Analisa Bahan Hukum. Bahan Hukum Sekunder

7 pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum. Dari pengertian tersebut, secara singkat dapat dikatakan bahwa yang dimaksud statute berupa legislasi dan regulasi. Maka pendekatan peraturan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi Peter Mahmud Marzuki, 2005:96-97

1.4.3 Sumber Bahan Hukum

Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, meliputi bahan hukum primer dan bahan hukum skunder.

a. Bahan Hukum Primer.

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat outoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundng- undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim Peter Mahmud Marzuki, 2005:141. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata, Undang-Undang no.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-Undang No.2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian, serta Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum skunder yaitu sumber bahan hukum yang erat kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum skunder meliputi buku-buku teks, kamus- kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Dalam hal ini diantaranya buku literatur hukum tentang perbankan, buku literatur tentang perkreditan, tulisan tentang penyelesaian kredit bermasalah, asuransi dan sebagainya.

1.4.4 Analisa Bahan Hukum.

Metode analisa bahan hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dimulai dengan pengumpulan bahan-bahan hukum dan non hukum yang relevan dengan permasalahan dan dilanjutkan dengan melakukan analisa terhadap bahan 8 penelitian untuk membahas permasalahan. Kemudian ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif dengan cara pengambilan kesimpulan dari pembahasan yang bersifat umum menuju hal-hal yang bersifat khusus. 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perjanjian

Istilah perjanjian dalam hukum perdata Indonesia berasal dari istilah bahasa Belanda sebagai sumber aslinya. Dalam hukum perdata Belanda sendiri, istilah perjanjian dikenal dengan dua istilah yaitu verbintenis dan overeenkomst. Dari kamus bahasa Belanda istilah verbintenis berasal dari kata binden artinya ikat atau mengikat sedangkan kata perjanjian dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar janji yang dalam bahasa belanda diartikan overeenkomst. Sedangkan istilah overeenkomst juga diterjemahkan persetujuan Sutarno, 2003:72. Dalam hukum perdata Indonesia, perjanjian diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata tentang “Perikatan”. Perjanjian yang sama artinya dengan persetujuan diatur dalam Buku Ketiga KUHPerdata, karena perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan di samping karena Undang-undang. Hal ini dapat dilihat dari bunyi Pasal 1233 KUHPerdata yang menyebutkan bahwa: “perikatan lahir karena persetujuan atau karena Undang-Undang”. Menurut Abdulkadir Muhammad 1990:9, yang dimaksud dengan perikatan adalah “hubungan hukum yang terjadi antara debitor dan kreditor yang terletak dalam bidang harta kekayaan”. Adapun unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perikatan adalah sebagai berikut: 1. Adanya hubungan hukum; 2. Dua pihak dalam perikatan, setidaknya ada dua pihak dimana yang satu berhak menuntut pada yang lain dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi prestasi; 3. Terletak dalam bidang harta kekayaan; 4. Adanya prestasi yaitu sesuatu yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak dalam perikatan. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata dirumuskan bahwa: “Persetujuan adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih “. Definisi persetujuan dari Pasal 1313 KUHPerdata tersebut hanya menyangkut mengenai perjanjian sepihak di mana satu orang mengikatkan 9