UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK (Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)

(1)

ABSTRAK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK

(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung) Oleh

Muhammad Rizky Andrean

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi pelopor keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat pelanggaran lalu lintas dengan melibatkan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 2, seseorang baru dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) jika sudah berumur 17 tahun. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak. (2) Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA). Data penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) upaya preventif, melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dengan penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk menanamkan disiplin berkendara kepada anak sejak dini. (b) upaya represif, upaya penindakan tersebut bisa berupa tilang, penyitaan kendaraan dan teguran agar tidak melakukan pelanggran lalu lintas lagi. (c) Upaya kuratif yang dimaksud disini adalah penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak berupa denda dengan sejumlah uang ataupun dengan sanksi kurungan sesuai Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yakni kurungan maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 1.000.000, ataupun sesuai dengan Pasal 260 ayat 1 Undang-Undang


(2)

Muhammad Rizky Andrean

Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor. (2) Faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) faktor penegak hukum (b) kurangnya pengawasan pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, (c) faktor pergaulan atau lingkungan anak.

Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini yaitu kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung, serta sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana lingkungan yang berada disekitarnya.

Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Pelanggaran Lalu Lintas, Anak


(3)

ABSTRAK

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK

(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung) Oleh

Muhammad Rizky Andrean

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjadi pelopor keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat pelanggaran lalu lintas dengan melibatkan anak. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 81 ayat 2, seseorang baru dapat memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) jika sudah berumur 17 tahun. Berdasarkan uraian tersebut yang menjadi pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak. (2) Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak.

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Narasumber penelitian terdiri dari Anggota Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung, dan Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA). Data penelitian dianalisis secara deskriptif kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisan skripsi ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: (1) Upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) upaya preventif, melakukan pencegahan terhadap pelanggaran dengan penyuluhan ke sekolah-sekolah untuk menanamkan disiplin berkendara kepada anak sejak dini. (b) upaya represif, upaya penindakan tersebut bisa berupa tilang, penyitaan kendaraan dan teguran agar tidak melakukan pelanggran lalu lintas lagi. (c) Upaya kuratif yang dimaksud disini adalah penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak berupa denda dengan sejumlah uang ataupun dengan sanksi kurungan sesuai Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yakni kurungan maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 1.000.000, ataupun sesuai dengan Pasal 260 ayat 1 Undang-Undang


(4)

Muhammad Rizky Andrean

Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor. (2) Faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu: (a) faktor penegak hukum (b) kurangnya pengawasan pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, (c) faktor pergaulan atau lingkungan anak.

Saran yang dapat disampaikan dalam penulisan ini yaitu kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung, serta sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana lingkungan yang berada disekitarnya.

Kata Kunci: Upaya Kepolisian, Penanggulangan, Pelanggaran Lalu Lintas, Anak


(5)

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK (Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)

Oleh

Muhammad Rizky Andrean

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS OLEH ANAK

(Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung) (Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD RIZKY ANDREAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(7)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 10

E. Sistematika Penulisan ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran ... 15

B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian ... 20

C. Tinjauan Umum Tentang Anak ... 24

D. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan ... 28

E. Pengemudi Kendaraan Bermotor ... 30

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 34

B. Sumber dan Jenis Data ... 35

C. Penentuan Narasumber ... 36

D. Prosedur dan Pengumpulan Data ... 37

E. Analisis Data ... 38

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden ... 39


(8)

C. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Anak ... 43 D. Faktor Penghambat Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran

Lalu Lintas Oleh Anak ... 52

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 62 B. Saran ... 64


(9)

(10)

(11)

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan Karya Kecilku ini kepada : Kedua Orang Tua Tercinta,

Ayah (Yusman) Ibu (Dewi Andriyani),

Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat

dan konsisten kepada cita-cita

Adik (Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha)

tersayang yang selalu mendampingi dan membantuku dalam segala hal, Tumbuh besar dalam suatu keluarga membuatku kuat dan mengerti akan arti

hidup sesungguhnya

Seluruh keluarga besar yang memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku

Almamater tercinta Universitas Lampung Viva Justicia Fakultas Hukum


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 27 Agustus 1993. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Yusman dan Ibu Dewi Andriyani dan memiliki dua orang adik yang bernama Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha

Penulis menyelesaikan pendidikan dI SD Kartika II-5 pada tahun 1999-2005, SMP Negeri 25 Bandar Lampung pada tahun 2005-2008, dan SMA YP Unila Bandar Lampung pada tahun 200-2011.

Pada tahun 2011 penulis diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada Tahun 2015, penulis mengikuti kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Sangga Buana, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah selama 40 hari.


(13)

SANWACANA

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Tetapi dengan adanya keterlibatan berbagai pihak yang telah memberikan doa, bantuan, dorongan, bimbingan, petunjuk, kritik dan saran, akhirnya penulis dapat melalui semuanya dengan baik. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Bapak Dr. Yuswanto, S.H., M.H., selaku PD 1 Fakultas Hukum Universitas Lampung.

3. Bapak Dr. Maroni, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah banyak memberi masukan, kritik, dan saran yang membantu penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

4. Bapak Dr. Heni Siswanto, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

5. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.

6. Ibu Rini Fatonah, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah bersedia meluangkan waktunya membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini.


(14)

7. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., Bapak Turaihan Aldi, dan Aiptu Budiono terima kasih telah membantu, menjadi narasumber, menginformasikan, dan memberi saran atas penulisan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang kelak akan sangat berguna bagi penulis, serta seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

9. Kedua orang tuaku, Ayah Yusman dan Ibu Dewi Andriyani yang sangat kucintai, kusayangi dan kuhormati, terima kasih atas doa, dukungan, nasehat, amarah, omelan, pengingat, motivasi serta pengorbanan luar biasa yang selama ini diberikan demi kesuksesan dan keberhasilan anaknya. Semoga hati kita selalu dipersatukan sebagai suatu keluarga.

10.Adik Meidya Putri Handayani dan Maulidya Paramitha, terima kasih atas motivasi tiada henti, serta memberikan semangat yang sangat berarti, dukungan dan kasih sayang dengan penuh kesabaran selama ini

11.Untuk Farras Mardathila terima kasih atas doa, dukungan, saran dan semangatnya selama ini.

12.Untuk Keluargaku Riandy Wibowo, Retno, Rizki Anugerah V, Farrah Mardathila, Theo Krishnanda, M. Rahmawan, Tommy Hidayat, Rara, Hendra Ari S, Rendi Reynaldo, Desi, Moh. Farid, Sisi Dinantika, Ramadhan Akbar, Helena, Gusti Reza Maulana, Ega Loventia, Arjuna Fransisko, Ika Ristia, Yonathan Aji, M. Rizky Hasbullah, Febby Peje, Aji Bagus, Rahmanto terima kasih telah berbagi di segala keadaan.

13.Untuk Ridha, Umay, Alwan dan lain lain

14.Untuk Kantin Uye Mba Kiki, Mba El, Bang Santos, Bang Hendra, Om din, Risa, Jeri, Bude, Pak de, Terima kasih telah berbagi di segala keadaan.

15.Rekan-rekan seperjuangan, Muhtarudin Ammar, Riefko, Daniko, Fitra, Atta, Adi Bagong, Derry, Yusuf, Diana, Edo, Agam, Panca, serta seluruh teman-teman angkatan 2011 Fakultas Hukum Universitas Lampung, terima kasih atas waktu dan bantuan kalian semoga kita semua menjadi orang yang berguna bagi Bangsa dan Negara.


(15)

16.Rekan-rekan Kuliah Kerja Nyata, Printo, Mumun, Rendi, Yolanda, Denis, Selynda, Nindy

17.Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan, semangat serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga segala kebaikan dapat diterima sebagai pahala oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Allah dan kesalahan adalah milik penulis, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan. Semoga skripsi ini kedepannya akan bermanfaat. Semoga Allah SWT meridhoi segala langkah hidup kita.

Bandar Lampung, 2015 Penulis

Muhammad Rizky Andrean


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial perlu melakukan interaksi sosial antar sesama. Interaksi sosial merupakan kunci dari kehidupan sosial, karena tanpa adanya interaksi tidak mungkin ada kehidupan bersama. Gillin dan gillin1 mengatakan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Oleh karena itu, manusia seharusnya mempunyai prasarana agar dapat saling berinteraksi secara intensif.

Kendaraan bermotor digunakan sebagai alat transportasi untuk memudahkan manusia untuk berpergian dari tempat yang satu ke tempat lainnya. Pada zaman modern ini aktifitas manusia sangat terbantu dengan adanya kendaraan bermotor yang memudahkan setiap pergerakan individu. Sehingga dengan adanya kendaraan bermotor membuat waktu tempuh lebih singkat dan efisien.

Kehadiran kendaraan bermotor juga membawa konsekuensi lain diantaranya sangat diperlukan jalan yang memadai. Perlunya pengaturan lalu lintas yang mengutamakan ketertiban berkendara serta masalah pelanggaran lalu lintas yang

1

Suwarno.Teori Sosioligi Sebuah Pemikiran Awal. Bandar Lampung. Penerbit Universitas Lampung. 2011. Hlm. 33.


(17)

2

menyebabkan kecelakaan, apalagi yang sangat disayangkan kecelakaan lalu lintas tersebut dialami oleh anak-anak. Berdasar data Polda Metro Jaya, selama Januari 2015, kecelakaan yang disebabkan pelajar menempati urutan kedua tertinggi dengan 39 pelaku dari total 375 kasus, tiga tahun terakhir, setiap bulan rata-rata ada 35 pelajar yang terlibat kecelakaan.2 Lalu lintas dan pemakai jalan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasai oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan pengguna jalan yang selamat, aman, cepat, lancar, tertib, dan teratur. Pembinaan di bidang lalu lintas jalan yang meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan lalu lintas harus ditujukan untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, kelancaran lalu lintas jalan.

Belum siapnya angkutan umum yang bisa menjadi andalan bagi para masyarakat serta kapasitas angkut yang terbatas menambah permasalahan bagi angkutan jalan di Indonesia. Hal ini sangat berbeda di negara-negara modern, angkutan umum justru dirancang dan disiapkan secara efisien sehingga masyarakat merasa lebih aman dan nyaman untuk berpergian dari satu tempat ke tempat lain.

Pertumbuhan penggunaan kendaraan bermotor yang semakin pesat tiap tahunnya juga membuat pembangunan jalan baru semakin sulit. Menurut data korps lalu lintas kepolisian Negara Republik Indonesia jumlah kendaraan yang masih beroperasi di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 104,211 juta unit. Pengguna kendaraan bermotor di Indonesia meningkat 11% setiap tahunnya, namun pertumbuhan jalan yang ada di Indonesia hanya 0,01%, itu pun hanya terjadi di

2

http://www.jpnn.com/read/2015/02/15/287562/35-Pelajar-Terlibat-Laka-Lantas. Diakses tanggal 1 Agustus 2015 jam 03.00 WIB.


(18)

3

jalan-jalan besar yang ada di Indonesia.3Disiplin berkendara di jalan pun menjadi sorotan, karena setiap orang yang berkendara memiliki disiplin kendaraan yang berbeda-beda. Kebanyakan dari para pengendara tidak mengerti ataupun tidak paham atau pura-pura tidak tahu mengenai tertib berkendara yang baik. Hal ini mengakibatkan kemacetan hingga kecelakaan akibat tidak tertibnya para pengendara saat berkendara di jalan raya.

Penyebab utama tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa baik meninggal dunia, luka berat maupun luka ringan dan kerugian material sangat berpengaruh pada aspek kejiwaan bagi korban dan keluarganya bahkan berpengaruh pula pada aspek ekonomi. Penyebab kecelakaan ini disebabkan oleh beberapa fakor yaitu antara lain faktor manusia, faktor kendaraan yang tidak layak operasional, dan faktor cuaca.

Kecelakaan yang sering terjadi di jalan banyak diartikan sebagai suatu penderitaan yang menimpa diri seseorang secara mendadak dan keras yang datang dari luar. Akibat hukum yang terjadi terhadap pelanggaran lalu lintas adalah sanksi hukum yang harus diterapkan terhadap pelaku pelanggaran lalu lintas, lebih-lebih yang mengakibatkan korban harta benda dan manusia.

Bahkan yang memprihatinkan lagi terdapat anak-anak yang menjadi korban ataupun menjadi pelaku pelanggaran lalu lintas. Cara yang dilakukan untuk menekan terjadinya pelanggaran lalu lintas yang melibatkan anak yaitu secara persuasif dan edukatif dengan himbauan-himbauan baik melalui media

3

Iwan Setiyawan. http://m.tribunnews.com/otomotif/2014/04/15/jumlah-kendaraan-di-indonesia-capai-104211-juta-unit. Diakses tanggal 1 Agustus 2015 jam 03.10 WIB.


(19)

4

elektronika maupun media cetak serta melaluli pencegahan bahkan pada upaya penegakan hukum oleh petugas kepolisian maupun aparat lain yang terkait dalam masalah keselamatan lalu lintas belum dapat membuahkan hasil yang optimal. Hal tersebut masih menjadi kendala dikarenakan keterbatasan secara kwantitatif dan kwalitatif baik sumber daya manusia maupun teknologi yang dimiliki oleh aparat pemerintah maupun pihak-pihak terkait.

Anak sebagai suatu anugerah dari Tuhan Yang maha Esa merupakan amanat agar orang tua bertanggung jawab memberikan pelajaran dan perlindungan sejak anak dalam kandungan sampai batas usia tertentu. Memaknai pengertian anak perlu perhatian yang khusus tidak saja dalam bidang ilmu pengetahuan (the body of

knowledge), tetapi dapat ditelaah dari sudut pandang sentralisasi kehidupan seperti

agama, hukum dan sosiologi yang menjadikan pengertian anak semakin rasional dan aktual dalam lingkungan sosial.

Kepolisian Daerah (Polda) Lampung mencatat pada tahun 2012 pelanggaran lalu lintas dibawah umur mencapai 6.225 orang, dan 3.755 orang hingga Agustus 2013. Data tersebut berasal dari laporan bukti pelanggaran (tilang) kendaraan bermotor yang dilakukan oleh kepolisian daerah Lampung. Jumlah pelanggaran kendaraan bermotor dibawah umur sekitar 2% (dua persen) dari total pelanggaran pada 2013 yakni 70 ribu pelanggaran lalu lintas, mereka terdiri anak SD, SMP, dan SMA.4 Pelanggaran lalu lintas sendiri yang dilakukan oleh anak-anak tidak terlepas dari lemahnya pengawasan orang tua serta kurangnya pengetahuan tentang berlalu lintas baik oleh orang tua maupun anak. Peningkatan jumlah 4

Dwi Aroem Hadiatie. http://dwiearoem.com/2013/10/bus-sekolah-gratis-salah-satu-solusi-tekan-kecelakaan-dan-pelanggaran-lalulintas-di-bawah-umur/. diakse pada tanggal 12 Juli 2015 Jam 15. 25 WIB


(20)

5

pelanggaran disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku atau norma hukum yang berlaku.

Terdapat 3 (tiga) klasifikasi pelanggaran lalu lintas yaitu:5 1. Pelanggaran Ringan

Pelanggaran yang masuk kategori ini cukup banyak. Kriteria untuk yang satu ini adalah pidana maksimal 15 hari - 2 bulan atau denda maksimal Rp. 100.000 sampai Rp. 500.000. terdapat 40 jenis pelanggaran yang masuk kategori ini, yaitu memakai aksesoris yang berbahaya di kendaraan, tidak memakai plat nomor, serta tidak mengutamakan pedestrian dan pesepeda.

2. Pelanggaran Sedang

Jenis yang masuk kelompok ini adalah pelanggaran yang mendapat sanksi pidana maksimal tiga sampai empat bulan atau dendamaksimal Rp. 5000.000 sampai Rp. 1.000.000. Sedangkan jenis-jenis mencakup tidak memiliki SIM, tidak konsentrasi saat berkendara, dan menerobos pintu palang kereta api.

3. Pelanggaran Berat

Jenis pelanggaran ini memiliki sanksi pidana maksimal enam bulan atau lebih dan denda maksimal Rp. 1.000.000. pelanggaran yang masuk kategori ini adalah merusak dan mengganggu fungsi jalan. Lalu, balapan liar di jalan raya, tidak mengasuransikan awak dan penumpang.

Pelanggaran lalu lintas merupakan suat keadaan dimana terjadi ketidak sesuaian antara aturan dan pelaksanaan. Aturan dalam hal ini yang dimaksud adalah Undang-Undang yang telah ditetapkan negara dan berlaku secara sah, sedangkan masyarakat menjadi pelaksananya. Pelanggaran lalu lintas tidak dapat dibiarkan begitu saja karena bersumber dari suatu pelanggaran tersebut akan timbul kecelakaan lalu lintas, meski masih ada faktor lain yang menyebabkannya.

Penting adanya peraturan lalu lintas yang mengatur sarana dan prasarana lau lintas, karena jika terjadi gangguan di jalan raya maka akan mempengaruhi aktivitas masyarakat yang memiliki kepentingan dan keperluan yang beragam. Sehingga dengan adanya peraturan tersebut masyarakat tidak perlu khawatir akan gangguan di jalan raya dan dapat melakukan aktivitasnya dengan lancar.

5

Edo Rusyanto. http://edorusyanto.wordpress.com/2015/03/19/ini-klasifikasi-pelanggaran-lalin-di-indonesia/. Diakses pada tanggal 19 Agustus 2015 jam 00.30 WIB.


(21)

6

Penetapan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan merupakan landasan dasar bagi para pengguna kendaraan bermotor dan jasa angkutan umum. Dengan adanya peraturan tersebut diharapkan dapat menjaga keselamatan dalam berlalu lintas dengan mengutamakan displin dalam berkendara di jalan raya, khususnya bagi para pengemudi kendaraan bermotor pribadi maupun kendaraan umum. Dimana dalam hal berkendara salah satunya didasarkan pada aturan Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur para pengemudi kendaraan bermotor diwajibkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Kenyataannya pada saat ini pengemudi kendaraan bermotor yang tidak memiliki SIM dan melanggar lalu lintas khususnya terjadi pada anak-anak. Dengan adanya seorang pengemudi anak-anak di jalan sudah dapat di pastikan bahwa seorang anak belum memiliki SIM. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak pengendara kendaraan bermotor yang dilakukan oleh anak luput dari polisi lalu lintas.

Menyikapi persoalan ini orang tua seharusnya menjadi dominan, pada kenyataan yang kita dapati begitu mudahnya orang tua mengizinkan anak-anak mereka mengendarai kendaraan dan tidak terbatas di lingkungan dimana si anak tinggal. Tapi juga membolehkan membawa kendaraan sekolah, padahal jika ditinjau dari segi apapun adalah tidak dapat dibenarkan seorang siswa membawa kendaraan karena mereka belum cukup umur dan belum mempunyai SIM.

Sebagian orang tua apabila melihat anaknya sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor mereka merasa hal tersebut sebagai suatu kebanggaan tersendiri,


(22)

7

padahal apabila seorang anak sudah bisa mengendarai kendaraan bermotor dapat merupakan suatu musibah yang dapat merugikan banyak pihak. Kedisiplinan anak dalam berlalu lintas masih belum bisa teruji, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan kepemilikan SIM. Pada penulisan ini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 17 tahun dan belum memiliki SIM, sebagaimana dalam hal kepemilikan SIM terdapat karakteristik umur seseorang, dari segi usia kepemilikan SIM yaitu :6

1. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

2. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan 3. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.

Aparat penegak hukum (polisi lalu lintas) berperan sebagai pencegah (politie

toezicht) dan sebagai penindak (politie dwang)dalam fungsi politik. Di samping

itu polisi lalu lintas juga melakukan fungsi regeling (misalnya, pengaturan tentang kewajiban bagi kendaraan bermotor tertentu untuk melengkapi dengan segitiga pengaman) dan fungsi bestuur khususnya dalam hal perizinan atau begunstiging (misalnya, mengeluarkan Surat Izin Mengemudi).7

Mengendarai kendaraan secara kurang hati-hati dan melebihi kecepatan maksimal, tampaknya merupakan suatu perilaku yang bersifat kurang matang. Walaupun demikian, kebanyakan pengemudi menyadari akan bahaya yang di hadapi apabila mengendarai kendaraan dengan melebihi kecepatan maksimal tersebut. Akan

6

Undang-Undang Nomor 22 tahun tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Pasal 81 ayat 2. 7

Soerjono Soekanto 2,Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah–Masalah Sosial, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1989, Hlm. 58.


(23)

8

tetapi di dalam kenyataannya tidak sedikit pengemudi yang melakukan hal itu khususnya anak sekolah sehingga dalam pelanggaran lalu lintas tersebut yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas.

Anak biasanya masih belum mampu mengontrol emosi, kematangan berfikir kurang, kesadaran akan tanggung jawab rendah dan ditambah lagi kurangnya pemahaman akan pentingnya keselamatan. Oleh karena itu tindakan kenakalan yang dilakukan anak perlu mendapat pengkajian dan perhatian yang serius, sehingga pemberian sanksi tidak meninggalkan aspek pembinaan, dan dari sisi lainnya tidak melanggar perlindungan hak-hak asasi anak.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul "Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Pelanggaran Lalu Lintas Oleh Anak (Studi Kasus di Wilayah Polresta Bandar Lampung)"

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

1. Bagaimanakah upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak ?

2. Apakah faktor penghambat upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak ?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah kajian bidang hukum pidana khususnya mengenai upaya kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh


(24)

9

anak. Lokasi penelitian di wilayah hukum kota Bandar Lampung dengan tahun penelitian 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui upaya Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat Kepolisian dalam penanggulangan lalu lintas oleh anak.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah, sebagai berikut:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan pembaharuan ilmu hukum nasional pada umumnya dan dalam perlindungan hukum bagi setiap individu di dalam tata hukum Indonesia sekaligus memberikan referensi bagi kepentingan yang bersifat akademis dan juga sebagai bahan tambahan bagi kepustakaan serta pada perkembangan ilmu hukum pidana pada khususnya.


(25)

10

b. Kegunaan Praktis

Penulis berharap hasil penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat serta memberikan gambaran yang dapat disumbangkan kepada para penegak hukum dan masyarakat luas mengenai penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak di kota Bandar Lampung.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual 1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan kesimpulan terhadap dimensi-dimensi sosial yang dianggap relevan untuk penelitian.8

Konsep dari upaya penanggulangan kejahatan menurut Sudarto, terdiri dari:9 1. Preventif

Tindakan preventif yaitu usaha mencegah kejahatan/pelanggaran yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dalam arti sempit adalah digambarkan sebagai keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana. Dalam arti luas politik kriminil merupakan keseluruhan fungsi dari penengak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari aparat kepolisian. Dalam arti lebih luas, politik kriminil merupakan keseluruhan kegiatan yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat. 2. Represif

Tindakan represif yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana atau pelanggaran.

3. Kuratif

Tindakan kuratif pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya yaitu usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif ini merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititik beratkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan tindak kejahatan.

8

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1986. Hlm. 123. 9


(26)

11

Selain penjelasan diatas, perlu diketahui juga bahwa ada beberapa faktor faktor yang menjadi penyebab dan penghambat dari suatu tindak pidana ataupun pelanggaran. Menurut Soerjono Soekanto masalah pokok yang mempengaruhi penegakan hukum antara lain:10

1. Faktor hukum itu sendiri atau peraturan itu sendiri, yaitu yang diartikan dengan Undang-undang dalam arti materiil adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan didibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Dengan demikian maka Undang-undang dalam materil mencakup:

a. Peraturan Pusat yang berlaku untuk semua warga negara atau suatu golongan tertentu saja maupun yang berlaku umum disebagian wilayah negara.

b. Peraturan setempat yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja. 2. Faktor penegak hukum, yaitu mereka yang secara langsung dan secara

tidak langsung berkecimpung dibidang penegakan hukum. Yang dimaksud dengan penegak hukum pada kalanganyang secara langsung berkecimpung dalam bidang penegakan hukum yang tidak hanya mencakup law enforcement, akan tetapi peace enforcement. Kalangan tersebut mencakup ereka yang bertugas dibidang kehakiman, kepolisian, epengacaraan, dan pemasyarakatan.

3. Faktor saran atau fasilitas, yaitu mencakup antara lain tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka mustahil penegakkan hukum akan mencapai tujuannya.

4. Faktor masyarakat, penegakkan hukum berasal dari masyarakat, dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Oleh karena itu, dipandang dari sudut tertentu maka masyarakat dapat mempengaruhi penegakkan hukum tersebut.

5. Faktor kebudayaan, sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup. Sebagai suatu sistem (atau subsistem dari sistem kemasyarakatan), maka hukum mencakup struktur, substansi, dan kebudayaan.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti. Konsep bukan merupakan gejala/fakta

10

Soerjono Soekanto.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Rajawali Pers. Jakarta. 2013. Hlm. 8.


(27)

12

yang akan diteliti, melainkan abstraksi dari gejala-gejala tersebut.11 Dalam penelitian dan penulisan ini, penulis akan mencantumkan beberapa konsep yang bertujuan untuk menjelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini antara lain:

a) Upaya adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai maksud tertentu.12 b) Kepolisian adalah segala hal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga

polisi sesuai dengan peraturan undang-undang.13

c) Lalu Lintas adalah bejalan bolak-balik atau hilir mudik.14

d) Kendaraan Bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel.15

e) Pelanggaran adalah suatu perbuatan dapat dipidana baru disadari oleh umum karena undang-undang menyebutnya sebagai tindak pidana dan undang-undang mengancamnya dengan pidana.16

f) Anak adalah seseorang yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun.17 Dalam penulisan ini yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 17 tahun dan belum memiliki SIM.

g) Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi.18

11

Sotandyo Wignjosoebroto.Hukum: Paradigma, metode, dan dinamika masalahnya. Huma. Jakarta. 2002. Hlm. 132

12

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia Senja.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher. Hlm. 852.

13

Markus Gunawan dan Endang Kesuma Astuty.Buku Pintar Calon Anggota dan Anggota Polri. Trans Media Pustaka. Jakarta. Hlm. 1.

14

Poerwadharminta WJS.Kamus Umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka. Jakarta. 2011. Hlm .24. 15

Undang-undan Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. 16

Tim Visi Adiwidya.Buku Babon Tes TNI-POLRI 2015 Sistem CAT.Visi Media Pustaka. Jakarta. Hlm. 328.

17

Undang-undang 11 Tahun 2012. Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 18

http://www.artikata.web.id/penaggulangan.html. Diakses pada tanggal 10 Oktober 2015 Jam 12.36 WIB.


(28)

13

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun dalam suatu sistematika yang terdiri dari lima bab yang tiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Adapun gambaran untuk setiap bab adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan bagian pendahuluan yang memberikan gambaran secara umum dan menyeluruh serta sistematis menguraikan hal-hal yang terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Penelitian dan Sistematika Penulisan dari penelitian ini.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi landasan teori yaitu ketentuan hukum mengenai pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak dan teori teori yang berkaitan dengan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan metode yang digunakan dalam penulisan skripsi yaitu langkah-langkah atau cara yang dipakai dalam penelitian memuat pendekatan masalah, sumber, jenis data, pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.


(29)

14

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini merupakan hasil penelitian yang di analisa tentang fakta-fakta yang di bahas mengenai upaya Kepolisian Bandar Lampung dalam menertibkan pengendara kendaraan bermotor oleh anak dan juga faktor penghamat pihak Kepolisian Bandar Lampung dalam menertibkan pengendara kendaraan bermotor oleh anak.

V. PENUTUP

Merupakan bab terakhir dalam penelitian ini, berisi kesimpulan yang di kemukakan penulis berdasarkan permasalahan yang telah dibahas dan di analisis, dalam bab ini juga di kemukakan berbagai saran dari penulis yang dihasilkan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran 1. Pengertian Pelanggaran

Pelanggaran adalah delik undang-undang(wet delict), yaitu suatu perbuatan dapat dipidana baru disadari oleh umum karena undang-undang menyebutnya sebagai tindak pidana dan undang-undang mengancamnya dengan pidana.19

Pelanggaran berasal dari kata “langgar” yang berarti bertubrukan, bertumbukan,

serang-menyerang, dan bertentangan. “Pelanggaran” artinya perbuatan (perkara)

melanggar artinya tindak pidana yang lebih ringan daripada kejahatan.20

A.S. Alam dan Amir Ilyas21menyebutkan bahwa pelanggaran merupakan semua pasal-pasal yang disebut di dalam buku III (tiga) KUHP, seperti saksi di persidangan yang memakai jimat pada waktu ia harus memberi keterangan dengan bersumpah, dihukum dengan hukum kurungan selama-lamanya 10 hari atau denda. Pelanggaran di dalam bahasa inggris disebut misdemeanor. Ancaman hukumannya biasanya hukuman denda saja. Contohnya yang banyak terjadi misalnya pada pelanggaran lalu lintas.

19

Tim Visi Adiwidya.Op.cit.Hlm. 329. 20

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka. 2002. Hlm. 634. 21


(31)

16

Delik undang-undang (pelanggaran) adalah merupakan peristiwa-peristiwa pidana yang kecil-kecil seperti minta-minta di jalan umum, mengadu ayam tanpa izin, kentara mabuk di jalan umum, berjalan di kanan jalan, memberhentikn jalan di tikungan jalan dan sebagainya, ancaman pidananya pun lebih ringan daripada kejahatan-kejahatan.22

Secara kuantitatif pembuat Undang-undang membedakan delik kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut:23

1. Pasal 5 KUHP hanya berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang merupakan kejahatan di Indonesia. Jika seorang Indonesia yang melakukan delik di luar negeri yang digolongkan sebagai delik pelanggaran di Indonesia, maka dipandang tidak perlu dituntut.

2. Percobaan dan membantu melakukan delik pelanggaran tidak dipidana. 3. Pada pemidanan terhadap anak di bawah umur tergantung pada apakah itu

kejahatan atau pelanggaran.

Perbedaan yang mendasar antara kejahatan dan pelanggaran yaitu keduanya merupakan tindak pidana, sama-sama delik atau perbuatan yang boleh dihukum. Hanya saja pada pelaku tindak pelanggaran tidak pernah diancamkan pidana penjara. Perlu diketahui bahwa pada pelanggaran tidak ada yang diancam dengan pidana penjara, akan tetapi berupa pidana kurungan dan denda, sedangkan kejahatan lebih didominasi dengan ancaman pidana penjara. Justru karena itulah oleh undang-undang perlu ditegaskan dalam undang-undang itu sendiri manakah yang kejahatan dan yang manakah yang harus dipandang sebagai pelanggaran. Walaupun demikian dapat dikatakan, bahwa pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran itu berdasarkan perbedaan antara apa yang di sebut delik hukum

(rechtsdelict)dan delik undang-undang(wetsdelict).

22

R. Soesilo.Pokok-Pokok Hukum Pidana Perturan Umum dan Delik-delik Khusus.Bogor. Politeia. 1979. Hlm. 19.

23


(32)

17

Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa pelanggaran adalah:

1. Pelanggaran merupakan tindak pidana yang lebih ringan dari kejahatan baik perbuatannya maupun hukumannya.

2. Perbuatan yang bertentangan dengan apa yang secara tegas dicantumkan dalam Undang-undang pidana.

2. Teori Penanggulangan Kejahatan

Kepustakaan asing istilah politik hukum pidana ini sering dikenal dengan berbagai istilah yaitu penal policy. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana pada hakikatnya tidak sini dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Jadi kebijakan hukum pidana juga merupakan bagian dari politik hukum kriminal. Dengan kata lain dilihat dari sudut pandang politik ktriminal, maka pengertian politik hukum pidana indentik dengan kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana.

Konsep dari upaya penanggulangan kejahatan menurut Sudarto, terdiri dari:24 a. Tindakan preventif, yaitu usaha mencegah kejahatan/pelanggaran yang merupakan bagian dari politik kriminil. Politik kriminil dalam arti sempit adalah digambarkan sebagai keseluruhan fungsi dari penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari aparat kepolisian.

b. Tindakan Represif, yaitu segala tindakan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana atau pelanggaran.

c. Tindakan kuratif, yaitu pada hakikatnya merupakan usaha preventif dalam arti yang seluas-luasnya yaitu usaha penanggulangan kejahatan, maka untuk mengadakan pembedaan sebenarnya tindakan kuratif ini merupakan segi lain dari tindakan represif dan lebih dititik beratkan kepada tindakan terhadap orang yang melakukan tindak kejahatan.

24


(33)

18

Usaha penanggulangan kejahatan lewat pembuatan Undang-Undang (hukum) pidana pada hakikatnya juga merupakan integral dari usaha perlindungan masyarakat. Oleh karena itu wajar pula apabila kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari integral dari kebijakan atau politik sosial.25

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penangulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal (criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu kebijakan sosial (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (social-welfare

policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (

social-defence policy). Dilihat dalam arti luas kebijakan hukum pidana dapat mencakup

ruang lingkup kebijakan dibidang hukum pidana materiil, dibidang hukum pidana formal dan dan dibidang hukum pelaksanaan hukum pidana.

Mengingat upaya penangulangan kejahatan lewat jalur nonpenal lebih bersifat tindakan menceggah untuk terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan. Faktor-faktor kondusif antara lain berpusat pada masalah-masalah kondisi-kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh suburkan kejahatan.26

3. Kebijakan Kriminal

Kebijakan kriminal merupakan upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan termasuk bidang kebijakan kriminal 25

Barda Nawawi Arif. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Prenada Media Group. Jakarta. 2011. Hlm. 28.

26


(34)

19

(criminal policy). Kebijakan kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang

lebih luas, yaitu kebijakan sosial (sosial policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial (sicial-welfare policy) dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat (social-defence policy).27

Mengenai kebijakan kriminal atau politik kriminal Sudarto mengemukakan 3 (tiga) arti mengenai kebijakan kriminal:28

1. dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasar dari reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

2. dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.

3. dalam arti paling luas, ialah keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-badan resmi, yang bertujuan untuk menegakkan norma-norma sentral dari masyarakat.

Pendapat lain yang lebih singkat dikemukakan oleh Sudarto yaitu "bahwa politik kriminal merupakan "suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam menanggulangi kejahatan".29

Pelaksanaan kebijakan kriminal menggunakan sarana hukum pidana. Kebijakan pidana (penal policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi pedoman tidak hanya kepada si pembuat Undang-Undang tapi juga kepada pengadilan dan juga para penyelenggaran atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan Undang-Undang.30

27

Barda Nawawi Arief.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. Bandung. PT Citra Adity Bakti. Hlm. 73.

28

Tina Asmarawati.Delik-delik yang Berada di Luar KUHP. Yogyakarta. Deepublish. 2014. Hlm. 383.

29

Sudarto.Hukum dan Hukum Pidana.Bandung. Sinar Baru. Hlm. 38. 30

Barda Nawawi.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.Jakarta. Kencana Prenada Media Group. Hlm. 23.


(35)

20

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penanggulangan kejahatan melalui hukum pidana tersebut lebih mencerminkan pendekatan kebijakan, baik kebijakan kriminal (non penal) maupun kebijakan hukum pidana (penal policy).

B. Tinjauan Umum Tentang Kepolisian 1. Istilah Kepolisian

Kepolisian merupakan lembaga penegak hukum yang bertugas untuk mengayomi mayarakat, sehingga daapat terciptanya keamana dan ketertiban di masyarakat.

Encyclopaedia of Social Sceinces didapatkan pengertian "Polisi" sebagai

berikut:31

"Istilah "Polisi" pada pengertian semulanya meliputi bidang fungsi/tugas yang luas. Istilah itu dipergunakan untuk menjelaskan berbagai-bagai aspek dari pengawasan kesehatan umum; dalam arti yang sangat khusus dipakai dalam hubungannya dengan usaha penanggulagan pelanggaran-pelanggaran politik, dan sejak itu telah meluas secara praktis meliputi semua bentuk pengaturan dan ketertiban umum. Dan sekarang, istilah itu terutama dipergunakan dalam hubungan dengan pemiliharaan ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang melanggar hukum sejak itu "Police" dan "Constabulary" telah merupakan istilah-istilah yang hampir sinonim."

Pengertian yang hampir sama dalam Encyclopaedia Britanica kita dapatkan dimana disebutkan bahwa:32

"Istilah "Polisi" yang sekarang biasa dipergunakan diartikan sebagai pemelihara ketertiban umum dan perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Pengertian sebelumnya meliputi pula kegiatan-kegiatan seperti perataan jalan-jalan dan penerangan, pembersihan jalan dan kesehatan seperti juga halnya dipergunakan cukup luas meliputi seluruh bidang kebijaksanaan pemerintahan dalam negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan Polri dalam kaitannya dengann pemerintahan adalah salah satu fungsi pemerintahan

31

Momo Kelana.Hukum Kepolisian. Jakarta. PT Grasindo. 1994. Hlm. 16. 32


(36)

21

negara dibidang memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terlselenggara perlindunngan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.33

Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur juga tentang tujuan dari POLRI yaitu :

“Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan

dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan

menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Kepolisian berperan untuk menjaga ketertiban serta menegakkan hukum yang berlaku sehingga para pengendara kendaraan bermotor anak tidak diperkenankan mengendarai kendaraan bermotor.

2. Tugas dan Wewenang Kepolisian

Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:34

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 33

Budi Rizki Husin dan Rini Fathonah.Studi Lembaga Penegak Hukum. Lampung. UNILA. 2014. Hlm. 15.

34


(37)

22

2. Menegakkan hukum, dan

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Melaksanakan tugas pokok tersebut Polri melakukan:35

1. melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

2. menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.

3. membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

4. turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

5. memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

6. melakukan kordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

7. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologis kepolisian untuk kepentingan tugas polisi.

9. Melindungi keselamatan jiwa raga harta benda masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum dilayani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang.

11. memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.

12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kepolisian memiliki tanggung jawab terciptanya dan terbinanya suatu keadaan yang aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Berdasarkan pendapat Soebroto Brotodiredjo sebagaimana ditulis oleh R. Abdussalam mengemukakan, bahwa keamanan dan ketertiban adalah keadaan bebas dari kerusakan atau kehancuran yang mengancam keseluruhan atau perorangan dan memberikan rasa

35


(38)

23

bebas dari ketakutan atau kekhawatiran, sehingga ada kepastian dan rasa kepastian dari jaminan segala kepentingan atau suatu keadaan yang bebas dari pelanggaran norma-norma.36

Kewenangan kepolisian yang diatur dalam Pasal 15 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002 ialah sebagai berikut:37

1. Menerima laporan dan/atau pengaduan.

2. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.

6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

7. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.

8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. 9. Mencari keterangan dan barang bukti.

10. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.

11. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

12. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.

13. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Dalam menjalankan fungsi sebagai aparat penegakan hukum, polisi wajib memahami azas-azas hukum yang digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan tugas, yaitu sebagai berikut:38

1. Asas legalitas, dalam melaksanakan tugasnya sebagai penegak hukum wajib tunduk pada hukum.

2. Asas kewajiban, merupakan kewajiban polisi dalam menangani permasalahan masyarakat yang bersifat diskresi, karena belum diatur dalam hukum

3. Asas partisipasi, dalam rangka mengamankan lingkungan masyarakat polisi mengkoordinasikan pengamanan swakarsa untuk mewujudkan ketaatan hukum dikalangan masyarakat.

36

Soebroto Brotodiredjo dalam R. Abdussalam.Penegak Hukum Di Lapangan Oleh Polri. Dinas Hukum Polri. Jakarta. 1997. Hlm. 22.

37

Ibid.Hlm. 17-18. 38


(39)

24

4. Asas preventif, selalu mengedepankan tindakan pencegahan daripada penindakan (represif) kepada masyarakat.

5. Asas subsidiaritas, melakukan tugas instansi lain agar tidak menimbulkan permasalahan yang lebih besar sebelum ditangani oleh instansi yang membidangi.

C. Tinjauan Umum Tentang Anak 1. Pengertian Anak

Anak merupakan anugerah yang di berikan Tuhan Yang Maha Esa kepada orang tua agar dapat bertanggung jawab dan memberikan perlindungan sampai batasan tertentu. Pada zaman ini anak-anak terjebak dalam konsumerisme dan asosial yang makin lama dapat menjurus ke tindakan kriminal seperti ekstasi, narkotika, pemeresan, seks bebas, pencurian, serta balapan liar.

Melihat dari batasan usia anak dari sudut psikososial, Singgih Gunarso dalam makalahanya yang berjudul Perubahan Sosial Dalam Masyarakat yang

disampaikan dalam seminar “Keluarga dan Budaya Remaja di Perkotaan” yang

dilakukan di Jakarta, mengemukakan bahwa klasifikasi perkembangan anak hingga dewasa dikaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaannya, menurut Singgih Gunarso terbagi menjadi lima tahap yaitu: (1) anak, seseorang yang berusia dibawah 12 tahun; (2) remaja dini, yaitu seseorang yang berusia antara 12 sampai 15 tahun; (3) remaja penuh, yaitu seseorang yang berusia 15-17 tahun; (4) dewasa muda, yaitu seseorang yang berusia antara 17-21 tahun; (5) dewasa, yaitu seseorang yang berusia di atas 21 tahun.39

39

Nashriana.Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak di Indonesia. Jakarta. Rajawali Pers.2012. Hlm. 11-12.


(40)

25

Usia 14 tahun dalam konteks ini, sudah dipakai dalam ketentuan yang berbeda, misalnya: untk bekerja, membantu sesuatu, perbuatan yang dapat dikategorikan tindak pidana dan sebagainya. Perbuatan anak itu sudah mengandung nilai yuridis.40

Hukum di Indonesia, terdapat pluralisme mengenai kriteria anak, ini sebagai akibat tiap-tiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri kriteria tentang anak.

Berikut ini beberapa definisi yang dalam peraturan hukum di Indonesia:41

a. Pengertian anak dalam Undang-Undang Dasar 1945

Pengertian anak atau kedudukan anak yang ditetapkan menurut Undang-Undang Dasar 1945 terdapat dalam Pasal 34. Pasal ini mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status anak dalam bidang politik, karena menjadi dasar kedudukan anak, dalam kedua pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional yang harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk mencapai kesejahteraan. Pengertian anak menurut Undang-Undang Dasar 1945 dan pengertian politik melahirkan atau mendahulukan hak-hak yang harus diperoleh anak dari masyarakat, bangsa dan negara atau dengan kata yang tepat pemerintah dan masyarakat lebih bertanggungjawab terhadap masalah sosial yuridis dan politik yang ada pada seorang anak.

b. Pengertian anak dalam Hukum Pidana

Pengertian kedudukan anak dalam lapangan hukum pidana diletakkan dalam

pengertian anak yang bermakna “ penafsiran hukum secara negatif ” dalam

arti seorang anak yang berstatus sebagai subjek hukum yang seharusnya bertanggungjawab terhadap tindak pidana ( strafbaar feit ) yang dilakukan oleh anak itu sendiri, ternyata karena kedudukan sebagai seorang anak yang berada dalam usia belum dewasa diletakkan sebagai seseorang yang mempunyai hak-hak khusus dan perlu untuk perlakuan khusus menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Pengertian anak juga tertuang dalam hukum nasional di Indonesia. Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, diatur bahwa: Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Berdasarkan pengertian tersebut anak yang 40

Bunadi Hidayat.Pemidanaan Anak dibawah Umur. Alumni. Bandung. 2010. Hlm. 55. 41

Maulana Hasan Wadong.Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak. Jakarta. PT.Gramedia Widiasarana Indonesia. 2000. Hlm. 17.


(41)

26

masih berada dalam kandungan juga telah berhak atas perlindungan hukum. Jadi dalam hal penulisan ini yang dimaksudkan anak adalah anak yang belum mencapai usia 17 tahun dan belum memiliki SIM.

2. Pengertian Kenakalan Anak

Masalah kenakalan anak pada saat ini merupakan persoalan yang aktual, hampir di setiap negara mengalaminya termasuk Indonesia. Anak-anak yang kurang atau tidak mendapat perhatian secara fisik, mental maupun sosial seringkali bertindak asosial dan bahkan anti sosial yang merugikan dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat.

Juvenile Delinquency ialah perilaku jahat (dursila), atau kejahatan/kenakalan

anak-anak muda; merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh datu bentuk pengabdian sosial, sehingga mereka itu mengembangkan bentuk tingkah laku yang menyimpang.42

R. Kusumanto Setyonegoro yang mengemukakan pendapatnya terkait kenakalan anak sebagai berikut: tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang dianggap sebagai akseptabel dan baik, oleh suatu lingkungan masyarakat atas hukum yang berlaku disuatu masyarakat yang berkebudayaan tertentu. Apabila individu itu masih anak-anak, maka sering tingkah laku serupa itu disebut dengan istilah tingkah laku yang sukar atau nakal. Jika ia berusaha adolescent atau preadolescent, maka tingkah laku itu sering

42


(42)

27

disebut delikuen; dan jika ia dewasa maka tingkah laku ini sering kali disebut psikopatik dan jika terang-terangan melawan hukum disebut kriminal.43

Wiiliam G. Kvaraceus mengatakan: “Most statutes point out that delinquent behavior contitutes a violation of the law or municipal ordinance by a young

person under a certain age”. Menurut Sudarsono, suatu perbuatan dianggap

delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat di mana ia hidup atau suatu perbuatan yang anti sosial yang di dalamnya terkandung unsur-unsur normatif.44

Maud A. Merril dalam bukunya “Problem of Child Deliquency”, seperti yang

dikutip oleh Gerungan merumuskan : “A child is classified as a delinquent when his anti social tendencies appear to be so grave that he become or ought to

become the subject of official action. ”Seorang anak digolongkan anak delinkuen

apabila tampak adanya kecenderungan-kecenderungan anti sosial yang demikian memuncaknya sehingga yang berwajib terpaksa atau hendaknya mengambil tindakan terhadapnya, dalam arti menahannya atas mengasingkannya.45

Kenakalan anak meliputi semua perilaku yang menyimpang dari norma-norma sosial (agama, susila, dan sopan santun). Perilaku tersebut dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain, perilaku tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor

43

Nashriana.Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia.Jakarta. Rajawali Pers. 2012. Hlm. 28.

44

Maidin Gultom.Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia. Bandung. Refika Aditama. 2008. Hlm. 55-56.

45


(43)

28

intern (dalam diri anak itu sendiri) maupun faktor eksteren (diluar diri anak), yaitu:46

A. Faktor Intern:

1. Mencari identitas atau jati diri.

2. Masa puber (Perubahan hormon-hormon seksual). 3. Tidak ada disiplin diri.

4. Peniruan. B. Faktor Eksteren: 1. Tekanan ekonomi.

2. Lingkungan sosial yang buruk.

D. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Bicara tentang lalu lintas dan angkutan jalan secara tidak langsung tertuju kepada pihak kepolisian yang bertanggung jawab atas keselamatan, keamanan, kenyaman dalam berkendara. Padahal sesungguhnya tidak hanya pihak kepolisian yang bertanggung jawab dalam hal berlalu lintas. Setidaknya dala lima istitusi yang bertanggung jawab dalam berlalu lintas yaiitu:47

1. Instansi yang pertama adalah kementrian negara yang bertugas mengurusi masalah bidang jalan, bagian ini biasanya menjadi tanggung jawab dari Departemen Pekerjaan Umum (PU).

2. Instansi kementrian negara yang mengurusi pengadaan sarana dan prasarana lalu lintas, dalam hal ini Departemen Perhubungan yang memiliki tanggung jawab tersebut.

3. Instansi kementrian negara yang bertanggung jawab di bidang industri, dalam hal ini Departemen Perindustrian penanggung jawabnya.

4. Instansi adalah kementrian negara yang bertanggung jawab dibidang pengembangan teknologi yaitu kementrian riset dan teknologi.

5. Yang terakhir adalah instansi Kepolisian.

Melihat dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dalam Pasal 1 adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu

46

Ibid.Hlm. 7. 47

Marye Agung Kusumagi.Selamat Berkendara Di Jalan Raya. Jakarta. Raih Asa Sukses. 2010. Hlm. 18.


(44)

29

lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini pengaturan dan penerapan sanksi pidana di atur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan. Namun terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat. Hal ini di maksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat.

Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga di atur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, dan pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif di ancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara jalan.

Lalu lintas dan angkutan jalan memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung pembangunan dan identitas suatu bangsa sebagai bagian dari upaya untuk memajukan kesejahteraan umum. Lalu lintas dan anguktan jalan merupakan bagian dari sistem transportasi yang harus dikembangkan potensi dan perananya untuk mewujudkan keamanan, ketertiban, kelancaran dan keselamatan berlalu lintas dalam mendukung pembangunan kesejahteraan umum.


(45)

30

E. Pengemudi Kendaraan Bermotor

Penggunaan kendaraan bermotor diatur di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Dalam Undang-Undang ini di atur mengenai pengemudi dari kendaraan bermotor. Pengemudi merupakan orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di jalan yang telah memiliki SIM.

SIM merupakan salah satu syarat yang harus di miliki oleh setiap pengendara kendaraan bernotor, sebagaimana telah ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 1: "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan”. SIM merupakan bukti registrasi administrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi tertentu, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan, wajib memiliki SIM sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikannya.

SIM ini dikeluarkan bertujuan untuk ketertiban dalam berkendara atau tertib berlalu lintas. Ada beberapa fungsi yang dapat ditemukan dengan diterbitkannya SIM ini, diantaranya adalah:48

1. Sebagai sarana identifikasi/jati diri seseorang pengendara.

48

Adib Bahari.Panduan Praktis Ujian SIM Mengurus STNK dan BPKB. Yogyakarta. Pustaka Yustisia. 2009. Hlm. 18.


(46)

31

2. Sebagai alat bukti telah menempuh ujian keterampilan mengemudi dan teori.

3. Sebagai sarana upaya paksa, dalam hal bila terjadi pelanggaran lalu lintas. 4. Sebagai sarana pelayanan masyarakat.

SIM Kendaraan Bermotor sendiri di bagi menjadi dua bagian, yakni SIM Kendaraan bermotor perorangan dan umum. Adapun penggolongan SIM untuk perorangan diatur dalam Pasal 80 yaitu:

Surat Izin Mengemudi A berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

1. Surat Izin Mengemudi B I berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

2. Surat Izin Mengemudi B II berlaku untuk mengemudikan Kendaraan alat berat, Kendaraan penarik, atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.

3. Surat Izin Mengemudi C berlaku untuk mengemudikan Sepeda Motor.

4. Surat Izin Mengemudi D berlaku untuk mengemudikan kendaraan khusus bagi penyandang cacat.


(47)

32

Adapun yang menjadi syarat untuk mempeloleh SIM perorangan adalah memenuhi persyaratan dari segi usia, administrasi, kesehatan dan melulusi ujian yang dilaksanakan oleh Polri kepada calon pemilik SIM perorangan. Dari segi usia diatur dalam pasal 81 ayat 2 yakni:

1. usia 17 (tujuh belas) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A, Surat Izin Mengemudi C, dan Surat Izin Mengemudi D;

2. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I; dan 3. usia 21 (dua puluh satu) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II.

Penggolongan SIM kendaraan bermotor umum menurut Pasal 82 yakni:

1. Surat Izin Mengemudi A Umum berlaku untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

2. Surat Izin Mengemudi B I Umum berlaku untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 (tiga ribu lima ratus) kilogram.

3. Surat Izin Mengemudi B II Umum berlaku untuk mengemudikan Kendaraan penarik atau Kendaraan Bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000 (seribu) kilogram.

Syarat atau batasan umur bagi seseorang yang ingin memperoleh SIM kendaraan bermotor umum menurut Pasal 83 ayat 2, yaitu:


(48)

33

“Syarat usia untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi Kendaraan Bermotor

Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan paling rendah sebagai berikut:

a. usia 20 (dua puluh) tahun untuk Surat Izin Mengemudi A Umum;

b. usia 22 (dua puluh dua) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B I Umum; dan

c. usia 23 (dua puluh tiga) tahun untuk Surat Izin Mengemudi B II Umum.”

Ketentuan ini menjelaskan bahwa sesorang yang belum mencukupi usia yang ditentukan sesuai dengan jenis SIM yang diinginkan, maka tidak dapat memperoleh SIM. Melihat pada kenyataan bahwa telah terjadi pelanggaran lalu lintas, di mana terdapat anak yang mengemudikan kendaraan bermotor padahal mereka belum mencapai usia untuk memperoleh SIM.

Seseorang yang melanggar ketentuan pasal Pasal 77 ayat (1) diancam dengan hukuman pidana yang diatur dalam Pasal 281 undang-undang ini yang berbunyi:

“Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang tidak

memiliki Surat Izin Mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).


(49)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan masalah yuridis normatif dan pendekatan masalah yuridis empiris guna mendapatkan suatu hasil penelitian yang benar dan objektif.

1. Pendekatan yuridis Normatif

Pendekatan yang bersifat yuridis normatif adalah penelitian dengan data sekunder yang dilakukan dalam mencari data atau sumber yang bersifat teori yang berguna untuk memecahkan masalah melalui studi kepustakaan yang meliputi studi kepustakaan yang meliputi buku-buku, peraturan-peraturan, surat-surat keputusan dan dokumen resmi yang berhunungan dengan masalah yang diteliti.

2. Pendekatan yuridis Empiris

Pendekatan yuridis empiris adalah dengan meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian terhadap objek peneliti dengan cara observasi dan wawancara dengan responden atau narasumber yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.


(50)

35

B. Sumber dan Jenis Data

1. Data Primer.

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber pertama. Data primer diperoleh dari studi lapangan yang berkaitan dengan pokok penulisan, yang diperoleh melalui kegiatan wawancara langsung dengan informan atau narasumber.

2. Data Sekunder.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian kepustakaan dengan mempelajari literatur-literatur hal-hal yang bersifat teoritis, pandangan-pandangan, konsep-konsep, doktrin serta karya ilmiah yang berkaitan dengan permasalahan.

Data sekunder dalam penulisan skripsi ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

a. Bahan hukum primer yaitu terdiri dari:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. 4. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara


(51)

36

b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan serta sebagai penunjang bahan hukum primer seperti literatur-literatur ilmu pengetahuan hukum dan konsep-konsep yang berhubungan dengan penelitian skripsi ini.

c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang merupakan bahan atau data pendukung yang memberiikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang berasal dari literatur, buku-buku, media masa serta data-data lainnya.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber adalah orang memberi informasi yang kita inginkan. Kita dapat memberikan tanggapan terhadap informasi yang diberikan narasumber. Adapun cara mendapatkan informasi yang lengkap sebagai berikut: Membuat rangkuman berdasarkan informasi yang di dengar dari narasumber, setelah memahami informasi dengan lengkap, kita dapat memberikan tanggapan kepada narasumber. Tanggapan tersebut dapat berupa pendapat maupun sanggahan. Maka dalam penelitian ini narasumber yang dipilih adalah:

1. Anggota Kepolisian Satuan Lalu Lintas

Kota Bandar Lampung : 1 orang

2. Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA) : 1 orang

3. Akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung : 1 orang

Jumlah narasumber : 3 orang


(52)

37

1. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada umumnya dikenal tiga cara yaitu studi dokumen atau studi pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.49 Dalam penulisan ini metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi pustaka dan wawancara atau interview sebagai penunjang bahan pustaka. Pengumpulan data dalam penelitian di laksanakan dengan cara sebagai berikut :

a. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara membaca, mengutip buku-buku,peraturan perundang-undangan yang berlaku serta literatur yang berhubungan atau berkaitan dengan penulisan.

b. Studi Lapangan

Studi Lapangan adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan cara wawancara yang dilakukan langsung terhadap responden. Dalam melakukan wawancara akan diajukan pertanyaan-pertanyaan lisan yang berkaitan dengan penulisan penilitian dan narasumber menjawab secara lisan pula guna memperoleh keterangan atau jawaban yang diperlukan dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan data

49

Soerjono Soekanto.Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press. Jakarta. 1986. Hlm. 66.


(53)

38

a. Identifikasi adalah data yang di peroleh oleh dari penelitian diperiksa dan dipahami kembali oleh peneliti agar terhindar dari kekurangan atau kesalahan.

b. Klasifikasi data, yaitu pengolahan data dilakukan dengan cara menggolongkan dan mengelompokkaan data dengan tujuan untuk menyajikan data secara sempurna, memudahkan pembahasan dan analisis data.

c. Sistematis, yaitu penyusunan data secara sistematis sesuai dengan pokok permasalahan sehingga memudahkan analisis data.

E. Analisis Data

Pada kegiatan penulisan skripsi ini, analisis terhadap data sekunder diakukan dengan cara menginventarisasi ketentuan peraturan yang bersangkutan dengan penelitian ini untuk menemukan doktrin dan teori-teori yang erat hubungannya dengan pelaksanaan patroli oleh kepolisian. Sedangkan terhadap data primer di lakukan secara analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan atau mendeskripsikan data dan fakta yang di hasilkan dari hasil penelitian di lapangan dengan suatu interpretasi, evaluasi dan pengetahuan umum. Selanjutnya data yang diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder kemudian dianalisis dengan menggunakan metode induktif, yaitu suatu cara berfikir yang dilaksanakan pada fakta-fakta yang bersifat umum yang kemudian di lanjutkan dengan pengambilan kesimpulan yang bersifat khusus.


(54)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan mengenai upaya Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Upaya Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu:

a. Upaya preventif yang dilakukan Kepolisian melakukan upaya pencegahan terhadap anak, antara lain dengan cara penyuluhan ke sekolah-sekolah dengan menanamkan disiplin berkendara kepada anak sejak dini. Kegiatan tersebut juga ada yang berupa sosialisasi menggunakan media cetak, elektronik, maupun dunia maya sehingga dapat membuat masyarakat mengerti dan memahami pentingnya mengawasi dan memberikan pendidikan disiplin berkendara lalu lintas terhadap anak.

b. Upaya represif yang di lakukan Satlantas Polresta Bandar Lampung dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yang bersifat represif dengan melakukan penindakan pelanggaran berupa: tilang dan teguran.


(55)

63

c. Upaya kuratif yang dilakukan Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung adalah penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak berupa denda dengan sejumlah uang ataupun dengan sanksi kurungan sesuai Pasal 281 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yakni kurungan maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp. 1.000.000, ataupun sesuai dengan Pasal 260 ayat 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor.

2. Faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak:

Faktor internal timbul dari dalam kepolisian itu sendiri seperti faktor penegak hukum yang kurang profesional, masih terdapat para penegak hukum yang tebang pilih saat melakukan tugasnya tersebut. Faktor eksternal yaitu kurangnya pengawasan dan pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, peran orang tua sangat penting sekali dalam pengaruh pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak, apabila orang tua tidak membiarkan anaknya yang masih dibawah umur mengendarai sepeda motor maka peluang pelanggaran lalu lintas tidak terjadi. Dan juga faktor pergaulan atau lingkungan anak, para anak menjadi delikuen/jahat sebagai akibat dari transformasi psikologis sebagai reaksi terhadap pengaruh eksternal yang menekan dan memaksa sifatnya. Karena itu semakin luas anak bergaul semakin intensif relasinya dengan anak nakal, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya asosiasi deferensial tersebut dan semakin besar pula kemungkinan anak tadi benar-benar menjadi nakal.


(56)

64

B. Saran

1. Kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung dan tercipta tata tertib dalam berlalu lintas mengenai prosedur yangsafety dalam berlalu lintas.

2. Sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana lingkungan yang berada disekitarnya.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Agung, Marye Kusumagi, 2010, Selamat Berkendara Di Jalan Raya, Jakarta. Raih Asa Sukses.

Andrisman, Tri, 2013,Hukum Peradilan Anak, Lampung, Unila.

Asmarwati, Tina. 2014. Delik-delik yang Berada di Luar KUHP. Yogyakarta. Deepublish.

Bahari, Adib, 2009, Panduan Praktis Ujian SIM Mengurus STNK dan BPKB, Yogyakarta. Pustaka Yustisia.

Brotodiredjo, Soebroto, 1997, Penegak Hukum Di Lapangan Oleh Polri. Jakarta, Dinas Hukum Polri.

Gultom, Maidin, 2008,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem

Peradilan Anak di Indonesia. Bandung. Refika Aditama.

Hamzah, Andi, 2012,Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta.

Hasan, Maulana Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia

Hidayat, Bunadi, 2010,Pemidanaan Anak dibawah Umur, Bandung, Alumni. Ilham, Bisri. 1998.Sistem Hukum Indonesia. Jakarta. Grafindo Persada.

Ilyas, Amir, 2012,Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta. Rangkang Education. Kartono, Kartini, 2011, Patalogi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta, Rajawali

Pers.

Kelana, Momo, 1994,Hukum Kepolisian,Jakarta, PT Grasindo.

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian. 2009.


(1)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahsan mengenai upaya Kepolisian dalam

penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yang telah dilakukan oleh penulis,

maka dapat ditarik beberapa kesimpulan:

1. Upaya Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yaitu:

a. Upaya preventif yang dilakukan Kepolisian melakukan upaya pencegahan terhadap

anak, antara lain dengan cara penyuluhan ke sekolah-sekolah dengan menanamkan

disiplin berkendara kepada anak sejak dini. Kegiatan tersebut juga ada yang berupa

sosialisasi menggunakan media cetak, elektronik, maupun dunia maya sehingga dapat

membuat masyarakat mengerti dan memahami pentingnya mengawasi dan

memberikan pendidikan disiplin berkendara lalu lintas terhadap anak.

b. Upaya represif yang di lakukan Satlantas Polresta Bandar Lampung dalam

penanggulangan pelanggaran lalu lintas oleh anak yang bersifat represif dengan


(2)

63

c. Upaya kuratif yang dilakukan Satuan Lalu Lintas Polresta Bandar Lampung adalah

penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak berupa

denda dengan sejumlah uang ataupun dengan sanksi kurungan sesuai Pasal 281

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yakni kurungan maksimal 4 tahun atau

denda maksimal Rp. 1.000.000, ataupun sesuai dengan Pasal 260 ayat 1

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 yaitu dengan penyitaan kendaraan bermotor.

2. Faktor-faktor penghambat Kepolisian dalam penanggulangan pelanggaran lalu

lintas oleh anak:

Faktor internal timbul dari dalam kepolisian itu sendiri seperti faktor penegak hukum

yang kurang profesional, masih terdapat para penegak hukum yang tebang pilih saat

melakukan tugasnya tersebut. Faktor eksternal yaitu kurangnya pengawasan dan

pendidikan lalu lintas oleh orang tua terhadap anak, peran orang tua sangat penting

sekali dalam pengaruh pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak, apabila

orang tua tidak membiarkan anaknya yang masih dibawah umur mengendarai sepeda

motor maka peluang pelanggaran lalu lintas tidak terjadi. Dan juga faktor pergaulan

atau lingkungan anak, para anak menjadi delikuen/jahat sebagai akibat dari

transformasi psikologis sebagai reaksi terhadap pengaruh eksternal yang menekan

dan memaksa sifatnya. Karena itu semakin luas anak bergaul semakin intensif

relasinya dengan anak nakal, akan menjadi semakin lama pula proses berlangsungnya

asosiasi deferensial tersebut dan semakin besar pula kemungkinan anak tadi


(3)

64

B. Saran

1. Kepolisian harus berperan aktif melakukan penyuluhan atau sosialisasi kepada

anak yang berkaitan dengan aturan-aturan lalu lintas agar tidak ada lagi kasus

pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh anak di kota Bandar Lampung dan

tercipta tata tertib dalam berlalu lintas mengenai prosedur yangsafety dalam berlalu

lintas.

2. Sangat perlu bagi orang tua memberikan wawasan kepada anak mengenai berlalu

lintas, oleh karena itu sangat penting di dalam perkembangan anak sebaiknya para

orang tua melakukan pengawasan dan pendidikan yang lebih kepada anak tentang

berkendaraan dan memperhatikan segala kegiatan anak terutama dalam suasana


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Agung, Marye Kusumagi, 2010, Selamat Berkendara Di Jalan Raya, Jakarta. Raih Asa Sukses.

Andrisman, Tri, 2013,Hukum Peradilan Anak, Lampung, Unila.

Asmarwati, Tina. 2014. Delik-delik yang Berada di Luar KUHP. Yogyakarta. Deepublish.

Bahari, Adib, 2009, Panduan Praktis Ujian SIM Mengurus STNK dan BPKB, Yogyakarta. Pustaka Yustisia.

Brotodiredjo, Soebroto, 1997, Penegak Hukum Di Lapangan Oleh Polri. Jakarta, Dinas Hukum Polri.

Gultom, Maidin, 2008,Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di Indonesia. Bandung. Refika Aditama.

Hamzah, Andi, 2012,Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta. Rineka Cipta.

Hasan, Maulana Wadong, 2000, Pengantar Advokasi dan Hukum Perlindungan Anak, Jakarta, PT.Gramedia Widiasarana Indonesia

Hidayat, Bunadi, 2010,Pemidanaan Anak dibawah Umur, Bandung, Alumni.

Ilham, Bisri. 1998.Sistem Hukum Indonesia. Jakarta. Grafindo Persada.

Ilyas, Amir, 2012,Asas-Asas Hukum Pidana. Yogyakarta. Rangkang Education.

Kartono, Kartini, 2011, Patalogi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta, Rajawali Pers.

Kelana, Momo, 1994,Hukum Kepolisian,Jakarta, PT Grasindo.

Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia Akademi Kepolisian. 2009.


(5)

Nashriana, 2012, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta. Rajawali Pers.

Nawawi, Barda Arif. 2011.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta. Prenada Media Group.

Raharjo, Agus. 1995.Strategi Penegakan Hukum di Jalan Raya.Jakarta. Cipta Manunggal.

Rizki, Budi Husin dan Rini Fathonah, 2014, Studi Lembaga Penegak Hukum. Lampung. UNILA.

R. Soesilo, 1979,Pokok-Pokok Hukum Pidana Perturan Umum dan Delik-delik Khusus.Bogor. Politeia.

Sadjijono, 2009,Memahami Hukum Kepolisian, Surabaya, Laksbang.

Soekanto, Soerjono, 1986,Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta, UI Press.

---, 1989, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah- Masalah Sosial, Bandung, Citra Aditya Bakti.

---, 2013, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajawali Pers.

Sudarto. 1986.Hukum dan Hukum Pidana. Bandung. Alumni.

Suwarno, 2011, Teori Sosioligi Sebuah Pemikiran Awal. Bandar Lampung. Penerbit Universitas Lampung.

Tim Visi Adiwidya, 2014,Buku Babon Tes TNI-POLRI 2015 Sistem CAT. Jakarta. Visimedia Pustaka.

Wignjosoebroto, Sotandyo, 2002,Hukum: Paradigma, metode, dan dinamika masalahnya,Jakarta, Huma.

WJS, Poerwadharminta, 2011,Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka.

Yulihastin, Erma. 2009.Bekerja Sebagai Polisi. Jakarta. Esensi (Erlangga Grup).

Zul, Em Fajri dan Ratu Aprilia Senja.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher.


(6)

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 22 tahun tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.

Undang-undang 11 Tahun 2012. Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Internet:

Audrina Utama. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Penggunaan Kendaraan

Bermotor.http://jakarta.kompasiana.com/transportasi/2014/12/29/pengaruh-pertumbuhan-pendudukterhadap-penggunaan-kendaraan-bermotor-713323.html. Edo Rusyanto. http://edorusyanto.wordpress.com/2015/03/19/ini-klasifikasi-pelanggaran-lalin-di-indonesia/.


Dokumen yang terkait

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PEREDARAN VCD PORNO DI BANDAR LAMPUNG (Studi Kasus Pada Polresta Bandar Lampung)

1 79 69

ANALISIS KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYITAAN BARANG BUKTI PELANGGARAN LALU LINTAS (Studi pada Polresta Bandar Lampung)

0 9 56

ANALISIS KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PROSES PENYITAAN BARANG BUKTI PELANGGARAN LALU LINTAS (Studi pada Polresta Bandar Lampung)

0 25 57

MEMBANGUN CITRA KEPOLISIAN DALAM PELAKSANAAN TILANG GUNA PENANGGULANGAN PELANGGARAN LALU LINTAS DI KOTA BANDAR LAMPUNG

0 4 83

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG (Studi di polresta Bandar Lampung)

0 12 70

UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR OLEH PELAJAR (Studi pada wilayah polresta Bandar lampung)

0 5 57

SKRIPSI PENANGGULANGAN OLEH POLRI TERHADAP PELANGGARAN LALU PENANGGULANGAN OLEH POLRI TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH POLRESTA YOGYAKARTA.

0 4 12

PENDAHULUAN PENANGGULANGAN OLEH POLRI TERHADAP PELANGGARAN LALU LINTAS YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI WILAYAH POLRESTA YOGYAKARTA.

0 2 18

UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS KHUSUSNYA MELANGGAR UPAYA KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PELANGGARAN LALU LINTAS KHUSUSNYA MELANGGAR MARKA JALAN DI WILAYAH YOGYAKARTA.

0 4 13

BENTUK-BENTUK PELANGGARAN LALU LINTAS DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA OLEH KEPOLISIAN Bentuk-Bentuk Pelanggaran Lalu Lintas Dan Upaya Penanggulangannya Oleh Kepolisian (Studi Kasus Di Polres Sragen).

0 2 19