Refleksi: Belajar dari Pengalaman

2 Yang menarik bagi kita saat membaca kembali tema itu adalah bahwa tema itu rasanya tepat untuk diajukan kepada dunia pendidikan Indonesia saat ini. Karena memang demikianlah rasanya yang terjadi di dunia pendidikan kita selama ini. Dimensi reflektif dalam pembelajaran telah cukup lama diabaikan dalam praksis pembelajaran di negeri ini. Ihwal keterpurukan kualitas pendidikan negeri ini ketimbang bahkan negara negara se Asia Tenggara sekalipun tentu sudah menjadi pengetahuan dan keprihatinan umum. Namun yang justru terasa masih langka adalah elaborasi lebih dalam dan serius tentang penyebab danatau solusi atas keterpurukan itu. Tulisan ini dibangun atas asumsi bahwa salah satu penyebab keterpurukan di atas adalah dominannya paradigma psikologi behavioristik dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia selama ini yang memang tidak memberi tempat bagi proses belajar yang otentik ke arah pencapaian makna pengetahuan melalui proses refleksi. Miskinnya pengalaman berrefleksi juga dicerminkan oleh menggejalanya perilaku spontan destruktif, yang mencerminkan pola pikir „ tanpa pikir panjang dulu ‟ di masyarakat sebagai dinampakkan oleh perilaku kerusuhan massal, pembakaran danatau penganiayaan tersangka pelaku kejahatan, perkelahian antar warga Desa, konflik antar suku danatau antar pemeluk agama, tawuran antar pelajar dan sejenisnya. Dalam batas- batas yang lebih “beradab” pertikaian demi pertikaian juga terjadi di kalangan elit baik yang ada di lembaga legislatif maupun di berbagai lembaga pemerintahan selama 6 tahun masa transisi belakangan ini. Secara berturut-turut akan disajikan secara serba ringkas a pengertian refleksi, b signifikasi refleksi dalam proses pembelajaran dan c contoh model pembelajaran reflektif. Sebuah catatan penutup akan mengakhir tulisan ini.

2. Refleksi: Belajar dari Pengalaman

Kata reflection yang kita terjemahkan menjadi refleksi bermakna sebagai „ pikiran, gagasan, pandangan yang terbentuk, atau catatan yang dibuat berdasarkan hasil pertimbangan atau pemikiran yang serius ‟. Dalam bahasa sehari hari kata refleksi sering diartikan sama seperti instropeksi atau berkaca-diri. Dalam bidang pendidikan Boud dkk 1989: 19 memberi batasan refleksi sebagai „kegiatan intelektual dan afektif di mana individu-individu terlibat dalam 3 upaya mengeksplorasi pengalaman mereka dalam rangka mencapai pemahaman dan apresiasi- apresiasi baru‟. Refleksi itu bisa dilakukan secara mandiri maupun bersama orang lain. Hal itu bisa dilakukan dengan baik ataupun buruk, bisa berhasil namun juga bisa gagal. Namun dalam proses pendidikan semestinya diupayakan agar refleksi menjadi kegiatan yang produktif. Jadi refleksi adalah tanggapan secara mendalam dan kritis seseorang atas pengalamannya sendiri. Melalui proses itu orang berusaha semakin memahami arti makna dan konsekuensi dari pengalamanya itu sehingga mampu memilih tindakan yang cocok untuk pengembangan dirinya. Proses refleksi dapat digambarkan seperti berikut Gambar 1 . Proses refleksi dalam sebuah konteks Diterjemahkan dari Boud, Keogh, Walker, 1989: 36 Dalam gambar tersebut tampak bahwa proses refleksi pada intinya meliputi tiga tahap kegiatan, yaitu a tahap menghadirkan kembali pengalaman, b tahap mengelola perasaan, dan c tahap mengevaluasi kembali pengalaman. 1 Tahap Menghadirkan Kembali Pengalaman. Pada tahap ini, pelaku refleksi mencoba mengumpulkan kembali peristiwa- peristiwa yang menonjol dan menghadirkan kembali peristiwa tersebut dalam pikirannya. Proses ini akan sangat tertolong jika yang bersangkutan bersedia Menghadirkan kembali pengalaman Mengelola perasaan:  memanfaatkan perasaan yang bersifat positif.  mengubah pera- saan-perasaan yang menggang- gu. Mengevaluasi kembali pengalaman Perilaku Gagasan Perasaan  Perspektif baru pengalaman diri  Perubahan sikap perilaku  Kesiapan untuk penerapanaplik asi aksi  Komitmen untuk bertindak Pengalaman Proses Refleksi Hasil keluaran 4 menuliskan dalam kertas atau menceritakannya kepada orang lain. Dalam pembelajaran proses ini dapat berupa proses de-briefing yang merupakan salah satu langkah dalam rancangan tugas tugas untuk pembelajaran kooperatif Borich 1996:442. De-briefing itu sendiri lebih di kenal di dunia penerbangan dan diplomatik, dalam bentuk interogasi terhadap penerbang atau diplomat segera setelah mereka kembali dari menjalankan missi tertentu guna memperoleh informasi-informasi yang bermanfaat. 2 Tahap Mengelola Perasaan. Tahap ini terdiri atas dua kegiatan utama, yaitu a memanfaatkan perasaan- perasaan yang positif dan b mengubah perasaan-perasaan yang mengganggu. Memanfaatkan perasaan-perasaan positif meliputi upaya untuk memfokuskan diri pada perasaan-perasaan positif mengenai proses pembelajaran dan pengalaman yang sedang direfleksikan. Hal itu misalnya meliputi kesadaran untuk mengumpulkan kembali pengalaman-pengalaman yang baik, memberikan perhatian pada aspek-aspek yang menyenangkan dari lingkungan, atau mengantisipasi keuntungan yang mungkin bisa didapat dari peristiwa tersebut. Upaya mengubah perasaan-perasaan yang mengganggu merupakan awal yang diperlukan agar seseorang dapat mempertimbangkan peristiwa peristiwa yang telah dialaminya secara rasional. Hal itu misalnya dapat dilakukan dengan mentertawakan pengalaman yang memalukan. 3 Tahap Mengevaluasi Kembali Pengalaman. Saat sebuah peristiwa yang direfleksikan itu terjadi, lazimnya orang sudah melakukan evaluasi terhadap peristiwa itu. Oleh karenanya sangat mungkin bahwa sudut pandang seseorang atas sebuah peristiwa sudah menjadi bagian dari pengalaman tersebut. Tahap ketiga dalam proses refleksi merupakan upaya mengevaluasi kembali pengalaman-pengalaman seseorang. Dalam tahap ini berlangsung empat proses penting, yaitu asosiasi, integrasi, validasi dan apropriasi. Asosiasi adalah proses mempertautkan gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan yang merupakan bagian dari pengalaman asli dengan gagasan-gagasan dan perasaan-perasaan baru yang muncul dalam refleksi. Integrasi adalah proses mencari keterkaitan di antara data yang ada. Dalam 5 integrasi pertama-tama dicari sifat sifat hubungan yang telah terjadi dalam proses asosiasi. Kemudian dilakukan penarikan kesimpulan tentang pengalaman yang direfleksikan itu agar sampai pada tilikan-tilikan baru. Validasi, adalah proses menguji keotentikan gagasan dan perasaan yang telah dihasilkan. Dalam validasi pelaku refleksi melakukan pengujian konsistensi internal antara apresiasi-apresiasi baru dengan pengetahuan dan kepercayaan- kepercayaan yang telah ada. Apropriasi, adalah proses menjadikan pengetahuan baru itu menjadi milik pelaku refleksi. Hasil dari proses refleksi bersifat kompleks, bisa berupa salah satu atau seluruh hal-hal seperti cara baru untuk melakukan sesuatu, kejelasan atas isu-isu, dan berkembangnya ketrampilan atau pemecahan masalah. Peta kognitif mungkin diperoleh, dan rangkaian gagasan baru mungkin dikenali. Mungkin pula lahir sudut pandang baru dalam melihat pengalaman atau perubahan sikap dan perilaku. Sintesa, validasi dan apropiasi pengetahuan selain merupakan menjadi bagian dari proses juga merupakan hasil dari refleksi itu sendiri. Dan lebih penting lagi ketrampilan belajar yang signifikan mungkin berkembang melalui pemahaman atas kebutuhan-kebutuhan dan gaya belajarnya sendiri.

3. Signifikasi Refleksi dalam Pembelajaran.