LISENSI SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI BISN

PROCEEDING INTERNATIONAL CONFERENCE OF
COMMUNICATION, INDUSTRY AND COMMUNITY

Cetakan ke-1, Februari 2016
Hak cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau
Seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Editor:
Widayatmoko, Septia Winduwati

Desain dan tata letak:
Xenia Angelica

Cetakan ke-1, Jakarta, FIKom UNTAR 2016
ix-385 hlm, ukuran 7,17 x 10,12 inch

ISBN: 978-602-74139-1-7

Diterbitkan oleh:
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Tarumanagara

Jl. Letjen S. Parman No. 1
Jakarta Barat 11440

i

PROCEEDING INTERNATIONAL CONFERENCE OF
COMMUNICATION, INDUSTRY AND COMMUNITY

Reviewer:
Ahmad Djunaidi
Asep Muhtadi
Atwar Bajari
Chairy
Dorien Kartikawangi
Eko Harry Susanto
Endah Murwani
I Nengah Duija
Juliana Abdul Wahab
Kurniawan Hari Siswoko
Nurdin Abd Halim


ii

KATA PENGANTAR
International Conference of Communication, Industry and Community
atau ICCIC mengajak untuk melihat fenomena dan realitas sosial. Pertumbuhan
pesat di sektor ini telah bersinggungan dengan praktek perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi yang bersinggungan dengan praktik perkembangan
media industri serta komunitas di kehidupan masyarakat yang sangat dinamis.
Ilmu komunikasi tidak dapat disangkal memiliki kontribusi besar pada
perkembangan bisnis dan usaha bidang industri, baik di segi pemasaran,
pengembangan branding dan image serta pembangungan masyarakat.
Pada kesempatan ini International Conference Of Communication,
Industry And Community mengundang seluruh akademisi; praktisi baik dari pihak
industri komersial, pihak pemerintah dan praktisi media; mahasiswa, dan peneliti,
untuk berpartisipasi dalam Call For Paper ICCIC 2016. Penyelenggaraan
International Conference Of Communication, Industry And Community dapat
terselenggara berkat kerjasama antara Fakulras Ilmu Komunikasi Universitas
Tarumanagara berkolaborasi dengan Universiti Sains Malaysia dan Institut Hindu
Dharma Negeri di Bali. Subtema dalam International Conference Of

Communication, Industry And Community adalah media industry, Public
Relations, communication & community, marketing communication,
communication tourism industry and creative economy.
Setiap paper yang masuk ke dalam prosiding ICCIC telah melalui
serangkaian proses review oleh tim reviewer yang berasal dari delapan institusi
berbeda. Jumlah paper yang diterima dalam ICCIC 2016 berjumlah 135 paper
yang dibagi kedalam empat jilid buku prosiding.
Akhirnya kami mengucapkan terima kasih kepada pimpinan Universiti
Sains Malaysia dan Institut Hindu Dharma Negeri, pihak sponsor, media
partners, tim reviewer, Pimpinan Universitas, dan panitia yang telah bekerja
keras untuk mewujudkan konferensi ini terlaksana.

Ketua Pelaksana ICCIC 2016
Suzy Azeharie

iii

KATA PENGANTAR
Suatu kehormatan bagi Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas
Tarumanagara untuk dapat menyelenggarakan acara International Conference Of

Communication, Industry And Community berkolaborasi dengan Universiti Sains
Malaysia dan Institut Hindu Dharma Negeri. Konferensi internasional ini
diselenggarakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan berbagi
pengetahuan khususnya di bidang Ilmu Komunikasi.
Dewasa ini, Ilmu Komunikasi menjadi salah satu kajian yang semakin
menarik perhatian khalayak terlebih lagi dengan hadirnya media baru sebagai
salah satu sarana potensial dalam meningkatkan peradapan manusia di berbagai
aspek kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa Ilmu Komunikasi telah banyak
memberikan kontribusi bagi perkembangan industri dan masyarakat.
Di industri media selain perkembangan media arus utama (mainstream)
kemunculan portal media online menunjukkan pemanfaatan konvergensi media
yang banyak diminati khalayak. Media baru serta pengaplikasian Ilmu Marketing
Komunikasi juga dimanfaatkan oleh pihak industri, baik industri kecil, menengah
maupun besar guna meningkatkan pelayanan dan memaksimalkan eksistensinya
di dunia persaingan bisnis sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Di kalangan masyarakat, Ilmu Komunikasi dianggap mampu untuk
membedah isu-isu sosial dan budaya yang ada. Ilmu Komunikasi juga
dimanfaatkan untuk mengembangkan komunitas yang kuat dan mampu bersaing
di dunia internasional.
Pada kesempatan ini, selayaknya saya menyampaikan terima kasih

kepada seluruh pihak yang telah membantu dan mendukung terlaksananya acara
ini – pimpinan Universiti Sains Malaysia dan Institut Hindu Dharma Negeri,
pihak sponsor, media partners, tim reviewer, Pimpinan Universitas, dan panitia
yang telah bekerja keras untuk mewujudkan konferensi ini terlaksana.

Plh Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNTAR.
Widayatmoko

iv

PANITIA ICCIC
Penanggung Jawab
Ketua Steering Committee
Wakil Ketua SC

: Dr. Eko Harry Susanto, M.Si
: Drs. Widayatmoko, MM, M.Ikom
: Dr. Riris Loisa, M.Si

Panitia Pelaksana

Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Bendahara
Koordinator Humas
Sponsorship dan LO
Publikasi & Dokumentasi
Koordinator Acara
Perlengkapan

: Dra. Suzy S. Azeharie, M.A., M.Phil
: Septia Winduwati, S,Sos., M.Si
: Lusia Savitri Setyo Utami, S.Sos., M.Si
: Candra Gustinar
: Yugih Setyanto, S.Sos, M.Si
: Wulan Purnama Sari, S.Ikom., M.Si
: Xenia Angelica Wijayanto, S.H., M.Si
: Sinta Paramita, SIP, MA
: Ady Sulistyo


v

DAFTAR ISI

REVIEWER
KATA PENGANTAR Ketua Panitia ICCIC
KATA PENGANTAR Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi UNTAR
PANITIA ICCIC

i
ii
iii
iv

Lokalisasi Sistem Penyiaran Di Aceh: Analisis Terhadap Harapan,
Peluang Dan Tantangan
Hamdani M. Syam, Khairulyadi, Bukhari

1 – 17


Lisensi Sebagai Alternatif Strategi Bisnis Media Cetak Olahraga
Di Indonesia
Narayana Mahendra Prastya

18 – 30

Manajemen Radio Islam: Pergulatan AntaraIdeologi
Dan Eksistensi
Puji Hariyanti

31 – 42

Logika Jangka Pendek Jurnalisme Online (Studi Kasus
Replubika Online)
Ratna Puspita

43 – 57

Dampak Penggunaan Smartphone Pada Perubahan
Perilaku Anak

Taufik Suprihatini

58 – 68

Situs Online Dating Sebagai Sarana Membangun Hubungan
Romantis Berkomitmen
Reni Dyanasari, Tatya Mutiara Annisa

69 – 79

Gaya Hidup Dan Perilaku Seksual Pengguna Cybersex
(Studi Kasus: Pada Mahasiswa Di Kota Padang)
Elva Ronaning Roem

80 – 93

Fenomena Perilaku Narsisme Di Instagram
(Studi Fenomenologi Laki-Laki Metroseksual)
Welly Wirman, Emia Vintanta Kb, Eoudia Stefanie


94 –104

Ujaran Kebencian: Membangun Literasi Era Digital
Benedictus A.S

105 –113

vi

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

LISENSI SEBAGAI ALTERNATIF STRATEGI BISNIS MEDIA CETAK
OLAHRAGA DI INDONESIA
Narayana Mahendra Prastya
Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya,
Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
nara.prastya@gmail.com
Abstract
Sports print media business in Indonesia decline in recent years. In the last two

years, a number of sports print media ended their publication. In general, print
media at the national level is decline. But at the local level, the print media
business still has good prospects. In the narrower context, public interest to local
sports news quite high. This is an opportunity for sport print media business
development. This paper discuss the business strategies that may be applied by
the national sport print media in order to reach local market. The data in this
study using literature sources related to sports media and media management.
The authors give recommendations that licensing strategies can be an alternative
print media sports business strategy in Indonesia. In this strategies, national
sport print media become licensor for local media. Licensing strategies have
excess financial savings and do not require strict supervision. National sport
print media does not need to spend much money to cover the issue of local issues.
Instead the local media that are partners obtain news national news on a regular
basis. The challenge is the difference in the quality of its resources and potential
conflicts of distribution of profits that may arise.
Keywords: media business, media management, print media, sports media
Abstrak
Bisnis media cetak olahraga di Indonesia menunjukkan kelesuan. Dalam dua
tahun terakhir, tercatat sejumlah media cetak olahraga berhenti terbit, termasuk
yang merupakan media yang memiliki pengalaman. Padahal sebelumnya media
cetak olahraga sempat bermunculan. Media cetak olahraga tersebut memiliki
cakupan nasional. Secara umum media cetak di tingkat nasional memang tengah
mengalami penurunan. Namun di tingkat lokal, bisnis media cetak masih punya
prospek bagus. Dalam konteks yang lebih sempit yakni olahraga, minat
masyarakat untuk berita olahraga lokal cukup tinggi. Hal ini merupakan peluang
bagi pengembangan bisnis media cetak olahraga.Tulisan ini membahas tentang
strategi bisnis yang dapat dilakukan oleh media cetak olahraga dalam rangka
mearih pasar lokal. Data dalam penelitian ini menggunakan sumber sumber
kepustakaan yang berkaitan dengan media olahraga dan manajemen media.
Selanjutnya penulis memberikan rekomendasi bahwa strategi lisensi dapat
menjadi alternatif strategi bisnis media cetak olahraga di Indonesia. Media cetak
olahraga nasional menjadi lisensor/pemberi lisensi, berpartner dengan media
lokal. Lisensi memiliki kelebihan lebih menghemat biaya dan tidak memerlukan
pengawasan yang ketat. Media cetak olahraga nasional tidak perlu mengeluarkan

18

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

biaya untuk meliput isu isu lokal. Sebaliknya media lokal yang menjadi partner
memperoleh berita berita nasional secara rutin. Tantangannya adalah perbedaan
kualitas sumber daya yang dimiliki serta adanya potensi konflik tentang
pembagian keuntungan yang mungkin muncul.
Kata kunci: bisnis media, manajemen media, media cetak, media olahraga
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia sangat menyukai olahraga. Sepakbola,
bulutangkis, olahraga otomotif (MotoGP atau balap mobil), basket, merupakan
cabang olahraga yang cukup digemari. Dengan situasi tersebut, maka asumsinya
bisnis hal hal seputar olahraga memiliki prospek yang bagus, karena sudah pasti
banyak konsumennya.
Kegemaran akan olahraga bakal meningkatkan kebutuhan informasi
mengenai olahraga. Kebutuhan informasi merupakan lahan bisnis bagi media.
Bagi media, konten olahraga merupakan salah satu tema yang menjajikan
pembaca dalam jumlah yang besar.
Itu berarti, bisnis media olahraga cukup menjanjikan, karena dalam
beberapa tahun terakhir, bermunculan media media olahraga dalam berbagai
platform. Dalam platform media cetak misalkan, harian olahraga mulai
menggeliat dengan kehadiran harian BOLA dan Tribun Super Ball dalam kurun
waktu 2013 dan 2014. Sebelumnya TopSkor, terbit perdana tahun 2005,
“sendirian” di pasar harian olahraga.
Dalam platform online, bermunculan media yang mengkhususkan diri
untuk berita olahraga, seperti msports.net, sportsatu.com, juara.net dan bola.com.
Media asing pun ikut meramaikan kompetisi media online olahraga di Indonesia.
Contohnya Goal Indonesia, yang merupakan salah satu edisi dari situs induk
Goal. Pengelola Goal adalah Perform Group, perusahaan multimedia sports
content berbasis internet dan platform digital asal Inggris. Goal telah berkembang
dengan cakupan lebih dari 200 negara dan memiliki 36 edisi dalam 17 bahasa
termasuk Indonesia (Mariatna, 2014: 3).
Namun kenyataannya bisnis media olahraga tidak semulus yang
diperkirakan. Dalam dua tahun terakhir yakni 2014 dan 2015, setidaknya ada dua
media cetak olahraga di Indonesia berhenti terbit, yakni tabloid Soccer dan harian
olahraga Bola. Sebagai tambahan informasi, tutupnya tabloid Soccer juga diikuti
dengan penghentian operasional dari website www.duniasoccer.com, website
berita sepakbola yang juga dikelola oleh redaksi tabloid Soccer. Untuk harian
Bola, harian tersebut berusia tidak sampai tiga tahun dari sejak edisi perdana
diluncurkan. Di dunia pertelevisian misalkan, tayangan Sport7 pagi di stasiun
televisi Trans7 sudah tak lagi mengudara sejak Oktober 2014. Penyebab Soccer
dan Sport7 berhenti, karena secara bisnis dipandang sudah tidak menguntungkan
lagi (Hasbi, 2014).
Dengan kondisi ini, lalu bagaimana sebaiknya strategi bisnis bagi media
cetak olahraga di Indonesia? Mengapa media cetak? Karena secara umum media
cetak tengah berada dalam fase penurunan akibat perkembangan teknologi yang

19

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

memunculkan pesaing berupa alternatif media-media baru yang lebih diminati
karena lebih mudah dan murah. Namun di sisi lain, media cetak dipandang masih
memiliki peluang untuk menggarap pasar pembaca yang belum terkena penetrasi
internet.
Data dalam penelitian ini menggunakan studi pustaka yang berasal dari
media-media olahraga serta literatur mengenai manajemen media. Dari studi
kepustakaan kemudian penulis mencoba memberikan masukan mengenai strategi
bisnis apa yang dapat digunakan bagi media cetak olahraga di Indonesia.
Dari hasil pembahasan tersebut, penulis menyimpulkan sebuah gagasan
bahwa strategi lisensi dapat menjadi salah satu alternatif bagi bisnis media cetak
olahraga di Indonesia. Lisensi memiliki kelebihan lebih menghemat biaya dan
tidak memerlukan pengawasan yang ketat. Media cetak olahraga nasional tidak
perlu mengeluarkan biaya untuk meliput isu isu lokal. Sebaliknya media lokal
yang menjadi partner memperoleh berita berita nasional secara rutin.
Tantangannya adalah perbedaan kualitas sumber daya yang dimiliki serta adanya
potensi konflik tentang pembagian keuntungan yang mungkin muncul.
Tinjauan Pustaka
Perkembangan Bisnis Media Cetak Olahraga di Indonesia
Semenjak reformasi tahun 1998, ratusan surat kabar baru muncul. Jika
pada tahun 1997 tercatat 167 surat kabar, pada tahun 2008 jumlah ini
berkembang pesat menjadi 515 surat kabar. Atau dengan kata lain, terjadi
kenaikan sebesar 208% dari segi jumlah pemain pasar. Namun, lain lagi jika
bicara mengenai audience share atau dalam terminologi media cetak disebut
readership. Meskipun jumlah pemain pasar atau produsen naik signifikan, jumlah
konsumen atau pembaca surat kabar dari tahun 1998 ke 2008 justru mengalami
penurunan 2,6% sebanyak 300 ribu orang. Industri yang berada pada fase decline
adalah industri surat kabar. Penurunan performa surat kabar dipengaruhi oleh
faktor perkembangan teknologi yang memunculkan pesaing berupa alternatif
media-media baru yang lebih diminati karena lebih mudah dan murah (Nastiti,
2011: 25)
Kehadiran internet dianggap merupakan salah satu penyebab media cetak
surat kabar menjadi tersisih. Namun, perlu diingat bahwa penetrasi internet
belum menjangkau mayoritas penduduk di Indonesia. Penetrasi Internet di
Indonesia pada Agustus 2013 yang masih berkisar antara 40 juta - 85 juta
pengguna (penetrasi Internet di Indonesia sebesar 16,7 - 35,4 persen); sedangkan
jumlah oplah/tiras seluruh media cetak di Indonesia mencapai 21 juta eksemplar
(artinya tingkat penetrasi media cetak di Indonesia baru mencapai 8,75 persen);
sedangkan komposisi penduduk Indonesia yang berjumlah sekitar 240 juta jiwa;
masih terbuka peluang bisnis untuk mengembangkan industri media cetak di
Indonesia (Supadiyanto, 2013: 691).
Harus diakui, faktanya berita olahraga merupakan “menu wajib” bagi
setiap media. Berita olahraga dapat meningkatkan jumlah konsumen media,
terlebih lagi ketika berlangsung event event tertentu seperti Piala Dunia, final

20

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

Liga Champions Eropa, balap MotoGP, SEA Games, atau event di mana
Indonesia ikut serta di dalamnya.
Contohnya Kompas merupakan harian dengan mengangkat pemberitaanpemberitaan umum— yang mencatat sejarah dengan mencapai tiras 500 ribu
lembar, berkat pemberitaan Piala Dunia 1986. Tidak hanya pemberitaan, apabila
Kompas membikin kuis mengenai Piala Dunia, bisa ada satu juta kartu pos
pengirim jawaban yang masuk (Hasbi, 2014).
Mundur sekitar 60 tahun ke belakang, surat kabar lokal Yogyakarta,
Kedaulatan Rakyat pada tahun 1962 menerbitkan “Madjalah Sport” yang
memiliki tagline “Madjalah Lembaran Berisikan Chusus Olah-Raga”. Majalah
yang terbit setiap Selasa itu mematok biaya Rp8,5 per bulan bagi warga
Yogyakarta dan sekitarnya yang ingin berlangganan. “Madjalah Sport” terbit
karena jumlah halaman berita olahraga yang hanya satu halaman yang dimiliki
oleh Kedaulatan Rakyat saat itu. Space tersebut dirasa kurang untuk menampung
berita berita olahraga yang ada (Hasbi, 2014).
Berita olahraga hadir di media cetak baik itu media cetak yang
membahas semua berita (koran umum) dan media cetak yang membahas khusus
mengenai olahraga. Di Indonesia, semua harian memiliki rubrik khusus olahraga
sebanyak 2-4 halaman. Sementara media cetak yang membahas khusus mengenai
olahraga, pada umumnya berformat tabloid atau majalah. Untuk format tabloid
atau majala misalkan ada tabloid BOLA, majalah Main Basket, hingga beberapa
produk asing berbahasa Indonesia seperti Four Four Two atau Inside United.
Top Skor merupakan pionir dan salah satu harian khusus olahraga yang
masih eksis hingga saat ini. Top Skor mencuri perhatian ketika berada di posisi 4
readership share surat kabar dengan jumlah 745 ribu pembaca di tahun 2007.
Sebagai surat kabar baru (terbit perdana tahun 2005), Top Skor langsung mampu
merebut pembaca sebesar 8%. Keberhasilan tersebut diasumsikan akibat genre
yang diambilnya. Dengan genre koran olahraga, Top Skor mampu membidik
target pasar yang spesifik, yaitu para penikmat olahraga (Nastiti, 2011:6).
Kompetisi harian olahraga mulai menggeliat dengan kehadiran harian
BOLA dan Tribun Super Ball dalam kurun waktu 2013 dan 2014. Harian BOLA
merupakan produk baru dari tabloid olahraga BOLA, sementara Tribun Super
Ball adalah produk baru dari harian umum Tribun. Sebelumnya Super Ball
merupakan nama rubrik olahraga di harian Tribun. Mulai tahun 2014 Super Ball
dijual terpisah, dan rubrik olahraga di harian umum Tribun berubah nama
menjadi Super Sport. Harian BOLA dan Super Ball membuat Top Skor yang
selama hampir sepuluh tahun menjadi pemain tunggal, menjadi memiliki pesaing.
Fokus dari BOLA dan Top Skor adalah pembaca di kawasan Jabodetabek dan
Jawa Barat, sementara Super Ball berusaha meraih pasar di berbagai kota di
Indonesia dengan cara menyajikan berita sepakbola lokal (Anshari “& Prastya,
2014; Pramesti, 2014).
“Kontestan” kompetisi harian olahraga di Indonesia berkurang satu usai
pada 31 Oktober 2015 harian BOLA memutuskan untuk berhenti terbit. Dalam
penjelasaannya, Harian BOLA menyebut “atas berbagai pertimbangan dan
perhitungan, kami terpaksa menghentikan kelangsungan hidup Harian BOLA”,

21

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

sembari menjelaskan bahwa sebenarnya mereka sudah unggul dalam penguasan
pasar dibanding “dua produk serupa” dan telah menjadi “market leader di harian
olahraga nasional” (“Notasi Redaksi” harian BOLA edisi No.III/118, SabtuMinggu 31 Oktober-1 November 2015, hal.11. Edisi tersebut merupakan edisi
terakhir harian BOLA). BOLA sendiri masih memiliki produk media cetak berupa
tabloid yang terbit setiap hari Kamis. Selepas mengakhiri Harian BOLA, BOLA
kembali menghidupkan BOLA edisi Sabtu mulai 7 November 2015
Pasar Lokal bagi Masa Depan Media Cetak
Di era digital, surat kabar diperkirakan akan mati. Di Amerika Serikat,
hal tersebut sudah mulai terjadi. Di Indonesia, mungkin terlalu dini untuk
mengatakan itu. Tetapi kejadian di mana harian Bola berhenti terbit; atau dalam
situasi yang menimpa harian umum misalkan saat harian Jurnal Nasional dan
Jakarta Globe berhenti terbit, juga bisa dipahami sebagai pertanda bahwa surat
kabar tengah menuju kematian.
Namun nada optimistis tetaplah ada. Yang akan tutup memang surat
kabar dengan cakupan nasional. Tetapi bagi surat kabar lokal, kondisinya justru
sebaliknya. Bisa dikatakan, pasar lokal merupakan masa depan bagi surat kabar.
Di Indonesia ada pergeseran model distribusi dari koran nasional ke
koran regional. Di medio awal tahun 2000-an, koran regional naik dari 20 judul
menjadi 138 judul. Koran nasional yang didistribusikan antarkota dan
antarpropinsi bersaing dengan koran regional yang diterbitkan hanya dalam kota
di lingkup propinsi (Adiprasetyo, 2007: 240-241)
Data Serikat Penerbit Suratkabar SPS (tahun 2007-2008) menujukkan
bahwa media cetak tetap menjadi fenomena kota-kota besar. Sebanyak 71%
media cetak beredar di Jakarta, dan hanya 29% beredar di luar Jakarta (Siregar,
2010: 13-14). Sementara data dari Media Scene (tahun 2008) menunjukkan
media lokal menguasai pasar di daerah masing masing. Sebagai contoh, banyak
yang menilai bahwa Kompas merupakan koran terbesar di Indonesia. Namun
faktanya, Kompas menjadi nomor satu hanya di Jakarta. Di wilayah lain,
pembaca Kompas selalu kalah dari koran terbesar di daerah itu, misal di
Bandung: Pikiran Rakyat, di Medan: Pos Metro, dan di Makassar: Fajar
(Armando, 2011:14).
Karena pertumbuhan media cetak dalam sepuluh tahun terakhir masih
terpusat di kota besar, berarti kota kota kecil merupakan potensi pasar yang dapat
dikembangkan bagi penerbitan media cetak. Menurut Rahayu (2010) isu lokal
dipandang penting dalam kajian ekonomi dan manajemen media karena lokal
merupakan lokasi di mana praktek konkrit media terjadi. Di level ini interaksi
antara media dengan audiens berlangsung. Di Malaysia dan Singapura misalkan,
institusi media lokal melakukan adaptasi format terhadap program asing agar
lebih sesuai dengan konteks Asia dan selera lokal. Di wilayah lokal, produk
media lokal mendominasi pasar dibandingkan dengan produk asing. Dominasi
tersebut terutama adalah berita dan hiburan (hal. 49-51).
Bagi media cetak nasional, menggarap konten lokal (Supadiyanto, 2013:
695) merupakan peluang bisnis. Secara umum potensi iklan lokal di daerah

22

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

cukup besar, yakni sekitar Rp 1-2 juta rupiah per hari (Wangkar, 2013: 122).
Secara khusus mengenai media olahraga, sudah banyak sekali situs berita/media
online berbahasa Indonesia yang mengangkat berita olahraga luar negeri. Bahkan
untuk konteks sepakbola, sejumlah klub sepakbola dari Eropa seperti Juventus,
Inter Milan, Arsenal, dan lain lain telah memiliki website resmi dan/atau media
sosial resmi yang berbahasa Indonesia..
Namun begitu konten lokal ini belum digarap secara baik oleh harian
olahraga di Indonesia. Harian harian olahraga di Indonesia lebih sering
menjadikan sepakbola Eropa sebagai berita utama sekaligus konten berita yang
paling dominan.
Padahal tuntutan untuk berita olahraga lokal cukup tinggi. Faktor inilah
yang akhirnya membuat media lokal menggunakannya untuk meraih sebuah
keuntungan. Akhirnya media lokal banyak membuat rubrik olahraga menjadi
rubrik dengan space banyak halaman disertai grafis serta warna-warna yang
menarik. Peranan media lokal dinilai penting dalam memberikan informasi pada
masyarakat termasuk dalam olahraga. Pengambilan isu-isu spesifik di tingkat
lokal memberikan variasi sendiri dan sangat cocok untuk masyarakat yang
memiliki kedekatan geografis serta emosional di daerah tersebut (Pramesti, 2014:
83-86).
Hasil Temuan dan Diskusi
Tantangan Menembus Pasar Lokal bagi Media Cetak Olahraga di Indonesia
Animo masyarakat tentang berita olaharaga lokal, teruama sepakbola,
sangat tinggi. Batasan lokal dalam konteks sepakbola adalah batas geografis.
Keberadaan kompetisi berbasis kedaerahan melahirkan keterbentukan jejaring
pengelola klub, ofisial, pemain, penonton, atas dasar simpul-simpul geografis
(Junaedi, 2014: 10-13).
Bagi masyarakat, berita tentang tim dari kota asal mereka, itu lebih
penting daripada berita mengenai tim tim besar dari kota lain. Sekali pun tim
tersebut tidak berlanga di kompetisi kasta tertinggi, tidak memiliki pemain
bintang, dan minim atau bahkan tidak memiliki prestasi (Anshari & Prastya,
2014).
Tidak mudah bagi media nasional untuk menembus pasar lokal. Bahkan
kompetisi yang terjadi dengan media lokal pun bisa menjurus ke persaingan tidak
sehat (Wangkar, 2013: 108). Harian BOLA mengklaim memiliki brand yang
kuat. Brand Bola memang pemain lama di bisnis media cetak olahraga, karena
sudah terbit sejak 1984 sebagai tabloid. Namun saat menyajikan produk baru
berupa harian, mereka menghadapi tantangan yang besar (Anshari & Prastya,
2014).
Selama terbit, harian BOLA sempat menerbitkan edisi khusus di
Bandung, bernama harian BOLA edisi Bandung. Berita sepakbola lokal
didominasi oleh berita khusus Persib Bandung. Bahkan cover dan headline
adalah mengenai Persib Bandung. Namun saat hal tersebut belum sempat
berlanjut ke kota lain, harian BOLA sudah berhenti terbit.

23

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

Dari segi penyajian harian BOLA juga berbeda dengan tabloid BOLA.
Harian BOLA menyajiakan berita dengan format straight news, menggunakan
kata kata yang ringkas, panjang berita lebih singkat, dan menampilkan lebih
banyak foto, ilustrasi, tabel, serta infografis. Singkatnya, harian BOLA berformat
view paper. Ini berbeda dengan tabloid BOLA yang lebih banyak menyajiakn
berita berupa ulasan, berita yang disajikan juga lebih panjang daripada harian,
dan menggunakan format penulisan news story. Tidak jarang wartawan tabloid
BOLA juga memberikan interpretasinya terhadap fakta yang diberitakan.
Yang menjadi tantangan bagi tabloid BOLA adalah SDM di bagian
redaksi, di mana edisi tabloid dan edisi harian dikerjakan oleh orang yang sama.
Yang membedakan hanyalah posisi-posisi personelnya, misalkan di harian
menjabat sebagai Redaktur namun di tabloid menjabat sebagai reporter begitu
pula sebaliknya. SDM di redaksi BOLA sendiri memiliki basic pola kerja sebagai
tabloid. Meski sama-sama media cetak, namun pola kerja tabloid dan harian tentu
saja berbeda, dan membutuhkan pendekatan yang berbeda.
Kesulitan juga dialami oleh TopSkor. Status sebagai pionir harian
olahraga di Indonesia, tidak membuat mereka bisa dengan mudah menembus
pasar lokal. TopSkor sejauh ini baru bisa menembus pasar di kota Bandung dan
sekitarnya. Sementara di kota lain, Yogyakarta misalkan, TopSkor dijual dengan
harga promosi yakni Rp 2.500,00. Padahal, di header TopSkor tertulis, harga jual
Rp 4.000,00 di luar kawasan Jabodetabek dan Bandung (Anshari & Prastya,
2014)
Sebagian besar dari harian olahraga tersebut merupakan media nasional.
Untuk menembus pasar lokal, mereka menghadapi tantangan besar karena sudah
ada pemain lama, yakni media media lokal. Tentu saja logika penentuan
kelayakan berita, atau nilai berita antara media nasional dan media lokal bakal
berbeda.
Sebagai contoh Jawa Pos, perusahaan media nasional yang memiliki
jaringan kuat di daerah. Namun pembaca akan kesulitan menemukan berita
sepakbola lokal di rubrik olahraga Jawa Pos. Rubrik sepakbola lokal pun
kebanyakan akan dipenuhi berita berita tentang Persebaya Surabaya. Meski klub
tersebut praktis tidak ada aktivitas karena masih bermasalah dengan dualisme
kepemilikan pun, berita tentang Persebaya tak pernah absen, bahkan kadang
menjadi headline di rubrik “Sportainment”, nama rubrik olahraga Jawa Pos. Itu
berarti, pembaca Jawa Pos di kota selain Surabaya, “dipaksa” untuk membaca
berita tentang Persebaya. Seperti dituliskan Wangkar (2013: 109), Jawa Pos
memposisikan diri sebagai “koran nasional yang terbit dari Surabaya”. Hal ini
menunjukkan bahwa Jawa Pos, meski mengklaim diri sebagai koran nasional,
namun tidak dapat melupakan akar mereka yakni Surabaya. Di Jawa Pos,
pemberitaan mengenai sepakbola lokal mereka hadirkan melalui halaman Radar.
Itu pun hanya ketika kompetisi berjalan. Halaman Radar adalah halaman khusus
memuat berita lokal di tempat di mana Jawa Pos terbit. Misalkan di Jawa Pos
yang terbit di Yogyakarta dilengkapi dengan suplemen Radar Jogja, yang terbit
di Solo dilengkapi suplemen Radar Solo, dan sebagainya.

24

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

Satu terobosan dilakukan oleh Tribun Super Ball, yakni dengan
menghadirkan halaman khusus berita sepakbola lokal di mana Tribun Super Ball
tersebut terbit (Pramesti, 2014: 79). Berita tersebut ditempatkan di halaman
belakang. Jadi contohnya, halaman terakhir Tribun Super Ball yang terbit di
kawasan D.I.Yogyakarta akan berisi berita mengenai PSS Sleman, PSIM
Yogyakarta, dan/atau Persiba Bantul; halaman terakhir Tribun Super Ball yang
terbit di kawasan Jawa Tengah akan menyajikan berita mengenai Persis Solo,
PSIS Semarang, PPSM Magelang, dan/atau PSCS Cilacap; dan sebagainya.
Keunggulan Lisensi bagi Pengembangan Bisnis Media Cetak Olahraga
Nasional
Dalam profil perusahaan TopSkor tertulis “...sedang mencari mitra
usaha untuk mengembangkan pasarnya baik dukungan iklan dan distribusi”.
Point menarik kalimat tersebut yakni “mencari mitra usaha untuk
mengembangkan pasar” (http://topskor.co.id//halaman/hal/tentang-kami, diakses
13 November 2015). Bagi harian olahraga nasional, merebut pasar lokal tentu
tidak bisa sendirian. Sendirian artinya membangun kantor biro perwakilan di kota
lain, kemudian mengupayakan Sumber Daya Manusia (SDM) untuk mengelola
kantor biro perwakilan tersebut, mencari iklan sendiri, melakukan riset pasar
secara rutin, dan lain-lain. Aktivitas aktivitas tersebut tentu saja menuntut biaya,
tenaga, dan waktu yang tinggi. Hal tersebut tentu secara bisnis kurang
menguntungkan.
Ketika media nasional memutuskan untuk mengelola media lokal sendiri,
maka tantangan yang dihadapi adalah efisiensi pengelolaan. Salah satu
konsekuensinya adalah standar gaji karyawan sangat rendah, lebih rendah dari
kualifikasi karyawan itu sendiri. Perlu menunggu hingga keuntungan akhir tahun
untuk memperoleh gaji yang minimal sesuai kebutuhan. Bagi perusahaan, butuh
waktu setidaknya lima tahun untuk meraih laba (Wangkar, 2013: 112, 122-123).
Itu sebabnya media nasional membutuhkan mitra, yang dapat
memudahkan kerja dari harian olahraga nasional dari segi SDM, distribusi, iklan,
dan perluasan pasar. Namun kerjasama dengan mitra juga bukan hal yang mudah.
Kerjasama antara Kompas dengan Sriwijaya Post misalkan, diwarnai problem
tentang manajemen SDM dan pengelolaan keuangan. Dalam hal manajemen
SDM, kerjasama itu membuat posisi-posisi penting diisi orang-orang dari
Kompas Gramedia. Dalam pengelolaan keuangan, pihak Kompas Gramedia
berkehendak untuk menangani hal tersebut karena mereka adalah pemegang
saham mayoritas. Kondisi ini membuat pemegang saham lain merasa dirugikan.
Di internal, karyawan pun terpecah. Singkatnya, permasalahan itu berujung pada
konflik (Wijaya, 2013: 170-175).
Bagaimana sistem kemitraan yang efisien? Pemberian lisensi bisa
menjadi salah satu alternatif bagi media cetak nasional yang hendak memperluas
pasar ke berbagai kota di Indonesia. Lisensi adalah salah satu bentuk dari sistem
dari waralaba. Yang membedakan adalah dalam lisensi, pewaralaba (franchisee)
tetap bisa beroperasi dengan namanya sendiri, dan nama pengwaralaba tetap bisa
tampil (Khumarga, 2002: 19). Dalam sistem waralaba, pengwaralaba (franchisor)

25

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

memiliki memiliki akses permodalan untuk berbagi biaya dengan franchisee
dengan resiko yang relatif lebih rendah. Hal ini menguntungkan bagi franchisor
untuk melakukan ekspansi (Sudarmiatin, 2011: 4).
Adanya strategi bisnis lisensi tidak perlu membuat media cetak olahraga
nasional harus mengeluarkan biaya untuk mendirikan biro daerah, atau mengirim
wartawan untuk mencari liputan di daerah secara rutin. Strategi lisensi dapat
menekan biaya operasional dan biaya untuk Sumber Daya Manusia. Dengan
lisensi, berita berita lokal langsung mendapat pasokan dari media lokal yang
menjadi partner. Berita yang dihasilkan dari partner media lokal pun bisa lebih
baik, karena dilakukan oleh para wartawan media lokal tersebut -- yang
asumsinya sudah paham tentang isu isu apa yang menarik untuk dikembangkan.
Keuntungan tak semata diperoleh media cetak olahraga nasional selaku
pemberi lisensi. Bagi media lokal yang menjadi mitra, bisnis lisensi juga
menguntungkan mereka untuk memperoleh berita berita nasional secara
eksklusif. Di samping secara konten, kehadiran lisensi dari media nasional dapat
meningkatkan nama/merk dari media lokal tersebut.
Melalui strategi bisnis lisensi, media cetak olahraga nasional juga tidak
perlu terlalu disibukkan melakukan fungsi pengawasan secara ketat terhadap
partner bisnis, karena perjanjian lisensi tidak harus menuntut hubungan yang erat
dan berkesinambungan dari kedua belah pihak. Relatif longgarnya fungsi
pengawasan, membuat media cetak olahraga nasional selaku pemberi lisensi
dapat menghemat biaya (sebagai perbandingan fungsi pengawasan di bisnis
jaringan media daerah, baca Wangkar, 2013: 111). Lisensor (pemberi lisensi)
jarang meminta ataupun mendapatkan kewenangan pengawasan operasional yang
setingkat dengan kewenangan pengwaralaba (franchisor) (Khumarga, 2002: 20)
Lisensi sebenarnya bukan hal asing dalam media olahraga di Indonesia.
Contohnya majalah Liga Italia yang bekerjasama dengan majalah Football Italia
dan selanjutnya Guerin Sportivo (keduanya dari Italia); Planet Football yang
bekerjasama dengan majalah sepakbola Don Balon (Spanyol) (Hasbi, 2014).
Sebagai catatan, majalah Liga Italia dan Planet Football saat ini sudah tidak
terbit.
Saat ini harian olahraga nasional yang masih melakukan kerjasama
berupa lisensi adalah TopSkor, dengan La Gazzetta dello Sport (Italia) dan
MARCA (Spanyol). Kerjasama ini membuat TopSkor memperoleh berita berita
dan ulasan eksklusif mengenai sepakbola Italia dan Spanyol dari dua mitra kerja
tersebut. Itu sebabnya berita berita tentang Liga Italia, Liga Spanyol, menjadi
menu utama dari TopSkor. Kerjasama lisensi ini membuat TopSkor tidak perlu
menambah sumber daya manusia untuk memperkuat harian mereka, terutama
untuk meng-cover berita berita luar negeri. Wartawan internal TopSkor dapat
fokus untuk berita berita olahraga di Indonesia. Dari sisi ekonomis, hal tersebut
akan meningkatkan keuntungan dalam hal bisnis redaksional (Anshari & Prastya,
2014)
Memang, saat ini adalah era internet. Berita berita olahraga dari luar
negeri bisa dengan mudah diakses oleh media, baik itu yang gratis mau pun
berlangganan. Namun kerjasama lisensi TopSkor ini menghadirkan sentuhan lain

26

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

dalam penyajian berita terutama dari Italia dan Spanyol. Pasalnya, wartawan
olahraga di Eropa pada umumnya tidak sekadar menyajikan fakta, namun juga
memberikan analisis secara mendalam dari berbagai sudut pandang. Dalam
istilah jurnalistik olahraga, mereka adalah pundit. Tentunya analisis ini akan
berbeda jika dibandingkan analisis yang dilakukan oleh wartawan internal
TopSkor, dengan mengandalkan sumber sumber dari internet.
Kelemahan, Hambatan dan Tantangan dalam Strategi Bisnis Lisensi
Secara konseptual, strategi bisnis lisensi menguntungkan. Bagi pemberi
lisensi, mereka akan lebih irit biaya. Namun yang harus diwaspadai adalah
strategi ini juga bukannya tanpa cacat. Data tentang bisnis waralaba dan lisensi di
Indonesia (tahun 2009) menunjukkan rata-rata pertumbuhan bisnis franchise
lokal mencapai 8-9% per tahun, sedangkan franchise asing 12-13% per tahun.
Namun perbedaan tingkat kegagalan dari keduanya sangat mencolok yaitu
sebesar 50-60% untuk franchise lokal dan hanya 2-3% untuk franchise asing. Hal
ini menunjukkan bahwa antusias masyarakat untuk membuka bisnis franchise
belum dibarengi dengan kehati-hatian dan kejelian dalam pengelolaan
(Sudarmiatin, 2011: 4).
Tantangan yang mungkin muncul adalah adanya “jarak” antara harian
olahraga nasional selaku pemberi lisensi dengan harian lokal selaku penerima
lisensi. “Jarak” tersebut muncul dalam hal strategi bisnis, kualitas dari sumber
daya yang dimiliki mencakup: sumber daya manusia, sumber daya teknologi,
metode atau cara dalam bekerja, dan lain-lain. Tantangan lain adalah secara
kultural media nasional masih “enggan” (misal baca Armando, 2011: 166-168)
bekerjasama dengan media lokal karena adanya berbagai perbedaan tersebut.
Selanjutnya adalah
Upaya untuk Memanfaatkan Peluang Lisensi
Meskipun pengawasan tidak terlalu ketat dan tidak perlu mengadakan
SDM, pemberi lisensi hendaknya tetap memberikan dukungan kepada pemegang
lisensi, baik itu di fase awal kerjasama atau pun ketika kerjasama tengah berjalan.
Bentuk bentuk dukungan ini dapat mengadopsi dari sistem waralaba
(Sudarmiatin, 2011: 21-22).
Media cetak olahraga nasional selaku pemberi lisensi perlu juga
memberikan pelatihan bagi sumber daya manusia di redaksi media lokal yang
menjadi mitra. Secara teknik jurnalistik, sebenarnya pelatihan tidak terlalu perlu
dilakukan. Asumsinya, SDM di media lokal yang menjadi mitra sudah
mengetahui teknik dasar jurnalistik.
Namun sebagai bentuk “tanggungjawab” dari media cetak olahraga
nasional terhadap mitra kerjanya, pelatihan teknis juga perlu dilakukan, meski
tidak rutin. Pelatihan ini lebih ke arah bagaimana menyepakati pola kerja
redaksional, mekanisme deadline, pembagian tugas dan kewenangan, ukuran
kualitas berita, dan lain-lain. Selain memuluskan kerja kedua media, dengan
pelatihan ini harapannya media lokal yang menjadi mitra memperoleh tambahan
pengetahuan yang dapat berguna untuk peningkatan kualitas kerja mereka

27

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

nantinya. Dengan adanya peningkatan kualitas kerja, maka otomatis harian
olahraga nasional yang menjadi pemberi lisensi dapat lebih mudah dalam
mengawasi.
Pelatihan juga bisa diperluas ke unit unit organisasi media di luar redaksi,
pelatihan untuk riset pemasaran dan konsumen, pengembangan teknologi
informasi IT, workshop menyusun perencanaan pengembangan bisnis, workshop
pengelolaan komunikasi pemasaran terpadu, dan sebagainya. Bagi media lokal,
ini bermanfaat karena mereka mendapatkan ilmu tambahan tentang pengelolaan
media nasional.
Simpulan
Minat masyarakat terhadap berita olahraga cukup tinggi. Hal ini dapat
dimanfaatkan oleh industri media untuk memperoleh keuntungan finansial.
Melalui pemberitaan mengenai olahraga, perusahaan media punya peluang untuk
meningkatkan jumlah pembaca/penonton.
Peluang tersebut juga dimiliki oleh media cetak. Di waktu lalu, berita
olahraga terbukti sukses menambah jumlah pembaca media cetak. Bagaimana
dengan saat ini? Kemajuan teknologi memungkinkan pembaca/penonton
memperoleh informasi dengan lebih mudah dan murah. Media cetak menghadapi
persaingan sengit terutama dengan media online.
Guna menghadapi tantangan kompetisi tersebut, perusahaan media cetak
memerlukan pendekatan lain dalam kebijakan redaksionalnya yakni dengan
mengangkat berita mengenai olahraga lokal. Konten lokal merupakan peluang,
mengingat kebanyakan pemberitaan didominasi berita tentang kompetisi olahraga
di luar negeri. Meski merupakan favorit pembaca, tetapi apabila terlalu banyak
informasi tentang kompetisi olahraga luar negeri tersebut dapat menimbulkan
kejenuhan. Di sisi lain, berita olahraga lokal pun memiliki peminat yang banyak.
Kebijakan redaksional tersebut tentu harus diiringi dengan strategi bisnis
yang mendukung. Pada umumnya, perusahaan media membuka kantor biro di
kota lain untuk memperluas pasar di kota tersebut. Strategi itu memiliki
kelemahan yakni membutuhkan biaya yang banyak. Guna memperluas pasar
lokal, perusahaan media cetak dapat melakukan bisnis lisensi dengan media di
kota yang tengah dituju. Dengan lisensi, biaya operasional di tingkat lokal dapat
lebih ditekan.
Namun begitu strategi ini juga memiliki sejumlah kelemahan.
Pengalaman membuktikan bahwa kerjasama antar media, tidak selalu
berlangsung dengan lancar. Bahkan beberapa di antaranya berujung konflik.
Tulisan ini berisi mengenai gagasan mengenai penggunaan strategi
lisensi dalam pengembangan bisnis media cetak olahraga di Indonesia. Hal
tersebut menjadikan data dan analisis masih berada pada aspek makro sehingga
memerlukan penelitian lanjutan guna mengonfirmasi gagasan ini. Dua tema besar
mengenai peneltian selanjutnya, yakni mengenai lisensi bagi bisnis media secara
umum dan mengenai manajemen media cetak olahraga.

28

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

Pertama, mengenai lisensi dapat melakukan penelitian tentang praktek
bisnis lisensi di media media yang ada di Indonesia, yang bekerjasama dengan
media lain. Kedua, mengenai manajemen media cetak olahraga, penulis
memberikan saran tentang penelitian mengenai komunikasi pemasaran dalam
meraih pasar dan pengiklan di tingkat lokal, dan riset terhadap pembaca media
cetak olahraga. Riset pembaca tersebut dapat berupa kesadaran merk (brand
awareness) terhadap media olahraga. Tema lain adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pembelian media olahraga.
Daftar Pustaka
Adiprasetyo, Agung. 2007. "Mengapa Bicara Soal "Kematian" Surat Kabar?"
dalam KOMPAS Menulis dari Dalam. (Editor: St. Sularto).Jakarta: Penerbit
Buku Kompas
Anshari, Faridhian & Prastya, Narayana Mahendra. 2014. “Membaca Kompetisi
Surat Kabar Olahraga di Indonesia dengan Pendekatan S-C-P”, prosiding The
1st Indonesia Media Research Award Summit (IMRAS) 2014: Tren Pola
Konsumsi Media di Indonesia (ISBN 978-602-96140-2-2)
Armando, Ade. 2011. Televisi Jakarta di Atas Indonesia: Kisah Kegagalan
Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia. Yogyakarta: Bentang
Hasbi, Sirajudin. 2014. “Jejak Sepakbola di Media”. Pindai Media, 18 November
2014. URL: http://pindai.org/2014/11/18/jejak-sepak-bola-dalam-media/ ,
diakses 30 Oktober 2015
Junaedi, Fajar. 2014. Merayakan Sepakbola: Fans, Identitas, dan Media.
Yogyakarta: Buku Litera
Khumarga, D. 2002. "Penelitian tentang Waralaba Franchise Apakah Merupakan
Salah Satu Bentuk Perjanjian Tertentu yang Diatur dalam KUHP Perdata",
Law
Review,
Vol
II,
No,
1,
Juli.
URL:
http://ojs.uph.edu/index.php/LR/article/download/30/27,
diakses
10
November 2015
Mariatna, Sandy. 2014. “Manajemen Redaksi Media Online: Studi Kasus
Manajemen Redaksi Goal Indonesia sebagai Portal Berita Sepakbola
Berbasis Virtual Management”. Skripsi. Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Nastiti, Aulia Dwi. 2011. Potret Industri Media Massa di Indonesia dalam
Kerangka Analisis Ekonomi Media. Jakarta: Program Studi Komunikasi
Media Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. URL:
http://www.scribd.com/doc/67051026/Potret-Industri-Media-Massa-DiIndonesia-Dalam-Kerangka-Analisis-Ekonomi-Media#scribd , diakses 10
November 2015
Pramesti, Olivia Lewi. 2014. "Olah Raga, Media, dan Audiens: Pespektif Media
Lokal dalam Meliput Isu Olahraga" dalam Sport, Komunikasi dan Audiens:
Arena Olahraga dalam Diskursus Ekonomi-Politik, Bisnis, dan Cultural
Studies. (Editor: Fajar Junaedi, Bonaventura Satya Bharata & Setio Budi
HH). Yogyakarta: Departemen Litbang ASPIKOM

29

International Conference of Communication, Industry, and Community. Bali, 3-4 Maret 2016
ISBN: 978-602-74139-1-7

Rahayu. 2010. "Ekonomi dan Manajemen Media: Perkembangan Kajian,
Otokritik, dan Eksplorasi terhadap Isu Lokalitas" dalam Potret Manajemen
Media di Indonesia. (Editor: Dyah Hayu Rahmitasari). Yogyakarta: Total
Media dan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Siregar, Amir Effendi. 2010. "Kajian dan Posisi Manajemen Media serta Peta
Media di Indonesia" dalam Potret Manajemen Media di Indonesia. (Editor:
Dyah Hayu Rahmitasari). Yogyakarta: Total Media dan Program Studi Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Indonesia
Sudarmiatin. 2011. “Praktik Bisnis Waralaba Franchise di Indonesia, Peluang
Usaha dan Investasi”. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu
Manajemen pada Fakultas Ekonomi. Disampaikan dalam Sidang Terbuka
Senat Universitas Negeri Malang (UM), Tanggal 28 April 2011. URL:
http://library.um.ac.id/images/stories/pidatogurubesar/2011/Praktik%20Bisni
s%20Waralaba%20Franchise%20Di%20Indonesia%20Peluang%20Usaha%2
0Dan%20Investasi.pdf. , diakses 10 November 2015
Supadiyanto. 2013. “Implikasi Teknologi Digital dan Internet (Paperless
Newspaper) pada Industri Media Cetak di Indonesia” , Prosiding Seminar
Nasional:
Menuju
Masyarakat
Madani
URL:
http://dppm.uii.ac.id/dokumen/seminar/2013/G.Supadiyanto.pdf
, diakses
22 Januari 2014
Wangkar, Max. 2013. "Jawa Pos adalah Dahlan Iskan" dalam Dapur Media :
Antologi Liputan Media di Indonesia. (Editor: Basil Tri Haryanto & Fahri
Salam). Jakarta: Pantau
Wijaya, Taufik. 2013. "Baku Hantam Palembang" dalam Dapur Media : Antologi
Liputan Media di Indonesia. (Editor: Basil Tri Haryanto & Fahri Salam).
Jakarta: Pantau

30