Teori Pembuktian dan Teori faktor yang mempengaruhi pembuktian dalam Penegakan hukum.

❩ ❬ 2. Sistem pembuktian menurut keyakinan hakim melulu conviction intime. Pada sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim, hakim dapat menjatuhkan putusan berdasarkan keyakinan belaka dengan tidak terikat oleh suatu peraturan. Melalui sistem “Conviction Intime”, kesalahan terdakwa bergantung kepada keyakinan belaka sehingga hakim tidak terikat pada suatu peraturan. Dengan demikian, putusan hakim dapat terasa nuansa subjektifnya. 3. Sistem pembuktian berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis Laconviction Raisonnee Menurut teori ini, hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar- dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan conclusie yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Keyakinan hakim tetap memegang peranan penting untuk menentukan kesalahan terdakwa, tetapi penerapan keyakinan hakim tersebut dilakukan dengan selektif dalam arti keyakinan hakim dibatasi dengan harus didukung oleh alasan-alasan jelas dan rasional dalam mengambil keputusan. 4. Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif negatief wettelijke bewijs theorie Pada prinsipnya, sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif menentukan bahwa hakim hanya boleh menjatuhkan pidana tehadap terdakwa apabila alat bukti tersebut secara limitatif ditentukan oleh undang-undang dan didukung pula oleh adanya keyakinan hakim ❭ ❪ terhadap eksistensinya alat-alat bukti tersebut. Jadi dalam menentukan apakah orang yang didakwakan tersebut bersalah atau tidak, haruslah kesalahannya dapat dibuktikan paling sedikit dengan dua jenis alat bukti seperti yang tertuang di dalam KUHAP pasal 183 “ Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurng-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya”. Alat bukti yang sah dalam KUHAP Pasal 184 ayat 1 undang-undang yaitu: a keterangan saksi, b keterangan ahli, c surat, d petunjuk, dan e keterangan terdakwa. B. Teori faktor yang mempengaruhi pembuktian dalam penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto Langkah dan strategi yang sangat mendesak urgent untuk dilakukan saat ini sebagai solusi terhadap persoalan tersebut ialah melakukan pembenahan dan penataan terhadap sistem hukum yang ada. Sebagai masyarakat Indonesia, negeri ini butuh penegakan hukum yang adil dan tegas. Tidak ada diskriminasi dalam penegakanya, masyarakat Indonesia begitu haus dengan penegakan hukum yang adil. ❫ ❴ Faktor – faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto adalah 7 : a. Faktor Perundang – undangan Substansi Hukum Praktik penyelengaraan hukum di lapangan, ada kalanya terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrack, sedangkan kepastian hukum merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Undang – undang dalam arti material adalah peraturan tertulis yang berlaku umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. b. Faktor Penegakan Hukum. Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak hukum. Ada beberapa halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan sasaran atau penegak hukum. c. Faktor sarana atau fasilitas pendukung Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. ❵ ❛ ❜❝❞❡ ❜ ❢ ❜ ❛ ❜❝❣❤❢✐❜ ❥ Faktor faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ❥ ❦❤ ❣❤ ❞✐ ❤ ❥ ❧ ❤❡❤ ♠ ❞ ❤ ♥♦ ❢ ♣ ❜ , Op.Cit. qr s ❥ t✉ ❥ ✈ ✇ Pendidikan yang diterima oleh polisi dewasa ini cenderung pada hal2 yang praktis konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di dalam tujuannya, diantarany adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam tindak pidana khusus yang selama ini masih di berikan wewenang kepada jaksa, hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum siap. Walaupun di sadari pula bahwa tugas yang harus di emban oleh polisi begitu luas dan banyak. Sarana atau fasilitas mempunyai peran yang sangat penting dalam penegakan hukum. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tersebut, tidak akan mungkin penegak hukum menyerasikan peranan yang seharusnya dengan peranan yang aktual. d. Faktor masyarakat. Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang adanya derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator berfungsinya hukum yang bersangkutan. Masyarakat Indonesia mempunyai kecenderungan yang besar untuk mengartikan hukum dan bahkan mengidentifikasikannya dengan petugas dalam hal ini penegak hukum sebagai pribadi. Salah satu akibatnya adalah, bahwa baik buruknya hukum senantiasa dikaitkan dengan pola prilaku penegak hukum tersebut. ①① e. Faktor kebudayaan Berdasarkan konsep kebudayaan sehari – hari, orang begitu sering membicarakan soal kebuddayaan. Kebudayaan menurut soerjono soekanto, mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia ndan masyarakat, yaitu mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Kebudayaan sistem hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi abstrak mengenai apa yang dianggap baik sehingga dianuti dan apa yang dianggap buruk sehingga dihindari.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. 1. Pendekatan Yuridis Normatif Pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan dengan cara menelaah asas- asas hukum, norma-norma, doktrin hukum, dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP dan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang – Undang No 20 Tahun 2001. Yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Pendekatan tersebut dimaksud untuk mengumpulkan berbagai macam toeri-teori dan literatur- literatur yang erat hubungannya dengan masalah yang akan diteliti. 2. Pendekatan Yuridis Empiris Pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan penelitian dengan cara meneliti dan mengumpulkan data primer yang diperoleh secara langsung melalui penelitian dengan cara observasi terhadap permasalahan yang dibahas. ② ③

B. Sumber dan Jenis Data

Untuk dilakukan penelitian ini diperlukan data-data yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Pada umumnya penelitian hukum terdapat dua jenis data, yang pertama disebut data sekunder dan yang kedua disebut data primer. 1. Data primer penelitian hukum adalah data yang di peroleh terutama dari hasil penelitian empiris, yaitu penelitian yang dilakukan langsung dilapangan, sedangkan data sekunder dalam penelitian hukum adalah data yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan atau berbagai literatur atau bahan pustaka yang berkaitan dengan masalah atau materi penelitian, yang sering disebut bahan hukum. Adapun sumber data penelitian skripsi ini hanya terkait data kepustakaan saja, sehingga jenis data yang digunakan adalah data sekunder. 2. Data sekunder data yang digunakan dalam menjawab permasalahan pada penelitian ini melalui studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, mempelajari dan menelaah teori-teori hukum pidana, asas-asas hukum pidana, dasar hukum dan doktrin-doktrin yang terdapat dalam literatur-literatur atau bahan-bahan yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal dengan bahan hukum dalam penelitian hukum seperti ada kesepakatan yang tidak tertulis dari para ahli peneliti hukum, bahwa bahan hukum itu berupa berbagai literatur yang ④ dikelompokan ke dalam bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier. Data sekunder terdiri dari 3 tiga bahan hukum, yaitu: a. Bahan Hukum Primer Data sekunder atau data kepustakaan atau dikenal sebagai bahan hukum, dalam penelitian hukum ini berupa berbagai literatur yang dikelompokan dalam bahan hukum primer terdiri atas peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, atau keputusan pengadilan dan traktat, antara lain terkait dengan peraturan perundang- undangan, yaitu: a. Undang – Undang No. 1 Tahun 1946 jo Undang-Undang No. 73 Tahun 1958 tentang Kitab Undang – undang Hukum Pidana KUHP; b. Undang – Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana KUHAP c. Undang – Undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang – Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasaan terhadap bahan hukum primer yang berupa literatur-literatur hukum maupun literatur lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Dokumen yang terkait

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 68 154

KAJIAN TERHADAP PEMBUKTIAN UNSUR PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN PADA TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Putusan No. 12Pid.SUSTPK2014PTTK)

1 5 42

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465/PID.SUS/2010/PN.Psp)

0 12 154

TINDAK PIDANA KORUPSI BERUPA PENYALAHGUNAAN WEWENANG DALAM JABATAN OLEH TIM PEMERIKSA PEKERJAAN PADA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN SIJUNJUNG (Putusan No. 18/PID.B/TPK/2013/PN/PDG).

0 0 25

TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN WEWENANG DANA PENGAMANAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH (STUDI PUTUSAN NOMOR: 19/Pid.Sus/PT.TPK.Smg.).

0 0 3

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465 PID.SUS 2010 PN.Psp)

0 0 8

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465 PID.SUS 2010 PN.Psp)

0 0 1

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465 PID.SUS 2010 PN.Psp)

0 0 20

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465 PID.SUS 2010 PN.Psp)

0 0 27

Tinjauan Terhadap Pertimbangan Hakim Dalam Memutus Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Wewenang Dalam Jabatan (Studi Putusan No.465 PID.SUS 2010 PN.Psp)

0 0 4