LISENSI KREATIVITAS BERSAMA (CREATIVE COMMONS LICENSE) SEBAGAI ALTERNATIF PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA DI INTERNET

ABSTRACT

CREATIVE COMMONS LICENSE AS AN ALTERNATIVE COPYRIGHT
LICENSE IN INTERNET
BY
HARSA WAHYU RAMADHAN
The internet presence has facilitated internet users easily in accessing and
distributing information. However, most of information in internet are the works
protected by copyright. This led internet users face difficulty to find legal
copyrighted works in internet. On the other hand, Creative Commons Corporation
offers solution by providing a set of licenses as an altenative copyright license in
internet that enables authors who want to expand their work to the greater internet
users legally and freely. The rapid growth of utilization of creative commons
license for the uploaded copyrighted work in internet evoked potential legal
disputes globally. Therefore, it matters to identify the legal arrangements of
creative commons license based on Law of The Republic of Indonesia Number 19
Year 2002 concerning Copyright (Indonesian Copyright Law), the validity
requirement of creative commons license as license agreement in internet, and
legal impacts of violation of the terms of creative commons license.
This research is a normative research with descriptive research type. The problem
approach of this research is a statute approach. Data used in this research are

secondary data by being analysed qualitatively.
The results of this research show that creative commons license is one of a license
agreement form which is referred to Article 45 of Indonesian Copyright Law by
agreement without royalty. According to the provision of Article 47 of Indonesian
Copyright Law, the non exclusive nature of creative commons license is not
resulted unfair competition. Creative commons license is an electronic contract
with standard clauses which qualified the validity requirement of contract and
binds the parties. There are two legal impacts arising from the violation of the
terms of creative commons license, that are legal impact based on breach of
contract and legal impact based on copyright infringement. Both of these legal
impacts give the options to copyright holder to take the annulment of contract and
can be followed by lawsuit to seek legal remedies for damages.
Key Words: Copyright Law, Creative Commons License, Internet.

ABSTRAK

LISENSI KREATIVITAS BERSAMA (CREATIVE COMMONS LICENSE)
SEBAGAI ALTERNATIF PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA DI
INTERNET
Oleh

HARSA WAHYU RAMADHAN
Keberadaan internet telah memudahkan pengguna internet dalam mengakses dan
mendistribusikan informasi. Namun, hampir sebagian besar informasi di internet
adalah ciptaan yang dilindungi hak cipta. Kondisi ini menimbulkan kesulitan
tersendiri untuk mendapatkan ciptaan yang legal di internet. Di sisi lain,
Organisasi Creative Commons menawarkan solusi dengan menyediakan lisensi
creative commons sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di internet.
Pekembangan yang pesat atas penggunaan lisensi creative commons terhadap
ciptaan yang diunggah ke internet berpotensi menimbulkan sengketa hukum
secara global. Oleh karena itu, penting untuk mengkaji mengenai pengaturan
hukum lisensi creative commons berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002), keabsahan lisensi creative commons
sebagai perjanjian lisensi hak cipta di internet, dan akibat hukum yang timbul dari
pelanggaran ketentuan lisensi creative commons.
Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan tipe penelitian deskriptif.
Pendekatan masalah dalam penelitian ini adalah pendekatan undang-undang. Data
yang digunakan adalah data sekunder dengan dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lisensi creative commons adalah salah satu
bentuk perjanjian lisensi yang dimaksud Pasal 45 UUHC 2002 dengan
memperjanjikan tanpa royalti. Berdasarkan pengaturan Pasal 47 UUHC 2002,

sifat non eksklusif lisensi creative commons tidak mengakibatkan persaingan
usaha tidak sehat. Lisensi creative commons merupakan kontrak elektronik
dengan klausula baku yang telah memenuhi syarat sah perjanjian dan mengikat
para pihak. Terdapat dua akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan
lisensi creative commons, yaitu akibat hukum berupa wanprestasi dan akibat
hukum berupa pelanggaran hak cipta. Kedua akibat hukum ini memberikan
pilihan kepada pemegang hak cipta untuk menempuh pembatalan lisensi creative
commons dan dapat disertai dengan tuntutan ganti rugi.
Kata Kunci: Hak Cipta, Lisensi Creative Commons, Internet

LISENSI KREATIVITAS BERSAMA (CREATIVE COMMONS LICENSE)
SEBAGAI ALTERNATIF PERJANJIAN LISENSI HAK CIPTA DI
INTERNET

Oleh
HARSA WAHYU RAMADHAN

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM

Pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

 

 
 
 

 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 15 Maret 1992,

sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Wahyu
Sasongko dan Ibu Prianggarini Rahayu.

Pendidikan Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 2 Rawalaut Bandar
Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 25
Bandar Lampung pada tahun 2007, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
Negeri 3 Bandar Lampung pada tahun 2010.

Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN). Selama kuliah, penulis pernah menjadi Wakil Ketua Umum
Himpunan Mahasiswa Perdata (HIMA Perdata) Fakultas Hukum Unila periode
2013-2014.

MOTO

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang menciptakan”
(Q. S. Al Alaq: 1)

“As for me, All I Know is that I Know Nothing”

(Socrates)

“Setiap waktu adalah belajar, setiap orang adalah guru, setiap tempat adalah
sekolah”

PERSEMBAHAN

Atas Ridho Allah SWT, suatu perjalanan telah sampai pada tujuan namun itu
belum berarti perjuangan telah usai. Dengan segala kerendahan hati, terimalah
karya kecil ini sebagai salah satu pengungkap rasa terima kasihku atas segala
pengorbanan, kasih sayang, dan perlindunganmu dalam membesarkan dan
mendidikku, teruntuk kedua orang tuaku tersayang, Ayahanda Wahyu Sasongko
dan Ibunda Prianggarini Rahayu yang selalu mendoakan yang terbaik untuk
hidupku. Semoga Allah SWT memberikan pahala yang setimpal atas amal
kebaikanmu.

Untuk kakakku, Arif Wahyadi dan adikku Priska Wahyu Rininta yang telah
memberikan doa, motivasi, semangat dan pengorbanannya selama ini untuk
kebaikanku.


Untuk Almamater tercinta Universitas Lampung, tempatku menimba ilmu.

DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
RIWAYAT HIDUP
MOTTO
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian................................................................. 8
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 8
1.4 Kegunaan Penelitian ................................................................................................... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Hak Cipta ....................................................................................... 10
2.1.1 Sejarah Singkat Hak Cipta .............................................................................. 10
2.1.2 Pengertian Hak Cipta dan Sifat Hak Cipta ..................................................... 14
2.1.2.1 Hak Moral ........................................................................................... 17
2.1.2.2 Hak Ekonomi ...................................................................................... 20
2.1.2.3 Hak Terkait ......................................................................................... 22
2.1.3 Pengertian Pencipta dan Pemegang Hak Cipta ............................................... 23
2.1.4 Ciptaan-Ciptaan yang dilindungi Hak Cipta ................................................... 26
2.2 Tinjauan Umum Pengalihan Hak Cipta .................................................................... 29
2.2.1 Cara Pengalihan Hak Cipta ............................................................................. 29
2.2.2 Pengalihan Hak Cipta melalui Lisensi ............................................................ 30
2.2.2.1 Pengertian Umum Lisensi ................................................................... 30
2.2.2.2 Pengertian Lisensi menurut Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta .......................................... 31
2.2.3 Pengalihan Hak Cipta melalui Lisensi di Internet .......................................... 33
2.2.3.1 Lisensi Hak Cipta Sebagai Kontrak Elektronik .................................. 33
2.2.3.2 Lisensi Hak Cipta Berdasarkan Syarat-Syarat Sah Elektronik ........... 35
2.2.3.3 Lisensi Hak Cipta sebagai Alat Bukti Hukum yang Sah .................... 37
2.3 Tinjauan Umum Lisensi Creative Commons (Lisensi Kreativitas Bersama) ........... 40

2.3.1 Sejarah Singkat Creative Commons................................................................ 40
2.3.1.1 Creative Commons Indonesia ............................................................. 43
2.3.2 Prinsip Dasar Lisensi Creative Commons....................................................... 44

2.3.2.1 Unsur-Unsur Lisensi Creative Commons ........................................... 47
2.3.3 Jenis-Jenis Lisensi Creative Commons ........................................................... 49
2.3.3.1 Lisensi Creative Commons Atribusi atau Attribution (CC-BY) ......... 51
2.3.3.2 Lisensi Creative Commons Atribusi Berbagi Serupa
atau Attribution Share Alike (CC-BY-SA) ......................................... 52
2.3.3.3 Lisensi Creative Commons Atribusi Tanpa Turunan
atau Attribution No-Derivatives (CC-BY-ND) .................................. 52
2.3.3.4 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial
atau Attribution Non-Commercial (CC-BY-NC) ............................... 53
2.3.3.5 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial
Berbagi Serupa atau Attribution Non-Commercial Share-Alike
(CC-BY-NC-SA) ............................................................................... 54
2.3.3.6 Lisensi Creative Commons Atribusi Non-Komersial
Tanpa Turunan atau Attribution Non-Commercial No-Derivative
(CC-BY-NC-ND)................................................................................ 55
2.4 Kerangka Pikir .......................................................................................................... 57

III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian.......................................................................................................... 59
3.2 Tipe Penelitian .......................................................................................................... 59
3.3 Pendekatan Masalah.................................................................................................. 60
3.4 Sumber Data.............................................................................................................. 60
3.5 Metode Pengumpulan Data ....................................................................................... 61
3.6 Pengolahan Data ....................................................................................................... 62
3.7 Analisis Data ............................................................................................................. 63
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengaturan Hukum Lisensi Creative Commons Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta .................................... 64
4.2 Keabsahan Lisensi Creative Commons sebagai
Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet ................................................................... 70
4.2.1 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Kesepakatan Para Pihak ..... 73
4.2.2 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Kecakapan Para Pihak ........ 75
4.2.3 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Keharusan Adanya
Suatu Hal Tertentu ......................................................................................... 76
4.2.4 Lisensi Creative Commons Berdasarkan Syarat Sebab yang Halal ................ 79
4.3 Akibat Hukum terhadap Penggunaan Ciptaan yang
Melanggar Ketentuan Lisensi Creative Commons ................................................... 83

4.3.1 Akibat Hukum berupa Wanprestasi ................................................................ 84
4.3.2 Akibat Hukum berupa Pelanggaran Hak Cipta ............................................... 90
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 93
5.2 Saran ......................................................................................................................... 95
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1. Tiga Lapis Konstruksi Lisensi (Three Layers of Licenses)……….

44

2. Simbol Attribution…………………………………………….......

47

3. Simbol Non-Commercial…………………………………………

47

4. Simbol Share Alike……………………………………………….

48

5. Simbol No-Derivative…………………………………………….

48

6. Lisensi CC-BY……………………………………………………

51

7. Lisensi CC-BY-SA………………………………………………..

52

8. Lisensi CC-BY-ND………………………………………………..

52

9. Lisensi CC-BY-NC…………………………………………………

53

10. Lisensi CC-BY-NC-SA…………………………………………...

54

11. Lisensi CC-BY-NC-ND……………………………………………

55

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan dan konvergensi teknologi informasi dan komunikasi telah
menghadirkan internet1 sebagai multimedia elektronik2 yang kian mempermudah
masyarakat dalam mengakses dan mendistribusikan informasi. Namun dari
beragam informasi yang diakses masyarakat melalui internet, tidak sedikit
diantaranya merupakan ciptaan yang dilindungi hak cipta.3 Dalam ranah internet,
suatu ciptaan dapat diidentifikasi dalam isi (konten) sebuah website yang memuat
informasi berupa teks/tulisan, gambar, foto, audio, video, database, dan software.

Ciptaan yang ada di internet tentunya sangat potensial untuk digandakan dan
disebarluaskan secara terus-menerus ke jutaan orang dalam waktu singkat. Hal ini
dapat dimaklumi mengingat kemampuan teknologi digital untuk menduplikasi
atau membuat salinan (copy) ciptaan dengan kualitas yang sama dengan aslinya
tanpa merusak atau mengurangi sumber aslinya. Oleh karena itu, seiring dengan
1

Internet adalah sebuah jaringan dari jaringan-jaringan komputer: “Internet is a network
of computer networks. The very name internet comes from the concept of inter-networking, where
multiple computer networks are joined together.” Lihat, Gerard R. Ferrera, et.al., Cyber Law: Text
and Cases (Ohio: South-Western College Publishing, 2001), hlm. 3.
2
Multimedia adalah kemampuan sistem komputer yang tidak hanya mengolah informasi
dalam bentuk satu medium saja yakni angka dan teks melainkan juga gambar, grafis, suara, dan
video. Lihat, Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika (Jakarta: P.T. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 4-7.
3
Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002),
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 85.

2

meningkatnya akses masyarakat terhadap ciptaan yang ada di internet, maka
hukum hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (UUHC 2002) menjadi semakin relevan
terhadap lebih banyak orang dibandingkan dengan 60 tahun yang lalu sebelum
kemunculan internet.4

Dalam konteks teknologi pra-digital, hak cipta pada mulanya memang selaras jika
dikondisikan untuk penggunaan secara manual terhadap ciptaan yang berbentuk
fisik. Namun dalam konteks teknologi digital saat ini, akan menjadi semakin pelik
ketika kegiatan seperti copy-cut-paste (menyalin-memotong-menempel), editing
(menyunting) ataupun berbagi file (file sharing) justru menimbulkan hal yang
kontradiktif terhadap eksistensi hak cipta.5 Pada gilirannya, keberadaan internet
secara perlahan mendorong terjadinya pergeseran paradigma terhadap apa yang
dapat dilindungi oleh hak cipta. Di sisi lain, kemunculan internet ternyata
memungkinkan bertumbuhnya budaya berbagi (culture of sharing)6 yang
memudahkan pencipta menyebarluaskan ciptaanya.

Ada kalanya seorang pencipta berkarya dengan tujuan semata-mata ingin berbagi
dan tidak melulu didasarkan motivasi komersial. Bahkan di kalangan masyarakat
Indonesia, masih ada yang bangga dan memaklumi bila ciptaanya dimanfaatkan
orang lain. Berbagi merupakan suatu hal yang lazim di internet, seperti melalui

4

Internet baru dikembangkan pada awal dekade tahun 1960an oleh Departemen
Pertahanan Amerika Serikat. Lihat, Wikipedia, “The History of Internet,” diakses tanggal 15
Maret 2014, http://en.m.wikipedia.org/wiki/history_of_the_internet.
5
Neil Weinstock Netanel, Copyright’s Paradox (New York: Oxford University Press,
2008), hlm. 8 et seq.
6
Alexandra Crosby dan Ferdiansyah Thajib, “A Culture of Sharing,” Inside Indonesia,
September 2011, diakses tanggal 18 Februari 2014, http://www.insideindonesia.org/weeklyarticles/a-culture-of-sharing.

3

jejaring sosial, surat elektronik (email), pengirim pesan (messenger), situs berbagi
foto dan video.

Pencipta kadang kala mengunggah ciptaan ke internet dengan maksud berbagi
namun hukum hak cipta justru membatasi jangkauan dari aktivitas berbagi. Hal ini
karena sifat hak cipta yang langsung berlaku otomatis7 secara bawaan (by default)
ketika suatu ciptaan diciptakan, sehingga siapapun yang memanfaatkan suatu
ciptaan di internet dengan tanpa izin dari pencipta/pemegang hak cipta, maka
seseorang dipandang telah melakukan pelanggaran hak cipta.

Pada praktiknya, pemberian izin hak cipta menjadi kerumitan tersendiri di
internet. Pencipta mengalami kesulitan dalam memberikan izin karena luasnya
penggunaan ciptaan di internet yang bersifat borderless dan menembus batasbatas yurisdiksi negara lain. Pemberian izin semakin dilematis karena efek
perlindungan otomatis hak cipta terhadap ciptaan sering kali mengakibatkan
ciptaan-ciptaan yang beredar di internet ditemukan dalam keadaan yang tidak
jelas statusnya, apakah masih dilindungi hak cipta atau sudah berada dalam
domain publik (public domain) dan bahkan tidak diketahui siapa pencipta
sebenarnya.8 Ciptaan-ciptaan ini yang disebut dengan istilah orphan works9

7

Hak cipta tidak perlu didaftarkan melainkan timbul secara otomatis ketika suatu ciptaan
dilahirkan. Lihat, Pasal 2 Ayat (1) UUHC 2002.
8
Herkko Hietanen, The Pursuit of Efficient Copyright Licensing – How Some Right
Reserved Attempts to Solve The Problem of All Right Reserved (Disertasi Doktor, Lappenranta
University of Technology, Finlandia, 2008), hlm. 119.
9
Dalam laporannya tentang masalah perkembangan orphan works di internet, Kantor Hak
Cipta Amerika Serikat mendefinisikan orphan works sebagai: “works for which no copyright
owner can be found, and thus for which permission to use or adapt these works cannot be
obtained.” Lihat, U.S. Copyright Office, “Report on Orphan Works: a Report of the Register of
Copyrights,” 2006, hlm.1. Tersedia di laman: http://www.copyright.gov/orphan/orphan-reportfull.pdf.

4

karena telah kehilangan informasi manajemen hak penciptanya.10. Izin tentu akan
mudah diminta jika penciptanya dapat diketahui dan dapat dihubungi. Akan tetapi,
persoalan akan menjadi sulit ketika pencipta tersebut tidak diketahui dan sulit
dihubungi.

Pada hal yang bersamaan, UUHC 2002 menerapkan perlindungan hak cipta
dengan penegakkan tindak pidana biasa dan tidak lagi dengan tindak pidana
aduan.11 Artinya, aparat hukum dapat langsung menyelidiki dugaan pelanggaran
hak cipta tanpa adanya laporan dari pencipta. Sayangnya, pelanggaran hak cipta
baik yang dilakukan secara tidak sengaja maupun tanpa diketahui tetap dapat
menimbulkan tuntutan hukum. Sementara itu setiap sirkulasi informasi yang
beredar di internet terpendam potensi pelanggaran hak cipta oleh masyarakat
pengguna internet dengan tanpa disengaja ataupun tanpa diketahui bahwa
informasi berupa ciptaan itu telah dilindungi hak cipta secara otomatis. Di lain
hal, masyarakat pengguna internet membutuhkan akses terhadap informasi dan
pengetahuan yang berguna seperti buku, film, musik, foto, program komputer
untuk digunakan dalam berbagai kegiatan baik dengan tujuan non-komersial atau
bahkan komersial tanpa harus bersifat ilegal.

Kebutuhan masyarakat pengguna internet akan konten ciptaan legal yang ada di
internet dan kebutuhan pencipta akan kemudahan pemberian izin/lisensi yang
jelas perlu diakomodir. Untuk itu Creative Commons telah mengupayakan

10

Penjelasan Pasal 25 UUHC 2002 mendefinisikan informasi manajemen hak pencipta
sebagai “informasi yang melekat secara elektronik pada suatu ciptaan atau muncul dalam
hubungan dengan kegiatan pengunguman yang menerangkan suatu ciptaan, pencipta, dan
kepemilikan hak maupun informasi persyaratan penggunaan, nomor atau kode informasi.”
11
Achmad Zen Umar Purba, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs (Bandung: P.T.
Alumni, 2005), hlm. 135.

5

kebutuhan tersebut dengan memperkenalkan Lisensi Kreativitas Bersama
(Creative Commons License) sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di
internet.12 Creative Commons adalah sebuah organisasi nirlaba berkedudukan di
California, Amerika Serikat, yang menyediakan serangkaian lisensi hak cipta yang
terstandardisasi dan dapat dimanfaatkan pencipta sebagai media penyebarluasan
ciptaan.13

Pencipta

sebagai

pemberi

lisensi

memberikan

izin

kepada

publik/masyaraka pengguna internet sebagai penerima lisensi melalui lisensi
creative commons (lisensi CC) untuk mengunakan ciptaannya secara bebas dan
legal dengan penyerahan sebagian dari hak cipta yang dimilikinya seraya
mempertahankan hak-hak yang lain (some rights reserved).

Creative Commons mewadahi kumpulan ciptaan yang telah dilisensikan dengan
lisensi CC untuk dapat digandakan, diumumkan, dimodifikasi, dan didistribusikan
sesuai dalam batas-batas hukum hak cipta.14 Masyarakat pengguna internet dapat
memanfaatkan konten terbuka (open content)15 yang sudah berlisensi CC untuk
proyek-proyek kreatif yang akan diproduksi.

Lisensi CC telah digunakan oleh institusi seperti Bank Dunia, Kantor Berita AlJazeera, UNESCO hingga situs jejaring sosial (social networks) seperti Flickr
Yahoo, Youtube, dan Vimeo.16 Lisensi CC juga digunakan oleh situs ensiklopedia

12

Bagi pencipta yang ingin melisensikan ciptaanya dengan lisensi CC, dapat
mengunjungi situs Creative Commons dengan tautan http://creativecommons.org/choose.
13
Creative Commons, “About,” diakses tanggal 19 Februari 2014, http://
creativecommons. org/ about.
14
Ibid.
15
“Lisensi Bebas,” Appropedia, diakses tanggal 19 Februari 2014, http: // www.
appropedia. org/ Lisensi_bebas: “Isi terbuka (open content) adalah karya apa saja (termasuk
artikel, gambar, suara dan video) yang dipublikasikan dan diizinkan untuk disalin oleh siapa saja.
Isi dapat berada di domain umum (public domain) atau dibawah lisensi seperti lisensi Creative
Commons”.
16
Seputar Indonesia, Berbagi Lisensi Hak Cipta, 23 Oktober 2012, hlm. 12.

6

bebas, Wikipedia untuk menyebarkan konten-kontennya.17 Selain itu, lisensi CC
adalah lisensi yang direkomendasikan UNESCO (United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization) untuk digunakan dalam kaitannya dengan
program Open Educational Resources/OER (Sumber Pendidikan Terbuka). OER
merupakan bahan pengajaran, pembelajaran, dan penelitian yang dirilis dibawah
lisensi terbuka yang mengizinkan akses, penggunaan, dan penggunaan kembali
(reuse) bahan tersebut.18

Menurut Direktur Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia Ahmad M. Ramli, lisensi creative commons adalah jalan
keluar yang baik dari keinginan para pencipta untuk menyebarluaskan dan
memberikan akses sebesar-besarnya untuk publik atas ciptaannya.19 Ahmad M.
Ramli juga mengatakan pemerintah mendukung penerapan lisensi creative
commons di bidang pendidikan. Lisensi creative commons menyediakan peluang
bagi banyak orang untuk menjadi pintar tanpa harus membayar.20

Sejak berdiri pada tahun 2001, organisasi Creative Commons telah memiliki lebih
dari 100 afiliasi di 70 negara di seluruh dunia21 dengan lebih dari 450 juta karya
telah menggunakan lisensi CC.22 Dengan jumlah lisensi sebanyak itu sangat

17

Wikipedia, “History of Wikipedia,” diakses tanggal 6 Maret 2014,
wikipedia.org/wiki/history_of_wikipedia.
18
UNESCO dan Commonwealth of Learning, “Guidelines for Open Educational
Resources (OER) in Higher Education,” 1 November 2011, hlm. 1-2. Tersedia di laman:
http://www.col.org/PublicationDocuments/Guidelines_OER_HE.pdf.
19
Creative Commons Indonesia, “Audiensi Creative Commons Indonesia dengan Dirjen
HKI,” diakses tanggal 7 Maret 2014, creativecommons.or.id/2012/08/audiensi-creative-commonsindonesia-dengan-direktur-jenderal-hak-atas-kekayaan-intelektual/.
20
Tempo, Berbagi Lewat Lisensi, edisi 2-9 Desember 2012, hlm. 60-61.
21
Creative Commons, “CC Affiliate Network,” terakhir diubah tanggal 27 Februari 2014,
diakses tanggal 7 Maret 2014, http://wiki.creativecommons.org/affiliates.
22
Creative Commons, “CC Metrics,” terakhir diubah 15 September 2013, diakses tanggal
7 Maret 2014, wiki.creativecommons.org/metrics.

7

mungkin akan terjadi sengketa mengenai pelanggaran ketentuan lisensi CC. Lebih
jauh lagi, permasalahan yang kemudian muncul adalah aspek teknis yuridis dan
aspek praktis dari keabsahan dan pembuktian lisensi CC di yurisdiksi sebuah
negara. Pengaturan hukum yang bagaimanakah agar pelaksanaan perjanjian lisensi
CC dapat diberlakukan (enforceable) di Indonesia. Walaupun pernah terjadi
beberapa sengketa sebelumnya seperti di Belanda (Adam Cury v. Audax
Publishing BV),23 Spanyol (SGAE v. Fernandez),24 dan Jerman (Gerlach vs.
DVU),25 belum tentu apakah lisensi CC juga dapat berlaku menurut hukum
Indonesia.

Perkembangan yang pesat atas penggunaan lisensi CC di seluruh dunia tentu akan
melahirkan pertanyaan mengenai kedudukan dan identifikasi pengaturannya
dalam kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
Sehubungan dengan itu, lisensi creative commons perlu dikaji secara
komprehensif berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta mengenai lisensi hak cipta dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengkaji kontrak
elektronik di internet.

Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi judul dalam penulisan skripsi ini
adalah “Lisensi Kreativitas Bersama (Creative Commons License) Sebagai
Alternatif Perjanjian Lisensi Hak Cipta di Internet”.

23

Groklaw “Creative Commons License Upheld by Dutch Court,” diakses tanggal 7
Maret 2014, http://www.groklaw.net/articlebasic.php?story=20060316052623594.
24
Creative Commons, “SGAE vs. Fernadez,” diakses tanggal 7 Maret 2014,
http://wiki.creativecommons.org/SGAE_v._Fernandez.
25
Creative Commons, “Gerlach vs. DVU,” diakses tanggal 7 Maret 2014,
http://wiki.creativecommons.org/Gerlach_vs._DVU.

8

1.2 Rumusan Masalah dan Lingkup Penelitian

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta?
2. Bagaimana keabsahan lisensi creative commons sebagai perjanjian lisensi hak
cipta di internet?
3. Apa akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative
commons?
Lingkup penelitian ini meliputi lingkup pembahasan dan lingkup bidang ilmu.
Lingkup pembahasan penelitian ini adalah analisis lisensi creative commons
sebagai alternatif perjanjian lisensi hak cipta di internet. Sedangkan lingkup
bidang ilmu dari penelitian ini adalah Hukum Kekayaan Intelektual khususnya
Hukum Hak Cipta dan Hukum Telematika yang mengkaji kontrak elektronik di
internet.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh deskripsi lengkap, rinci, jelas, dan
sistematis mengenai:
1. Pengaturan hukum terhadap lisensi creative commons menurut UndangUndang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
2. Keabsahan lisensi creative commons sebagai perjanjian lisensi hak cipta di
internet;

9

3. Akibat hukum yang timbul dari pelanggaran ketentuan lisensi creative
commons.

1.4 Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menambah khazanah
bahan pemikiran dalam upaya pengembangan ilmu hukum, khususnya di bidang
hukum hak cipta yang dikaitkan dengan masalah lisensi hak cipta melalui media
internet.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis kegunaan penelitian ini adalah:
a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi
penulis khususnya mengenai lisensi creative commons sebagai perjanjian
lisensi hak cipta di internet.
b. Sebagai bahan masukan maupun bahan bacaan bagi mahasiswa, akademisi
dan praktisi hukum, para pekerja di bidang kesenian dan kesusastraan, serta
instansi pemerintah terkait dalam rangka mengkaji lisensi hak cipta di internet
pada umumnya dan lisensi creative commons pada khususnya.
c. Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum
Universitas Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Hak Cipta

2.1.1 Sejarah Singkat Hak Cipta

Hak cipta sejak awal kemunculannya selalu berkaitan dengan perkembangan
teknologi. Istilah hak cipta yang dikenal sekarang merupakan padanan istilah dari
Copyright yang riwayatnya dimulai dengan ditemukannya mesin cetak pada tahun
1436 di Eropa. Mesin ini mempermudah perbanyakan karya-karya tulis yang ada
pada saat itu dalam jumlah besar. Diperkirakan bahwa sebelum mesin cetak
ditemukan, jumlah buku yang beredar di Eropa hanya ribuan, namun hanya dalam
waktu 50 tahun, jumlah tersebut meningkat hingga 10 juta buku.26

Pertumbuhan jumlah buku yang pesat ini telah membuka peluang ekonomi baru
bagi orang-orang untuk dapat menikmati hasil perbanyakan karya tulis. Dalam hal
ini timbul pertanyaan, siapakah yang berhak mendapat keuntungan materiil dari
hasil penjualan suatu karya tulis yang dicetak dalam jumlah banyak? Apakah
pengarang atau penerbit yang membiayai dan menanggung risiko penerbitan buku
tersebut?27

26

“History of Copyright,” diakses tanggal 7 Maret 2014, http:// www. historyofcopyright.

org/.
27

Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, edisi ke-2, cetakan ke-3. (Bandung: P.T. Alumni,
2009), hlm. 48.

11

Pada gilirannya muncul perusahaan-perusahaan di bidang penerbitan buku. Dalam
rangka melindungi kepentingan bisnis mereka, para pengusaha penerbitan buku
meminta kepada Raja untuk memberikan hak monopoli perbanyakan buku-buku
yang akan diterbitkan. Para pengusaha ini menginginkan agar hanya mereka yang
memiliki hak memperbanyak (copyright) atas karya-karya tulis yang akan
diterbitkan. Dari sini cikal bakal rezim perlindungan hak cipta beranjak.

Permulaan perlindungan hak cipta di Eropa salah satunya dimulai di Inggris pada
tahun 1557. King Philip dan Queen Mary memberikan Royal Charter kepada
Stationers

Company─sebuah

perusahaan

penerbitan

yang

berbasis

di

London─hak monopoli untuk menyelenggarakan sistem registrasi dan percetakan
karya tulis. Dengan monopoli yang dipunyainya, pencetakan dan penerbitan karya
tulis dalam bentuk buku hanya boleh dilakukan perusahaan ini atau penerbitpenerbit lain yang terdaftar sebagai anggota Stationers Company. Hak-hak
pengarang untuk memperbanyak karya tulis sama sekali diabaikan.28 Bahkan
dalam praktiknya, tujuan diberikannya hak monopoli ini tidak lain dari upaya
pihak kerajaan melakukan sensor terhadap penerbitan yang berisi pandanganpandangan yang melawan kekuasaan monarki ataupun yang menyimpang dari
agama kerajaan.

Gagasan bahwa pengaranglah yang berhak atas hak memperbanyak karya tulisnya
kemudian diatur dalam Statute of Anne tahun 1710. Statute of Anne berisi
ketentuan tentang hak eksklusif seorang pengarang sebagai pemilik hak yang

28

Ibid., hlm. 49.

12

memiliki kebebasan untuk mencetak karya tulisnya.29 Statute of Anne merupakan
undang-undang hak cipta pertama di dunia dan besar pengaruhnya dalam sejarah
perkembangan hak cipta karena untuk pertama kalinya seorang pengarang diakui
secara sah bahwa ia pemegang hak eksklusif atas karya tulisnya.30

Jika dicermati mengenai sejarah istilah Copyright, pada mulanya istilah Copyright
kurang begitu mempersoalkan siapa penciptanya, dan hanya melindungi
kepentingan perusahaan penerbit. Kata Copyright memang bermakna the right to
copy atau hak untuk memperbanyak karya-karya tulis pada masa itu.31 Itulah
sebabnya muncul reaksi terhadap doktrin Copyright di negara-negara dengan
tradisi hukum Civil Law seperti Prancis, Jerman, Italia, dan Belanda. Di negaranegara ini muncul istilah: droit de auteur, auteursrecht, dan atau authors’s right.
Pusat gagasan perlindungan diletakkan pada pencipta melalui konsep author’s
right yang artinya hak pengarang. Di Belanda, perlindungan bagi pencipta
dituangkan dalam Auteurswet tahun 1912.32 Belanda membuat Auteurswet pada
tahun 1912 karena telah menandatangani dan meratifikasi Konvensi Berne.

Konvensi Berne diadakan karena kebutuhan akan perlindungan hak cipta yang
terstandardisasi

dan

seragam

yang

dapat

berlaku

secara

internasional.

Sebelumnya, pada tahun 1866 di Swiss didirikan organisasi internasional Berne
Copyright Union yang mengadministrasikan dan melindungi pelbagai ciptaan
29

Damian, op. cit., hlm. 50: Pasal 1 Statute of Anne: “…The Author of any Book or
Books already printed, who hath not transferred to any other Copy or Copies of such Books … or
the Bookseller or Booksellers, Printer od Printers, or other Person or Person, who hath or have
purchased or acquired the Copy or Copies of any Book or Books, shall have the sole Right and
liberty of printing such Book or Books for the term of twenty one years to commonce from the 10th
April (1710)…”
30
Ibid., hlm. 50.
31
Agus Sardjono, Hak Cipta dalam Desain Grafis (Jakarta: Yellow Dot Publishing,
2008), hlm. 16.
32
Ibid.

13

manusia yang mencipta di bidang sastra (literary) dan seni (artistic). Pendirian
Bern Copyright Union ini kemudian diikuti dengan dilaksanakannya Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Berne)
pada tahun 1886 yang menetapkan mengenai aturan hak cipta di negara-negara
berdaulat.33

Pada masa kemerdekaan Indonesia, Auteurswet 1912 yang diundangkan melalui
Staatblad No. 600 tahun 1912, diberlakukan pula terhadap bangsa Indonesia
berdasarkan Pasal I Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar 1945. Sejak saat itu
rezim hak cipta mulai berlaku di Indonesia. Selanjutnya, perkembangan hukum
hak cipta dilanjutkan dalam konvensi-konvensi internasional yang berusaha
menyesuaikan perlindungan hak cipta dengan kemajuan teknologi dan
kepentingan perdagangan. Beberapa konvensi internasional itu diantaranya:
International Convention Protection for Performers, Producers of Phonograms
and Broadcasting Organizations (Konvensi Roma) tahun 1961, Universal
Copyright Covention tahun 1955, Trade Related Aspect on Intellectual Property
Rights (TRIPs) tahun 1994 dan WIPO Copyright Treaty tahun 1996. Peraturan
dalam konvensi internasional ini kemudian menjelma dalam bentuk undangundang ataupun peraturan lainnya di berbagai negara yang meratifikasi konvensi
tersebut. Indonesia terakhir kali merevisi Undang-Undang Hak Cipta pada tahun
2002 untuk menyesuaikannya dengan perkembangan konvensi internasional di
bidang hak cipta.

33

Damian, op. cit., hlm. 52.

14

2.1.2 Pengertian Hak Cipta dan Sifat Hak Cipta

Hak cipta (copyright) merupakan salah satu dari bagian hak kekayaan intelektual
(Intellectual Property Rights). Selain hak cipta, hak kekayaan intelektual juga
mencakup hak kekayaan industri (Industrial Propety Rights) yang terdiri dari:
paten (patent), desain industri (industrial design), merek (trademark), desain tata
letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit), rahasia dagang (trade
secret), penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair
competition),34 indikasi geografis (geographical indications), dan varietas
tanaman baru.35

Pada awalnya pengertian hak cipta di Indonesia pertama kali diartikan oleh Pasal
1 Auteurswet 1912 sebagai hak pengarang, yaitu hak tunggal dari pengarang,
atau hak dari yang mendapat hak tersebut, atas hasil ciptaannya dalam lapangan
kesusastraan,

pengetahuan

dan

kesenian,

untuk

mengumumkan

dan

memperbanyak dengan mengingat pembatasan-pembatasan yang ditentukan oleh
undang-undang.36

Istilah auteursrecht atau hak pengarang kemudian digantikan menjadi hak cipta.
Istilah ini pertama kalinya diusulkan dalam Kongres Kebudayaan di Bandung
tahun 1952. Istilah hak cipta sengaja dipilih agar tidak hanya para pengarang

34

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, Buku Panduan Hak Kekayaan
Intelektual (Tangerang: 2006), hlm. 1.
35
Tim Lindsey et al., Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar (Bandung: Asian Law
Group Pty Ltd dan P.T. Alumni, 2002), hlm. 3
36
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Seminar Hak Cipta (Bandung: Binacipta, 1976), hlm. 44.

15

tetapi juga pelukis dan lain-lain.37 Dengan demikian, istilah hak cipta digunakan
untuk memperluas cakupan pengertiannya.

Setelah Auteurswet 1912 dicabut, diterbitkan undang-undang nasional tentang hak
cipta. Dalam kurun waktu yang relatif pendek, Pemerintah Indonesia telah
memberlakukan empat Undang-Undang Hak Cipta, yaitu:

1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997.
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002.

Pengaturan hak cipta di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sistem civil law
atau sistem eropa kontinental yang diwarisi dari hukum Belanda. Pengertian hak
cipta yang berlaku di sistem eropa kontinental umumnya diartikan tidak hanya
melindungi kepentingan ekonomi pencipta semata, tetapi juga melindungi hak
moral pencipta.38

Pada esensinya hak cipta mengandung dua macam hak, yaitu hak ekonomi dan
hak moral. Hak ekonomi meliputi hak untuk mengumumkan (right to publish atau
right to perform) dan hak untuk memperbanyak (right to copy atau mechanical
right). Adapun hak moral meliputi hak pencipta untuk dicantumkan namanya

37

J.C.T. Simorangkir, Undang-Undang Hak Cipta 1982 (Jakarta: Djambatan, 1982), hlm. 5-7.
Jill McKeough dan Andrew Stewart, Intelletual Property in Australia, 2nd edition
(Sydney: Butterworths, 1997), hlm. 119: “European system, which have typically protected not
only the economic interests of authors, but also their moral rights.”
38

16

dalam ciptaan (attribution right atau right of paternity) dan hak pencipta untuk
melarang orang lain merusak dan memutilasi ciptaannya (right of integrity).39

Menurut Pasal 1 angka 1 UUHC 2002, dinyatakan bahwa hak cipta adalah hak
eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

Hak eksklusif (exclusive rights) bagi pencipta artinya hak yang semata-mata
diperuntukkan bagi penciptanya, sehingga tidak ada pihak lain yang boleh
memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta atau yang menerima hak itu.40 Hak
cipta timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan selesai dibuat. Dengan
demikian, suatu ciptaan yang diumumkan maupun yang tidak atau belum
diumumkan, kedua-duanya memperoleh perlindungan hak cipta.

Hak cipta bukanlah suatu hak yang berlakunya secara absolut. Hak cipta dibatasi
dengan adanya frase dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 UUHC 2002 yang
menyatakan

“dengan

tidak

mengurangi

pembatasan-pembatasan

menurut

perundang-undangan yang berlaku”. Pembatasan dimaksud sudah tentu bertujuan
agar dalam setiap pemanfaatan hak cipta tidak sewenang-wenang dan harus
memperhatikan pembatasan hak cipta yang diatur dalam Pasal 14 sampai dengan
Pasal 18 UUHC 2002. Pemanfaatan hak cipta juga harus mempertimbangkan

39
40

Henry Soelistyo, Hak Cipta Tanpa Hak Moral (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), hlm. 49.
Damian, op. cit., hlm. 35.

17

apakah hal itu tidak bertentangan atau tidak merugikan kepentingan umum.41 Hak
cipta adalah suatu bentuk monopoli yang terbatas (limited monopoly) yang artinya
hak cipta tidak selamanya berlaku, melainkan ditentukan oleh jangka waktu
berlakunya hak cipta agar bisa menjadi domain publik (public domain) dan
dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat.
Hak cipta dianggap sebagai hak kebendaan yang tidak berwujud42 yang dapat
dialihkan baik seluruhnya maupun sebagian, baik melalui pewarisan, wasiat,
hibah atau perjanjian tertulis.43 Selain itu, hak cipta juga dianggap sebagai benda
bergerak44 dan tidak dapat disita kecuali jika hak itu diperoleh secara melawan
hukum.45 Berikut ini akan dijelaskan dua komponen hak yang terkandung dalam
hak cipta, yaitu:

2.1.2.1 Hak Moral

Pengakuan terhadap hak moral merepresentasikan sebuah bentuk apresiasi dan
penghormatan publik kepada pencipta atas ekspresi kreatifnya. Adapun yang
dimaksud hak moral (moral rights) adalah hak yang melekat pada diri pencipta
atau pelaku yang tidak dapat dihilangkan atau dihapus tanpa alasan apapun.46 Hak
ini mengikuti pencipta, meskipun hak ekonomi atas ciptaan tersebut telah

41

OK Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Rights)
(Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 62.
42
Soelistyo, op. cit., hlm. 50.
43
Lihat, Pasal 3 Ayat (2) UUHC 2002.
44
Lihat, Pasal 3 Ayat (1) UUHC 2002.
45
Lihat, Pasal 4 UUHC 2002.
46
Lihat, Penjelasan Umum UUHC 2002, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4220.

18

dialihkan kepada pihak lain. Hak moral dapat dipindahkan dengan syarat harus
berdasarkan atas wasiat pencipta yang sudah meninggal.47

Dalam Konvensi Berne, hak moral diatur dalam Pasal 6bis. Namun dalam TRIPs,
negara anggota konvensi tidak diwajibkan untuk mencantumkan hak moral ini
dalam peraturan perundang-undangan hak cipta mereka.48

Ada dua komponen umum yang terkandung dalam hak moral yang diantaranya
adalah:
1. Hak Atribusi (The right of Paternity, Attribution, or Acknowledgement)
Hak ini mengharuskan identitas pencipta dilekatkan pada ciptaan, baik dengan
nama sendiri maupun samaran. Dalam hal-hal tertentu, dan atas dasar
pertimbangan yang rasional dari pencipta. ia dapat meniadakan identitas
dirinya dan membiarkan ciptaanya berstatus anonim. Hal ini dapat dilakukan
dalam kondisi dan dengan alasan yang dapat diterima (reasonable in
circumstances).49 Pada dasarnya hak atribusi adalah pengakuan terhadap
pencipta asli yang telah menciptakan karyanya. Hak ini berfungsi untuk
mencegah kesalahan identifikasi yang tidak akurat terhadap pencipta yang
sebenarnya dan melindungi pencipta dari pengklaiman orang lain sebagai
pencipta asli.
2. Hak Integritas (The right of Integrity)
Representasi yang paling menonjol dari hak integritas adalah citra pribadi dan
reputasi yang melekat pada diri pencipta. Melalui hak ini, pencipta dapat
melindungi ciptaannya dan judul ciptaannya dari perusakan (distortion),
47

Lihat, Penjelasan Pasal 24 UUHC 2002.
Lihat, Article 9 (1) TRIPs.
49
Soelistyo, op. cit., hlm. 108-109.
48

19

pemotongan (mutilation) atau perubahan lain (modification) tanpa izin
pencipta. Pencipta hanya dapat menyetujui adaptasi dan perubahan ciptaanya
bila tidak mengganggu reputasinya.50

Pengaturan lebih lanjut mengenai hak moral dapat ditemukan pada Pasal 24, Pasal
25, Pasal 26, Pasal 33, Pasal 55 dan Pasal 72 Ayat (6) dan (7) Undang-Undang
No. 19 Tahun 2002. Secara restriktif, UU Hak Cipta Indonesia melarang setiap
orang melanggar hak moral pencipta tanpa persetujuannya dengan cara-cara:
1. meniadakan atau mengubah nama pencipta atau nama samaran pencipta yang
tercantum pada ciptaan ataupun salinannya dalam hubungan dengan
penggunaan secara umum;51
2. mencantumkan nama pencipta yang meniadakan identitas dirinya atau
mencantumkan nama sebagai pencipta padahal dia bukan penciptanya;
3. mengganti atau mengubah judul ciptaan dan anak judul ciptaan;52
4. mengubah isi ciptaan;
5. meniadakan

atau

mengubah

informasi

elektronik

tentang

informasi

manajemen pencipta.53

Pencipta atau ahli warisnya berhak menggugat pelanggaran-pelanggaran di atas
ataupun menuntut pelaksanaan dari hak moral tersebut walaupun hak ekonominya
telah diserahkan seluruhnya.

50

Ibid.
Lihat, Pasal 55 jo. Pasal 24 Ayat (3) dan Penjelasan Pasal 24 Ayat (2) UUHC 2002.
52
Lihat, Pasal 55 jo. Pasal 24 Ayat (3) UUHC 2002.
53
Lihat, Pasal 25 Ayat (1) UUHC 2002.

51

20

Dalam konteks penggunaan teknologi digital, perlu juga diperhatikan bahwa hak
informasi manajemen hak pencipta (electronic rights management information)
merupakan hak moral bagi penciptanya yang melekat pada ciptaan.

Jangka waktu perlindungan hak moral yang berhubungan dengan hak atribusi
(seperti: pencantuman nama/nama samaran pencipta) berlaku tanpa batas waktu.
Sedangkan hak moral yang berkenaan dengan hak integritas (seperti:
mengubah/merusak ciptaan dan judul ciptaan) berlaku sesuai dengan masa
berlakunya perlindungan jenis ciptaan yang telah dibuat.54

2.1.2.2 Hak Ekonomi

Hak ekonomi adalah hak untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan serta
produk hak terkait.55 Hak ekonomi (economic rights) atas suatu ciptaan dimiliki
oleh pemegang hak cipta, yaitu pencipta itu sendiri ataupun pihak lain yang
menerima hak itu. Hak ini mencakup segala manfaat ekonomi yang dapat
diperoleh atas pengumuman dan atau perbanyakan ciptaan.

Pencipta memiliki hak untuk mengumumkan ciptaan yang terbagi tiga macam
hak, yaitu:
1. Hak untuk mempublikasikan atau menerbitkan (right to publish), biasanya
berhubungan dengan ciptaan yang berupa karya tulis (literary works).56
2. Hak untuk mempertunjukkan (right to perform), biasanya berhubungan
dengan ciptaan yang berupa karya musik atau yang bersifat visual (musical

54

Lihat, Pasal 33 UUHC 2002.
Penjelasan Umum UUHC 2002.
56
Sardjono, op. cit., hlm. 8.
55

21

and visual works). Hak untuk mempertunjukkan meliputi kegiatan seperti
mempertunjukkan ciptaan kepada publik, mengomunikasikan ciptaan kepada
publik

melalui

sarana

apapun,57

pembacaan,

menyiarkan

ciptaan,

memamerkan,58 menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, memainkan
karya musik, drama, tari, sastra, folklore;59
3. Hak untuk mendistribusikan (right to distribute), pencipta mempunyai hak
untuk mengedarkan, menjual, mengimpor, ataupun menyewakan ciptaanya.60

Pencipta juga memiliki hak untuk memperbanyak yang terbagi dalam dua macam
hak, yaitu:
1. Hak Perbanyakan
Hak ini berkenaan dengan perbanyakan atau reproduksi suatu ciptaan. Hak ini
juga disebut mechanical right karena berkaitan dengan teknologi mesin yang
dapat menggandakan ciptaan. Perbanyakan artinya penambahan jumlah
sesuatu ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat
substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.61
2. Hak Adaptasi
Dalam UUHC 2002, kegiatan adaptasi termasuk perbuatan perbanyakan
khususnya perbuatan mengalihwujudkan bentuk dan media ekspresi ciptaan.
Namun ciptaan hasil adaptasi dan pencipta karya adaptasi dapat dilindungi hak
cipta sepanjang kegiatan adaptasi tersebut atas izin pencipta ciptaan asli.

57

Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUHC 2002.
Lihat, Pasal 1 angka 5 UUHC 2002.
59
Lihat, Pasal 1 angka 10 UUHC 2002.
60
Ibid.
61
Pasal 1 angka 5 jo. Penjelasan Pasal 2 UUHC 2002.
58

22

Pencipta mempunyai hak untuk mengadaptasi ciptaanya sendiri yang meliputi
kegiatan: menerjemahkan, mengaransemen,62 mengalihwujudkan, membuat
saduran dan tafsir, membuat kompilasi atau bunga rampai, dan membuat
database (kompilasi data).63

Dengan demikian hak ekonomi pencipta secara garis besar mencakup:
1. Hak Perbanyakan (Reproduction Right atau Mechanical Right).
2. Hak Adaptasi (Adaptation Right).
3. Hak Distribusi (Distribution Right).
4. Hak Pertunjukkan (Performing Right).
5. Hak Publikasi (Publication Right).64

2.1.2.3 Hak Terkait

UUHC 2002 mengatur hak yang masih terkait erat dengan hak cipta, yaitu hak
terkait (neighboring rights). Hak terkait perlu diadakan karena perkembangan
teknologi perekaman suara dan gambar yang hasil ciptaan dari teknologi itu perlu
diberi perlindungan.65 Hak terkait tidak akan timbul bila tidak ada izin dari
pencipta asli untuk menggunakan ciptaannya. Hak terkait baru diakui secara
internasional di Roma pada tahun 1960 dengan dibentuk suatu konvensi khusus
yang mengatur tentang hak terkait ini, yaitu International Convention Protection
for Performers, Producers of Phonograms and Broadcasting Organizations.

62

Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUHC 2002.
Lihat, Pasal 12 huruf l dan Penjelasan Pasal 12 huruf l UUHC 2002.
64
Julien Hofman, Introducing Copyright: A Plain Language Guide to Copyright in the
21st Century (Vancouver: Commonwealth of Learning, 2009), hlm. 40-42.
65
Muhammad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual - Sejarah, Teori dan
Prakteknya di Indonesia (Bandung: P.T. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 59.
63

23

Hak terkait adalah hak yang berkaitan dengan hak cipta, yaitu hak eksklusif bagi
pelaku untuk membuat, memperbanyak atau menyiarkan rekaman suara dan/atau
gambar p