Pengolahan Limbah Cair secara Kimia Pemantauan Proses Pengolahan Limbah Cair

3. Pengolahan Limbah Cair secara Kimia

Pengolahan limbah secara kimia merupakan metode yang paling banyak dimanfaatkan terutama karena prosesnya yang cepat dan efektifitasnya dapat dipertahankan. Pada umumnya metode pengolahan limbah cair secara kimia yang digunakan dalam pengolahan limbah cair adalah netralisasi, koagulasi, oksidasi, reduksi, adsorpsi, serta pertukaran ion. Dua metode utama yang sering diterapkan dalam pengolahan limbah secara kimia adalah metode adsorpsi Heijman et al., 1999 dan juga metode koagulasi Chow et al., 1999. Selain itu, pengolahan limbah cair secara oksidasi juga merupakan metode yang umum diterapkan. Dibandingkan dengan metode pengolahan limbah secara fisika dan biologis, metode secara kimia sering digunakan karena prosesnya berlangsung cepat serta bahan-bahan yang digunakan itu mudah didapatkan.

4. Koagulasi

Koagulasi merupakan proses pengendapan partikel yang tersuspensi dalam air limbah dengan menetralkan muatan partikel oleh koagulan yang muatannya berlawanan Viesmann dan Hammer, 1998. Koagulan yang digunakan untuk proses koagulasi biasanya bermuatan positif, karena ion-ion yang terdapat dalam air limbah umumnya bermuatan negatif. Penetralan muatan tersebut mengakibatkan gaya tolak menolak antar partikel polutan hilang. Dengan hilangnya gaya tolak menolak antar partikel polutan, gaya kohesi akan bekerja menghasilkan partikel-partikel berukuran lebih besar dan dikenal sebagai flok. Dalam aplikasinya, metode koagulasi yang dapat digunakan ada dua macam, yakni koagulasi konvensional dan koagulasi secara elektrokimia yang disebut elektrokoagulasi.

a. Koagulasi Konvensional

Metode koagulasi konvensional sudah umum digunakan dan sudah cukup dikenal luas. Dalam metode konvensional, koagulasi dilakukan menggunakan garam sebagai koagulan. Koagulan yang umum digunakan adalah alumunium sulfat .dan ferri klorida FeCl 3 Ritter et al.,1999. Namun, dari ketiga koagulan tersebut yang paling sering digunakan dan dikenal luas adalah Al 2 SO 4 3 , karena harganya murah, tidak berbahaya, dan penggunaannya mudah yakni dengan hanya menebarkannya dalam limbah. Pada dasarnya, reaksi yang terjadi pada koagulasi konvensional adalah destabilisasi partikel pada limbah untuk membentuk flok. Metode koagulasi konvensional dapat berlangsung melalui empat mekanisme yaitu, netralisasi muatan, penjebakan, adsorpsi, dan interaksi kimia Holt et al.,2002. Netralisasi muatan berlangsung jika kation dari koagulan berinteraksi dengan partikulat yang bermuatan negatif menghasilkan produk yang bermuatan netral dan tak larut. Pada saat alumunium hidroksida yang tidak larut terbentuk, senyawa-senyawa organik yang ada dalam limbah dapat dihilangkan melalui mekanisme penjebakan dan adsorpsi. Mekanisme kedua yaitu penjebakan penjeratan. Mekanisme ini terjadi karena partikel-partikel dalam limbah memiliki kerapatan muatan yang kecil sehingga dengan adanya dosis koagulan yang rendah menyebabkan terjadinya destabilisasi. Dalam mekanisme penjebakan ini, partikel koloid akan berfungsi sebagai inti untuk pembentukan endapan selama proses agregasi flok. Mekanisme ketiga yaitu adsorpsi. Metode ini dapat menghilangkan partikel- partikel dengan kerapatan muatan yang lebih besar. Proses adsorpsi ini dapat berlangsung dengan menggunakan koagulan yang dosisnya lebih besar sehingga dapat memacu pengendapan AlOH 3 dengan cepat. Mekanisme keempat yaitu interaksi kimia antara limbah dengan ion logam alumunium terlarut. Pada mekanisme ini terjadi pembentukan kompleks, sehingga pengendapan limbah dapat terjadi tanpa netralisasi muatan. Pada proses ini, akan menghasilkan endapan apabila kelarutan kompleks dan partikel terlampaui. Keempat mekanisme yang telah dipaparkan di atas merupakan gambaran keseluruhan proses yang terjadi pada koagulasi konvensional yang menggambarkan bahwa proses tersebut tidak sederhana, tetapi melibatkan berbagai reaksi. Menurut Van Loon dan Duffy 2000, reaksi-reaksi yang terjadi pada koagulasi konvensional dengan Al 2 SO 4 3 sebagai koagulan adalah sebagai berikut: Al 2 SO 4 3 aq + 12H 2 O 2AlH 2 O 6 3+ aq + 3SO 4 2- AlH2O 6 3+ aq + H 2 O AlH 2 O 5 OH 2+ aq + H 3 O + aq AlH 2 O 5 OH 2+ aq + H 2 O AlH 2 O 4 OH 2+ aq + H 3 O + aq AlH 2 O 4 OH 2+ aq + H 2 O AlH 2 O 3 OH 3 aq + H 3 O + aq AlH 2 O 3 OH 3 aq + H 2 O AlH 2 O 2 OH 4 - aq + H 3 O + aq Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi konvensional antara lain adalah pH, temperatur, waktu, jenis serta dosis koagulan yang digunakan. Dari berbagai faktor tersebut, yang paling berperan dalam menentukan kondisi optimum proses koagulasi adalah pH dan waktu Chow et al.,1999 serta dosis dari koagulan Gregor et al.,1997. Dosis koagulan sangat bergantung pada jenis limbah dan konsentrasi polutan dalam limbah. Semakin tinggi kosentrasi senyawa organik dalam limbah, maka dosis koagulan yang digunakan dalam proses koagulasi juga semakin besar Vickers et al.,1995. Faktor penting lainnya yang berpengaruh pada proses koagulasi adalah derajad keasaman pH. Menurut Vicker 1995, pH optimal untuk menurunkan kekeruhan secara efektif adalah antara 5,5-7. Penelitian oleh Vann Loon dan Duff 2000 serta Holt 2002, tentang pengaruh pH terhadap kelarutan berbagai jenis alumunium telah dilakukan. Dalam prakteknya, metode koagulasi konvensional memiliki beberapa kelemahan antara lain yaitu prosesnya yang relatif lambat karena memerlukan pengadukan dan penentuan dosis koagulan yang kurang tepat karena dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan konsentrasi polutan yang ada dalam limbah. Hal tersebut dapat menyebabkan kekurangan dosis koagulan sehingga pada prosesnya, koagulasi tidak berlangsung secara optimal dan kelebihan dosis koagulan dapat mengakibatkan konsentrasi logam meningkat.

b. Metode Elektrokoagulasi

Elektrokoagulasi koagulasi elektrokimia merupakan teknologi yang sudah ada sejak lama bukan teknologi terbaru. Pengolahan limbah cair dengan menggunakan elektrokoagulasi telah dilakukan sejak abad ke-20 dengan keberhasilan proses yang terbatas. Perangkat elektrokoagulator yang digunakan terbuat dari kaca transparan sehingga berlangsungnya proses elektrokoagulasi dapat diamati secara visual. Sebuah elektrokoagulator dilengkapi dengan 6 buah elektroda Fe dan sebuah bejana bak untuk wadah sampel yang dihubungkan dengan pompa sirkulasi air dan dilengkapi pula dengan power supply yang berfungsi sebagai potensial seperti disajikan pada Gambar 2.2. Gambar 2.2 Perangkat Elektrokoagulasi Prinsip dasar dari metode elektrokoagulasi adalah berdasarkan atas proses elektrolisis dengan menggunakan elektroda sebagai koagulan, dimana merupakan Voltage Bejana Perangkat Elektrokimia Pompa Sirkulasi V reaksi yang kompleks dengan melibatkan berbagai mekanisme untuk menghilangkan polutan dalam air Song et al., 2000. Dalam proses elektrolisis, logam pada anoda akan mengalami reaksi oksidasi menghasilkan partikel bermuatan positif kation, kemudian partikel tersebut akan mengalami interaksi dengan partikel yang tidak bermuatan dan membentuk endapan. Elektroda yang umum digunakan dalam proses elektrokoagulasi adalah logam Al Holt et al., 2002, Fe Jiang et al., 2002, dan PtI Buso et al., 1997. Diantara logam-logam tersebut, yang paling sering digunakan adalah logam Al, karena logam Al lebih efektif dalam proses elektrokoagulasi dan mudah didapat. Menurut penelitian yang dilakukan Holt et al. 2002, mekanisme yang terjadi dalam proses elektrokoagulasi disajikan dalam Gambar 2.3. Gambar 2.3 Reaksi yang terjadi dalam reaktor elektrokoagulasi Gambar 2.3 menunjukkan berbagai macam rekasi yang terjadi di dalam reaktor elektrokoagulasi yang melibatkan proses elektrolisis, koagulasi, dan hidrodinamis. Pada proses elektrolisis, terjadi reaksi oksidasi pada anoda menghasilkan Al 3+ dan gas oksigen, sedangkan pada katoda terjadi reaksi reduksi menghasilkan gas hidrogen. Proses selanjutnya yaitu proses koagulasi yang terjadi karena kation Al 3+ berinteraksi dengan partikel organik dalam limbah yang bermuatan negatif yang akan menghasilkan endapan. Proses selanjutnya yaitu hidrodinamis. Pada proses hidrodinamis, endapan yang terbentuk akan bergerak karena adanya gas hidrogen dan oksigen yang dihasilkan dari elektrolisis air. Reaksi yang terjadi dalam proses elektrolisis dengan menggunakan elektroda Al dituliskan dalam persamaan reaksi berikut ini: Anoda : Al + 3H 2 O AlOH 3 + 3H + + 3e - ……. 2 2H 2 O O 2 + 4H + + 4 e - ………….. 3 Katoda : 2H 2 O + 3e - H 2 + 2OH - ……………….. 4 Al 3+ + 3e - Al ……………………….. 5 Proses elektrokoagulassi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pH, waktu, kuat arus Chen et al., 2000, potensial dan jenis elektroda Tsai et al., 1997 serta jarak antar elektroda Mameri et al., 1998. Jenis elektroda merupakan faktor penting dalam pengolahan limbah cair secara elektrokimia. Elektroda memiliki kemampuan mengoksidasi senyawa organik Bejankiwar et al., 2002. Berdasarkan penelitian Sheng et al., 1998 serta Sheng dan Chi 1994 diketahui bahwa elektroda besi mampu mengoksidasi senyawa organik pada pengolahan limbah industri tekstil dan industri penggaraman yang diikuti dengan menurunnya nilai BOD dan CO Aplikasi metode elektrokoagulasi sudah banyak diterapkan, meskipun belum sebanyak metode koagulasi secara konvensional. Dalam penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa metode elektrokoagulasi lebih efektif dan lebih cepat dibandingkan dengan koagulasi konvensional. Hasil penelitian Holt et al. 2002 menunjukkan bahwa metode elektrokoagulasi mampu menurunkan kadar kekeruhan sebesar 90. Selain itu, Jiang et al. 2002, dengan menggunakan elektroda Al dalam penelitiannya diketahui dapat menurunkan intensitas warna hingga 76 dan penurunan COD sebesar 51. Dibandingkan dengan metode koagulasi secara konvensional, metode elektrokoagulasi mempunyai beberapa keunggulan yaitu prosesnya berlangsung lebih cepat, peralatan yang digunakan sederhana dan dapat dibuat dalam unit kecil sehingga sesuai untuk industri rumah tangga seperti rumah makan restoran. Selain itu, dalam metode elektrokoagulasi tidak memerlukan pengadukan serta tidak meenghasilkan limbah sekunder yang biasanya dihasilkan dalam metode koagulasi konvensional. Proses koagulasi lebih efektif untuk partikel yang berukuran kecil partikel mikro karena partikel tersebut mempunyai rapatan muatan yang tinggi Holt et al., 2002

5. Pemantauan Proses Pengolahan Limbah Cair

Pada prinsipnya, pengolahan limbah bertujuan untuk menurunkan konsentrasi senyawa organik dalam limbah. Tetapi karena konsentrasi polutan dalam limbah tidak dapat diketahui, dalam prakteknya pegolahan limbah dipantau dengan perubahan sifat-sifat limbah yang mempunyai hubungan dengan jumlah polutan dalam limbah. Sifat-sifat limbah yang umum digunakan adalah kekeruhan, DOC dissolved organic carbon dan TOC total organic carbon. Dalam prakteknya penentuan ketiga parameter tersebut seringkali tidak praktis karena membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang cukup mahal. Oleh karena hal tersebut, pemantauan dapat dilakukan dengan mengamati perubahan nilai kekeruhan, warna, BOD, COD, dan absorbansi karakteristik pada UV-Vis Jiang et al., 2002. Parameter-parameter tersebut dianggap berkorelasi baik dengan konsentrasi polutan dalam limbah. Namun, parameter-parameter tersebut sering menjadi kendala, seperti pada pengukuran COD dan BOD membutuhkan waktu yang relatif lama antara 2-4 jam untuk COD dan 4-5 hari untuk BOD, juga memerlukan biaya yang relatif mahal. Parameter kekeruhan meskipun sederhana dan murah, namun pengukuran kekeruhan meliputi komponen organik dan anorganik, sedangkan yang menjadi target hanya komponen organik saja. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka pemantauan yang dilakukan penelitian ini adalah dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada daerah UV-Vis menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Pemantauan UV-Vis dilakukan terhadap sampel sebelum dan sesudah mengalami perlakuan elektrokoagulasi. Pemantauan dilakukan dengan melihat perubahan nilai absorbansi pada panjang gelombang 254, 272, dan 285 nm, karena absorbansi pada ketiga panjang gelombang tersebut telah diketahui mempunyai korelasi yang baik dengan konsentrasi senyawa organik dalam limbah Kittis et al., 2002. Perubahan perbandingan nilai absorbansi pada panjang gelombang 250 nm terhadap absorbansi pada panjang gelombang 365 nm E 2 E 3 dan perbandingan absorbansi pada panjang gelombang 436 nm terhadap absorbansi pada panjang gelombang 665 nm E 4 E 6 juga digunakan, karena kedua perbandingan tersebut mempunyai hubungan dengan bobot molekul senyawa organik dalam limbah Thomsen et al., 2002. Prinsip dasar sperktrofotometri UV-Vis adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik yang dipancarkan oleh sumber energi dengan materi, dimana hasil interaksi radiasi UV-Vis terhadap materi mengakibatkan materi tersebut akan mengalami transisi elektronik Fessenden dan Fessenden, 1999. Transisi elektronik yang terjadi ada yang diserap oleh materi dan ada pula yang diteruskan. Spektrofotometer UV-Vis didasarkan pada hukum Lambert-Beer. Lambert-Beer menyelidiki mengenai hubungan antara adsorpsi radiasi dan panjang gelombang melalui medium yang menyerap cahaya. Jika suatu sinar radiasi monokromatik melewati suatu medium dengan ketebalan tertentu, diketahui bahwa tiap lapisan menyerap bagian yang sama dari radiasi yang dipancarkan. Dari hukum Lambert dan hukum Beer, dapat dilihat adanya hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi, atau disebut sebagai hukum Lambert-Beer dimana secara matematis dapat ditulis dalam persamaan berikut ini: A = ε. b. c …………………………………………………………. 2 Dengan : A= Absorbansi ε = Serapan molarekstingsi b = Panjang jalan lewat medium penyerap c = Konsentrasi senyawa solute yang menyerap Berdasarkan hal yang telah dipaparkan di atas, maka spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk memantau perubahan kosentrasi senyawa-senyawa organik dalam limbah cair sebab menunjukkan adanya hubungan absorbansi dengan konsentrasi.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Kerja Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Makan Sederhana Natar-Lampung Selatan. Analisis sampel dilakukan di Laboratorium Biomassa dari bulan Juli hingga September 2011.

B. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat elektrokoagulator, elektroda besi, spektrofotometer UV-Vis dan perangkat gelas yang umum. Perangkat elektrokoagulator yang digunakan terbuat dari kaca transparan sehingga berlangsungnya proses elektrokoagulasi dapat diamati secara visual, dengan tinggi 60 cm, panjang 30 cm dan lebar 30 cm. Elektrokoagulator ini dilengkapi dengan pompa sirkulasi untuk mengukur waktu kontak sampel dengan elektroda sehingga percobaan dapat dilakukan dengan sistem mengalir. Alat juga dihubungkan dengan power supply untuk mengatur besarnya potensial yang digunakan dalam proses elektrokoagulasi.