Pengetahuan Dokter Muda (Co-Ass) di RSUP Haji Adam Malik Medan tentang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks.

(1)

PENGETAHUAN DOKTER MUDA (Co-Ass) TENTANG

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK RADIOLOGI FOTO TORAKS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2010

Oleh :

SHAZEEM BIN KAMARUDDIN

070100303

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGETAHUAN DOKTER MUDA (Co-Ass) TENTANG

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK RADIOLOGI FOTO TORAKS

DI RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN 2010

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh :

SHAZEEM BIN KAMARUDDIN

070100303

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

(4)

ABSTRAK

Sejak penemuan sinar-x pada tahun 1895, bidang radiologi diagnostik telah berkembang dengan cepat. Penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat kira-kira 5% hingga 10% setiap tahun. Kira-kira 80% daripada kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat. Oleh itu, amat penting bagi seorang dokter mempunyai ketrampilan yang baik dalam menginterpretasikan foto toraks supaya dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif kepada pasien.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks pada dokter muda (Co-Ass) di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Data diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang terdiri daripada 20 pertanyaan, bersifat menguji pengetahuan responden tentang pemeriksaan radiologi foto toraks. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Hasil penelitian pada 90 orang responden menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter muda secara keseluruhannya adalah baik yaitu sebanyak 80 orang (88,9%), diikuti dengan kategori sedang sebanyak 9 orang (10%) dan kategori kurang sebanyak 1 orang (1,1%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada umumnya baik pada angkatan 2005 yaitu sejumlah sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan sedang berbanding dengan angkatan 2006 yang mempunyai sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik, 8 (8.9%) orang dengan tingkat pengetahuan sedang dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan kurang.

Diharapkan dokter muda dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pemeriksaan diagnostik radiologi lain yang tersedia agar dapat dapat memberi pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.


(5)

ABSTRACT

Since the discovery of x-rays in 1895, the field of diagnostic radiology has grown rapidly. It is applied in assisting diagnosis and is increasing approximately 5% to 10% every year. Approximately 80% instead of all day activities in the department of radiology is a chest radiograph examination. This shows how important is this examination. This is because the examination is relatively faster, cheaper and easy to do compared to other tests which are more sophisticated and accurate. Thus, it is very important for a doctor to have good skills in interpreting the chest radiograph in order to provide services more efficiently and effectively to the patient.

The purpose of this research is to determine the level of knowledge of doctor Co. Assistant (Co-Ass) on chest radiograph at Haji Adam Malik Hospital, Medan. Type of research is a descriptive study with cross-sectional design. Data obtained through direct interviews with the respondents using the questionnaire, which includes 20 questions, to test respondents' knowledge about chest radiograph. The data obtained were analyzed and presented in a frequency distribution table, using the program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Results for the 90 people the respondents indicated that the level of knowledge of doctor Co. Assistant (Co-Ass) as a whole is good, in as many as 80 people (88.9%), followed by 9 people (10%) with moderate knowledge level and 1 person (1.1%) with less knowledge level. The results also showed that the level of knowledge is generally good at batch 2005 with 40 (44.4%) people with good knowledge level and 1 (1.1%) persons with moderate knowledge level compared to batch 2006 which has 40 (44.4%) people with good knowledge level, 8 (8.9%) of people with medium

knowledge level and 1 (1.1%) of people with less knowledge level. It is expected that young doctors can increase their knowledge of radiology

diagnostic services.

Keywords: level of knowledge, chest radiograph, doctor Co. Assistant (Co-Ass)

     


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Pengetahuan Dokter Muda (Co-Ass) di RSUP Haji Adam Malik Medan tentang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis, yang selalu memberikan do’a, dukungan, serta semangat kepada penulis selama pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini. Selanjutnya, kepada dosen pembimbing penulisan karya tulis ilmiah ini, Dr. Zulkifli, MSi, yang telah meluangkan waktu untuk mendukung, membimbing dan mengarahkan penulis dari awal penyusunan proposal penelitian hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini.

Terima kasih kepada Bapak Ibu dosen IKK FK USU yang telah memberikan panduan, tanggapan, dan saran kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Pada kesempatan ini juga penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua teman-teman yang turut banyak membantu dengan memberikan saran dan kritikan yang membangun untuk penyelesaian karya tulis ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

Medan, 25 November 2010 Penulis

Shazeem Bin Kamaruddin 070100303


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN i

ABSTRAK ii

ABSTRACT iii

KATA PENGANTAR iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x BAB 1 PENDAHULUAN 1 1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Penelitian 3

1.4. Manfaat Penelitian 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1. Pengetahuan……… 5

2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan…………... 6

2.2. Bidang Radiologi………. 7

2.2.1. Latar Belakang Bidang Radiologi……….... 7

2.2.2.Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks……… 8

2.3. Standar Kompetensi Dokter 14

2.3.1. Pengertian Standar Kompetensi Dokter……….. 14

2.3.2. Komponen Standar Kompetensi Dokter……….. 16

2.3.3. Klasifikasi Standar Kompetensi Dokter……….. 18


(8)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 22

3.1. Kerangka Konsep Penelitian 22 3.2. Variabel dan Defenisi Operasional……… 22

3.2.1. Pengetahuan Tentang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi.. 22

BAB 4 METODE PENELITIAN 25

4.1. Jenis Penelitian 25

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian 25

4.2.1. Waktu penelitian 25

4.2.2. Lokasi Penelitian 25

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 26 4.3.1. Populasi Penelitian 26

4.3.2. Sampel Penelitian 26

4.4. Teknik Pengumpulan Data 27

4.4.1. Data Primer 27

4.4.2. Instrumen Penelitian 28 4.4.3. Teknik Skoring Dan Skala 28 4.5. Pengolahan dan Analisa Data 29

BAB 5 HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN 30

5.1. Hasil Penelitian 30

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 30 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden 31

5.1.3. Hasil Penelitian 32

5.2. Perbahasan 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 40

6.1. Kesimpulan 40


(9)

DAFTAR PUSTAKA 42


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1 Gambaran Waktu Penelitian (Timeline)……….... 25

4.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas... 27

4.3 Penentuan Nilai dari Kuesioner Pengetahuan………... 28

4.4 Kategori dari Kuesioner Pengetahuan………... 29

5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010………. 31

5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Angkatan Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010…… 32

5.3 Tingkat Pengetahuan Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Pada Dokter Muda Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010……….. 32 5.4 Pengetahuan Dokter Muda Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010... 33 5.5 Frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan umur... 34

5.6 Frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan angkatan... 35  

     


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nombor Judul Halaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian………... 22

                                   


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

 

Nomor Judul

1 Riwayat Hidup Peneliti

2 Kuesioner

3 Lembar Perjelasan 4 Lembar Persetujuan

5 Surat Persetujuan Komisi Etik 6 Hasil Uji Validitas

7 Hasil Uji Reliabilitas 8 Data Hasil Penelitian


(13)

ABSTRAK

Sejak penemuan sinar-x pada tahun 1895, bidang radiologi diagnostik telah berkembang dengan cepat. Penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat kira-kira 5% hingga 10% setiap tahun. Kira-kira 80% daripada kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat. Oleh itu, amat penting bagi seorang dokter mempunyai ketrampilan yang baik dalam menginterpretasikan foto toraks supaya dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif kepada pasien.

Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks pada dokter muda (Co-Ass) di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Data diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang terdiri daripada 20 pertanyaan, bersifat menguji pengetahuan responden tentang pemeriksaan radiologi foto toraks. Data yang diperoleh kemudian dianalisa dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Hasil penelitian pada 90 orang responden menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan dokter muda secara keseluruhannya adalah baik yaitu sebanyak 80 orang (88,9%), diikuti dengan kategori sedang sebanyak 9 orang (10%) dan kategori kurang sebanyak 1 orang (1,1%). Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada umumnya baik pada angkatan 2005 yaitu sejumlah sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan sedang berbanding dengan angkatan 2006 yang mempunyai sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik, 8 (8.9%) orang dengan tingkat pengetahuan sedang dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan kurang.

Diharapkan dokter muda dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pemeriksaan diagnostik radiologi lain yang tersedia agar dapat dapat memberi pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.


(14)

ABSTRACT

Since the discovery of x-rays in 1895, the field of diagnostic radiology has grown rapidly. It is applied in assisting diagnosis and is increasing approximately 5% to 10% every year. Approximately 80% instead of all day activities in the department of radiology is a chest radiograph examination. This shows how important is this examination. This is because the examination is relatively faster, cheaper and easy to do compared to other tests which are more sophisticated and accurate. Thus, it is very important for a doctor to have good skills in interpreting the chest radiograph in order to provide services more efficiently and effectively to the patient.

The purpose of this research is to determine the level of knowledge of doctor Co. Assistant (Co-Ass) on chest radiograph at Haji Adam Malik Hospital, Medan. Type of research is a descriptive study with cross-sectional design. Data obtained through direct interviews with the respondents using the questionnaire, which includes 20 questions, to test respondents' knowledge about chest radiograph. The data obtained were analyzed and presented in a frequency distribution table, using the program SPSS (Statistical Product and Service Solution).

Results for the 90 people the respondents indicated that the level of knowledge of doctor Co. Assistant (Co-Ass) as a whole is good, in as many as 80 people (88.9%), followed by 9 people (10%) with moderate knowledge level and 1 person (1.1%) with less knowledge level. The results also showed that the level of knowledge is generally good at batch 2005 with 40 (44.4%) people with good knowledge level and 1 (1.1%) persons with moderate knowledge level compared to batch 2006 which has 40 (44.4%) people with good knowledge level, 8 (8.9%) of people with medium

knowledge level and 1 (1.1%) of people with less knowledge level. It is expected that young doctors can increase their knowledge of radiology

diagnostic services.

Keywords: level of knowledge, chest radiograph, doctor Co. Assistant (Co-Ass)

     


(15)

 

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak penemuan sinar-x pada tahun 1895, bidang radiologi diagnostik telah berkembang dengan cepat. Penggunaannya dalam membantu diagnosis meningkat kira-kira 5% hingga 10% setiap tahun. Kira-kira 80% daripada kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat. Oleh itu, amat penting bagi seorang dokter mempunyai ketrampilan yang baik dalam menginterpretasikan foto toraks supaya dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif kepada pasien (ASM, 2001).

Saat ini di Indonesia pelayanan radiologi telah menjangkau masyarakat bahkan sampai tingkat kecamatan. Selain itu, perkembangan di atas tentunya harus diterapkan secara cepat, terutama oleh sumber daya yang terlibat pada pelayanan radiologi khususnya sumber daya manusia (Dokter Umum). Dokter Umum selain dituntut untuk mampu mengikuti berbagai perkembangan ilmu dan teknologi, juga diharapkan dapat mempunyai pengetahuan luas tentang pemeriksaan diagnostik pada bidang kesehatan (radiologi) supaya dapat membuat diagnosis penyakit pada pasien se-efektif dan se-efisien mungkin. Agar pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi tersebut sememangnya telah dikuasai oleh para dokter umum maka perlu dilakukan penelitian dengan metodologi yang benar secara terus-menerus untuk memastikan bahwa pemeriksaan diagnostik radiologi dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam pelayanan kesehatan seharian (Anwar, 2006).

Pelayanan radiologi pada dasarnya adalah pelayanan konsultatif dalam suatu rumah sakit. Pekerjaan yang dilakukan seorang dokter spesialis radiologi adalah


(16)

dengan melihat gambar, mirip seperti yang dilakukan seorang dokter spesialis patologi. Bedanya, analisis gambar radiologis ini seringkali merupakan langkah awal penanganan pasien, dan sering dianggap “abstrak” oleh dokter lain. Hal ini mengandung konsekuensi bahwa semua beban yang berkaitan dengan pemeriksaan diagnostik radiologi diberikan pada seorang dokter spesialis radiologi dalam mendeteksi kelainan atau penyakit (Eastman, 2006).

Kesalahan menginterpretasi foto toraks merupakan klaim yang relatif umum. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa seperempat daripada foto toraks yang diambil biasanya diinterpretasi dengan salah. Diberi kesulitan interpretasi dan frekuensi kesalahan yang telah terjadi, ini adalah suatu situasi yang yang bisa menjejaskan kredibilitas seorang dokter sehingga bisa dikatakan malpraktek. Oleh itu para dokter seharusnya bijak dalam menginterpretasikan foto toraks dengan mengambil kira riwayat penyakit dan keluhan pasien dengan menggunakan pengetahuan yang ada sebaik mungkin supaya dapat membuat diagnosis yang lebih terarah (Hamer, 2000).

Menurut Australasia Health Association (2005), terdapat banyak faktor yang mempengaruhi mempengaruhi hasil dan interpretasi foto toraks. Biasanya disebabkan oleh faktor kondisi pasien yang sedia ada seperti tumor, perubahan struktur anatomis tubuh pasca operasi, emboli paru masif, aneurisme ventrikel ataupun varices tenggorokan. Pakaian, perhiasan dan benda logam pada tubuh pasien akan menimbulkan bayangan pada foto toraks. Selain itu, pergerakan pasien juga akan menyebabkan foto terlihat kabur. Oleh karena itu, selain daripada memiliki pengetahuan tentang interpretasi foto toraks, dokter umum juga perlu melakukan anamnesa pasien dengan tepat sebelum melakukan pemeriksaan lanjutan dan tahu tentang faktor-faktor lain yang dapat menganggu prosedur pembuatan foto toraks untuk mengelak daripada membuat diagnosis yang salah.

Menurut Gutman (2006), sebanyak 65% kasus kanker paru gagal dirawat pada stadium awal karena kegagalan dokter untuk mendiagnosa secara tepat. Dua hal yang berlaku biasanya adalah kegagalan dokter untuk melakukan pemeriksaan foto toraks


(17)

dan kegagalan dokter untuk melakukan interpretasi yang tepat bagi foto toraks. Hal ini jelas hanya akan merugikan pasien.

Foto toraks biasanya sulit untuk dibaca dan memerlukan ketrampilan yang bagus untuk menafsirkannya secara akurat. Tumor yang hanya berukuran 1cm akan terlihat sebagai garis samar pada foto toraks, hal ini jika tidak ditanggapi dengan betul hanya akan menunda pengobatan dan seterusnya hanya akan mengganggu kelangsungan hidup pasien akibat keterlambatan membuat diagnosa (Gutman, 2006).

Selain itu, erat terkait dengan permasalahan ini adalah kegagalan untuk mendapatkan tindak lanjut. Mungkin foto toraks tidak dapat ditafsirkan dengan tepat oleh seorang ahli radiologis juga. Di sini akan diperlukan pemeriksaan yang lebih akurat seperti CT-Scan dan MRI. Ketika dokter gagal untuk mendapatkan tindak lanjut yang diperlukan, bisa timbul dakwaan malpraktek medis (Gutman, 2006).

Menurut Palmer (2005), sebuah penelitian telah dilakukan di Federal Rio de Janeiro School of Medicine, di kota Rio de Janeiro, Brazil terhadap 65 orang mahasiswa kedokteran di universitas tersebut untuk menilai kompetensi mahasiswa kedokteran yang sedang menjalani koskap dalam mendiagnosa tuberkulosis (TBC) berdasarkan dari foto toraks. Hasil yang diperoleh menunjukkan kompentensi dalam menginterpretasi foto toraks bagi pasien TB adalah baik. Hasil penelitian ini amat penting untuk menunjukkan bahwa lulusan dokter menguasai ketrampilan yang diajarkan dengan baik dan dapat memberikan layanan pemeriksaan radiologi yang lebih baik bagi pasien di masa depan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan masalah penelitian, maka dapat dirumuskan bahwa permasalahan yaitu bagaimanakah tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks?


(18)

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks berdasarkan angkatan 2005 dan angkatan 2006.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Dapat memberikan pengalaman pengetahuan dan informasi yang sangat berharga bagi peneliti untuk dapat berguna dalam melaksanakan tugas nantinya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk para dokter muda (Co-Ass) untuk meningkatkan pengetahuan mereka tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks supaya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif.

3. Menerusi penelitian ini diharapkan secara tidak langsung dapat menyediakan dokter yang berpengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks dan dapat memanfaatkannya se efektif mungkin dan dapat menjimatkan masa dan uang pasien yang datang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut menjadi panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh dari mata dan telinga, perilaku dalam bentuk pengetahuan yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Apabila perilaku didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif maka perilaku tersebuat akan bersifat langgeng (long tasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan yakni:

1. Tahu (Know).

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.

2. Memahami (Compression).

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (Application).

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya (real).


(20)

4. Analisis (Analysis).

Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya antara satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dari formulasi-formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation).

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu suatu kriteria yang telah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden yang dipilih.

2.1.1. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Meliono (2007), pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Pendidikan

Adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, maka jelas dapat kita kerucutkan sebuah visi pendidikan iaitu mencerdaskan manusia 2. Media

Media secara khusus didesain untuk mencapai masyarakat yang sangat luas. Contoh dari media massa adalah televise, radio, koran, dan majalah.


(21)

2.2 Bidang Radiologi

2.2.1. Latar Belakang Bidang radiologi

Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan energi radiasi pengion maupun non-pengion, untuk kepentingan imajing diagnosis dan prosedur terapi dengan menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-x, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik oleh atom-atom (Kolegium Radiologi Indonesia, 2007).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/MENKES/SK/XI/2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana pelayanan kesehatan menimbangkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran telah banyak memberikan manfaat dalam membantu pengobatan yaitu salah satunya melalui penggunaan radiologi diagnostik dapat mendeteksi berbagai jenis penyakit (MENKES, 2008).

Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas (MENKES, 2008).

Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta, maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan non pengion. Dengan berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah


(22)

mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodanya (MENKES, 2008).

Pelayanan radiologi diagnostik meliputi: 1. Pelayanan Radiodiagnostik

2. Pelayanan Imejing Diagnostik 3. Pelayanan Radiologi Intervensional

Pelayanan radiodiagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi antara lain pelayanan x-ray konvensional, Computed Tomography Scan/CT Scan dan mammografi. Pelayanan imajing diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan Magnetic Resonance Imaging/MRI, USG. Pelayanan radiologi intervensional adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dan terapi intervensi dengan menggunakan peralatan radiologi x-ray (Angiografi, CT). Pelayanan ini memakai radiasi pengion dan radiasi non pengion (MENKES, 2008).

Pelayanan radiologi diagnostik merupakan bagian integral dari pelayanan medik yang perlu mendapat perhatian khusus karena selain bermanfaat dalam menegakkan diagnosa, juga sangat berbahaya baik bagi pasien, petugas maupun lingkungan sekitarnya bila tidak diselenggarakan secara benar. Dalam upaya mencapai pelayanan radiologi yang bermutu dan aman, diperlukan pengelolaan manajemen dan teknis yang prima yang didukung oleh sarana atau prasarana, sumber daya manusia dan peralatan yang baik pula (MENKES, 2008)

2.2.2. Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks

A. Latar Belakang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks

Pemeriksaan diagnostik radiologi toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks dengan sinar Roentgen ini suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan


(23)

Roentgen saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain itu,berbagai kelainan dini dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto Roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis, sehingga pemeriksaan secara rutin pada orang-orang yang tidak mempunyai keluhan apa-apa sudah menjadi proses prosedur lazim dalam pemeriksaan kesehatan masyarakat secara massal, seperti yang dilakukan pada para mahasiswa, murid sekolah, anggota alat negara, pegawai perusahaan, serta para karyawan lainnya. Misalnya suatu sarang tuberkulosis yang hanya sekecil 2 mm diameter-nya, mungkin telah dilihat pada foto Roentgen, sedangkan pemeriksaan fisik klinis tentu tidak berhasil menemukan sarang sekecil ini (Sjahriar Rasad, 2005).

Untuk mengetahui adanya suatu kelainan pada foto Roentgen memang diperlukan sedikit latihan,tetapi untuk menilai dengan teliti suatu kelainan yang terlihat serta menarik kesimpulan yang tepat, merupakan sesuatu hal yang jauh lebih sulit dan memerlukan latihan yang lebih lama di samping pengetahuan yang lebih mendalam tentang cabang ilmu kedokteran yang lainnya terutama patologi dan ilmu penyakit dalam. Misalnya, untuk dapat melihat adanya suatu bayangan seperti lubang atau kavitas kavitas dalam paru hanya diperlukan sedikit latihan, tetapi untuk menentukan apakah kavitas itu disebabkan oleh tuberkulosis atau suatu abses bukan tuberkulosis, kista kongenital, atau suatu karsinoma yang mengalami nekrosis, dan sebagainya adalah suatu hal yang jauh lebih sulit, bahkan kadang-kadang tidak dapat dipastikan. Dalam hal seperti ini, maka hanyalah koordinasi yang baik antara hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium dengan pemeriksaan radiologik akan dapat menunjang penegakkan diagnosis yang tepat. Kerjasama yang erat dan konsulasi yang terus menerus antara ahli radiologi dan ahli-ahli klinis lainnya merupakan syarat mutlak untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya (Sjahriar Rasad, 2005).


(24)

B. Foto Toraks Normal

Suatu penilaian yang tepat dan teliti terhadap foto toraks memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai anatomi normal toraks. Dalam keadaan normalpun anatomi seseorang itu mungkin sangat berbeda satu sama lainnya, sedangkan batas-batas antara yang sehat dan sakit kadang-kadang sangat samar-samar. Oleh kerana itu,untuk dapat mengetahui apa yang sakit,maka terlebih dahulu perlu memiliki pengetahuan dasar tentang apa yang masih termasuk dalam batas-batas yang normal (Sjahriar Rasad, 2005).

Foto toraks orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang toraks termasuk tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula, scapula dan jaringan lunak dinding toraks. Toraks terbagi dua oleh mediastinum di tengah-tengah. Di sebelah kiri dan kanan mediastinum terdapat paru-paru yang berisi udara, yang oleh karenanya relatif radiolusen (hitam) bila dibandingkan dengan mediastinum, dinding toraks dan bagian atas abdomen (putih). Kesemua tulang-tulang rangka toraks juga dapat dilihat dengan jelas, sehingga dapat pula diketahui bila ada kelainan pada tulang-tulang tersebut. Tulang-tulang ini adalah kedua belah skapula dan klavikula serta sternum, vertebra servikal dan torakal serta iga-iga (Sjahriar Rasad, 2005).

Jaringan lunak dinding toraks, baik yang terletak di sebelah depan maupun belakang, mungkin merupakan bayangan luas yang menyelubungi isi toraks, dan yang terpenting antaranya adalah payudara wanita. Bagian-bagian tubuh ini menyebabkan bayangan-bayangan suram, yang luas dan letaknya bergantung pada besarnya. Pada laki-laki, teristimewa pada mereka yang berbadan tegap, muskulus pektoralis mayor mengakibatkan bayangan suram kira-kira di bagian tengah toraks. Sering yang sebelah kiri dan kanan tidak sama besar, dan oleh karena itu bayangan yang disebabkannya berlainan pula suramnya (Sjahriar Rasad, 2005).

Rongga toraks diisi oleh bangunan-bangunan yang densitasnya satu sama lain sangat berbeda, yaitu densitas yang tinggi dari jaringan lunak terhadap densitas yang rendah dari udara,hal ini memudahkan bangunan-bangunan tersebut dilihat. Di sebelah bawah rongga toraks dibatasi oleh kedua diafragma; di tengah-tengahnya


(25)

tampak bayangan padat yang disebabkan oleh mediastinum, jantung, pembuluh-pembuluh darah besar, akar paru, trakea dan bronki yang besar. Sebelah kiri dan kanan paru bayangan padat tersebut berada paru-paru yang berisi udara; bayangan-bayangannya disebabkan oleh bangunan-bangunan vascular, limfatik, bronkial, dan endotelial, dikelilingi oleh udara (Sjahriar Rasad, 2005).

Penelitian yang seksama terhadap suatu foto Roentgen toraks memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang anatomi dan histology paru. Di bagian tengah terlihat bayangan hilus paru, yang kiri terletak lebih tinggi sedikit dari yang kanan. Bayangan hilus ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, tetapi secara anatomis ia juga terdiri atas venae pulmonalis, bronki besar dan kelenjar-kelenjar limfe hilus atau peribronkial. Dari akar ini tampak memancar ke segala jurusan di perifer bayangan-bayangan linear, yang lumennya semakin sempit bila semakin jauh dari hilus serta semakin dekat ke perifer. Bayangan-bayangan seperti garis-garis ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, di samping dibentuk pula oleh venae pulmonalis, jaringan dinding bronki dan saluran-saluran limfe. Bayangan tersebut sangat jelas dan menonjol di daerah perikardial kanan dan disebabkan oleh beberapa venae pulmonalis yang besar. Bayangan suram, yang luas dan letaknya bergantung pada besarnya. Bayangkan juga jelas kelihatan di kedua belah mediastinum, daerah suprahiler, membujur sampai ke puncak paru-paru. Di lapangan perifer bayangan-bayangan bronkovaskular ini menjadi sangat tipis; penaksiran tebalnya pembuluh-pembuluh darah ini adalah sangat penting untuk mendiagnosis suatu kelainan dalam toraks (Sjahriar Rasad, 2005).

Penilaian jantung dilakukan secara menyeluruh dan kemudian ditetapkan situs (kedudukan organ di dada dan di bawah diafragma) di mana di sini juga diperiksa letak jantung dan lambung. Setelah itu dinilai bentuk tulang punggung, ukuran dan pembesaran jantung, pembuluh-pembuluh darah besar, paru-paru seluruhnya dan pembuluh darah paru (S. Purwohudoyo, 2005).

Menurut L. Hartono (2002) foto toraks pada bayi dan anak-anak berbeda dengan foto toraks pada orang dewasa karena banyak sebab. Beberapa di antaranya


(26)

karena sulitnya memperoleh foto dengan inspirasi yang baik, dan juga adanya perbedaan anatomis antara bayi dan anak dengan orang dewasa. Pada anak-anak : 1. Tulang-tulang pada dada lebih lebar dan costa lebih mendatar

2. Diafragma lebih tinggi dan mediastinum superior terlihat lebih lebar

3. Jantung terlihat lebih membulat: ukuran jantung tidak bisa dinilai dengan cardiothoracic index.

4. Mediastinum superior bisa terlihat lebih lebar dengan adanya thymus yang persisten, biasanya menonjol ke paru kanan (terutama pada bayi yang sedang menangis) tetapi bisa juga terlihat pada sisi kiri.

C. Pemilihan Proyeksi Foto Toraks

Proyeksi PA (posteroanterior, atau anteroposterior (AP) untuk anak) biasanya sudah cukup. Bila terlihat suatu kelainan perlu ditambah proyeksi lateral. Walaupun demikian, proyeksi lateral hendaknya hanya dibuat setelah proyeksi PA diperiksa (L. Hartono, 2002).

Proyeksi lateral dibuat lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan maka dibuat di sebelah kanan. Jika antara keadaan berdiri atai berbaring, sebaiknya dibuat pada posisi berdiri atau duduk karena banyak keadaan intrathorakal (misal cairan pleura, pneumotoraks, ukuran jantung, mediastinum) sulit dinilai bila foto pada posisi berbaring (L. Hartono, 2002).

Posisi apikal (lordotik) hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan menginterpretasikan suatu lesi di apeks (L. Hartono, 2002).

Proyeksi lateral dekubitus dibuat hanya apabila diduga ada cairan pleura tetapi tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Proyeksi lateral dekubitus hanya dibuat setelah foto PA dan lateral diperiksa (L. Hartono, 2002).

Foto oblik iga hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bias diterangkan sebabnya, dan hanya


(27)

dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblik yang bagus pun, fraktur iga tidak bisa dilihat (L. Hartono, 2002).

Foto ekspirasi adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal menunjukkan adanya pneumotoraks yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi (L. Hartono, 2002)

D. Interpretasi Foto Toraks

Harus dilakukan secara sistematis untuk memeriksa foto toraks menurut (L. Hartono, 2002)

1. a) Periksa apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada inspirasi penuh. Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bias menimbulkan keraguan karena bias menyerupai suatu penyakit misal kongesti paru, kardiomegali, atau mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan-bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.

b) Periksa sama ada exposure sudah benar (bila sudah diperoleh densitas yang benar, maka jari yang diletakkan di belakang “daerah yang hitam” pada foto tepat dapat terlihat). Foto yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan hati-hati; gambaran paru bias memberi kesan adanya edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena “overexposed” bisa memberi kesan adanya emfisema.

2. Periksa sama ada tulang-tulang (iga, klavikula, scapula) dalam keadaan normal. 3. Periksa sama ada posisi diafragma normal; diagfragma kanan biasanya 2,5cm

lebih tinggi daripada kiri. Periksa sinus kostofrenikus baik pada foto PA maupun lateral.

4. Periksa mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal, dan identifikasi trakea.

5. Periksa adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Diameter jantung pada orang dewasa (foto berdiri) harus kurang dari separuh lebar dada.


(28)

6. a) Semua corakan paru yang normal adalah vaskular. Periksa sama ada ukuran dan polanya normal.

b) Bayangan pada daerah hilus harus memperlihatkan masing-masing pembuluh darah yang menggambarkan arteria pulmonalis dan vena-vena besar. Mungkin sulit untuk melihat vena-vena pulmonalis yang lain. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.

c) Ingat bahwa sistem paru dan jantung amat erat berhubungan dan karena itu perubahan-perubahan pada paru (misal edema) bisa merupakan akibat sekunder dari perubahan-perubahan pada jantung.

Foto toraks yang normal tidak mengesampingkan adanya penyakit paru yang sedang berkembang, terutamanya pada anak-anak. Kelainan yang bisa terlihat pada foto toraks memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkembang daripada kelainan klinis (L. Hartono, 2002).

Foto follow-up dibuat apabila harus menentukan kondisi penderita. Bila perkembangan klinis memuaskan mungkin tidak diperlukan foto-foto lebih lanjut. Bila keadaan klinis memerlukan foto lebih lanjut, biasanya cukup dibuat foto PA saja (L. Hartono, 2002).

2.3. Standar Kompetensi Dokter

2.3.1. Pengertian Standar Kompentensi Dokter

Menurut SK Mendiknas No. 045/U/2002 kompetensi adalah 'seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas di bidang pekerjaan tertentu. Elemen-elemen kompetensi terdiri dari:

a. Landasan kepribadian

b. Penguasaan ilmu dan keterampilan c. Kemampuan berkarya

d. Sikap dan perilaku dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan ilmu dan keterampilan yang dikuasai


(29)

e. Pemahaman kaidah berkehidupan masyarakat sesuai dengan keahlian dalam berkarya.

Epstein and Hundert (2002) memberikan definisi sebagai berikut :

“Professional competence is the habitual and judicious use of communication, knowledge, technical skills, clinical reasoning, emotions, values, and reflection in daily practice to improve the health of the individual patient and community”.

Carraccio, et.al. (2002) menyimpulkan bahwa:

“Competency is a complex set of behaviorsbehaviours built on the components of knowledge, skills, attitude and competence as personal ability”.

Dari beberapa pengertian di atas, tampak bahwa pengertian kompetensi dokter lebih luas dari tujuan instruksional yang dibagi menjadi tiga ranah pendidikan, yaitu pengetahuan, psikomotor dan afektif.

Dengan dikuasainya standar kompetensi oleh seorang profesi dokter, maka yang bersangkutan akan mampu:

- Mengerjakan tugas atau pekerjaan profesinya

- Mengorganisasikan tugasnya agar pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan

- Segera tanggap dan tahu apa yang harus dilakukan bilamana terjadi sesuatu yang berbeda dengan rencana semula

- Menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk memecahkan masalah di bidang profesinya

- Melaksanakan tugas dengan kondisi berbeda

Dengan telah ditetapkannya keluaran dari program dokter di Indonesia berupa standar kompetensi, maka kurikulum program studi pendidikan dokter perlu disesuaikan. Model kurikulum yang sesuai adalah kurikulum berbasis kompetensi. Artinya, pengembangan kurikulum berangkat dari kompetensi yang harus dicapai mahasiswa (Standar Kompetensi Dokter, 2006).

Penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku sebagai kompetensi yang didapat selama pendidikan akan merupakan landasan utama bagi


(30)

dokter untuk dapat melakukan tindakan kedokteran dalam upaya pelayanan kesehatan. Dalam menjalani pendidikan kedokteran, seorang mahasiswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan teoritis tetapi juga ketrampilan melakukan tindakan seperti pemeriksaan fisik, memasang infus, menyuntikkan obat, dan lain sebagainya (Standar Kompetensi Dokter, 2006).

2.3.2. Komponen Standar Kompetensi Dokter (Standar Kompetensi Dokter, 2006)

A. Area Kompetensi : 1. Komunikasi efektif 2. Keterampilan Klinis

3. Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran 4. Pengelolaan Masalah Kesehatan 5. Pengelolaan Informasi

6. Mawas Diri dan Pengembangan Diri

7. Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien

B. Komponen Kompetensi Area Komunikasi Efektif

1. Berkomunikasi dengan pasien serta anggota keluarganya 2. Berkomunikasi dengan sejawat

3. Berkomunikasi dengan masyarakat 4. Berkomunikasi dengan profesi lain Area Keterampilan Klinis

5. Memperoleh dan mencatat informasi yang akurat serta penting tentang pasien dan keluarganya

6. Melakukan prosedur klinik dan laboratorium 7. Melakukan prosedur kedaruratan klinis Area Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran


(31)

8. Menerapkan konsep-konsep dan prinsip-prinsip ilmu biomedik, klinik, perilaku, dan ilmu kesehatan masyarakat sesuai dengan pelayanan kesehatan tingkat primer.

9. Merangkum dari interpretasi anamnesis, pemeriksaan fisik, uji laboratorium dan prosedur yang sesuai.

10. Menentukan efektivitas suatu tindakan Area Pengelolaan Masalah Kesehatan

11. Mengelola penyakit, keadaan sakit dan masalah pasien sebagai individu yang utuh, bagian dari keluarga dan masyarakat

12. Melakukan Pencegahan Penyakit dan Keadaan Sakit

13. Melaksanakan pendidikan kesehatan dalam rangka promosi kesehatan dan pencegahan penyakit

14. Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatan

15. Mengelola sumber daya manusia serta sarana dan prasarana secara efektif dan efisien dalam pelayanan kesehatan primer dengan pendekatan kedokteran keluarga

Area Pengelolaan Informasi

16. Menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk membantu penegakan diagnosis, pemberian terapi, tindakan pencegahan dan promosi kesehatan, serta penjagaan, dan pemantauan status kesehatan pasien

17. Memahami manfaat dan keterbatasan teknologi informasi 18. Memanfaatkan informasi kesehatan

Area Mawas Diri dan Pengembangan Diri 19. Menerapkan mawas diri

20. Mempraktikkan belajar sepanjang hayat 21. Mengembangkan pengetahuan baru

Area Etika, Moral, Medikolegal dan Profesionalisme serta Keselamatan Pasien 22. Memiliki Sikap professional


(32)

23. Berperilaku profesional dalam bekerja sama

24. Sebagai anggota Tim Pelayanan Kesehatan yang profesional

25. Melakukan praktik kedokteran dalam masyarakat multikultural di Indonesia 26. Memenuhi aspek medikolegal dalam praktik kedokteran

27. Menerapkan keselamatan pasien dalam praktik kedokteran

2.3.3. Klasifikasi Standar Kompetensi Dokter

Dalam Buku Standar Kompetensi Dokter yang dikeluarkan oleh KKI pada tahun 2006, berbagai tindakan yang dikerjakan oleh seorang dokter diklasifikasikan menurut empat tingkat kemampuan menurut Miller sebagai berikut:

Tingkat kemampuan 1: Mengetahui dan Menjelaskan

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi yang timbul, dan sebagainya.

Tingkat kemampuan 2: Pernah Melihat atau pernah didemonstrasikan

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selain itu, selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan keterampilan ini.

Tingkat kemampuan 3: Pernah melakukan atau pernah menerapkan di bawah supervise

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya. Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan dan pernah menerapkan beberapa kali di bawah supervisi.

Tingkat kemampuan 4: Mampu melakukan secara mandiri

Lulusan dokter memiliki pengetahuan teoritis mengenai keterampilan ini (baik konsep, teori, prinsip maupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan sebagainya). Selama pendidikan pernah melihat atau pernah didemonstrasikan, pernah menerapkan


(33)

beberapa kali di bawah supervisi serta memiliki pengalaman untuk menggunakan dan menerapkan keterampilan ini dalam konteks praktik dokter secara mandiri.

Di dalam penjelasan piramida Miller tersebut disebutkan bahwa selama masa pendidikan, mahasiswa memang mendapatkan kesempatan untuk mengerjakan kemampuan tingkat 3 dan tingkat 4. Hal itu disebabkan karena pada saat mereka menjadi dokter, mereka harus mengerjakannya pada pasien baik secara mandiri ataupun dalam supervisi. Sementara itu untuk kemampuan tingkat 1 dan tingkat 2, mahasiswa kedokteran sebagai seorang dokter umum hanya diharapkan sampai tahap mengetahui dan mampu menjelaskan kepada pasien untuk selanjutnya merujuk kepada yang lebih ahli. Bagi pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks berada pada kemampuan tingkat 2, tingkat 3 dan tingkat 4.

Pada saat ini, pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi telah sampai pada tahapan pembelajaran praktik klinik. Setelah melalui 2 tahap proses pembelajaran sebelumnya, mahasiswa telah memperoleh pengetahuan ilmu biomedik yang tangguh, pengenalan dini masalah klinik, pembelajaran ketrampilan klinik dasar, dan ketrampilan prosedur klinik yang baku. Secara terintegrasi dalam modul mahasiswa juga telah melalui pembelajaran komunikasi efektif, empati, bioetik, dan mediko legal (Standar Kompetensi Dokter, 2006).

Semua pencapaian tersebut merupakan modal awal mahasiswa untuk menjalankan praktik klinik yaitu pembelajaran dengan pasien baik di rumah sakit maupun dalam komunitas. Tahap ini merupakan tahap pembelajaran yang sangat penting dalam pendidikan dokter, dimana mahasiswa mulai memakai semua ilmu yang didapat sebelumnya dan diaplikasikan pada tahap klinik, yang beorientasikan pada pasien dan masalah penyakit secara terintegrasi, baik di rumah sakit maupun di komunitas (Standar Kompetensi Dokter, 2006).


(34)

2.3.4. Manfaat Standar Kompetensi Dokter (Standar Kompetensi Dokter, 2006)

Adanya Standar Kompetensi Dokter merupakan tonggak yang bersejarah bagi perkembangan pendidikan dokter di Indonesia. Berikut ini beberapa manfaat dari Standar Kompetensi Dokter bagi pihak pengandil terkait.

a. Bagi institusi pendidikan kedokteran

Sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang mengatakan bahwa kurikulum program studi menjadi wewenang institusi pendidikan kedokteran, maka Standar Kompetensi Dokter merupakan kerangka acuan utama bagi institusi pendidikan kedokteran dalam mengembangkan kurikulumnya masing-masing. Sehingga, walaupun kurikulum berbeda, tetapi dokter yang dihasilkan dari berbagai institusi diharapkan memiliki kesetaraan dalam hal penguasaan kompetensi.

b. Bagi Pengguna

Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan kerangka acuan utama bagi Departemen Kesehatan maupun Dinas Kesehatan Propinsi ataupun Kabupaten dalam pengembangan sumber daya manusia kesehatan, dalam hal ini dokter, agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik. Dengan Standar Kompetensi, Depkes dan Dinas Kesehatan sebagai pihak yang akan memberikan lisensi dapat mengetahui kompetensi apa yang telah dikuasai oleh dokter dan kompetensi apa yang perlu ditambah, sesuai dengan kebutuhan spesifik di tempat kerja. Dengan demikian pihak Depkes dan Dinas Kesehatan dapat menyelenggarakan pembekalan atau pelatihan jangka pendek sebelum memberikan ijin Praktik.

c. Bagi orang tua murid dan penyandang dana

Dengan standar kompetensi dokter, orang tua murid dan penyandang dana dapat mengetahui secara jelas kompetensi yang akan dikuasai oleh mahasiswa. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas public


(35)

d. Bagi mahasiswa

Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan oleh mahasiswa untuk mengarahkan proses belajarnya, karena mahasiswa mengetahui sejak awal kompetensi yang harus dikuasai di akhir pendidikan. Dengan demikian proses pendidikan diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan efisien.

e. Bagi Departemen Pendidikan Nasional dan Badan Akreditasi Nasional

Standar Kompetensi Dokter dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi kriteria pada akreditasi program studi pendidikan dokter.

f. Bagi Kolegium Dokter Indonesia

Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam menyelenggarakan program pengembangan profesi secara berkelanjutan.

g. Bagi Kolegium-Kolegium Spesialis

Standar Kompetensi Dokter dapat dijadikan acuan dalam merumuskan kompetensi dokter spesialis yang merupakan kelanjutan dari pendidikan dokter. h. Program Adaptasi bagi Lulusan Luar Negeri

Standar Kompetensi Dokter dapat digunakan sebagai acuan untuk menilai kompetensi dokter lulusan luar negeri.


(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

3.2 Definisi Operasional

3.2.1. Pengetahuan Tentang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks

a. Definisi Operasional

Pengetahuan yang dimaksudkan adalah segala yang diketahui dokter muda (Co-Ass) di RSUP Haji Adam Malik tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks yang disediakan di rumah sakit yang meliputi persiapan sebelum pemeriksaan, mengetahui indikasi penggunaan pemeriksaan diagnostik foto toraks, metode pelaksanaan pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks dan interpretasi hasil pemeriksaan diagnostik radiologi.

b. Cara Pengukuran

Pengukuran dilakukan dengan metode wawancara Pengetahuan dokter muda

(Co-Ass) 

Pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks


(37)

c. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner

d. Hasil Pengukuran

Menggunakan metode presentasi skoring sebagai berikut: 

1. Baik bila >75 % pertanyaan dijawab benar oleh responden. 2. Cukup bila 40-75 % pertanyaan dijawab benar oleh responden. 3. Kurang baik bila <40 % pertanyaan dijawab benar oleh responden

(Pratomo, Hadi, Sudarti, 1990)

e. Skala Pengukuran


(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang). Dimana tiap subyek hanya diobsevasi satu kali dan pengukuran variable subyek dilakukan pada saat pemeriksaan, maka akan dapat diperoleh gambaran tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mengenai pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks melalui data primer yang didapatkan menerusi wawancara dengan pengisian kuesioner yang telah diedarkan.

4.2 Waktu dan Lokasi Penelitian 4.2.1. Waktu Penelitian

Perancangan penelitian ini dimulai sejak bulan Februari 2010 dengan penelusuran tinjauan pustaka yang merangkumi sumber-sumber dari jurnal, buku, majalah serta artikel dari internet. Setelah itu disusuli dengan penyusunan proposal penelitian dengan konsultasi dosen pembimbing. Pembentangan proposal di seminar telah dijalankan pada Mei 2010 serta diteruskan dengan penelitian lapangan yang dimulai dari pengumpulan data sehingga penulisan laporan tentang hasil penelitian yang mengambil masa selama 3 bulan, yaitu dari bulan Augustus 2010 sehingga Oktober 2010.


(39)

Tabel 4.1 Gambaran Waktu Penelitian (Timeline) Kegiatan F eb 2 010 M a c 2 0 10 A p r 201 0 M ei 201 0 Ju n 2 010 Ju li 2 01 0 A u g 2 0 10 S ep t 20 10 O k t 2010 N o v 2 0 10 D ec 2 010

Memilih judul proposal & uraian Penelusuran daftar pustaka Penulisan proposal

Seminar Proposal

Persiapan penelitian di lapangan Penelitian lapangan

Pengumpulan & analisa data Penulisan laporan hasil Seminar Karya Tulis Ilmiah

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RSUP Haji Adam Malik, Medan karena rumah sakit ini merupakan rumah sakit utama bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara menjalani koskap sebelum tamat pengajian pendidikan dokter. Selain itu, belum pernah dilakukan penelitian tentang tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) mengenai pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks di rumah sakit tersebut.


(40)

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah semua dokter muda (Co-Ass) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani program klinikal di RSUP Haji Adam Malik, Medan yang terdiri dari angkatan ’05 dan angkatan ’06. Berdasarkan pengambilan data mahasiswa di kasubbag pendidikan FK USU, jumlah populasi mahasiswa sedang koskap RSUP Haji Adam Malik bagi angkatan ’05 dan angkatan ’06 adalah sebanyak 803 orang.

4.3.2 Sampel

Sampel bagi penelitian ini telah dipilih dari kelompok populasi terjangkau, yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang sedang menjalani koskap di RSUP Haji Adam Malik, terdiri dari angkatan ’05 dan angkatan ’06. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik Consecutive Sampling.di mana semua subyek yang dijumpai dan memenuhi kriteria pemilihan yaitu mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara sama ada dari angkatan ’05 atau ’06 dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

Menurut Notoatmodjo (2005), untuk mencapai jumlah sampel dari populasi yang jumlahnya lebih kecil dari 10.000, dapat dihitung berdasarkan rumus:

n =

) ( 1 N d2

N

+

Keterangan: N = jumlah populasi n = jumlah sampel

d² = tingkat kepercayaan yang diinginkan (0,1) Maka jumlah sampel yang diinginkan adalah seramai 89 orang.


(41)

4.4 Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket berupa kuesioner.

4.4.1. Data Primer

Data primer adalah data yang berasal dari sampel penelitian yaitu data yang didapat langsung dari responden. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan kuesioner kepada sampel penelitian.

A. Uji validitas dan reliabilitas

Uji validitas telah dilakukan untuk memastikan kuesioner ini dapat dipercayai. Ini dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada satu kelompok subjek yang menyerupai subjek asal penelitian. Uji reliabilitas telah dilakukan untuk memastikan hasil pengukuran adalah konsisten yaitu peneliti akan mendapatkan hasil yang sama jika melakukan penelitian berulang kali. Setelah selesai seminar proposal, telah dicari 5-10 orang dokter muda (Co-Ass) yang mempunyai ciri-ciri yang sama dengan populasi target dan telah diminta untuk mengisi kuesioner yang akan duiji. Jawaban yang diperoleh telah diuji validitas dan reliabilitasnya dengan menggunakan program Statistic Package For Social Science (SPSS Version 17.0).


(42)

Tabel 4.2 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Variabel Pertanyaan Total Pearson

Correlation Status

Nilai Cronbach's

Alpha

Status Pengetahuan 1 0.667 Valid 0.981 Reliabel

2 0.667 Valid Reliabel

3 1.000 Valid Reliabel

4 0.764 Valid Reliabel

5 1.000 Valid Reliabel

6 0.764 Valid Reliabel

7 0.764 Valid Reliabel

8 1.000 Valid Reliabel

9 0.764 Valid Reliabel

10 1.000 Valid Reliabel

11 0.667 Valid Reliabel

12 0.667 Valid Reliabel

13 0.764 Valid Reliabel

14 0.667 Valid Reliabel

15 0.667 Valid Reliabel

16 0.667 Valid Reliabel

17 0.667 Valid Reliabel

18 0.667 Valid Reliabel

19 0.667 Valid Reliabel

20 1.000 Valid Reliabel

B.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang telah didapatkan dari pihak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang berhubungan dengan jumlah Dokter Muda (Co-Ass) di fakultas tersebut yang sedang koskap di RSUP Haji Adam Malik.

4.4.2. Instrumen Penelitian

Menurut Notoatmodjo, 2005, instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan data. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner sebagai alat bantu dalam pengumpulan data yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka dan tertutup


(43)

untuk mengumpulkan data mengenai tingkat pengetahuan responden tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks.

4.4.3. Teknik Skoring dan Skala

Dalam peneltian ini, kuesioner yang digunakan adalah kuesioner mengetahui tingkat pengetahuan dokter muda (Co-Ass) tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks. Kuesioner berisi 20 pertanyaan saja.

Tabel 4.3 Penentuan Nilai dari Kuesioner Pengetahuan (Nilai 0-20) Pertanyaan No. 1 s.d. 20 :

Jawaban benar bernilai 1 Jawaban salah bernilai 0

Setelah seluruh kuesioner dinilai sesuai dengan tabel di atas, maka tingkat pengetahuan dikelompokkan berdasarkan kategori berikut: (Pratomo, 1990)

 Baik, apabila nilai yang diperoleh >75% dari nilai tertinggi  Sedang, apabila nilai yang diperoleh 40-75% dari nilai tertinggi  Kurang, apabila nilai yang diperoleh <40% dari nilai tertinggi

Berdasarkan skala pengukuran di atas, maka kategori pengetahuan, sikap dan tindakan dapat dilihat pada tabel berikut ini;

Tabel 4.4 Kategori dari Kuesioner Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Nilai

Baik Bila nilai yang diperoleh 16-20

Sedang Bila nilai yang diperoleh 8-15


(44)

4.5 Metode Analisis Data

Pengolahan data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif dengan menggunakan program Statistic Package For Social Science (SPSS Version 17.0). Data telah dianalisis secara deskriptif. Hasil analisa telah ditampilkan dalam bentuk tabel distribusi.

         


(45)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang umumnya dikenal orang banyak dengan sebutan RSUP H. Adam Malik merupakan Rumah Sakit Umum Kelas A yang berada di kota Medan. Selain itu RSUP H. Adam Malik juga digunakan sebagai rumah sakit pendidikan bagi calon dokter.

RSUP H. Adam Malik ini beralamat di Jalan Bunga Lau no. 17, Medan, terletak di kelurahan Kemenangan, kecamatan Medan Tuntungan. Letak RSUP H. Adam Malik ini agak berada di daerah pedalaman yaitu berjarak kira-kira 1 Km dari Jalan Djamin Ginting yang merupakan jalan raya menuju ke arah Brastagi. RSUP H. Adam Malik mulai beroperasi secara menyeluruh pada tahun 1993 yang diresmikan langsung oleh mantan bapak Presiden RI, H. Soeharto. RSUP H. Adam Malik merupakan unit organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.

RSUP H. Adam Malik juga ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.502/Menkes/IX/1991 tanggal 6 September 1991 dan secara resmi pusat pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik pada tanggal 11 Januari 1993. Dengan ditetapkannya RSUP H. Adam Malik sebagai Rumah Sakit Pendidikan, maka Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dapat menggunakannya sebagai Pusat Pendidikan Klinik calon dokter dan Pendidikan Keahlian calon dokter spesialis.


(46)

Dokter-dokter muda ( Co. Ass ) yang sedang dilatih di RSUP H. Adam Malik, berasal dari Fakultas Kedokteran Univesitas Sumatera Utara, Medan. Mereka ditugaskan di berbagai departemen yang terdapat di RSUP H. Adam Malik dalam masa pendidikan. Dokter-dokter muda ini setiap harinya melakukan aktifitas perawatan pasien dibawah pengawasan dokter spesialis dan dokter Pendidikan Dokter Spesialis ( P.P.D.S). Sebanyak 90 responden yang terdiri daripada dokter muda (Co.Ass) telah mengikuti penelitian ini terdiri dari angkatan 2005 dan angkatan 2006.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Dalam penelitian ini, karakteristik yang diamati pada responden meliputi umur, jenis kelamin dan angkatan responden.

A. Karakteristik responden berdasarkan umur

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

Umur Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

20-24 tahun 84 93.4

25-29 tahun 6 6.6

Jumlah 90 100

Dari Tabel 5.1 diketahui bahwa sebanyak 84 responden berada dalam kelompok umur 20-24 dan merupakan kelompok umur yang terbanyak. Sebanyak 6 orang responden berada dalam kelompok umur 25-29 tahun yaitu merupakan kelompok umur yang paling kurang.


(47)

B. Karakteristik responden berdasarkan angkatan

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Angkatan Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

Angkatan Responden Jumlah (orang) Persentase (%)

S 2006 49 54.4

S 2005 41 45.6

Jumlah 90 100

Dari Tabel 5.2, diketahui jumlah responden daripada angkatan 2005 adalah seramai 49 orang manakala jumlah responden daripada angkatan 2006 adalah seramai 41 orang. Angkatan 2005 mempunyai kelebihan sebanyak 8 orang berbanding angkatan 2006.

5.1.3 Hasil Penelitian

A. Distribusi Pengetahuan Dokter Muda Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks

Dari Tabel 5.3 diketahui jawaban- jawaban yang diberikan responden terhadap pertanyaan mengenai pengetahuan mereka terhadap pemeriksaan radiologi foto toraks Tabel 5.3 Pengetahuan Dokter Muda Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

No Pertanyaan Jawaban Ya/ benar Persentase (%) Tidak/ salah Persentase (%)

1 Apakah indikasi pemeriksaan foto toraks? 90 100 0 0

2 Apakah persiapan yang harus dilakukan pasien

sebelum pemeriksaan? 72 80 18 20

3

Apakah perkara-perkara awal yang harus diperhatikan apabila menerima suatu foto toraks?

88 97.8 2 2.2

4 Proyeksi AP dan PA adalah? 89 98.9 1 1.1


(48)

6 Pasien yang difoto toraks sebaiknya dalam

posisi apa? 88 97.8 2 2.2

7 Pada kebiasaannya foto dibuat pada waktu? 87 96.7 3 3.3

8 Apakah anda tahu apa yang dimaksudkan

dengan foto ekspirasi? 54 60 36 40

9

Antara berikut yang manakah merupakan kesalahan teknis yang berlaku semasa pengambilan foto?

62 68.9 28 31.1 10 Apakah perkara yang harus diperhatikan

semasa memeriksa foto toraks? 84 93.3 6 6.7

11 Berikut adalah perkara apa yang harus

dilakukan apabila menilai kondisi foto? 82 91.1 8 8.9

12 Apakah yang diperhatikan pada foto toraks

dewasa yang normal? 85 94.4 5 5.6

13 Apakah tulang belulang yang diperhatikan 89 98.9 1 1.1

14 Bagi pemeriksaan jantung sebaiknya dilakukan

pada proyeksi? 68 75.6 22 24.4

15 Apakah batas dinding jantung dapat ditentukan

melalui foto toraks? 86 95.6 4 4.4

16 Pengukuran besar jantung dilakukan dengan

menggunakan? 89 98.9 1 1.1

17 Nilai normal dari ukuran jantung adalah? 86 95.6 4 4.4

18 Pada foto PA yang terlihat pembesaran

jantung,apa perlu dilakukan foto lateral? 31 34.4 59 65.6

19 Apakah interpretasi foto anak dan dewasa

berbeda? 77 85.6 13 14.4

20 Foto yang dibuat pada anak-anak dan bayi

harus dinilai dengan berhati-hati kerna? 67 74.4 23 25.6

Berdasarkan Tabel 5.3 bisa dilihat bahwa terdapat 20 soal. Pilihan jawaban bagi pertanyaan nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17 dan 20 diberi dalam bentuk aneka pilihan manakala pilihan jawaban bagi pertanyaan nomor 15, 18 dan 19 diberi dalam bentuk pertanyaan tertutup dengan pilihan ya atau tidak. Pada setiap pertanyaan jawaban yang betul diberi nilai 1 dan yang salah diberi nilai 0. Berdasarkan tabel di atas juga dapat dilihat bahwa pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan benar oleh responden adalah pertanyaan nomor 1 yaitu dengan persentase sebesar 100% di mana semua responden berjaya menjawab dengan betul sedangkan pertanyaan yang paling banyak dijawab dengan salah oleh responden adalah pertanyaan nomor 18 yaitu dengan persentase sebesar 65,6% yang menjawab dengan salah.


(49)

Semua jawaban pengetahuan responden kemudian dikategorikan menjadi baik, sedang dan kurang. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Tingkat Pengetahuan Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Pada Dokter Muda Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

No Pengetahuan Jumlah Persentase (%)

1 Baik 80 orang 88.9

2 Sedang 9 orang 10

3 Kurang 1 orang 1.1

Jumlah 90 orang 100

Berdasarkan Tabel 5.4 di atas dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai pemeriksaan radiologi foto toraks paling banyak berada pada kategori baik, yaitu sebanyak 80 orang (88,9%), diikuti dengan kategori sedang sebanyak 9 orang (10%) dan kategori kurang sebanyak 1 orang (1,1%). Pada setiap soalan jawaban yang betul bagi soalan yang ditanya diberi nilai 1 dan yang salah diberi nilai 0. Tingkat pengetahuan responden dikatakan baik apabila berjaya mendapat nilai 16 atau lebih. Tingkat pengetahuan responden dikatakan sedang apabila mendapat nilai 8 hingga 15 dan tingkat pengetahuan responden dikatakan kurang apabila mendapat nilai kurang daripada 7.

Tabel 5.5 Frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan umur

Umur

Tingkat pengetahuan

Baik (>16) Sedang(8-15) Kurang (<7)

n % n % n %

20-24 tahun 75 83.3 8 8.8 1 1.1

25-29 tahun 5 5.6 1 1.1 0 0


(50)

Berdasarkan carta bar di atas dapat dilihat bahwa responden dalam kelompok umur 20-24 tahun mempunyai seramai 75 orang dengan pengetahuan baik, 8 orang dengan pengetahuan sedang dan 1 orang dengan pengetahuan kurang. Responden dalam kelompok umur 25-29 tahun mempunyai seramai 5 orang dengan pengetahuan baik dan 1 orang dengan pengetahuan sedang. Kelompok umur 20-24 mempunyai jumlah responden yang terbanyak berpengetahuan baik yaitu seramai 75 orang. Kelompok umur 20-24 juga mempunyai jumlah responden dengan pengetahuan sedang yang terbanyak yaitu seramai 8 orang serta 1 orang dengan pengetahuan kurang.

Table 5.6 Frekuensi hasil uji tingkat pengetahuan berdasarkan angkatan

Angkatan

Tingkat pengetahuan

Baik (≥16 Sedang (8-15) Kurang (≤7)

n % n % n %

2005 40 44.4 1 1.1 0 0

2006 40 44.4 8 8.9 1 1.1

Jumlah 80 88.9 9 10.9 1 1.1

Berdasarkan tabel di atas, responden daripada angkatan 2005 adalah seramai 41 orang. Dapat dilihat bahwa angkatan 2005 mempunyai sebanyak 40 orang dengan tingkat pengetahuan baik dan 19 orang dengan tingkat pengetahuan cukup. Responden daripada angkatan 2006 pula adalah seramai 49 orang. Dapat dilihat bahwa angkatan 2006 mempunyai sebanyak 40 orang dengan tingkat pengetahuan baik, 8 orang dengan tingkat pengetahuan sedang dan 1 orang dengan tingkat pengetahuan kurang. Responden paling banyak berada pada golongan baik iaitu dengan menjawab ≥ 16 pertanyaan dengan benar adalah sama pada angkatan 2005 dan angkatan 2006 yaitu seramai 40 orang. Sementara responden yang paling banyak pada tingkat pengetahuan sedang adalah daripada angkatan 2006 yaitu seramai 8 orang. Responden yang berada pada tingkat pengetahuan kurang hanya 1 orang yaitu daripada angkatan 2006.


(51)

5.2. Pembahasan

5.2.1 Tingkat pengetahuan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disajikan diatas dapat dilakukan pembahasan seperti berikut. Ternyata bahwa sebahagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik yaitu sebanyak 80 orang (88,9%), diikuti dengan kategori sedang sebanyak 9 orang (10%) dan kategori kurang sebanyak 1 orang (1,1%). Menurut pendapat peneliti, hal ini disebabkan semua responden yang mengikuti penelitian telah selesai menjalani koskap di Departemen Radiologi di RSUP Haji Adam Malik, Medan ataupun mungkin responden telah mempunyai ‘prior knowledge’ yang mencukupi sebelum memulai koskap.

Departemen radiologi merupakan antara departemen awal yang akan diikuti oleh para dokter muda saat memulai koskap di RSUP Haji Adam Malik tanpa mengambil kira sama ada dokter muda daripada stambuk 2005 ataupun 2006 karena termasuk di dalam siklus bawah semasa koskap. Di sini, para dokter akan diajarkan dengan mengenai pemeriksaan-pemeriksaan radiologi yang dapat digunakan sebagai pemeriksaan penunjang dalam praktek seharian di masa depan. Selain itu, para dokter muda akan diajarkan dengan lebih mendalam tentang pemeriksaan-pemeriksaan diagnostik radiologi yang sememangnya tersedia di rumah sakit tersebut.

Pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks merupakan pemeriksaan yang sememangnya tersedia dan sangat rutin dilakukan di Departemen Radiologi RSUP Haji Adam Malik. Hal ini menjadikan pemeriksaan ini sesuatu yang harus diketahui dengan baik oleh para dokter yang menjalani koskap di departemen tersebut. Berbagai aspek penting daripada pemeriksaan diagnotik radiologi foto toraks yang diajarkan kepada para dokter muda meliputi indikasi pemeriksaan, persedian pasien sebelum pemeriksaan, persediaan pemeriksa sebelum pemeriksaan, teknik pengambilan foto serta cara menginterprestasi hasil foto toraks yang diambil. Kesemua aspek penting ini telah diambil kira oleh peneliti semasa membuat


(52)

kuesioner dan adalah mencukupi untuk mengetahui tingkat pengetahuan terhadap pemeriksaan radiologi foto toraks.

Selain itu, peneliti juga berpendapat mungkin para responden telah mendapat masukan yang cukup tentang bidang radiologi foto toraks semasa perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan dibantu dengan pembelajaran sendiri tentang radiologi foto toraks. Akan tetapi bagi dokter muda stambuk 2006 selain dari kuliah radiologi dan pembelajaran sendiri, terdapat tambahan yaitu terdapat skills lab radiologi foto toraks yang dijalankan bagi meningkatkan pemahaman mereka semasa blok berjalan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003) yang menyebutkan bahwa pengetahuan mampu dikembangkan oleh manusia disebabkan karena manusia mempunyai bahasa yang mampu dikomunikasikan informasi yang diperolehi. Jika bahasa yang dikomunikasikan tersebut salah terima, maka pengetahuan tentu tidak akan berkembang dengan baik. Terdapat 6 tingkatan pengetahuan yaitu, tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Memahami (comperhension) diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar. Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari. Analisis (analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen. Sintesis (synthesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Semua tingkatan di atas itu harus tercapai supaya tingkat pengetahuan adalah baik.

Menurut penelitian yang dilakukan ASM (2001), kira-kira 80% daripada kegiatan seharian di departemen radiologi adalah pemeriksaan foto toraks. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya pemeriksaan ini. Ini karena pemeriksaan ini relatif


(53)

lebih cepat, lebih murah dan mudah dilakukan berbanding pemeriksaan lain yang lebih canggih dan akurat.

Oleh itu, amat penting bagi seorang dokter mempunyai ketrampilan yang baik dalam menginterpretasikan foto toraks supaya dapat memberikan pelayanan yang lebih efisien dan efektif kepada pasien. Justeru, hasil penelitian ini merupakan suatu indikator yang positif yaitu menunjukkan para responden sebagian besarnya mempunyai tingkat pengetahuan yang baik tentang pemeriksaan radiologi foto toraks dan diharapkan dapat memberikan pelayanan radiologi foto toraks yang baik apabila tamat koskap.

5.2.2 Distribusi Pengetahuan Dokter Muda Mengenai Pemeriksaan Radiologi Foto Toraks Di Rumah Sakit Haji Adam Malik, Medan Tahun 2010

Sebanyak 80 (89,9%) responden berjaya menjawab kuesioner yang diberikan dengan baik. Soal nomor 1 pada kuesioner tentang indikasi pemeriksaan foto toraks telah berjaya dijawab dengan betul oleh semua responden. Ini diduga oleh peneliti karena soalan tersebut walaupun bukan merupakan soalan yang mudah tetapi merupakan sesuatu yang sangat asas yang harus diketahui para calon dokter khususnya dokter muda yang sedang koskap.

Soal nomor 18 merupakan soal yang paling banyak gagal dijawab oleh para responden dengan betul yaitu oleh sebanyak 50 (69,6%) responden. Soal ini menanyakan pada foto PA yang terlihat pembesaran jantung , apakah perlu dilakukan foto lateral. Banyak responden yang tidak tahu jawaban bagi soal ini. Ini diduga oleh peneliti adalah karena soal tersebut agak sukar dijawab oleh para responden karena kurang pengetahuan tentang interpretasi jantung melalui foto toraks.


(54)

5.2.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Dokter Muda (Co-Ass) di RSUP Haji Adam Malik, Medan Mengikut Umur dan Angkatan

Distribusi tingkat pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks dan umur tidak menunjukkan suatu gambaran yang jelas. Pada asumsi saya, ini mungkin karena para responden, tidak terdiri daripada satu golongan umur sahaja pada setiap setambuk. Terdapat perbedaan umur yang ketara antara dokter muda/i pada setiap setambuk sehingga menjadi kurang jelas predileksi dari tingkat pengetahuan.

Ini berlainan pula dengan Notoadmotjo 2003 umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari orang lain (Notoatmodjo, 2003).

Selain itu, tingkat angkatan mempengaruhi sedikit sebanyak tingkat pengetahuan responden tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks. Hal ini dapat dilihat pada angkatan 2006 yang mempunyai lebih ramai responden yang berpengetahuan sedang dan masih mempunyai responden dengan pengetahuan kurang. Hal diduga oleh peneliti karena pengalaman responden angkatan 2005 yang telah koskap setahun lebih awal berbanding angkatan 2006 dan telah menjalani koskap di lebih banyak departemen di mana pemeriksaan radiologi foto toraks banyak dilakukan. Ini bersesuaian denga teori Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa pengetahuan akan berpengaruh pada perilaku sebagai hasil pendidikan.


(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian saya,terdapat beberapa kesimpulan yang telah saya susun diantaranya ialah,

1. Tingkat pengetahuan tentang pemeriksaan diagnostik radiologi foto toraks pada dokter muda (Co-Ass) di RSUP Haji Adam Malik, Medan secara keseluruhannya adalah baik yaitu sejumlah sebanyak 80 orang (88,9%) dapat menjawab kuesioner dengan baik.

2. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada umumnya baik pada angkatan 2005 yaitu sejumlah sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan cukup berbanding dengan angkatan 2006 yang mempunyai sebanyak 40 (44.4%) orang dengan tingkat pengetahuan baik, 8 (8.9%) orang dengan tingkat pengetahuan sedang dan 1 (1.1%) orang dengan tingkat pengetahuan kurang.

6.2 S

aran

Bedasarkan hasil penelitian saya ini,terdapat beberapa saran yang ingin saya berikan. Diantaranya ialah,

1. Diharapkan dokter muda dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang pemeriksaan diagnostik radiologi yang tersedia di rumah sakit agar dapat dapat memberi pelayanan kesehatan yang lebih efektif dan efisien.

2. Diharapkan para dokter muda (Co-Ass) mempunyai motivasi untuk mengembangkan pengalaman belajarnya semasa koskap hingga dapat


(56)

mencapai tingkat akademik lebih tinggi khususnya bagi dokter muda yang mempunyai tingkat pengetahuan yang sedang atau kurang tentang pemeriksaan diagnostik radiologi.

3. Diharapkan pada penelitian selanjutnya untuk mengadakan penelitian kualitatif yang bersifat lebih mendalam.

                                     


(57)

 

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002. Pedoman Operasional Komisi Etik Penelitian Kesehatan di Indonesia Dalam: Buku Pedoman Praktik Klinik, Jakarta:12. Available from:

http://staff.blog.ui.ac.id/nani.cahyani/files/2009/12/buku‐pedoman‐praktik‐klinik‐ ver2009.pdf. [Accesed on 18 March 2009].

Dr. Soekidjo Notoatmodjo, 2005. Perencanaan Penelitian Kesehatan. Dalam: Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta, Jakarta: 36-116

Dr. Susworo, 1985. Pemeriksaan Radiologik Toraks. Dalam: Cermin Dunia Kedokteran. Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

Jakarta: 38. Available:

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/05ManfaatPemeriksaanRadiologik107.pdf /05ManfaatPemeriksaanRadiologik107.html . [Accesed on 18 March 2009]. George W. Eastman, Christoph Wald, Jane Crossin, 2006. Getting Started in Clinical

Radiology From Image to Diagnosis, Thieme Publisher. Stuttgart. Available from: http://www.radiologi.fk.ui.ac.id/index.htm. [Accesed on 21 March 2009].

Khairil Anwar, 2006. Penelitian Bidang Radiologi (Tinjauan Metodologi dan Etik Penelitian). Available from: http://www.mail-archive.com/dokter@yahoogroups.com/msg00355.html. [Accesed on February 18, 2010].

Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Standar Kompetensi Dokter, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: 1-15


(58)

Konsil Kedokteran Indonesia, 2006. Standar Profesi Pendidikan Dokter, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Jakarta: 15

Kurikulum Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,Salemba

Raya 6, Jakarta.

L. Hartono, 2002, Foto Toraks. Dalam: Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum, 2002, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 27-81

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014/Menkes/SK/XI/2008. Standar Pelayanan Radiologi Diagnostik Di Sarana Pelayanan Kesehatan. Jakarta

Perhimpunan Dokter Spesialis Radiologi Indonesia, 2007. Standar Profesi Dalam: Buku Petunjuk Teknis Program Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan, Jakarta: 10-15

Pratomo, Hadi, Sudarti, 1990. Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Bidang Kesehatan Masyarakat dan Keluarga Berencana/Kependudukan. Jakarta: Unit Pelaksana Proyek Pembangunan FKM di Indonesia

Pratomo, H., 1991. Pengantar riset kualitatif vs kuantitatif. Dalam: Jatiputra, S. & Yovsyah (eds). 1991. Prosiding Lokakarya dan Pelatihan Metodologi Penelitian Kesihatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta.


(59)

Radiological Society of North America, 2010. Chest X-ray, North America: Radiological Society of North America. Available from: http://www.radiologyinfo.org/en/info.cfm?PG=chestrad. [Accesed on 19 March 2009].

 

Sastroasmoro S dan Ismael S, 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. CV Sagung Seto, Jakarta, Edisi kedua.

Sjahriar Rasad, 2005, Toraks. Dalam: Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, 2005, Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta: 85-90

Sudarmo Saleh Purwohudoyo, 2005, Sistem Kardiovaskular Dalam: Radiologi Diagnostik Edisi Kedua, 2005, Fakultas Kesehatan Universitas Indonesia, Jakarta: 165

Sudaryanto, 2008 Kajian Kritis tentang Permasalahan Sekitar Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis. Pembelajaran Kemampuan Berpikir Kritis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Available from:

http://www.fk.undip.ac.id/pengembangan-pendidikan/77-pembelajaran-kemampuan-berpikir-kritis.html. [Accesed on 19 March 2009].

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran. Available:

http://www.indofamily.net/health/index2.php?option=com_content&do_pdf=1 &id=724. [Accesed on 21 March 2009].

     


(1)

Pertanyaan 8

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Foto yang dibuat waktu

penderita dalam keadaan ekspirasi penuh

54 60 60 60

Foto yang dibuat waktu penderita dalam keadaan sebelum ekspirasi

3 3.3 3.3 63.3

Foto yang dibuat waktu penderita dalam keadaan setelah ekspirasi

29 32.2 32.2 95.6

Tidak tahu 4 4.4 4.4 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 9

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Inspirasi kurang 62 68.9 68.9 68.9

Posisi berbaring 7 7.8 7.8 76.7 Satu dan dua benar 4 4.4 4.4 81.1 Tiga dan empat benar 17 18.9 18.9 100 Total 90 100 100


(2)

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Melihat apakah sentrasi

foto benar dan

dilakukan pada inspirasi penuh

3 3.3 3.3 3.3

Kedua-dua jawaban di atas benar

84 93.3 93.3 96.7

Tidak tahu 3 3.3 3.3 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 11

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Kedua skapula tidak

menutupi lapangan paru

3 3.3 3.3 3.3

Vertebra torakalis I-V terlihat dan diskus interbertebralis terlihat samar-samar

5 5.6 5.6 8.9

Semua di atas benar 82 91.1 91.1 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 12

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Jantung dan paru 3 3.3 3.3 3.3


(3)

Pertanyaan 13

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Klavikula 1 1.1 1.1 1.1

Semua di atas 89 98.9 98.9 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 14

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid AP 6 6.7 6.7 6.7

PA 68 75.6 75.6 82.2 PA dan lateral 11 12.2 12.2 94.4 Semua di atas 5 5.6 5.6 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 15

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ya 86 95.6 95.6 95.6

Tidak 4 4.4 4.4 100 Total 90 100 100

       


(4)

       

Pertanyaan 16

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Cardio-thoracic Ratio 89 98.9 98.9 98.9

Tidak Tahu 1 1.1 1.1 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 17

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid 48-50 % 86 95.6 95.6 95.6

50-60 % 2 2.2 2.2 97.8 45-60 % 2 2.2 2.2 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 18

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ya 31 34.4 34.4 34.4

Tidak 57 63.3 63.3 97.8 Tidak tahu 2 2.2 2.2 100


(5)

Pertanyaan 19

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Ya 77 85.6 85.6 85.6

Tidak 9 10 10 95.6 Tidak tahu 4 4.4 4.4 100 Total 90 100 100

Pertanyaan 20

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent Valid Sulit mendapatkan foto

inspirasi penuh

19 21.1 21.1 21.1

Perbedaan struktur anatomis dengan dewasa

2 2.2 2.2 23.3

Satu dan dua benar 67 74.4 74.4 97.8 Tidak tahu 2 2.2 2.2 100 Total 90 100 100

           


(6)

Tingkat Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid BAIK 80 88.9 88.9 88.9

KURANG 1 1.1 1.1 90.0

SEDANG 9 10.0 10.0 100.0

Total 90 100.0 100.0

Crosstab Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kelompok Umur

Umur Responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan

Total

BAIK KURANG SEDANG

Umur Responden

21 6 0 0 6

22 19 1 3 23

23 31 0 4 35

24 19 0 1 20

25 5 0 0 5

26 0 0 1 1

Total 80 1 9 90

Crosstab Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Stambuk Stambuk Responden * Tingkat Pengetahuan Crosstabulation

Tingkat Pengetahuan

Total

BAIK KURANG SEDANG

Stambuk Responden

S 2006 40 1 8 49

S 2005 40 0 1 41