2.1.5 Cara Meningkatkan Perilaku Prososial
Ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial. Menurut Bringham 1991 dalam Hudaniah, 2006 setelah menyimpulkan dari
beberapa penelitian yang ada, menyatakan bahwa ada beberapa cara untuk meningkatkan perilaku prososial, yaitu:
1 Melalui penayangan model perilaku prososial, misalnya melalui media
komunikasi massa. Sebab banyak perilaku manusia yang terbentuk melalui belajar sosial terutama dengan cara meniru. Apalagi
mengamati model prososial dapat memiliki efek premiring yang berasosiasi dengan anggapan positif tentang sifat-sifat manusia dalam
diri individu pengamat.
2 Dengan menciptakan suatu
superordinate identity,
yaitu pandangan bahwa setiap orang adalah bagian dari keluarga manusia secara
keseluruhan. Dalam
beberapa penelitian
ditunjukkan bahwa
menciptakan
superordinate identity
dapat mengurangi konflik dan meningkatkan kemampuan empati diantara anggota-anggota kelompok
tersebut. 3
Dengan menekankan perhatian terhadap norma-norma perilaku prososial, seperti norma-norma tentang tanggung jawab sosial. Norma-
norma ini dapat ditanamkan oleh orang tua, guru, ataupun melalui media massa. Demikian pula, para tokoh masyarakat dan pembuat
kebijakan dan memotivasi masyarakat untuk berperilaku prososial dengan memberi penghargaan kepada mereka yang telah banyak
berjasa dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Penghargaan ini akan memberi pengukuhan positif bagi pelaku
perilaku prososial itu sendiri maupun orang lainmasyarakat.
Jadi cara untuk meningkatkan perilaku prososial yaitu melalui penayangan model perilaku prososial, dengan menciptakan suatu
superordinate identity,
dengan menekankan perhatian terhadap norma- norma perilaku prososial.
2.2
Locus Of Control
2.2.1 Pengertian
Locus Of Control
Locus of control
mengandung arti seberapa jauh individu yakin bahwa mereka menguasai nasib mereka sendiri Robbin 1988, sedangkan menurut
Rotter 1966
locus of control
adalah keyakinan seseorang terhadap sumber- sumber yang mengontrol kejadian-kejadian dalam hidunya yaitu apakah
kejadian-kejadian yang terjadi pada dirinya di kendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya. Dalam konsep tersebut, Rotter 1966 menjelaskan bahwa
seseorang akan mengembangkan suatu harapan kemampuannya untuk mengendalikan kejadian-kejadian dalam hidunya.
Lebih lanjut Rotter dalam Jess Feist, 2013 mengatakan bahwa
locus of control
adalah anggapan seseorang tentang sejauh mana orang tersebut merasakan adanya
hubungan antara usaha-usaha yang telah dilakukan dengan akibat yang diterima. Jika
seseorang merasakan adanya hubungan tersebut dikatakan mempunyai
locus of control
internal, sementara orang yang mempunyai
locus of control
eksternal akan beranggapan bahwa akibat
yang diterima berasal dari kesempatan, keberuntungan, nasib, atau campur tangan orang lain.
Locus of control
atau letak kendali merupakan salah satu aspek yang penting
dalam karakteristik kepribadian manusia. Konsep ini diformulasikan oleh
Julian Rotter 1966 bahwa
locus of control
adalah persepsi individu mengenai
sebab utama terjadinya suatu kejadian dalam hidupnya, dapat
diartikan juga sebagai keyakinan individu mengenai kontrol dalam hidupnya,
dimana dalam suatu kejadian individu yang satu menganggap keberhasilan
yang telah dicapainya merupakan hasil usaha dan kemampuannya sendiri,
sedangkan individu yang lain menganggap bahwa keberhasilan yang telah
diperolehnya karena adanya keberuntungan semata. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
locus of control
merupakan tindakan dimana individu menghubungkan peristiwa- peristiwa dalam kehidupannya dengan tindakan atau kekuatan di luar
kendalinya.
2.2.2 Macam