Lokasi Penelitian Sistematika Penelitian Umum

14

1.6 Lokasi Penelitian

Pembakaran benda uji dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Centre Kopertis Wilayah-I Aceh-Sumatera Utara dan pengujian dilakukan di Laboratorium Teknologi Beton dan Bahan Rekayasa Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

1.7 Sistematika Penelitian

Sistematika pembahasan bertujuan memberikan gambaran secara garis besar isi setiap bab yang dibahas pada penelitian ini, sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN Bab ini mencangkup latar belakang penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, maksud dan tujuan penelitian, tempat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini berisikan tentang dasar-dasar teori yang berkaitan tentang penelitian. BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisikan uraian tentang urutan pelaksanaan penelitian yang dilakukan di laboratorium, meliputi pemeriksaan material sampai dengan pengujian benda uji disertai standar peraturan yang digunakan sebagai standar pelaksanaan penelitian. Universitas Sumatera Utara 15 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisa dan hasil pengujian sifat mekanis dan fisis beton yang ditelitimeliputi kuat tekan dan porositas benda uji. BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan yang didapat dari seluruh proses kegiatan tugas akhir ini serta saran untuk pengembangan penelitian yang membangun agar dapat diperoleh penulisan skripsi yang lebih baik lagi dikemudian hari. Universitas Sumatera Utara 16 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Kata beton dalam bahasa Indonesia berasal dari kata yang sama dalam bahasa Belanda. Kata concrete dalam bahasa Inggris berasal dari bahasa Latin concretus yang berarti tumbuh bersama atau menggabungkan menjadi satu. Dalam bahasa Jepang digunakan kata kotau-zai, yang arti harafiahnya material-material seperti tulang; karena agregat mirip tulang-tulang hewan Nugraha dan Antoni, 2007. Gideon 1993, beton adalah material komposit campuran dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan ikat. Beton dibentuk dari campuran agregat kasar dan halus, semen, air dengan perbandingan tertentu dan dapat ditambah dengan bahan campuran tertentu apabila dianggap perlu. Bahan air dan semen disatukan akan membentuk pasta semen yang berfungsi sebagai bahan pengikat sedangkan agregat halus dan agregat kasar sebagai bahan pengisi. Kekuatan, keawetan, dan sifat beton yang lain tergantung pada sifat bahan-bahan dasar, nilai perbandingan bahan-bahannya, cara pengadukan maupun cara pengerjaan selama penuangan adukan beton, cara pemadatan, dan cara perawatan selama proses pengerasan. Universitas Sumatera Utara 17 Menurut Tri Mulyono 2005 sebagai bahan konstruksi beton mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan beton, antara lain : 1. Harganya relatif murah. 2. Mampu memikul beban yang berat. 3. Mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi. 4. Biaya pemeliharaanperawatannya kecil. Kelemahan beton, antara lain : 1. Beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan, atau tulangan kasa meshes 2. Beton sulit untuk dapat kedap air secara sempurna, sehingga selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa kandungan garam dapat merusak beton 3. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah

2.1.1 Beton Segar Fresh Concrete

Menurut Tri Mulyono 2005 beton segar merupakan suatu campuran antara air, semen, agregat, dan bahan tambahan jika diperlukan setelah selesai pengadukan. Usaha-usaha seperti pengangkutan, pengecoran, pemadatan, penyelesaian akhir, dan perawatan beton dapat mempengaruhi beton segar itu sendiri setelah mengeras. Beton segar yang baik ialah beton segar yang dapat diaduk, diangkut, dituang, dipadatkan, tidak ada kecendrungan untuk terjadi segregasi pemisahan Universitas Sumatera Utara 18 kerikil dari adukan maupun bleeding pemisahan air dan semen dari adukan. Hal ini karena segregasi maupun bleeding mengakibatkan beton yang diperoleh akan jelek. Tiga hal penting yang perlu diketahui dari sifat-sifat beton segar, yaitu: kemudahan pengerjaan workabilitas, pemisahan kerikil segregation, pemisahan air bleeding.

2.1.1.1 Kemudahan Pengerjaan Workability

Kelecakan adalah kemudahan mengerjakan beton, dimana menuang placing dan memadatkan compacting tidak menyebabkan munculnya efek negatif berupa pemisahan segregation dan pendarahan bleeding. Ada 3 pengertian disini, yaitu kompaktibilitas, mobilitas dan stabilitas. 1. Kompaktibilitas: kemudahan mengeluarkan udara dan pemadatan. 2. Mobilitas: kemudahan mengisi acuan dan membungkus tulangan. Beton dengan mobilitas yang baik umumnya mempunyai kompaktibilitas yang baik pula.Jadi umumnya cukup mengandalkan mobilitas. 3. Stabilitas: kemampuan untuk tetap menjadi massa homogen tanpa pemisahan. Unsur-unsur yang mempengaruhi workabilitas, yaitu : 1. Jumlah air pencampur. 2. Semakin banyak air yang dipakai makin mudah beton segar itu dikerjakan namun jumlahnya tetap diperhatikan agar tidak terjadi segregasi. Universitas Sumatera Utara 19 3. Kandungan semen. Penambahan semen ke dalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan adukan betonnya, karena pasti diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai FAS faktor air semen tetap. 4. Gradasi campuran pasir dan kerikil. Bila campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton akan mudah dikerjakan. Gradasi adalah distribusiukuran dari agregat berdasarkan hasil persentase berat yang lolos pada setiap ukuran saringan dari analisa saringan. 5. Bentuk butiran agregat kasar Agregat berbentuk bulat-bulat lebih mudah untuk dikerjakan. 6. Cara pemadatan dan alat pemadat. Bila cara pemadatan dilakukan dengan alat getar maka diperlukan tingkat kelecakan yang berbeda sehingga diperlukan jumlah air yang lebih sedikit daripada jika dipadatkan dengan tangan. Konsistensikelecakan adukan beton dapat diperiksa dengan pengujian slump yang didasarkan pada ASTM C 143-74. Percoban ini menggunakan corong baja yang berbentuk konus berlubang pada kedua ujungnya, yang disebut kerucut Abrams. Bagian bawah berdiameter 20 cm, bagian atas berdiameter 10 cm, dan tinggi 30 cm disebut sebagai kerucut Abrams seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Universitas Sumatera Utara 20 Gambar 2.1 Kerucut Abrams Variasi yang terjadi antara nilai slump adanya beberapa ukuran akibat tiga buah jenis slump yang terjadi dalam praktek, yaitu : 1. Penurunan umum dan seragam tanpa ada yang pecah, oleh karena itu dapat disebut slump yang sebenarnya. Pengambilan nilai slump sebenarnya dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut. Gambar 2.2 Slump Aktual 2. Slump geser yang terjadi bilamana paruh puncaknya tergeser atau tergelincir ke bawah pada bidang miring. Pengambilan nilai slump geser ini Universitas Sumatera Utara 21 ada dua yaitu dengan mengukur penurunan minimum dan penurunan rata- rata dari puncak kerucut. Gambar 2.3 Slump Geser 3. Campuran beton pada kerucut runtuh seluruhnya. Pengambilan nilai slumpcollapse dengan mengukur penurunan minimum dari puncak kerucut. Gambar 2.4 Slump Runtuh

2.1.1.2 Pemisahan Kerikil Segregation

Kecenderungan agregat kasar untuk lepas dari campuran beton dinamakan segregasi. Hal ini akan menyebabkan sarang kerikil yang pada akhirnya akan Universitas Sumatera Utara 22 menyebabkan keropos pada beton. Segregasi ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain : 1. Campuran kurus atau kurang semen. 2. Terlalu banyak air. 3. Besar ukuran agregat maksimum lebih dari 40 mm. 4. Permukaan butir agregat kasar, semakin kasar permukaan butir agregat semakin mudah terjadi segregasi. Untuk mengurangi kecenderungan segregasi maka diusahakan air yang diberikan sedikit mungkin, adukan beton jangan dijatuhkan dengan ketinggian yang terlalu besar dan cara pengangkutan, penuangan maupun pemadatan harus mengikuti cara-cara yang benar.

2.1.1.3 Pemisahan Air Bleeding

Kecenderungan air untuk naik kepermukaan beton yang baru dipadatkan dinamakan bleeding. Air yang naik ini membawa semen dan butir-butir pasir halus pada saat beton mengeras akan membentuk selaput laitence. Bleeding dapat dikurangi dengan cara : 1. Memberi lebih banyak semen. 2. Menggunakan air sedikit mungkin. 3. Menggunakan pasir lebih banyak. Universitas Sumatera Utara 23

2.1.2 Beton Keras Hardened Concrete

Sifat-sifat beton yang mengeras mempunyai arti yang penting selama masa pemakaiannya. Perilaku mekanik beton keras merupakan kemampuan beton di dalam memikul beban pada struktur bangunan. Kinerja beton keras yang baik ditunjukkan oleh kuat tekan beton yang tinggi, kuat tarik yang lebih baik, perilaku yang lebih daktail, kekedapan air dan udara, ketahanan terhadap sulfat dan klorida, penyusutan rendah, serta keawetan jangka panjang.

2.1.2.1 Kuat Tekan Beton f´c

Kuat tekan beton merupakan sifat yang paling penting dalam beton keras. Kekuatan tekan adalah kemampuan beton untuk menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton mengidentifikasikan mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi tingkat kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula mutu beton yang dihasilkan. Kekuatan tekan benda uji beton dihitung dengan rumus : Dengan : f´ ’c = kekuatan tekan kgcm 2 P = beban tekan kg A = luas permukaan benda uji cm 2 Universitas Sumatera Utara 24 Standar deviasi dihitung berdasarkan rumus : Dengan: S = deviasi standar kgcm 2 σ ’ b = Kekuatan masing – masing benda uji kgcm 2 σ ’ bm = Kekuatan Beton rata –rata kgcm 2 N = Jumlah Total Benda Uji hasil pemeriksaan Nilai kuat beton beragam sesuai dengan umurnya dan biasanya nilai kuat tekan beton ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari setelah pengecoran. Istimawan Dipohusodo, 1994. Bentuk kurva kuat tekan beton dengan waktu untuk mutu beton tertentu tampak seperti gambar 2.5 Gambar 2.5 Hubungan antara Kuat tekan dengan Waktu Universitas Sumatera Utara 25 Umumnya, pada 7 hari kuat tekan beton mencapai 70 dan pada umur 14 hari 85 - 90 dari kuat tekan beton umur 28 hari. Pada kondisi pembebanan tekan tertentu beton menunjukkan suatu fenomena disebut rangkak creep. Beberapa faktor utama yang mempengaruhi mutu dari kekuatan beton, yaitu : 1. Proporsi bahan-bahan penyusunnya 2. Metode perancangan 3. Perawatan 4. Keadaan pada saat pengecoran dilaksanakan, yang terutama dipengaruhi oleh lingkungan setempat. Dari faktor-faktor utama tersebut termasuk didalamnya beberapa faktor lain yang mempengaruhi kekuatan tekan beton, yaitu : 1. Faktor air semen dan kepadatan Semakin rendah nilai faktor air semen semakin tinggi kuat tekan betonnya, namun kenyataannya pada suatu nilai faktor air semen tertentu semakin rendah nilai faktor air semen kuat tekan betonnya semakin rendah pula, hal ini karena jika faktor air semen terlalu rendah adukan beton sulit dipadatkan. Dengan demikian ada suatu nilai faktor air semen tertentu optimum yang menghasilkan kuat tekan beton maksimum. Duff dan Abrams 1919 meneliti hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton pada umur 28 hari dengan uji silinder yang dapat dilihat pada Gambar 2.6. Universitas Sumatera Utara 26 Kepadatan adukan beton sangat mempengaruhi kuat tekan betonnya setelah mengeras. Untuk mengatasi kesulitan pemadatan adukan beton dapat dilakukan dengan cara pemadatan dengan alat getar vibrator atau dengan memberi bahan kimia tambahan chemical admixture yang besifat mengencerkan adukan beton sehingga lebih mudah dipadatkan. Umur Waktu Hari Gambar 2.6 Hubungan antara faktor air semen dengan kekuatan beton selama masa perkembangannya Tri Mulyono, 2003 2. Umur beton Kekuatan tekan beton akan bertambah dengan naiknya umur beton. Biasanya nilai kuat tekan ditentukan pada waktu beton mencapai umur 28 hari. Kekuatan beton akan naik secara cepat linear sampai umur 28 hari, tetapi setelah itu kenaikannya tidak terlalu signifikan Gambar 2.7. Universitas Sumatera Utara 27 Umumnya pada umur 7 hari kuat tekan mencapai 65 dan pada umur 14 hari mencapai 88 - 90 dari kuat tekan umur 28 hari. Tabel 2.1 Perkiraan Kuat Tekan Beton pada Berbagai Umur Umur beton hari 3 7 14 21 28 90 365 PC Type 1 0.44 0.65 0.88 0.95 1.0 - - Gambar 2.7 Hubungan antara Umur Beton dan Kuat Tekan Beton Istimawan, 1999 3. Jenis semen Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Jenis Portland semen yang digunakan ada 5 jenis yaitu : I, II, III, IV, V. Jenis- Universitas Sumatera Utara 28 jenis semen tersebut mempunyai laju kenaikan kekuatan yang berbeda sebagai mana tampak pada Gambar 2.8. Gambar 2.8 Perkembangan Kekuatan Tekan Mortar untuk Berbagai Tipe Portland Semen Tri Mulyono, 2003 4. Jumlah semen Jika faktor air semen sama slump berubah, beton dengan jumlah kandungan semen tertentu mempunyai kuat tekan tertinggi sebagaimana tampak pada Gambar 2.9. Pada jumlah semen yang terlalu sedikit berarti jumlah air juga sedikit sehingga adukan beton sulit dipadatkan yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Namun jika jumlah semen berlebihan berarti jumlah air juga berlebihan sehingga beton mengandung banyak pori yang mengakibatkan kuat tekan beton rendah. Jika nilai slump Universitas Sumatera Utara 29 sama FAS berubah, beton dengan kandungan semen lebih banyak mempunyai kuat tekan lebih tinggi. Gambar 2.9 Pengaruh Jumlah Semen Terhadap Kuat Tekan Beton pada Faktor Air Semen Sama Kardiyono, 1998 5. Sifat agregat Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton ialah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Permukaan yang halus pada kerikil dan kasar pada batu pecah berpengaruh pada lekatan dan besar tegangan saat retak retak beton mulai terbentuk. Oleh karena itu, kekasaran permukaan ini berpengaruh terhadap bentuk kurva tegangan-regangan tekan dan terhadap kekuatan betonnya yang terlihat pada Gambar 2.10. Akan tetapi. bila adukan beton nilai slumpnya sama besar, pengaruh Universitas Sumatera Utara 30 tersebut tidak tampak karena agregat yang permukaannya halus memerlukan air lebih sedikit berarti FASnya rendah yang menghasilkan kuat tekan beton lebih tinggi. Gambar 2.10 Pengaruh Jenis Agregat Terhadap Kuat Tekan Beton Mindess, 1981 Pada pemakaian ukuran butir agregat lebih besar memerlukan jumlah pasta lebih sedikit, berarti pori-pori betonnya juga sedikit sehingga kuat tekannya lebih tinggi. Tetapi, daya lekat antara permukaan agregat dan pastanya kurang kuat sehingga kuat tekan betonnya menjadi rendah. Oleh karena itu, pada beton kuat tekan tinggi dianjurkan memakai agregat dengan ukuran besar butir maksimum 20 mm. Universitas Sumatera Utara 31

2.1.2.2 Porositas Beton

Porositas dapat didefenisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat volume kosong dengan jumlah dari volume zat padat yang di tempati oleh zat padat. Porositas pada suatu material dinyatakan dalam persen rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0 sampai dengan 90 tergantung dari jenis dan aplikasi material tersebut. Porositas suatu bahan pada umumnya dinyatakan sebagai porositas terbuka yakni porositas yang rongganya masih memiliki akses ke permukaan luar, walaupun rongga tersebut ada ditengah-tengah padatan. Porositas ini dapat dihitung dengan rumus Lawrence H.Van Vlack, l989 : Porositas = x x 100 Dimana : P = Porositas mb = Massa basah sampel setelah direndam gram mk = Massa kering sampel setelah direndam gram Vb = Volume benda uji cm 3 Pada percobaan ini porositas dihitung sebelum pembakaran dan setelah benda uji tersebur dibakar untuk membandingkan hasil keduanya. Universitas Sumatera Utara 32

2.1.2.3 Uji Pembakaran Beton

Pada penelitian ini dilakukan uji pembakaran terhadap campuran beton dengan penambahan admixture superplasticizer sebanyak 1; 1,5; dan 2 dibandingkan dengan beton normal. Pengujian pembakaran menggunakan mesin furnace dilaksanakan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Centre Kopertis Wilayah-I Aceh-Sumatera Utara. Adapun gambar mesin furnace dapat dilihat pada gambar 2.11. Gambar 2.11 Alat Uji Pembakaran Furnace Alat uji ini biasa digunakan untuk proses penyepuhan besi, aluminium, baja ataupun logam lainnya tetapi pada saat ini akan dilakukan pembakaran terhadap Universitas Sumatera Utara 33 beton untuk mengetahui efek terhadap beton pasca kebakaran. Percobaan ini menggunakan benda uji berbentuk kubur dengan ukur15 cm x 15 cm x 15 cm.

2.2 Bahan Penyusun Beton

2.2.1 Semen

2.2.1.1 Umum

Arti kata semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif maupun kohesif, yaitu bahan perekat. Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks, dengan campuran serta susunan yang berbeda-beda. Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu: 1. Semen hidraulis dan 2. Semen non-hidraulis. Semen hidraulis adalah semen yang akan mengeras bisa bereaksi dengan air, tahan terhadap air water resistance dan stabil di dalam air setelah mengeras. Contoh semen hidraulis anara lain kapur hidrolik, semen pozzolan, semen terak, semen alam, semen portland, semen portland-pozzolan, semen portland terak tanur tingg, semen alumina, dan semen ekspansif. Contoh lainnya adalah semen portland putih, semen warna, dan semen-semen untuk keperluan khusus. Semen non-hidraulis adalah semen perekat yang dapat mengeras tetapi tidak stabil dalam air. Contoh utama dari semen non-hidraulis adalah kapur. Universitas Sumatera Utara 34

2.2.1.2 Semen Portland

Menurut Standar Industri Indonesia SII 0013-1981, definisi semen Portland adalah suatu bahan pengikat hidrolis hydraulic binder yang dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.

2.2.1.3 Jenis-Jenis Semen Portland

Pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi di lokasi dengan perkembangan semen yang pesat maka dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain: 1. Tipe I, semen Portland yang dalam penggunaannya tidak memerlukan persyaratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. Digunakan untuk bangunan- bangunan umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus. Jenis ini paling banyak diproduksi karena digunakan untuk hampir semua jenis konstruksi. 2. Tipe II, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidras dengan tingkat sedang. Digunakan untuk konstruksi bangunan dan beton yang terus-menerus berhubungan dengan air kotor atau air tanah atau untuk pondasi yang tertahan di dalam tanah yang mengandung air agresif garam-garam sulfat. Universitas Sumatera Utara 35 3. Tipe III, semen Portland yang memerlukan kekuatan awal yang tinggi. Kekuatan 28 hari umumnya dapat dicapai dalam 1 minggu. Semen jenis ini umum dipakai ketika acuan harus dibongkar secepat mungkin atau ketika struktur harus dapat cepat dipakai. 4. Tipe IV, semen Portland yang penggunaannya diperlukan panas hidrasi yang rendah. Digunakan untuk pekerjaan-pekarjaan dimana kecepatan dan jumlah panas yang timbul harus minimum, misalnya pada bangunan seperti bendungan gravitasi yang besar. 5. Tipe V, semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Digunakan untuk bangunan yang berhubungan dengan air laut serta untuk bangunan yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat dalam persentase yang tinggi. Adapun sifat-sifat fisik semen Portland, yaitu : 1. Kehalusan butir Kehalusan semen mempengaruhi waktu pengerasan pada semen. Secara umum, semen berbutir halus meningkatkan kohesi pada beton segar dan dapat mengurangi bleeding kelebihan air yang bersama dengan semen bergerak ke permukaan adukan beton segar, akan tetapi menambah kecendrungan beton untuk menyusut lebih banyak dan mempermudah terjadinya retak susut. Universitas Sumatera Utara 36 2. Waktu ikatan Waktu ikatan adalah waktu yang dibutuhkan untuk mencapai sutu tahap dimana pasta semen cukup kaku untuk menahan tekanan. Waktu tersebut terhitung sejak air tercampur dengan semen. Waktu dari pencampuran semen dengan air sampai saat kehilangan sifat keplastisannya disebut waktu ikat awal dan pada waktu sampai pastanya menjadi massa yang keras disebut waktu ikat akhir. Pada semen Portland biasanya batasan waktu ikaran semen adalah : 1. Waktu ikat awal 60 menit 2. Waktu ikat akhir 480 menit Waktu ikatan awal yang cukup awal diperlukan untuk pekerjaan beton yaitu waktu transportasi, penuangan, pemadatan, dan perataan permukaan. 3. Panas hidrasi Silikat dan aluminat pada semen bereaksi dengan air menjadi media perekat yang memadat lalu membentuk massa yang keras. Reaksi membentuk media perekat ini disebut hidrasi. 4. Pengembangan volume lechathelier Pengembangan semen dapat menyebabkan kerusakan dari suatu beton, karena itu pengembangan beton dibatasi sebesar ± 0,8 A.M Neville, 1995. Akibat perbesaran volume tersebut, ruang antar partikel terdesak dan akan timnul retak-retak. Universitas Sumatera Utara 37

2.2.2 Agregat

2.2.2.1 Umum

Agregat yang tidak bereaksi merupakan bahan-bahan campuran beton yang saling diikat oleh perekat semen. Kandungan agregat dalam campuran beton biasanya sangat tinggi yaitu berkisar 60 - 70 dari volume beton. Walaupun fungsinya hanya sebagai pengisi tetapi komposisinya yang cukup besar sehingga karakteristik dan sifat agregat memiliki pengaruh langsung terhadap sifat-sifat beton. Dengan agregat yang baik, beton dapat dikerjakan workable, kuat, tahan lama durable, dan ekonomis. Tabel 2.2 Pengaruh Sifat Agregat pada Sifat Beton Sifat Agregat Pengaruh pada Sifat Beton Bentuk, tekstur, gradasi Beton cair Kelecakan Pengikatan dan Pengerasan Sifat fisik, sifat kimia, mineral Beton keras Kekuatan. Kekerasan, ketahanan durability Agregat yang digunakan dalam campuran beton dapat berupa agregat alam atau agregat buatan artificial aggregates. Secara umum agregat dapat dibedakan berdasarkan ukurannya yaitu agregat kasar dan agregat halus. Ukuran antara agregat halus dengan agregat kasar yaitu 4,80 mm British Standard atau 4,75 mm Standar Universitas Sumatera Utara 38 ASTM. Agregat kasar adalah batuan yang ukuran butirnya lebih besar dari 4,80 mm 4,75 mm dan agregat halus adalah batuan yang lebih kecil dari 4,80 mm 4,75 mm. Agregat yang digunakan dalam campuran beton biasanya berukuran lebih kecil dari 40 mm.

2.2.2.2 Jenis-jenis Agregat

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu agregat alam dan agregat buatan pecahan. Agregat alam dan pecahan dapat dibedakan berdasarkan beratnya, bentuknya, ukuran butir nominal gradasi, dan tekstur permukaannya. Pada Gambar 2.12 dapat dilihat pembagian jenis agregat berdasarkan sumber material. Gambar 2.12 Klasifikasi Agregat Berdasarkan Sumber Material Tri Mulyono, 2003 Universitas Sumatera Utara 39

2.2.2.2.1 Jenis Agregat Berdasarkan Berat

Agregat dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan beratnya, yaitu : 1. Agregat normal Agregat normal dihasilkan dari pemecahan batuan dengan quarry atau langsung diambil dari alam. Agregat ini biasanya memiliki berat jenis rata- rata 2,5 sampai dengan 2,7. Beton yang dibuat dengan agregat normal adalah beton yang memiliki berat isi 2.200 kg - 2.500 kg. Beton yang dihasilkan dengan menggunakan agregat ini memiliki kuat tekan sekitar 5 Mpa - 40 Mpa SK.SNI.T-5-1990:1. 2. Agregat ringan Agregat ringan dipergunakan untuk menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah konstruksi yang memperhatikan berat dirinya. Berat isi agregat ringan ini berkisar antara 350 kg - 880 kg untuk agregat kasar dan 750 kg - 200 kg untuk agregat halusnya SK.SNIT-15-1990:1. 3. Agregat berat Agregat berat memiliki berat jenis lebih besar dari 2.800 kg. Agregat ini biasanya dipergunakan untuk menghasilkan beton untuk proteksi terhadap radiasi nuklir SK.SNIT-15-1990:1.

2.2.2.2.2 Jenis Agregat Berdasarkan Bentuk

Bentuk agregat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya dipengaruhi oleh proses geologi batuan yang terbentuk secara alamiah setelah dilakukannya Universitas Sumatera Utara 40 penambangan, bentuk agregat dipengaruhi oleh mesin pemecah batu maupun cara peledakan yang digunakan. Jika dikonsolidasikan butiran yang bulat akan menghasilkan campuran beton yang lebih baik bila dibandingkan dengan butiran yang pipih dan lebih ekonomis penggunaan pasta semennya. Klasifikasi agregat berdasarkan bentuknya adalah: 1. Agregat bulat Agregat ini terbentuk karena terjadinya pengikisan oleh air atau keseluruhannya terbentuk karena pengeseran. Rongga udaranya minimum 33 sehingga rasio luas permukaannya kecil. Beton yang dihasilkan dari agregat ini kurang cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan, sebab ikatan antar agregat kurang kuat. 2. Agregat bulat sebagian atau tidak teratur Agregat ini secara alamiah berbentuk tidak teratur. Sebagian terbentuk karena pergeseran sehingga permukaan atau sudut-sudutnya berbentuk bulat. Rongga udara pada agregat ini lebih tinggi, sekitar 35 - 38, sehingga membutuhkan lebih banyak pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini belum cukup baik untuk beton mutu tinggi karena ikatan antara agregat belum cukup baik masih kurang kuat. 3. Agregat bersudut Agregat ini mempunyai sudut-sudut yang tampak jelas terbentuk di tempat- tempat perpotongan bidang-bidang dengan permukaan kasar. Rongga udara pada agregat ini sekitar 38 - 40, sehingga membutuhkan lebih banyak Universitas Sumatera Utara 41 lagi pasta semen agar mudah dikerjakan. Beton yang dihasilkan dari agregat ini cocok untuk struktur yang menekankan pada kekuatan karena ikatan antar agregatnya baik kuat. 4. Agregat panjang Agregat ini panjangnya jauh lebih besar daripada lebarnya. Lebarnya jauh lebih besar daripada tebalnya. Agregat ini disebut panjang jika ukuran terbesarnya lebih dari 95 ukuran rata-rata. Ukuran rata-rata ialah ukuran ayakan yang meloloskan dan menahan butiran agregat. Contoh, agregat dengan ukuran rata-rata 15 mm akan lolos ayakan 19 mm dan tertahan oleh ayakan 10 mm. Agregat ini dinamakan panjang jika ukuran terkecil butirannya lebih kecil dari 27 mm 95 x 15 mm. Agregat jenis ini akan berpengaruh buruk pada mutu beton yang akan dibuat. Kekuatan tekan beton yang dihasilkan agregat ini adalah buruk. 5. Agregat pipih Agregat disebut pipih jika perbandingan tebal agregat terhadap ukuran- ukuran lebar dan tebalnya lebih kecil. Agregat pipih sama dengan agregat panjang, tidak baik untuk campuran beton mutu tinggi. Dinamakan pipih jika ukuran terkecilnya kurang dari 35 ukuran rata-ratanya. 6. Agregat pipih dan panjang Pada agregat ini mempunyai panjang yang jauh lebih besar daripada lebarnya sedangkan lebarnya jauh lebih besar dari tebalnya. Universitas Sumatera Utara 42

2.2.2.2.3 Jenis Agregat Berdasarkan Ukuran Butir Nominal

Agregat dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu agregat alam dan agregat buatan pecahan. Agregat alam dan pecahan dapat dibedakan berdasarkan beratnya, asalnya, diameter butirnya gradasi, dan tekstur permukaannya. Dari ukuran butirannya, agregat dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu agregat kasar dan agregat halus. 1. Agregat halus Agregat halus pasir adalah mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran beton memiliki ukuran butiran kurang dari 5 mm atau lolos saringan no.4 dan tertahan pada saringan no.200. Agregat halus pasir berasal dari hasil disintegrasi alami dari batuan alam atau pasir buatan yang dihasilkan dari alat pemecah batu stone crusher. Agregat halus yang akan digunakan harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh ASTM. Jika seluruh spesifikasi yang ada telah terpenuhi maka dapat dikatakan agregat tersebut bermutu baik. Adapun spesifikasi tersebut adalah : a. Susunan butiran Gradasi Agregat halus yang digunakan harus mempunyai gradasi yang baik karena akan mengisi ruang-ruang kosong yang tidak dapat diisi oleh material lain sehingga menghasilkan beton yang padat disamping untuk mengurangi penyusutan. Analisa saringan akan memperlihatkan jenis dari agregat halus tersebut. Melalui analisa saringan maka akan Universitas Sumatera Utara 43 diperoleh angka fine modulus. Melalui fine modulus ini dapat digolongkan 3 jenis pasir yaitu : Pasir Kasar : 2.9 FM 3.2 Pasir Sedang : 2.6 FM 2.9 Pasir Halus : 2.2 FM 2.6 Selain itu ada juga batasan gradasi untuk agregat halus sesuai ASTM C 33 – 74a. Batasan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 2.3 Batasan Gradasi untuk Agregat Halus Ukuran Saringan ASTM Persentase berat yang lolos pada tiap saringan 9.5 mm 38 in 100 4.76 mm No. 4 95 – 100 2.36 mm No.8 80 – 100 1.19 mm No.16 50 – 85 0.595 mm No.30 25 – 60 0.300 mm No.50 10 – 30 0.150 No.100 – 10 Universitas Sumatera Utara 44 b. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan no.200, tidak boleh melebihi 5 terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melampaui 5 maka agragat harus dicuci. c. Kadar liat tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering d. Agregat halus harus bebas dari pengotoran zat organik yang akan merugikan beton atau kadar organik jika diuji di laboratorium tidak menghasilkan warna yang lebih tua dari standart percobaan Abrams – Harder dengan batas standarnya pada acuan no. 3. e. Agregat halus yang digunakan untuk pembuatan beton dan akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau yang berhubungan dengan tanah basah tidak boleh mengandung bahan yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berlebihan di dalam mortar atau beton dengan semen kadar alkalinya tidak lebih dari 0,60 atau dengan penambahan yang bahannya dapat mencegah pemuaian. f. Sifat kekal keawetan diuji dengan larutan garam sulfat. g. Jika dipakai natrium – sulfat, bagian yang hancur maksimum 10 . h. Jika dipakai magnesium – sulfat, bagian yang hancur maksimum 15 . 2. Agregat kasar Agregat harus mempunyai gradasi yang baik artinya harus tediri dari butiran yang beragam besarnya sehingga dapat mengisi rongga-rongga akibat ukuran yang besar dan mengurangi penggunaan semen atau Universitas Sumatera Utara 45 penggunaan semen yang minimal. Agregat kasar yang digunakan pada campuran beton harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : a. Susunan butiran gradasi Agregat kasar harus mempunyai susunan butiran dalam batas-batas seperti yang terlihat pada Tabel 2.4. . Tabel 2.4 Susunan Besar Butiran Agregat Kasar ASTM, 1991 Ukuran Lubang Ayakan mm Persentase Lolos Kumulatif 38,10 95 – 100 19,10 35 – 70 9,52 10 – 30 4,75 – 5 b. Agregat kasar yang digunakan untuk pembuatan beton akan mengalami basah dan lembab terus menerus atau akan berhubungan dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan yang reaktif terhadap alkali dalam semen, yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuaian yang berklebihan di dalam mortar atau beton. Agregat yang reaktif terhadap alkali dapat dipakai untuk pembuatan beton dengan semen Universitas Sumatera Utara 46 yang kadar alkalinya tidak lebih dari 0,06 atau dengan penambahan bahan yang dapat mencegah terjadinya pemuaian. c. Agregat kasar harus terdiri dari butiran-butiran yang keras dan tidak berpori atau tidak akan pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca seperti terik matahari atau hujan. d. Kadar lumpur atau bagian yang lebih kecil dari 75 mikron ayakan no.200 tidak boleh melebihi 1 terhadap berat kering. Apabila kadar lumpur melebihi 1 maka agregat harus dicuci. e. Kekerasan butiran agregat diperiksa dengan bejana Rudellof dengan beban penguji 20 ton dimana harus dipenuhi syarat berikut: Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 mm - 19,1 mm lebih dari 24 berat. Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19,1 mm - 30 mm lebih dari 22 berat. Kekerasan butiran agregat kasar jika diperiksa dengan mesin Los Angeles dimana tingkat kehilangan berat lebih kecil dari 50.

2.2.2.2.4 Jenis Agregat Berdasarkan Tekstur Permukaan

Umumnya jenis agregat dengan permukaan kasar lebih disukai. Permukaan yang kasar akan menghasilkan ikatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan permukaan agregat yang licin. Jenis agregat berdasarkan tekstur permukaannya dapat dibedakan, sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara 47 1. Kasar Agregat ini dapat terdiri dari batuan berbutir halus atau kasar yang mengandung bahan-bahan berkristal yang tidak dapat terlihat dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 2. Berbutir granular Pecahan agregat jenis ini memiliki bentuk bulat dan seragam. 3. Agregat licinhalus glassy Agregat jenis ini lebih sedikit membutuhkan air dibandingkan dengan agregat dengan permukaan kasar. Agregat licin terbentuk akibat dari pengikisan oleh air atau akibat patahnya batuan rocks berbutir halus atau batuan yang berlapis-lapis. Dari hasil penelitian, kekasaran agregat akan menambah kekuatan gesekan antara pasta semen dengan permukaaan butir agregat sehingga beton yang menggunakan agregat ini cenderung mutunya akan lebih rendah. 4. Kristalin cristalline Agregat jenis ini mengandung kristal-kristal tampak dengan jelas melalui pemeriksaan visual. 5. Berbentuk sarang labah honeycombs Agregat ini tampak dengan jelas pori-porinya dan rongga-rongganya. Melalui pemeriksaan visual kita dapat melihat lubang-lubang pada batuannya. Universitas Sumatera Utara 48

2.2.3 Air

Semen tidak bisa menjadi pasta tanpa air. Air harus selalu ada di dalam beton cair, tidak hanya untuk hidrasi semen, tetapi juga untuk mengubahnya menjadi suatu pasta sehingga betonnya lecak workable. Kandungan air yang rendah menyebabkan beton sulit dikerjakan tidak mudah mengalir dan kandungan air yang tinggi menyebabkan kekuatan beton akan rendah serta betonnya porous. Air yang digunakan dapat berupa air tawar dari sungai, danau, telaga, kolam, situ, dan lainnya .Air yang digunakan sebagai campuran harus bersih, tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton. Dalam pemakaian air untuk beton sebaiknya air memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Tidak mengandung lumpur benda melayang lainnya lebih dari 2 gramliter. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton asam, zat organik, dan sebagainya lebih dari 15 gramliter. 3. Tidak mengandung klorida Cl lebih dari 0,5 gramliter. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gramliter. Air yang mengandung kotoran yang cukup banyak akan mengganggu proses pengerasan atau ketahanan beton. Kotoran secara umum dapat menyebabkan : 1. Gangguan pada hidrasi dan pengikatan 2. Gangguan pada kekuatan dan ketahanan Universitas Sumatera Utara 49 3. Perubahan volume yang dapat menyebabkan keretakan 4. Korosi pada tulangan baja maupun kehancuran beton 5. Bercak-bercak pada permukaan beton. Untuk air perawatan, dapat dipakai juga air yang dipakai untuk pengadukan tetapi harus yang tidak menimbulkan noda atau endapan yang merusak warna permukaan beton. Besi dan zat organis dalam air umumnya sebagai penyebab utama pengotoran atau perubahan warna terutama jika perawatan cukup lama. Sumber air pada penelitian ini adalah jaringan PDAM Tirtanadi yang terdapat di Laboratorium Bahan Rekayasa Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2.2.4 Bahan Tambahan

2.2.4.1 Umum

Bahan tambah admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada saat atau selama percampuran berlangsung. Fungsi dari bahan ini adalah untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk pekerjaan tertentu atau untuk menghemat biaya. Admixture atau bahan tambah yang didefenisikan dalam Standard Definitions of terminology Relating to Concrete and Concrete Aggregates ASTM C.125- 1995:61 dan dalam Cement and Concrete Terminology ACI SP-19 adalah sebagai material selain air, agregat, dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau Universitas Sumatera Utara 50 mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambah digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik dari beton, misalnya: untuk dapat dengan mudah dikerjakan, mempercepat pengerasan, menambah kuat tekan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi. Bahan tambah biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit dan harus dengan pengawasan yang ketat agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton. Di Indonesia bahan tambah telah banyak dipergunakan. Manfaat dari penggunaan bahan tambah ini perlu dibuktikan dengan menggunakan bahan agregat dan jenis semen yang sama dengan bahan yang akan dipakai di lapangan. Dalam hal ini bahan yang dipakai sebagai bahan tambah harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam ASTM C.494, “Standard Spesification for Chemical Admixture for Concrete”. Untuk memudahkan pengenalan dan pemilihan admixture perlu diketahui terlebih dahulu kategori dan penggolongannya, yaitu : 1. Air entraining Agent ASTM C 260 yaitu bahan tambah yang ditujukan untuk membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama pencampuran dengan tujuan mempermudah pengerjaan beton saat pengecoran dan menambah ketahanan awal pada beton. 2. Chemical admixture ASTM C 494 yaitu bahan tambah cairan kimia yang ditambahkan untuk mengendalikan waktu pengerasan memperlambat atau Universitas Sumatera Utara 51 mempercepat, mereduksi kebutuhan air, menambah kemudahan pengerjaan beton, meningkatkan nilai slump, dan sebagainya. 3. Mineral admixture bahan tambah mineral merupakan bahan tambah yang dimaksud untuk memperbaiki kinerja beton. Pada saat ini, bahan tambah mineral ini lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja tekan beton sehingga bahan ini cendrung bersifat penyemenan. Keuntungannya antara lain: memperbaiki kinerja workability, mempertinggi kuat tekan dan keawetan beton, mengurangi porositas dan daya serap air dalam beton. Beberapa bahan tambah mineral ini adalah pozzolan, fly ash, slang, dan silica fume. 4. Miscellanous admixture bahan tambah lain yaitu bahan tambah yang tidak termasuk dalam ketiga kategori diatas seperti bahan tambah jenis polimer polypropylene, fiber mash, serat bambu, serat kelapa dan lainnya, bahan pencegah pengaratan, dan bahan tambahan untuk perekat bonding agent.

2.2.4.2 Alasan Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambahan harus didasarkan pada alasan-alasan yang tepat, misalnya untuk memperbaiki sifat-sifat tertentu pada beton. Pencapaian kekuatan awal yang tinggi, kemudahan pekerjaan, menghemat harga beton, memperpanjang waktu pengerasan dan pengikatan, mencegah retak. Para pemakai Universitas Sumatera Utara 52 harus menyadari hasil yang diperoleh tidak akan sesuai dengan yang diharapkan pada kondisi pembuatan beton dan bahan yang kurang baik. Keuntungan penggunaan bahan tambah pada sifat beton, antara lain : 1. Pada beton segar fresh concrete a. Memperkecil faktor air semen. b. Mengurangi penggunaan air. c. Mengurangi penggunaan semen. d. Memudahkan dalam pengecoran. e. Memudahkan finishing. 2. Pada beton keras hardened concrete a. Meningkatkan mutu beton. b. Kedap terhadap air low permeability. c. Meningkatkan ketahanan beton durability. d. Berat jenis beton meningkat.

2.2.4.3 Admixture

Bahan pencampur adalah material yang berbentuk cairan maupun serbuk yang ditambahkan ke beton yang dapat memberikan efek-efek tertentu yang tidak akan muncul pada pencampuran beton biasa, seperti: kemungkinan pelaksanaan workability, kekuatan strength, titik beku freezing point, dan perawatan curing. Jenis-jenis bahan pencampur admixture, antara lain : Universitas Sumatera Utara 53 1. Type A, Water Reducer admixture digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan. 2. Type B, Retarder admixture untuk memperlambat reaksi hidrasi pada beton. 3. Type C, Accelerator admixture digunakan untuk mempercepat proses hidrasi atau proses pengurangan air dalam beton untuk meningkatkan kekuatan beton. 4. Type D, Water Reducer dan Retarder Admixture digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump yang ditentukan dan memperlambat reaksi hidrasi pada beton. 5. Type E, High Range Water Reducer admixture digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar. 6. Type F, High Range Water Reducer dan Retarder admixture digunakan untuk mengurangi kuantitas dari mencampur air yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan nilai slump 12 persen atau lebih besar dan memperlambat reaksi hidrasi pada beton. Pada penelitian ini, bahan pencampur yang digunakan adalah Tipe E yaitu High Range Water Reducer admixture dengan merek dagang SikaCim Concrete Additive. Universitas Sumatera Utara 54 a b Gambar 2.13 a Brosur SikaCim Concrete Additive, b Produk SikaCim Concrete Additive

2.2.4.4 Perhatian Penting dalam Penggunaan Bahan Tambahan

Penggunaan bahan tambah di lapangan sering menimbulkan masalah- masalah tidak terduga yang tidak mengguntungkan karena kurangnya pengetahuan tentang interaksi antara bahan tambahan dengan beton. Untuk mengurangi dan mencegah hal yang tidak terduga dalam penggunaan bahan tambah tersebut maka penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus dikonfirmasikan dengan standar yang berlaku dan yang terpenting adalah memperhatikan dan mengikuti petunjuk dalam manualnya jika menggunakan bahan “paten” yang diperdagangkan. Mempergunakan bahan tambahan sesuai dengan spesifikasi ASTM Universitas Sumatera Utara 55 American Society for Testing and Materials dan ACI American Concrete International. Parameter yang ditinjau adalah : 1. Pengaruh pentingnya bahan tambahan pada penampilan beton. 2. Pengaruh samping side effect yang diakibatkan oleh bahan tambahan. Banyak bahan tambahan mengubah lebih dari satu sifat beton sehingga kadang-kadang merugikan. 3. Sifat-sifat fisik bahan tambahan. 4. Konsentrasi dari komposisi bahan yang aktif yaitu ada tidaknya komposisi bahan yang merusak seperti: klorida, sulfat, sulfide, phosfat, juga nitrat dan amoniak dalam bahan tambahan. 5. Bahaya yang terjadi terhadap pemakai bahan tambahan. 6. Kondisi penyimpanan dan batas umur kelayakan bahan tambahan. 7. Persiapan dan prosedur pencampuran bahan tambahan pada beton segar. 8. Jumlah dosis bahan tambahan yang dianjurkan tergantung dari kondisi struktural dan akibatnya bila dosis berlebihan. 9. Efek bahan tambah sangat nyata untuk mengubah karakteristik beton, misalnya: FAS, tipe dan gradasi agregat, tipe dan lama pengadukan. 10. Mengikuti petunjuk yang berhubungan dengan dosis pada brosur dan melakukan pengujian untuk mengontrol pengaruh yang didapat. Biasanya percampuran bahan tambahan dilakukan pada saat percampuran beton. Kompleksitas sifat bahan tambahan beton terhadap beton maka interaksi pengaruh bahan tambahan pada beton, khususnya interaksi pengaruh bahan tambahan Universitas Sumatera Utara 56 pada semen sulit diprediksi sehingga diperlukan percobaan pendahuluan untuk menentukan pengaruhnya terhadap beton secara keseluruhan.

2.3 Kebakaran pada Bangunan

Bila kebakaran terjadi pada suatu konstruksi beton bertulang maka struktur kolom, balok, lantai, dinding akan mengalami siklus pemanasan dan pendinginan. Karena adanya fase secara fisik maupun kimia yang kompleks. Akibatnya dengan adanya perubahan mikrostruktur beton dan secara keseluruan maka terjadi perubahan p erilaku material beton yang mengakibatkan menurunnya kekuatan struktur.

2.3.1 Definisi Kebakaran

Kebakaran pada hakekatnya merupakan reaksi kimia dari combustible material dengan oksigen yang dikenal dengan reaksi pembakaran yang menghasilkan panas. Panas hasil pembakaran ini diteruskan ke massa betonmortar dengan dua macam mekanisme, yakni : 1. Secara radiasi yaitu pancaran panas diterima oleh permukaan beton sehingga permukaan beton menjadi panas. Pancaran panas akan sangat potensial, jika suhu sumber panas relatif tinggi. 2. Secara konveksi yaitu udara panas yang bertiupbersinggungan dengan permukaan betonmortar sehingga beton menjadi panas. Bila tiupan angin Universitas Sumatera Utara 57 semakin kencang maka panas yang dipindahkan dengan cara konveksi semakin banyak Sumardi, 2000. Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan hilangnya umur bangunan. Sifat beton adalah bahwa temperatur akibat kebakaran tidak menyebabkan perubahan mendadak seragam dan mungkin berbahaya pada sifat keseluruhan bangunan. Beton pertama-tama mengembang tetapi kehilangan kelegasan yang progresif pada pasta semen menyebabkan pengembangan termal dari agregat. Kebakaran adalah sebuah proses kimia oksidasi dari suatu material organik. Material organik adalah material yang mengandung unsur karbon pada susunan molekulnya. Oksidasi dari material organik ini akan menghasilkan unsur karbon, hydrogen, belerang, serta cahaya dan panas. Peningkatan temperatur pada saat terjadi kebakaran menyebabkan perubahan pada sifat material dari sebuah struktur. Perubahan sifat ini dapat digunakan untuk memperkirakan temperatur yang terjadi pada saat terjadi kebakaran. Material yang terbakar saat mencapai suhu tertentu akan mengalami perubahan bentuk seperti mencair, lebur, dan lain-lainnya. Universitas Sumatera Utara 58 Tabel 2.5 Penilaian Temperatur yang Dicapai pada Berbagai Material dan Komponen dalam Kebakaran Al-mutairi dan Al-shaleh, 1997 Zat Kondisi Perkiraan Temperatur °C Kayu Hangus 200-300 Alumunium Lunak 400 Cair 650 Kaca Lunak 700-800 Cair 850 Perak Cair 950 Kuningan Cair 800-1000 Tembaga Cair 1100 Besi Baja Cair 1100-1200 Beton Hancur 800-1500 Pada saat suatu bangunan mengalami kebakaran akan sangat banyak material yang hancur. Dari tabel di atas, diketahui bahwa saat bangunan terbakar yang pertama kali hangus adalah bahan struktur yang terbuat dari kayu, seperti: kusen, daun pintu, ataupun material yang berbahan dasar kayu lainnya. Setelah kayu hangus, material selanjutnya yang mungkin hancur adalah bahan yang terbuat dari Universitas Sumatera Utara 59 material kaca sedangkan untuk beton akan hancur paling akhir apabila besi tulangan yang ada pada beton telah terlebih dahulu luluh atau mencair.

2.3.2 Ketahanan Beton Terhadap Kebakaran

Menurut Tjokrodimuljo 2000 beton pada dasarnya tidak diharapkan mampu menahan panas sampai di atas 250°C. Beton yang dipanaskan hingga di atas 800°C akan mengalami degradasi berupa pengurangan kekuatan yang cukup signifikan yang mungkin tidak akan kembali lagi recovery setelah proses pendinginan. Tingginya kehilangan kekuatan dan dapat tidaknya kekuatan material kembali seperti semula ditentukan oleh jenis material yang digunakan, tingkat keparahan pada proses kebakaran, dan lama waktu pembakaran. Tingginya tingkat keparahan temperatur dan lamanya waktu pembakaran menyebabkan berkurangnya kekuatan tekan suatu material beton terlebih lagi timbulnya tegangan geser dalam internal shear stress sebagai akibat adanya perbedaan sifat thermal antara semen dan agregat. Agregat berbobot ringan bisa diproduksi dengan mengekspansi batu karang, batu tulis, tanah liat, dan terak atau batu apung atau terjadi alami. Batu tulis, tanah liat , dan karang yang diekspansi dipanasi sampai sekitar 1040°C sampai 1100°C selama pembuatan. Pada suhu ini agregat tersebut menjadi cair. Akibatnya agregat berbobot ringan ini berada dekat permukaan beton yang mulai melunak setelah Universitas Sumatera Utara 60 terbakar selama sekitar 4 jam. Dalam praktek pengaruh pelunakan ini umumnya kecil Ray, Norman., 2009.

2.3.3 Pengaruh Temperatur Tinggi Terhadap Beton

Peningkatan termperatur akibat kebakaran menyebabkan material beton mengalami perubahan sifat. Suhu yang dapat dicapai pada suatu ruangan gedung yang terbakar adalah ± 1000°C dengan lama kebakaran umumnya lebih dari 1 jam. Kebanyakan beton struktural dapat digolongkan ke dalam tiga jenis agregat, yakni karbonat, silikat, dan beton berbobot ringan. Agregat karbonat meliputi batu kapur dan dolomit dan dimasukkan dalam satu golongan karena kedua zat ini mengalami perubahan susunan kimia pada suhu antara 700°C sampai 980°C. Agregat silikat yang meliputi granit, kuarsit, dan batu pasir tidak mengalami perubahan kimia pada suhu yang biasa dijumpai dalam kebakaran Norman Ray,2009. Fenomena yang dapat dilihat pada beton yang terkena beban panas kebakaran yang ekstrim adalah terjadinya sloughing off pengelupasan, retak rambut dan retak lebar, serta warna beton. Dari pengamatan secara visual dapat diperkirakan suhu yang pernah dialami oleh beton. Pengaruh temperatur tinggi terhadap beton dapat mengakibatkan perubahan, antara lain Nugraha, P., 2007: 1. Pada suhu 100°C : air kapiler menguap. 2. Pada suhu 200°C : air yang terserap di dalam agregat menguap. Penguapan menyebabkan penyusutan pasta. Universitas Sumatera Utara 61 3. Pada suhu 400°C : pasta semen yang sudah terhidrasi terurai kembali sehingga kekuatan beton mulai terganggu. CaOH2 → CaO + H2O Dengan demikian beton yang di bawah pembebanan lebih kuat daripada yang tidak dibebani. Pada temperatur 600°C di bawah beban 0,4f’c tidak mengalami penurunan kekuatan.

2.3.4 Identifikasi Kebakaran Terhadap Sturuktur Beton

1. Perubahan warna pada beton Warna beton setelah terjadi proses pendinginan membantu dalam mengindikasikan temperatur maksimum yang pernah dialami beton dalam beberapa kasus. Perubahan warna yang terjadi pada permukaan beton yaitu Nugraha, P., 2007 : a. 300°C : tidak berubah. b. 300°C – 600°C : merah muda. c. 600°C – 900°C : putih keabu-abuan. d. 900°C : kekuning-kuningan. e. 1200°C : kuning. Ciri di atas tidak mutlak, tergantung jenis agregat di dalam beton. Warna beton yang terbakar dapat menentukan tingkat kebakaran, seperti warna mulai merah hingga putih dapat menunjukkan bahwa kebakaran tersebut cukup parah. Universitas Sumatera Utara 62 2. Spalling dan Crazing Pada Beton Spalling adalah gejala melepasnya sebagian permukaan beton dalam bentuk lapisan tipis beberapa cm. Spalling dapat diartikan tertekan dengan penampakan dengan bagian permukaan beton yang keluarlepasterpisah. a. Beton keropos dan kualitas beton buruk b. Suhu tinggi akibat kebakaran Munaf Siahaan, 2003 Crazing adalah gejala remuk pada permukaan beton seperti pecahnya kulit telur. Spalling terjadi pada 150°C - 1110°C, destructive cracking terjadi pada 220°C – 400°C. Jadi beton mulai kritis pada 300°C – 350°C Nugraha, P Antoni, 2007. 3. Retak Cracking Pada temperatur tinggi, pemuaian besi beton akan lebih besar daripada betonnya sendiri. Pada konstruksi beton, pemuaian akan tertahan sampai suatu taraf tertentu karena adanya lekatan antara besi beton dengan beton. Keretakan diklasifikasikan ke dalam 2 jenis, antara lain: a. Retak ringan, yakni pecah pada bagian luar beton yang berupa garis- garis yang sempit dan tidak terlalu panjang dengan pola menyebar. Retak ini disebabkan oleh proses penyusutan beton pada saat terjadi kebakaran. b. Retak berat, yakni ukuran retak lebih dalam dan lebar, terjadi secara tunggal atau kelompok Triwono, 2000. Universitas Sumatera Utara 63

2.3.5 Hasil – Hasil Penelitian yang Mendukung

1. “Porositas, kuat tekan, dan kuat tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar” A.A. Gede Sutapa, 2011 Tujuan : mengetahui perubahan porositas, kuat tekan, dan tarik belah beton dengan agregat kasar batu pecah pasca dibakar. Benda uji : silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Mutu beton : f’c=25 Mpa. Alat bakar : tugku. Temperatur : 34 °C s.d. ± 800°C. Temperatur maksimum dicapai pada menit ke 180, lalu temperature tersebut dipertahankan selama 20 menit sehingga proses pembakaran berlangsung selama 200 menit. Hasil : - Peningkatan porositas beton sebanding dengan volume beton yang mengalami penetrasi panas dengan temperature 400°C - 800 °C - Peningkatan porositas beton menyebabkan kuat tekan turun sebesar 53,665 dan kuat tarik belah turun sebesar 49,641 . 2. “Analisis Pengaruh Temperatur Terhadap Kuat Tekan Beton” Irma Aswani Ahmad, Nur A.S.Taufieq, dan Abdul H.Aras, 2009 Universitas Sumatera Utara 64 Tujuan : Mengetahui gambaran kuat tekan setelah terbakar dan model hubungan antara temperature dan kuat tekan beton Benda uji : Kubus ukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm Mutu beton : f’c= 245,58 kgcm2 Alat Bakar : Oven Temperatur : 200 °C s.d. 600°C dengan interval kenaikan 50°C Waktu : 3 jam Hasil : - Kuat tekan beton rata-ratanya menurun dengan adanya kenaikan temperatur yakni sebesar 85,83 200 C, 58,40 400 C, dan 35,08 600 C. 3. “Perubahan Perilaku Mekanis Beton Akibat Tempertatur Tinggi” Trisni Bayuasri, Himawan Indarto, dan Antonius, 2006 Tujuan : Mengetahui perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton setelah dibakar pada suhu dengan berbagai durasi Benda Uji : Silinder dengan diameter 150 mm dan tinggi 300 mm Mutu Beton : K225 dan K350 Alat bakar : Ruang pembakaran berukuran 1,35 m x 1,24 m x 3,29 m, terbuat dari susunan batu api SK-32, dilapisi asbes tahan panas dan besi pada bagian luarnya. Temperatur : 300°C, 600°C, dan 900°C Universitas Sumatera Utara 65 Waktu : 3 jam, 5 jam, dan 7 jam Hasil : - Kekuatan tekan dan elastisitas beton setelah dibakar adalah sama-sama menurun - Semakin lama durasi dan semakin tinggi temperatur maka kekuatan sisa mengecil - Perubahan kekuatan beton dan modulus elastisitas beton untuk berbagai mutu beton berbeda meskipun mereka dibakar pada suhu dan durasi yang sama. Universitas Sumatera Utara 66 BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Umum

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Beton Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara dan di Laboratorium Teknik Mesin Growth Centre Kopertis Wilayah-I Aceh-Sumatera Utara. Secara umum urutan tahap penelitian meliputi : 1. Penyediaan bahan penyusun beton. 2. Pemeriksaan bahan. 3. Perencanaan campuran beton Mix Design. 4. Pembuatan benda uji. 5. Pemeriksaan nilai slump. 6. Pengujian kuat tekan beton umur 28 hari. 7. Pengujian porositas beton umur 28 hari. 8. Pengujian pembakaran beton umur 28 hari Universitas Sumatera Utara 67 Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Beton dengan Tambahan Admixture Superplasticizer PENYEDIAAN BAHAN SIKA CIM CONCRETE ADDITIVE AIR PASIR SEMEN KERIKIL PEMERIKSAAN BAHAN MIX DESIGN PEMBUATAN BENDA UJI TIPE 1, 1,5,dan 2 PENGERINGAN selama 24 jam PERENDAMAN selama 28 hari TANPA BAKAR PEMBAKARAN PENGUJIAN POROSITAS KUAT TEKAN ANALISA DATA HASIL LAPORAN PENELITIAN Universitas Sumatera Utara 68

3.2 Bahan-Bahan Penyusun Beton