menyangkut pengambilan keputusan, bagaimana memanfaatkan sumber daya semaksimal mungkin untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada masa yang akan datang.


(38)

3. Proyek desa adalah perencanaan pembangunan yang dibuat dengan jangka waktu dan penyediaan dana yang telah ditentukan untuk membangun ataupun memperbaiki fasilitas-fasilitas pedesaan yang dianggap dibutuhkan oleh masyarakat.

1.9. Defenisi Operasional

Singarimbun (1999:46) defenisi operasional adalah suatu batasan yang diberikan kepada satu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan, memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-variabel tertentu.

Dalam penelitian ini defenisi yang diambil adalah variabel tunggal yaitu Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam perencanaan pembangunan desa dengan indikator:

1. Peranan Badan Permusyawaratan Desa dengan indikator : a. Kedudukan, fungsi, tugas pokok, hak dan kewajiban BPD b. Praktik BPD dalam menampung aspirasi masyarakat 2. Perencanaan pembangunan desa dengan indikator :

a. Adanya kebijaksanaan atau strategi dasar rencana pembangunan atau sering disebut dengan tujuan, arah, prioritas dan sasaran pembangunan b. Adanya kerangka rencana atau kerangka makro rencana.

c. Perkiraan sumber-sumber pembangunan, khususnya yang digunakan untuk pembiayaan pembangunan.


(39)

1.10. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, defenisi konsep, defenisi operasional, serta sistematika penulisan.

BAB II METODE PENELITIAN

Dalam bab ini bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Dalam bab ini disajikan gambaran umum lokasi penelitian seperti batas-batas wilayah, penduduk, mata pencaharian, pendidikan, agama, pemerintahan desa dan Badan Permusyawaratan Desa serta rekapitulasi usulan proyek melalui APBD tahun 2007.

BAB IV PENYAJIAN DATA PENELITIAN

Bab ini memuat penyajian data dan analisa data secara mendalam yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

Bab V Analisa Data

Bab ini berisi analisa dari hasil dilapangan dan dokumentasi.

BAB VI PENUTUP

Bab ini merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan dan saran.


(40)

BAB II

METODE PENELITIAN

2.1 Bentuk Penelitian

Di dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan metode deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menguraikan bagaimana partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa. Metode deskriptif memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena-fenomena yang ada pada saat penelitian dilakukan atau masalah yang bersifat aktual, kemudian menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki diiringi dengan interpretasi rasional yang akurat (Nawawi, 1990:64). Dengan demikian penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta dan menjelaskan keadaan dari objek penelitian berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya dan mencoba menganalisa untuk memberi kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dilapangan. Informan adalah seseorang yang benar-benar mengetahui suatu persoalan atau permasalahan tertentu yang darinya dapat diperoleh informasi yang jelas.

2.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara.

2.3 Populasi dan Sample 2.3.1 Populasi

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota Badan Permusyawaratan Desa ( BPD ) dan seluruh pegawai kantor kepala desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan.

2.3.2 Sampel

Peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan informan secara sengaja dan informan yang digunakan adalah mereka yang benar-benar paham dan dapat dipercaya untuk


(41)

menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam mengenai permasalahan yang akan diteliti (Sutopo, 2002:22). Maka peneliti dalam hal ini menggunakan informan penelitian yang terdiri dari:

1. Ketua BPD 2. Wakil Ketua BPD 3. Kepala Desa 4. Sekertaris Desa 5. Kaur Umum

6. Masyarakat Desa Gunung Tua Panggorengan.

2.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua macam data menurut klasifikasi jenis dan sumbernya yaitu:

1. Teknik pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara, yaitu cara mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada responden/informan (Singarimbun, 1995: 192).

Adapun pengumpulan data yang dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan. Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti. Wawancara dilakukan langsung terhadap pihak-pihak yang terkait dan dapat membantu proses penelitian, seperti Kepala Desa Gunung Tua Panggorengan, Ketua BPD, Kepala Lingkungan dan beberapa dari anggota Masyarakat.

b. Pengamatan atau observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan mengamati secara langsung objek penelitian dengan mencatat


(42)

gejala-gejala yang ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai acuan yang berkenaan dengan topik penelitian. 2. Teknik pengumpulan data sekunder:

a. Penelitian kepustakaan yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti serta analisis peraturan daerah.

b. Studi dokumentasi yaitu dengan cara memperoleh data melalui pengkajian dan penelaahan terhadap catatan penulis maupun dokumen-dokumen yang berkaitan dengan masalah-masalah yang diteliti.

2.5 Teknik Analisa Data

Teknik analisa data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan suatu uraian dasar. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa kualitatif, yakni dengan menyajikan data yang dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data, menelaah, menyusunnya dalam suatu satuan yang kemudian dikategorikan pada tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan analisis sesuai dengan kemampuan daya nalar peneliti untuk membuat kesimpulan penelitian (Moleong, 2006:247).

Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang digunakan penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif. Menurut Farid (1997:152) bahwa analisa kualitatif terhadap data yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar penelitian dalam menghubung-hubungkan fakta data dan informasi. Jadi, teknik analisa data kualitatif yaitu dengan menyajikan hasil wawancara dan melakukan analisis terhadap masalah yang ditemukan dilapangan, sehingga memperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti dan kemudian menarik kesimpulan.


(43)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Geografis

Desa Gunung Tua Panggorengan adalah desa yang dikelilingi oleh desa-desa lain, desa-desa ini berada di bagian timur pusat pasar Panyabungan, Kab. Mandailing Natal, dengan suhu udara 26-280 C, desa ini mempunyai luas wilayah 540,73 Ha2, dengan mempunyai tiga Banjar, atau disebut Dusun, yang berada dalam desa yaitu:

1. Banjar Cempaka 2. Banjar Melati 3. Banjar Mawar

Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal ini berbatasan dengan:

1. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Desa Lumban Pasir 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gunung Tua

3. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Desa Ipar Bondar

4. Sebelah Timur setelah desa ini berbatasan langsung dengan Desa Parsariran

Komoditas pendapatan dari masyarakat desa ini berasal dari perkebunan seperti karet, kopra dan coklat, dan juga dari hasil panen sawah, sumber pendapatan desa berasal dari retribusi pengangkutan hasil bumi dari para agen pengumpul hasil bumi yang diperoleh seperti dari perkebunan seperti, kopra, karet, padi, dari hasil perkebunan dan petani lainnya yang kelola oleh masyarakat.

Desa Gunung Tua Panggorengan memiliki luas wilayah 540,73 Hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 1168 jiwa yang terdiri dari 542 jiwa penduduk pria, dan 626 jiwa penduduk wanita. Mayoritas penduduk di desa ini adalah etnis mandailing dan ada juga etnis jawa dan minang baik secara datang sendiri ataupun yang berasal dari program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah yang berasal dari pulau Jawa. Penduduk transmigrasi tersebut tinggal


(44)

menetap di desa ini dan seratus persen penduduk desa ini menganut agama islam.

1. Jumlah Penduduk Desa Gunung Tua Panggorengan

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Gunung Tua Panggorengan No. Keterangan / Usia Jumlah Penduduk

1 Jumlah penduduk 1168

2 Jumlah Kepala Keluarga 306

3 Jumlah Laki-Laki 542

a. 0-15 Tahun 178

b. 15-55 Tahun 301

c. Diatas55 Tahun 63

4 Jumlah Perempuan 626

a. 0-15 Tahun 251 b. 15-55 Tahun 304 c. Diatas 55 Tahun 71

Sumber: Kantor Kepala Desa Gunung Tua Panggorengan

Sesuai dengan data yang diperoleh dari kantor kepala desa Gunung Tua Panggorengan, yaitu dari data penduduk desa Gunung Tua Panggorengan dapat dilihat bahwa mata pencaharian masyarakat adalah berbeda-beda, dan mayoritas sebagai petani. Berikut ini adalah tabel mata pencaharian masyarakat desa Gunung Tua Panggorengan.

Tabel 2. Jumlah penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Sumber: Kantor Kepala Desa Gunung Tua Panggorengan

No. Mata Pencaharian / Pekerjaan Jumlah

1 Petani 304

2 Wiraswasta 86

3 PNS 46

4 Pegawai Swasta 67

5 TNI/Polri 5

6 Pensiunan PNS 17

7 Buruh Swasta 54

8 Jasa 8

9 Lain – lain 11


(45)

Berdasarkan data di atas mata pencaharian warga desa adalah mayoritas sebagai petani, hal ini dikarenakan adanya sifat turun temurun dari warisan keluarga, sehingga memungkinkan pekerjaan warga didominasi oleh petani. Dengan begitu warga desa Gunung Tua mempunyai pertanian yang luas didalam desa yang dapat dikelola oleh masyarakat desa.

2. Prasarana dan Sarana Desa Gunung Tua Panggorengan

Desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai beberapa sarana dan prasarana untuk memperlancar jalannya pembangunan desa, dan ekonomi masyarakat, berikut dapat dilihat di dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3. Prasarana dan Sarana Desa Gunung Tua Panggorengan

No. Sarana/Pasarana Jumlah

1 Masjid 1 Unit

2 Musholla 2 Unit

3 Mck 3 Unit

4 Sekolah Dasar 1 Unit 5 Kantor kepala desa 1 Unit

Sumber: Kantor Kepala Desa Gunung Tua Panggorengan

Dari sarana dan prasarana yang ada di dalam desa Gunung Tua Panggorengan diharapkan dapat meningkatkan pembangunan, baik secara ekonomi, sosial, dan politik, agar menciptakan pemerintahan desa yang baik, dan memajukan ekonomi.

3. Sarana Pendidikan di Desa Gunung Tua Panggorengan

Pendidikan adalah faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi pola pikir suatu komunitas, sehingga hal tersebut dapat menjadi ukuran bagi setiap perkembangan suatu masyarakat untuk berpartisipasi di desa, terhadap pemerintahan desa. Berikut ini adalah tabel menurut tingkat pendidikan masyarakat desa :


(46)

Tabel 4. Sarana Pendidilkan di Desa Gunung Tua Panggorengan

No. Lembaga Jumlah

1 TK 1

2 SD 1

3 SLTP 2

4 SLTA 1

Jumlah 5

Sumber Data : Kantor Kepala Desa Gunung Tua Panggorengan 2014

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa satu unit sekolah Taman Kanak-Kanak (TK), satu unit Sekolah Tingkat Dasar atau SD, dan dua unit Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), serta satu unit Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa pendidikan formal yang ada di desa Gunung Tua panggorengan terdapat lima unit sekolah.

Dari gambaran umum lokasi penelian diatas dapat disimpulkan bahwa sarana dan prasarana yang ada di desa tersebut cukup namun terbatas dalam jangka panjang. Untuk itu, perana pemerintah dan perangkat desa dalam hal ini Badan Permusyawaratan Desa peranannya sangat dibutuhkan.

3.2. Kehidupan Sosial

Warga masyarakat desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai beragam suku yang ada didalamnya, namun sebagian besar atau mayoritas suku masyarakat desa Gunung Tua Panggorengan adalah suku Mandailing. Dalam waktu tertentu, budaya gotong royong masih berjalan di dalam desa, dikarenakan hubungan persaudaraan dan keharmonisan di dalam desa, baik dari aparatur desanya, dan di dalam masyarakatnya sendiri. Kesadaran yang sangat tinggi diantara masyarakat juga menjadi faktor yang sangat penting di dalam menjalankan kehidupan yang harmonis. Fasilitas sarana dan prasarana sosial yang ada di dalam desa kebanyakan dibangun atas swadaya masyarakat sendiri, kecuali pembangunan yang bersekala besar, yang memang kewajiban dari pemeintah daerah, seperti kantor kepala desa, jalan umum, sekolah, dan bangunan lainnya. Dalam pelayanan publik kantor kepala desa selalu terbuka, jika kantor tutup, kepala desa


(47)

memberikan saran agar mendatangi kediamannya, kalo benar-benar membutuhkan urusan yang sangat penting, seperti pengurusan KTP, surat miskin, kartu keluarga, dan lainnya.

Potensi ekonomi di desa Gunung Tua Panggorengan banyak dipengaruhi dari hasil tani, karena itu adalah mayoritas mata pencaharian masyarakat desa. Namun selain itu, warga masyarakat juga berusaha mandiri dengan membangun usaha-usaha kecil, seperti pembuatan tikar, yang dari dahulu sudah ada, ada juga sebagai pembuat kerupuk dari ubi. Hal ini dapat membangun perekonomian masyarakat agar lebih mandiri menghadapi ekonomi yang lebih baik lagi. Namun sebagian besar penduduk mengandalkan dari hasil tani, dan perkebunan, yang bisa mendongkrak prekonomian warga desa,

3.3. Struktur Pemerintahan Desa Gunung Tua Panggorengan

Struktur pemerintahan Desa Gunung Tua Panggorengan dipimpin oleh kepala desa yang dibantu oleh sekretaris desa, kepala urusan, dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Sesuai dengan peraturan pemerintah yang diatur di dalam UU No. 72 Tahun 2005 tentang pemerintahan desa, dan di dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, maka kepala desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai tugas dan kewenangan sebagai kepala desa.

A. Tugas dan Kewajiban Kepala Desa

Kepala desa berkedudukan sebagai pimpinan dan penanggungjawab penyelenggaraan pemerintahan desa. Kepala desa bertindak sebagai lembaga Eksekutif dalam pemerintahan desa untuk dapat menjalankan roda pemerintahan desa. Kepala desa bertanggungjawab kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai lembaga legislasi yang berfungsi sebagai pengawas jalanya pemerintah desa. Kepala desa dipilih langsung oleh masyarakat desa melalui pemilihan kepala desa (Pilkades) yang bersifat langsung bila masa pemerintahan kepala desa telah berakhir. Kepala desa memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan kemudian dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali periode masa jabatan berikutnya. Kepala desa bukan sebagai pegawai pemerintahan dan harus


(48)

melepaskan jabatannya sebelumnya untuk menjaga netralitas dalam mewujudkan otonomi desa.

Tugas dan kewajiban kepala desa meliputi :

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintah desa. 2. Membina kehidupan masyarakat desa.

3. Membina perekonomian desa.

4. Memelihara ketentraman dan ketertiban masyarakat desa. 5. Mendamaikan perselisihan masyarakat di desa.

6. Mewakili desa didalam dan diluar pengadilan dan dapat menujuk kuasanya.

7. Menyampaikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada BPD dan laporan pelaksanaan tugas kepada Kepala Daerah.

8. Melaksanakan tugas dan kewajiban lain sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan.

Kewenangan Kepala Desa:

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD).

2. Mengajukan rancangan peraturan desa, menetapkan peraturan desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

3. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDesa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD.

4. Membina kehidupan masyarakat desa.

5. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif.

6. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili sesuai dengan peraturan perundang undangan.

7. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang undangan


(49)

B. Perangkat Desa

Dalam menjalankan tugas pemerintahan kepala desa dibantu oleh perangkat desa yang berasal dari pegawai pemerintahan kecamatan. Perangkat desa yang terbentuk terdiri atas unsur pelayanan yaitu sekretariat desa yang dipimpin sekretaris desa. sekretaris desa mempunyai tugas untuk membantu tugas kepala desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

Fungsi dari sekretaris desa meliputi :

1. Memberikan saran dan pendapat kepada kepala desa.

2. Memimpin, mengkoodinasikan dan mengendalikan serta mengawasi semua unsur sekretariat desa.

3. Merumuskan program kegiatan kepala desa.

4. Menyusun Rencana dan Penerimaan dan Belanja Desa. 5. Melaksanakan Administrasi kepegawaian Aparat Desa. 6. Menyiapkan Produk hukum Desa.

7. Melaksanakan tugas lain yang diberikan kepala desa sesuai dengan Peraturan perundang-undangan.

C. Badan Permusyawaratan Desa ( BPD)

Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah suatu badan perencanaan yang terdiri atas pemuka-pemuka masyarakat yang ada di desa dan berfungsi menetapkan peraturan desa menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat di desa. anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dipilih oleh masyarakat desa melalui rapat musyawarah desa dengan musyawarah mufakat yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat desa.

BPD (Badan Permusyawarahan Desa) mempunyai tugas dan wewenang meliputi :

1. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa yang terdiri dari para anggota BPD dan tokoh masyarakat.

2. Menetapkan calon terpilih kepala desa melalui Keputusan Badan Permusyawaratan Desa.


(50)

3. Membentuk Peraturan Desa yang dibahas bersama dengan kepala desa untuk mendapatkan persetujuan bersama.

4. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) bersama-sama dengan kepala desa.

Dalam menjalankan pemerintahan desa, dengan tujuan untuk menciptakan pemerintahan yang baik dan terbuka, dengan berjalan secara demokrasi, pemerintahan desa Gunung Tua Panggorengan menyusun struktur pemerintahan desa supaya dapat menjalankan pemerintahan desa secara demokrasi dan bertanggung jawab. Adapun struktur sebagai berikut:

Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintahan Desa Gunung Tua Panggorengan

Adapun nama-nama pegawai pemerintahan desa Gunung Tua Panggorengan adalah sebagai berikut:


(51)

Kepala Desa : Enda Timbul

Sekretaris Desa : Gunung

Kaur Pemerintahan : Syairin Rangkuti

Kaur umum : Amin HSB

Kaur Pembangunan : Gultom Parinduri

Bendahara Desa : Syahminan

Gambar 2. Struktur Organisasi BPD Gunung Tua Panggorengan

Anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Gunung Tua Panggorengan, Kec. Panyabungan, Kab. Mandailing Natal:

Ketua : Fitrah mamora

Wakil Ketua : Andi muda

Sekretaris : zainal rambe

Dalam pemerintahan desa Gunung Tua Panggorengan terdapat beberapa pelayanan yang dilakukan pemerintahan desa, untuk dapat meningkatkan kualitas


(52)

pelayanan terhadap masyarakat, didalam desa Gunung Tua Panggorengan terdapat beberapa pasilitas untuk mendapatkan pelayanan, uraiannya sebagai berikut:

Tabel 5. Ketersediaan Pelayanan Desa

No. Uraian Keterangan

1.

2.

3.

4.

5.

Pelayanan Kependudukan

Perijinan

Ketentraman

Pelayanan Kesehatan

Pemakaman

Ada/Tersedia

Ada/Tersedia

Ada/Tersedia

Ada/Tersedia

Ada/Tersedia

Sumber: RPJM desa Gunung Tua Panggorengan

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa dalam hal pelayanan terhadap masyarakat, pelayanan kependudukan dilaksankan setiap hari jam kerja, namun pelayan juga dilakukan diluar jam kerja, karena mayoritas penduduk desa merupakan petani, dan tidak menentu jam yang dapat dipergunakan dalam melayani masyarakat. Dalam hal perijinan, pemerintahan desa Gunung Tua Panggorengan memberikan ijin berupa ijin tinggal dan keramaian, ijin tinggal diberlakukan kepada warga asing yang bertamu lebih dari 24 jam atau menginap terutama bagi orang luar.

Sedangkan ijin keramaian diwajibkan bagi kegiatan yang biasa mendatangkan massa yang berjumlah banyak, misalnya hiburan rakyat, kibod, ijin ini selain kepemerintahan desa juga diteruskan kepihak yang terkait. Dalam menjaga ketentraman desa, desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai satuan linmas yang bertugas untuk menjaga ketentraman desa Gunung Tua Panggorengan. Pemerintahan desa Gunung Tua Panggorengan juga menyediakan pelayanan kesehatan bagi warga desa, seperti dari bidan dan dinas kesehatan dari Kabupaten Mandailing Natal. Didalam desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai dua lokasi pemakaman yang khusus untuk warga masyarakat desa Gunung Tua Panggorengan.


(53)

3.4. Visi dan Misi Desa Gunung Tua Panggorengan

Desa Gunung Tua Panggorengan mempunyai visi untuk menjadikan desa pertanian yang mandiri dan menciptakan kesejahteraan warga masyarakat, yaitu bagaimana supaya warga masyarakat bisa menjadi kreatif, inovatif, produktif dan partisispatif terhadap pembangunan desa, terutama untuk kemandirian dari setiap individunya. Dengan meningkatkan sektor pertanian yang diketahui bahwa mayoritas mata pencarian masyarakat desa, agar tidak terjadi rawan pangan di desa Gunung Tua Panggorengan, dan meningkatkan ekonomi masyarakat.

Misi desa Gunung Tua Panggorengan yaitu:

a. Menciptakan masyarakat yang sejahtera melalui pembangunan sarana dan prasarana umum yang menunjang penanggulangan kemiskinan dan pembinaan akhlak, moral, serta mendukung program madina yang madani. b. Memperbaiki dan menambah sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk

meningkatkan sumber daya manusia (SDM).

c. Mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, pelayanan yang baik, dan partisipasif. Mewujudkan masyarakat yang sadar akan kerja sama.

d. Menjalin kerja sama dengan petugas penyuluh pertanian lapangan untuk meningkatkan hasil pertanian.

Di bab berikut akan disajikan data peranan dari pemerintah dan Badan Permusyawaratan Desa dalam meningkatkan perencanaan pembangunan dan kontribusinya di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.


(54)

BAB IV PENYAJIAN DATA

Dari seluruh data dan informasi yang telah dikumpulkan, baik melalui studi pustaka, wawancara mendalam (depth interview) dengan para responden, maupun catatan-catatan penulis sewaktu melakukan penelitian selama di lapangan, maka dapat diberikan suatu analisa tentang peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan desa (suatu studi deskriptif tentang proyek desa melalui APBD di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan seperti hasil analisa yang tertera di bawah ini.

Adapun data-data yang disajikan terdiri dari dua bagian, yaitu data identitas informan dan data penelitian. Penyajian data mengenai karakteristik informan adalah untuk mengetahui spesifikasi (ciri-ciri khusus) yang dimiliki oleh informan yaitu meliputi jenis kelamin, dan pendidikan terakhir, serta pekerjaan/ jabatan. Sedangkan penyajian data penelitian adalah data-data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan penelitian.

4.1. Identitas Informan

Informan yang ditentukan dalam penelitian ini adalah beberapa anggota BPD dan beberapa masyarakat di desa Gunung Tua Panggorengan.. Adapun karakter informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 6: Karakter Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan No. Tingkat Pendidikan Frekuensi Persentasi

1 SD - -

2 SMP - -

3 SMA 1 16,6%

4 Diploma/ Sarjana 5 83,4%

Jumlah 6 100%


(55)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa identitas informan berdasarkan pendidikan terakhir yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tidak ada, sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak satu orang dan pada tingkat Diploma dan Sarjana sebanyak lima orang.

4.2. Data Penelitian

4.2.1. Peranan Badan Permusyawaratan Desa

Pada bab ini penulis akan menyajikan deskripsi data yang diperoleh melalui penelitian di lapangan melalui metode-metode pengumpulan data yang disebutkan pada bab terdahulu, yakni observasi dan wawancara. Demikian juga halnya, permasalahan utama yang hendak dijawab dalam bab ini adalah bagaimana peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam perencanaan pembangunan di desa Gunung Tua Panggorengan.

Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahan secara mendalam, penulis pertama-tama mengawalinya dengan mengumpulkan berbagai dokumen dari kantor kepala desa. Kemudian melakukan sejumlah wawancara yang berhubungan dengan permasalahan penelitian skripsi ini.

Berikut ini akan disajikan hasil penelitian di lapangan, penelaahan dokumen-dokumen dari instansi terkait dan hasil wawancara yang dilakukan dengan beberapa informan, yang disusun berdasarkan penggunaan indikator implementasi kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini.

Telah dikemukakan sebelumnya bahwa perencanaan pembangunan adalah proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai sesuatu tujuan tertentu. Oleh karena itu, penulis melakukan wawancara tentang peranan Badan Permusyawaratan Desa sebagai berikut:


(1)

60

perencanaan pembangunan ini bila sampai pada tahap pelaksana walaupun mengubah pandangan untuk mendukung mungkin sulit.

Jadi, sebagai wadah penyalur aspirasi masyarakat sudah merupakan hal yang wajar apabila Badan Permusyawaratan Desa memiliki peranan yang paling penting dalam penyusunan program perencanaan pembangunan di suatu desa. Pada hakikatnya merekalah yang tahu aspirasi masyarakat yang menjadi tanggungjawabnya.

5.2. Analisa Data Tentang Peranan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Menyusun Jenis-jenis Rencana Desa

Fungsi Badan Permusyawaratan Desa lebih terarah kepada koordinasi dan menjembatani masyarakat dengan pemerintah. Misalnya untuk pembangunan sarana ibadah, perencanaannya datang dari kenaziran mesjid yang diajukan kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk disetujui.

Demikian juga misalnya untuk fasilitas olah raga yang pengajuan rencana pembangunan dilakukan oleh Karang Taruna kepada Badan Permusyawaratan Desa untuk disetujui.

Memang seperti dikemukan pada bab sebelumnya Badan Permusyawaratan Desa banyak juga membuat program perencanaan pembangunan. Terutama untuk pembangunan fasilitas-fasilitas umum. Tetapi perencanaan ini tidak dibuat oleh hanya Badan Permusyawaratan Desa tetapi juga mengikutsertakan Kepala Desa dan perangkatnya, LKMD, PKK, dan tokoh masyarakat.

Dari keterangan anggota Badan Permusyawaratan Desa ketidaktahuan mereka tentang pembuatan suatu rencana umum desa, karena belum ada kordinasi menyeluruh dengan pemerintah yang lebih tinggi, baik di Kecamatan maupun di Kabupaten. Jadi mereka belum menentukan penyusunan rencana umum desa maupun penyusunan rencana terperinci desa.


(2)

5.3. Analisa Data Tentang Peranan Badan Permusyawaratan Desa dalam Perencanaan Pembangunan Proyek Desa

Perencanaan pembangunan proyek desa ini dilaksanakan melalui musyawarah perencanaan pembangunan desa yang juga dihadiri oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, LKMD, PKK, Kepala-kepala Dusun, dan tokoh masyarakat setelah sebelumnya Badan Permusyawaratan Desa dan Pemerintah Desa menampung aspirasi-aspirasi dari masyarakatnya.


(3)

62 BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, adapun yang menjadi kesimpulan dari skripsi ini adalah :

1. Fungsi BPD menjembatani aspirasi masyarakat dengan pemerintah dalam mewujudkan pembangunan desa sekaligus mengawal jalannya pelaksanaan pembangunan tersebut

2. Pelaksanaan proyek pembangunan itu sendiri dilakukan oleh Kabupaten. Sedangkan fungsi Badan Permusyawatan Desa dalam tahap pelaksanaan ini hanyalah sebatas mengawasi pelaksanaan pembangunan tersebut. Karena adanya kerjasama yang baik di antara Desa dan Kabupaten ini maka, pelaksanaan pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan berlangsung dengan baik.

3. Dalam hal fungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat desa dalam perencanaan pembangunan sudah dapat dilaksanakan oleh anggota Badan Permusyawatan Desa secara baik.

6.2. Saran

Adapun saran yang akan diajukan kepada anggota Badan Permusyawatan Desa di Desa Gunung Tua Panggorengan adalah sebagai berikut :

1. Perlunya ditingkatkan koordinasi antara sesama anggota Badan Permusyawatan Desa di Desa Gunung Tua Panggorengan dalam melaksanakan tugas pokok mereka demi kemajuan pembangunan di Desa Gunung Tua Panggorengan.

2. Perlu adanya perubahan dalam format anggota Badan Permusyawaratan Desa pada pemilihan yang akan datang. Sebaiknya setiap dusun diwakili masing-masing satu orang anggota BPD sehingga aspirasi yang ada pada tiap-tiap dusun dapat terserap atau ditampung.


(4)

3. Usulan proyek yang belum terealisasi pembangunannya diharapkan ditanyakan kepada Kabupaten untuk secepatnya terlaksana demi kesejahteraan masyarakat Desa Gunung Tua Panggorengan.

4. Dalam menyelenggarakan Pemerintahan Desa, Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desahendakanya tetap bias mempertahankan hubungan kerja yang harmonis dan seimbang sesuai kedudukan dan fungsinya, serta dalam upaya mewujudkan pelaksanaan demokrasi, Badan Permusyawarat Desa diharapkan mampu meningkatkan perannya dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat.


(5)

64

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukminto. 2001. Perberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas. Jakarta: Lembaga Penelitian FE-UI

Buku :

Ali, Farid. 1997. Metodologi Penelitian Sosial Dalam Bidang Ilmu Administrasi dan Pemerintahan. Jakarta : Rajawali Pers

Firman, B. Aji, Drs, Sirait, S. Martin Drs. 1992. Perencanaan Dan Evaluasi, Suatu Studi Untuk Proyek Pembangunan. Jakarta : Bumi Aksara

Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Administrasi Pembangunan: Perkembangan Pemikiran, dan Praktiknya di Indonesia. Jakarta : LP3ES

Moleong, J. Lexy. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : P.T. Remaja Rosdakaria

Nawawi, Hadari. 1997. Metode Penelitian Soasial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Nugroho, Iwan dan Rochmin Dahuri. 2004 : Pembangunan Wilaya, Perspektif Ekonomi, Sosial dan Lingkungan. Jakarta : Pustaka LP3ES

Riyadi dan Deddy Supriyadi Bratakusumah. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Saragi, Tumpal P. 2004. Mewujudkan Otonomi Masyarakat Desa: Alternatif Pemberdayaan Desa. Yogyakarta: CV Cipruy

S.P.Siagian. 1997. Administrasi Pembangunan. Jakarta : CV. Haji Masagung

S.P.Siagian. 1994. Manejemen. Jakarta: CV. Bumi Aksara

Soewignjo. 1995. Administrasi Pembangunan Desa dan Sumber-sumber Pendapatan Desa. Jakarta : Ghalia Indonesia


(6)

Supriyanto, Budi. 2009. Manajemen Pererintahan (Plus Dua Belas Langkah Strategis). Tengerang: CV. Media Berlian

Singarimbun, Masri & Sofian Effendi. 1999. Metode Penelitian Survei. Yogyakarta : LP3ES

Sutopo H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Dasar Teori Dan Terapannya Dalam Penelitian. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1993. Teori Strategi Pembngunan Nasional. Jakarta : Gunung Agung

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1998. Perencanaan Pembangunan. Jakarta : Haji Masagung

Tjokroamidjojo, Bintoro. 2001. Manajemen Pembangunan. Jakarta : Haji Masagung

Undang- undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Desa. Undang-Undang dan Peraturan:

Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional


Dokumen yang terkait

Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (Studi Tentang Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Pada Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Telaga Sari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

27 261 148

Optimalisasi Peran Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa (Studi Pada BPD Desa Aek Goti Kecamatan Silangkitang Kabupaten Labuhanbatu Selatan)

5 96 117

Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (Bpd) Dalam Otonomi Desa

3 68 100

Relasi Antara Kepala Desa Dengan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Mewujudkan Good Governance (Studi Kasus: Desa Pohan Tonga, Kecamatan Siborongborong, Kabupaten Tapanuli Utara)

1 62 186

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Pembangunan Pertanian Di Desa Batukarang Kecamatan Payung Kabupaten Karo

1 71 103

Tinjauan Hukum Administrasi Negara Terhadap Kewenagan Badan Permusyawaratan Desa Dalam Sistem Pemerintahan Desa

8 114 106

Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyaratan Desa (BPD) di Desa Janjimaria

0 40 88

Peran Badan Perwakilan Desa (BPD) Dalam Proses Demokratisasi Di Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang (Suatu Tinjauan di Desa Simalingkar A dan Desa Perumnas Simalingkar)

1 49 124

Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Kepala Sungai Kecamatan Secanggang)

5 38 112

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah - Peranan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Tentang Proyek Desa Di Desa Gunung Tua Panggorengan Kecamatan Panyabungan)

0 1 27