UPAYA PROVOS POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA PENEGAKAN KODE ETIK KEPOLISIAN BERDASARKAN PERATURAN KAPOLRI NO.14 TAHUN 2011 (Studi di Polresta Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

UPAYA PROVOS POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA PENEGAKAN KODE ETIK KEPOLISIAN BERDASARKAN

PERATURAN KAPOLRI NO.14 TAHUN 2011 (Studi di Polresta Bandar Lampung)

Oleh IMAM SYAFEI

Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, tidak dapat dilepaskan dari kepolisian.Tugas pokok Polri itu sendiri menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia Pasal 1 ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri, dalam penegakan hukum terhadap Kode etik polisi dilakukan oleh Provost yang merupakan Unit Pelayanan Pengaduan dan penindakan Disiplin (P3D) dalam menangani laporan masyarakat tentang perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dan menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi Kepolisian, yang bernaung langsung dibawah Kapolres, menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi kepolisian. Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah peran provos polresta Bandar lampung dalam rangka penegakan kode etik kepolisian berdasarkan peraturan kapolri no.14 tahun 2011 tentang kode etik kepolisian dan apakah factor penghambat provos polresta Bandar lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian

Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini untuk memberikan petunjuk pada permasalahan yang akan dibahas dapat dipertanggungjawabkan, maka penulis melakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris.Pendekatan normatif adalah dilakukan dengan cara menganalisis dan mempelajari aturan-aturan, teori, definisi, dan bahan-bahan yang ada di perpustakaan beserta literatur-literatur. Pendekatan empiris dapat pula disebut dengan penelitian


(2)

Imam Syafei

lapangan yang dilakukan dengan cara mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupapenilaian, prilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan penegakan kode etik kepolisian

Upaya Provost Polresta Bandar Lampung dalam Rangka Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian adalah meningkatkan pemberian pelayanan prima kepada masyarakat dalam penerimaan dan penyelesaian pengaduan masyarakat terhadap pelanggaran Anggota / PNS Polri, menerima setiap laporan, baik melalui surat, website maupun laporan langsung dan selanjutnya ditindak lanjuti oleh Divpropam Polri beserta jajaran, menyelenggarakan pendataan, pengolahan, pemantauan, pengendalian dan evaluasi terhadap penanganan pengaduan / laporan masyarakat tentang sikap perilaku penyimpangan anggota /PNS Polri, supervisi penyelesaian perkara ke polda-polda yang banyak laporan/komplain dari masyarakat, supervisi pembinaan dan penegakan disiplin Polri/ PNS, menyelenggarakan pembinaan dan pertanggungjawaban Profesi serta penilaian akreditasi penerapan Standar Profesi, menyelenggarakan penegakan kode etik profesi Polri secara profesional, transparan dan akuntabel, menyelenggarakan pembinaan dan pemeliharaan disiplin, tata tertib di lingkungan Polri, menyelenggarakan kegiatan sosialisasi peraturan di bidang propam ke satuan kerja, baik di tingkat Mabes Polri maupun satuan kewilayahan dan mengirim anggota ke daerah-daerah untuk penyelidikan, audit investigasi, pemeriksaan dan pemberkasan terhadap penyimpangan anggota/ PNS Polri;menyelenggarakan Sidang Disiplin dan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri.

Penulis memberikan saran Peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam menegakan kode etik profesi polisi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung diharapkan lebih akuntabel dan tidak memihak sehingga akan dapat meningkat mutu dan citra kepolisian yang semakin baik dan berbagai faktor penghambat Provost Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anggota polisi diharapkan dapat diselesai sehingga menimbulkan kesan keadilan dalam menindak tindak pidana yang dilakukan oleh anggota polisi

Kata Kunci :Upaya Provost Polresta Bandar Lampung, Penegakan, Kode etik Profesi


(3)

UPAYA PROVOS POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA PENEGAKAN KODE ETIK KEPOLISIAN BERDASARKAN

PERATURAN KAPOLRI NO.14 TAHUN 2011 (STUDI DI POLRESTA BANDAR LAMPUNG)

Oleh IMAM SYAFEI

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(4)

UPAYA PROVOS POLRESTA BANDAR LAMPUNG DALAM RANGKA PENEGAKAN KODE ETIK KEPOLISIAN BERDASARKAN

PERATURAN KAPOLRI NO.14 TAHUN 2011 (Studi di Polresta Bandar Lampung)

(Skripsi)

IMAM SYAFEI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan ... 8

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 9

E. Sistematika Penulisan ... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kepolisian ... ... 16

B. Pengertian Etika... 17

C. Hubungan Etika dengan Profesi Hukum ... ... 22

D. Pengertian Kode Etik ... 23

E. Sumpah dan Janji Kepolisian ... . 25

F. Pedoman Pengamalan Kode Etik Polri... 26

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 29

B. Jenis dan Sumber Data ... 29

C. Penentuan Narasumber ... 30


(8)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden ... 33 B. Peran Provos Polresta Bandar lampung dalam Rangka

Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan

Kapolri No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian... 34 C. Faktor Penghambat Provos Polresta Bandar lampung dalam

Menanggulangi Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anggota

Kepolisian... ... 42

V. PENUTUP

A. Simpulan ... ... 50 B. Saran ... ... 52

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Etika profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.1

Kode etik profesi adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan mengikat mereka dalam praktek. Kode etik profesi berisi nilai-nilai etis yang ditetapkan sebagai sarana pembimbing dan pengendali bagaimana seharusnya atau seyogyanya pemegang profesi bertindak atau berperilaku atau berbuat dalam menjalankan profesinya. Nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi adalah nilai-nilai etis.2 Secara implisit Bhayangkara Polri merupakan harapan dan teladan bangsa, ia adalah harapan karena mengemban tugas-tugas untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.

1 Suhrawardi Lubis,etika profesi, Jakarta, gramedia, 1994, hal 6-7

2 H.Pudi Rahardi,Hukum Kepolisian, Profesionalisme dan Reformasi Polri, Surabaya, Laksbang Mediatama, 2007, hal. 146.


(10)

2

Cita-cita dan citra Bhayangkara sebagai harapan dan teladan bangsa bukan suatu predikat yang dengan cuma-cuma diberikan kepada setiap Bhayangkara Polri, namun eksistensinya perlu diproses, aktivitas serta perjuangan yang paling panjang dan membutuhkan banyak pengorbanan. Bhayangkara harapan dan teladan bangsa perlu direalisasikan dalam pelaksanaan tugas sehingga tidak hanya merupakan simbolis semata.

Keamanan suatu negara adalah hal yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.Jika suatu negara berada dalam situasi aman, maka selanjutnya yang didambakan oleh masyarakat dan pemerintah adalah suatu kehidupan yangbahagia, sejahtera, adil dan makmur dari para warga negaranya.Faktor keamanan tersebut merupakan salah satu tanggung jawab dari Polri. Untuk melaksanakan tanggung jawab tersebut seorang anggota kepolisian dituntut untuk bersih dari perbuatan tercela.

Upaya penegakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah, tidak dapat dilepaskan dari kepolisian. Tugas pokok Polri itu sendiri sendiri menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 14 tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia Pasal 1 Ayat (1), Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.


(11)

3

Sebagai bagian dari proses penyelenggara negara, institusi kepolisian pun terikat kepada aturan-aturan hukum dan prosedur-prosedur tertentu, serta dikontrol dan bertanggung jawab kepada hukum. Dalam rangka menciptakan anggota Polri yang bersih dari perbuatantercela, seorang anggota Polri memiliki pedoman bersifat mengikat yang wajib untuk ditaati yang dikenal dengan Peraturan Disiplin Anggota Polri yang diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri. Peraturan disiplin anggota Polri dimaknai sebagai kaidah atau norma yang mengatur dan menjadi pedoman bagi setiapanggota Polri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai Kepolisian Negara.Namun, walaupun peraturan disiplin bagi anggota Polri ini telah diberlakukan, saat ini makin marak kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan oleh Anggota Polri yang sebenarnya mereka adalah pengayom bagi masyarakat.

Struktur sosial masyarakat yang bersifat heterogen jelas mempunyai kepentingan atau

interes yang berlainan sehingga akan mempengaruhi tujuan hukum itu sendiri termasuk pula mempengaruhi tindakan polisi dalam penegakan hukum3. Data yang didapat dari Polresta Bandar Lampung, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat pelanggaran kode etik personil Polri pada tahun 2011-2013 sebanyak 181 kasus, diantaranya sebagai berikut.

3


(12)

4

Tabel 1.1 Pelanggaran Kode Etik personel Polri N

o

Pangkat/NRP & Jabatan

Penghukuman Tanggal

Sidang

Jenis Hukuman

Tanggal Pembebasan

Pasal yang

dilangar

1 Torkis Halomoah

Butar, S.H Brigpol/7812064 Anggota Polsek TKP

S.Kep/03/1/2001 13 Januari 2011

12 Januari 2011

Patus 21 Hari Tunda UKP 1Periode 16 februari 2011

Pasal 5 Huruf A PPRI No 2 Tahun 2003

2 M. Amien Agen

AIPTU/57060777

Skep/05/1/2011 21 Januari 2011

20 Januari Patsus 21 Hari

2 Februari 2011

Pasal 5 huruf 9 PPRI No 2 Tahun 2003

3 Ferizal, SIK Kompol/71801100 7 Skep/04/11/2012 8 Februari 7 Februari 201  Teguran tertulis  Tunda gaji berkala 1periode

Pasal 4 huruf R PPRI No 2 Tahun 2003

4 Denny Gusmaya

Briptu/88010529 Basat Shabara

Skep/38/VIII/2012 2 agustus 2012  Patrus 21 hari  Tunda UKP 1 Periode  Tunda gaji 1 periode 27 agustus-16 agustus 2012

Pasal 5 huruf A PPRI No 2 Tahun 2003

5 Robi Yahyadi

Brigpol/850555 Ba Polsek TKB

Skep/23/V/2013 21 Mei 2013

20 Mei 2013  Petrus

21 Hari  Tunda UKP I periode  Tunda Gaji berkala 1

Pasal 5 huruf A dan C PPRI no 2 Tahun 2003


(13)

5

Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang signifikan baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional.Namun di sisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari penyelenggaraan tugaspokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri seperti penyalahgunaan kekuasaan/wewenang (abuse of power), dan melakukan perbuatan tercela lainnya yang melangggar kaidah-kaidah moral, sosial dan keagamaan.

Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut di atas adalah merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Namun penegakan hukum terhadap peraturan saat ini dirasakan masih jauh dari harapan dan belum mampu secara maksimal memberikan dampak positif bagi perilaku anggota Polri baik dikarenakan proses dari penegakan hukumnya maupun hasil dari penegakan hukum peraturan disiplinnya, antara lain masih terjadi perbedaan persepsi tentang pelaksanaan ketentuan hukum disiplin Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin, meskipun hal tersebut telah diatur baik oleh PP RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri maupun ketentuan acara pelaksanaannya berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/431/IX/2004 tanggal 30 September 2004 tentang tata cara penyelesaian pelanggaran disiplin anggota Polri, serta berdasarkan Keputusan Kapolri No. Pol. : Kep/97/XII/2003 tanggal 31 Desember 2003 tentang organisasi dan tata kerja Divpropram Polri.


(14)

6

Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sebagai pegawai negeri, maka syarat pengangkatan dan pemberhentian anggota Polri terikat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungan institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terkait dengan masalah pemberhentian anggota Polri dari Dinas kepolisian Negara Republik Indonesia, berlaku ketentuan pasal 22 Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011 yang menyatakan :

(1) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH dikenakan melalui sidang KKEP terhadap:

a) Pelanggar yang dengan sengaja melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih dan telah diputus oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan

b) Pelanggar yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf e, huruf g, dan huruf i

(2) Sanksi administratif berupa rekomendasi PTDH sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d, dan huruf f diputuskan melalui sidang KKEP setelah terlebih dahulu dibuktikan pelanggaran pidananya melalui proses peradilan umum sampai dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

Peran Provos sebagai penegak kode etik di lingkungan kepolisian, melalui Unit Pelayanan Pengaduan dan Penindakan Disiplin (P3D) atau yang lebih dikenal dengan Provos ini merupakan sebuah unit yang bernaung langsung di bawah Kapolres. Unit


(15)

7

ini bertugas dan berwenang untuk menangani laporan masyarakat tentang perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota kepolisian.

Selain itu unit ini juga bertugas untuk menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi Kepolisian.4Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Upaya Provos Polresta Bandar Lampung Dalam Rangka Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 (Studi di Polresta Bandar Lampung)”.

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

a. Bagaimanakah upaya provos polresta Bandar lampung dalam rangka penegakan kode etik kepolisian berdasarkan peraturan kapolri no.14 tahun 2011 tentang kode etik kepolisian?

b. Apakah faktor penghambat provos polresta Bandar lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan oleh anggota kepolisian?

2. Ruang Lingkup

Guna menjaga penulisan dari penelitian ini tidak menyimpang dan tetap sesuai dengan permasalahan yang hendak dibahas, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan masalah. Adapun yang menjadi ruang lingkup pembahasan dalam

4


(16)

8

penelitian ini adalah mengenai peran provos dalam rangka penegakan kode etik kepolisian dengan ketentuan undang-undang, teori-teori, ataupun pendapat pakar hukum yang berhubungan dengan masalah-masalah terkait, dengan lokasi penelitian di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.

A. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui bagaimanakah implementasi Kode Etik di Kepolisian Polresta Bandar Lampung.

b. Untuk mengetahui bagaimanakah Peran Provos dalam rangka penegakan kode etik kepolisian.

2. Kegunaan Penulisan a. Secara teoritis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan hukum pidana, khususnya mengenai penanganan terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana selain itu juga untuk memberikan wawasan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan kode etik kepolisan Republik Indonesia.

b. Secara Praktis

1. Bagi Penulis : Penelitian ini dapat memperluas penerapan kode etik ilmu yang didapat selama perkuliahan, serta menambah wacana ilmu hukum pidana tentang penegakan kode etik kepolisian terhadap anggota kepolisian yang melakukan tindak pidana.


(17)

9

2. Bagi Kepolisian : Khususnya bagi Kepolisian Daerah Polresta Bandar Lampung, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam hal penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana sehingga dapat lebih meningkatkan profesionalisme para anggotanya. 3. Bagi Masyarakat : Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan

masyarakat tentang upaya yang dilakukan oleh Polresta Bandar Lampung dalam penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana, sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam penanganan terhadap anggota Kepolisian yang melakukan tindak pidana.

B. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah merupakan konsep-konsep sebenarnya dan abstrak hasil dari pemikiran yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi-dimensi sosial yang relevan oleh peneliti atau penulis.5

landasan teori yang dapat dijadikan dasar penulis yaitu Teori sistem hukum Friedman menurut Lawrence Meir Friedman, yang merupakan seorang ahli sosiologi hukum dari Standford University, ada tiga elemen utama dari sistem hukum (legal system), yaitu:6

1. Struktur Hukum ( Legal structure) 2. Isi Hukum ( Legal Subtance)

5

Soerjono Soekanto, Dasar-dasar hukum pidana, Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1985 hal. 125

6http://scribd.com/doc/132230281/Teori-Sistem-Hukum-Friedman.html diakses hari kamis tanggal


(18)

10

3.Budaya Hukum (Legal Culture)

Pertama, isi hukum (legal substance), dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem substansial yang menentukan bisa tidaknya hukum itu dilaksanakan.7 Substansi juga berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada dalam sistem hukum yang mencakup keputusan yang mereka keluarkan, aturan baru yang mereka susun.Substansi juga mencakup hukum yang hidup (living law), bukan hanya aturan yang ada dalam kitab undang-undang (law books), dikatakan hukum adalah peraturan-peraturan yang tertulis sedangkan peraturan-peraturan yang tidak tertulis bukan dinyatakan hukum. Sistem ini mempengaruhi sistem hukum di Indonesia.Salah satu pengaruhnya adalah adanya asas Legalitas dalam KUHP. Dalam

pasal 1 KUHP ditentukan “tidak ada suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum jika tidak ada aturan yang mengaturnya”. Sehingga bisa atau tidaknya suatu perbuatan dikenakan sanksi hukum apabila perbuatan tersebut telah mendapat pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan.

Kedua, struktur hukum/Pranata Hukum dalam teori Lawrence Meir Friedman hal ini disebut sebagai sistem Struktural yang menentukan bisa atau tidaknya hukum itu dilaksanakan dengan baik. Struktur hukum berdasarkan UU No. 8 tahun 1981 meliputi mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan dan Badan Pelaksana Pidana (lapas). Kewenangan lembaga penegak hukum dijamin oleh undang-undang. Sehingga dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain. Terdapat istilah yang menyatakan

7


(19)

11

fiat justicia et pereat mundus” meskipun dunia ini runtuh hukum harus

ditegakan.Hukum tidak dapat berjalan atau tegak bila tidak ada aparat penegak hukum yang kredibilitas, kompoten dan independen. Seberapa bagus nya suatu peraturan perundang-perundangan bila tidak didukung dengan aparat penegak hukum yang baik maka keadilan hanya angan-angan

Ketiga budaya hukum, Kultur hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Budaya hukum erat kaitannya dengan kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan tercipta budaya hukum yang baik dan dapat merubah pola pikir masyarakat mengenai hukum selama ini. Secara sederhana, tingkat kepatuhan masyarakat terhadap hukum merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum.

Hubungan antara tiga unsur sistem hukum itu sendiri tak berdaya, seperti pekerjaan mekanik. Struktur diibaratkan seperti mesin, substansi adalah apa yang dikerjakan dan dihasilkan oleh mesin, sedangkan kultur hukum adalah apa saja atau siapa saja yang memutuskan untuk menghidupkan dan mematikan mesin itu, serta memutuskan bagaimana mesin itu digunakan. Dikaitkan dengan sistem hukum di Indonesia, teori Friedman tersebut dapat kita jadikan patokan dalam mengukur proses penegakan hukum di Indonesia. Polisi adalah bagian dari struktur bersama dengan Jaksa, Hakim, Advokat, dan Lembaga Pemasyarakatan. Polisi adalah aparat penegak hukum, tetapi


(20)

12

dalam kenyataan yang terjadi ada sebagian anggota itu bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi Kepolisan atau dalam arti kata ada sebagian Polisi melakukan pelanggaran terhadap kode etik profesi Kepolisian.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri, upaya penegakan disiplin dan kode etik Kepolisian sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri (Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidak disiplinan dan ketidak profesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, disahkan di Jakarta pada tanggal 8 Januari 2002, diundangkan pada tanggal 8 Januari 2002 dalam Lembaran Negara No, 2 tahun 2002, tambahan Lembaran Negara No. 4168. Menurut Undang-undang tersebut tentang kode Etika Profesi, Pasal13 ayat (1)

menyatakan: “Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat diberhentikan

tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Republik Indonesia karena melanggar sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik

Indonesia.” Selanjutnya dalam Pasal 1 Undang-undang No. 2 tahun 2002 berbunyi: Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


(21)

13

Ketentuan mengenai Kode Etik Profesi Polri sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2011, merupakan kaidah moral dengan harapan tumbuhnya komitmen yang tinggi bagi seluruh anggota Polri agar menaati dan melaksanakan (mengamalkan) Kode Etik Profesi Polri dalam segala kehidupan, yaitu dalam pelaksanaan tugas, dalam kehidupan sehari-hari dan dalam pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara, istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami skripsi ini.

2. Konseptual

Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep yang merupakan kumpulan arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang ingin atau akan diteliti. Untuk menghindari kesalah pahaman tentang pokok permasalahan pembahasan dalam skripsi ini, maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

a. Upaya adalah unit usaha untuk melakukan sesuatu setelah adanya peristiwa b. Provos adalah Unit Pelayanan Pengaduan dan penindakan Disiplin (P3D)

atauyang lebih dikenal dengan Provos dalam menangani laporan masyarkat tentang perilaku atau pelanggaran yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dan menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi Kepolisian, yang


(22)

14

bernaung langsung dibawah Kapolres, menegakkan peraturan disiplin yang ada dalam institusi kepolisian.8

c. Kode etik adalah pola aturan, tata cara, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan

Kode etik Kepolisian adalah norma tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban umum dan kemanan masyarakat.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika disusun agar penulis dan pihak lain dapat dengan mudah memahami skripsi ini adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Bab ini terdiri atas pendahuluan yang memuat latar belakang masalah penulisan skripsi ini, tujuan dan kegunaan penelitian. Bab ini juga memuat kerangka teoritis dan kerangka konseptual

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini merupakan tinjauan pustaka yang berisi pemahaman dan pengertian umum mengenai penegakan kode etik, tindak pidana, faktor penghambat penegakan kode etik, peraturan kepala Kepolisian Republik Indonesia berkaitan dengan peran provos dalam penegakan kode etik.

8http://Polsek Wonosobo.wordpress.com/pelayanan-Polri.html diakses hari kamis 10 Oktober 2013


(23)

15

III. METODELOGI PENELITIAN

Berisikan tentang pendekatan masalah, sumber dan jenis data, prosedur pengumpulan dan pengelolahan data dan analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisikan tentang pembahasan yang mengemukakan hasil penelitian mengenai penegakan kode etik kepolisian dan faktor-faktor penghambat dalam rangka penegakan kode etik dalam kepolisian.

V. PENUTUP


(24)

II.TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kepolisian

Kepolisian pada hakikatnya adalah suatu lembaga dan fungsi pemerintahan yang bergerak dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebagai suatu lembaga atau organisasi kepolisian memiliki tugas dan wewenang yakni memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, lembaga atau organisasi Kepolisian ini mencakup personil kepolisian. Dimana dalam menjalankan tugasnya, personil kepolisian ini harus patuh terhadap norma atau kaidah yang mengatur tentang bagaimana seharusnya sikap yang dilakukan sebagai seorang personil kepolisian.9

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian menjelaskan tentang tugas pokok kepolisian, salah satu diantarnya yaitu pihak kepolisian melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua kasus tindak pidana. Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian menyebutkan bahwa tugas pokok kepolisian NegaraRepubik.

9


(25)

17

Undang-undang kepolisian juga ditegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanankepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.Menurut Undang-Undang alat Negara yangmenjaga keamanan, ketertiban masyarakat, melindungi, mengayomi,melayani masyarakat serta menegakkan hukum.

B. Pengertian Etika

Kata etika berasal dari bahasa Yunani, “ethos” (bentuk tunggal) yang berarti tempat tinggal, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya ta etha yang berarti adat istiadat.10Arti kata yang terakhir inilah yang menjadi latar belakang terbentuknya istilah etika. Oleh filsuf Yunani, Aristoteles (384-322 SM), etika digunakan untuk menunjukan filsafat moral yang menjelaskan fakta moral tentang nilai dan norma, perintah, tindakan kebajikan, dan suara hati.

Bentuk kata etika dan etiket dalam bahasa Inggris berbeda, kata ethic berpadanan dengan kata etika, yang berarti sistem prinsip moral bagi perilaku manusia. Etika berkaitan dengan nilai dan norma moral bagi penilaian (baik atau buruk) terhadap suatu perbuatan manusia sebagai manusia.

Sedangkan padanan kata etiquette adalah etiket, yang berarti aturan-aturan kesopanan atau tata karma bagi perilaku manusia dalam pergaulan bermasyarakat atau di antara anggota-anggota suatu profesi. Etiket berkenaan dengan cara bersopan santun dalam

10


(26)

18

pergaulan.11 Dr. James J. Spillane Sj. Mengungkapkan bahwa etika atau ethics

memperhatikan atau mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan keputusan moral. Etika mengarahkan atau menghubungkan penggunaan akal budi

individual dengan objektivitas untuk menentukan “kebenaran” atau “kesalahan” dan

tingkah laku seseorang terhadap orang lain12.

Pengertian etimologis itu, etika dan etiket memiliki persamaan, namun juga perbedaan.Persamaaannya terletak pada objek persoalan, yaitu tentang perilaku manusia. Kedua istilah sama-sama berupaya mengatur perilaku manusia secara normatif, yakni memberi norma pada tingkah laku manusia sehingga dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1988) memberikan 2 (dua) arti yang cukup lengkap tentang etika, yakni :

a) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)

b) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, c.nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh satu golongan atau masyarakat umum.13

Etika dibedakan atas etika deskriptif, etika normatif, dan metaetika.14Etika deskriptif hanya melukiskan tingkah laku moral dalam adat kebiasaan, kebudayaan, atau pada

11A.S. Hornby. Oxford Advanced Learner‟s Dictionary, London Oxford University Press, 1995, hal. 393 12 Budi Susanto, Etika Profesi Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1992, hal.1

13Dikutip dari K. Bertens, op, cit., hal. 5-6.


(27)

19

individu tertentu. Etika deskriptif tidak memberikan penilaian moral atas tingkah laku tersebut.Sedangkan etika normatif memberikan penilaian atau evaluasi kritis berdasarkan norma-norma moral terhadap tingkah laku seseorang.Etika normatif merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat digunakan dalam praksis hidup.

Etika normatif adalah sistem-sistem nilai dan norma moral yang memberikan petunjuk atau tuntunan dalam melakukan perbuatan yang menyangkut baik dan buruk, benar dan salah.

1. Etika Deskriptif, ialah etika yang berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk mengambil keputusan tentang prilaku atau sikap yang mau diambil.

2. Etika Normatif, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan yang akan diputuskan.

Etika normatif dibagi lagi menjadi etika umum dan etika khusus.Etika khusus selanjutnya dibedakan lagi menjadi etika individual dan etika sosial.

a. Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.

b. Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.


(28)

20

Perbedaan etika umum dan etika khusus ini dipopulerkan oleh Magnis Suseno dengan istilah etika deskriptif. Magnis Suseno menjelaskan bahwa etika umum membahas tentang prinsip-prinsip dasar dari moral, seperti tentang pengertian etika, fungsi etika, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan peranan suara hati.Dilain pihak, etika khusus menerapkan prinsip-prinsip dasar dari moral itu pada masing-masing bidang kehidupan manusia. Adapun etika khusus yang individual memuat kewajiban manusia terhadap diri sendiri sedangkan etika sosial membicarakan tentang kewajiban manusia sebagai anggota umat manusia. Telah jelas, etika yang berlandaskan pada nilai-nilai moral kehidupan manusia, sangat berbeda dengan hukum yang bertolak dari salah benar, adil atau tidak adil. Hukum merupakan instrumen eksternal sementara moral adalah instrumen internal yang menyangkut

sikap pribadi, disiplin pribadi yang oleh karena itu etika disebut juga “disciplinary rule

Etika secara uumum dapat dibagi menjadi :

a. Etika Umum, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana manusia bertindak secara etis bagaimana manusia mengambil keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat di analogikan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai pengertian umum dan teori-teori.

b. Etika Khusus, merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. Penerapan ini bisa berwujud :


(29)

21

Bagaimana saya mengambil keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan prinsip-prinsip moral dasar. Namun, penerapan itu dapat juga berwujud : Bagaimana saya menilai perilaku saya dan orang lain dalam bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilator belakangi oleh kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : Cara bagaimana manusia mengambil suatu keputusan atau tidakan, dan teori serta prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.

Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengann konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

Etika akan memberikan semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia didalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian diwujudkan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip prinsip moral yang ada pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode etik.

Etika adalah refleksi dari apa yang disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu sendiri. Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat, apabila dalam diri para elit professional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat


(30)

22

mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

C. Hubungan Etika Dengan Profesi Hukum

Hubungan etika dengan profesi hukum, bahwa etika profesi adalah sebagai sikap hidup yang mana berupa kesediaan untuk memberikan pelayanan professional dibidang hukum terhadap masyarakat dengan keterlibatan penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas yang berupa kewajiban terhadap masyarakat yang membutuhkan pelayanan hukum dengan disertai refleksi yang seksama, dan oleh karena itulah di dalam melaksanakan profesi terdapat kaidah-kaidah pokok berupa etika profesi15 yaitu sebagai berikut :

1. Profesi harus dipandang dan dihayati sebagai suatu pelayanan karena itu, maka sifat tanpa pamrih (disintrestednes) menjadi cirri khas dalam mengembangkan

profesi. Yang dimaksud dengan „tanpa pamrih” di sini adalah bahwa

pertimbangan yang menentukan dalam pengambilan keputusan adalah kepentingan pasien atau klien dan kepentingan umum, dan bukan kepentingan sendiri (pengembangan profesi). Jika sifat tanpa pamrih itu diabaikan, maka pengembangan profesi akan mengarah pada pemanfaatan (yang dapat menjurus kepada penyalahgunaan) sesama manusia yang sedang mengalami kesulitan atau kesusahan.

15


(31)

23

2. Pelayanan professional dalam mendahulukan kepentingan pasien atau klien mengacu kepada kepentingan atau nilai-nilai luhur sebagai norma kritik yang memotivasi sikap dan tindakan.

3. Pengemban profesi harus selalu berorientasi pada masyarakat sebagai keseluruhan.

4. Agar persaingan dalam pelayanan berlangsung secara sehat sehingga dapat menjamin mutu dan peningkatan mutu pengemban profesi, maka pengembangan profesi harus bersemangat solidaritas antar sesame rekan se-profesi.

D. Kode Etik Profesi

Profesi adalah suatu moral community (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan nilai bersama.16 Mereka yang membentuk suatu profesi disatukan juga karena latar belakang pendidikan yang sama dan bersama-sama memiliki keahlian yang tertutup bagi orang lain, dengan demikian profesi menjadi suatu kelompok yang mempunyai kekuasaan tersendiri dan arena itu mempunyai tanggung jawab khusus.

Kode etik adalah nilai-nilai dan norma-norma moral yang wajib diperhatikan dan dijalankan oleh professional hukum. Kode etik berisikan daftar kewajiban khusus bagi setiap anggota profesi hukum untuk mengatur tingkah lakunya dalam masyarakat dan diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh anggota profesi hukum. Karenanya, mengikat para pelaku profesi hukum agar senantiasa menaaati kode etik tersebut.

16

Paul F.Camenishch, Grounding Professional Ethics in a Pluralistic Society, New York, Haven Publication, 1983, hal.48


(32)

24

Kode etik adalah sebuah kompas yang menunjuk arah moral bagi professional hukum dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi hukum di mata masyarakat.Dengan demikian, kode etik profesi hukum merupakan self regulation (pengaturan diri) bagi professional hukum dengan tujuan untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis.Untuk itu pelaksanaan kode etik ini mesti diawasi terus menerus.17

Kode etik profesi merupakan norma yang ditetapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau member petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus menjamin mutu moral profesi itu di mata masyarakat. Apabila suatu anggota kelompok profesi itu berbuat menyimpang dari kode etiknya, maka kelompok profesi itu akan tercemar di mata masyarakat. Oleh karena itu, kelompok profesi harus menyelesaikannya berdasarkan kekuasaannya sendiri18.

E. Fungsi Kode Etik Profesi

Tiga alasan kode etik profesi itu perlu dirumuskan secara tertulis19, yaitu : 1. Sebagai sarana control social.

2. Sebagai pencegah campur tangan pihak lain. 3. Sebagai pencegah kesalahpahaman dan konflik.

Dengan demikian Kode Etik dalam sebuah profesi berhubungan erat dengan nilai sosial manusia yang dibatasi oleh norma-norma yang mengatur sikap dan tingkah

17K.Bertens, Etika., Jakarta, Gramedia Pustaka Utama, 1997, hal. 279-283; Jenny Teichman, Etika Sosial,

Yogyakarta, Kanisius, 1998, hal. 119-132.

18 Bertens, Etika Profesi Hukum, Bandung, PT Citra Aditya Bakti, 1997, hal. 77 19 Sumaryono, Etika Profesi Hukum, Bandung , PT Citra Aditya Bakti, 1995, hal. 78


(33)

25

laku manusia itu sendiri, agar terjadi keseimbangan kepentingan masing-masing di dalam masyarakat. Jadi norma adalah aturan atau kaidah yang dipakai untuk menilai sesuatu. Paling sedikit ada tiga macam norma sosial yang menjadi pedoman bagi manusia untuk berperilaku dalam masyarakat, yaitu norma kesopanan atau etiket, norma hukum dan norma moral atau etika. Etika atau sopan santun, mengandung norma yang mengatakan apa yang harus kita lakukan.Selain itu baik etika maupun etiket mengatur perilaku manusia secara normatif, artinya memberi norma bagi perilaku manusia. Dengan demikian keduanya menyatakan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak harus dilakukan.20

F. Sumpah dan Janji Kepolisian

Bakti kepada nusa dan bangsa selaku anggota POLRI insane Rastra Sewakottama menjunjung tinggi dan mengamankan serta mengamalkan Pancasilla dan Undang-Undang Dasar 1945, dengan membela tanah air, menegakkan hukum, melindungi, mengayomi dan membimbing masyarakat berdasarkan tekad juang pantang menyerah dan pengabdian luhur. Dharma saya kepada negara dan masyarakat selaku anggota Polri insane Nagara Yanotama, menjamin ketentraman umum bagi terwujudnya kesejahteraan masyarakat dengan penuh kepercayaan diri, rasa tanggung jawab, disiplin, peka dan tanggap dalam tugas, berdasarkan semangat persatuan dan kesatuan serta ketauladanan.

20

Biniziad Kadafi, et al., Op. Cit., hal. 252-253, mengutip K. Bertens, Etika, cet. V, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000, hal.280-281


(34)

26

Saya selaku anggota Polri insane Yana Anucacana Dharma, selalu waspada dan samapta menghadapi segala kemungkinan, mampu mengendalikan diri, tidak mengenal berhenti dalam memberantas kejahatan, meningkatkan peran serta masyarakat dalam rangka stabilitas kamtibmas dan kemanunggalan Polri-rakyat bagi suksesnya pembangunan nasional sesuai dengan amanat penderitaan rakyat. Setiap saat saya siap sedia dan sanggup melaksanakan bhakti dharma waspada sesuai tuntunan hati nurani berdasarkan petunjuk Tuhan Yang Maha Esa.

G. Pedoman Pengamalan Kode Etik Polri 1. Setiap anggota Polri insan Rastra Sewakottama.

a. Mengabdi kepada nusa dan bangsa dengan penuh ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Berbakti demi keagungan nusa dan bangsa yang bersendikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sebagai kehormatan yang tertinggi.

c. Membela tanah air, mengamankan dan mengamalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dengan tekad yang pantang menyerah.

d. Menegakkan Hukum dan menghormati kaidah-kaidah yang hidup dalam masyarakat secara adil dan bijaksana.

e. Melindungi, mengayomi serta membimbing masyarakat sebagai wujud panggilan tugas pengabdian yang luhur.


(35)

27

a. Berdharma untuk menjamin ketentraman umum bersama-sama warga masyarakat membina ketertiban dan keamanan demi terwujudnya kegairahan kerja dan kesejahteraan lahir batin.

b. Menampilkan dirinya sebagai warga Negara yang berwibawa dan dicintai oleh sesama warga Negara.

c. Bersikap disiplin, percaya diri, tanggung jawab, penuh keikhlasan dalam tugas kesungguhan serta selalu menyadari bahwa dirinya adalah warga masyarakat di tengah-tengah masyarakat.

d. Selalu peka dalam tugas, mengembangkan kemampuan dirinya, menilai tinggi mutu kerja penuh kearifan dan efisien serta menempatkan kepentingan tugas secara wajar di atas kepentingan pribadinya.

e. Memupuk rasa persatuan, kesatuan dan kebersamaan serta kesetiakawanan dalam lingkungan tugasnya maupun dalam lingkungan masyarakat.

f. Menjauhkan diri dari sikap dan perbuatan tercela serta memelopori setiap tindakan mengatasi kesulitan-kesulitan masyarakat sekelilingnya.

3. Setiap anggota Polri insane Anucacana Dharma :

a. Selalu waspada, siap sedia dan sanggup menghadapi setiap kemungkinan dalam tugasnya.

b. Mampu mengendalikan diri dari perbuatan-perbuatan penyalahgunaan wewenang.

c. Tidak mengenal berhenti dalam memberantas kejahatan dan mendahulukan cara-cara pencegahan daripada penindakan secara hukum.


(36)

28

d. Memelihara dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam upaya memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat.

e. Bersama-sama segenap komponen kekuatan pertahanan keamanan lainnya dan peran serta masyarakat, memelihara dan meningkatkan kemanunggalan Polri-rakyat.

f. Meletakkan setiap langkah tugas sebagai bagian dari pencapaian tujuan pembangunan nasional sesuai amanat penderitaan rakyat.


(37)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Penelitian bukan merupakan suatu kegiatan, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisanya.21Pendekatan masalah yang digunakan untuk memberikan petunjuk pada permasalahan yang akan dibahas dapat dipertanggung jawabkan, maka penulis melakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris.Pendekatan normatif adalah dilakukan dengan cara menganalisis dan mempelajari aturan-aturan, teori, definisi, dan bahan-bahan yang ada di perpustakaan beserta literatur-literatur. Pendekatan empiris dapat pula disebut dengan penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara mempelajari hukum dalam kenyataan baik berupa penilaian, prilaku, pendapat, sikap yang berkaitan dengan penegakan kode etik kepolisian.

B. Sumber dan Jenis Data

Sesuai dengan pendekatan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka dapat ditentukan jenis dan sumber data pada penelitian ini adalah :

21


(38)

30

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. 1. Data Primer adalah data yang didapat langsung dari lapangan pada saat penelitian

yang dilakukan di Polresta Bandar Lampung.

2. Data Sekunder merupakan data yang diambil dari studi kepustakaan, yang terdiri dari :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahanhukum yang mengikat, meliputi kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011, Peraturanpemerintah No.2 Tahun 2003 tentang DisiplinPolri. b. Bahan hukum sekunder, bahan yang diperoleh melalui studi kepustakaan dan

data telaah dari beberapa tulisan kritis dan artikel hukum yang sangat update

antara lain jurnal, hasil karya ilmiah, buku-buku, literatur, artikel koran c. Bahan hukum Tersier, meliputi bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum sekunder yang terdiri dari kamus bahasa Indonesia dan kamus hukum.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah seseorang yang memberikan informasi yang diinginkan dan dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan. Pada penelitian ini penentuan narasumber hanya dibatasi pada:

1. Provos Polresta Bandar Lampung = 2 Orang 2. Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unila = 1 Orang+


(39)

31

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengelahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dalam prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu dengan studi kepustakaan (Library Research) yang penulis lakukan dengan cara membaca dan mencatat buku-buku penunjang teori peraturan perundang-undangan serta bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan pokok bahasan yang akan dibahas.

b. Pengumpulan Data Primer

Yaitu dengan studi lapangan (Field Research) yakni dengan cara mengadakan studi pada masyarakat yang ada kaitannya dengan penelitian. Dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut ;

1. Observasi (Pengamatan)

Penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

2. Dokumentasi

Mencatat dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Interview (Wawancara)

Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan objek penelitian atau pihak yang terlibat dalam penelitian ini.


(40)

32

2. Pengolahan Data

Selanjutnya data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan dilakukan pengelompokkan. Data yang terkumpul yang telah dilakukan pengelompokkan tersebut menurut jenisnya selanjutnya dilakukan analisis data. Pengolahan data meliputi :

a. Editing

Data yang masuk (Raw Data) perlu diperiksa apakah terdapat kekeliruan-kekeliruan dalam pengisianya dalam pengisiannya barangkali ada yang tidak lengkap,palsu,tidak sesuai sebagainya. Pekerjaan mengoreksi atau melakukan pengecekan in di sebut dengan Editing yang dapat di lakukan di tempat penelitian (Field Editing). Dengan demikian di harapkan akan memperoleh data yang akurat,dan dapat di pertanggung jawabkan.

b. Klasifikasi Data

Klasifikasi Data dilakukan dengan cara menggolongkan data yang di peroleh berdasarkan kategorinya atau jenis-jenisnya tertentu.

c. Analisa data

Berbagai data yang diperoleh oleh penulis akan dituangkan dalam tulisan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selain itu penulis berharap dapat menggambarkan pendapat para ahli atau pakar hukum, maupun referensi-referensi berupa tulisan-tulisan atau kritikan-kritikan hukum yang telah dikumpulkan. Dari semua hasil yang diperoleh oleh diharapkan dapat diambil kesimpulan atau jawaban guna menjawab permasalahan yang diteliti oleh penulis.


(41)

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam Rangka Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian adalah Dapat dilihat bahwa provos polresta Bandar lampung menyelenggarakan fungsi pelayanan terhadap pengaduan/laporan masyarakat tentang sikap perilaku dan penyimpangan anggota/PNS Polri. Hal ini dilakukan untuk menyelenggarakan pengamanan Internal, meliputi Pengamanan Personil Materil, Kegiatan dan Bahan Keterangan di lingkungan Polri termasuk penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas Polri. Kemudian agar penegakkan hukum dapat berjalan secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat akan kinerja dan profesionalisme demi tercapainya keadailan dan ketertiban.

2. Faktor utama Penghambat Provos Polresta Bandar lampung dalam Menanggulangi Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anggota Kepolisian adalah faktor hukum dan aparat penegak hukumnya sendiri. Dari segi hukum peraturan kapolri No 14 Tahun 2011 dirasa kurang kuat untuk mengatur kode ekit


(42)

52

kepolisian karena tidak ada penjelasan sama sekali, Seperti contoh Pasal 15 Paragraf 3 tentang Etika Kemasyarakatan dalam hal ini seorang polisi dilarang mencari cari kesalahan dalam masyarakat hal ini dapat menimbulkan penafsiran lain seolah terkesan polisi dilarang mencari alat bukti guna untuk mendapatkan kebenaran. Kemudian dari segi aparat penegak hukum yaitu adanya kekurangan personil, dimana jumlah personil Provost Polresta Bandar Lampung tidak seimbang dengan jumlah dan kompleksitas permasalahan personil Polresta Bandar Lampung. sehingga penangan terhadapap kode etik profesi pun terhambat karena seluruh wilayah lampung menjadi tanggung jawab Provost Polresta Bandar Lampung.

B. Saran

1. Peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam menegakan kode etik profesi polisi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung diharapkan lebih akuntabel dan tidak memihak sehingga akan dapat meningkat mutu dan citra kepolisian yang semakin baik.

2. Sangatlah perlu untuk semakin meningkatkan penegakan hukum terkait disiplin dalam kode etik profesi Kepolisian, meskipun dalam praktik penegakannya masih banyak hambatan tapi diharapkan kesiapan dan kematangan Provost Polresta Bandar Lampung dapat menyelesaikan berbagai permasalahan atau hambatan dalam hal mengupayakan peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan polisi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Atmasasmita, Romli, 2001, ReformasiHukum, Hak Asasi Manusia&Penegakan

Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Governance MelayaniPublik, GadjahMada University, Yogyakarta

Gajabla,Sidi, 1998, Sistematika filsafat, PT Grafika, Jakarta

Ibrahim, Johnny, 2006, Teoridan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,

Bayumedia Publishing, Surabaya

Ismail, Chairudin 2008, Kepolisian Sipil Sebagai Paradigma Baru Polri,Raja Grafika, Jakarta

Kanter, E, Y. 2001 Etika Profesi Hukum,Storia Grafika, Jakarta

K. Lubis, 2008, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Kieser, 1986, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Muhammad, Abdulkadir, 2006, Etika Profesi Hukum, PT Citra AdityaBakti, Bandung Rahardi Pudi, 2002, HukumKepolisian, Profesionalis dan ReformasiPolri, Laksbang

Mediatama, Medan

Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo, Yogyakarta Soekanto, Soerjono, 1985, dasar-dasar hukum pidana, Universitas Indonesia Press,

Jakarta

Soerodibroto, Soenarto, 2003, KUHP & KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta


(44)

Tuesang,Harie, 2009, Upaya penegakan Hukum dalam Era Reformasi, RestuAgung, Jakarta

SumberdariUndangUndang

Undang-UndangNomor 2 Tahun 2002 TentangKepolisian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 tentangPenegakanKodeEtik

Sumberdari Internet Http://ashibly.blogspot.com

Http://polsekwonosbo.wordpress.com Http://rumputekki.wordpress.com


(1)

31

D. Prosedur Pengumpulan Data dan Pengelahan Data 1. Prosedur Pengumpulan Data

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, maka dalam prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara:

a. Pengumpulan Data Sekunder

Yaitu dengan studi kepustakaan (Library Research) yang penulis lakukan dengan cara membaca dan mencatat buku-buku penunjang teori peraturan perundang-undangan serta bacaan lainnya yang ada kaitannya dengan pokok bahasan yang akan dibahas.

b. Pengumpulan Data Primer

Yaitu dengan studi lapangan (Field Research) yakni dengan cara mengadakan studi pada masyarakat yang ada kaitannya dengan penelitian. Dengan menggunakan teknik-teknik pengumpulan data sebagai berikut ;

1. Observasi (Pengamatan)

Penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan langsung terhadap objek penelitian.

2. Dokumentasi

Mencatat dokumen-dokumen dan arsip-arsip yang berkaitan dengan objek penelitian.

3. Interview (Wawancara)

Mengadakan tanya jawab secara langsung dengan objek penelitian atau pihak yang terlibat dalam penelitian ini.


(2)

32

2. Pengolahan Data

Selanjutnya data yang diperoleh baik dari studi kepustakaan maupun studi lapangan dilakukan pengelompokkan. Data yang terkumpul yang telah dilakukan pengelompokkan tersebut menurut jenisnya selanjutnya dilakukan analisis data. Pengolahan data meliputi :

a. Editing

Data yang masuk (Raw Data) perlu diperiksa apakah terdapat kekeliruan-kekeliruan dalam pengisianya dalam pengisiannya barangkali ada yang tidak lengkap,palsu,tidak sesuai sebagainya. Pekerjaan mengoreksi atau melakukan pengecekan in di sebut dengan Editing yang dapat di lakukan di tempat penelitian (Field Editing). Dengan demikian di harapkan akan memperoleh data yang akurat,dan dapat di pertanggung jawabkan.

b. Klasifikasi Data

Klasifikasi Data dilakukan dengan cara menggolongkan data yang di peroleh berdasarkan kategorinya atau jenis-jenisnya tertentu.

c. Analisa data

Berbagai data yang diperoleh oleh penulis akan dituangkan dalam tulisan ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Selain itu penulis berharap dapat menggambarkan pendapat para ahli atau pakar hukum, maupun referensi-referensi berupa tulisan-tulisan atau kritikan-kritikan hukum yang telah dikumpulkan. Dari semua hasil yang diperoleh oleh diharapkan dapat diambil kesimpulan atau jawaban guna menjawab permasalahan yang diteliti oleh penulis.


(3)

V. PENUTUP

A. Simpulan

1. Peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam Rangka Penegakan Kode Etik Kepolisian Berdasarkan Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Kepolisian adalah Dapat dilihat bahwa provos polresta Bandar lampung menyelenggarakan fungsi pelayanan terhadap pengaduan/laporan masyarakat tentang sikap perilaku dan penyimpangan anggota/PNS Polri. Hal ini dilakukan untuk menyelenggarakan pengamanan Internal, meliputi Pengamanan Personil Materil, Kegiatan dan Bahan Keterangan di lingkungan Polri termasuk penyelidikan terhadap kasus dugaan pelanggaran dan penyimpangan dalam pelaksanaan tugas Polri. Kemudian agar penegakkan hukum dapat berjalan secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat akan kinerja dan profesionalisme demi tercapainya keadailan dan ketertiban.

2. Faktor utama Penghambat Provos Polresta Bandar lampung dalam Menanggulangi Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Anggota Kepolisian adalah faktor hukum dan aparat penegak hukumnya sendiri. Dari segi hukum peraturan kapolri No 14 Tahun 2011 dirasa kurang kuat untuk mengatur kode ekit


(4)

52

kepolisian karena tidak ada penjelasan sama sekali, Seperti contoh Pasal 15 Paragraf 3 tentang Etika Kemasyarakatan dalam hal ini seorang polisi dilarang mencari cari kesalahan dalam masyarakat hal ini dapat menimbulkan penafsiran lain seolah terkesan polisi dilarang mencari alat bukti guna untuk mendapatkan kebenaran. Kemudian dari segi aparat penegak hukum yaitu adanya kekurangan personil, dimana jumlah personil Provost Polresta Bandar Lampung tidak seimbang dengan jumlah dan kompleksitas permasalahan personil Polresta Bandar Lampung. sehingga penangan terhadapap kode etik profesi pun terhambat karena seluruh wilayah lampung menjadi tanggung jawab Provost Polresta Bandar Lampung.

B. Saran

1. Peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam menegakan kode etik profesi polisi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung diharapkan lebih akuntabel dan tidak memihak sehingga akan dapat meningkat mutu dan citra kepolisian yang semakin baik.

2. Sangatlah perlu untuk semakin meningkatkan penegakan hukum terkait disiplin dalam kode etik profesi Kepolisian, meskipun dalam praktik penegakannya masih banyak hambatan tapi diharapkan kesiapan dan kematangan Provost Polresta Bandar Lampung dapat menyelesaikan berbagai permasalahan atau hambatan dalam hal mengupayakan peran Provost Polresta Bandar Lampung dalam menanggulangi tindak pidana yang dilakukan polisi di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Atmasasmita, Romli, 2001, ReformasiHukum, Hak Asasi Manusia&Penegakan Dwiyanto, Agus, 2006, Mewujudkan Good Governance MelayaniPublik,

GadjahMada University, Yogyakarta

Gajabla,Sidi, 1998, Sistematika filsafat, PT Grafika, Jakarta

Ibrahim, Johnny, 2006, Teoridan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Surabaya

Ismail, Chairudin 2008, Kepolisian Sipil Sebagai Paradigma Baru Polri,Raja Grafika, Jakarta

Kanter, E, Y. 2001 Etika Profesi Hukum, Storia Grafika, Jakarta

K. Lubis, 2008, Suhrawardi, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta Kieser, 1986, Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta

Muhammad, Abdulkadir, 2006, Etika Profesi Hukum, PT Citra AdityaBakti, Bandung Rahardi Pudi, 2002, HukumKepolisian, Profesionalis dan ReformasiPolri, Laksbang

Mediatama, Medan

Sadjijono, 2010, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo, Yogyakarta Soekanto, Soerjono, 1985, dasar-dasar hukum pidana, Universitas Indonesia Press,

Jakarta

Soerodibroto, Soenarto, 2003, KUHP & KUHAP dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta


(6)

Tuesang,Harie, 2009, Upaya penegakan Hukum dalam Era Reformasi, RestuAgung, Jakarta

SumberdariUndangUndang

Undang-UndangNomor 2 Tahun 2002 TentangKepolisian Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 2 Tahun 2003 Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2011 tentangPenegakanKodeEtik

Sumberdari Internet Http://ashibly.blogspot.com

Http://polsekwonosbo.wordpress.com Http://rumputekki.wordpress.com Http://scribd.com