Kajian Sistem Drainase Terhadap Banjir Akibat Curah Hujan Studi Kasus: Jalan Sudirman Ujung Kota Langsa

(1)

KAJIAN SISTEM DRAINASE TERHADAP BANJIR

AKIBAT CURAH HUJAN

STUDI KASUS:

JALAN SUDIRMAN UJUNG KOTA LANGSA

TESIS

OLEH

ASMADI SURIA

087020005/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KAJIAN SISTEM DRAINASE TERHADAP BANJIR

AKIBAT CURAH HUJAN

STUDI KASUS:

JALAN SUDIRMAN UJUNG KOTA LANGSA

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Teknik

Dalam Program Studi Magister Teknik Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

OLEH

ASMADI SURIA

087020005/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PERNYATAAN

KAJIAN SISTEM DRAINASE TERHADAP BANJIR

AKIBAT CURAH HUJAN

STUDI KASUS:

JALAN SUDIRMAN UJUNG KOTA LANGSA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dibuat sebagai acuan dalam naskah penulisan ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Langsa,13 Januari 2011 Penulis


(4)

Judul Tesis : KAJIAN SISTEM DRAINASE TERHADAP BANJIR AKIBAT CURAH HUJAN

STUDI KASUS: JALAN SUDIRMAN UJUNG KOTA LANGSA

Nama Mahasiswa : ASMADI SURIA

Nomor Pokok : 087020005

Program Studi : TEKNIK ARSITEKTUR

Bidang Kekhususan : MANAJEMEN PEMBANGUNAN KOTA

Menyetujui Komisi Pembimbing

(A/Prof. Abdul Majid Ismail B.Sc, B.Arch, PhD) (Ir. N. Vinky Rahman, MT Ketua Anggota

)

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME)


(5)

TELAH DIUJI PADA

TANGGAL: 13 JANUARI 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua Komisi Penguji : A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD

Anggota Komisi Penguji : 1. Ir. N. Vinky Rahman, MT

2. Imam Faisal Pane, ST, MT 3. Ir. Novrial, M.Eng


(6)

ABSTRAK

Saat ini Kota Langsa terus berkembang dengan penyediaan sarana dan prasarananya sebagai penunjang kegiatan perdagangan dan industri, hal tersebut ditunjukan dengan menyediakan unit-unit pasar dan juga terdapat beberapa akomodasi yang juga memberikan kontribusi pada perekonomian daerah seperti keberadaan Hotel dan sejenisnya. Sebagai dasar penulisan tesis ini salah satu sarana prasarana yang diteliti adalah sistem drainase kota dimana sarana tersebut merupakan unsur penting dalam pengembangan suatu daerah agar menjadi kota yang bebas dari banjir, dengan mengambil studi kasus sekitar daerah Jalan Sudirman Ujung Kota Langsa. Daerah tersebut dipilih karena merupakan pusat aktivitas kegiatan perekonomian dan jaringan drainase nya terutama dibagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari elevasi dasar saluran muara.

Metodologi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu: objek dan batasan penelitian, jenis penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Sedangkan untuk memperkirakan besarnya hujan rencana digunakan Metode Distribusi Log pearson Tipe III yang bertujuan untuk mendapatkan harga debit banjir puncak dengan periode ulang tertentu.

Hasil penelitian dan perhitungan diketahui bahwa besaran debit drainase eksisting (Q) daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung lebih kecil dari pada besaran debit

banjir puncak (Qp). Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa sistem

drainase eksisting yang ada tidak dapat menampung debit banjir puncak.

Dengan demikian, untuk mengatasi masalah genangan air/banjir di sekitar Jalan Sudirman Ujung, melalui beberapa upaya dalam mengatasinya yaitu: (1). Melakukan normalisasi saluran dengan membentuk kemiringan saluran dan perbaikan pada tanggul saluran utama (2). Memperbesar dimensi saluran yang ada dan peninggian dari lebar 4m menjadi lebar 7m (3). Membangun kolam resapan di perkotaan, aliran hujan ditampung dalam kolam resapan, untuk mengurangi laju run-off dan sekaligus mememaksa aliran masuk ke dalam sistem air tanah.


(7)

ABSTRACT

Currently Langsa City continues to grow with the provision of facilities and infrastructures as supporting the activities of trade and industry, it is shown to provide market units and also there are some accommodations that also contribute to the regional economy such as the presence of hotels and the like. As the basis of this thesis one infrastructure drainage system under study is the city where the facility is an important element in the development of an area for a city that is free from flooding, with a case study around the city of Ujung Jalan Sudirman Langsa. The area was chosen because it is a center of economic activity and its drainage network especially in the downstream channel has a bottom elevation lower than the mouth of the channel bottom elevation.

The methodology used by the authors in this study are: the object and limits of research, this kind of research, data collection and data analysis. Meanwhile, to estimate the amount of rainfall used plan method Log Pearson Type III Distribution that aims to get the price of peak flood discharge with a certain return period.

The results and calculations is known that the amount of existing drainage discharge (Q), the area around Jalan Sudirman Edge magnitude smaller than the flood peak discharge (Qp). Thus it can be deduced that the existing drainage system is unable to accommodate peak flood discharge.

Thus, to overcome the problem of stagnant water/floods in the vicinity of Ujung Jalan Sudirman, through some effort in to overcome that: (1). Normalize the channel by forming the slope of the channel and levee repairs in the main channel (2). Enlarging the existing dimensions of the channel width and the exaltation of 4m to 7m wide (3). Building a pond in the urban catchment, the flow of rain in the catchment pond, to reduce the rate of run-off and well mememaksa flow into the groundwater system.


(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdullilah atas kehadirat ALLAH SWT sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan untuk memenuhi salah satu persyaratan ujian akhir pada Program Pasca Sarjana Fakultas Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara. Tesis ini merupakan kajian penelitian yang diberi judul KAJIAN SISTEM DRAINASE TERHADAP BANJIR AKIBAT CURAH HUJAN (Studi Kasus Daerah Sekitar Jalan Sudirman Ujung Kota Langsa).

Penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari keterlibatan berbagai pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis sejak mengikuti pendidikan sampai terselesaikannya penulisan tesis ini. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tulus dan ikhlas kepada semua pihak, terutama kepada Ketua Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, MSc, Sekretaris Program Studi Magister Teknik Arsitektur, Ibu Beny Octofryana Yousca Marpaung, ST, MT, PhD, Koordinator Manajemen Pembangunan Kota, Bapak Achmad Delianur Nasution, ST, MT, IAI.

Tak lupa juga ucapan terimakasih yang tidak terhingga kepada A/Prof. Abdul Majid Ismail, B.Sc, B.Arch, PhD, selaku Dosen Pembimbing I dan Ir. N. Vinky

Rahman, MT, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini, BAPPEDA Kota Langsa beserta stafnya, yang telah membantu memberikan


(9)

informasi serta data-data yang berkaitan dengan penelitian kepada penulis, Seluruh Dosen Pengajar Program Pasca Sarjana Magister Teknik Arsitektur Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan pendidikan yang berarti, dan saudari Novi sebagai staf administrasi, serta Rektor dan Dekan Fakultas Teknik Universitas Samudera Langsa Pak Ir. Zulkifli, MM, Rulina Rita ST, MT, Dosen dan Staf Tata Usaha.

Penghargaan selanjutnya kuhaturkan kepada Isteri, Anak serta keluargaku Dra. Rosdawati, Rizki, Fahrul, Apit, Fozan, Wawa atas dukungannya, baik selama kuliah, maupun di dalam penyelesaian tesis ini, serta teman-teman kuliah khususnya Pakpahan, Ibu Lusi, Erwin Sitorus, Hendra, Sahid, Bayhaki, Arfan, Yani, Bernas, Jayadin, Armelia, Amsuardiman, Muara.

Penulis mengharapkan semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian penulisan tesis ini.

Langsa, 13 Januari 2011 Penulis


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Asmadi Suria

Alamat : Kompleks BTN Sei Pauh Langsa

Agama : Islam

Tempat/Tanggal Lahir : Rantau Prapat, 26 Oktober 1963

Jenis Kelamin : Laki-laki

Anak ke : 1 dari 5

Warga Negara : Indonesia

Nama Ayah : Asnawi (Alm.)

Nama Ibu : Hj. Nurmila Siregar

Nama Istri : Dra. Rosdawati Abdi

Nama Anak : Rizki Asnanda

Fahrullrozi Afit Astriansyah Muhammad Fozan Fadiah Siti Salwah

Pendidikan Formal : SD Negeri 43 Pematang Siantar

(tamat tahun 1976)

SMP Negeri 2 Pematang Siantar

(tamat tahun 1979)

SMA Negeri 1 Padangsidimpuan

(tamat tahun 1982)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Permasalahan ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Kontribusi Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI ... 5

2.1 Infrastruktur ... 5

2.2 Drainase ... 5

2.2.1 Pola Aliran Air dalam Drainase ... 11

2.2.2 Bentuk-Bentuk Penampang Melintang Saluran Drainase ... 14

2.3 Banjir ... 16

2.3.1 Sistem Peringatan Dini Tentang Banjir ... 19

2.3.2 Renaturalisasi Sungai ... 21

2.4 Hujan ... 27

2.4.1 Tipe-Tipe Hujan ... 29

2.4.2 Pengukuran Hujan ... 29

2.4.3 Radar Hujan untuk Antisipasi Banjir ... 31

2.4.4 Hujan Rata-Rata Suatu Wilayah ... 32


(12)

2.6 Debit Banjir Rencana ... 37

2.7 Koefisien Run Off ... 40

2.8 Intensitas Hujan ... ... 41

2.9 Luas Daerah Genangan Air/Banjir ... 41

2.10 Perhitungan Kapasitas ... 42

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 44

3.1 Objek dan Batasan Tahapan Penelitian ... 45

3.2 Jenis Penelitian ... 45

3.3 Pengambilan Data ... 46

3.4 Analisis Data ... 48

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN ... 49

4.1 Gambaran Umum ... 49

4.2 Keadaan Lokasi Daerah Sekitar Jalan Sudirman Ujung ... 57

4.3 Keadaan Drainase Daerah Kawasan Area Sekitar Jalan Sudirman 58

4.4 Kondisi saluran Drainase Eksisting ... 62

4.5 Data Curah Hujan Daerah Sekitar Jalan Sudirman Ujung ... 63

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 64

5.1 Perhitungan Curah Hujan Rencana ... 64

5.2 Perhitungan Debit Banjir Rencana ... 67

5.3 Perhitungan Kapasitas Saluran Drainase Eksisting ... 71

5.4 Perhitungan Luas Penampang Basah Saluran Rencana ... 74

5.5 Hasil Perhitungan Luas Penampang Basah Saluran ... 78

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 81

6.1 Kesimpulan ... 81

6.2 Rekomendasi ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84


(13)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

2.1 Standar Pelayanan Minimal Bidang Drainase ... 20

2.2 Perbandingan dari tiap luas tiap poligon terhadap luas daerah pengaliran merupakan faktor koreksinya ... 34 2.3 Contoh Perhitungan Curah Hujan dengan Metode Log Person Tipe III ... 37 2.4 Koefisien Penyebaran Hujan ... 39

2.5 Standar Harga Koefisien Run Off ... 41

2.6 Standar Harga Koefisien Kekasaran ... 43

4.1 Data Kondisi Saluran Drainase Sekitar Jalan Sudirman Ujung ... 62

4.2 Informasi Curah Hujan Maksimum ... ... 63

5.1 5.2 Informasi Curah Hujan Maksimun dari Tahun 2000 s/d 2009 ... Perhitungan Curah Hujan dengan Menggunakan Metode Distribusi Log Person Tipe III ... 64 65 5.3 Data Kondisi Saluran Drainase Sekitar Jalan Sudirman Ujung ... 71


(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

2.1 Konsep saluran drainase konvensional yang mengalirkan air

secepat-cepatnya ke sungai sehingga mengakibatkan bahaya banjir, kekeringan dan tanah longsor ...

8

2.2 Struktur Drainase Perkotaan ... 9

2.3 Bentuk Segi Empat Penampang Melintang Saluran Drainase ... 15

2.4 Bentuk Bulat dan Oval Penampang Melintang Saluran Drainase ... 15

2.5 Bentuk Trapesium dan Trapesium Tersusun Penampang Melintang Saluran Drainase ... 15

2.6 Metoda Kolam Konservasi dan metoda river side polder ... 17

2.7 Mengaktifkan tanggul sodetan atau oxbow ... 23

2.8 Menanami kembali bantaran dan tebing dengan vegetasi ... 24

2.9 Memperlebar daerah bantaran sungai untuk konsentrasi hulu ... 25

2.10 Membangun pulau buatan pada daerah sungai ... 26

2.11 Daur Hidrologi ... 28

2.12 Jenis-Jenis Alat Ukur Curah Hujan ... 31

2.13 Hitungan Hujan Rata-Rata Aljabar ... 33


(15)

3.1 Peta Genangan Banjir Kota Langsa ... 44

3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian ... 47

4.1 Peta wilayah detail lokasi penelitian area Jalan Sudirman ujung di Kota Langsa ... 51 4.2 4.3 4.4 Peta detail genangan banjir di Jalan Sudirman ujung Kota Langsa ... Peta Jalan Ahmad Yani ... Peta Drainase Jalan Syiah Kuala ... 52 53 54 4.6 Peta Drainase di Jalan Prof. A. Majid Ibrahim ... 55

4.7 Peta Drainase di Jalan Sudirman Ujung ... 56

4.8 Keadaan Drainase Jalan A. Yani ... 59

4.9 Keadaan Drainase Jalan Syiah Kuala ... 60

4.10 Keadaan Drainase Jalan Sudirman ... 60

4.11 Keadaan Drainase Jalan Prof. A. Majid Ibrahim ... 62 5.1

5.2

Perbandingan kemiringan saluran eksisting ... Penampang saluran rencana daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung ...

71 75


(16)

ABSTRAK

Saat ini Kota Langsa terus berkembang dengan penyediaan sarana dan prasarananya sebagai penunjang kegiatan perdagangan dan industri, hal tersebut ditunjukan dengan menyediakan unit-unit pasar dan juga terdapat beberapa akomodasi yang juga memberikan kontribusi pada perekonomian daerah seperti keberadaan Hotel dan sejenisnya. Sebagai dasar penulisan tesis ini salah satu sarana prasarana yang diteliti adalah sistem drainase kota dimana sarana tersebut merupakan unsur penting dalam pengembangan suatu daerah agar menjadi kota yang bebas dari banjir, dengan mengambil studi kasus sekitar daerah Jalan Sudirman Ujung Kota Langsa. Daerah tersebut dipilih karena merupakan pusat aktivitas kegiatan perekonomian dan jaringan drainase nya terutama dibagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari elevasi dasar saluran muara.

Metodologi yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu: objek dan batasan penelitian, jenis penelitian, pengumpulan data dan analisis data. Sedangkan untuk memperkirakan besarnya hujan rencana digunakan Metode Distribusi Log pearson Tipe III yang bertujuan untuk mendapatkan harga debit banjir puncak dengan periode ulang tertentu.

Hasil penelitian dan perhitungan diketahui bahwa besaran debit drainase eksisting (Q) daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung lebih kecil dari pada besaran debit

banjir puncak (Qp). Dengan demikian dapat di tarik kesimpulan bahwa sistem

drainase eksisting yang ada tidak dapat menampung debit banjir puncak.

Dengan demikian, untuk mengatasi masalah genangan air/banjir di sekitar Jalan Sudirman Ujung, melalui beberapa upaya dalam mengatasinya yaitu: (1). Melakukan normalisasi saluran dengan membentuk kemiringan saluran dan perbaikan pada tanggul saluran utama (2). Memperbesar dimensi saluran yang ada dan peninggian dari lebar 4m menjadi lebar 7m (3). Membangun kolam resapan di perkotaan, aliran hujan ditampung dalam kolam resapan, untuk mengurangi laju run-off dan sekaligus mememaksa aliran masuk ke dalam sistem air tanah.


(17)

ABSTRACT

Currently Langsa City continues to grow with the provision of facilities and infrastructures as supporting the activities of trade and industry, it is shown to provide market units and also there are some accommodations that also contribute to the regional economy such as the presence of hotels and the like. As the basis of this thesis one infrastructure drainage system under study is the city where the facility is an important element in the development of an area for a city that is free from flooding, with a case study around the city of Ujung Jalan Sudirman Langsa. The area was chosen because it is a center of economic activity and its drainage network especially in the downstream channel has a bottom elevation lower than the mouth of the channel bottom elevation.

The methodology used by the authors in this study are: the object and limits of research, this kind of research, data collection and data analysis. Meanwhile, to estimate the amount of rainfall used plan method Log Pearson Type III Distribution that aims to get the price of peak flood discharge with a certain return period.

The results and calculations is known that the amount of existing drainage discharge (Q), the area around Jalan Sudirman Edge magnitude smaller than the flood peak discharge (Qp). Thus it can be deduced that the existing drainage system is unable to accommodate peak flood discharge.

Thus, to overcome the problem of stagnant water/floods in the vicinity of Ujung Jalan Sudirman, through some effort in to overcome that: (1). Normalize the channel by forming the slope of the channel and levee repairs in the main channel (2). Enlarging the existing dimensions of the channel width and the exaltation of 4m to 7m wide (3). Building a pond in the urban catchment, the flow of rain in the catchment pond, to reduce the rate of run-off and well mememaksa flow into the groundwater system.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Langsa merupakan daerah pemekaran dari Pemerintah Aceh Timur, yang mana pemerintahan aceh timur di mekarkan menjadi dua kabupaten kota yaitu Pemerintahan Kota Langsa dan Pemerintahan Kabupaten Aceh Tamiang. dan saat ini Kota Langsa terus berkembang dengan penyediaan sarana dan prasarananya sebagai penunjang kegiatan perdagangan, industri dan administrasi pemerintahan. Selain itu Kota Langsa sebagai pusat ekonomi pada tiga wilayah Kabupaten Kota, hal tersebut ditunjukan dengan keberadaan dermaga Kuala Langsa juga terdapat beberapa akomodasi yang juga memberikan kontribusi pada perekonomian daerah seperti keberadaan Hotel dan sejenisnya.

Dengan demikian dalam penulisan tesis ini salah satu sarana prasarana yang diteliti adalah sistem drainase Kota dimana sarana tersebut merupakan unsur penting dalam pengembangan suatu daerah agar menjadi kota yang bebas dari banjir. Jika sistem drainase kotanya tidak baik maka tentunya akan berdampak sangat buruk terhadap perkembangan kota itu sendiri. Dari hasil pengamatan sebagian besar drainase utama di Kota Langsa, baik yang alamiah atau buatan, dibagian hilir mempunyai elevasi dasar saluran lebih rendah dari elevasi dasar saluran muara. Hal


(19)

ini menyebabkan sedimentasi serius dan menimbulkan pendangkalan hingga akhirnya banjir. Sumber-sumber banjir Kota Langsa dapat di bedakan menjadi 3 macam, yaitu:

1. Banjir akibat luapan suangai: aliran banjir yang datangnya dari daerah hulu sungai di luar kawasan yang tergenang. Hal ini terjadi jika hujan yang terjadi di daerah hulu menimbulkan aliran banjir yang melebihi kapasitas sungainya, sehingga terjadi limpasan. Menurut Sumber dari Dinas Pekerjaan Umum menyebutkan bahwa, banjir akibat luapan sungai yang besar tercatat pada awal tahun 2006 yang diakibatkan dari intensitas hujan hingga 2 (dua) hari berturut-turut akibatnya sungai/krueng Langsa meluap menggenangi rumah-rumah warga, dari data tersebut juga menyebutkan, ketinggian banjir saat itu mencapai 50-300 cm selama 6-12 jam dan itu berlangsung hingga sekarang.

2. Banjir Lokal: genangan air yang timbul akibat hujan yang jatuh di daerah itu sendiri. Hal ini dapat terjadi kalau hujan yang terjadi melebihi kapasitas sistem drainase yang ada. Masih pada sumber yang sama dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Langsa, ketinggian genangan air mencapai 30-50 cm dan lama genangan antara 1-3 jam. Banjir ini sering terjadi terutama pada daerah dataran rendah, meliputi: BTN Seuriget, kawasan lapangan Merdeka di wilayah Gampong Jawa, Gampong Sungai Pauh dan Gampong Sidorejo.


(20)

3. Banjir Rob: banjir yang terjadi baik akibat aliran langsung air pasang atau air balik dari saluran drainase akibat terhambat oleh air pasang. Banjir pasang merupakan banjir rutinakibat air laut pasang yang terjadi di sepanjang wilayah pesisir laut. Banjir rob ini sering terjadi terutama pada daerah Gampong Kuala Langsa, Gampong Sei Luaeng, Gampong Telaga Tujuh, Gampong Cinta Raja dan Gampong Sungai Pauh.

Sejak 3 (tiga) tahun terakhir ini banjir di Kota Langsa semakin meningkat. Hal ini diakibatkan oleh meningkatnya debit banjir dari daerah tangkapan air, berkurangnya kapasitas saluran akibat sedimentasi, dan akibat penurunan muka tanah.

Dilandasi pemikiran tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem drainase di Kota Langsa, yang dibatasi hanya pada masalah sistem drainase akibat curah hujan yang menyebabkan banjir di daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung. Jalan Sudirman Ujung dipilih karena dilandasi oleh pemikiran penulis bahwa pada sekitar daerah itulah pusat terparah terjadinya banjir baik besaran maupun frekuensinya di Kota Langsa.

1.2 Rumusan Permasalahan

Sistem darainase Kota Langsa merupakan unsur penting dalam pengembangan daerah agar menjadi kota yang bebas dari banjir. Keadaaan eksisting sistem drainase pada daerah sekitar Jalan Sudirman ujung sering terjadi genangan air/banjir.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian adalah:

1. Mengidentifikasi keadaan eksisting sistem drainase pada daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung apakah sarana penunjang bangunan drainase sudah dipenuhi atau belum.

2. Mencari penyelesaian secara konprehensif dengan memperhatikan

tangkapan air (catchment area).

1.4 Kontribusi Penelitian

Kontribusi penelitian, antara lain:

1. Memberikan usulan-usulan yang berguna untuk perencanaan drainase

didaerah Kota Langsa khususnya sekitar Jalan Sudirman ujung dengan meminimalkan pengaruh genangan air/banjir.

2. Memberikan masukan bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam

pembangunan suatu lingkungan di daerah perkotaan.

3. Memberikan landasan bagi studi-studi selanjutnya yang behubungan dengan pengendalian air/banjir, terutama untuk perencanaan drainase perkotaan yang peka terhadap genangan air/banjir.


(22)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Infrastruktur

Menurut sumber dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002), infrastruktur dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: infrastruktur ekonomi dan infrastruktur sosial. Infrastruktur ekonomi adalah infrastruktur fisik, baik yang digunakan pada proses produksi maupun yang dimanfaatkan oleh masyarakat luas termasuk semua prasarana umum seperti: drainase perkotaan, air bersih dan sanitasi, irigasi, telekomunikasi perhubungan, sedangkan infrastruktur sosial meliputi prasarana kesehatan dan pendidikan. Urusan prasaranan umum hampir identik dengan persoalan-persoalan yang menjadi perhatian bidang pekerjaan umum (public works)

2.2 Drainase

. Di Indonesia saat ini pekerjaan umum merupakan tugas dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah atau Dinas terkait pada level pemerintah Kabupaten/Kota.

Menurut Haryono (1999), drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah. Drainase (drainage) berasal dari kata to drain yang berarti mengeringkan atau mengalirkan air dan merupakan terminologi yang digunakan untuk menyatakan sistem-sistem yang berkaitan dengan penanganan masalah kelebihan air, baik di atas maupun di bawah permukiman tanah. Pengertian drainase tidak terbatas pada teknis


(23)

pembuangan air yang berlebihan namun lebih luas lagi menyangkut keterkaitannya dengan aspek kehidupan yang berada didalam kawasan diperkotaan. Semua hal yang menyangkut kelebihan air yang berada di kawasan kota sudah pasti dapat menimbulkan permasalahan yang cukup komplek. Dengan semangkin kompleksnya permasalahan drainase perkotaan maka di dalam perencaaan dan pembangunannya tergantung pada kemampuan masing-masing perencana. Dengan demikian didalam proses pekerjaanya memerlukan kerja sama dengan beberapa ahli di bidang lain yang terkait.

Menurut sumber dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2002) ada beberapa sarana penunjang bangunan drainase:

1. Lubang air pada dinding saluran (wheep hole) yaitu lubang yang berfungsi untuk mengalirkan air resapan yang berasal dari tanah sekitar saluran drainase, sehingga tanah tidak menjadi berlumpur dan becek.

2. Lubang air pada trotoar (street inlet) yaitu lubang yang berfungsi untuk mengalirkan air yang berasal dari jalan yang beraspalsehingga tidak terjadi genangan air/banjir.

3. Saringan sampah kasar (bar screen) yaitu saringan sampah yang diletakkan sebelum terdapatnya kantong lumpur/pasir sehingga sampah yang berukuran besar tidak dapat masuk ke dalam kantong lumpur/pasir.


(24)

4. Saringan sampah halus (fine screen) yaitu saringan sampah yang mempunyai ukuran lebih kecil dari pada ukuran saringan sampah kasar di letakkan pada gorong-gorong (box culvert) sehingga sampah yang mempunyai ukuran kecil tidak dapat masuk kedalam gorong-gorong (box culvert).

5. Penutup atas parit (cover slab) yaitu struktur beton bertulang yang diletakkan di atas bangunan drainase. Umumnya penutup parit ini digunakan pada daerah perkotaan, hal ini disebabkan karena keterbatasan lahan untuk pembuatan trotoar (pedestrian).

Menurut Maryono (2000), pada daerah perkotaan konsep drainase konvensional atau darainase ramah lingkungan sering dilakukan, dimana dalam konsep drainase konvensional selurh air hujan yang jatuh di suatu wilayah harus secapat-cepatnya dibuang ke sungai dan seterusnya mengalir ke laut. Konsep drainase konvensional untuk permukiman atau perkotaan dibuat dengan cara membuat saluran-saluran lurus terpendek menuju sungai. Demikian juga di areal wisata dan olahraga, semua saluran drainase di design sedemikian rupa sehingga air mengalir secepatnya kesungai terdekat dan sama sekali tidak memperhatikan apa yang akan terjadi di bagian hilir. Jika semua air hujan dialirkan secapatnya-cepatnya ke sungai tanpa diupayakan agar air mempunyai waktu cukup untuk meresap ke dalam tanah akhirnya dampak tersebut dapat kita lihat sekarang ini yaitu terjadinya kekeringan dimana-mana, banjir, tanah longsor dan pelumpuran seperti terlihat pada gambar 2.1.


(25)

Gambar 2.1 Konsep saluran drainase konvensional. Sumber: Maryono, 2000

Selanjutnya menurut Maryono (2000), sistem drainase perkotaan dapat dibagi manjadi 2 (dua) macam sistem dan ditambah dengan pengendalian banjir (food control), sistem tersebut adalah:

a. Sistem Jaringan Drainase Utama (Major Urban Drainage System),

berfungsi mengumpulkan aliran air hujan dari minor drainase sistem untuk diterusin kebadan air atau flood control (sungai yang melalui daerah


(26)

pemerintahan kota dan kabupaten, seperti: waduk, rawa-rawa, sungai dan muara laut untuk kota-kota ditepi pantai) seperti terlihat pada gambar 2.1. b. Drainase Lokal (Minor Urban Drainage System), adalah jaringan drainase

yang melayani bagian-bagian khusus perkotaan seperti kawasan real estate, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan perkampungan, kawasan komplek-komplek, perumahan dan lain-lain.

c. Struktur saluran, secara hirarki drainase perkotaan mulai dari yang paling hulu akan terdiri dari: saluran kwarter/saluran kolektor jaringan drainase lokal, saluran tersier, saluran sekunder dan saluran primer (ilustrasi dapat dilihat pada gambar 2.2.

Keterangan:

1. Saluran Primer 3. Saluran Tersier 5. Batas Daerah Pengalian 2. Saluran Skunder 4. Kuarter

Gambar 2.2 Struktur Drainase Perkotaan Sumber: Maryono, 2000

4

3

2

5

1

2

4


(27)

Menurut Haryono (1999), ada beberapa kegunaan drainase, selain untuk pengeringan tanah atau menghambat terjadinya banjir, drainase dapat berfungsi untuk pertanian, bangunan, kesehatan, dan lansekap.

1. Pertanian

Tanah yang terlalu basah seperti rawa misalnya tidak dapat ditanami. Untuk dapat digunakan sebagai lahan pertanian, tanah rawa yang selalu basah perlu dikeringkan.

2. Bangunan

Untuk mendirikan bangunan (gedung, jalan dan lapangan terbang) di atas tanah yang basah perlu drainase, agar tanah menjadi kering dan daya dukung tanah manjadi bertambah sehingga dapat mendukung beban bangunan di atasnya.

3. Kesehatan

Tanah yang digenangi air dapat menjadi tempat berkembangnya nyamuk, sehingga perlu dikeringkan dengan sistem jaringan drainase. Pada tanah kering telur dan larva nyamuk tidak hidup. Sedangkan dari ilmu kesehatan gas-gas yang terdapat di rawa seperti gas methan tidak baik untuk kesehatan, sehingga tanah sekitar permukiman perlu dikeringkan.

4. Lansekap

Untuk pemandangan yang baik, tanah basah/berair harus dikeringkan, sehingga dapat ditenami rumput atau tanaman-tanaman hias lainnya.


(28)

Menurut Haryono (1999), pengaliran air dalam drainase perkotaan disebabkan terutama oleh limbah rumah tangga dan hujan. Tetapi yang paling dominan yang mengakibatkan banjir adalah air hujan. Jatuhnya hujan disuatu daerah, baik menurut waktu maupun menurut pembagian geografisnya tidak tetap melainkan berubah-ubah. Bila hujan yang jatuhnya deras dan/atau lama dan lebih besar dari kapasitas infiltrasi dan kapasitas intersepsi, semakin besar pula aliran melalui permukaan tanah, maka kelebihan aliran permukiman tanah menjadi lebih besar, saluran drainase dan sungai tidak dapat menampung seluruh air yang datang karena telah terisi penuh dan terjadi luapan air. Dalam perencanan bangunan air, masalahnya adalah berapakah besar debit air yang harus disalurkan itu adalah debit suatu saluran pembuangan atau sungai, maka besarnya debit tidak tertentu dan berubah-ubah karena adanya banjir. Debit banjir ini disebut banjir rencana, yaitu banjir yang dipakai sebagai dasar untuk perhitungan ukuran bangunan saluran drainase yang direncanakan. Debit banjir rencana itu sudah tentu tidak boleh diambil terlalu kecil, sebab jika sewaktu-waktu terjadi banjir maka banguna tersebut akan selalu terancam keamanannya. Sebaliknya jika debit banjir rencana juga tidak boleh diambil terlalu besar sehingga menyebabkan ukuran bangunan air menjadi terlalu besar, dan mungkin dapat melampaui batas-batas ekonomis yang dapat dipertanggungjawabkan.

2.2.1 Pola aliran air dalam drainase

Aliran dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka (open chanel flow) maupun saluran tertutup (pipe flow). Pada aliran saluran terbuka terdapat


(29)

permukaan air yang bebas (free surface). Permukaan bebas ini dapatdipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Sedangkan pada aliran saluran tertutup tidak terdapat permukaan yang bebas, hal ini dikarenakan seluruh saluran diisi oleh air. Pada aliran saluran tertutup permukaan air secara tidak langsung dipengaruhi oleh tekanan udara luar, kecuali hanya oleh tekanan hidraulika yang ada dalam aliran saja. Pada aliran saluran terbuka untuk penyederhanaan dianggap bahwa aliran sejajar, kecepatan beragam dan kemiringan kecil.

Dalam hal ini permukaan air merupakan garis derajat hidraulika dan dalamnya air sama dengan tinggi tekanan. Meskipun kedua jenis aliran hampir sama, penyelesaian masalah aliran dalam saluran terbuka jauh lebih sulit dibanding dengan aliran pipa tekan. Hal ini desebabkan karena permukaan air bebas cenderung bebas sesuai dengan waktu dan ruang juga bahwa kedalaman aliran, debit, kemiringan dasar saluran dan kedudukan permukaan bebas saling bergantung satu sama lainnya. Aliran dalam suatu saluran tertutup tidak selalu merupakan aliran pipa.

Menurut Haryoyo (1999), apabila terdapat permukaan bebas, harus digolongkan sebagai aliran saluran terbuka. Sebagai contoh saluran drainase air hujan yang merupakan saluran tertutup, biasanya dirancang untuk aliran saluran terbuka sebab aliran saluran drainase diperkirakan hampir setiap saat memiliki permukaan bebas.

Selanjutnya manurut Haryono (1999), penggolongan jenis aliran berdasarkan perubahan kedalaman aliran sesuai dengan perubahan ruang dan waktu di bagi 2, yaitu aliran lunak (steady flow) dan aliran tidak lunak (unsteady flow).


(30)

1. Aliran lunak (steady flow). Aliran lunak adalah aliran yang mempunyai kedalaman tetap untuk selang waktu tertentu. Aliran lunak diklasifikasikan menjadi:

a. Aliran seragam (uniform flow). Aliran saluran terbuka dikatakan

seragam apabila ke dalam air sama pada setiap penampang saluran.

b. Aliran berubah (varied flow). Aliran saluran terbuka dikatakan

berubah secara lambat apabila kedalaman air berubah di sepanjang saluran. Aliran berubah terdiri dari atas 2 yaitu aliran berubah secara lambat apabila kedalaman aliran berubah secara lambat dan aliran berubah secara cepat apabila kedalaman aliran berubah secara cepat. 2. Aliran tidak lunak (unsteady flow). Aliran tidak lunak adalah aliran yang

mempunyai kedalaman tidak tetap untuk selang waktu tertentu. Aliran tidak lunak diklasifikasikan menjadi:

a. Aliran seragam tidak lunak (unsteady uniform flow). Aliran saluran terbuka dimana alirannya mempunyai permukaan yang berklasifikasi waktu dan tetap sejajar dengan dasar saluran. Aliran seperti ini jarang ditemukan di lapangan.

b. Aliran berubah tidak lunak (unsteady varied flow). Aliran saluran terbuka dimana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan ruang. Aliran berubah tidak lunak terdiri dari 2 yaitu aliran yang berubah secara lambat dimana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan


(31)

ruang dengan perubahan kedalaman secara lambat, serta aliran tidak lunak berubah secara cepat dimana kedalaman aliran berubah sepanjang waktu dan ruang dengan perubahan kedalaman secara cepat. Selanjutnya menurut Haryono (1999), kekentalan dan gravitasi dapat mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka. Tegangan permukaan aliran dalam keadaan tertentu dapat pula mempengaruhi sifat aliran, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar dalam masalah saluran terbuka pada umumnya ditemui dalam dunia perekayasaan.

1. Aliran Laminer. Aliran saluran terbuka dikatakan laminer apabila gaya kekentalan (viscosity) relatif sangat besar dibandingkan dengan gaya inersia sehingga keketalan berpengaruh besar terhadap sifat aliran. Butir-butir aliran bergerak menurut lintasan tertentu yang teratur atau lurus dan selapis cairan tipis seolah-olah menggelincir diatas lapisan lain.

2. Aliran Turbulen. Aliran saluran terbuka dikatakan turbulen apabila gaya kekentalan (viscosity) relatif lemah dibanding dengan gaya inersia. Butir-butir air bergerak menurut lintasan tertentu yang tidak teratur, tidak lancar dan tidak tetap walaupun butir-butir tersebut bergerak maju di dalam aliran keseluruhan.

2.2.2 Bentuk-bentuk penampang melintang saluran drainase

Haryono (1999), juga mengatakan ada beberapa macam bentuk penampang saluran drainase dapat dilihat pada gambar 2.3, 2.4 dan 2.5.


(32)

Gambar 2.3 Bentuk Segi Empat Penampang Melintang Saluran Drainase Sumber: Haryono, 1999

Gambar 2.4 Bentuk Buat dan Oval Penampang Melintang Saluran Drainase Sumber: Haryono, 1999

Gambar 2.5 Bentuk Trapesium dan Trapesium Tersusun Penampang Melintang Saluran Drainase


(33)

2.3 Banjir

Menurut Haryono (1999), genangan air/banjir pada umumnya terjadi akibat adanya hujan lebat dengan durasi lama sehingga meningkatkan volume air dan mempercepat akumulasi aliran permukaan (run off) pada permukaan tanah. Akhir-akhir ini banjir terjadi dimana-mana, hal ini terjadi disebabkan oleh intensitas dan frekuensi curah hujannya meningkat.

Sedangkan menurut Irianto (2003), kajian masalah banjir terlebih dahulu harus

dianalisa penyebab utamanya sebelum menyusun strategi antisipasinya. Secara

teoritis banjir terjadi dengan intensitas cenderung meningkat merupakan akibat dari masukan sistem yang berlebihan, dalam hal curah hujan yang melibihi normalnya atau sering dikenal dengan curah hujan perkecualian (eksepsional). Kejadian banjir yang terus berulang merupakan hasil (resultan) dari kerusakan sistem dalam hal ini adalah daerah aliran sungai (DAS).

Berdasarkan kajian menurut Maryono (2000), ada beberapa metode pencegahan banjir perkotaan, yaitu metode kolam konservasi, metode river side polder, metode sumur peresapan, dan metode pengembangan areal perlingsungan air tanah (ground water protection area).

1. Metode kolam konservasi. Dalam metode ini dikatakan dengan membuat

kolam-kolam air, baik di perkotaan, permukiman, pertanian, atau perkebunan. Kolam konservasi ini dibuat untuk menampung air hujan terdahulu, diresapkan dan sisanya dapat dialirkan ke sungai secara


(34)

perlahan-lahan. Kolam konservasi dapat dibuat dengan memanfaatkan daerah-daerah bekas galian pasir atau galian material lainnya, atau secara ekstra dibuat dengan menggali suatu areal atau bagian tertentu (Gambar 2.6).

2. Metode river side polder. Metode menahan air dengan mengelola/menahan kelebihan air (hujan) disepanjang bantaran sungai. Pembuatan polder pinggir sungai ini dilakukan dengan memperlebar bantaran sungai di berbagai tempat secara selektif disepanjang sungai. Lokasi polder perlu dicari, sejauh mungkin polder dengan pintu-pintu hidraulik teknis dan tanggul-tanggul lingkar hidraulis yang mahal. Pada saat muka air naik (banjir), sebagian air akan mengalir ke polder dan akan keluar jika banjir reda, sehingga banjir di bagian hilir dapat dikurangi dan konservasi air terjaga (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Metoda kolam konservasi dan metode river side polder Sumber: Maryono, 2000


(35)

3. Metode Sumur Resapan. Metode ini merupakan metode praktis dengan cara membuat sumur-sumur untuk mengalirkan air hujan yang jatuh apada atap perumahan atau kawasan tertentu. Sumur resapan ini juga dapat dikembangkan pada areal oleh raga dan wisata. Perlu diketahui bahwa sumur peresapan ini hanya dikhususkan untuk air hujan dan tidak boleh memasukan air limbah rumah tangga.

4. Metode Pengembangan Areal Perlindungan Air Tanah. Metode ini

dilakukan dengan cara menetapkan kawasan lindung untuk air tanah, dimana di kawasan tersebut tidak boleh dibangun apapun. Areal tersebut dkhususkan untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah. Pada berbagai kawasan perlu segera mungkin dicari tempat-tempat yang cocok secara geologi dan ekologi sebagai areal untuk recharge dan perlindungan air tanah sekaligus sebagai bagian penting dari komponen drainase kawasan. Selanjutnya menurut Irianto (2003, rekayasa dan rancang bangun antisipasi serta minimalisasi resiko banjir dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu:

1. Curah hujan perkecualian (eksepsional). Perubahan iklim global yang

terjadi belakangan ini ternyata berdampak pada terjadinya akumulasi curah hujan tinggi dalam waktu yang singkat. Dengan curah hujan tahunan yang relatif sama, namun dengan durasi yang singkat akan berdampak pada meningkatnya intensitas banjir yang terjadi. Apalagi kalau curah hujannya


(36)

menyimpang jauh lebih tinggi (hujan eksepsional) dibandingkan normalnya, maka banjir yang akan terjadi akan sangat besar.

2. Kerusakan sistem daerah aliran sungai (DAS). Laju pertumbuhan

penduduk yang sangat tinggi dan terkonsentrasi pada wilayah tertentu menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan. Lahan yang dahulunya merupakan areal pertanian (cultivated land) akibat bertambahnya jumlah penduduk lahan-lahan tersebut berubah menjadi daerah permukiman, sehingga penggunaan lahan melampaui daya dukungnya.

I. Sistem peringatan dini tentang banjir

Menurut Irianto (2003), sistem peringatan dini tentang banjir dimaksudkan supaya masyarakat di daerah endemik banjir memperoleh informasi awal tentang besaran (magnitude) banjir yang mungkin terjadi serta waktu evakuasi korban sehingga resiko yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Sistem peringatan dini sangat penting, hal ini disebabkan karena:

1. Intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi

sehingga bisa terjadi secara tiba-tiba atau yang dikenal dengan banjir kiriman/bandang (flash food).

2. Curah hujan yang tinggi umumnya terjadinya pada sore sampai malam hari sebagai akibat proses orografi, sehingga terjadinya debit puncak umumnya malam hari di saat masyarakat sedang tidur.


(37)

Selanjutnya menurut Irianto (2003), resiko banjir dapat juga diminimalkan dengan perbaikan sistem daerah aliran sungai (renaturalisasi sungai). Untuk itu perlu dilakukan peningkatan jumlah dan kualitas vegetasi penutup tanah maupun daya tampung jaringan hidrologi daerah aliran sungai. Caranya antara lain yaitu dengan menanami kembali kawasan daerah aliran sungai dengan tanaman yang akarnya mampu meretensi air dan melakukan perbaikan bila terdapat penyempitan jaringan hidrologi.

Jaringan hidrologi yang optimal dalam menampung aliran permukaan akan membantu menyediakan air secara merata di seluruh permukaan daerah aliran sungai, menurunkan debit banjir, memperpanjang waktu respons daerah sungai berupa selang antara aliran sungai pada musim kemarau sesuai dengan standar pelayanan minimal drainase (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Standar pelayanan minimal bidang drainase dan pengendalian banjir Bidang

Pelayanan

Indikator Standar Pelayanan Keterangan

Kuantitas Kualitas

Cakupan Tingkat Pelayanan Drainase dan pengendal ian banjir Luas genangan banjir tertangani di daerah perkotaan dan kualitas penanganan Tidak ada genangan banjir di daerah perkotaa n > 10 Ha.

Di lokasi genangan:

Dengan tinggi genangan rata-rata > 30 cm, lama genangan > 2 jam, frekuensi kejadian banjir > 2 kali/tahun

Tidak terjadi genangan banjir bila terjadi genangan, tinggi genangan rata-rata < 30 cm, lama genangan < 2 jam, frekuensi kejadian banjir < 2 kali/tahun

Indikasi penanganan: Genangan < 10 Ha, penanganan drainase mikro, Genangan > 10 Ha, penanganan drainase makro Sumber: Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.


(38)

2.3.2 Renaturalisasi sungai

Untuk mencegah terjadinya banjir pada daerah perkotaan mengingatkan kita pentingnya merenaturalisasi sungai-sungai yang ada. Menurut Maryono (2000), renaturalisasi adalah usaha koreksi terhadap kesalahan konsep hidraulik murni pada pembangunan wilayah sungai dekade lalu dan sekaligus menghambat laju pembangunan sungai dengan konsep hidraulik murni yang sekarang masih sering dilakukan.

Di Swiss renaturalisasi ini sering disebut river revitalization, di kawasan Eropa

lain disebut river restoration, sedangkan di Amerika dan Kanada disebut

renaturalization. Renaturalisasi didefenisikan sebagai usaha mengembalikan kondisi sungai atau wilayah air ke kondisi natural atau paling tidak mendekati, setelah sebelumnya dilakukan koreksi terhadap berbagai pembangunan seperti sodetan, pelurusan, penanggulangan, penalutan, pemindahan sungai, maupun penutupan alur.

Selanjutnya menurut Maryono (2000), tujuan renatulisasi adalah untuk meningkatkan kualitas ekosistem dan keanekaragaman hayati wilayah sungai, meningkatkan konservasi air di hulu, meningkatkan retensi ekologi hidraulik sepanjang sungai, menurunkan intensitas banjir di hilir, menanggulangi kekeringan, kelongsoran di hulu serta meningkatkan kualitas air sungai. Lokasi renaturalisasi harus dipilih secara selektif sehingga apa yang terjadi dapat terkontrol dengan baik.

Namun di era keterbukaan ini mudah-mudahan usulan ini bisa menjadi entry point untuk merevisi kekurangan-kekurangan konsep lama yang dampaknya sedang


(39)

dirasakan hari ini. Sebagian orang menganggap bahwa konsep renaturalisasi ini bersifat Eropa Sentris sehingga mengkhawatirkan ketetapan aplikasinya di Indonesia. Mereka lupa bahwa pelurusan, sodetan dan pembuatan tanggul adalah juga produk Eropa 300 tahun silam. Pada prinsipnya renaturalisasi, konservasi, dan konsep back to nature merupakan konsep yang sebenarnya sudah dianut secara tradisional oleh bangsa-bangsa di dunia termasuk di Indonesia.

Berdasarkan kajian Maryono (2000), disajikan berbagai macam metode renaturalisasi yang sedang giat dilakukan di beberapa Negara Eropa, Kanada, Amerika, dan Jepang. Diharapkan metoda-metoda ini dapat diimplementasikan di Indonesia. Di antara metode tersebut ada yang membuka kembali tanggul yang menutup oxbow sungai lama atau mengaktifkan oxbow menjadi sungai lagi tanpa harus menutup sungai sodetan, menanami bantaran dan tebing sungai yang telah diluruskan dengan berbagai vegetasi, menginisiasi sungai yang diluruskan menjadi meander, membangun pulau buatan di sungai, dan memperlebar bantaran banjir di sepanjang sungai.

Mengaktifkan tanggul sodetan atau oxbow buatan (Gambar 2.7) di sungai bekas pelurusan sodetan biasanya disebut danau oxbow buatan (initial oxbow lake). Sedangkan oxbow lake adalah danau oxbow natural hasil proses alamiah terputusnya meander sungai setelah ratusan tahun terjadi penggerusan. Energi kelebihan atas putusnya meander secara alamiah ini akan diredam meander-meander lain di bagian hulu-hilirnya.


(40)

Gambar 2.7 Mengaktifkan Tanggul Sodetan atau Oxbow Sumber: Maryono, 2000

Danau oxbow buatan merupakan penggal ekosistem sungai yang mati, airnya diam, kualitas airnya jelek dan sering menjadi sarang nyamuk, selain biasanya menjadi tempat pembuangan sampah masyarakat. Lambat laun oxbow buatan ini akan dangkal dan tertutup sedimen, baik sedimen yang berasal dari daerah sekitarnya maupun endapan sisa-sisa vegetasi. Akhir dari perkembangan oxbow baik alamiah maupun hasil sodetan adalah berupa hutan moor atau dijadikan areal persawahan, industri dan pemukiman oleh penduduk setempat.

Cara renaturalisasi oxbow adalah dengan membuka kembali tanggul pembatas oxbow dengan sungai utama. Dengan dibukanya tanggul pemisah, aliran air sungai akan melewati oxbow kembali, di samping air masih dapat melewati sungai sodetan yang ada. Aliran air yang kembali ke danau oxbow akan mengurangi kecepatan air ke hilir sehingga resiko banjir juga berkurang. Sementara konservasi air di hulu dapat ditingkatkan dan ekosistem daerah sungai oxbow akan hidup kembali. Menanami


(41)

kembali bantaran tebing dengan vegetasi setempat akan meningkatkan kualitas ekosistem dan retensi air banjir sehingga menjamin stabilitas tebing sungai (Gambar 2.8).

Gambar 2.8 Penanaman Bantaran dan Tebing dengan Vegetasi Sumber: Maryono, 2000

Berikutnya adalah menginisiasi meander. Sungai yang telah diluruskan dapat dimeanderkan lagi dengan cara menginisiasi meander di berbagai tempat secara berselang-seling. Sarana inisiasi ini dapat dipakai vegetasi setempat atau kombinasi bronjong batu dan vegetasi. Secara simultan maka sungai yang bersangkutan akan

membentuk meander atau berkelok-kelok lagi, diservifikasi flora dan fauna

meningkat, banjir dihulu berkurang.

Memperlebar daerah bantaran banjir dan memanjangkan sungai (Gambar 2.9) juga bisa dilakukan. Daerah bantaran banjir (flood plain) yang biasanya berubah menjadi areal pertanian atau dibuat talud memanjang dan diuruk dapat


(42)

direnaturalisasi dengan membuka kembali talud, tanggul, atau mengeruk kembali timbunan yang ada.

Gambar 2.9 Pelebaran daerah bantaran sungai untuk konsentrasi hulu Sumber: Maryono, 2000

Di samping itu pada bantaran-bantaran yang sempit diperlebar secara proporsional. Areal terbuka bantaran sungai dapat dibiarkan sebagai kolam retensi bantaran atau direvegetasi dengan tanaman yang sesuai. Cara ini sangat efektif untuk menahan banjir dan meningkatkan konservasi air di hulu. Membangun pulau-pulau buatan (lihat Gambar 2.10) menjadi pilihan lain.

Pulau-pulau sungai buatan pada normalisasi dan pelurusan sungai umumnya dikeruk atau dihilangkan. Dalam renaturalisasi pembuatan pulau-pulau di tengah sungai ini umumnya sangat digemari di Eropa karena merupakan komponen ekologi-hidraulik yang sangat vital dan secara cepat dapat menyediakan lokasi berkembangnya keanekaragaman hayati sekaligus dapat menaikkan retensi hidraulik.


(43)

Gambar 2.10 Pulau Buatan pada Daerah Sungai Sumber: Maryono, 2000

Selanjutnya menurut Maryono (2000), untuk membangun pulau di sungai perlu dipelajari dan diteliti karakteristik pulau yang pernah ada dilokasi tersebut. Pulau-pulau buatan di sungai yang paling stabil adalah pulau buatan yang baik bentuk, formasi, maupun tata letaknya di sungai mengikuti karakteristik pulau alamiah yang pernah ada.

Pembuatan pulau ditengah sungai dapat dilakukan dengan cara langsung, yaitu dengan membangun pulau ditengah sungai dan cara tidak langsung yaitu membuat pelebaran di suatu penggal sungai sehingga kecepatan aliran sungai turun., pengendapan ditengah sungai terbentuk, selanjutnya secara simultan terbentuk pulau sungai. Keterlambatan renaturalisasi sungai biasanya banyak mendapat kesulitan misalnya, mahalnya pembongkaran kembali bantaran yang telah di talud dan seterusnya.


(44)

2.4 Hujan

Menurut Soemarto (1995), terjadinya hujan diawali oleh suatu peristiwa penguapan air dari seluruh permukaan bumi, baik dari muka tanah, permukaan pohon-pohonan dan permukaan air. Penguapan yang terjadi dari permukaan air dikenal dengan penguapan (free water evaporation), sedangkan penguapan yang terjadi dari permukaan yang terjadi dari permukaan pohon-pohonan dikenal dengan transpirasi (transpiration). Sebagai akibat terjadinya penguapan, maka akan dapat terbentuk awan. Oleh sebab adanya perbedaan temperatur, awan tersebut akan bergerak oleh tiupan angin ke daerah-daerah tertentu. Hujan baru akan terjadi apabila berat butir-butir hujan air tersebut telah lebih besar dari gaya tekan udara ke atas.

Dalam keadaan klimatologis tertentu, maka air hujan yang masih melayang tersebut dapat berubah kembali menjadi awan. Air hujan yang sampai ke permukaan tanah yang disebut hujan dan dapat diukur. Hujan yang terjadi tersebut sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan akan diuapkan kembali. Air yang jatuh dipermukaan tanah terpisah menjadi dua bagian, yaitu bagian yang mengalir di permukaan yang selanjutnya menjadi aliran limpasan (overland flow) yang selanjutnya dapat menjadi limpasan (run-off), yang selanjutnya merupakan aliran menuju sungai dan kemudian menuju laut. Aliran limpasan sebelum mencapai saluran dan sungai, sebagian akan mengisi lekukan-lekukan permukaan bumi. Bagian lainnya masuk kedalam tanah melalui proses infiltrasi, dan dapat menjadi aliran mendatar yang disebut aliran antara (interflow, subsurface flow). Bagian air ini juga mencapai


(45)

sungai atau laut. Air yang meresap lebih dalam lagi, sebagian akan mengalir melalui pori-pori tanah sebagai air perkolasi (percolation). Sebagian besar lagi yang meresap lebih jauh lagi ke dalam tanah, mencapai muka air tanah, inilah yang menyebabkan muka air tanah naik.

Selanjutnya menurut Soemarto (1995), pada suatu keadaan dimana dasar sungai lebih rendah dari muka air tanah, maka air tanah akan mengalir ke dalam sungai dan membentuk pengaliran secara perlahan-lahan, terutama pada musim kemarau, aliran yang demikian disebut aliran-aliran air tanah (groundwater flow), seperti pada gambar 2.11.

Keterangan:

1. Penguapan (evaporation, transpiration) 6. Aliran limpasan (overland flow)

2. Awan hujan 7. Aliran permukaan (surface run off)

3. Penguapan kembali 8. Aliran antara (subsurface flow, interflow)

4. Hujan (precipitation, rainfall) 9. Perkolasi (percolation) 5. Infiltrasi (infiltration)

Gambar 2.11 Aliran Air Tanah dalam Daur Hidrologi Sumber: Soemarto, 1995


(46)

2.4.1 Tipe-tipe hujan

Berdasarkan sumber dari Departemen Pekerjaan Umum (1989), hujan sering dibedakan menurut faktor penyebab pengangkatan udara yang menyebabkan terjadinya hujan, antara lain Hujan Konvektif, Hujan Siklon, dan Hujan Orografik.

1. Hujan Konvektif, disebabkan oleh pergerakan naiknya udara yang lebih panas dari keadaan di sekitarnya. umumnya hujan jenis ini terjadi pada daerah tropis, dimana pada saat cuaca panas, permukaan bumi memperoleh panas yang tidak seimbang, menyebabkan udara naik ke atas dan kekosongan yang diakibatkan diisi oleh udara di atasnya yang lebih dingin.

2. Hujan Siklon, bila gerakan udara ke atas terjadi akibat adanya udara panas yang bergeraknya di atas lapisan udara yang lebih padat dan lebih dingin.

3. Hujan Orografik, terjdi bila udara dipaksa naik di atas sebuah hambatan berupa gunung. oleh sebab itu, maka lereng gunung yang berada pada arah angin biasanya menjadi daerah yang berhujan lebat.

2.4.2 Pengukuran hujan

Berdasarkan sumber dari Departemen Pekerjaan Umum (1989), hujan merupakan komponen masukan yang sangat penting pada proses hidrologi, sebab jumlah kedalaman hujan ini yang dialihragamkan menjadi aliran di sungai. Dalam hal


(47)

ini perlu diperhatikan adalah besaran kedalaman hujan yang terjadi di seluruh daerah aliran drainase. Jadi tidak hanya besaran hujan yang terjadi di satu stasiun penakar hujan/pengukuran hujan. Dalam hal ini diperlukan adalah data kedalaman hujan dari banyak stasiun hujan yang tersebar di seluruh daerah aliran. Untuk memperoleh besaran hujan yang dianggap sebagai kedalaman hujan yang sebenarnya terjadi di seluruh daerah aliran sungai, maka diperlukan sejumlah stasiun hujan yang dipasang sedemikian rupa sehingga dapat mewakili besaran hujan di daerah aliran sungai tersebut.

Selanjutnya berdasarkan sumber dari departemen pekerjaan umum (1989), besaran hujan ini dapat diukur dengan alat pengukur hujan (rain gauge) seperti terlihat pada gambar 2.12. Dalam pemakaiannya ada terdapat dua jenis alat ukur hujan, yaitu:

1. Penakar hujan biasa (manual rain gauge), merupakan alat ukur yang

paling banyak digunakan, yang terdiri dari corong dan bejana. Ukuran diameter dan tinggi corong ini berbeda-beda untuk masing-masing negara yang berbeda sehingga hasil dari pengukuran ini tidak dapat diperbandingkan

2. Penakar hujan otomatis (automatic rain gauge), mencatat tinggi muka air secara otomatis untuk jangka waktu tertentu,. Dalam pemakaian alat ini terdapat tiga jenis alat ukur hujan otomatis, yaitu dengan weighing bucket, tipping bucket, dan float.


(48)

Gambar 2.12 Jenis-jenis Alat Ukur Curah Hujan Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1989 2.4.3 Radar hujan untuk antisipasi banjir

Menurut Irianto (2003), pemerintah daerah yang wilayahnya sering dilanda banjir sehingga aktifitas masyarakatnya terganggu sebaiknya memanfaatkan radar hujan yang bisa memprediksi curah hujan sesaat sebagai sistem peringatan dini tentang banjir. Alat ini dapat memprediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan terjadi hingga H minus 3. hasil prediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan


(49)

terjadi dapat dikombinasikan dengan perhitungan karakteristik sistem daerah aliran sungai (DAS) sehingga dapat diperkirakan berapa besar banjir yang mungkin terjadi.

Bila kemungkinan banjir sudah diketahui sejak dini, maka masyarakat dapat mengantisipasinya. Peringatan dini tentang banjir dapat dilakukan mulai H minus 3 sampai dengan H minus 1, dengan menginformasikan pada instansi terkait sehingga evakuasi korban dapat diantisipasi lebih dini. Untuk pengadaan radar hujan ini membutuhkan biaya yang sangat mahal, namun kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan tampaknya perlu memikirkan peluang aplikasinya.

2.4.4 Hujan rata-rata suatu wilayah

Menurut Soemarto (1995), curah hujan yang diperlukan untuk menyusun suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam millimeter (mm).

Selanjutnya menurut Soemarto (1995), curah hujan wilayah ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Untuk menghitung besaran ini dapat ditempuh beberapa cara yang sampai saat ini sangat lazim digunakan, yaitu dengan cara:

1. Rata-Rata Aljabar. Cara perhitungan dengan rata-rata aljabar (mean


(50)

semua stasiun hujan terhadap jumlah stasiun pada daerah yang bersangkutan. Cara ini biasanya digunakan untuk daerah yang datar, dengan jumlah stasiun curah hujan yang cukup banyak dan dengan anggapan bahwa hujan di daerah tersebut bersifat seragam (gambar 2.13).

Gambar 2.13 Hitungan Hujan Rata-Rata Aljabar Sumber: Haryono, 1999

2. Poligon Thiessen. Cara perhitungan Poligon Thiessen dilakukan seperti memperhitungkan luas daerah yang diwakili oleh stasiun yang bersangkutan, untuk digunakan sebagai faktor koreksi (weighing factor) dalam menghitung jumlah rata-rata (lihat tabel 2.2). Tahapan perhitungan hujan rata-rata adalah sebagai berikut:

80mm

R7 R2

120mm

110mm

100mm

90mm

80mm

120mm

110mm

100mm 90mm

R5

R1

R3

R4


(51)

i. Semua stasiun pengamatan di dalam dan sekitar daerah pengaliran harus dicantumkan pada peta fotografi, kemudian tiap-tiap stasiun yang berdekatan dihubungkan dengan sebuah garis lurus sehingga terbentuk jaringan-jaringan segitiga.

ii. Daerah yang bersangkutan tersebut dibagi dalam poligon-poligon

yang didapat dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada tiap sisi segitiga.

iii. Curah hujan dalam tiap poligon itu dapat dianggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan dalam setiap poligon .

Tabel 2.2. Perbandingan dari tiap luas tiap poligon terhadap luas daerah pengaliran merupakan faktor koreksinya

R1 (mm)

A1 (km²)

FK R1 x FK

(mm) Ri R2 .... .... Rn Ai A2 .... .... An a1 a2 .... .... an a1R1 a2R2 .... .... anRn A Keterangan:

Ri = Kedalaman hujan di stasiun i, Ai = Luas vbagian daerah yang diwakili i, FK = Faktor koreksi, ai = Ai / A

R = Curah hujan wilayah pada stasiun yang diperkirakan Sumber: Haryono, 1999

Cara gambar 2.14 dipandang cukup baik, karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang dianggap mewakili.


(52)

Gambar 2.14 Hitungan dengan poligon Thiessen Sumber: Maryono, 1999

3. Isohyet. Cara perhitungan Isohyet adalah garis yang menghubungkan

tempat-tempat yang mempunyai curah hujan yang sama pembagian daerahnya. Tahapan perhitungannya adalah sebagai berikut:

i. Cara ini dilakukan dengan membuat kontur, berupa garis-garis yang menunjukkan nilai curah hujan yang sama

ii. Luas bagian daerah antara dua garis isohyet yang berdekatan diukur dengan planimeter


(53)

A. Perhitungan Curah Hujan Rencana

Menurut Soemarto (1995), untuk perhitungan debit banjir dengan periode ulang tertentu, diperlukan juga hujan maksimum dengan periode ulang tertentu pula. Hujan maksimum ini sering disebut dengan hujan rencana. Selanjutnya menurut Soemarto (1995), ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk memperkirakan berapa besarnya hujan rencana, antara lain Metode Distribusi Log Pearson Tipe III dan Metode Gumbel

Berdasarkan uraian persamaan rumus Metode Gumbel pada lampiran II dapat diketahui bahwa aliran debit puncak (Qp) lebih besar harganya dari pada dengan uraian persamaan rumus perhitungan Metode Log Person Tipe III. Sehingga pada penulisan ini, penulis memperkirakan besarnya hujan rencana dengan menggunakan Metode Distribusi Pearson Tipe III (Rumus 2.1), untuk contoh perhitungan lihat Tabel 2.3. Persamaan Metode Log Pearson Tipe III adalah:

Log X = Log

X+ K.Si ...(2.1)

Keterangan:

X= Curah hujan rata-rata

K = Kolerasi dari harga G yang terdapat pada tabel Skweness (lampiran I) Si = Standar deviasi

Rumus perhitungan curah hujan rata-rata (

X):

Log

X =

n Xi n i

=1 log ...(2.2) Keterangan:

Xi = Data curah hujan


(54)

Tabel 2.3 Contoh perhitungan curah hujan dengan metode log person Tipe III.

NO Tahun Xi Log Xi Log Xi - log X− (4)² (4)³

1 Tahun Data Log Data - - -

2 Tahun Data Log Data - - -

3 Tahun Data Log Data - - -

4 Tahun Data Log Data - - -

Rumus perhitungan standar deviasi (Si):

Si = 1 ) log (log 1 2 − −

= − n X Xi n

i . ...(2.3)

Keterangan:

Xi = Data curah hujan

X= Curah hujan rata-rata n = Jumlah data

Rumus perhitungan Koefisien Kemencengan (G):

G =

3 3 1 ) 2 )( 1 ( ) log (log S n n X Xi n i − − −

− ...(2.4) Keterangan:

Xi = Data curah hujan

X = Curah hujan rata-rata (mm) n = Jumlah data

2.6 Debit Banjir Rencana

Menurut Soemarto (1995), cara menghitung debit banjir rencana tergantung pada data yang tersedia. Apabila data debit yang tersedia tidak cukup panjang,


(55)

sedangkan data curah hujan tersedia cukup panjang, maka debit hujan rencana dapat dihitung dengan metode rasional (modified rational method).

Asumsi dasar yang ada selama ini adalah bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala ulang hujan. Debit rencana untuk daerah perkotaan pada umumnya dikehendaki pembuangan air yang secepatnya, agar jangan ada genangan air/banjir pada daerah perkotaan tersebut. Untuk memenuhi tujuan ini saluran-saluran harus disesuaikan dengan debit rancangan.

Faktor-faktor yang menentukan sampai berapa tinggi genagan air yang diperbolehkan agar tidak menimbulkan kerugian pada masyarakat perkotaan adalah:

1. Berapa luas daerah yang akan tergenang (sampai batas tinggi yang

diperbolehkan)

2. Berapa lama waktu penggenangan itu

Suatu daerah perkotaan umumnya merupakan bagian dari suatu daerah aliran yang lebih luas dan pada daerah aliran ini sudah ada sistem jaringan drainase alami. Perencanaan dan pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru harus diselaraskan dengan sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya dapat dipertahankan sejauh mungkin.

Menurut Mulvaney T.J. (1847) Dalam Haryono (1999), menyatakan bahwa hubungan secara aljabar, antara intensitas hujan dan luas daerah aliran adalah sebagai cara untuk mendapatkan besaran aliran genangan air/banjir. Selanjutnya menurut


(56)

Haryono (1999), koefisien penyebaran hujan (Tabel 2.4) merupakan nilai yang digunakan untuk mengoreksi pengaruh penyebaran hujan yang tidak merata pada suatu daerah pengaliran. Untuk daerah yang relatif kecil biasanya kejadian hujan diasumsikan merata.

Tabel 2.4 Koefisien penyebaran hujan

Luas Daerah Pengaliran (km²) Koefisien Penyebaran Hujan

0 - 4 1

5 0.995

10 0.980

15 0.955

20 0.920

25 0.875

30 0.820

50 0.500

Sumber: Haryono, 1999 Rumus Metode Rasional

Qp = Cs.C.I.A...(2.5) Keterangan:

Qp = Debit puncak aliran (m³/det)

C = Koefisien run off (tabel 2.6)

Cs = Koefisien penampungan

I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)

A = Luas daerah aliran genangan air/banjir (m²)

Menurut Haryono (1999), koefisien penampungan (Cs) tidak mudah ditetapkan, tetapi perkiraan nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan formula rumus:

Cs =

td tc tc + 2 2 ...(2.6) Keterangan:

ts = Waktu konsentrasi


(57)

Waktu tempuh di dalam Modified Rational Method adalah waktu aliran air di atas permukaan tanah sampai ke ujung saluran (td), sehingga didapat perumusan menjadi:

tc = to + td...(2.7) Selanjutnya menurut Haryono (1999), harga to sangat sulit diperkirakan, karena tergantung pada kemiringan permukaan tanah, kekerasan permukaan tanah, sifat infiltrasi, detensi permukaan dan intensitas curah hujan dan biasanya harga to diambil sebagai berikut:

• Untuk kota besar to = 10-30 menit

• Untuk kota kecil to = 20-30 menit

Langkah selanjutnya, td ditentukan dengan menggunakan rumus empiris dari Kirpich sebagai berikut:

td = 0,0195

77 . 0

   

S L

...………(2.8) Keterangan:

td = Waktu tempuh air didalam saluran (menit) L = Panjang saluran (m)

S = Kemiringan saluran (m)

2.7 Koefisien Run Off

Menurut Haryono (1999), untuk menghitung analisis hidrologi yang harus diketahui adalah berapa besar koefisien run off yang dipengaruhi oleh kondisi


(58)

penggunaan lahan, jenis tanah dan kemiringan tanah. Besarnya koefisien run off untuk berbagai jenis tata guna lahan disajikan dalam tabel 2.5.

Tabel 2.5 Standar Harga Koefisien Run Off

No Tata Guna Lahan Koefisien Run Off

1 Daerah Komersial Perdagangan 0.75 – 0.95

2 Daerah Industri 0.50 – 0.90

3 Daerah Permukiman dengan kepadatan:

a. Rendah < 20 rumah/ha 0.25– 0.40

b. Sedang =20-40 rumah/ha

c. Tinggi > 40 rumah/ha

0.40 – 0.60 0.60 – 0.75

4 Daerah Pertanian 0.45 – 0.55

5 Daerah Perkebunan 0.20 – 0.30

6 Daerah Kosong, datar dan kemiringan v. Kemiringan < 20 %

v. Kemiringan = 2% - 7%

0.10 – 0.50 0.10 – 0.15 Sumber: Haryono, 1999

2.8 Intensitas Hujan

Menurut Haryono (1999), intensitas hujan selama waktu konsentrasi (I) dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe, yang merupakan dasar dalam menentukan harga intensitas hujan, yaitu sebagai berikut:

I = 24 24 R     tc 24 2/3

...(2.9) Keterangan:

R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

tc = Lamanya curah hujan (menit)

2.9 Luas Daerah Genangan Air/Banjir

Menurut Haryono (1999), luas daerah genangan air/banjir (A) merupakan data dari daerah penelitian/data sekunder yang dapat dipertanggung jawabkan.


(59)

2.10 Perhitungan Kapasitas

1. Kapasitas saluran. Menurut Haryono (1999), kapasitas rencana saluran dihitung dengan menggunakan rumus Manning, yang merupakan dasar dalam menentukan dimensi saluran, yaitu sebagai berikut:

V = K.R⅔.S½ (m/det)...(2.10) Q = V.F (m³/det)...(2.11)

R =

P F

(m)...(2.12)

Keterangan:

V = Kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/det)

K = Koefisien kekasaran (tabel 2.7)

R = Radius hidrolis (m)

S = Kemiringan rata-rata saluran

F = Luas penampang basah saluran (m²)

P = Keliling basah saluran (m)

Q = Debit aliran (m³/det)

Penurunan rumus perhitungan luas penampang basah saluran (F):

F = (b+m.y).y...(2.13) Keterangan:

b = Lebar dasar saluran (m)

m = Perbandingan kemiringan lining y = Ketinggian saluran (m)

Penurunan rumus perhitungan keliling basah saluran (P):

P = b + 2.y. 2 2

1 +m ...(2.14) Keterangan:

b = Lebar dasar saluran (m)

m = Perbandingan kemiringan lining y = Ketinggian saluran (m)


(60)

Kemiringan saluran (S) diasumsikan:

S = ...m

2. Koefisien kekasaran (K). Menurut Haryono (1999), koefisien kekasaran (K) sangat berfariasi dan tergantung pada berbagai faktor. Pada tabel 2.6 diberikan beberapa harga koefisien kekasaran (K).

Tabel 2.6 Standar Harga Koefisien Kekasaran

NO Material Saluran Koefisien Kekasaran Stickler

1 Plesteran halus 77 - 100

2 Plesteran kasar 67 - 91

3 Beton cor dipoles 60 - 77

4 Beton pra cetak 67 - 91

5 Pasangan batu disiar 50 - 67

6 Pasangan batu kosong 42 - 59

7 Pasangan batu bronjong 29 - 50

8 Saluran tanah bersih 30 - 45

9 Saluran tanah dan timbunan 1 - 3


(61)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kota Langsa (gambar 3.1), sejak 3 (tiga) tahun terakhir ini genangan air/banjir di Kota Langsa semangkin meningkat.Dilandasi pemikiran tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sistem drainase di kota Langsa, yang dibatasi hanya pada masalah sistem drainase yang menyebabkan genangan air/banjir terutama di jalan Sudirman Ujung.

Gambar 3.1 Peta Genangan Banjir Kota Langsa Sumber: Dinas Pekerjaan Umum.


(62)

Metodologi penelitian pada tesis ini dilakukan dengan beberapa tahapan penelitian, yaitu:

1. Objek dan Batasan Tahapan Penelitian 2. Jenis Penelitian

3. Pengumpulan Data

4. Analisis Data

Tahapan-tahapan penelitian tersebut di atas secara skematik dapat dilihat pada gambar 3.2.

3.1 Objek dan Batasan Tahapan Penelitian

Yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah daerah sekitar Jalan Sudirman, kemudian penelitian ini dibatasi pada kajian sistem drainase terhadap banjir yang terjadi pada daerah sekitar jalan Sudirman ujung. Pembatasan penelitian ini dilakukan karena sistem jaringan drainase bukan merupakan penyebab utama terjadinya genangan air/banjir tetapi masih banyak kajian yang dapat mengakibatkan banjir.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini adalah jenis penelitian studi kasus atau penelitian lapangan karena penelitian ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan akibat genangan air/banjir yang terjadi di daerah sekitar Jalan Sudirman.


(63)

3.3Pengambilan Data

Teknik pengambilan data yang digunakan pada penelitian ini terdiri atas 2 jenis data, antara lain:

1. Pengambilan data primer (observasi). Data primer (observasi) merupakan data yang diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung dari lapangan atau daerah penelitian menyangkut berbagai informasi-informasi penting untuk mencapai tujuan penelitian yang akan dilakukan.

2. Pengambilan data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung. Data ini berwujud data dokumentasi atau data laporan yang tersedia dari berbagai literatur dan dari berbagai instansi yang berhubungan. Data primer dan data sekunder yang digunakan pada penulisan tesis ini adalah data kuantitatif yang merupakan kategori-kategori (asumsi).

Perincian data primer dan data sekunder, adalah:

1. Jenis data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah profil permasalahan banjir yang terjadi pada daerah sekitar Jalan Sudirman dan sekitarnya.

2. Jenis data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah pengambilan laporan-laporan dari berbagai sumber dan beberapa instansi Pemerintah.


(64)

Gambar 3.2 Tahapan-Tahapan Penelitian

Tinjauan kawasan/

Identifikasi masalah

Permasalahan

Banjir/genangan air di daerah kota Langsa disebabkan sistem jaringan drainase belum berfunsi secara optimal

Objek dan batas penelitian

Kajian system jaringan drainase pada daerah sekitar jalan sudirman ujung

Penelitian Jenis penelitian:

Studi kasus/penelitian lapangan

Pengambilan data Teknik pengumpulan data Data primer Data lapangan

Observasi data sekunder Data dari instansi pemerintah

Data pendukung lainnya Umpan

balik

Analisis data

Alat analisi data yaitu rumusan-rumusan formula perhitungan :

1. Intensitas curah hujan 2. Debit banjir

3. Debit saluran

Hasil penelitian

Kesimpulan dan

Rekomendasi


(65)

3.4 Analisis Data

Analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penulisan ini yaitu penggunaan rumusan-rumusan formula penghitungan intensitas curah hujan, debit aliran banjir, debit aliran saluran drainase.

1. Metode Distribusi Log Person Tipe III

2. Metode Gumbel

3. Metode Rasional

4. Rumus Manning

Sebelum dilakukan analisis data dengan alat analisis data maka terlebih dahulu dilakukan:

a. Reduksi data yaitu proses penyeleksian dan penyederhanaan data b. Justifikasi data yaitu merupakan proses verifikasi data.

Kemudian membahas asumsi dasar yang menjabarkan pendekatan-pendekatan yang dilakukan di dalam penelitian ini, meliputi pendekatan pada penilaian genangan air/banjir didaerah penelitian dan asumsi terhadap ambang tingkat genangan air/banjir pada daerah sekitar jalan Sudirman, tentunya dengan merujuk pada identifikasi lapangan lalu diuraikannya hipotesa penelitian dan batasan analisa penelitian setelah itu menjabarkan variable penelitian serta langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini.


(66)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum

Kota Langsa terletak dibagian timur provinsi Nangro Aceh Darussalam. Sebelum menjadi tingkat II pada tahun 2002, Kota Langsa merupakan ibu Kota Kabupaten Aceh Timur. Kota Langsa terletak pada 4 24’35,68’’-4 33’47,03’ lintang utara dan 97 53’14,59” bujur timur. Kota Langsa dengan luas wilayah 262,41 Km2 atau 26.241Ha dengan panjang garis pantai 16Km. Adapun wilayah batas administrasi sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Bireun Bayen kabupaten

Aceh Timur

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Bireun Bayen Kabupaten Aceh

Timur

4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Manyak Payed Kabupaten

Aceh Tamiang

Kota Langsa terdiri dari 5 (lima) Kecamatan yang mempunyai 45 Desa (Gampong) dan 6 Kelurahan yaitu:


(67)

2. Kecamatan Langsa Timur 14 Gampong

3. Kecamatan Langsa Barat, terdiri dari 8 Gampong dan 1 Kelurahan 4. Kecamatan Langsa Lama, terdiri dari 9 Gampong

5. Kecamatan Langsa Baro, terdiri dari 9 Gampong dan 1 Kelurahan.

Mengenai kondisi topografi, Kota Langsa terletak pada dataran rendah dengan ketinggian antara 1,5-8 meter diatas permukaan laut (mdpl) dengan kemiringan lahan (0-8%), merupakan kota yang sangat strategis sebagai pusat perekonomian, perdagangan dan jasa, dengan demikian harus pula diimbangi dengan sarana dan prasarana infrastruktur sebagai penunjang dari kegiatan-kegiatan tersebut. Pada penulisan yang diteliti adalah sistem drainase perkotaan dalam rangka membantu penanganan banjir di Kota Langsa, khususnya di wilayah Jalan Sudirman Ujung, agar dapat menjadi bahan penanganan dan pengendalian dalam penentuan kebijakan strategis bidang drainase di Kota Langsa yang bebas banjir.

Dalam kajian sistem drainase ini, daerah yang di teliti adalah daerah kawasan sekitar area Jalan Sudirman Kota Langsa yaitu:

1. Saluran Draianse Jalan Syiah Kuala 2. Saluran Drainase Jalan Ahmad yani.

3. Saluran Drainase Jalan Prof.Majid.Ibrahim.

4. Saluran Drainase Jalan Sudirman Pembuangan akhir dari saluran drainase kota


(68)

Dalam pola struktur ruang eksisting Kota Langsa, pengembangan Kota Langsa dikonsentrasikan di pusat Kota, hal tersebut menjadi landasan penulis karena daerah tersebut akan berkembang kedepannya (gambar 4.1).

Gambar 4.1 Peta foto udara Kota Langsa

Gambar.4.1 Peta wilayah detail lokasi penelitian area Jalan Sudirman Ujung di Kota Langsa

Sumber: Google Earth

Kota Langsa merupakan kawasan rawan banjir bila curah hujan sangat tinggi maka ketinggian genangan mencapai 2 meter dan lama genangan 5-20 hari. Selain itu daerah pantai, sebagian besar merupakan daerah yang memiliki ketinggian sama


(69)

dengan permukaan laut rata-rata, sehingga ketika hujan lebat dan air laut pasang pada saat bersamaan, maka terjadilah banjir di sekitar kawasan Jalan Sudirman Ujung, yang meliputi sekitar Jalan A. Yani, Jalan Sudirman, dan Jalan Prof. A. Majid Ibrahim, seperti terlihat pada peta dibawah ini.

Dari gambar 4.2 terlihat bahwa lokasi penelitian yaitu daerah sekitar Jalan Sudirman Ujung merupakan daerah genangan banjir dan pada gambar 4.4, 4.5, 4.6, merupakan detail peta kawasan area daerah penelitian.

Gambar 4.2 Peta Detail Genangan Banjir di Jalan Sudirman Ujung Kota Langsa Sumber: Dinas Pekerjaan Umum

40. Ha

Lokasi genangan air / Banjir. 40 Ha.


(70)

Gambar 4.3 Peta Jalan Ahmad Yani Sumber: Survey Lapangan


(71)

Gambar.4.4 Peta drainase Jalan Syiah Kuala Sumber: Survey Lapangan


(72)

Gambar 4.6 Peta drainase di Jalan Prof. A. Majid Ibrahim Sumber: Survey Lapangan


(73)

Gambar 4.7 Peta drainase di Jalan Sudirman Ujung Sumber: Survey Lapangan


(74)

4.2 Keadaan Lokasi Daerah Sekitar Jalan Sudirman Ujung

Keadaan Lokasi penelitian, dibagi atas:

1. Ruas Jalan A. Yani. Ruas jalan ini berfungsi sebagai jalan utama

sekaligus sebagai pintu gerbang memasuki wilayah Kota Langsa. Batas ruas jalan A. Yani ditandai dengan kawasan simpang commodore di sebelah Barat Kota Langsa yang ditetapkan sebagai pintu masuk ke Kota Langsa dari arah Banda Aceh dan kawasan tugu di sebelah Timur sebagai pintu masuk dari arah Medan. Kegiatan masyarakat dan Pemerintah Kota Langsa terpusat di ruas jalan ini, bangunan kantor pemerintahan kegiatan perdagangan, sehingga ruas jalan A. Yani merupakan urat nadi Kota Langsa.

2. Ruas Jalan Syiah Kuala. Ruas jalan ini berfungsi sebagai salah satu jalan alternatif yang menghubungkan jalan utama Kota Langsa. Saat ini lalau lintas harian yang terjadi dikawasan ini terlalu padat.

3. Ruas Jalan Sudirman. Dalam penelitian dan analisa lapangan diketahui bahwa ruas jalan ini merupakan salah satu ruas jalan alternatif yang paling padat lalu lintas hariannya, selain karena lokasi ruas jalannya yang paling dekat dengan pusat kegiatan di Kota Langsa, ruas jalan ini juga merupakan jalan penghubung utama bagi beberapa desa disekitarnya untuk mencapai kawasan kota (gampong Matang Seulimeng, Lhok Banie, Sungai Pauh).


(75)

4. Ruas Jalan Prof. A. Majid Ibrahim. Sesuai penelitian dan analisa di lapangan diketahui bahwa ruas jalan Prof. A. Majid Ibrahim berfungsi sebagai jalan Provinsi/Nasional. Sesuai dengan fungsinya maka volume lalu lintas harian yang terjadi cukup tinggi dikawasn ini, segala jenis kendaraan mulai dari kendaraan roda 2 hingga kendaraan berat seperti truck container/intercooler lalu lalang dikawasan ini selama 24 jam.

4.3 Keadaan Drainase Daerah Kawasan Area Sekitar Jalan Sudirman

Keadaan drainase di sekita lokasi penelitian adalah:

1. Ruas Jalan A. Yani. Saluran Drainase telah dibangun di sepanjang ruas jalan ini, baru-baru ini bahkan telah dilakukan perbaikan saluran dengan dukungan dana dari BRR (Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi) NAD, sehingga secara umum kondisisaluran Drainase telah sesuai dengan kebutuhan. Saluran-saluran dikawasan ini dibangun secara tertutup (off site). Namun demikian masih ada kawasan yang tergenang air pada saat hujan turun, yaitu kawasan lapangan merdeka dan kawasan sekitar Kantor Pos dan Giro. Ketinggian genangan yang terjadi antara 30-50 cm dengan lama genagan 1-3 jam. Beberapa permasalahan yang ditemui adalah: a. Berkurangnya kapasitas saluran akibat dari sedimentasi.

b. Timbunan sampah dalam badan air saluran, sehingga menghambat


(76)

Gambar 4.8 Keadaan Drainase Jalan A. Yani Sumber: Survey Lapangan

2. Jalan Syiah Kuala. Kondisi saluran drainase di kawasan ini cukup baik, sebagian saluran drainase banyak yang ditutup karena padat dengan pertokoan, beberapa permasalahan yang ditemui adalah:

a. Ditemukan banyak sampah di dalam saluran terutama pada saluran-saluran yang bantarannya dibangun ruko dan rumah penduduk. b. Perlu di buat drainase sistem jaringan dimana pengaliran air pada

suatu kawasan yang dilakukan dengan mengalirkan air melalui sistem tata saluran dengan bangunan pelengkapnya (gambar 4.9). Saat ini saluran atau drainase yang ada sudah mengalami degradasi kualitas pengaliran airnya, selain karena debit air hujan yang turun cukup tinggi beberapa tahun ini, kejadian pasang laut juga menjadi


(77)

faktor penting yang menyebabkan kawasan ini sering terendam air banjir. Keadaan drainase di Jalan Sudirman secara foto visual dapat dilihat pada gambar 4.10.

Gambar 4.9 Keadaan Drainase Jalan Syiah Kuala Sumber: Survey Lapangan

Gambar 4.10 Kondisi Drainase Jalan Sudirman Sumber: Survey Lapangan


(78)

3. Jalan Prof. A. Majid Ibrahim. Saat ini kondisi saluran drainase di kawasan ini belum memadai secara kualitas, sebagian besar saluran drainase yang ada masih terputus-putus dan masih banyak yang berupa saluran tanah. Saluran drainase yang termasuk kategori baik dan permanen hanya ditemui di lokasi kegiatan perusahaan swasta dan kawasan perkantoran (sekitar kawasan simpang Matang Seulimeng). Tidak diketahui secara pasti alasan perbedaan perlakuan pembangunan saluran drainase dikawasan ini, yang dapat dipastikan bahwa pada lokasi-lokasi yang belum memiliki saluran drainase yang permanen sering terjadi genangan air hujan maupun air limpasan dari sungai/alur pada saat volume air mengalami peningkatan pada musim hujan. Kerugian akibat banjir tidak hanya dialami para pengendara yang melintasi kawasan ini, tapi juga para petani yang pemilik lahan sawah di sekitar ruas jalan ini, misalnya genagan air yang menyebabkan sawah mereka terendam berhari-hari sehingga sangat mempengaruhi kualitas padi yang dihasilkan. Dimensi saluran dikawasan ini belum sesuai dengan rencana saluran drainase yang ditetapkan. Sehingga permasalahan yang dihadapi di kawasan ini dapat disimpulkan bahwa selain karena bangunan saluran drainase yang ada masih terputus atau belum terbangun seluruhnya secara permanen, faktor dimensi saluran yang belum sesuai juga turut menjadi kendala utama sering tergenagnya kawasan ini. Keadaan drainase di Jalan Prof. A. Majid Ibrahim secara foto visual dapat dilihat pada gambar 4.11.


(79)

Gambar 4.11 Keadaan Drainase Jalan Prof. A. Majid Ibrahim Sumber: Survey Lapangan

4.4 Kondisi Saluran Drainase Eksisting

Hasil penelitian di lapangan diperoleh data-data penampang saluran drainase di daerah sekitar kawasan Jalan Sudirman, seperti tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Data Kondisi Saluran Drainase Sekitar Jalan Sudirman Ujung

No Nama Saluran

Ukuran saluran Panjang

Saluran (m)

Kondisi Saluran Eksisting

Atas (m)

Bawah (m)

Tinggi (m)

1 Jalan A. Yani 1,0 0,80 1,2 4.464,4 Beton cor

2 Jalan Syiah Kuala 1,0 0,70 0.80 3.108,5 Beton cor

3 Jalan Sudirman 4,0 3,0 1,5 3.100,0 Beton cor+

Alami

4 Prof. A. Majid

Ibrahim

0,80 0,60 0,70 2,000,0 Beton

cor+Alami Sumber: Hasil Pengukuran di Daerah Penelitian


(1)

-3.0 -4.051

2.00 3

1.29 4

0.42 0

0.39 6

0.63 6

0.66 0

0.66 6

0.66 6

0.66 6

0.66 6 Sumber: Chow,


(2)

LAMPIRAN 5

Koefisien Penyebaran Hujan ( β )

Luas Daerah Pengairan (km³) Koefisien Penyebaran Hujan

a. 0 - 4 1

b. 5 0,995

c. 10 0,980

d. 15 0,955

e. 20 0,920

f. 25 0,875

g. 30 0,820

h. 50 0,500

Koefisien Pengaliran ( C )

Daerah Koefisien Aliran

a. Perumahan tidak begitu rapat (20 rumah/Ha) 0,25 - 0,40

b. Perumahan kerapatan sedang (20 - 60

rumah/Ha) 0,40 - 0,70

c. Perumahan rapat 0,70 - 0,80

d. Taman dan daerah rekreasi 0,20 - 0,30

e. Daerah Industri 0,80 - 0,90

f. Daerah perniagaan 0,90 - 0,95

Kemiringan Rata-rata dasar

saluran Kecepatan Rata-rata

(%) (m/det)

Kurang dari I 0,40

1 - 2 0,60

2 - 4 0,90

4 - 6 1,20

6 - 10 1,50

10 - 15 2,40

LAMPIRAN 6


(3)

Rerumputan

Tanah pasir, datar, 2 % 0,05 - 0,10 Tanah pasir, rata-rata, 2-7 % 0,10 - 0,15 Tanah pasir, Curm, 7 % 0,15 - 0,20 Tanah gemuk, datar, 2 % 0,13 - 0,17 Tanah gemuk, rata-rata, 2-7

% 0,18 - 0,22

Tanah gemuk, Curam, 7 % 0,25 - 0,35

Business Daerah kota lama 0,75 - 0,95

Daerah pinggiran 0,50 - 0,70

Perumahan

Daerah "Single family" 0,30 - 0,50 "Multi units" terpisah-pisah 0,40 - 0,60 "Multi units" tertutup 0,60 - 0,75 "Suburban" 0,25 - 0,40 Daerah rumah apartemen 0,50 - 0,70

Industri Daerah ringan 0,50 - 0,80

Daerah berat 0,60 - 0,90

Pertamanan, kuburan 0,10 - 0,25

Tempat bermain 0,20 - 0,35

Halaman kreta api 0,20 - 0,40

Daerah yang tidak 0,10 - 0,30

Jalan

Beraspal 0,70 - 0,95

Beton 0,80 - 0,95

Batu 0,70 - 0,85

Untuk berjalan dan

naik 0,70 - 0,85


(4)

LAMPIRAN 7

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Salur an j alan Sudir m an uj ung

Mulut m uar a salur an Sudir m an uj ung Muar a

D ETAI L LOKASI PEN ELI TI AN D RAI N ASE KOTA LAN GSA

Persim pangan j alan Sudir m an dan Prof Maj id


(5)

Suasana genangan air /banjir di jalan Sudirman Ujung Kota Langsa.

Suasana genangan air/banjir di lokasi perumahan penduduk di jalan Sudirman Ujung.


(6)

LAMPIRAN 9

Suasana pekerjaan dinding penahan di perumahan penduduk di jalan Sudirman

Ujung Kota Langsa.

Suasana genangan air sesudah di buat dinding penahan di perumahan penduduk di