2.2 Bidang Radiologi 2.2.1. Latar Belakang Bidang radiologi
Radiologi adalah cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penggunaan semua modalitas yang menggunakan energi radiasi pengion maupun
non-pengion, untuk kepentingan imajing diagnosis dan prosedur terapi dengan menggunakan panduan radiologi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi
radiasi dengan sinar-x, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekwensi elektromagnetik oleh atom-atom Kolegium Radiologi Indonesia, 2007.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1014MENKESSKXI2008 tentang standar pelayanan radiologi diagnostik di sarana
pelayanan kesehatan menimbangkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran telah banyak memberikan manfaat dalam membantu
pengobatan yaitu salah satunya melalui penggunaan radiologi diagnostik dapat mendeteksi berbagai jenis penyakit MENKES, 2008.
Pelayanan radiologi sebagai bagian yang terintergrasi dari pelayanan kesehatan secara menyeluruh merupakan bagian dari amanat Undang-Undang Dasar
1945 dimana kesehatan adalah hak fundamental setiap rakyat dan amanat Undang- Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Bertolak dari hal tersebut serta
makin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, maka pelayanan radiologi sudah selayaknya memberikan pelayanan yang berkualitas
MENKES, 2008. Penyelenggaraan pelayanan radiologi umumnya dan radiologi diagnostik
khususnya telah dilaksanakan di berbagai sarana pelayanan kesehatan, mulai dari sarana pelayanan kesehatan sederhana, seperti puskesmas dan klinik-klinik swasta,
maupun sarana pelayanan kesehatan yang berskala besar seperti rumah sakit kelas A. Dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terjadi dewasa
ini telah memungkinkan berbagai penyakit dapat dideteksi dengan menggunakan fasilitas radiologi diagnostik yaitu pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan
non pengion. Dengan berkembangnya waktu, radiologi diagnostik juga telah
Universitas Sumatera Utara
mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik dari peralatan maupun metodanya MENKES, 2008.
Pelayanan radiologi diagnostik meliputi: 1. Pelayanan Radiodiagnostik
2. Pelayanan Imejing Diagnostik 3. Pelayanan Radiologi Intervensional
Pelayanan radiodiagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan menggunakan radiasi pengion, meliputi antara lain pelayanan x-ray
konvensional, Computed Tomography ScanCT Scan dan mammografi. Pelayanan imajing diagnostik adalah pelayanan untuk melakukan diagnosis dengan
menggunakan radiasi non pengion, antara lain pemeriksaan dengan Magnetic Resonance ImagingMRI, USG. Pelayanan radiologi intervensional adalah pelayanan
untuk melakukan diagnosis dan terapi intervensi dengan menggunakan peralatan radiologi x-ray Angiografi, CT. Pelayanan ini memakai radiasi pengion dan radiasi
non pengion MENKES, 2008. Pelayanan radiologi diagnostik merupakan bagian integral dari pelayanan
medik yang perlu mendapat perhatian khusus karena selain bermanfaat dalam menegakkan diagnosa, juga sangat berbahaya baik bagi pasien, petugas maupun
lingkungan sekitarnya bila tidak diselenggarakan secara benar. Dalam upaya mencapai pelayanan radiologi yang bermutu dan aman, diperlukan pengelolaan
manajemen dan teknis yang prima yang didukung oleh sarana atau prasarana, sumber daya manusia dan peralatan yang baik pula MENKES, 2008
2.2.2. Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks A. Latar Belakang Pemeriksaan Diagnostik Radiologi Foto Toraks
Pemeriksaan diagnostik radiologi toraks merupakan pemeriksaan yang sangat penting. Kemajuan yang pesat selama dasawarsa terakhir dalam teknik pemeriksaan
radiologik toraks dan pengetahuan untuk menilai suatu roentgenogram toraks dengan sinar Roentgen ini suatu keharusan rutin. Pemeriksaan paru tanpa pemeriksaan
Universitas Sumatera Utara
Roentgen saat ini dapat dianggap tidak lengkap. Suatu penyakit paru belum dapat disingkirkan dengan pasti sebelum dilakukan pemeriksaan radiologik. Selain
itu,berbagai kelainan dini dalam paru juga sudah dapat dilihat dengan jelas pada foto Roentgen sebelum timbul gejala-gejala klinis, sehingga pemeriksaan secara rutin
pada orang-orang yang tidak mempunyai keluhan apa-apa sudah menjadi proses prosedur lazim dalam pemeriksaan kesehatan masyarakat secara massal, seperti yang
dilakukan pada para mahasiswa, murid sekolah, anggota alat negara, pegawai perusahaan, serta para karyawan lainnya. Misalnya suatu sarang tuberkulosis yang
hanya sekecil 2 mm diameter-nya, mungkin telah dilihat pada foto Roentgen, sedangkan pemeriksaan fisik klinis tentu tidak berhasil menemukan sarang sekecil ini
Sjahriar Rasad, 2005. Untuk mengetahui adanya suatu kelainan pada foto Roentgen memang
diperlukan sedikit latihan,tetapi untuk menilai dengan teliti suatu kelainan yang terlihat serta menarik kesimpulan yang tepat, merupakan sesuatu hal yang jauh lebih
sulit dan memerlukan latihan yang lebih lama di samping pengetahuan yang lebih mendalam tentang cabang ilmu kedokteran yang lainnya terutama patologi dan ilmu
penyakit dalam. Misalnya, untuk dapat melihat adanya suatu bayangan seperti lubang atau kavitas kavitas dalam paru hanya diperlukan sedikit latihan, tetapi untuk
menentukan apakah kavitas itu disebabkan oleh tuberkulosis atau suatu abses bukan tuberkulosis, kista kongenital, atau suatu karsinoma yang mengalami nekrosis, dan
sebagainya adalah suatu hal yang jauh lebih sulit, bahkan kadang-kadang tidak dapat dipastikan. Dalam hal seperti ini, maka hanyalah koordinasi yang baik antara hasil
pemeriksaan klinis dan laboratorium dengan pemeriksaan radiologik akan dapat menunjang penegakkan diagnosis yang tepat. Kerjasama yang erat dan konsulasi
yang terus menerus antara ahli radiologi dan ahli-ahli klinis lainnya merupakan syarat mutlak untuk mencapai hasil yang sebaik-baiknya Sjahriar Rasad, 2005.
Universitas Sumatera Utara
B. Foto Toraks Normal
Suatu penilaian yang tepat dan teliti terhadap foto toraks memerlukan pengetahuan yang mendalam mengenai anatomi normal toraks. Dalam keadaan
normalpun anatomi seseorang itu mungkin sangat berbeda satu sama lainnya, sedangkan batas-batas antara yang sehat dan sakit kadang-kadang sangat samar-
samar. Oleh kerana itu,untuk dapat mengetahui apa yang sakit,maka terlebih dahulu perlu memiliki pengetahuan dasar tentang apa yang masih termasuk dalam batas-
batas yang normal Sjahriar Rasad, 2005. Foto toraks orang dewasa memperlihatkan tulang-tulang toraks termasuk
tulang-tulang rusuk, diafragma, jantung, paru-paru, klavikula, scapula dan jaringan lunak dinding toraks. Toraks terbagi dua oleh mediastinum di tengah-tengah. Di
sebelah kiri dan kanan mediastinum terdapat paru-paru yang berisi udara, yang oleh karenanya relatif radiolusen hitam bila dibandingkan dengan mediastinum, dinding
toraks dan bagian atas abdomen putih. Kesemua tulang-tulang rangka toraks juga dapat dilihat dengan jelas, sehingga dapat pula diketahui bila ada kelainan pada
tulang-tulang tersebut. Tulang-tulang ini adalah kedua belah skapula dan klavikula serta sternum, vertebra servikal dan torakal serta iga-iga Sjahriar Rasad, 2005.
Jaringan lunak dinding toraks, baik yang terletak di sebelah depan maupun belakang, mungkin merupakan bayangan luas yang menyelubungi isi toraks, dan
yang terpenting antaranya adalah payudara wanita. Bagian-bagian tubuh ini menyebabkan bayangan-bayangan suram, yang luas dan letaknya bergantung pada
besarnya. Pada laki-laki, teristimewa pada mereka yang berbadan tegap, muskulus pektoralis mayor mengakibatkan bayangan suram kira-kira di bagian tengah toraks.
Sering yang sebelah kiri dan kanan tidak sama besar, dan oleh karena itu bayangan yang disebabkannya berlainan pula suramnya Sjahriar Rasad, 2005.
Rongga toraks diisi oleh bangunan-bangunan yang densitasnya satu sama lain sangat berbeda, yaitu densitas yang tinggi dari jaringan lunak terhadap densitas yang
rendah dari udara,hal ini memudahkan bangunan-bangunan tersebut dilihat. Di sebelah bawah rongga toraks dibatasi oleh kedua diafragma; di tengah-tengahnya
Universitas Sumatera Utara
tampak bayangan padat yang disebabkan oleh mediastinum, jantung, pembuluh- pembuluh darah besar, akar paru, trakea dan bronki yang besar. Sebelah kiri dan
kanan paru bayangan padat tersebut berada paru-paru yang berisi udara; bayangan- bayangannya disebabkan oleh bangunan-bangunan vascular, limfatik, bronkial, dan
endotelial, dikelilingi oleh udara Sjahriar Rasad, 2005. Penelitian yang seksama terhadap suatu foto Roentgen toraks memerlukan
pengetahuan yang mendalam tentang anatomi dan histology paru. Di bagian tengah terlihat bayangan hilus paru, yang kiri terletak lebih tinggi sedikit dari yang kanan.
Bayangan hilus ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, tetapi secara anatomis ia juga terdiri atas venae pulmonalis, bronki besar dan kelenjar-kelenjar limfe hilus atau
peribronkial. Dari akar ini tampak memancar ke segala jurusan di perifer bayangan- bayangan linear, yang lumennya semakin sempit bila semakin jauh dari hilus serta
semakin dekat ke perifer. Bayangan-bayangan seperti garis-garis ini terutama dibentuk oleh arteri pulmonalis, di samping dibentuk pula oleh venae pulmonalis,
jaringan dinding bronki dan saluran-saluran limfe. Bayangan tersebut sangat jelas dan menonjol di daerah perikardial kanan dan disebabkan oleh beberapa venae
pulmonalis yang besar. Bayangan suram, yang luas dan letaknya bergantung pada besarnya. Bayangkan juga jelas kelihatan di kedua belah mediastinum, daerah
suprahiler, membujur sampai ke puncak paru-paru. Di lapangan perifer bayangan- bayangan bronkovaskular ini menjadi sangat tipis; penaksiran tebalnya pembuluh-
pembuluh darah ini adalah sangat penting untuk mendiagnosis suatu kelainan dalam toraks Sjahriar Rasad, 2005.
Penilaian jantung dilakukan secara menyeluruh dan kemudian ditetapkan situs kedudukan organ di dada dan di bawah diafragma di mana di sini juga diperiksa
letak jantung dan lambung. Setelah itu dinilai bentuk tulang punggung, ukuran dan pembesaran jantung, pembuluh-pembuluh darah besar, paru-paru seluruhnya dan
pembuluh darah paru S. Purwohudoyo, 2005. Menurut L. Hartono 2002 foto toraks pada bayi dan anak-anak berbeda
dengan foto toraks pada orang dewasa karena banyak sebab. Beberapa di antaranya
Universitas Sumatera Utara
karena sulitnya memperoleh foto dengan inspirasi yang baik, dan juga adanya perbedaan anatomis antara bayi dan anak dengan orang dewasa. Pada anak-anak :
1. Tulang-tulang pada dada lebih lebar dan costa lebih mendatar
2. Diafragma lebih tinggi dan mediastinum superior terlihat lebih lebar
3. Jantung terlihat lebih membulat: ukuran jantung tidak bisa dinilai dengan
cardiothoracic index. 4.
Mediastinum superior bisa terlihat lebih lebar dengan adanya thymus yang persisten, biasanya menonjol ke paru kanan terutama pada bayi yang sedang
menangis tetapi bisa juga terlihat pada sisi kiri.
C. Pemilihan Proyeksi Foto Toraks
Proyeksi PA posteroanterior, atau anteroposterior AP untuk anak biasanya sudah cukup. Bila terlihat suatu kelainan perlu ditambah proyeksi lateral. Walaupun
demikian, proyeksi lateral hendaknya hanya dibuat setelah proyeksi PA diperiksa L. Hartono, 2002.
Proyeksi lateral dibuat lateral kiri kecuali semua tanda dan gejala klinis terdapat di sebelah kanan maka dibuat di sebelah kanan. Jika antara keadaan berdiri
atai berbaring, sebaiknya dibuat pada posisi berdiri atau duduk karena banyak keadaan intrathorakal misal cairan pleura, pneumotoraks, ukuran jantung,
mediastinum sulit dinilai bila foto pada posisi berbaring L. Hartono, 2002. Posisi apikal lordotik hanya dibuat bila pada foto PA menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan pada daerah apeks kedua paru. Proyeksi tambahan ini hendaknya hanya dibuat setelah foto rutin diperiksa dan bila ada kesulitan
menginterpretasikan suatu lesi di apeks L. Hartono, 2002. Proyeksi lateral dekubitus dibuat hanya apabila diduga ada cairan pleura tetapi
tidak terlihat pada foto PA atau lateral. Proyeksi lateral dekubitus hanya dibuat setelah foto PA dan lateral diperiksa L. Hartono, 2002.
Foto oblik iga hanya dibuat untuk kelainan-kelainan pada iga atau bila terdapat nyeri lokal pada dada yang tidak bias diterangkan sebabnya, dan hanya
Universitas Sumatera Utara
dibuat setelah foto rutin diperiksa. Bahkan dengan foto oblik yang bagus pun, fraktur iga tidak bisa dilihat L. Hartono, 2002.
Foto ekspirasi adalah foto toraks PA atau AP yang diambil pada waktu penderita dalam keadaan ekspirasi penuh. Hanya dibuat bila foto rutin gagal
menunjukkan adanya pneumotoraks yang diduga secara klinis atau suatu benda asing yang terinhalasi L. Hartono, 2002
D. Interpretasi Foto Toraks
Harus dilakukan secara sistematis untuk memeriksa foto toraks menurut L. Hartono, 2002
1. a Periksa apakah sentrasi foto sudah benar dan foto dibuat pada inspirasi penuh.
Foto yang dibuat pada waktu ekspirasi bias menimbulkan keraguan karena bias menyerupai suatu penyakit misal kongesti paru, kardiomegali, atau
mediastinum yang lebar. Kesampingkan bayangan-bayangan yang terjadi karena rambut, pakaian atau lesi kulit.
b Periksa sama ada exposure sudah benar bila sudah diperoleh densitas yang benar, maka jari yang diletakkan di belakang “daerah yang hitam” pada foto
tepat dapat terlihat. Foto yang pucat karena “underexposed” harus diinterpretasikan dengan hati-hati; gambaran paru bias memberi kesan adanya
edema paru atau konsolidasi. Foto yang hitam karena “overexposed” bisa memberi kesan adanya emfisema.
2. Periksa sama ada tulang-tulang iga, klavikula, scapula dalam keadaan normal. 3. Periksa sama ada posisi diafragma normal; diagfragma kanan biasanya 2,5cm
lebih tinggi daripada kiri. Periksa sinus kostofrenikus baik pada foto PA maupun lateral.
4. Periksa mediastinum superior apakah melebar, atau adakah massa abnormal, dan identifikasi trakea.
5. Periksa adakah kelainan pada jantung dan pembuluh darah besar. Diameter jantung pada orang dewasa foto berdiri harus kurang dari separuh lebar dada.
Universitas Sumatera Utara
6. a Semua corakan paru yang normal adalah vaskular. Periksa sama ada ukuran dan polanya normal.
b Bayangan pada daerah hilus harus memperlihatkan masing-masing pembuluh darah yang menggambarkan arteria pulmonalis dan vena-vena besar. Mungkin
sulit untuk melihat vena-vena pulmonalis yang lain. Hilus kiri normal lebih tinggi daripada hilus kanan.
c Ingat bahwa sistem paru dan jantung amat erat berhubungan dan karena itu perubahan-perubahan pada paru misal edema bisa merupakan akibat
sekunder dari perubahan-perubahan pada jantung. Foto toraks yang normal tidak mengesampingkan adanya penyakit paru yang
sedang berkembang, terutamanya pada anak-anak. Kelainan yang bisa terlihat pada foto toraks memerlukan waktu yang lebih lama untuk berkembang daripada kelainan
klinis L. Hartono, 2002. Foto follow-up dibuat apabila harus menentukan kondisi penderita. Bila
perkembangan klinis memuaskan mungkin tidak diperlukan foto-foto lebih lanjut. Bila keadaan klinis memerlukan foto lebih lanjut, biasanya cukup dibuat foto PA saja
L. Hartono, 2002.
2.3. Standar Kompetensi Dokter 2.3.1. Pengertian Standar Kompentensi Dokter